ANALISIS KETEPATAN PREDIKSI POTENSI
KEBANGKRUTAN MELALUI ALTMAN Z-SCORE
DAN HUBUNGANNYA DENGAN HARGA SAHAM
PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG LISTING
DI BURSA EFEK JAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
APRILIA NUGRAHENI NIM 3351401110
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN EKONOMI
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 27 Desember 2005
Penguji Skripsi
Drs Sukirman, Msi
NIP. 131967646
Anggota I Anggota II
Drs. Subowo, MSi Drs. Agus Wahyudin, MSi
NIP.131658236 NIP. 131404311
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Drs Sunardi, MM
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian
skripsi pada :
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Subowo, MSi Drs. Agus Wahyudin, MSi
NIP.131658236 NIP. 131404311
Mengetahui,
Ketua Jurusan Ekonomi
Drs Kusmuryanto, MSi
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 27 Oktober 2005
Aprilia Nugraheni
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
◊ Hidup adalah sebuah pilihan, konsekuensi dan risiko harus diterima, maka
bijaksanalah dalam membuat pilihan hidup. (Olive, 2005)
◊ Kesalahan terbesar yang kita perbuat dalam hidup adalah takut membuat
kesalahan (Resonansi, Suara Merdeka)
◊ Me against the world, i’ll prove it that they’re wrong jugde me (Simple
Plan)
Karya ini saya persembahkan
Untuk Allah SWT yang senantiasa melimpahkan karuniaNya
Untuk ayah ibu bertiga atas doa yang tidak putus-putusnya
Untuk calon suamiku tercinta yang selalu memberiku kebahagiaan
Untuk sahabat-sahabatku yang telah memberiku semangat dan dukungan
Julia, Umi, Warti, Intan, Mei Istianah, Dewi dan semua sahabatku di Akuntansi A
dan Akuntansi B
Untuk anak-anak KOST VIOLLETA tercinta, terima kasih atas segala keceriaan
yang kita alami
PRAKATA
Puji Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Analisis Ketepatan Prediksi Potensi Kebangkrutan
Melalui Altman Z-Score dan Hubungannya Dengan Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Listing Di Bursa Efek Jakarta”.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan studi strata satu pada Jurusan Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang. Tidak sedikit hambatan yang dihadapi baik dalam
penelitian maupun penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis sampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Drs H Ari Tri Sugito SH, MM, Rektor Universitas Negeri Semarang
2. Drs. Sunardi MM, Dekan Fakultas Ilmu Sosial
3. Drs. Kusmuryanto M.Si, Ketua Jurusan Ekonomi
4. Drs. Subowo M.Si, Kaprodi Akuntansi sekaligus Dosen Pembimbing I atas
bimbingan yang telah diberikan.
5. Drs. Agus Wayudin M.Si, Dosen Pembimbing II atas bimbingan yang
diberikan.
6. Drs. Sukirman M.Si, yang telah menguji dan membimbing demi
kesempurnaan hasil penelitian ini.
Semoga segala kebaikan yang diperbuat mendapat balasan dari Allah SWT
dengan seluruh rahmat dan hidayah yang tiada terbatas dan terduga.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
Semarang, 27 Oktober 2005
SARI
Aprilia Nugraheni. 2005. Analisis Ketepatan Prediksi Potensi Kebangkrutan Melalui Altman Z-Score dan Hubungannya Dengan Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Listing Di Bursa Efek Jakarta. Jurusan Ekonomi. Program Studi Akuntansi . Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 95 h.
Kata Kunci : Altman Z-Score, Kebangkrutan, Harga Saham
Perbankan adalah salah satu sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia. Perkembangan baru dunia perbankan Indonesia dimulai pada tahun 1997 dimana terjadi krisis ekonomi yang parah yang berdampak negatif pada perusahaan perbankan yang bahkan beberapa perusahaan harus mengalami kebangkrutan. Indikator kebangkrutan dapat dilihat melalui informasi keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan. Dan prediksi mengenai potensi kebangkrutan yang mungkin dialami perusahaan dapat menggunakan model Altman Z-Score.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana metode Altaman Z–Score digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan bank ? (2) Bagaimana hubungan antara potensi kebangkrutan bank dengan harga saham di perusaaan-perusahaan perbankan tersebut ?. Penelitian ini bertujuan (1) Untuk membuktikan bahwa metode Altman Z-Score dapat digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan bank (2) Untuk mengetahui hubungan antara potensi kebangkrutan bank dengan harga saham di perusahaan-perusahaan tersebut.
Sampel dalam penelitian ini adalah 17 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1999-2003. Dua variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah Altman Z-Score dan harga saham. Alat pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan metode dokumentasi yang diambil dari laporan keuangan perbankan dan buku-buku yang menunjang. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Altman Z-Score dan Korelasi Product Moment dari Pearson.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama lima tahun berturut-turut nilai Z-Score yang dimiliki oleh semua perusahaan perbankan masih dibawah 1,2 sehingga berada di wilayah ketiga yaitu yang diprediksi mengalami kebangkrutan.Namun pelaksanaan di Indonesia banyak kebijakan dari pemerintah dan banyak faktor yang mempengaruhinya sehingga bank yang diprediksi bangkrut kenyataanya masih menjalankan kegiatan operasi perbankan. Hasil penelitian yang lain menunjukkan bahwa potensi kebangkrutan Altman Z-Score berhubungan dengan harga saham dengan adanya korelasi sebesar 22,6 % dengan taraf kepercayaaan 95 %.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA ... vi
SARI ... viii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kebangkrutan ... 8
2.2 Prediksi Potensi Kebangkrutan Dengan Model Altman Z-Score 14 2.3 Harga Saham 2.3.1 Pengertian Saham ... 18
2.3.2 Harga Saham ... 19
2.3.3 Penilaian Harga Saham ... 20
2.4 Kerangka Berfikir ... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Objek dan Subjek Penelitian
3.1.1 Objek Penelitian ... 33
3.1.2 Subjek Penelitian ... 33
3.2 Variabel Penelitian 3.5.1 Z-Score ... 34
3.5.2 Harga Saham ... 35
3.3 Sumber Data ... 36
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 36
3.5 Metode Analisis Dan Pengolahan Data 3.5.1 Metode Analisis Data 1. Model Altman Z-Score ... 37
2. Uji Normalitas Data dengan Kolmogorov Smirnov .. 38
3. Analisis Korelasi Product Moment ... 38
4. Koefisien Determinasi ... 40
5. Uji Hipotesis ... 40
3.5.2 Metode Pengolahan Data ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Perusahaan ... 42
4.2 Deskripsi Variabel Penelitian 4.2.1 Altman Z-Score ... 46
4.2.2 Harga Saham ... 53
4.4 Hasil Analisis Data
5.1 Uji Normalitas Data Kolmogorov Smirnov ... 58
5.2 Analisis Korelasi Product Moment ... 58
5.3 Koefisien Determinasi ... 58
5.4 Uji Hipotesis ... 59
4.5 Pembahasan ... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 65
5.2 Keterbatasan ... 66
5.3 Saran ... 66
Daftar Pustaka ... 67
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Perbankan merupakan lembaga yang dapat dipergunakan sebagai
tempat sumber dana, penyimpanan dana dan mitra bagi perusahaan yang
go public (Indriyo,2002:4). Menurut Undang-Undang Perbankan No 10 Tahun 1998, perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Masih dalam UU No 10 Tahun 1998,
bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup orang banyak.
Babak baru perkembangan kondisi perbankan di Indonesia diawali
dengan adanya krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998. Krisis
moneter di Indonesia diawali dengan adanya krisis nilai tukar bath di
Thailand pada tanggal 2 Juli 1998. Faktor yang mempercepat terjadinya
krisis antara lain adalah hilangnya kepercayaan masyarakat, besarnya
utang luar negeri yang segera jatuh tempo dan perdagangan internasional
yang kurang menguntungkan. Terpuruknya kepercayaan ke titik nol
membuat rupiah yang ditutup pada level Rp 4.850 per dollar US pada
tahun 1997 meluncur dengan cepat ke level Rp 17.000 per dollar US pada
Krisis yang membuka borok-borok kerapuhan fundamental
ekonomi ini dengan cepat merambah ke semua sektor. Anjloknya rupiah
menyebabkan pasar uang dan pasar modal rontok, bank-bank nasional dan
internasional mengalami kesulitan besar bahkan surat utang pemerintah
terus merosot ke level di bawah junk atau menjadi sampah. Puluhan
bahkan ratusan perusahaan mulai dari skala kecil hingga konglomerat
bertumbangan. Sekitar 70 persen lebih perusahaan yang tercatat di pasar
modal juga insolvent atau notabene bangkrut.
