• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pendidikan Nasional Makalah Di su

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sistem Pendidikan Nasional Makalah Di su"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Sistem Pendidikan Nasional

Makalah

Di susun untuk mememuhi tugas Mata kuliah Ilmu Pendidikan

Dosen Pengampu :

Drs. Kunaryo, M.pd

Oleh

Fauzan Adhiman

1301416039

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala petunjuk dan hidayah sang pemilik ilmu Allah SWT kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL” meski dalam bentuk yang sangat sederhana, serta salam dan salawat tercurah kepada Rasulullah SAW mengiring untaian kalimat syukur itu, dan ucapan terima kasih kepada para Dosen khususnya dosen Ilmu Pendidikan (Dr. Kunaryo, M.Pd) dan teman-teman yang secara langsung maupun tidak langsung turut membantu dalam penulisan makalah ini.

Selama dalam penulisan makalah ini, penulis menemukan berbagai macam hambatan namun berkat bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak maka makalah ini dapat terselesaikan.

Walaupun dalam penulisan makalah ini masih jauh dari unsur kesempurnaan, untuk itu penulis membutuhkan saran dan kritikan yang subjektif. Akhirnya, semoga makalah ini dapat mendatangkan manfaat, Amin

Semarang, 15 April 2017

(3)

DAFTAR ISI

Sampul Depan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

2.1 Sistem Pendidikan Nasional ... 3

2.2 Standar Pendidikan Nasional ... 5

2.3 Karakter Pendidik Menurut Undang-undang no. 20 tahun 2003... 6

2.4 Dasar Hukum Pendidikan Nasional... 7

2.5 Implementasi Sistem Pendidikan menurut Undang-undang ... 9

BAB III PENUTUP... 12

3.1 Simpulan...12

3.2 Saran...12

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan pembukaan UUD 1945 bahwa salah satu tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini diperkuat dalam UUD 1945 pasal 31 yang intinya menjelaskan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pengajaran (pendidikan). Jadi Negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan.

Dalam pendidikan sendiri mempunyai tujuan yang berubah-ubah setiap tahun atau periodenya tergantung dengan kemajuan tuntutan dan kemajuan teknologi. Setiap proses yang bertujuan tentunya mempunyai ukuran sudah sampai dimana perjalanan pendidikan kita dalam mencapai suatu tujuan tersebut. Dalam pendidikan diperlukan standar yang dicapai dalam kurun waktu untuk mecapai tujuan yang diinginkan. Di Indonesia system pendidikan yang mengatur standar pendidikan disebut sebagai Sistem Pendidikan Nasional.

Standar Pendidikan Nasional (SPN) merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penetapan standar sebagaimana dimaksudkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, setidaknya menggambarkan optimisme Pemerintah dan DPR untuk mendongkrak mutu pendidikan nasional sehingga tidak tertinggal jauh dibanding negara-negara lainnya di Asia khususnya dan dunia pada umumnya. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 selain menjelaskan tentang Standar Pendidikan Nasional di Indonesia, di dalamnya juga menjelaskan tentang UU Sisdiknas sehingga selain standar yang dibutuhkan untuk mewujudkan pendidikan yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan juga system pendidikan di tingkatkan untuk mempermudah mencapai tujuan pendidikan yang menjadi cita-cita bangsa.

(5)

2003. Begitu pentingnya undang-undang untuk mengatur pendidikan. Makalah ini akan mencoba membahas permasalahan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Sistem Pendidikan Nasional?

2. Mengapa Standar Pendidikan Nasional itu penting?

3. Bagaimana Karakter Pendidik Menurut Undang-undang no. 20 tahun 2003? 4. Apa Dasar Hukum Pendidikan Nasional?

5. Bagaimana Implementasi Sistem Pendidikan Nasional?

1.3 Tujuan

(1) Memahami sistem pendidikan nasional

(2) Mendeskripsikan pentingnya standar pendidikan nasional

(3) Mengetahui dan memahami karakter yang sesuai dengan Undang-Undang (4) Supaya kita bisa yakin dengan Hukum Pendidikan Nasional

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang pernah dimiliki Indonesia yaitu Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih di kenal dengan nama UUSPN. Kedua Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih dikenal dengan nama UU SISDIKNAS, digantinya UUSPN menjadi UU SISDIKNAS diharapkan system pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sebelum adanya kedua Undang-undang yang mengatur tentang system pendidikan nasional, Indonesia hanya memiliki Undang-undang tentang pokok-pokok pengajaran dan pendidikan yaitu Undang-undang Nomor 4 tahun 1950.

Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950 merupakan hasil rumusan panjang yang dilakukan oleh para cendekiawan, dibuat setelah mendeklarasikan kemerdekaan di Indonesia yang kemudian diadakan kongres yang menghasilkan berupa rencana pokok pendidikan dan pengajaran yang kemudian menjadi pedoman bagi pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan. Rencena undang-undang ini kemudian diserahkan kepada DKNIP pada tahun 1949 dan disahkan oleh DKNIP pada tanggal 27 Desember 1949 (B. Suryosubroto, 1990:35-36).

Dalam pasal 20 UU No 4/1950 dinyatakan:

1) Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut;

2) Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama. Namun demikian, undang-undang ini mengamanatkan tersusunnya undang-undang tersendiri yang mengatur pendidikan agama ini. (lihat UU No. 4 Tahun 1950 Pasal 2 ayat 1 dan 2, dan Pasal 20).

RUU SPN No. 2 tahun 1989 memberikan warna baru untuk lembaga pendidikan islam. diberlakukannya UUSPN No 2 tahun 1989 madrasah-madrash mendapat perlakuan yang sama dengan sekolah umum ditambah dengan pelajaran agama sebanyak tujuh mata pelajaran. Sedangkan Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 sebagai produk sebuah perundang-undangan dalam mengatur sistem pendidikan nasional tersusun atas tiga bagian. Ketiga bagian tersebut yaitu 1) pendahuluan, 2) batang tubuh, dan 3) penutup.

a. Ketentuan Umum tentang Sistem Pendidikan Nasional menurut Undang-undang No. 20 tahun2003

(7)

2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

4. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

5. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.

6. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

7. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. 8. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat

perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

9. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.

10. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

11. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

12. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

13. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

14. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. 15. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik

dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.

16. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.

17. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(8)

19. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

20. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

21. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. 22. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

23. Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana.

26. Warga negara adalah warga negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

27. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

28. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.

29. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.

30. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.

2.2 Standar Pendidikan Nasional

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 bab 1 pasal 1 ayat 1, yang dimaksud dengan standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan standar pendidikan nasional yaitu untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dari fungsi dan tujuan tersebut dapat diketahui, bahwa standarisasi pendidikan nasional ini merupakan bentuk ijtihad yang mencita-citakan suatu pendidikan nasional yang bermutu.

(9)

Nasional Pendidikan. Dalam hal ini pemerintah melakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. Ketiga proses ini dilaksanakan untuk menentukan layak tidaknya lembaga pendidikan yang berstandar nasional.

2.3 Karakter Pendidik Menurut Undang-undang no. 20 tahun 2003

Pendidikan karakter belakangan ini sering disebut-sebut lagi. Banyak kalangan yang mensosialisasikannya, seperti sesuatu yang baru. Namun setelah dipahami defenisi pendidikan dalam UU nomor 20 tahun 2003, pendidikan itu sudah mencakup pendidikan karakter yang kini kembali disebut-sebut.

Menurut UU nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Jika dipahami lebih jauh, dalam UU ini sudah mencakup pendidikan karekter. Misalnya pada bagian kalimat terakhir dari defenisi pendidikan dalam UU tentang SISDIKNAS ini, yaitu memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Selain bagian dari defenisi pendidikan di Indonesia, bagian kalimat tersebut juga menggambarkantujuan pendidikan yang mencakup tiga dimensi. Yaitu dimensi ketuhanan, pribadi dan sosial. Artinya, pendidikan bukan diarahkan pada pendidikan yang sekuler, bukan pada pendidikan individualistik, dan bukan pula pada pendidikan sosialistik. Tapi dari defenisi pendidikan ini, pendidikan yang diarahkan di Indonesia itu adalah pendidikan mencari keseimbangan antara ketuhanan, individu dan sosial.

