BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Undang-undang RI tentang kepariwisataan No. 10 Tahun 2009 yaitu salah
satu tujuan penyelenggaraan kepariwisataan adalah untuk meningkatkan
pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pariwisata
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
untuk tujuan bersenang-senang dalam mengisi waktu luangnya. Kegiatan tersebut
dilaksanakan di daerah yang berbeda dari tempat tinggalnya dalam jangka waktu
yang singkat, Hunziger (2010). Keberadaan pariwisata terutama pertambahan
jumlah wisatawan yang semakin tinggi dapat mengakibatkan perubahan sosial
yang memperlihatkan koordinat sepanjang interaksi sosial terjadi. Perubahan
sosial tersebut dilihat dari perkembangan sosial ekonomi masyarakat, perbaikan
taraf hidup dan seluruh pertumbuhan sosial budaya yang melahirkan persepsi
kesejahteraan sosial. Tidak menutup kemungkinan bahwa hanya segelintir orang
dalam anggota masyarakat yang memperoleh keuntungan besar akibat dari
industri pariwisata tersebut. Sementara, sebagian besar masyarakat tidak
mengalami peningkatan kesejahteraan hidup dari penghasilan industri pariwisata
(Murphy, 2001: 76).
Daerah pariwisata berkembang dengan baik dipengaruhi oleh karakteristik
masyarakat daerah itu sendiri. Karakter tersebut berupa interaksi antara
masyarakat lokal dengan turis yang berkunjung dan bagaimana masyarakat
bertindak terhadap potensi alam daerahnya. Ciri-ciri masyarakat daerah pariwisata
banyak promosi masyarakat modern yang terlibat dalam kegiatan pariwisata
sehingga pariwisata menjadi wahana sosialisasi yang baru, (2) tumbuhnya sikap
masyarakat untuk melindungi dan memberikan pelayanan kepada para turis
minimal dengan mengucapkan selamat dan memberi senyuman, (3) keterbukaan
masyarakat dalam promosi daerah melalui pelayanan dibidang jasa baik yang
bekerja di hotel, restoran ataupun pedagang kaki lima (Paham Ginting, 2005).
Bali adalah salah satu daerah tujuan wisata terbesar di Indonesia. Banyak
wisatawan asing yang menganggap bahwa Indonesia merupakan bagian dari Bali.
Hal ini dikarenakan pulau Bali telah sangat popular dimata asing. Selain faktor
alam yang mendukung, sebagian besar dipengaruhi oleh budaya dan karakter
masyarakat Bali yang telah terbuka dengan berbagai budaya berbeda. Kunjungan
wisatawan asing di Bali mengalami peningkatan yang sangat tinggi dibandingkan
dengan daerah tujuan wisata di Samosir (Danau Toba). Jumlah kunjungan wisata
Bali tiap tahunnya mencapai ratusan ribu. Data kunjungan wisatawan asing Bali
pada lima tahun terakhir dapat dilihat dalam table berikut ini:
Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan Bali
4 Luxemburg 401 722 501 500 816
Salah satu daerah tujuan wisata yang cukup dikenal di provinsi Sumatera
Utara adalah Danau Toba. Danau Toba merupakan daerah yang memiliki luas
danau terluas di Asia Tenggara dan danau vulkanik terbesar dunia (Suwarto
Widojo, 2006). Danau Toba terletak di provinsi Sumatera Utara dan ditengahnya
terdapat Pulau Samosir. Pemerintah dan masyarakat cukup aktif dalam
mempromosikan potensi pariwisata Danau Toba dengan melakukan berbagai
kegiatan. Kegiatan tersebut adalah pelaksanaan Pesta Danau Toba sejak tahun
1980 yang pelaksanaanya mengikutsertakan seluruh kabupaten disekitar Danau
Toba.