Sektor yang paling terpukul terutama adalah sektor konstruksi,
manufaktur dan perbankan. Di pasar uang, dinaikkannya suku bunga
Serifikat Bank Indonesia (SBI) menjadi 70,8 % dan Surat Berharga Pasar
Uang (SBPU) mrnjadi 60 % pada Juli 1998 (dari masing-masing 10,87 %
dan 14,75 % pada awal krisis) menyebabkan kesulitan bank semakin
memuncak. Perbankan mengalami negative spread dan tidak mampu
menjalankan fungsinya sebagai pemasok dana ke sektor riil.
Krisis moneter tahun 1997 telah mengakibatkan collapsnya
sejumlah bank di Indonesia karena tidak mampu mempertahankan going
concernnya. Ketidakmampuan atau kegagalan bank-bank tersebut disebabkan oleh dua hal utama yaitu kegagalan ekonomi dan kegagalan
keuangan. Kegagalan ekonomi berkaitan dengan ketidakseimbangan
antara pendapatan dan pengeluaran atau bisa disebabkan oleh biaya modal
perusahaan yang lebih besar dari tingkat laba atas biaya histories investasi.
membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo meskipun total aktiva
melebihi total kewajibannya.
Kondisi yang membuat khawatir para investor dan kreditor adalah
jika perusahaan mengalami penurunan kinerja. Menurut Basri (2003 : 1)
Penurunan atau kemerosotan kinerja suatu perusahaan tidak serta merta
terjadi dalam hitungan “sekejap” kecuali akibat suatu suatu peristiwa yang
sangat fatal dan dramatis, yang sepenuhnya diluar kemampuan perusahaan
untuk mengendalikannya. Penurunan kinerja bank secara terus menerus
dapat menyebabkan terjadinya financial distress yaitu keadaan yang
sangat sulit bahkan dapat dikatakan mendekati kebangkrutan yang apabila
tidak segera diselesaikan akan berdampak pada bank-bank tersebut dengan
hilangnya kepercayaan dari para nasabah (Murtanto,2002 :45)
Indikasi kebangkrutan suatu bank dapat dilihat melalui informasi
yang terdapat dalam laporan keuangannya. Untuk dapat
menginterpetasikan informasi keuangan suatu perusahaan maka diperlukan
suatu teknik analisa laporan keuangan. Analisa keuangan merupakan alat
yang penting untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan serta
hasil-hasil yang dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang
telah dilaksanakan. Bersumber dari laporan keuangan maka dapat
dijadikan dasar untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank. Kesehatan
suatu bank mencerminkan kemampuan bank dalam menjalankan usahanya
atau distribusi aktivanya, keefektifan penggunaan aktivanya, hasil usaha
potensi kebangkrutan yang mungkin akan dialami. (Murtanto,2002 :45).
Dengan adanya tindakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan sangat
mungkin potensi kebangkrutan yang dimiliki oleh setiap perusahaan dapat
dihindarkan atau paling tidak mengurangi risiko kebangkrutan tersebut.
Kondisi keuangan perbankan sampai saat ini masih belum
menunjukkan adanya peningkatan yang cukup baik setelah empat tahun
rekapitalisasi dari pemerintah. Hal ini ditunjukkan dengan lampiran 6 dan
7. Lampiran 6 menunjukkan banyaknya current asset yang dimiliki oleh
perusahaan perbankan dan lampiran 7 menunjukkan banyaknya current
liabilities yang dimiliki oleh perusahaan perbankan. Dan pada lampiran 8
menunjukkan working capital yang dimiliki oleh perusahaan perbankan
tersebut. Dapat kita lihat bahwa working capital yang dimiliki
perusahaan-perusahaan tersebut bernilai negative. Hal tersebut berarti current
liabilities lebih besar dari current assetnya. Ini berarti bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak mampu menutup utang jangka pendeknya
dengan asset lancar yang dimiliki. Karena working capital berhubungan
dengan likuiditas maka hal ini mengindikasikan bahwa tingkat likuiditas
perusahaan bermasalah. Jika dikaitkan dengan indikator kebangkrutan
maka perusahaan-perusahaan tersebut mengalami pembengkakan utang
dan ketidakcukupan kas dalam membayar utang-utang jangka pendeknya.
Pada lampiran 2 terlihat banyaknya retained earning yang dimiliki
perusahaan-perusahaan perbankan. Retained earning yang dimiliki
menunjukkan bahwa efisiensi usaha manajemen perusahaan kurang begitu
bagus dengan adanya retained earning yang menurun atau hanya
mengalami sedikit peningkatan.
Pada lampiran 3 terlihat banyaknya jumlah earning before interest
and tax yang dimiliki sangat berfluktuatif dari tahun ke tahun. Ada perusahaan yang mengalami peningkatan namun pada tahun berikutnya
mengalami penurunan dan tahun berikutnya mengalami peningkatan
kembali. Hal ini berarti kemampuan perolehan laba
perusahaan-perusahaan tersebut juga kurang menentu masih berfluktuatif.
Mengingat pentingnya sektor perbankan dalam naik turunnya
perekonomian kita, informasi mengenai kejadian atau peristiwa ekonomi
yang berkaitan dengan kondisi sektor perbankan di Indonesia sangat perlu
diketahui, khususnya mengenai informasi potensi kebangkrutan. Dengan
adanya informasi tersebut akan membantu banyak pihak yang
berkepentingan untuk mengevaluasi dan memperbaiki kinerja perusahaan
perbankan tersebut serta mengambil tindakan yang perlu dilakukan
berkaitan dengan hal tersebut.
Salah satu cara untuk mengetahui informasi seberapa besar potensi
kebangkrutan yang mungkin akan dialami oleh suatu perusahaan
perbankan adalah dengan penggunaan Altman Z-Score. Di dalam Altman
Z-Score terkandung beberapa rasio. Rasio-rasio tersebut merupakan rasio
yang mendeteksi kondisi keuangan perusahaan yang berkaitan dengan
Dengan adanya kombinasi rasio-rasio tersebut dalam Altman Z-Score akan
sangat membantu manajemen dalam memprediksi potensi kebangkrutan
yang mungkin akan dialami oleh perusahaan.
Bagi manajemen, memprediksi mengenai potensi kebangkrutan
sangat penting sebagai bahan evaluasi kinerja perusahaan yang selama ini
terjadi. Sehingga dapat diambil suatu kebijakan untuk memperbaiki
kondisi dan kinerja perusahaannya. Sedang bagi pihak pemerintah sangat
penting untuk dapat mengetahui informasi potensi kebangkrutan
mengingat pemegang saham terbesar adalah pemerintah. Dan juga sebagai
pembuat kebijakan ekonomi termasuk perbankan pemerintah melalui Bank
Indonesia selalu mengawasi kinerja perusahaan-perusahaan perbankan.
Untuk para investor saham, sangat berkepentingan untuk
mengetahui seberapa besar potensi kebangkrutan yang dimiliki oleh
perusahaan yang bersangkutan. Para investor akan memiliki pandangan
bahwa jika potensi kebangkrutan besar maka laba yang diperoleh
perusahaan akan menurun dan berakibat pada turunnya laba saham
investor. Bagi calon pembeli saham potensi kebangkrutan
mengindikasikan kinerja perusahaan memburuk yang berimbas pada
turunnya kemampuan perolehan laba sehingga calon pembeli saham
kurang tertarik untuk mengadakan pembelian saham perusahaan tersebut.
Oleh karena harga saham ditentukan oleh kekuatan permintaan dan
penawaran pasar maka jika hal tersebut diatas terjadi maka permintaan
Mengingat fungsi strategis dunia perbankan di era sekarang ini
maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan menggunakan
model Altman Z-Score untuk memprediksi potensi kebangkrutan pada
perusahaan-perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
dengan judul “Analisis Ketepatan Prediksi Potensi Kebangkrutan
Melalui Altman Z-Score Dan Hubungannya Dengan Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Listing Di Bursa Efek Jakarta” 1.2 Identifikasi Dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka permasalahan pada
penelitian ini adalah :
1.2.1 Bagaimana metode Altman Z Score digunakan untuk memprediksi
potensi kebangkrutan bank ?
