• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDUGAAN KARAKTERISTIK DASAR PERAIRAN B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDUGAAN KARAKTERISTIK DASAR PERAIRAN B"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN KARAKTERISTIK DASAR PERAIRAN

(Bathymetri) PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

SKRIPSI

Oleh :

ELANG TRY SATRIA

NRP. 11.03.4.1.1.00036

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

BANGKALAN

(2)

PENDUGAAN KARAKTERISTIK DASAR PERAIRAN

(Bathymetri) PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

SKRIPSI

Diajukan

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Derajat Sarjana Strata 1 (S1)

Pada Program Studi Ilmu Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Oleh :

ELANG TRY SATRIA

NRP. 11.03.4.1.1.00036

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

BANGKALAN

(3)
(4)
(5)

RIWAYAT HIDUP

Elang Try Satria dilahirkan pada tanggal 03 Mei 1993, Kabupaten Bangkalan. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Putra dari pasangan Akhwan dan Sri Minarti.

Pendidikan pertama yaitu di taman kanak-kanak Dharmawanita di Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan. Berikutnya

melanjutkan sekolah di SDN Burneh 1 Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan. Pendidikan berikutnya di SMPN 4 Bangkalan, Kabupaten Bangkalan. Selanjutnya menempuh pendidikan ke SMAN 1 Bangkalan, Kabupaten Bangkalan.

Pada tahun 2011, penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri dan diterima sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura dan mengambil Program Studi Ilmu Kelautan. Penulis telah menyelesaikan rangkaian tugas akhir, masing-masing Praktek Kerja Lapang (PKL) pada tahun 2014 di Balai Taman Nasional Bali Barat dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2015 di Pulau Mandangin Kabupaten Sampang.

Judul PKL penulis yaitu “Aplikasi Sistem Informasi Untuk Identifikasi Perubahan

Garis Pantai Di Taman Nasional Bali Barat”. Serta penulis melakukan penelitian

untuk menyelesaikan tugas akhir di Jurusan Ilmu Kelautan dengan judul “

Pendugaan Karakteristik Dasar Perairan (Bathymetri) Pulau Mandangin

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

“Saya Elang Try Satria , menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ Pendugaan

Karakteristik Dasar Perairan (Bathymetri) Pulau Mandangin Kabupaten

Sampang” merupakan karya pribadi saya kecuali yang disebutkan sumbernya, dan

tidak pernah digunakan sebagian atau seluruh bagiannya untuk mendapatkan gelar

akademik apapun”.

Bangkalan, 28 Januari 2016 Penulis,

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan ALLAH SWT atas anugerah dan nikmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini yang berjudul “Pendugaan Karakteristik Dasar Perairan Di Pulau Mandangin Kabupaten Sampang” yang merupakan laporan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh penulis sejak bulan Agustus 2015 hingga dengan Desember 2015.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari campur tangan berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin berterimakasih sebesar-besarnya dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada pihak-pihak terkait antara lain :

1. Bapak Zainul Hidayah, S.Pi. M.App.Sc selaku Pembimbing Utama dan Ibu Maulinna Kusumo Wardhani, S.Kel. M.Si selaku Pembimbing Anggota yang telah banyak memberikan masukan ilmu, waktu dan semangat serta memberikan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Mahfud Efendi, Bapak Agus Romadhon segenap tim penguji yang telah menguji dan juga sekaligus menguji mental serta adrenalin penulis. Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya atas segala saran, kritik, dan koreksinya dalam menyempurnakan penulisan skripsi ini

3. Bapak Dr. Ir. Slamet Subari, SP. M.P selaku Dekan Fakultas Pertanian dan Dr. H. Agus Romadhon, SP. M.Si selaku ketua Prodi Ilmu Kelautan yang telah memberikan kemudahan dalam pengurusan administrasi penulisan skripsi ini, serta kepada dosen Prodi Ilmu Kelautan yang senantiasa memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan selama mengikuti kegiatan perkuliahan serta menjadikan kami lebih berguna dengan ilmu yang telah diberikannya kepada kami. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh staf Tata Usaha Fakultas Pertanian yang telah banyak membantu dan mengurusi segala keperluan administrasi.

Bangkalan, 28 Januari 2016

(8)

Pendugaan Karakteristik Dasar Perairan Di Pulau Mandangin Kabupaten Sampang, Elang Try Satria dibawah bimbingan Zainul Hidayah, S.Pi. M.App.Sc dan Maulinna Kusumo Wardhani, S.Kel. M.Si.

ABSTRAK

Pulau Mandangin merupakan sebuah pulau yang berada di Kabupaten Sampang yang memiliki kedalaman perairan yang bervariasi.Selain itu, Pulau Mandangin juga memiliki panjang garis pantai sepanjang 3,92 km. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memetakan kedalaman perairan Pulau Mandangin dengan menggunakan data kedalaman yang diperoleh menggunakan alat GPS Map Sounder dan juga membuat model 3 dimensi profil kedalaman perairan Pulau Mandangin. Adapun tujuan kedua dari penelitian ini yaitu memetakan dan menganalisa perubahan garis pantai Pulau Mandangin dari tahun 2012 hingga tahun 2015. Hasil dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang profil dasar perairan Pulau Mandangin yang berupa peta bathymetri, model 3 dimensi dari kedalaman perairan Pulau Mandangin dan perubahan garis pantai.

Kata Kunci : Pulau Mandangin, Bathymetri, Perubahan Garis Pantai, Citra

(9)

Estimation of Basic Characteristics of water (Bathymetri) Mandangin Island Sampang, Elang Try Satria adviced by Zainul Hidayah, S.Pi. M.App.Sc and Maulinna Kusumo Wardhani, S.Kel. M.Si.

ABSTRACT

Mandangin Island is an island located in Sampang regency which has a depth of water varies. In addition, Mandangin Island also has a long coastline along the 3,92 km. The purpose of this study is to map the depth of the water of the Mandangin Islang using depth data obtained using a GPS Map Sounder and also made a 3D model of the depth profile Mandangin Island waters. The second objective of this study is to map and analyze changes in the coastline Mandangin Island from bathymetri maps, 3D model of the depth of the waters and the Mandangin Island shoreline change.

Keyword : Mandangin Island, Bathymetri, Changes Coastline, Citra WorldView-2

(10)

i

2.10. PETA MODEL PENDUGAAN KARAKTERISTIK DASAR PERAIRAN...17

2.11. PRINSIP KERJA GPS MAP SOUNDER...17

III. METODOLOGI...19

4.3. KOREKSI KEDALAMAN DENGAN PASANG SURUT...25

4.4. PETA KEDALAMAN...27

4.4.1. Pemisahan Daratan dan Lautan...27

(11)

ii

4.4.3. Membuat Model 3D Peta Profil Kedalaman...28

4.5. PROFIL KEMIRINGAN DASAR PERAIRAN...30

4.6. PERUBAHAN GARIS PANTAI...32

V. KESIMPULAN DAN SARAN...39

5.1. KESIMPULAN...39

5.2. SARAN...39

DAFTAR PUSTAKA...40

(12)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Karakteristik satelit WorldView2...13

Tabel 2.2. Spesifikasi satelit WorldView2...14

Tabel 3.1. Alat dan kegunaan...20

Tabel 3.2. Bahan yang digunakan...20

Tabel 4.1. Luas abrasi...36

(13)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Zonasi kedalaman laut secara vertikal...3

Gambar 2.2. Zonasi kedalaman laut secara horizontal...5

Gambar 2.3. Spektrum elektromagnetik...9

Gambar 2.4. Spectral Signature...10

Gambar 2.5. Energi pantulan dalam penginderaan jauh...11

Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian...19

Gambar 3.2. Alur penelitian...22

Gambar 4.1. Pengambilan titik sampel kedalaman...24

Gambar 4.2. Peta transek dan jalur pemeruman...25

Gambar 4.3. Grafik pasang surut ...26

Gambar 4.4. Pemisahan daratan dan lautan (masking)...27

Gambar 4.5. Peta bathymetri Pulau Mandangin...28

Gambar 4.6. Model kedalaman 3D Pulau Mandangin bagian utara dan timur....29

Gambar 4.7. Model kedalaman 3D Pulau Mandangin bagian selatan dan barat..29

Gambar 4.8. Citra WorldView-2 27 Mei 2012...32

Gambar 4.9. Citra Google Earth 15 Agustus 2015...32

Gambar 4.10. Peta Garis Pantai Pulau Mandangin...33

Gambar 4.11. Peta Garis Segmen...34

Gambar 4.12. Peta Lokasi Abrasi...36

(14)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Tabel Data Hasil Survei Kedalaman Menggunakan