Sesuai dengan pidato gubernur Sumatra Utara pada 9 September 2014
mengatakan harapan pemerintah kabupaten Samosir dan pemerintah provinsi
Sumatra Utara yaitu kunjungan wisatawan asing ke Danau Toba pada tahun 2015
harus mencapai 250.000 jiwa. Sementara pada kenyataannya jumlah kunjungan
turis asing ke Danau Toba tiap tahunnya masih puluhan ribu jiwa meskipun telah
mengalami peningkatan. Apabila dibandingkan dengan jumlah kunjungan
wisatawan asing di Bali sangat jauh berbeda yaitu kunjungan di Bali sangat tinggi
mencapai ratusan jiwa. Dilihat dari tahun pemekaran daerah pariwisata antara Bali
dengan kesiapan mental masyarakat Bali yang telah siap menerima budaya
berbeda. Berikut adalah tabel jumlah kunjungan wisatawan asing ke Danau Toba.
Tabel 1.2. Jumlah Kedatangan Turis Asing Ke Daerah Pariwisata Danau Toba
No Bulan TAHUN KUNJUNGAN WISATAWAN ASING 2009 2010 2011 2012 2013
Sumber : Dinas Pariwisata Samosir 2014
Sebelum kabupaten Samosir dimekarkan menjadi kabupaten, Tuktuk
Siadong telah menjadi daerah tujuan wisata yang banyak dikunjungi turis. Turis
yang berkunjung ke Tuktuk dengan tujuan menikmati potensi alam, budaya unik
Samosir seperti Mangokkal Holi (menggali kembali tulang-belulang keluarga
yang meninggal untuk di masukkan ke kuburan yang lebih bagus). Turis datang
ke Tuktuk juga untuk mencari hotel sebagai tempat penginapan mereka. Turis
datang banyak menggunakan fasilitas yang disediakan oleh penginapan seperti
alat transportasi. Beberapa turis ada yang berjalan kaki untuk menikmati alam
dimana mereka ada berpasangan dan beramai-ramai. Selain itu, mereka juga ada
yang backpacker (membawa rangsel besar yang berisi perlengkapan selama
perjalanannya), hittracking (melakukan perjalanan hingga ke lima belas negara
dalam kurun waktu lima bulan dengan modal yang sangat minim yaitu dengan
cara mengikuti bus-bus tanpa ongkos yang besar). (Oby Sidabutar, hasil observasi
Kehadiran industri pariwisata ditempat yang memiliki potensi alam dan
potensi budaya yang unik, tidak hanya mempengaruhi kualitas interaksi sosialnya,
tetapi perilaku masyarakat setempat juga akan berubah dalam bersaing untuk
merebut tempat dan sumberdaya yang terbatas. Hal ini iakibatkan oleh kehadiran
fasilitas-fasilitas pariwisata. Dampak yang paling sering disebutkan adalah
masalah kepadatan akibat usaha-usaha pembangunan fasilitas yang disediakan
untuk wisatawan seperti pembangunan hotel, restaurant dan jejeran toko lainnya
(Noerhadi, 1995: 99).
Wisatawan mengunjungi suatu daerah tujuan wisata antara lain didorong
oleh keinginan untuk mengenal, mengetahui, atau mempelajari daerah dan
kebudayaan masyarakat lokal. Selama berada di daerah tujuan wisata, wisatawan
pasti berinteraksi dengan masyarakat lokal. Wisatawan tidak hanya dilayani
secara langsung oleh pelayan hotel, karyawan restoran, pemandu wisata,
melainkan mereka juga dilayani secara langsung oleh masyarakat secara luas.
Interaksi dengan masyarakat luas ini semakin intensif apabila jenis pariwisata
yang dikembangkan adalah pariwisata budaya, karena kebudayaan melekat
kepada kehidupan masyarakat sehari-hari.