1.2.2 Bagaimana hubungan antara potensi kebangkrutan bank dengan
harga saham di perusahaan-perusahaan perbankan tersebut ?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi maka tujuan diadakannya
penelitian ini adalah :
1.3.1 Untuk membuktikan bahwa metode Altman Z Score dapat
digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan bank.
1.3.2 Untuk mengetahui hubungan antara potensi kebangkrutan bank
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berikut
ini :
1.4.1 Manfaat praktis penelitian ini adalah :
Bagi pihak pengguna laporan keuangan yaitu stakeholder adalah
sebagai bahan informasi untuk mengetahui posisi perusahaan
sehingga dapat mengambil suatu kebijakan sehubungan dengan hal
tersebut.
1.4.2 Manfaat teoritis penelitian ini adalah :
Bagi peneliti adalah sebagai bahan pengetahuan dalam
membandingkan antara teori yang ada dan aplikasinya di lapangan,
dan bagi peneliti selanjutnya yang mengambil tema yang sama
dengan penelitian ini diharapkan penelitian ini dapat memberikan
BAB II
LANDASAN TEORI 2.1 Kebangkrutan
Manajemen cukup sering mengalami kegagalan dalam
membesarkan perusahaan, akibatnya prospek perusahaan tidak terlihat
jelas. Perusahaan menjadi tidak sehat bahkan berkelanjutan mengalami
krisis yang berkepanjangan akhirnya akan mengarah pada kebangkrutan.
Kebangkrutan (bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan
perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan
laba. (Supardi,2003:79). Menurut Martin pada tahun 1995, (dalam
Supardi,2003:79) kebangkrutan sebagai suatu kegagalan yang terjadi pada
sebuah perusahaan didefinisikan dalam beberapa pengertian yaitu
• Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed)
Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan
kehilangan uang atau pendapatan, perusahaan tidak mampu menutupi
biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya
modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari
kewajiban.(Adnan, 2000 dalam Murtanto,2002:48). Kegagalan terjadi
bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh dibawah arus
kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan juga dapat berarti bahwa
tingkat pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil
daripada biaya modal perusahaan yang dikeluarkan untuk sebuah
• Kegagalan Keuangan (Financial Distressed)
Pengertian financial distressed adalah kesulitan dana baik dalam
arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja.
Sebagian asset liability management sangat berperan dalam pengaturan
untuk menjaga agar tidak terkena financial distressed. Sedangkan
menurut Adnan (2000) kegagalan keuangan biasa diartikan sebagai
insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham.
Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk yaitu :
a. Insolvensi teknis (Technical Insolvency), terjadi apabila perusahaan
tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo walaupun
total aktivanya sudah melebihi total hutangnya.
b. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan, dimana didefinisikan
sebagai kekayaan bersih negative dalam neraca konvensional atas
nilai sekarang dan arus kas yang diharapkan lebih kecil dari
kewajiban. (Murtanto,2002:48)
Dan menurut Hermosillo tahun 1996 (Herliansyah,2002:20)
konsep kegagalan bank terbagi menjadi dua yaitu :
a. Kegagalan ekonomi, suatu situasi dimana kekayaan bank menjadi
negative atau jika bank tersebut melanjutkan kegiatan operasinya maka
akan menimbulkan kerugian dan akan segera menghasilkan kekayaan
negative.
b. Kegagalan ofisial, tipe kegagalan bank ini disebabkan oleh
berwenang mengawasi bank (bank regulators). Hal ini dilakukan
sehubungan dengan pengamatan yang telah dilakukan oleh lembaga
pengawas bank
Analisis kebangkrutan usaha sangat membantu pembuatan
keputusan untuk menentukan sikap terhadap perusahaan yang mengalami
kebangkrutan usaha tersebut (Payamta, 1998 dalam Ahmad,2003:59) Hasil
penelitian Dun dan Bradstreet tahun 2000 (Ahmad,2003:59)
mengungkapkan faktor-faktor penyebab kebangkrutan adalah adanya
faktor ekonomi, keuangan, pengalaman, kelalaian, bencana dan
kecurangan. Sedangkan menurut Adnan (Murtanto,2002:48) faktor-faktor
penyebab kebangkrutan dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
• Faktor Umum
a. Sektor ekonomi, berasal dari gejala inflasi dan deflasi dalam harga
barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi
atau revaluasi dengan mata uang asing.
b. Sektor sosial, dimana yang sangat berpengaruh adalah adanya
perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan
terhadap produk atau jasa ataupun yang berhubungan dengan
karyawan.
c. Sektor teknologi, dimana penggunaan teknologi memerlukan biaya
yang ditanggung perusahaan terutama untuk pemeliharaan dan
d. Sektor pemerintah, dimana kebijakan poemerintah terhadap
pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tarif
ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru
bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.
• Faktor Eksternal
a. Sektor pelanggan/nasabah, dimana untuk menghindari kehilangan
nasabah, bank harus melakukan identifikasi terhadap sifat
konsumen atau nasabah juga menciptakan peluang untuk
mendapatkan nasabah baru.
b. Sektor kreditor, dimana kekuatannya terletak pada pemberian
pinjaman dan menetapkan jangka waktu pengembalian hutang
piutang yang tergantung pada kepercayaan kreditor terhadap
kelikuiditan suatu bank.
c. Sektor pesaing/bank lain, dimana merupakan hal yang harus
diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pelayanan
kepada nasabah.
• Faktor Internal Perusahaan
a. Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga
menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayarannya sampai
akhirnya tidak dapat membayar.
b. Manajemen yang tidak efisien, yang disebabkan karena kurang
adanya kemampuan, pengalaman, ketrampilan, sikap adaptif dan
c. Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan-kecurangan, dimana
sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun
sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan
perusahaan.
Menurut Suwarsono tahun 1996 (Adnan dan Taufiq, 2001:187)
ada beberapa tanda atau indikator manajerial dan operasional yang muncul
ketika perusahaan akan mengalami kebangkrutan yaitu :
a. Indikator dari lingkungan bisnis
Pertumbuhan ekonomi dan aktivitas ekonomi pembentuknya
memberikan indikasi bagi manajemen dalam melakukan pengambilan
keputusan ekspansi usaha. Pertumbuhan ekonomi yang rendah menjadi
indikator yang cukup penting pada lemahnya peluang bisnis.
Tersedianya kredit dan aktivitas pasar modal dapat digunakan sebagai
indikator mudah atau sulitnya, mahal atau murahnya dana yang
diperlukan. Meningkatnya populasi bisnis dapat digunakan sebagai
indikator meningkatnya persaingan dan semakin berkurangnya laba
potensi yang dijanjikan karena adanya perubahan struktur pasar.
b. Indikator internal
Sinyal kegagalan yang dapat ditemukan pada variable internal dapat
dijumpai pada setiap tahapan daur kehidupan organisasi, awal
pertumbuhan, pertengahan dan kedewasaan. Untuk disebut sebagai
perusahaan yang sakit, manajemen tidak perlu menunggu munculnya
tanda tidak sehatnya suatu perusahaan. Tidak berbeda dengan indikator
yang berasal dari lingkungan bisnis, permasalahan akan menjadi lebih
kompleks jika terjadi interaksi antar indikator.
c. Indikator kombinasi
Seringkali perusahaan yang sakit disebabkan oleh interaksi atau
kombinasi antara ancaman yang datang dari lingkungan bisnis dan
kelemahan yang berasal dari variable internal yang mengakibatkan
perusahan berkemungkinan mengalami kebangkrutan.