Dimensi ketuhanan yang menjadi tujuan pendidikan ini tak menjadikan pendidikan menjadi pendidikan yang sekuler. Karena dalam pendidikan sekuler, agama hanya akan dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran tanpa menjadikannya dasar dari ilmu yang dipelajari.

(10)

Jadi dalam pendidikan di Indonesia, beranjak dari UU no 20 tahun 2003, pendidikan yang mencakup dimensi ketuhanan akan menjadikan agama sebagai landasan. Bukan memisahkan antara keduanya. Karena ketika keduanya dipisahkan, bagaimana tidak generasi yang dihasilkan itu adalah generasi muda yang berkepribadian ganda dan berprilaku buruk. Dan ini menjadi salah satu jalan pembentukan karakter bagi generasi muda Indonesia.

Kemudian pendidikan juga tidak mengajarkan pada pendidikan individualistik, yaitu pendidikan yang mengunggulkan diri sendiri namun hanya untuk kepentingan diri sendiri. Seperti yang disebutkan dalam UU no 20 tahun 2003, pendidikan sebagai usaha sadar agar peserta didik mengembangkan potensinya dalam pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia. Empat itu menjadi landasan kedua setelah potensi spiritual keagamaan. Ketika peserta didik melakukan usaha belajarnya dalam situasi tanpa landasan, menjadi jalan bagi peserta didik berfokus pada pengumpulan harta benda demi memuaskan diri sendiri. Tanpa pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulian, peserta didik yang dihasilkan adalah manusia yang unggul secara individualistik. Unggul secara individualistik menjadikan mereka rakus, dan menjadi manusia yang mempunyai keberanian membunuh sesama demi mendapatkan apa yang diinginkannya.

Pendidikan Indonesia juga tidak berupa pendidikan sosialistik yang menempatkan pendidikan sebagai layanan publik dan membebankan tanggung jawab penyedian-pembiayaan pendidikan kepada negara. Menurut UU no 20 tahun 2003, pendidikan itu usaha sadar untuk mengembangkan potensi keterampilan peserta didik dalam hal keterampilan yang diperlukan diri peserta didik, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan keterampilan yang diberikan kepada peserta didik, peserta didik dapat mengembangkan diri dengan petensi tersebut. Ketika keterampilan ini benar-benar tercapai, tak ada lagi manusia yang membebankan manusia lain. Masing-masingnya punya keterampilan, maka dengan keterampilan masing, masing-masing individu berpeluang mengembangkan dirinya. Jadi tidak membebankan semuanya pada negara. Bukan sekuler, bukan individualistik dan bukan sosialistik, namun penyeimbangan dari ketiganya.

Pendidikan dalam UU no 20 tahun 2003 itu adalah mengembangkan potensi peserta didik yang menjadikan agama sebagai landasan utama hidupnya, tidak mementingkan kepentingan sendiri dan memiliki keterampilan yang berguna untuk dirinya dan orang-orang sekitarnya.

2.4 Dasar Hukum Sistem Pendidikan Nasional

Tiap-tiap negara memiliki peraturan perundang-undangan sendiri. Landasan yuridis pendidikan Indonesia juga mempunyai seperangkat peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan di Indonesia, yang meliputi :

(11)

1. UUD 1945 sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Indonesia. 2. Pancasila sebagai Landasan Idiil Sistem Pendidikan Indonesia. 3. Ketetapan MPR sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Nasional

4. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah sebagai Landasan Yuridis

5. Keputusan Presiden sebagai Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional 6. Keputusan Menteri sebagai Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional 7. Instruksi Menteri sebagai Landasan yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional Undang-Undang Pendidikan

1. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

2. Pada Pembukaan UUD 1945 yang menjadi landasan hukum pendidikan terdapat pada Alinea Keempat.

3. Pendidikan menurut Undang-Undang 1945

Undang – Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia. Pasal-pasal yang berkaitan dengan pendidikan Bab XIII yaitu Pasal-pasal 31 dan Pasal-pasal 32. Pasal 31 ayat 1 berisi tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, sedangkan pasal 31 ayat 2-5 berisi tentang kewajiban negara dalam pendidikan. Pasal 32 berisi tendang kebudayaan. Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur yang saling mendukung satu sama lain.

1. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional

Undang-undang ini memuat 59 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan , hak-hak warga negara untuk memperoleh pendidikan, satuan jalur dan jenis pendidikan, jenjang pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumber daya pendidikan, kurikulum, hari belajar dan libur sekolah, bahasa pengantar, penilaian, peran serta masyarakat, badan pertimbangan pendidikan nasional, pengelolaan, pengawasan, ketentuan lain-lain, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. 2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, stándar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

3. Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen

(12)

4. Undang-Undang No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

Undang-undang ini memuat 97 Pasal yang mengatur tentang Ketentuan Umum, Lingkup, Fungsi dan Tujuan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidikan dan Tenaga Pendidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, Standar Penilaian Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan, Evaluasi, Akreditasi, Sertifikasi, Penjamin Mutu, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup. Menurut Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: “Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Peraturan Pendidikan

1. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan 2. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1990 Tentang Status Pendidikan Pancasila

dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program studi dan bersifat nasional

a. Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

b. Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan c. Peraturan Menteri No. 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksanan Peraturan Menteri

No. 22 dan No. 23

d. Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Kepala Sekolah

e. Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2007 dan Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Guru

f. Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan g. Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian

h. Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2007 dan Permen Nomor 33 Tahun 2008 tentang Standar Sarana Prasarana.

i. Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses j. Peraturan Menteri Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Standar Isi k. Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2008 Tentang TU

l. Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Perpustakaan m. Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Laboratorium n. Peraturan Menteri Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kesiswaan

o. Keputusan Menteri No. 3 Tahun 2003 Tentang Tunjangan Tenaga Kependidikan

p. Keputusan Menteri No. 34/ U/03 Tentang Pengangkatan Guru Bantu

2.5 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MENURUT UUD 20 TAHUN 2003

Dalam perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan dapat semakin memperkaya khazanah berfikir manusia dan bermanfaat untuk pengembangan teori itu sendiri.

(13)

pendidikan, sehingga setiap orang dapat mengimplementasikan secara tepat dan benar dalam setiap praktik pendidikan.

Untuk mengetahui definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, kita telah memiliki rumusan formal dan operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan definisi di atas, saya menemukan 3 (tiga) pokok pikiran utama yang terkandung di dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat ketiga pokok pikiran tersebut.

1. Usaha sadar dan terencana.

Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang disengaja dan dipikirkan secara matang (proses kerja intelektual). Oleh karena itu, di setiap level manapun, kegiatan pendidikan harus disadari dan direncanakan, baik dalam tataran nasional (makroskopik), regional/provinsi dan kabupaten kota (messoskopik), institusional/ sekolah (mikroskopik) maupun operasional (proses pembelajaran oleh guru).

Berkenaan dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas), pada dasarnya setiap kegiatan pembelajaran pun harus direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007. Menurut Permediknas ini bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.

2. Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya

(14)

a. Mewujudkan suasana belajar

Berbicara tentang mewujudkan suasana pembelajaran, tidak dapat dilepaskan dari upaya menciptakan lingkungan belajar, diantaranya mencakup: (a) lingkungan fisik, seperti:bangunan sekolah, ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK, taman sekolah dan lingkungan fisik lainnya; dan (b) lingkungan sosio-psikologis (iklim dan budaya belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama, ekspektasi prestasi, kreativitas, toleransi, kenyamanan, kebahagiaan dan aspek-aspek sosio– emosional lainnya, lainnya yang memungkinkan peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.

Baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, keduanya didesan agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan segenap potensinya. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, di sini tampak jelas bahwa keterampilan guru dalam mengelola kelas (classroom management) menjadi amat penting. Dan di sini pula, tampak bahwa peran guru lebih diutamakan sebagai fasilitator belajar siswa .

b. Mewujudkan proses pembelajaran

Upaya mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan untuk menciptakankondisi dan pra kondisi agar siswa belajar, sedangkan proses pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya bagaimana mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa.

Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, maka guru dituntut untuk dapat mengelola pembelajaran (learning management), yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran (lihat Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses). Di sini, guru lebih berperan sebagai agen pembelajaran (Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005), tetapi dalam hal ini saya lebih suka menggunakan istilah manajer pembelajaran, dimana guru bertindak sebagai seorang planner, organizer dan evaluator pembelajaran).

Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajaran, proses pembelajaran pun seyogyanya didesain agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, dengan mengedepankan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered) dalam bingkai model dan strategi pembelajaran aktif (active learning), ditopang oleh peran guru sebagai fasilitator belajar.

3. Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

(15)

pendidikan sosialistik, tetapi pendidikan yang mencari keseimbangan diantara ketiga dimensi tersebut.

Jika belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan karakter, dengan melihat pokok pikiran yang ketiga dari definisi pendidikan ini maka sesungguhnya pendidikan karakter sudah implisit dalam pendidikan, jadi bukanlah sesuatu yang baru. Selanjutnya tujuan-tujuan tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan pendidikan di bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dan dioperasionalkan melalui tujuan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Ketercapaian tujuan – tujuan pada tataran operasional memiliki arti yang strategis bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Berdasarkan uraian di atas, kita melihat bahwa dalam definisi pendidikan yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003, tampaknya tidak hanya sekedar menggambarkan apa pendidikan itu, tetapi memiliki makna dan implikasi yang luas tentang siapa sesunguhnya pendidik itu, siapa peserta didik (siswa) itu, bagaimana seharusnya mendidik, dan apa yang ingin dicapai oleh pendidikan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Indonesia dengan berpedoman Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berpedoman untuk mencerdaskan bangsa dan dengan penerapan pendidikan di Indonesia mempunyai cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa yang diwujudkan melalui pendidikan yang bermutu. Mutu pendidikan mempunyai standar tersendiri yang diatur dalam sebuah sistem. Sistem yang mengatur standar pendidikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan Indonesia sesuai dengan zaman yang sedangterjadi maka diaturl sistem pendidikan nasional di dalam UUD. UUD yang mengatur tentang system pendidikan tidaklah tetap selamanya tetapi juga mengalami perubahan sesuai dengan zamannya. Contohnya saja yaitu Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang UUSPN terus diganti lagi karena sudah berbeda jauh zamannya menjadi Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang UU SISDIKNAS, dari perubahan tersebut diharpakan menjadi lebih baik mutu pendidikan di Indonesia.

A. Saran

(16)
(17)

DAFTAR PUSTAKA

Somantri,.Manap. 2013. Perencanaan Pendidikan. Bogor: IPB Press.

Referensi

Dokumen terkait

Faktor eksternal tersebut misalnya media yang menarik, metode pembelajaran yang menyenangkan, pujian yang diberikan guru adalah hal yang menimbulkan keingin tahuan

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DAN MEMASAK MENGGUNAKAN KAYU BAKAR DI DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN

Kode 1902 : Kontrol risiko, yaitu tindakan individu untuk mengerti, mencegah, mengeliminasi atau mengurangi ancaman kesehatan yang telah dimodifikasi, meningkat dari 2

Setelah itu, pada tahap berikutnya dilakukan tracing untuk mendapatkan transaksi LU dan MOC pelanggan yang sedang roaming di network Telkomsel untuk dibandingkan antara

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Murti (2004) bahwa nilai kepercayaan terhadap merek tersebut berpengaruh terhadap tingkat minat beli ulang

Tiap 2 projek pembangunan disusun dengan alasan, supaja dapat diper - tanggung-djawabkan untuk membawa masjarakat Indonesia seka - rang ini, setelah

Kecepatan arus pada lokasi budidaya rum- put laut di perairan desa Matandoi yang sebesar 0,4 m/detik, berada pada ambang batas atas untuk kategori cukup sesuai, atau dengan kata