• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Karakter Anak Usia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Strategi Pengembangan Karakter Anak Usia"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Strategi Pengembangan Karakter Anak Usia Taman

Kanak-Kanak

Faridatul Farihah1 Abstract

Character education is a system planting the values of the characters in the learnes which includes components: awareness, understanding, caring, and high commitment to carry out those value, both of God Almighty, myself, fellow, environment, and the community and the overall so to be perfect man in accordance with the nature. Problem formulation that can be taken that is, what sense strategy? What sense character, understanding early childhood? Strategy character development early childhood. Strategy character development implemented through two approacges that is, the process of intervention and habituation.

Keywords : strategy, character education, early childhood Abstrak

Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter pada peserta didik yang meliputi komponen: kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang tingi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan sehingga menjadi manusia sempurna sesuai dengan kodratnya. Rumusan masalah yang dapat di ambil yaitu, apa pengertian strategi ?, apa pengertian karakter ?, pengertian anak usia dini ?, strategi pengembangan karakter anak usia dini. Strategi pengembangan karakter dilaksanakan melalui dua pendekatan yaitu, proses intervensi dan pembiasaan.

Kata Kunci : strategi, pendidikan karakter, anak usia dini

Pendahuluan

Pendidikan karakter akan sangat tepat jika diimplementasikan sejak dini, yaitu sejak anak belajar di lembaga PAUD seperti Kelompok Bermain (KB), Taman Kanak-Kanak (TK) atau Raudhatul Athfal (RA). Namun sungguh disayangkan, implementasi pendidikan karakter di lembaga PAUD seperti di KB, TK maupun RA masih belum optimal. Hal itu dikarenakan implementasi pendidikan karakter di lembaga PAUD tengah

1Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini STAIN PAMEKASAN,

(2)

mengalami problem metodologis, problem aksiologis, dan problem epistemologis. Selain itu, masih ada TK/RA yang di manage belum optimal. Pendidikan karakter anak usia dini sangat dipengaruhi oleh kegiatan manajemen yang dipraktikkan oleh mereka.2

Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter pada peserta didik yang meliputi komponen: kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang tingi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Allah Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan sehingga menjadi manusia sempurna sesuai dengan kodratnya.3

Pendidikan karakter sebagai suatu proses pendidikan secara holistis yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan. Lebih jauh, Sri Judiani mengemukakan bahwa pendidikan karakter ialah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter pada peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif.4

Dari latar belakang di atas dapat di ambil beberapa rumusan masalah, pertama apa pengertian strategi ?, kedua apa pengertian karakter ?, ketiga pengertian anak usia dini ?, keempat strategi pengembangan karakter anak usia dini ?.

Tujuan penelitian ini adalah yang pertama untuk mengetahui apa pengertian strategi, kedua untuk mengetahui pengertian karakter, yang ketiga untuk mengetahui pengertian anak usia dini, dan yang keempat untuk mengetahui strategi pengembangan karakter anak usia dini.

Pembahasan

Kata strategi berasal dari bahasa Yunani “strategos” yang berasal dari “stratos” yang berarti militer dan ‘ag’ yang berarti memimpin. Strategi dalam konteks awalnya diartikan sebagai generalship atau sesuatu yang dikerjakan oleh para Jendral dalam membuat rencana untuk menaklukkan dan memenangkan perang.5 Hal senada juga disampaikan oleh seorang ahli bernama Clauswitz yang menyatakan bahwa strategi merupakan seni pertempuran untuk memenangkan perang. Strategi secara umum didefinisikan sebagai cara mencapai tujuan. Strategi terdiri dari aktivitas-aktivitas penting yang diperlukan untuk mencapai tujuan.6 Definisi lain pengertian strategi menurut David Hunger dan Thomas Wheleen adalah rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi akan memaksimalkan keunggulan kompetitif dan meminimalkan keterbatasan bersaing.7

Secara etimologi istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, yaitu Karasso yang berarti cetak biru, format dasar, dan sidik seperti dalam sidik jari. Dalam hal ini karakter

2 Najib, Manajemen Strategik Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini (Yogyakarta: Gava

Media,2016), hlm.5.

3 Muhammad Fadlillah, dan Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini

(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2003), hlm.23.