Menurut Hanafi (2003:261) informasi mengenai kebangkrutan
sangat bermanfaat bagi beberapa pihak antara lain :
a. Pemberi pinjaman (seperti pihak bank). Informasi kebangkrutan bisa
bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa yang akan diberi
pinjaman dan kemudian bermanfaat untuk memonitor pinjaman yang
ada.
b. Investor. Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu
perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya
kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat
berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan
mengembangkan model prediksi kebangkrutan untuk melihat
tanda-tanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian mengantisipasi
kemungkinan tersebut.
c. Pihak pemerintah. Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah
(misalnya sektor perbankan). Juga pemerintah mempunyai
badan-badan usaha (BUMN) yang harus selalu diawasi. Lembaga pemerintah
mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih
awal supaya tindakan-tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal.
d. Akuntan. Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi
kelangsungan usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going
concern suatu perusahaan.
e. Manajemen. Kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang
berkaitan dengan kebangkrutan dan biaya ini cukup besar. Suatu
penelitian menunjukkan biaya kebangkrutan bisa mencapai 11-17%
dari nilai perusahaan. Contoh biaya kebangkrutan yang langsung
adalah biaya akuntan dan penasihat hukum. Sedang contoh biaya
kebangkrutan tidak langsung adalah hilangnya kesempatan penjualan
dan keuntungan karena beberapa hal seperti pembatasan yang mungkin
diberlakukan oleh pengadilan. Apabila manajemen bisa mendeteksi
kebangkrutan ini lebih awal, maka tindakan-tindakan penghematan
bisa dilakukan, misalnya dengan melakukan merger atau
restrukturisasi keuangan sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari.
2.2 Prediksi Potensi Kebangkrutan Dengan Metode Altman Z-Score Analisis Z-Score, penerapan analisis rasio masih terbatas karena
dilakukan secara terpisah, artinya setiap rasio diuji secara terpisah. Untuk
mengatasi keterbatasan analisa rasio tersebut Altman telah
perusahaan dengan nama Z-Score. Z-Score adalah skor yang ditentukan
dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang akan
menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan bank (Supardi dan
Mastuti,2003:80). Rasio-rasio tersebut merupakan rasio yang mendeteksi
kondisi keuangan perusahaan yang berkaitan dengan likuiditas,
profitabilitas dan aktivitas perusahaan (Muh Akhyar,2001:189). Rumus
yang telah diformulasikan Altman adalah sebagai berikut :
Z-Score = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,10X3 +0,420X4+ 0,998X5
Rasio-rasio tersebut terdiri dari :
1) Working Capital Assets/Total Assets (X1)
Merupakan rasio yang mendeteksi likuiditas yang mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya dari total aktiva dan posisi modal kerja. Dimana modal
kerja (working capital) diperoleh dari selisih antara aktiva lancar
dengan utang lancar. Jika dikaitkan dengan indikator-indikator
kebangkrutan seperti yang disebutkan diatas, maka indikator yang
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat
likuiditas perusahaan adalah indikator-indikator internal seperti
ketidakcukupan kas, utang dagang membengkak, utilisasi modal (harta
kekayaan) menurun, penambahan utang yang tidak terkendali dan
2) Retained Earning/Total Assets (X2)
Rasio ini merupakan rasio profitabilitas yang mendeteksi atau
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
dalam periode tertentu. Ditinjau dari kemampuan perusahaan yang
bersangkutan dalam memproleh laba dibandingkan dengan kecepatan
perputaran operating assets sebagai ukuran efisiensi usaha.
Manajemen bank sangat berkepentingan untuk dapat melihat rasio ini,
karena sekaligus akan terlihat tingkat efisiensi usaha dan kemampuan
perusahaan dalam memperoleh laba dari hasil penjualannya.
3) Earning Before Interest and Taxes/Total Assets (X3)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba dari aktiva yang digunakan atau untuk mengukur
kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva
untuk memperoleh keuntungan bagi semua investor termasuk
pemegang saham dan obligasi. Beberapa indikator yang dapat
digunakan dalam mendeteksi adanya masalah pada kemampuan
profitabilitas perusahaan diantaranya adalah piutang dagang
meningkat, rugi terus menerus dalam beberapa kwartal, persediaan
meningkat, penjualan menurun, terlambatnya hasil penagihan piutang,
kredibilitas perusahaan berkurang serta kesediaan memberi kredit pada
4) Market Value Of Equity/Book Value Of Total Debt (X4)
Rasio ini merupakan rasio yang mengukur aktivitas
perusahaan. Sering juga digunakan dalam bentuk Net Worth/Total
Debt. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modalnya sendiri.
5) Sales/Total Assets (X5)
Rasio ini merupakan rasio yang mengukur aktivitas
perusahaan. Rasio ini mendeteksi kemampuan dana perusahaan yang
tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam satu peiode tertentu.
Rasio ini dapat pula dikatakan sebagai rasio yang mengukur modal
yang diinvestasikan oleh perusahaan untuk menghasilkan revenue.
Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
masalah pada aktivitas perusahaan yang kemudian akan berpengaruh
terhadap rasio-rasio tersebut di atas adalah pangsa pasar produk kunci
menurun, berpindahnya penguasaan pangsa pasar pada pesaing, modal
kerja menurun drastis, perputaran persediaan menurun drastis,
kepercayaan konsumen berkurang dan beberapa indikator lainnya.
Model Altman (1984) tersebut dapat diterapkan pada
masing-masing kelompok perusahaan secara individual ataupun sekelompok
perusahaan. Penerapan pada kelompok perusahaan digambarkan oleh
Altman dengan mengelompokkan perusahaan menjadi dua kategori yaitu
Berdasarkan penelitiannya tersebut Altman menemukan lima rasio
untuk perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut dan menghitung nilai Z
untuk kedua kelompok tersebut. Dalam model tersebut skor 2,90
merupakan ambang batas untuk perusahaan sehat.Jadi, perusahaan yang
mempunyai skor di atas 2,90 dapat dikatakan sebagai perusahaan sehat.
Sedangkan perusahaan yang mempunyai skor dibawah 1,20 akan
diklasifikasikan sebagai perusahaan yang potensial bangkrut. Kemudian
diantara 1,20 dan 2,90 diklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey area
(daerah kelabu).
Analisis diskriminan Altman diterapkan dengan menggunakan data
dua sampai lima tahun sebelum perusahaan tersebut bangkrut. Analisis
trend ini menunjukkan bahwa semua rasio yang diamati mempunyai X1
sampai X5 yang condong memperburuk dengan semakin mendekati
kebangkrutan dengan perubahan yang paling buruk pada rasio tersebut
terjadi antara tahun ketiga dan tahun kedua sebelum kebangkrutan terjadi.
2.3 Harga Saham
2.3.1 Pengertian Saham
Menurut Undang-Undang No 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal, saham merupakan surat berharga sebagai bukti pemilikan
individu/institusi dalam suatu perusahaan (biasa dipegang
peorangan/lembaga pada suatu perusahaan). Apabila seorang
membeli saham, maka ia akan menjadi pemilik dan disebut sebagai
mendefinisikan saham sebagai tanda penyertaan modal pada
perseroan terbatas.
Menurut Baridwan (1992:394), apabila perusahaan
menyertakan satu macam saham maka saham itu disebut saham
biasa (common stock). Apabila saham yang dikeluarkan itu dua
macam yang satu adalah saham biasa dan yang lain adalah saham
prioritas (preferred stock).
2.3.2 Harga Saham
Harga saham menurut UU No 8 tahun 1995 tentang Pasar
Modal pada hakekatnya merupakan penerimaan besarnya
pengorbanan yang harus dilakukan oleh setiap investor untuk
penyertaan dalam perusahaan. Berdasarkan fungsinya, nilai suatu
saham dibagi menjadi tiga jenis (Anoraga, 2001 :58) yaitu :
1. Par Value (Nilai Nominal)/ Stated Value/Face Value
Yaitu nilai yang tercantum pada saham untuk tujuan akuntansi.
Jumlah saham yang dikeluarkan perseroan dikalikan dengan
nilai nominalnya merupakan modal disetor penuh bagi suatu
perseroan dan dalam pencatatan akuntansi nilai nominal dicatat
sebagai modal ekuitas perseroan dalam neraca.
2. Base Price (Harga Dasar)
Harga perdana dipergunakan dalam perhitungan indeks harga
perdananya. Untuk menghitung nilai dasar yaitu harga dasar
dikalikan dengan total saham yang beredar.
3. Market Price (Nilai Pasar)
Merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang
berlangsung atau jika pasar sudah tutup maka harga pasar
adalah harga penutupannya (closing price). Harga pasar inilah
yang menyatakan naik turunnya suatu saham dan setiap hari
diumumkan di surat kabar/media lainnya. Untuk menghitung
nilai pasar (kapitalisasi pasar) yaitu harga dasar dikalikan
dengan total saham yang beredar.