Faktor yang berpengaruh besar terhadap kenyamanan wisatawan adalah
tingkat hubungan wisatawan dengan penduduk setempat. Orang yang tinggal
sangat berdekatan dengan kegiatan pariwisata biasanya paling menyadari industri
pariwisata dan paling mengalami dampak-dampak kegiatan pariwisata pada
kehidupannya sehari-hari. Berbeda dengan orang yang tinggal jauh dari daerah
pariwisata akan sulit memahami apa itu pariwisata, hal ini karena mereka jarang
pariwisata menuntut masyarakat untuk bersifat melayani terhadap turis yang
berkunjung, sehingga terjalin interaksi yang baik demi meningkatkan pendapatan
daerah tujuan wisata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bentuk
interaksi yang terjalin antara masyarakat lokal dan turis berkunjung adalah
interaksi simbiosis mutualisme yaitu hubungan antara masyarakat lokal dan turis
berkunjung saling menguntungkan.
Pendekatan host guest dipandang tidak hanya sebagai usaha yang
dilakukan untuk menarik wisatawan demi peningkatan devisa daerah, tetapi juga
menimbulkan akulturasi. Masyarakat mengalami proses menjadikan pariwisata
sebagai bagian dari kebudayaannya atau sering disebut sebagai “turisifikasi”.
Masuknya budaya baru terhadap suatu daerah lambat laun akan merubah suatu
budaya lama, maka dampak globalisasi sangat dominan terhadap masyarakat.
Faktor globalisasi tersebut mempengaruhi perubahan sosial dan besar
kontribusinya diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan pariwisata yang dilakukan
disetiap daerah tujuan wisata (Posman Simajuntak, 2003: 179).
Akulturasi yang terjadi akibat kegiatan-kegiatan pariwisata belum
sepenuhnya dapat diterima oleh masyarakat secara utuh seperti halnya di daerah
tujuan wisata Tuktuk Siadong Samosir. Akulturasi adalah proses sosial yang
timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian
rupa, sehingga lambat laun unsur kebudayaan asing itu diolah dalam kebudayaan
sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan lama
Banyak usaha yang telah dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam
membangkitkan pariwisata seperti, pelaksanaan Pesta Danau Toba, Samosir
Ecotourism Sport, Pembukaan Lokasi Volly Pantai (Pasir Putih), Horas Samosir
Fiesta, Pergelaran malam kebudayaan di PRSU Medan. Namun, pada kenyataanya
usaha-usaha yang telah dilakuakan tersebut tidak berjalan secara maksimal. Hal
ini terbukti dengan peningkatan perekonomian masyarakat daerah yang tidak
maju pesat. Bukti lain juga yang menunjukkan usaha tersebut belum berjalan
maksimal adalah pada saat pelaksanaan Pesta Danau Toba masih lebih banyak
masyarakat lokal yang berkunjung dibanding dengan turis asing. Kesadaran
masyarakat akan daerah pariwisata belum terimplementasikan sebagaimana yang
diharapkan pemerintahan kabupaten Samosir dengan visi “Samosir Menjadi
Tujuan Wisata Lingkungan Yang Inovatif 2015” (J.P Sitanggang, 2006 :35 dan
Batak Megazine, 2012).
Kemajuan daerah pariwisata ditentukan oleh jasa pelayanan yang
diberikan oleh masyarakat, pemerintah dan pihak swasta terhadap turis yang
berkunjung. Sikap ramah, terbuka dan menghormati budaya berbeda adalah hal
yang perlu untuk dilaksanakan masyarakat lokal. Secara sosiologis, perilaku,
norma dan nilai yang berlaku secara umum di masyarakat cenderung tidak sama,
maka dibutuhkan sikap toleransi terhadap budaya berbeda. Sikap masyarakat yang
berada di daerah pariwisata seharusnya adalah sikap yang mampu beradaptasi
terhadap bentuk interaksi dan budaya-budaya yang berbeda dari turis asing.
Dalam hal beradaptasi tidak dimaksudkan supaya masyarakat mencontoh budaya
wisatawan, melainkan mampu bersikap toleransi dengan budaya-budaya baru.