GPS Map Sounder...42

Lampiran 2. Tabel perubahan panjang akresi dan abrasi setiap segmen...58

Lampiran 3. Tabel data pasang surut wilayah Pulau Mandangin...59

Lampiran 4. Tabel Nilai Regresi Linear Sederhana b%...60

Lampiran 5. Pemisahan daratan dan lautan (masking)...61

Lampiran 6. Pembuatan peta bathymetri Pulau Mandangin...63

Lampiran 7. Membuat model 3D...65

Lampiran 8. Membuat peta perubahan garis pantai...67

(15)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pulau Mandangin merupakan sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Sampang yang memiliki kedalaman perairan yang sangat bervariasi dari laut dangkal hingga laut dalam. Keadaan tentang perbedaan kedalaman tersebut dapat diketahui dengan melihat peta bathimetrinya. Karakteristik dasar perairan merupakan hasil pengukuran kedalaman perairan dengan menggunakan alat yang dinamakan GPS Map Sounder. Dasar perairan memiki tipe atau karakteristik yang berbeda-beda diantaranya tipe dasar perairan datar, landai, miring, sangat miring, curam, dan sangat curam.

Secara umum, menentukan karakteristik dasar perairan digunakan suatu alat yang dinamakan GPS Map Sounder. Alat ini bekerja dengan memancarkan gelombang suara yang akan dipantulkan ke dasar perairan. Gelombang suara yang dikeluarkan oleh GPS Map Sounder akan mengenai segala material yang ada di dasar perairan lalu akan dipantulkan kembali. Selain menggunakan alat GPS Map Sounder dalam menentukan kedalaman perairan yang kemudian dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik dasar perairan, dapat juga menggunakan pendekatan citra satelit.

Pengetahuan tentang keberadaan lingkungan pesisir dan lautan serta tentang pengelolaan wilayah pesisir termasuk didalamnya pemahaman tentang morfologi (Dahuri, dkk., 2001; Davis Jr. 1991). Morfologi pantai amat sangat dipengaruhi oleh faktor arus, pasut, dan gelombang yang dimana jika arus lemah tidak akan dapat mengangkut sedimen berukuran besar atau berbutir kasar, akan tetapi dapat mengangkut sedimen dengan ukuran kecil atau berbutir halus.

(16)

2 mengakibatkan laju proses pendangkalan dan pengikisan dasar perairan semakin cepat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang, permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Adanya penambangan pasir secara ilegal oleh penduduk pulau Mandangin tidak menutup kemunginan lahan pantai akan mengalami perubahan geomorfologi karena aktivitas intervensi dan kesinambungan upaya manusia untuk memanfaatkan dan mendayagunakan kawasan pantai secara tidak terpadu.

2. Mengetahui bagaimana cara membuat model pendugaan karakteristik dasar perairan di Pulau Mandangin berdasarkan analisa nilai pantulan gelombang pada citra satelit WorldView-2.

1.3. Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

1. Memetakan profil kedalaman dasar perairan Pulau Mandangin

2. Memetakan dan menganalisa perubahan garis pantai Pulau Mandangin

1.4. Batasan Masalah

Penelitian ini hanya berbatas pada pendugaan karakteristik dasar perairan dengan memanfaatkan data citra WorldView-2 dan data pengukuran kedalaman perairan di Pulau Mandangin menggunakan alat GPS Map Sounder.

1.5. Manfaat

(17)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Kedalaman Laut

Kedalaman merupakan parameter yang penting dalam memecahkan masalah teknik berbagai pesisir seperti erosi. Pertambahan stabilitas garis pantai, pelabuhan dan kontraksi, pelabuhan, evaluasi, penyimpanan pasang surut, pergerakan, pemeliharaan, rute navigasi (Roonawale, 2010). Menurut Ariana (2002) faktor – faktor yang mempengaruhi kedalaman adalah betimetri. Batimetri adalah ukuran tinggi rendahnya dasar laut. Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi tersebut. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih dari 3 meter dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih dari dasar jaring (Setiawan, 2010).

2.1.1. Vertikal

Sumber : http://geoenviron.blogspot.com/2011/12/zona-laut-kepulauan.html. Gambar 2.1. Zonasi Kedalaman Laut Vertikal

Secara vertikal kawasan pelagik dibagi berdasarkan daya tembus cahaya matahari ke dalam kolom perairan, yaitu :

(18)

4 kedalaman tembus cahaya, dan biasanya bervariasi berdasarkan tigkat kejernihan air. Umumnya batas bawah zona fotik terletak pada kedalaman 100-150 meter.

2. Menurut Sudjoko, dkk (1998) Zona Afotik adalah zona yang tidak dapat ditembus cahaya matahari yang posisinya terdapat dibawah zona fotik.

Secara vertikal zona afotik pada kawasan pelagis dapat dibagi beberapa zona yaitu :

1. Zona mesopelagis merupakan bagian teratas zona afotik hingga kedalaman isoterm 10°C yang terletak pada kedalaman 200 - 1000 meter.

2. Zona batipelagis merupakan daerah yang terletak pada kedalaman dimana suhu perairan berkisar antara 10°C dan 4°C atau pada kedalaman anntara 1000 - 4000 meter.

3. Zona abisal pelagis merupakan daerah diatas daratan pasang surut laut yang mencapai kedalaman 4000 - 6000 meter.

4. Zona hadal pelagis merupakan zona perairan terbuka dari palung laut dengan kedalaman 6000 - 10.000 meter.

Sedangkan pada zona vertikal dasar atau bentik dibagi atas beberapa zona, yaitu :

1. Zona batial adalah daerah yang mencakup lereng benua hingga mencapai kedalaman 4.000 meter.

2. Zona abisal termasuk daratan abisal yang luasnya berada pada kedalaman 4.000

– 6.000 meter.

(19)

5 2.1.2. Horizontal

Sumber : http://smamuhammadiyahtasikmalayageo.blogspot.com/2012/10/arus-laut-di bumi.html.

Gambar 2.2. Zonasi Kedalaman Laut Horizontal

Berdasarkan kedalamannya laut dibedakan menjadi 4 wilayah / zona, yaitu :

a. Zona lithoral adalah wilayah pantai atau pesisir atau shore. Di wilayah ini pada saat air pasang tergenang air dan pada saat air laut surut menjadi daratan. Oleh karena itu, wilayah ini sering disebut juga sebagai wilayah pasang surut.

b. Zona neritik (wilayah laut dangkal), yaitu dari batas wilayah pasang surut hingga kedalaman 200 meter. Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari sehinga pada wilayah ini palin banyak terdapat berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun tumbuh-tumbuhan.

c. Zona bathyal (wilayah laut dalam) adalah wilayah laut yang memiliki kedalaman antara 200 – 1800 meter. Wilayah ini tidak dapat ditembus sinar matahari. Oleh karena itu kehidpan organismenya tidak sebanyak yang terdapat di wilayah neritic.

(20)

6 2.2. Profil Kedalaman / Kemiringan

Kemiringan (profil) dasar perairan dapat digambarkan berdasarkan pada perubahan kedalaman permukaan dasar laut sepanjang garis transek. Penentuan profil suatu perairan atau pantai dapat ditentukan berdasarkan nilai koefisien regresi ( b%) dari persamaan y = a + bx dimana y adalah kedalaman perairan dan x adalah jarak dari garis pantai ke setiap titik kedalaman yang diukur. Menurut Sunarto (1991), kriteria klasifikasi kemiringan lereng terdiri dari lereng datar (0,0-2,9%), lereng landai (3,0-7,9%), lereng miring (8,0-13,9%), lereng sangat miring (14,0-20,9%), lereng curam (21,0-55,9%), lereng sangat curam (56,0-140,9%), dan lereng terjal (>140,9%) (Patty W, 2010).