2.3.3 Penilaian Harga Saham
Pada hakikatnya harga saham di pasar ditentukan oleh
kekuatan pasar atau tergantung dari permintaan dan penawaran
pasar. Menurut Anoraga (2001 :61) ada dua jenis pendekatan yang
digunakan untuk menilai investasi dalam bentuk saham yaitu :
1. The Firm Foundation Theory
Teori ini mengatakan bahwa setiap instrumen
investasi apakah itu saham atau yang lain mempunyai landasan
yang kuat yang disebut dengan nilai instrinsik yang dapat
ditentukan melalui suatu analisis yang hati-hati terhadap
kondisi pada saat sekarang dan prospeknya di masa yang akan
datang. Pada saat harga turun atau naik diatas nilai
atau membeli muncul, karena perubahan harga pasar tersebut
pada akhirnya akan dikoreksi. Dengan cara demikian tindakan
investasi menjadi tindakan yang membosankan atau kurang
menarik karena sederhananya sifat yang hanya merupakan hal
memperbandingkan harga pasar suatu assets terhadap nilai
instrinsiknya.
Dalam konteks ini nilai instrinsik adalah sama
dengan nilai sekarang (present value) dari seluruh aliran
penerimaan deviden yang akan diterima dalam periode-periode
yang akan datang. Ini berarti para pemilik saham atau investor
mendiskontokan nilai uang yang akan diterima, kemudian
dengan suatu discount factor tertentu mencerminkan tingkat
return alternatif investasi yang diinginkan setelah
memperhatikan unsur risiko dan waktu. Teori ini berdasarkan
pada pendekatan penerimaan deviden dimana semakin besar
penerimaan saat ini dan prospek pertumbuhannya di masa yang
akan datang maka akan semakin besar nilai sahamnya.
Sehingga perbedaan tingkat pertumbuhan adalah faktor utama
dalam penilaian saham.
a. Deviden Approach
1. Deviden Yield Approach
Pendekatan ini didasarkan pada perkiraan deviden yang
dibandingkan dengan tingkat bunga umum di pasar
(Risk Free Rate)
2. Discounting Model
i Deviden diasumsikan tetap dari tahun ke-1 sampai
dengan tahun ke-n.
Untuk asumsi ini rumusnya :
k = ekspektasi tingkat investasi yang diharapkan
(risiko rate ditambah risk premium)
∑
=
n
i 1
= jumlah deviden dari tahun ke-1 samapi
dengan tahun ke-n yang didiskontokan
ii Deviden diasumsikan bertumbuh dengan persentase
yang sama.
Dengan asumsi ini maka rumusnya adalah :
(
)
g = tingkat pertumbuhan
do = deviden pada tahun ke-0
b. Earning Approach
Pendekatan ini didasarkan pada perkiraan laba per saham di
masa yang akan datang sehingga dapat diketahui berapa
lama investasi suatu saham akan kembali. Model
pendekatan ini adalah :
c. Net Tangible Assets Approach (NTA Approach)
Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui sampai
seberapa jauh setiap saham didukung oleh Net Tangible
Assets perusahaan. Dalam pendekatan ini perlu diperhitungkan juga downside risk. Formula yang
digunakan dalam pendekatan ini adalah :
Asumsi-asumsi yang dipakai dalam pendekatan The Firm
Foundation Theory yaitu sebagai berikut :
a. Investor yang rasional harus mau membayar harga yang
lebih tinggi untuk suatu saham yang memiliki tingkat
pertumbuhan deviden yang lebih besar. Juga untuk tingkat
pertumbuhan yang berlaku dalam jangka waktu yang lebih
panjang.
b. Investor yang rasional harus mau membayar harga yang
lebih tinggi atas suatu saham yang memiliki kebijakan
Deviden Pay Out yang lebih tinggi.
c. Investor yang rasional harus mau membayar harga yang
lebih tinggi atas suatu saham yang memiliki risiko yang
kecil.
d. Investor yang rasional harus mau membayar harga yang
lebih tinggi atas suatu saham jika suku bunga turun atau
lebih rendah.
Hasil penelitian teori ini juga mengandung kelemahan yaitu
a. Informasi dan analisis yang digunakan mempunyai
kemungkinan yang tidak tepat.
b. Estimasi nilai bisa salah karena harapan atau ekspektasi
dengan kata lain angka-angka yang tepat akan dapat
diperoleh dari data yang belum pasti.
c. Pasar mempunyai kemungkinan tidak dapat memperbaiki
kesalahan akibatnya tidak mencapai nilai yang ditaksirkan.
d. Pertumbuhan tidak memberikan arti yang sama setiap saat.
2. The Castle In the Air Theory
Teori kedua menurut Pandji Anoraga (2001 :67)
adalah The Castle In The Air Theory. Teori ini memusatkan
perhatian pada nilai psikologis. Pengikut teori ini lebih
menekankan pendekatan tingkah laku investor di masa yang
akan datang berdasarkan kebiasaan di masa lalu dan bukannya
pada nilai instrinsik saham itu sendiri. Teori ini kurang setuju
dengan pendekatan The Firm Fondation Theory yang
memerlukan banyak kerja dan diragukan kebenarannya atau
kewajaran dari penilaian untuk mencapai nilai instrinsiknya,
karena tidak seorangpun dapat mengetahui dengan pasti
faktor-faktor yang akan mempengaruhi proses pendapatan dan
pembayaran deviden di masa mendatang.
The Castle In The Air Theory mempunyai banyak pendukung baik dari masyarakat keuangan maupun masyarakat
akademis. Dari pihak akademis berpendapat bahwa nilai
intrinsik saham adalah suatu impian. Dalam ekonomi
yang diharapkan. Contoh dari pendekatan riil adalah analisis
teknis, Analisis ini didasarkan kepada anggapan yang luas
bahwa harga efektif ditentukan oleh penawaran dan permintaan
sehingga para analis mempelajari perubahan harga saham pada
masa lalu dengan menggunakan diagram-diagram dan
model-model.
2.4 Kerangka Berfikir
Informasi tentang kinerja perusahaan yang tercermin dari laporan
posisi keuangan, laporan rugi laba, dan aliran kas perusahaan serta
informasi lain yang terkait dengan laporan keuangan dapat diperoleh dari
laporan keuangan perusahaan.
Dalam penelitian sebelumnya dilakukan oleh Beaver tahun 1966
telah membuktikan bahwa secara empiris rasio keuangan dapat digunakan
sebagai alat prediksi kegagalan pada sebuah perusahaan, meskipun tidak
semua rasio dapat memprediksi dengan sama baiknya dan tidak dapat
memprediksi dengan tingkat keberhasilan yang sama. Beaver
menggunakan Univariate Analysis. Beaver mempertemukan sampel
perusahaan yang gagal dengan yang tidak gagal kemudian meneliti rasio
keuangan selama lima tahun sebelum perusahaan gagal dan menemukan
bahwa ternyata rasio keuangan perusahaan yang tidak gagal berbeda
dengan perusahaan yang gagal (Adnan dan Taufiq,2001:183)
Studi lain dilakukan oleh Altman (1984) telah menemukan ada
kebangkrutan perusahaan beberapa saat sebelum perusahaan tersebut
bangkrut. (Supardi dan Mastuti, 2003:74) hasil analisa menunjukkan
bahwa rasio keuangan (profitability, liquidity dan solvency) bermanfaat
untuk memprediksi kebangkrutan dengan tingkat keakuratan 95 % setahun
sebelum perusahaan bangkrut. Tingkat keakuratan tersebut turun menjadi
72 % untuk periode dua tahun sebelum bangkrut, 48 % untuk periode tiga
tahun sebelum perusahaan bangkrut, 29 % untuk periode empat tahun
sebelum bangkrut dan 36 % untuk periode lima tahun sebelum bangkrut.