4 Ibid.

5 Husni Mubarok, Manajemen Strategi. (Tadris: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 12 No.2, 2017),

hlm. 10

6 Arif Yusuf Hamali, Pemahaman Strategi Bisnis dan Kewirausahaan. (Tadris: Jurnal Pendidikan,

Vol.12 No.2, 2017), hlm. 25

7 David Hunger dan Thomas Wheleen, Manajemen Strategis (Tadris: Jurnal Pendidikan Islam,

(3)

diartikan sebagai sesuatu yang tidak dapat dikuasai oleh intervensi manusiawi, seperti ganasnya laut dengan gelombang pasang dan angin yang menyertainya. Pendapat lain menyebutkan bahwa karakter berarti to mark (menandai) dan memfokuskan, bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Sementara menurut Kamus Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai watak, tabiat, pembawaan, dan kebiasaan. Pengertian ini sejalan denga uraian Pusat Bahasa Depdiknas yang mengartikan karakter sebagai bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak.

Dalam pandangan agama (islam), anak merupakan amanah (titipan) Allah Swt. Yang harus dijaga, dirawat, dan dipelihara dengan sebaik-baiknya oleh setiap orangtua. Sejak lahir anak telah diberikan berbagai potensi yang dapat dikembangkan sebagai penunjang kehidupannya di masa depan. Bila potensi-potensi ini tidak diperhatikan, nantinya anak akan mengalami hambatan-hambatan dalam pertumbuhan maupun perkembangannya.8

Dalam pasal 28 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20/2003 ayat 1, disebutkan bahwa yang termasuk anak usia dini adalah anak yang masuk dalam rentang usia 0-6 tahun. Menurut kajian rumpun ilmu PAUD dan penyelenggaraannya dibeberapa negara PAUD dilaksanakan sejak 0-8 tahun. Bredekamp membagi anak usia dini menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok bayi hingga 2 tahun, kelompok 3 hingga 5 tahu, dan kelompok 6 hingga 8 tahun. Berdasarkan keunikan dan perkembangannya, anak usia dini terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu masa bayi lahir sampai 12 bulan, masa batita (toddler) usia 1-3 tahun, masa prasekolah usia 3-6 tahun, dan masa kelas awal 6-8 tahun.9 Anak usia dini merupakan pribadi yang memiliki karakter yang sangat unik. Keunikan karakter tersebut membuat orang dewasa menjadi kagum dan terhibur melihat tingkah laku yang lucu dan menggemaskan. Akan tetapi, tidak sedikit pula orang merasa kesal dengan tingkah laku anak yang dianggapnya nakal dan susah diatur. Disebabkan karakter-karakter itulah yang akan menjadi pusat perhatian untuk dikembangkan dan diarahkan menjadi karakter yang positif.10

Strategi pengembangan karakter dilaksanakan melelui dua pendekatan yaitu, proses intervensi dan pembiasaan. Proses intervensi dikembangkan dan dilaksanakan melalui kegiatan belajar mengajar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentukan karakter dengan menerapkan berbagai kegiatan terstruktur. Sedangkan melalui proses pembiasaan atau habituasi, diciptakan dan ditumbuhkan aneka situasi dan kondisi yang berisi aneka penguatan yang memungkinkan siswa di sekolah, dirumah, dan dilingkungan masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai nilai yang diharapkan.

1. Intervensi

Menanamkan nilai-nilai keagamaan dan budaya luhur. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Nilai-nilai keluhuran budaya, kejujuran, kebersamaan, pengorbanan dan kerja keras sesuai tuntutan ilahi, turut mewarnai perilaku masyarakat Indonesia sejak jaman dahulu. Sikap sopan santun, ramah, suka menolong sesama dan hormat kepada yang lain merupakan sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya.

Pembelajaran yang bersifat pembiasaan dan aplikatif lebih dijadikan acuan daripada Budaya sekolah lainnya yang juga ditumbuhkan adalah keteladanan diberikan

(4)

apabila siswa bertemu dengan guru maupun dengan teman lainnya, terbiasa bersikap ramah, senyum, mengucap salam dan menyapa dengan bahasa yang baik. Ajakan untuk selalu sabar jika mendapat kesulitan dan selalu bersyukur jika mendapat kenikmatan turut membangun karakter anak. Hal ini dilakukan melalui aneka permainan, nyanyian, cerita teladan, dan juga pembiasaaan.

Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan. Membangun karakter hanya bisa dilakukan apabila lingkungan belajar di sekolah. Sekolah adalah tempat untuk bersenang-senang, dimana anak merasa nyaman, merasa senang di sekolah sehingga proses belajar menjadi efektif. Jika sekolah adalah tempat yang menyenangkan, otak anak akan sangat terangsang untuk bisa berkembang dengan baik. Sehingga, selain anak cepat menyerap pelajarannya, karakter anak juga akan terbentuk dengan bagus. Oleh karena itu, agar karakter anak terbentuk, iklim sekolah harus diciptakan sedemikian rupa sehingga anak-anak semangat untuk belajar. Beberapa cara yang dapat dilakukan agar sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak, serta menjadi lingkungan yang kondusif untuk membangun karakter anak didik, diantaranya sebagai berikut:

Pola pembelajaran di sekolah menggunakan paradigma “student centre” dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip: Belajar sangat penting dan sangat menyenangkan. Anak patut dihargai dan disayangi sebagai pribadi yang unik. Anak hendaknya menjadi pelajar yang aktif. Mereka perlu didorong untuk membawa pengalaman, gagasan, minat, dan bahan mereka dikelas. Anak perlu merasa nyaman dan memiliki kebanggaan di kelas. Ruang kelas adalah milik anak dan mereka dilibatkan untuk mengatur. Contohnya, ruang kelas dibuat semenarik mungkin dan merangsang secara visual, dengan cara diisi berbagai hasil.

Konsep Pembelajaran Integratif (Integrated Learning). Kegiatan pembelajaran pada anak juga senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak pada usia dini sedang membutuhkan proses belajar untuk mengoptimalkan semua aspek perkembangannya. Stimulasi harus diberikan secara terpadu sehingga seluruh aspek perkembangan dapat berkembang secara berkelanjutan. Contohnya, jika anak melakukan kegiatan makan siang bersama dan dilanjutkan dengan pembelajaran cuci piring. Kegiatan yang dilakukan dengan pendampingan guru ini, sekaligus menanamkan nilai-nilai karakter kemandirian, religius, disiplin dan tanggung jawab. Serta membudayakan cuci piring sebagai media pembelajaran siswa.

Bermain sambil Belajar. Melalui pembelajaran joyfull learning anak belajar dalam suasana bermain. Inti pendekatan ini meyakini bahwa anak akan melakukan segala sesuatu secara maksimal apabila anak suka dan paham benar apa manfaat bagi dirinya.

Berdasarkan hal tersebut, bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan pembelajaran di prasekolah. Kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh para guru hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan, dengan menggunakan strategi dan metode, materi/bahan ajar, dan media yang menarik serta mudah diikuti oleh anak. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak. Ketika bermain, anak membangun pengertian yang berkaitan dengan pengalamannya. Penanaman nilai-nilai budi pekerti, melalui pementasan panggung boneka, kegiatan bermain peran dan aktivitas lain yang menyenangkan bagi anak.

(5)

belajar di ruang terbuka, alam bebas maupun di arena bermain edukatif. Di dalam konteks alam modern, anak tetap perlu dikenalkan dengan alam yang mengitarinya. Anak perlu diajak memasuki alamnya, mengakrabkan kembali dengan habitat dan kehidupan sosialnya.

2. Pembiasan

Penanaman nilai-nilai karakter memerlukan pembiasaan. Artinya sejak usia dini, anak mulai dibiasakan mengenal perilaku atau tindakan yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dilakukan mana yang tidak sehingga diharapkan selanjutnya menjadi sebuah kebiasaan (habitat). Perlahan-lahan sikap/nilai-nilai luhur yang ditanamkan tersebut akan terinternalisasi kedalam dirinya dan membentuk kesadaran sikap dan tindakan sampai usia dewasa.

Kegiatan rutin di sekolah. Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan anak terus menerus dan konsisten setiap saat. Karakter erat kaitannya dengan habitat atau kebiasaan yang kerap dimanifestasikan dalam tingkah laku. Berhubung karakter adalah habit atau kebiasaan, maka membentuk karakter memerlukan latihan yang terus menerus. Karakter adalah ibarat “otot”, dimana “otot-otot” karakter anak menjadi lembek apabila tidak pernah dilatih, dan akan kuat dan kokoh kalau sering dipakai. Seperti seorang binaragawan yang terus menerus berlatih untuk membentuk ototnya, “otot-otot” karakter juga akan terbentuk dengan praktek-praktek latihan yang akhirnya akan menjadi kebiasaan.