Gambaran kehidupan masyarakat Samosir masih bersifat tradisional yaitu,
menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan. Kebudayaan Batak terkenal dengan
konsep “Anakni Raja” dan “Boruni Raja” yang berarti ada posisi-posisi yang
membatasi bagaimana seharusnya bersikap. Dalam Budaya Batak posisi Anakni
Raja dan Boruni Raja adalah orang yang dilayani, sehingga ada yang berperan
sebagai pelayan (slave). Bukti yang menunjukkan adanya perbedaan posisi antara
yang dilayani dan yang melayani yaitu pada acara pesta pernikahan orang Batak
acara Tikkir Tangga yang berarti pihak mempelai laki-laki harus datang
memastikan berapa jumlah anak tangga rumah mempelai perempuan. Jumlah anak
tangga rumah yang genap menunjukkan mereka bukan Anakni Raja dan Boruni
Raja karena asal muasal mereka tidak jelas. Namun, disebutkan semua Perempuan
Batak adalah Boruni Raja, apabila mereka mampu menjelaskan siapa dan marga
apa saja Opung (nenek moyang) mereka, atau secara singkat diselaraskan
berdasarkan marga ( nama family) (J.P Sitanggang, 2010 : 6).
Peningkatan pendapatan daerah tujuan wisata juga dipengaruhi oleh
budaya dominan setempat yang merupakan studi-studi yang memposisikan
masyarakatnya. Budaya Batak menjunjung tinggi bahasa Anakni Raja dan Boruni
Raja. Kata Anakni Raja dan Boruni Raja bukan sekedar konsep, tetapi telah
mendarah daging. Dalam Budaya Batak, banyak para pemuda tidak ingin bekerja
sebagai pelayan hotel, restoran ataupun kafe tempat turis berkunjung. Hal ini
bukan dikarenakan mereka malas, tetapi mereka memiliki rasa gengsi sebagai
pelayan dikarenakan mereka Anakni Raja dan Boruni Raja. Budaya dominan
daerah tersebut akan menjadi penghambat kemajuan industri pariwisata.
masyarakat yang bersifat melayani dengan baik. Hasil observasi dan wawancara
K. Sidabariba pada 10/08/14. 16:25).
Posisi seluruh masyarakat yang berada di daerah pariwisata seharusnya
adalah sebagai pelayan yang harus bersifat ramah, terbuka dan toleransi terhadap
budaya-budaya berbeda wisatawan. Menurut pendapat Ahmad Ali, (2005: 105)
orang yang dilayani adalah orang yang memiliki kekuasaan dan berhak untuk
memerintah, hal ini bisa mengakibatkan konflik. Oleh karena itu, Danau Toba
yang dijadikan sebagai daerah tujuan wisata harus memiliki cara untuk
memadukan antara dua hal yang berbeda tersebut yaitu antara konsep pariwisata
(melayani) dan konsep Budaya Batak (dilayani).
Dari pemaparan diatas, dapat kita lihat bahwa nilai budaya dapat
menghambat interaksi antara masyarakat lokal dan turis yang berkunjung. Turis
dan masyarakat lokal memiliki budaya yang berbeda, sehingga peneliti tertarik
untuk meneliti interaksi antara turis dan masyarakat lokal serta peneliti ingin
mengetahui hambatan-hambatan budaya yang mempengaruhi penurunan angka
kunjungan wisatawan ke daerah Tuktuk Siadong Samosir, kecamatan Simanindo,
kabupaten Samosir. Ditambah lagi bahwa dalam budaya Batak Toba, dengan
konsep Anakni Raja dan Boruni Raja membuat partisipasi mereka masih sangat
minim dalam hal meningkatkan pariwisata di daerah Tuktuk Siadong.