Hasil penelitian ini menunjukkan penurunan kekuatan prediksi rasio
keuangan untuk periode waktu yang lebih lama (Adnan dan
Taufiq,2001:184)
Model untuk memprediksi potensi kebangkrutan perusahaan
perbankan yang digunakan oleh Altman yaitu Rasio Modal Kerja
Terhadap Total Aktiva, Rasio Laba Ditahan Terhadap Total Aktiva, Rasio
Pendapatan Sebelum Bunga Dan Pajak Terhadap Total Aktiva, Rasio
Harga Pasar Modal Sendiri Terhadap Nilai Buku Total Kewajiban dan
Rasio Penjualan Terhadap Total Aktiva. Dari kombinasi rasio tersebut
dimasukkan dalam model prediksi Altman dengan persamaan sebagai
berikut :
Z-Score = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,10X3 +0,420X4+ 0,998X5
a. Apabila nilai Z-Score diatas 2,90 (Z-Score > 2,90) diklasifikasikan
sebagai perusahaan yang sehat.
b. Apabila nilai Z-Score antara 1,20 sampai 2,90 (1,20 < Z-Score < 2,90)
perusahaan berada dalam daerah kelabu (grey area).
c. Apabila nilai Z-Score dibawah 1,20 (Z-Score < 1,20) diklasifikasikan
sebagai perusahaan yang berpotensi bangkrut.
Setyarini dan Abdul Halim (1999) melakukan studi potensi
kebangkrutan perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dengan
menggunakan analisis Z-Score Altman sebagai indikator tingkat kesehatan
atau potensi kebangkrutan perusahaan. Indikator Z-Score untuk seluruh
sample 38 perusahaan, apabila dikelompokkan dalam kategori sehat (skor
> 2,9), grey area (skor antara 1,2 dan 2,9) dan bangkrut (skor <1,20.
Dengan kesimpulan adanya perbedaan potensi kebangkrutan secara
signifikan antara sebelum dan pada masa krisis dan analisis Z-Score yang
digunakan merefer pada Altman lebih ditujukan pada sektor perbankan.
(Supardi dan Masuti,2003:75)
Liby (1975) memperluas penelitian Altman dan Beaver
menemukan bahwa rasio-rasio profitability, activity, liquidity dan
indebtness dapat memprediksi kebangkrutan bank. Hal ini juga sesuai dengan Robertson (1985) yang menyatakan kebangkrutan dipengaruhi
oleh rasio-rasio likuiditas, solvabitas, produktifitas dan profitabilitas. Studi
sebagai alat deteksi kegagalan keuangan perusahaan (Achmad dan
Kartiko,2003:61)
Berdasarkan teori-teori dan penelitian-penelitian diatas peneliti
menegaskan bahwa rasio-rasio keuangan dapat digunakan dalam
memprediksi tingkat kegagalan suatu usaha. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa hasil analisis rasio dapat digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam mengelola perusahaannya. Sebagai contohnya rasio
leverage yang terdiri dari selisih antara total aktiva dan total kewajiban, apabila total aktiva lebih banyak daripada total kewajibannya maka dapat
diketahui bahwa perusahaan tersebut dapat memenuhi kewajibannya dan
potensi kegagalan usahanya atau potensi kebangkrutannya kecil begitupun
sebaliknya jika total kewajibannya lebih besar dari total aktivanya maka
perusahaan dapat mengalami kegagalan usaha atau potensi kebangkrutan
besar karena perusahaan tidak mampu membayar
kewajiban-kewajibannya.
Analisis rasio menggunakan analisis Altman Z-Score sudah
terbukti dapat digunakan untuik memprediksi potensi kebangkrutan
perusahaan. Hal ini dapat dijelaskan karena dalam formula Altman
tersebut mengkombinasikan beberapa rasio yang mengukur tingkat
likuiditas, aktivitas, profitabilitas suatu perusahaan.
Rasio-rasio tersebut antara lain working capital/total assets yang
mengukur tingkat likuiditas suatu perusahaan. Apakah perusahaan dapat
assets yang merupakan rasio profitabilitas yang mendeteksi atau mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dalam
periode tertentu. Dan rasio-rasio yang lain yang dikombinasikan sehingga
menghasilkan kesimpulan besar kecilnya potensi kebangkrutan perusahaan
tersebut.
Berdasarkan pemahaman di atas maka analisis Altman Z-Score
dapat digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan suatu
perusahaan perbankan. Salah satu pihak yang berkepentingan mengetahui
seberapa besar potensi kebangkrutan yang dimiliki perusahaan adalah para
calon investor saham. Para calon investor saham akan tertarik untuk
membeli saham jika saham yang ditanamkannya dalam perusahaan
tersebut menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi investor. Tingkat
keuntungan yang tinggi yang diharapkan oleh investor akan terpenuhi jika
perusahaan mampu menghasilkan profit yang tinggi pula dalam
perusahaan. Profit yang tinggi akan mencerminkan kinerja yang baik dari
manajemen perusahaan dan akan mampu mempertahankan going
concernnya. Jika potensi kebangkrutan perusahaan bernilai besar maka dapat dimungkinkan bahwa calon investor kurang tertarik untuk
menanamkan sahamnya di perusahaan itu karena investor tidak mau
dibebani kerugian karena colapsnya perusahaan. Oleh karena harga saham
tergantung dari kekuatan permintaan dan penawaran pasar maka jika
permintaan saham berkurang harga saham akan turun pula. Sehingga dapat
Altman Z-Score semakin besar maka harga saham di pasar bursa akan
Laporan Keuangan
Working Capital To Total Assets
Retained
Sales to Total Assets
Perhitungan Model Altman Z-Score
BANGKRUT
2.5 Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu
hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk
melakukan pengecekannya. (Sudjana, 2002 : 219) Masih menurut Sudjana,
jika asumsi atau dugaan itu dikhususkan mengenai populasi umumnya
mengenai nilai parameter populasi maka hipotesis itu disebut sebagai
hipotesis statistik.
Berdasarkan kerangka berfikir diatas maka peneliti mengajukan
hipotesis penelitian yaitu bahwa nilai potensi kebangkrutan yang diperoleh
dengan menggunakan Altman Z-Score berhubungan dengan harga saham
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Objek Dan Subjek Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah potensi
kebangkrutan dan harga saham dari perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta
3.1.2 Subjek Penelitian
Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian
(Arikunto,1998:115). Subjek penelitian ini adalah laporan
keuangan perusahaan-perusahaan perbankan yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta periode 1999, 2000, 2001, 2002, 2003. Sampel
adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan menggunakan
cara-cara tertentu (Sudjana,2002:161).
Kriteria pengambilan sample dalam penelitian ini adalah :
1) Mengeluarkan annual report.
2) First issue mulai tahun 1999 atau sebelumnya.
3) Saham terus diperdagangkan selama tahun penelitian,
4) Data lengkap.
Perusahaan-perusahaan yang menjadi sampelnya adalah :
1) PT Bank Bali Tbk
2) PT Bank CIC International Tbk
3) PT Bank Danamon Tbk
5) PT Bank Global Internasional Tbk
6) PT Bank Internasional Indonesia Tbk
7) PT Bank Inter-Pasific Tbk
8) PT Bank Lippo Tbk
9) PT Bank Mayapada Internasional Tbk
10) PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
11) PT Bank Niaga Tbk
12) PT Bank NISP Tbk
13) PT Bank Panin Indonesia Tbk
14) PT Bank Permata Tbk
15) PT Bank Pikko Tbk
16) PT Bank Victoria International Tbk
17) PT Bank Universal Tbk
18) PT Bank Unibank Tbk
Sumber : Indonesian Capital Market Directory 2001 dan 2004
3.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang
menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,1998:99) Penelitian ini
menggunakan variabel-variabel sebagai berikut :
3.2.1 Z-Score
Z-Score adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar kali
nisbah-nisbah keuangan yang akan menunjukkan tingkat
kemungkinan kebangkrutan bank.
Dengan sub variabel :
a. Working Capital / Total Assets
Merupakan rasio yang mendeteksi likuiditas yang mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya dari total aktiva dan posisi modal kerja. Working
perusahaan-perusahaan perbankan disini adalah terdiri dari cash on hand
and banks, placement in other banks,notes and securities, loans dan investment (Santoso,1997:90). Dan current liabilities disini terdiri dari demand deposit, time deposit, dan saving deposit.