2.3. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai objek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya akan diproses dan diinterpretasikan berdasarkan kegunaannya. Tujuan utama dari penginderaan jauh adalah mengumpulkan data sumberdaya alam dan lingkungan (Lo, 1986). Sedangkan menurut Curran (1985), penginderaan jauh yaitu penggunaan sensor radiasi elektromagnetik untuk merekam gambar lingkungan bumi yang dapat diinterpretasikan sehingga menghasilkan informasi yang berguna. Selanjutnya menurut Kushardono (2003), informasi yang diperoleh mengenai kondisi permukaan bumi dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh memiliki beberapa keuntungan, yakni:

a. Daerah cakupan datanya luas sehingga data global dapat diperoleh

b. Resolusi temporalnya tinggi karena datanya dapat diperoleh hampir setiap hari bahkan setiap jam, sehingga dapat digunakan untuk pemantauan

c. Perolehan datanya cepat, karena dapat diperoleh setiap saat dari satelit yang sedang berorbit. Selain itu, bentuk data dalam format digital, maka pengolahan informasi dapat dilakukan secara cepat dengan menggunakan komputer

(21)

7 2.4. Teori Dasar Penginderaan Jauh

Radiasi adalah suatu istilah yang berlaku untuk banyak proses yang melibatkan pindahan tenaga oleh gejala gelombang elektromagnetik (Pitts and Sissom, 2001). Sumber energi terbesar dan bersifat kontinyu yang tersedia bagi manusia adalah energi surya. Energi surya dihasilkan melalui reaksi fusi yang terjadi dalam inti matahari, jika cahaya menempa pada zat kimia pada sel matahari maka akan dihasilkan energi listrik potensial atau voltas (Challoner, 1998). Energi matahari yang sampai ke bumi merupakan sebuah pancaran gelombang pendek dalam bentuk radiasi.

Menurut Flapin (1998) radiasi adalah energi pancaran berupa gelombang elektromagnetik. Radiasi surya yang sampai puncak atmosfer 1360W/m2 sedangkan yang sampai permukaan bumi setengah dari radiasi yang sampai puncak atmosfer dan 30% dari radiasi surya yang sampai permukaan bumi dipantulkan kembali luar angkasa (Handoko, 1995). Beberapa faktor yang menentukan besarnya radiasi yang datang adalah tingkat keawanan, sudut datang matahari, dan kondisi atmosfer. Tingkat keawanan dan sudut datang matahari merupakan faktor utama yang menentukan variasi besarnya radiasi yang datang di bumi (Kondratyev, 1969).

Selain beberapa faktor diatas, terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi radiasi sinar matahari, yakni lubang hitam. Lubang hitam adalah suatu benda dengan massa yang sangat masif, sehingga menyebabkan cahaya bisa tertarik dan terjebak ke dalamnya tanpa bisa melepaskan diri. Bila cahaya terjebak oleh lubang hitam, maka tidak akan mungkin ada informasi yang bisa diperoleh untuk membuktikan adanya lubang hitam secara langsung (Mumpuni, 2008).

(22)

8 Jumlah dan jenis radiasi elektromagnetik yang dipancarkan bergantung pada suhu benda hitam tersebut. Benda hitam dengan suhu dibawah sekitar 700 Kelvin hampir semua eneginya dipancarkan dalam bentuk gelombang inframerah, sangat sedikit dalam panjang gelombang tampak. Istilah benda hitam pertama kali diperkenalkan oleh Gustav Robert Kirchhoff pada tahun 1862. Cahaya yang dipancarkan oleh benda hitam disebut radiasi benda hitam (Anonimous, 2008). Dalam penginderaan jauh digunakan tenaga elektromagnetik. Matahari merupakan sumber utama dari tenaga elektromagnetik. Tenaga elektromagnetik tidak tampak oleh mata, dan hanya tampak bila berinteraksi dengan benda, seperti debu, uap air, dan benda lain di atmosfer atau dipermukaan bumi (Sutanto,1994).

(23)

9 Sumber:http://ari-awp.blogspot.com/2009_10_01_archive.html.

Gambar 2.3. Spektrum Elektromagnetik

(24)

10 Sumber:http://www.eumetsat.int/metprods_webcast/media/graphics/MODIS_WC_land_s

olar_spectral_signatures.jpg Gambar 2.4. Spectral Signature

2.5. Sensor Satelit Pengindderaan Jauh

Pengumpulan data dalam penginderaan jauh dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan sensor buatan. Dengan melakukan analisis terhadap data yang terkumpul dapat diperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala yang dikaji. Data tersebut direkam dan dikumpulkan dengan tiga cara, yakni distribusi daya (force), distribusi gelombang bunyi, dan distribusi tenaga elektromagnetik. Sistem penginderaan jauh bekerja dengan cara memanfaatkan pancaran dan pantulan energi dari benda-benda yang ada di permukaan bumi. Kemudian ditangkap oleh sistem sensor pada satelit. Energi yang ditangkap oleh sensor tersebut diubah menjadi sinyal-sinyal yang selanjutnya dikirimkan ke stasiun bumi untuk disimpan dalam bentuk data analog atau digital (Sutanto, 1994)

(25)

11 reflektansi yang berbeda-beda. Panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan berkisar mulai dari panjang gelombang cahaya tampak hingga panjang gelombang radio (Kushardono, 2003). Berdasarkan sistem sensornya, secara umum satelit penginderaan jauh dibedakan menjadi dua, yakni passive sensor dan active sensor. Pada umumnya, passive sensor menggunakan sistem optik, dan kelemahannya adalah adanya pengaruh awan dalam pengamatan suatu obyek di bawah. Prinsip pada active sensor dengan memancarkan suatu energi menggunakan sistem yang dipasang pada satelit ke suatu obyek yang diamati, data penginderaan jauh diperoleh dari besar energi kembali yang terukur oleh sensor penerima pada satelit (Kushardono, 2003).

Sumber : Ekadinata, dkk. 2011

Gambar 2.5. Energi pantulan dalam penginderaan jauh

(26)

12 Resolusi temporal adalah lamanya waktu wahana penginderaan jauh untuk mendapatkan data pada lokasi yang sama. Misalnya, Landsat mempunyai resolusi temporal 16 hari, yang berarti data pada lokasi yang sama dapat diperoleh setiap 16 hari sekali (Kushardono, 2003). Berdasarkan posisinya di angkasa, satelit penginderaan jauh dibedakan menjadi dua jenis satelit, yakni satelit orbit berputar dan satelit orbit geostasioner. Satelit orbit berputar memiliki ketinggian agak rendah sekitar 800 km dari permukaan bumi. Satelit orbit berputar memiliki 2 arah perputaran, yakni satelit orbit berputar mengelilingi bumi melewati kutub utara dan kutub selatan atau orbit satelit polar, dan satelit orbit berputar mengelilingi bumi disekitar khatulistiwa. Sedangkan satelit orbit geostasioner, posisinya menetap di atas khatulistiwa dengan ketinggian sekitar 35,800 km, yang pada umumnya digunakan sebagai satelit pemantauan untuk meteorologi (Kushardono, 2003).

2.6. Pengembangan Teknologi Penginderaan Jauh

Munculnya teknologi penginderaan jauh memiliki hubungan yang erat dengan teknologi pesawat atau wahana terbang seperti balon udara, pesawat terbang, satelit, dan teknologi di bidang fotografi (fotogrametri). Pada Perang Dunia ke-II terjadi persaingan teknologi militer antara pihak Amerika dan sekutunya dengan pihak Jerman dan Jepang sebagai lawannya. Salah satu teknologi tersebut adalah teknologi penginderaan jauh yakni kemampuan mendeteksi kekuatan musuh dari jarak jauh melalui pemotretan dari wahana atau pesawat terbang (Tarmansyah, 2010).

(27)

13 Teknologi citra satelit yang ditemukan dapat mendeteksi potensi sumber daya alam dari satelit yang mengorbit dari ketinggian ribuan kilometer dari permukaan bumi. Kelebihan dari teknologi citra satelit ini dapat meliput daerah yang luas secara cepat dan mengulanginya secara periodik dalam waktu yang relatif singkat (kurang dari satu bulan) (Tarmansyah, 2010).