Contoh kegiatan ini adalah, pembiasaan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga kependidikan, atau teman. Melalui kegiatan beribadah bersama atau shalat bersama, berdo’a waktu mulai dan selesai kegiatan. Pembiasaan hidup bersih dan sehat dilakukan dengan pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain), budaya cuci tangan, budaya menggosok gigi, serta aksi bersih-bersih lingkungan yang rutin dilakukan di sekolah. Kemandirian juga ditanamkan dengan pembiasaan menata sepatu dan tas pada tempatnya, mengembalikan dan merapikan alat bermain setelah digunakan, belajar makan dan mencuci makan sendiri, agar perlahan-lahan membentuk kesadaran sikap dan menjadi habit sampai usia dewasa.

Keteladanan, keteladanan adalah perilaku dan sikap guru tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi anak untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar anak berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter bangsa maka guru dan tenag kependidikan lainnya adalah orang-orang yang pertama dan utama memberikan contoh berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan.

Anak-anak pada usia 4-6 tahun, sudah dapat menerima pandangan orang lai, terutama orang dewasa. Anak bisa menghormati otoritas dan sangat mempercayai orang tua/guru, sehingga penekanan pentingnya perilaku baik dan sopan akan sangat efektif.

Pengkondisian,untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai dan karakter yang diinginkan. Misalnya membiasakan toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, slogan yang berisi ajakan baik, sekolah terlihat rapi dan alat-alat permainan ditempatkan dengan teratur.11

(6)

Kesimpulan

Strategi secara umum didefinisikan sebagai cara mencapai tujuan. Strategi terdiri dari aktivitas-aktivitas penting yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Karakter diartikan sebagai sesuatu yang tidak dapat dikuasai oleh intervensi manusiawi, seperti ganasnya laut dengan gelombang pasang dan angin yang menyertainya.

Anak usia dini merupakan pribadi yang memiliki karakter yang sangat unik. Keunikan karakter tersebut membuat orang dewasa menjadi kagum dan terhibur melihat tingkah laku yang lucu dan menggemaskan.

Strategi pengembangan karakter dilaksanakan melelui dua pendekatan yaitu, proses intervensi dan pembiasaan. Proses intervensi dikembangkan dan dilaksanakan melalui kegiatan belajar mengajar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentukan karakter dengan menerapkan berbagai kegiatan terstruktur. Sedangkan melalui proses pembiasaan atau habituasi, diciptakan dan ditumbuhkan aneka situasi dan kondisi yang berisi aneka penguatan yang memungkinkan siswa di sekolah, dirumah, dan dilingkungan masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai nilai yang diharapkan.

Daftar Pustaka

(7)

Hunger, David dan Thomas Wheleen. Manajemen Strategis. Tadris: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 12 No. 2, 2017

Mubarok, Husni. Manajemen Strategi. Tadris: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 12 No. 2, 2017.

Mulyasa, Manajemen Paud. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012.

Najib, Manajemen Strategik Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini. Yogyakarta: Gava Media, 2016.

Ramli, Pendidikan Karakter. Bandung: Angkasa, 2003

Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013.

Referensi

Dokumen terkait

siswa menyelesaikan soal cerita materi perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, dibantu lembar

Sebagai bagian dari kebijakan peningkatan mutu, relevansi, dan manfaat penelitian akan dilaksanakan dalam 2 (dua) program yang yaitu: pertama, peningkatan kualitas

Berdasarkan bahasan di atas dimana saat ini media sosial menjadi salah satu sumber informasi yang melekat pada mayarakat, maka para aktor politik, khususnya Cagub

Semua kegiatan kami kelola dan pertangungjawabkan sejak tahun 2013 sudah kami publikasikan sehingga kami berharap semua lapisan masyarakat bisa mengawasi dan mengontrol

Metode Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tekanan darah pada anak dan riwayat pemberian air susu (ASI, ASI+PASI, PASI) pada siswa-siswi Sekolah

Hasil Penelitian adalah sebagai berikut: (1) terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis assesmen

Relevansi teori TAM3 dalam penelitian ini untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi penerimaan teknologi informasi yaitu aplikasi dan website Shopee oleh pengguna teknologi

4.4.4 Grafik Hubungan Antara Putaran Poros dan Daya Mekanis Untuk Tiga Variasi Kecepatan Angin Data dari Tabel 4.4, Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 yang sudah diperoleh pada