Sedangkan total assest adalah semua assets yang ada di dalam
perusahaan tersebut.
b. Retained Earning / Total Assets
Rasio ini merupakan rasio profitabilitas yang mendeteksi atau
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan dalam periode tertentu. Retained earning adalah
laba ditahan dan total assest adalah semua assets yang ada di
dalam perusahaan tersebut.
c. Earrning Before Interest and Tax / Total Assets
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba dari aktiva yang digunakan atau untuk
mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam
keseluruhan aktiva untuk memperoleh keuntungan bagi semua
investor termasuk pemegang saham dan obligasi. EBIT
(Earning Before Interest and Tax) adalah operating income
yang diperoleh perusahaan tersebut. Sedangkan total assest
d. Market Value of Equity / Book Value of Debt
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam
memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modalnya
sendiri. Market Value of Equity disini adalah closing price
tahunan dikali dengan total share tahunan dan Book Value of
Total Debt adalah keseluruhan utang baik lancar maupun jangka panjang.
e. Sales / Total Assets
Rasio ini merupakan rasio yang mengukur aktivitas
perusahaan. Sales disini yang dipakai pada perusahaan
perbankan adalah revenue. Sedangkan total assest adalah
semua assets yang ada di dalam perusahaan tersebut.
3.2.2 Harga Saham
Saham adalah tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas
(Indriyo,2002:265). Harga saham merupakan penerimaan besarnya
pengorbanan yang harus dilakukan oleh setiap investor untuk
penyertaan dalam perusahaan. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan nilai saham jenis market price yaitu harga saham
pasar penutupan (closing price) selama satu semester ke depan
3.3 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data dapat
diperoleh. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dokumentasi
sehingga dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data, sedang isi
catatan adalah subjek penelitian atau variabel penelitian
(Arikunto,1998:114) Sumber data yang digunakan adalah informasi
laporan keuangan pada tahun 1999, 2000, 2001, 2002 dan 2003.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan
peneliti adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah mencari
data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan
sebagainya. (Arikunto,1998:236)
Dalam penelitian ini metode dokumentasi yang digunakan adalah
mencari data mengenai variabel yang berupa laporan keuangan serta
buku-buku yang menunjang penelitian.
3.5 Metode Analisis dan Pengolahan Data 3.5.1 Metode Analisis Data
1. Model Altman Z-Score
Dalam penelitian ini digunakan Model Altman untuk
memprediksi potensi kebangkrutan perusahaan perbankan.
Z-Score = 0,717 WC/TA + 0,847 RE/TA + 3,107 EBIT/TA 0,420 MVE/BVD + 0,998 S/TA
Keterangan :
a. WC : Working Capital
b. TA : Total Assets
c. RE : Retained Earning
d. EBIT : Earning Before Interest and Taxes
e. MVE : Market Value of Equity
f. BVD : Book Value of Total Debt
g. S : Sales
Dari hasil analisa dengan model Altman akan diperoleh
nilai Z-Score yang akan menjelaskan kondisi perusahaan yang
dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu :
a. Apabila nilai Z-Score diatas 2,90 (Z-Score > 2,90)
diklasifikasikan sebagai perusahaan yang sehat
b. Apabila nilai Score antara 1,20 sampai 2,90 (1,20 <
Z-Score < 2,90) perusahaan berada dalam daerah kelabu (grey
area)
c. Apabila nilai Z-Score dibawah 1,20 (Z-Score < 1,20)
diklasifikasikan sebagai perusahaan yang berpotensi
2. Uji Normalitas Data
malitas data penelitian adalah untuk
mengu
satu u
3. Korelasi Product Moment
penelitian korelasi karena
bertuju
i berguna untuk menentukan suatu
besaran
diguna
Pengujian nor
ji apakah model statistik variabel-variabel penelitian
berdistribusi normal atau tidak normal. Pengujian normalitas
data pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov Smirnov.
Uji satu sample Kolmogorov Smirnov merupakan salah
ji untuk kebaik-sesuaian (goodness of fit). Uji ini
digunakan untuk membandingkan tingkat kesesuaian sample
dengan suatu distribusi tertentu yaitu normal, uniform, poison
atau eksponental (Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 12
:2004)
Analisis
Penelitian ini termasuk dalam
an untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan
apabila ada berapa eratnya hubungan itu dan berarti atau
tidaknya hubungan itu.
Analisis korelas
yang menyatakan bagaimana kuatnya hubungan suatu
variabel dengan variabel lain. Jadi tidak mempersoalkan
apakah suatu variabel tertentu tergantung kepada variabel lain.
Koefisien korelasi adalah suatu alat statistik, yang dapat
kan untuk membandingkan hasil pengukuran dua
antar variabel. (Arikunto,1998:251). Dalam penelitian ini
digunakan korelasi product moment untuk menentukan
hubungan antara dua variable interval. Rumus korelasi product
moment adalah sebagai berikut :
(
)( )
et h nilai r, lalu dikonsultasikan ke Tabel r
ilai r > 0 artinya telah terjadi hubungan yang linear
(2) ngan yang linier
negative yaitu makin kecil nilai variabel X maka makin
besar nilai variabel Y dan sebaliknya K
– Product Moment. Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1
sampai +1 yang kriteria pemanfaatannya dijelaskan sebagai
berikut :
(1) Jika n
positif yaitu makin besar nilai variabel X maka semakin
besar pula nilai variable Y dan sebaliknya
(3) Jika nilai r = 0 artinya tidak ada hubungan sama sekali
antara variabel X dan variable Y
Jika nilai r =1 atau r = -1 artinya te
(4) lah terjadi hubungan
ke angka 0 maka garis
nilai r. Interpretasi linier sempurna yaitu berupa garis lurus sedangkan untuk
nilai r yang makin mengarah
semakin tidak lurus. (Umar,2001:154)
Menurut Arikunto (2002 :245) ada cara lain yang lebih
sederhana yaitu dengan menggunakan interpretasi teradap
koefisien korelasi yang diperole atau
tersebut adalah sebagai berikut
Tabel Interpretasi Nilai r
Besarnya Nilai r Interpretasi
Antara 0,800 – 1,00 Tin
Antara 0,200 – 0,400
Antara 0,000 – 0,200
Besarnya koefisien determinasi besarnya
oefisien korelasi. Besarnya koefisien determinasi (r2) adalah
n korelasi. (Algifari,1997:150) ien Determinasi
dapat ditentukan dari
k
5. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian menggunakan uji t
dengan rumus :
Selanjutnya untuk taraf nyata = α, maka hipotesis kita
terima –t(1-1/2α) < t < t(1-½α) dimana distribusi t yang
digunakan ya Ho kita
tolak. B
3.5.2 Me
mendeskripsikan hasil pengolahan data, peneliti menggunakan
dengan komputer dengan aplikasi
Micros
t =
jika
mempunyai dk = (n-2). Dalam hal lainn
entuk alternative untuk menguji hipotesis Ho bisa H1 : ρ
> 0 atau H1 : ρ < 0. Dalam hal pertama merupakan uji pihak
kanan sedangkan yang kedua merupakan uji pihak kiri.
(Sudjana,2002:380)
tode Pengolahan Data
Untuk memudahkan peneliti dalam pengolahan data dan
metode pengolahan data
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Perusahaan
Objek penelitian yang oleh peneliti adalah
perusahaan-perusahaan rta tahun 1999
03. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT Bank
CIC
ank CIC Tbk mengoperasikan 18 kantor cabang,
11 ka
diambil
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jaka
sampai dengan tahun 20
Tbk, PT Bank Danamon Tbk, PT Bank Danpac Tbk, PT Bank Global
International Tbk, PT Bank International Indonesia Tbk, PT Bank
Inter-Pasific Tbk, PT Bank Lippo Tbk, PT Bank Mayapada Tbk, PT Bank
Negara Indonesia Tbk, PT Bank Niaga Tbk, PT Bank NISP Tbk, PT Bank
Pan Indonesia Tbk, PT Bank Permata Tbk, PT Bank Pikko Tbk, PT Bank
Universal Tbk, PT Bank Bali Tbk, PT Bank Unibank Tbk,dan PT Bank
Victoria International Tbk.
PT Bank CIC Tbk bertempat di Gedung Sentral Senayan Lt 16 Jl Asia
Afrika No 8 Senayan Jakarta 10270. Perusahaan ini didirikan pada tahun
1989. Sampai saat ini PT B
ntor cabang pembantu dan 8 kantor kas. PT Bank Danamon bertempat
di Menara Bank Danamon di Jl Prof. DR Satrio Kav. E4/6 Mega Kuningan
Jakarta 12940. Status Perusahaan sebagai Badan Usaha Milik Negara.