Menurut Sitanggang (1998) ada beberpa satelit yang dimanfaatkan oleh Indonesia adalah sebagai berikut :

 Landsat, yang merupakan pengembangan dari ERTS (Earth Resources Technology Satellite).

 Satelit SPOT.

 Satelit Radar SAR (Svnthetic Aperture Radar) atau Radarsar. Kelebihan

satelit dengan sensor SAR dapat menembus awan dan kegelapan malam serta mampu menampilkan data stereoskopis, pengulangan orbit setiap 24 hari.  Satelit ERS (Earth Resources Satellite) merupakan satelit sumberdaya alam.  Satelit JERS, bekerja pada gelombang visible hingga near infrared (VNIR).

Penggunaan kanal Infra Red ini sangat efektif untuk mendeteksi sumberdaya mineral.

2.7. Karakteristik Satelit WorldView-2

Satelit WorldView-2 adalah satelit generasi terbaru dari Digitalglobe yang diluncurkan pada tanggal 8 Oktober 2009. Citra satelit yang dihasilkan selain memiliki resolusi spasial yang tinggi juga memiliki resolusi spectral yang lebih lengkap dibandingkan produk citra sebelumnya. Resolusi spasial yang dimiliki citra satelit WorldView-2 ini lebih tinggi, yaitu 0.46 m – 0.5 m untuk citra pankromatik dan 1.84 m untuk citra multispektral. Citra multispektral dari WorldView-2 ini memiliki jumlah band sebanyak 8 band, sehingga sangat memadai bagi keperluan analisis-analisis spasial sumber daya alam lingkungan hidup (http://sellquickbird.wordpress.com/worldview/).

Tabel 2.1. Karakteristik Satelit WorldView-2 Peluncuran Tanggal : 8 Oktober 2009

Roket Peluncur : Delta 7920

(28)

14 Orbit Tinggi : 770 kilometer Sun synchronous, jam 10:30 am

descending node

Periode orbit : 100 menit

Masa Operasi 7.25 tahun, meliputi seluruh yang terpakai dan yang mengalami penyusutan (mis. bahan bakar).

Dimensi Satelit, Bobot & Power

4.3 meter tinggi x 2.5 meter lebar, 7.1 meter lebar panel energi surya

Bobot : 2800 kilogram

3.2 kW panel surya, 100 Ahr battery Sensor Bands  Pankromatik

 8 Multispektral:

4 standard colors: blue, green, red, near-IR 1 newcolors: coastal, yellow, red edge, near-IR 2 Resolusi Sensor

(GSD = Ground Sample Distance)

Pankromatik : 0.46 meter GSD pada nadir 0.52 meter GSD pada 20° off-nadir Multispektral: 1.84 meter GSD pada nadir 2.08 meter GSD pada 20° off-nadir

(catatan : citra satelit harus diresampling ke ukuran 0.5 meters bagi kostumer di luar pemerintahan Amerika) Dynamic Range 11-bit per pixel

Lebar Sapuan 16.4 kilometer pada nadir Kapasitas

penyimpanan

2199 gigabit

Perekaman per orbit 524 gigabit Maksimal area

1.1 hari pada 1 meter GSD atau kurang

3.7 hari pada 20° off-nadir atau kurang (0.52 meter GSD)

Ketelitian lokasi (CE 90)

6.5m CE90, dengan perkiraan antara 4.6 s/d 10.7 meter CE90, di luar pengaruh terrain dan off-nadir

2.0 m jika menggunakan registrasi titik kontrol tanah Sumber : http://www.jualcitrasatelit.com/p/WorldView-2.html 2012

Tabel 2.2. Spesifikasi Satelite WorldView-2

Rangkuman Spesifikasi Teknis Satelit WorldView-2

Resolusi Spasial

0.5 meter (citra pankromatik)

1.8 meter (citra multispektral pada keadaan nadir 2.4 meter (untuk citra multi spektral pada keadaan 20° off-nadir

Band

(29)

15 Lebar Sapuan 16.4 km (pada keadaan nadir)

Altitude/Ketinggian 770 km sun synchronous Waktu Lintas Ulang 1.1 s/d 3.7 hari

Sumber : https://citrasatelit.wordpress.com 2013

2.8. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik merupakan tahap awal pengolahan data sebelum analisis dilakukan untuk suatu tujuan, misalnya untuk identifikasi liputan lahan pertanian. Proses koreksi radiometrik mencakup koreksi efek-efek yang berhubungan dengan sensor untuk meningkatkan kontras setiap piksel dari citra, sehingga objek yang terekam mudah diinterpretasikan atau dianalisis untuk menghasilkan data/informasi yang benar sesuai dengan keadaan lapang (Supriatna, 2002). Koreksi radiometri diperlukan atas dasar dua alasan, yakni untuk memperbaiki kualitas visual citra dan sekaligus memperbaiki nilai-nilai piksel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran spektral objek yang sebenarnya (Danoedoro, 2012).

Koreksi radiometrik citra yang ditujukan untuk memperbaiki kualitas visual citra berupa pengisian kembali baris yang kosong karena drop-out baris maupun masalah kesalahan awal pemindaian. Baris atau bagian baris yang bernilai tidak sesuai dengan yang seharusnya dikoreksi dengan mengambil nilai piksel satu baris di atas dan di bawahnya, kemudian dirata-ratakan (Guindon, 1984, dalam Jensen 2005). Koreksi radiometri yang ditujukan untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang seharusnya juga bisa dilakukan dengan mempertimbangkan faktor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahan utama. Pada koreksi ini diasumsikan bahwa nilai piksel terendah pada suatu kerangka liputan seharusnya nol, sesuai dengan bit-coding sensor. Apabila nilai terendah piksel pada kerangka liputan tersebut bukan nol, maka nilai penambah tersebut dipandang sebagai hasil dari hamburan atmosfer (Danoedoro, Projo. 2012).

2.9. Koreksi Geometrik

(30)

16 ketinggian sensor. Dalam akuisisi citra satelit, distorsi ini akan bertambah seiring dengan perbedaan waktu pembuatan petadan akuisisi citra serta kualitas dari peta dasar yang kurang baik. Akibat dari kesalahan geometrik ini, maka posisi piksel dari citra satelit tersebut tidak sesuai dengan posisi yang sebenarnya. Untuk memperbaiki kesalahan geometrik yang terjadi, Mather (2004) mengelompokkan koreksi geometrik menjadi dua kategori, yakni : model geometri orbital dan transformasi berdasarkan titik kontrol di lapangan (GCP) (Danoedoro, Projo. 2012).

Model geometri orbital didasari oleh pengetahuan mengenai karakteristik orbit wahana satelit. Bannari (1995) menjelaskan, faktor-faktor yang dikoreksi melalui model geometri orbital sebagai berikut :

 Koreksi Aspect Ratio merupakan proses untuk menghilangkan

efek oversampling. Oversampling terjadi karena adanya perbedaan kecepatan pemindaian dengan coding dan penyimpanan data dari pantulan oleh detektor. Misalkan, untuk citra Landsat MSS seharusnya diperoleh ground sample distance, GSD sepanjang 79x79 m. Namun, pada saat perekaman hanya diperoleh GSD sepanjang 56x56 m. Sehingga perlu dilakukan aspect rasio 56:79 atau 1:1,41. Sehingga diperoleh matriks aspect rasio (Bannari, 1995)

M =

 Koreksi Kemencengan merupakan proses menghilangkan pengaruh

kemencengan detektor saat dilaksanakan pengambilan citra oleh detektor pada satelit. Secara matematis tertulis dalam persamaan 2, dimana θ menunjukkan besarnya sudut kemencengan, L menunjukkan lintang tempat diambilnya citra dan θe menunjukkan arah gerak satelit terhadap ekuator (Bannari, 1995).

 Koreksi Rotasi Bumi, merupakan proses untuk menghilangkan efek rotasi

(31)

17 pada lintang tertentu, ωe menunjukkan kecepatan sudut bumi, dan R menunjukkan jejari bumi (Bannari, 1995).

Ve (L) = R cos (L) ωe

Transformasi ground control point, GCP merupakan proses koreksi geometrik citra dengan cara membandingkan posisi yang berada pada citra, dengan posisi yang ada di lapangan/peta yang sudah tersedia sebelumnya. Ground control point, GCP adalah suatu lokasi pada permukaan bumi yang dapat diidentifikasi pada citra dan sekaligus dikenali posisinya pada peta (Jensen, 2005).