1.2 Rumusan Masalah
Acapkali usaha pengembangan daerah pariwisata mengalami hambatan
berupa masalah fundamental yaitu keterpaduan. Faktor budaya dominan yang
memposisikan masyarakat juga mempengaruhi pengembangan daerah pariwisata.
daging dalam Budaya Batak. Maka, rencana penelitian ini akan meneliti tentang
bentuk interaksi dan hambatan budaya antara masyarakat lokal dan turis asing
yang berkunjung. Penelitian ini akan menarik karena merupakan penelitian
pertama yang akan dilakukan. Adapun penelitian terdahulu hanya memperhatikan
kepada usaha bisnis dalam meningkatkan ekonomi. Rumusan masalah adalah
pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian. Berdasarkan latar
belakang tersebut maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini,
supaya penelitian ini lebih mengarah pada fokus yaitu:
1. Bagaimanakah interaksi yang terjalin antara masyarakat lokal dengan turis
asing yang berkunjung ke Tuktuk Siadong Kec Simanindo, Kabupaten
Samosir ?
2. Apakah budaya Anakni Raja dan Boru Raja menjadi suatu hambatan
budaya dalam proses interaksi masyarakat dan turis asing di Tuktuk
Siadong Kec Simanindo, Kab Samosir ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana interaksi yang terjalin antara masyarakat
lokal dengan turis asing berkunjung ke Tuktuk Siadong Kec Simanindo,
Kabupaten Samosir.
2. Untuk mengetahui apakah budaya Anakni Raja dan Boruni Raja menjadi
1.4 Manfaat penelitian.
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan sosial, yaitu
pada bidang ilmu Sosiologi.
2. Menambah referensi hasil penelitian yang dapat dijadikan bahan rujukan
bagi penelitian mahasiswa Sosiologi berikutnya, serta dapat menambah
wawasan ilmiah bagi mahasiswa ilmu sosial dan bagi masyarakat.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis agar dapat
meningkatkan kemampuan akademis, terutama dalam pembuatan karya
ilmiah tentang Interaksi dan Hambatan Budaya Antara Masyarakat Lokal
dan Turis Asing Berkujung ke Daerah Tujuan Wisata Tuktuk Siadong,
Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.
2. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi instansi pemerintah,
mengenai informasi tentang Interaksi dan Hambatan Budaya antara
Masyarakat Lokal dan Turis Asing Yang Berkunjung ke Daerah Tujuan
Wisata Tuktuk Siadong Kec Simanindo, Kabupaten Samosir.
1.5 Defenisi Konsep
Penelitian mengenai Interaksi dan Hambatan Budaya Antara Masyarakat
Lokal dan Turis Asing Yang Berkunjung Ke Tuktuk Siadong Kec Simanindo Kab
Samosir bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendapat masyarakat lokal dan
turis dalam bentuk interaksi dan hambatan budaya yang terjadi di daerah Tuktuk.
Adapun yang menjadi defenisi konsep penelitian ini adalah:
1. Turis asing adalah orang melakukan perjalanan dengan tujuan untuk
2. Masyarakat Batak Toba (lokal) adalah masyarakat yang mengambil garis
keturunan (marga) dari ayah (patrilineal).
3. Boruni Raja dan Anakni Raja adalah konsep priyai yang telah mendarah
daging dalam masyarakat Batak Toba yang mengajarkan para perempuan
dan laki-laki Batak Toba untuk berperilaku layaknya seorang putra/putri
raja, baik dari cara berbicara, cara berpakaian, cara berjalan.
4. Interaksi sosial adalah proses sosial yang berarti suatu tindakan yang
dilakukan oleh seseorang dalam berkomunikasi merupakan suatu stimulus
bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.
5. Hambatan budaya, adanya persepsi atau sudut pandang berbeda antara
masyarakat dengan pelaksana pembangungan dan juga dengan masyarakat
asing yang berkunjung. Stereotipe, etnosentrisme dan rasisalisme menjadi