Perusahaan ini berdiri pada Juli 1956 dan menerima ijin sebagai bank umum
pada bulan September 1956. Perusahaan ini tumbuh dengan cepat hingga
menjadi bank swasta terbesar kedua di Indonesia pada pertengahan tahun
PT Bank Danpac Tbk bertempat di Wisma Bank Dharmala Lt 2 Jl
Jenderal Sudirman Kav.28 Jakarta 12920. Perusahaan ini sebelumnya
dikenal denga nama Bank Dwima Surabaya yang berdiri pada tahun 1991 di
Surab
angnya
di Su
aya dan mulai beroperasi dengan nama tersebut pada bulan April 1997.
PT Bank Global International Tbk bertempat di Menara Global Lt 3 Jl Gatot
Subroto Kav 27 Jakarta 12950. Bank ini berdiri pada tanggal 22 Agustus
1992. Pada bulan September 1997 menerima sertifikat ISO9001 dari SGS
International Certification Service. PT Bank International Indonesia Tbk
bertempat di Plaza BII-Mangga Dua Lt 6. Jl MH Thamrin Kav 22 Jakarta
10350. Perusahaan ini didirikan tahun 1959. Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
pada tahun 1989 dan menjadi salah satu bank terbesar di Indonesia.
PT Bank Mayapada Internatioanl Tbk bertempat di Gedung Arthaloka
Ground Lt 1. Jl Jend. Sudirman Kav 2 Jakarta 10220. Perusahaan ini
didirikan di Jakarta pada tahun 1989. Bank ini membuka kantor cab
rabaya, Semarang, Solo dan Denpasar. Untuk memudahkan para
nasabahnya bank ini juga membuka homepage di www.bankmayapada.com
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk bertempat di Gedung BNI Lt 29 Jl
Jend. Sudirman Kav. 1 Jakarta 10220. Perusahaan ini didirikan pada Juli
1946. Pada mulanya bank ini difungsikan sebagai bank sentral. Namun pada
tahun 1949 di Konferensi Meja Bundar, pemerintah Indonesia dan Belanda
setuju untuk mengubah fungsi bank ini menjadi bank umum. Pada tanggal
25 November 1996 Bank BNI menjadi bank pertama yang dimiliki public
pertengahan tahun 1997 Bank BNI tidak mampu menghindari efek negative
dari krisis ekonomi Asia. Hal ini dapat dilihat dari kerugian yang signifikan
pada tahun 1998 dan tahun 1999 dengan faktor utama adalah masalah
pinjaman dan negative spread.
PT Bank Niaga Tbk bertempat di Gedung Graham Niaga Lt 10 Jl.
Jend. Sudirman Kav 58 Jakarta 12190. Perusahaan ini mulai beroperasi
sebagai bank tunggal tahun 1955 dan mendapat ijin untuk beroperasi dalam
transaksi asing pada tahun 1974. Akhir tahun 1995 perusahaan ini memiliki
57 kantor cabang di seluruh Indonesia. PT Bank NISP Tbk bertempat di Jl
Cibeunying Selatan No 31 Bandung 40114. Bank ini berdiri pada tahun
1941 di Bandung. Pertama kali sebagai bank tabungan. Menerima status
sebagai bank umum pada tahun 1967. Pada tahun 1972 bergabung secara
keuangan dengan Daiwa Bank Jepang. PT Bank Pikko Tbk bertempat di
kompleks Mangga Dua Plaza Blok H 1-3 Jl Mangga Dua Raya Jakarta
10730. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1968 dengan nama PT Bank
Maharaja Makmur. Pada tahun 1996 bank ini mendapat ijin dalam foreign
exchange transaction dan tiga bulan kemudian berganti nama menjadi nama yang sekarang. Bank ini beroperasi dengan memiliki 15 kantor cabang yang
tersebar di Jakarta, Palembang, Sungailiat, Surabaya dan Makasar. PT Bank
Pan Indonesia Tbk bertempat di Gedung Bank Panin Pusat Jl Jend.
Sudirman Kav 1 Senayan Jakarta 10270 PO BOX 4413 Jakarta 11044.
Perusahaan ini didirikan pada tahun 1971 sebagai merger dari tiga bank
Kemakmuran dan PT Industri Djaja Indonesia. Pada tahun 1972 mendapat
ijin beroperasi sebagai bank devisa.
PT Bank Victoria International Tbk bertempat di Gedung Bank Panin
Senayan Lantai Dasar Jl. Jend Sudirman No 1 Jakarta 10270. Perusahaan ini
dibangun di Jakarta pada tahun 1992 dan sampai sekarang masih tidak
memiliki branch office dan akan membuka di beberapa wilayah seperti
Surabaya, Bandung, Medan, Semarang dan Ujung Pandang. PT Bank
Inter-Pasific Tbk bertempat di Wisma Metropolitan II Lt. 9 Jl Jend. Sudirman
KAv 31 Jakarta 12920. PT Bank Inter-Pasific (Interpac Bank) adalah bank
umum gabungan antara Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan The Sanwa Bank
Limited dan Credit Commercial de France. Sebelum dikenal sebagai PT
Bank Inter-Pasific, bank ini bernama PT Inter-Pasific Financial Corporation
pada 24 Februari 1993. Perusahaan menjadi go public pada bulan Agustus
1990 dengan mendaftar di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya dengan lima
juta sahamnya. PT Bank Lippo Tbk bertempat di Gedung Menara Asia Jl
Diponegoro No. 101 Lippo Karawaci Tangerang 15810. Perusahaan ini
didirikan pada tahun 1948 dengan nama NV Bank Perniagaan Indonesia.
Pada tahun 1987 bank ini merger dengan PT Central Commercial Bank dan
pada tahun 1989 merger dengan PT Bank Umum Asia. Pada tahun yang
sama bank ini diijinkan untuk beroperasi sebagai foreign exchange bank.
Pada tahun 1999 mendapatkan sertifikat ISO 9002 untuk jasa dan operasi
kartu kredit. Perusahaan ini juga sukses mengeluarkan produk kartu debit
4.2
itian ini adalah menggunakan
a penelitiannya pada tahun 1983 yaitu :
Z-S
ungkinan kebangkrutan bank. Formula Z-score ini terdiri dari
beberapa
Work
ilities. Sedangkan current assets pada adalah terdiri dari cash Deskripsi Variabel Penelitian
4.2.1 Altman Z-Score
Variabel pertama dari penel
variabel dari Altman pad
core = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,10X3 +0,420X4+ 0,998X5
Z-score adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar
kali nisbah-nisbah keuangan yang akan menunjukkan tingkat
kem
variabel yaitu X1 sampai dengan X5.
Adapun uraian dari variabel variabel tersebut adalah
sebagai berikut
a. X1 yaitu Working Capital/ Total Assets
ing capital disini dihitung dari selisih antara current assets dan current liab
perusahaan-perusahaan perbankan disini
b.
han dan total assest adalah
emua assets yang ada di dalam perusahaan tersebut.
/Total Assets
seb n rupiah), dan total assets terendah
diperoleh
X2 yaitu Retained Earning/Total Assets
Retained earning adalah laba dita s
c. X3 yaitu Earning Before Interest and Tax
EBIT (Earning Before Interest and Tax) adalah operating income
yang diperoleh perusahaan tersebut. Sedangkan to
adalah semua assets yang ada di dalam perusahaan ters
X4 yaitu Market Value of Equity/Book Value of Total Debt
Market Value of Equity disini adalah closing price tahunan dikali dengan total share tahunan dan Book Value of Total Debt ada
keseluruhan utang baik lancar maupun jangka panjang.
X5 yaitu Sales/Total Assets
Sales disini yang dipakai pada perusahaan perbankan adalah revenue. Sedangkan total assest adalah semua assets ya
dalam perusahaan tersebut.
Pada tahun 1999 total asset tertinggi dipegang oleh PT
k Negara Indonesia (Persero) dengan jumlah total assetsnya
esar 97.717.803 (dalam jutaa
PT Bank Danpac Tbk yaitu sebesar 312.542 (dalam jutaan
rupiah). Pada tahun 2000 total assets tertinggi masih dipegang oleh
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 117.880.337
(dalam jutaan rupiah) dan total assets terendah diperoleh PT Bank