2.10. Peta Model Karakteristik Dasar Perairan

Membuat peta pendugaan karakteristik dasar perairan dengan menggunakan aplikasi ArcGis 10 dapat diperoleh dengan menggunakan teknik interpolasi untuk pendugaan data kedalaman. Terlebih dahulu dengan plotting data X,Y,Z, dimana X dan Y adalah koordinat di setiap titik transek sedangkan Z adalah nilai kedalaman pada setiap titik transek. Setelah proses plotting telah dilakukan maka peta karakteristik dasar perairan dapat dimunculkan (Anonimous, 2012).

2.11. Prinsip Kerja GPS Map Sounder

Hidroakustik merupakan suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan perangkat akustik. Perangkat akustik tersebut antara lain echosounder, fish finder, GPS Map Sounder, sonar dan ADCP. Hidroakustik dapat digunakan untuk pemantauan dan pemetaan dasar perairan berupa informasi substrat dasar dan vegetasi di dasar perairan berdasarkan karakteristik signal gema yang dipantulkan target (Burczynki et al. 2001).

(32)

18 energi listrik, lalu diteruskan ke receiver dan diproses dengan menggunakan echo signal processor dan echo integrator (Burczynki et al. 2001).

Prinsip kerjanya, yaitu pada transmiter terdapat tranduser yang berfungsi untuk merubah energi listrik menjadi suara. Kemudian suara yang dihasilkan dipancarkan dengan frekuensi tertentu. Suara ini dipancarkan melalui medium air yang mempunyai kecepatan rambat sebesar, v=1500 m/s. Ketika suara ini mengenai objek, misalnya ikan maka suara ini akan dipantulkan. Sesuai dengan sifat gelombang yaitu gelombang ketika mengenai suatu penghalang dapat dipantulkan, diserap dan dibiaskan, maka hal yang sama pun terjadi pada gelombang ini (http://amuchtarom51.blogspot.co.id/2014_06_01_archive.html).

(33)

19

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data kedalaman perairan menggunakan GPS Map Sounder / echosounder yang akan dilaksanakan pada tanggal 06 Oktober 2015 dengan lokasi pengamatan di perairan Pulau Mandangin kabupaten Sampang. Pengambilan titik sampel kedalaman dilakukan tepat jam 07.00 pagi saat perairan mengalami surut hingga jam 11.46.

(34)

20 3.2. Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1. Alat

Tabel 3.1. Alat dan fungsi alat No Alat Skala / laut dalam) dan 200kHz (untuk laut

dangkal)

1 Citra satelit WorldView-2 wilayah Pulau Mandangin

2 Data Pasang Surut

3 Data Kedalaman Perairan Pulau Mandangin

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Teknik Pengambilan Data

(35)

21 1. Data kedalaman perairan pulau Mandangin yang diperoleh dengan

menggunakan alat GPS Map Sounder

Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari literatur – literatur seperti jurnal ilmiah, buku yang memiliki tema penelitian yang sama, dan referensi – referensi lainnya.

3.3.2. Metode Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari citra satelit WorldView-2 dengan resolusi 0,46 m – 0,5 m. Data citra satelit WorldView-2 harus dikoreksi radiometrik dengan mengubah nilai digital number (DN) pada setiap piksel menjadi nilai reflektansi dan koreksi geometrik menggunakan peta RBI sebagai peta acuan. Selain itu, digunakan juga data kedalaman dari hasil pengukuran kedalaman menggunakan GPS Map Sounder.

Metode pengambilan data dalam penelitian ini ada beberapa macam dan juga diperlukannya ketelitian dalam proses pengambilannya. Data yang dibutuhkan adalah data primer yang dapat diperoleh dengan cara survey lapang. Data yang dibutuhkan antara lain :

1. Data kedalaman perairan pulau Mandangin 2. Data titik koordinat

Cara atau metode pengambilan data kedalaman perairan pulau Mandangin yaitu dengan menggunakan alat yang bernama GPS Map Sounder yang di pasang di bagian bawah lambung kapal. Alat ini bekerja dengan 2 frekuensi gelombang yaitu 50kHz untuk laut dalam dan 200kHz untuk laut dangkal. Jika GPS Map Sounder telah di setting dan telah terpasang di bawah lambung kapal, kita siap untuk melakukan pemeruman. Pemeruman disini dilakukan mulai dari jarak 5 meter dari bibir pantai dan mengarah ke tengah laut sejauh ±500 meter kemudian memutar kembali ke arah pantai hingga mengelilingi seluruh pulau Mandangin.

(36)

22 3.4. Alur Kegiatan Penelitian

Gambar 3.2. Alur Penelitian Citra WorldView2

resolusi 0,46 – 0,5 m

Data Lapang Kedalaman

Perbandingan DN

Masking Citra (pemisahan daratan dan lautan)

Pemodelan Pendugaan Kedalaman Perairan

Kontur Kedalaman

Profil

Kedalaman/Kemiringan Dasar Laut

Peta Karakteristik Dasar Perairan

Koreksi pasang surut

Peta Garis Pantai Batimetri

(37)

23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Pulau Mandangin

Pulau Mandangin merupakan salah satu pulau yang terletak di Kabupaten Sampang, tepatnya di perairan Madura. Pulau ini dijuluki juga sebagai pulau kambing, hal ini dikarenakan Pulau Mandangin banyak terdapat populasi kambing yg secara bebas berkeliaran di wilayah Pulau Mandangin. Pulau Mandangin memiliki luas wilayah sekitar 1.650 km2 dan dihuni oleh sekitar 19.000 jiwa.

Secara geografis Pulau Mandangin terletak pada 113° 12’ 30” - 113° 14’

0” BT dan 07° 18’ 30” - 07° 19’ 30” LS (Muhsoni, 2014). Pulau Mandangin hanya memiliki satu desa yang terbagi 3 dusun yaitu dusun barat yang terbagi 6 RT, dusun kramat yang terbagi 5 RT, dan dusun candin yang terbagi 5 RT.

Pulau Mandangin memiliki pantai di bagian timur, selatan, dan barat dengan total panjang garis pantai sekitar 3,92 km. Substrat yang terdapat di pantai Pulau Mandangin di dominasi oleh pasir putih serta didukung oleh kondisi perairan yang relatif jernih dan tida keruh. Terdapat pula ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Mandangin yang tersebar di hampir seluruh perairan Pulau Mandangin. Keadaan terumbu karang yang terdapat di perairan Pulau Mandangin saat ini dalam keadaan rusak, hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor. Faktor yang paling berpengaruh adalah faktor manusia. Banyak kapal dan perahu yang menjatuhkan jangkarnya di atas terumbu karang sehingga merusak terumbu karang yang ada dibawahnya, selain itu juga disebabkan oleh penggunaan alat tangkap kerang yang tidak ramah lingkungan yang berpotensi besar merusak ekosistem terumbu karang.

(38)

24 4.2. Survei Kedalaman Menggunakan GPS Map Sounder

Gambar 4.1. Pengambilan Titik Sampel Kedalaman dengan Menggunakan GPS Map Sounder

Pengambilan titik sampel dilakukan dengan cara mengikuti koordinat lintang dan bujur untuk memudahkan proses pengambilan data yang dimulai dari kedalaman 0.5 meter ke arah laut sampai pada jarak ± 500 meter. Untuk jalur berikutnya diukur dari arah laut ke arah darat sampai pada kedalaman 0.5 meter. Hal ini terus diulang sampai pada transek terakhir atau hingga mengelilingi seluruh pulau. Jumlah transek dari pengambilan titik sampel sebanyak 41 transek (gambar 4.2).

(39)

25 Gambar 4.2. Peta Transek dan Jalur Pemeruman

Peta diatas menggambarkan jalur pemeruman atau jalur survei kedalaman perairan yang dimana jalur tersebut menggunakan teknik sampling acak sederhana. Penggunaan teknik sampling acak sederhana bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan pemeruman di lapang untuk memperoleh data kedalaman (Hazzir, 2012). Pemeruman dilakukan dengan membuat profil (potongan) pengukuran kedalaman. Lajur perum dapat berbentuk garis-garis lurus, lingkaran, atau yang lainnya sesuai metode yang akan digunakan untuk penentuan posisi titik fiks perumnya. Agar mampu mendeteksi perubahan kedalaman yang lebih ekstrem lajur perum dipilih dengan arah yang tegak lurus terhadap arah garis pantai. Terdapat pula transek pada jalur pemeruman yang bertujuan untuk mempermudah dalam menganalisa profil dasar perairan yang diperoleh mengunakan regresi linear sederhana untuk menghasilkan nilai b % pada setiap transek.

4.3. Koreksi Kedalaman dengan Pasang Surut

(40)

26 elevasi pasang surut maupun error alat dan penempatan tranduser (Soeprapto, 2001). Maka data yang ada kemudian harus dikoreksi dengan data pasang surut yang diperoleh dari BMKG Perak dengan tanggal yang sama dengan pengambilan data kedalaman. Menurut Wahyuningrum (2007) dalam Hidayati (2013) kondisi tinggi muka air laut dan kedalaman laut bersifat tidak statis dan mengalami perubahan karena adanya pengaruh pasang surut. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil data kedalaman yang valid dan akurat, karena gelombang atau ombak yang terbentuk saat pengambilan data kedalaman sangat berpengaruh terhadap hasil dari pemeruman. Oleh karna itu koreksi ini wajib dilakukan. Berikut adalah data pasang surut wilayah perairan Pulau Mandangi Kabupaten sampang yang diperoleh dari BMKG Perak pada tanggal 06 Oktober 2015 sesuai dengan tanggal pengambilan sampel di lapang.

Sumber : DISHIDROS TNI – AL 2015

Gambar 4.3. Grafik Pasang Surut Tanggal 06 Oktober 2015

(41)

27 dikurangkan 0,1 untuk data kedalaman jam 08.00 agar kondisi perairan tidak mengalami pasang dan tidak mengalami surut. Sedangkan jam 09.00 sampai jam 11.00, mengalami surut yang semakin meningkat dimulai dari -0,1, -0,3, dan -0,5 m sehingga pada perolehan survei kedalaman harus ditambah 0,1, 0,3, dan 0,5 sesuai jam pengambilan data.

4.4. Peta Kedalaman

4.4.1. Pemisahan Daratan dan Lautan

Proses yang dilakukan untuk pemisahan daratan dan lautan adalah dengan menggunakan proses masking. Prosesnya dilakukan dengan membuat polygon lalu dilanjutkan dengan mendigitasi daratan menggunakan bantuan software arcgis 10, sehingga didapatkan hasil pemisahan antara daratan dan lautan yang kemudian wilayah daratan tersebut diberi nilai 0. Hasil pemisahan daratan dan lautan dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4. Pemisahan Daratan dan Lautan 4.4.2. Membuat Peta Kedalaman

(42)

28 Map Sounder. Proses pembuatannya menggunakan software arcgis 10. Berikut hasil dari analisa pembuatan peta batimetri (gambar 4.5). Peta Batimetri memiliki informasi tentang kedalaman laut dimulai dari laut dangkal 0,5 meter hingga laut dalam mencapai 50 meter. Garis hitam yang terlihat seperti gambar dibawah merupakan hasil dari analisa kedalaman yang mewakili setiap kedalaman yang berbeda dan menghasilkan sebuah garis contour seperti yang terlihat pada gambar dibawah.

Gambar 4.5. Peta Batimetri Pulau Mandangin

Gambar 4.5 adalah gambar hasil olahan dari data kedalaman aktual perairan Pulau Mandangin dengan menggunakan ArcGIS, sehingga mendapatkan peta bathymetri yang dimana setiap garis kontur diwakili kedalaman yang berbeda-beda.

4.4.3. Membuat Model 3D Peta Profil Kedalaman

(43)

29 model 3D seperti gambar di bawah menggunakan software arcscene 10 bawaan dari arcgis 10.

Gambar 4.6. Model Kedalaman 3D Pulau Mandangin Bagian Utara dan Timur Adanya perbedaan warna yang terlihat pada gambar adalah menunjukkan tingkat perbedaan kedalaman. Kedalamannya dimulai dari 0.5 meter hingga 30 meter bahkan mencapai hingga 50 meter dibawah permukaan laut. Menurut Voskuil (1990), kedalaman antara 5 meter hingga 30 meter memiliki kemiringan lereng bervariasi antara 10,8% sampai dengan 17,7%, terklarifikasi sebagai lereng miring sampai dengan lereng sangat miring. Menurut Sunarto (1991), kriteria klasifikasi kemiringan lereng dengan persentase 8,0-13,9% masuk ke dalam lereng miring, dan lereng sangat miring dengan persentase 14,0-20,9%.

(44)

30 4.5. Profil Kemiringan Dasar Perairan

Profil kemiringan dasar perairan dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan regresi sederhana yang terdapat pada microsoft excel. Data yang dibutuhkan untuk mendapatkan profil kemiringan dasar perairan ini adalah data kedalaman aktual yang sudah dikoreksi dengan data pasang surut serta data jarak tiap titik pengambilan sample. Profil kedalaman diperoleh dengan menggunakan perhitungan regresi linear sederhana y = a+bx, sehingga akan diperoleh nilai b% pada masing-masing sample transek. Sample transek sebelah utara (T3,T5,T7,T9), timur (T16,T17,T18,T19), selatan (T23,T25,T27,T29) dan barat (T35,T36,T37,T38). Masing-masing diambil 4 transek dan dalam analisa profil kemiringan dasar perairan ini bertujuan mencari nilai b% dimana tiap kemiringan berdasarkan kedalaman memiliki kriteria yang berbeda-beda.

 Lereng Datar (0,0-2,9%)  Lereng Landai (3,0-7,9%)  Lereng Miring (8,0-13,9%)

 Lereng Sangat Miring (14,0-20,9%)  Lereng Curam (21,0-55,9%)

(45)
(46)

32 4.6. Perubahan Garis Pantai

Menganalisa perubahan garis pantai menggunakan citra WorldView-2 tahun 2012 (gambar 4.8) dan sebagai pembanding digunakan citra Google Earth tahun 2015 (gambar 4.9).

Gambar 4.8. Citra WorldView-2 27 Mei 2012

Gambar 4.9. Citra Dasar Google Earth 15 Agustus 2015

(47)

33 menggunakan ArcGIS. Berikut adalah peta garis pantai setelah melalui proses digitasi.

Gambar 4.10. Peta Garis Pantai Pulau Mandangin

(48)

34 yang mendalam. Triatmodjo (2012) menjelaskan bahwa erosi pantai bisa terjadi secara alami oleh serangan gelombang atau karena adanya kegiatan manusia seperti penebangan hutan bakau, pengambilan karang dan pasir pantai, pembangunan pelabuhan atau bangunan pantai lainnya, pengambilan pasir pantai secara ilegal dan sebagainya. Dalam pengolahan data laju perubahan garis pantai, kita lakukan proses digitasi peta “garis pantai” pada citra WorldView-2 tanggal perekaman 27 mei 2012 dan peta Google Earth tahun perekaman 15 Agustus 2015. Citra WorldView-2 sebelumnya harus sudah terkoreksi geometri dengan benar.

Gambar 4.11. Peta Garis Segmen

(49)

35 garis pantai di daerah penelitian dari tahun 2012 sampai tahun 2015 adalah sepanjang 14,32 meter, dengan pengurangan garis pantai paling besar terdapat pada segmen 32, yaitu sepanjang 47,67 meter, sedangkan pengurangan garis pantai paling kecil ada pada segmen 34, yaitu sepanjang 0,42 meter. Kerusakan pantai (abrasi) sepanjang garis pantai diduga disebabkan oleh fenomena alam dan oleh masyarakat yang mengambil pasir di perairan pantai. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya gelombang yang besar secara terus menerus dari arah laut atau tegak lurus pantai mengakibatkan pantai tererosi. Menurut Vreugdenhil (1999), apabila gelombang yang sangat besar datang tegak lurus terhadap garis pantai dengan waktu yang lama dapat mengikis pantai. Hal ini sependapat juga dengan apa yang dikemukakan oleh Wyrtki (1961) bahwa gelombang yang datang tegak lurus dengan pantai secara terus-menerus dengan waktu yang lama dapat menyebabkan pantai tererosi. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa memang benar gelombang menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pengikisan sedimen yang berada di daerah pantai yang terjadi dalam jangka waktu panjang dan secara terus-menerus. Pengukuran perubahan panjang garis pantai dari semua segmen yang berjumlah 55 segmen menggunakan tools ‘Measure’ yang terdapat dalam software ArcMap 10 dan tersedia dalam tabel 4.5.

(50)

36 Gambar 4.12. Peta Lokasi Abrasi

Gambar 4.12 merupakan hasil dari analisa perubahan garis pantai menggunakan data citra WorldView-2 tahun 2012 dan citra Google Earth tahun 2015 sebagai pembandingnya. Terdapat 14 titik di sepanjang pantai Pulau Mandangin yang mengalami abrasi dengan ditandai warna merah. Masing-masing wilayah yang mengalami abrasi dihitung luasnya dan kemudian di rata-rata sehingga didapatkan rata-rata laju abrasi per tahunnya yang tersaji pada tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1. Luas Abrasi Abrasi

Titik Koordinat

Panjang (m)

Luas

Bujur Timur

Lintang

Selatan Meter

2

ha

(51)

37 10 113°12'12,389" 7°18'13,51" 59,06 8144,047686 0,814405 11 113°12'17,262" 7°18'14,422" 1,57 11,377797 0,001138 12 113°12'20,035" 7°18'15,681" 6,46 209,11403 0,020911 13 113°12'22,84" 7°18'16,557" 6,37 153,859265 0,015386 14 113°12'23,993" 7°18'16,181" 7,82 187,003346 0,0187

Pada tabel 4.1 menjelaskan hasil perhitungan luas abrasi di setiap titik. Abrasi dengan luas terkecil terjadi pada titik 11 dengan luas sebesar 0,00138 ha dan untuk abrasi terbesar terdapat pada titik 10 dengan luas abrasi sebesar 0,814405 ha.

Gambar 4.13. Peta Lokasi Akresi

(52)

38 Tabel 4.2. Luas Akresi

Akresi

Titik Koordinat

Panjang (m)

Luas

Bujur Timur

Lintang

Selatan Meter

2

ha

1 113°13'13,858" 7°18'22,722" 6,67 185,288128 0,018528813 2 113°13'21,147" 7°18'24,779" 1,84 17,496932 0,001749693 3 113°13'21,904" 7°18'24,65" 3,73 49,997103 0,00499971 4 113°13'25,324" 7°18'29,009" 0,79 1,565891 0,000156589 5 113°13'26,307" 7°18'28,781" 7,14 86,325533 0,008632553 6 113°12'46,657" 7°18'42,116" 1,36 6,466886 0,000646689 7 113°12'42,465" 7°18'38,816" 4,91 32,240972 0,003224097 8 113°12'27,368" 7°18'33,297" 3,21 14,015566 0,001401557 9 113°12'6,569" 7°18'25,845" 6,37 208,579486 0,020857949 10 113°12'6,99" 7°18'21" 3,57 261,069382 0,026106938 11 113°12'9,165" 7°18'13,953" 69,13 3025,980602 0,30259806 12 113°12'16,958" 7°18'14,351" 0,86 2,557161 0,000255716 13 113°12'18,188" 7°18'14,778" 1,25 33,26373 0,003326373 14 113°12'21,244" 7°18'16,194" 5,2 39,825886 0,003982589 15 113°12'25,877" 7°18'16,522" 9,26 451,848579 0,045184858

(53)

39

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Peta kedalaman perairan Pulau Mandangin memiliki karakteristik yang berbeda, berdasarkan jarak dari pantai ke arah laut, kedalaman berubah dari dangkal hinggal sangat curam. Profil kedalaman dimulai dari jarak 50 hingga 200 meter cenderung berlereng datar, kemudian jarak 200 hingga 500 meter memiliki profil kedalaman yang bervariasi yaitu berlereng miring hingga lereng sangat curam.

2. Perubahan garis pantai di Pulau Mandangin Kabupaten Sampang setelah dilakukan analisa didapatkan luas total abrasi yaitu seluas 4,3613 ha dengan rata-rata 0,311527 ha/tahun, dan untuk luas akresi seluas 0,4416 ha dengan rata-rata-rata-rata 0,029443 ha/tahun.

5.2. Saran

(54)

40 DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2008. Video Pembelajaran Fisika: Radiasi Benda Hitam. [Online]. http://www.budakfisika.net/2008/12/video-pembelajaran-fisika-radiasi -benda.html. Diakses tanggal 20 Juni 2015.

Anonimous. 2010. Spektral. [Online]. http://andhikaprima.wordpress.com/2010/ 02/15/. Diakses tanggal 27 Juni 2015.

Anonimous. 2012. Teknik Interpolasi untuk pendugaan data kedalaman.

Ariana. 2002. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kedalaman. [Online]. http://Abdulkadirjailani.blogspot.com/2012/10/08/kedalaman-dan-zonasi-lingkungan-laut. Diakses tanggal 02 September 2015. Bannari. 1995. Recent Advances in Quantitative Remote Sensing.

Challoner J. 1998 Jendela Iptek.. Jakarta: Balai Pustaka..

Curran P. J. 1985. Principles of Remote Sensing. International Journal of Remote Sensing, Volume 6, Issue 11 November 1985 , page 1765.

Danoedoro, P. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital.Yogyakarta: Andi Offset.

Ekadinata, A., dkk. 2011. Sistem Informasi Geografis: Untuk Pengelolaan Bentang Lahan Berbasis Sumber Daya Alam. Malang: Bumi Pertiwi. Flapin, C. 1998. Gelombang Revolusi Energi. Yogyakarta: Elexcom.

Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

Hazzir. 2012. Pemeruman (Sounding). (Online).

https://belajargeomatika.wordpress.com/2012/06/14/pemeruman-sounding/. Diakses tanggal 2 Februari 2016.

Jensen, J. R. 2005. Introductory Digital Image Processing - A Remote Sensing Prespective, 3rd edition.Englewood Cliffs, N. J: Prentice Hall. Kushardono, D. 2003. Pemanfaatan Penginderaan Jauh dalam Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: LAPAN.

Lo.C.P. 1996. Penginderaan Jauh Terapan (Terjemahan). Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Muchtarom A. 2014. Echosounder. (Online).

http://amuchtarom51.blogspot.co.id/2014_06_01_archive.html. Diakses tanggal 1 Februari 2016.

Mumpuni, E.S. 2008. Lubang Hitam di Pusat Galaksi Bima Sakti. Jurnal Berita Dirgantara Vol.9 No.3 Hal.66-74.

(55)

41 Pitts, D. R. and L. E. Sissom, 2001. Theory and Problems of Heat Transfer.

Second Edition. McGraw-Hill, New York.

Puntodewo, dkk. 2003. Resolusi Spasial, Temporat, Radiometrik, dan Spektral. http://petacitraku.wordpress.com/2013/10/18/resolusi-spasial

temporal-radiometrik-dan-spektral/

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan. 1998. Inventarisasi Pemanfaatan Geologi Wilayah Pantai Perairan Pulau Karimun Besar Kepulauan Riau, Provinsi Riau. P3GL. Bandung. 44 hlm.

Setiawan. 2010. Kedalaman Perairan. [Online].

http://Abdulkadirjailani.blogspot.com/2012/10/08/kedalaman-dan-zonasi-lingkungan-laut. Diakses tanggal 02 September 2015.

Sitanggang, G., 1998. Pengenalan Teknologi Penginderaan Jauh dan Aplikasinya. Jakarta: Lapan.

Soeprapto. 2001. Survei Hidrografi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 202 hlm.

Supriatna, Wahyu dan Sukartono. 2002. Teknik Perbaikan Data Digital (Koreksi dan Penajaman) Citra Satelit. Buletin Teknik Pertanian. Vol 7 nomor 1.

Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Tampubolon, S.A.A. 2011. Kalibrasi Sensor Solarimeter Termal Berbagai

Ukuran. Skripsi. Bogor: IPB.

Tarmansyah, U.,S. 2010. Urgensi Teknologi Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pertahanan Keamanan dan Pembangunan Nasional. PUSLITBANG INDHAN. BALITBANG DEPHAN.

Voskuil, R.P.G.A., 1990. Introduction to Terrain Analysis. International Institute for Aerospace and Earth Sciences (ITC). PO Box 8, 7500 AA Enschede. Netherlands.

Vreugdenhil, C.B. 1999. Transport Problems in Shallow water, battleneeks and Appropriate Modeling : Twente University, Department of Civil Engineering and Management. Seminar on Sediment Transport Modelling. Bandung Institute of Technology February 5-6, Seminar papers: 8 hal.

(56)

42

LAMPIRAN

(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)

58

Lampiran 2. Tabel perubahan panjang akresi dan abrasi setiap segmen

Segmen Titik Koordinat Perubahan Panjang Garis Pantai (m)

Bujur Timur Lintang Selatan

(73)

59 20 113°12'27,234" 7°18'33,333" -5,53

21 113°12'24,162" 7°18'32,542" -9,12 22 113°12'20,897" 7°18'31,913" -10,31 23 113°12'17,661" 7°18'30,607" -17,45 24 113°12'14,554" 7°18'29,429" -14,13 25 113°12'11,416" 7°18'28,315" -7,48 26 113°12'8,31" 7°18'27,266" -5,82 27 113°12'6,391" 7°18'24,696" -3,96 28 113°12'6,732" 7°18'21,598" +2,31 29 113°12'7,879" 7°18'18,4" -1,71 30 113°12'8,994" 7°18'15,331" +15,15 31 113°12'10,177" 7°18'12,906" -31,02 32 113°12'12,862" 7°18'13,603" -47,67 33 113°12'15,903" 7°18'14,749" -15,9 34 113°12'19,039" 7°18'15,115" -0,42 35 113°12'22,252" 7°18'16,459" -1,92 36 113°12'25,907" 7°18'16,561" +12,3 37 113°12'29,25" 7°18'16,235" - 38 113°12'32,548" 7°18'17,234" - 39 113°12'35,699" 7°18'16,496" - 40 113°12'38,976" 7°18'16,755" - 41 113°12'42,289" 7°18'17,273" - 42 113°12'45,688" 7°18'17,859" - 43 113°12'48,998" 7°18'17,928" - 44 113°12'52,344" 7°18'18,273" - 45 113°12'55,584" 7°18'18,326" - 46 113°12'58,827" 7°18'18,758" - 47 113°13'2,156" 7°18'19,241" - 48 113°13'5,415" 7°18'19,225" - 49 113°13'8,701" 7°18'21,36" - 50 113°13'12,012" 7°18'21,602" - 51 113°13'15,399" 7°18'23,358" -10,9 52 113°13'18,406" 7°18'24,703" -10,79 53 113°13'21,664" 7°18'24,773" +1,16 54 113°13'23,625" 7°18'27,415" -12,42 55 113°13'24,273" 7°18'29,322" -8,06

Lampiran 3. Tabel data pasang surut wilayah Pulau Mandangin Tinggi Pasang Surut 06-Okt-15

Waktu tinggi (cm) tinggi (m)

(74)

60

2 40 0,4

3 50 0,5

4 50 0,5

5 50 0,5

6 40 0,4

7 20 0,2

8 10 0,1

9 -10 -0,1

10 -30 -0,3

11 -50 -0,5

12 -50 -0,5

13 -50 -0,5

14 -50 -0,5

15 -30 -0,3

16 -10 -0,1

17 10 0,1

18 20 0,2

19 40 0,4

20 40 0,4

21 40 0,4

22 40 0,4

23 30 0,3

24 30 0,3

(75)

61 Lampiran 5. Pemisahan daratan dan lautan (masking)

Pemisahan daratan dan lautan dalam penelitian ini merupakan proses untuk membedakan antara daratan dan lautan supaya nampak jelas. Pengerjaannya menggunakan software Arcgis 10 dan berikut langkah-langkahnya.

1. Buka software arcgis 10, kemudian klik ribbon add data yang

(76)

62 2. Kotak dialog create feature class muncul, lalu pada kolom Feature Class Location pilih tempat penyimpanan sesuai keinginan. Pada kolom Feature Class Name tulis nama feature class yang akan dibuat, dan pada kolom Geometry Type pilih POLYGON. Kemudian klik OK

(77)

63 4. Setelah proses digitasi sudah selesai, lalu klik ribbon editor – save edits – stop editing. Proses masking atau pemisahan daratan dan lautan selesai.

Lampiran 6. Pembuatan peta bathymetri Pulau Mandangin

Peta bathymetri adalah peta yang menginformasikan kedalaman suatu perairan. Menampakkan deretan garis (contour) yang dimana masing - masing garis memiliki kedalaman yang berbeda - beda. Membuat peta bathymetri membutuhkan data kedalaman perairan secara aktual yang terangkum dalam satu file waypoint. Langkah - langkah membuat peta bathymetri sebagai berkut.

(78)

64 2. Data waypoint telah muncul di layer. Kemudian klik ribbon arctoolbox

– 3D analyst tools – raster interpolation – IDW. Kotak dialog IDW terbuka lalu pada kolom input point feature pilih waypoint, kolom Z value field pilih depth (kedalaman) dan pada kolom output raster simpan sesuai keinginan. Lalu klik OK.

(79)

65 Lampiran 7. Membuat model 3D

Model 3D merupakan terusan dari hasil pembuatan peta bathymetri berupa garis contour. Berikut langkah-langkah membuat model 3D kedalaman perairan Pulau Mandangin.

(80)
(81)

67 Lampiran 8. Membuat peta perubahan garis pantai

Membuat peta perubahan garis pantai membutuhkan 2 citra satelit yang tahun perekamannya berbeda. Seperti pada penelitian ini yaitu citra WorldVie2 tahun 2012 dan Google Earth tahun 2015. Langkah awal yaitu dengan melakukan digitasi polygon dengan cara yang sama seperti pada lampiran 4 sebelumya. Jika digitasi polygon telah selesai dilakukan, langkah selanjutnya yaitu melakukan overlay (tumpang susun) pada kedua citra. Overlay adalah penggabungan 2 atau

lebih peta yang berfungsi untuk mencari peta analisis

.

Berikut langkah-langahnya.

(82)
(83)

69 Lampiran 9. Proses perhitungan perubahan panjang garis pantai

Menghitung laju perubahan garis pantai pada setiap segmen, dengan cara menghitung selisih jarak rata-rata antara garis pantai lama (WorldView2 2012) dengan baru (Google Earth 2015) pada setiap segmen menggunakan tools

‘Measure’ yang terdapat pada toolbar.

Gambar

Gambar 2.1. Zonasi Kedalaman Laut Vertikal
Gambar 2.2. Zonasi Kedalaman Laut Horizontal
Gambar 2.3. Spektrum Elektromagnetik
Gambar 2.4. Spectral Signature
+7

Referensi

Dokumen terkait

kesehatan dalam komunitas perlu dibekali landasan teori (knowledge) yang baik, attitude, dan practice yang memadai. Selain itu kemampuan dalam mengorganisasikan masyarakat

bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 45 ayat (6) Peraturan Universitas Islam Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Proses Pendidikan dan Pembelajaran di Lingkungan Universitas

Diharapkan model Olah Pikir Sejoli (OPS) yang menuntut keberanian siswa untuk berkompetisi yang sifatnya klasikal ini lebih menarik perhatian siswa. Guru memberi

Naiknya laba bersih juga ditopang oleh keuntungan selisih kurs sebesar US$ 9 juta dan tidak adanya amortisasi goodwill, dibandingkan dengan beban amortisasi sebesar US$ 40,1 juta

Buku ajar patologi II (Basic Pathology). Patologi ginjal & saluran kemih. Semarang: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2005.. Surat

8 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang ©Inspiration Factory Foundation V.260618.. Latih anak untuk membuat rencana tindakan yang akan dia lakukan setelah belajar hari itu.

Hasil penelitian menunjukkan pada umumnya sebelum mengikuti pembelajaran mahasiswa sudah memiliki konsepsi awal namun ada yang ilmiah dan ada yang belum ilmiah;

Hasil perhitungan yang didapat dari ‘Cost & Benefits Analysis’ dengan menggunakan alat-alat analisis financial seperti Payback Period, NPV, ROI dan IRR memang dapat