• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Subsektor Peternakan Terhadap Pert

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Subsektor Peternakan Terhadap Pert"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Subsektor Peternakan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Gorontalo1

Ari Abdul Rouf dan Soimah Munawaroh

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo, Jl. Kopi No. 270, Gorontalo E-mail : ariabdrouf@gmail.com

ABSTRACT

The Role of Livestock Subsector on Economic Growth of Gorontalo Province

Based on Gross Regional Domestic Product Growth, livestock sector has significant contribution on regional economic growth.This research was done to determine superior subsector and to measure level of role livestock subsector on regional economy growth. According to Location Quotient analysis, all agricultural subsector are superior commodity because score LQ are more than one. Livestock subsector has highest score that is 2,8.

Key words : Agriculture, Livestock, Location Quotient and economic growth

ABSTRAK

Berdasarkan pertumbuhan produk domestik bruto regional sektor peternakan memiliki kontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengkajian ini dilakukan untuk menentukan subsektor unggulan dan mengukur peranan subsektor peternakan terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan analisis LQ maka semua subsektor pertanian di Provinsi Gorontalo merupakan komoditas unggulan dengan nilai lebih dari satu. Subsektor peternakan ditahun 2011 memiliki nilai LQ tertinggi sebesar 2,8.

Kata kunci : Pertanian, Peternakan, Location Quotient dan pertumbuhan ekonomi

1. PENDAHULUAN

Provinsi Gorontalo merupakan contoh nyata bahwa sektor pertanian masih dapat

diandalkan menjadi sumber pertumbuhan (Pranadji 2008). Fakta menunjukan bahwa produk

domestik regional bruto (PDRB) sektor pertanian Provinsi Gorontalo terus meningkat, jika di

tahun 2001 sebesar Rp 490.838 juta maka tahun 2011 meningkat menjadi Rp 885.109 juta atau

naik sebesar 80,3 persen. Pertumbuhan rata-rata PDRB sektor pertanian selama kurun waktu

2004-2011 sebesar 6,36 persen lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan rata-rata produk

domestic Bruto (PDB) sektor pertanian Indonesia sebesar 3,5 persen.

Subsektor peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian. Peran penting

subsektor peternakan Provinsi Gorontalo adalah penyumbang PDRB sebesar Rp 173 milyar di

tahun 2006 dan meningkat menjadi Rp 335 milyar di tahun 2010, penyedia lapangan pekerja

lebih dari 3,7 juta orang di tahun 2007 kemudian bertambah menjadi 4,1 juta orang di tahun

(2)

ketersediaan daging sebesar 1.857 ton di tahun 2008 meningkat menjadi 5.003 ton di tahun

2010 (Kementan 2011).

Selain memiliki peran penting seperti telah dijelaskan, subsektor peternakan juga

menghadapi berbagai kendala. Secara umum berbagai kendala yang dihadapi antara lain masih

tingginya ketergantungan impor input produksi seperti pakan dan bibit ayam ras dan sapi,

ketidakamampuan produksi domestik dalam memenuhi kebutuhan pangan khususnya daging

sapi serta mudah terjadinya penyebaran penyakit dan kurang terkendalinya kualitas produk

(Ilham, 2007). Secara khusus subsektor peternakan sapi potong di Provinsi Gorontalo

menghadapi beberapa kendala seperti di Kabupaten Gorontalo dan Boalemo kepemilikan

ternak sebesar 2-3 ekor/rumah tangga, pola pemeliharaan yang dilakukan umumnya masih

digembalakan Berdasarkan analisis analisis titik pulang pokok, pola usaha intensif lebih cepat

dalam perihal pengembalian modal yaitu selama 3,1 tahun dibandingkan pola pemeliharaan

semi intensif selama 8,4 tahun (Anugrah dan Sejati, 2010).

Berdasarkan peluang dan kendala yang ada maka tulisan ini dilakukan untuk

menganalisis komoditas unggulan daerah serta mengukur seberapa besar peranan subsektor

peternakan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo, sehingga hasil yang diperoleh

dapat dijadikan salah satu landasan pengambilan keputusan dalam membangun sektor

pertanian maupun khususnya subsektor peternakan dimasa yang akan datang.

2. Metodologi Penelitian

2.1. Lokasi dan Metode Penelitian

Pemilihan lokasi dilakukan secara tertuju (purposive) dengan pertimbangan sektor

pertanian merupakan ciri dominan dalam perekonomian Provinsi Gorontalo. Metode

penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan tujuan untuk menjelaskan

gambaran pembangunan pertanian dan khususnya subsektor peternakan.

2.2. Data dan Instrumen

Jenis data yang digunakan kajian ini adalah data sekunder yang utamanya diperoleh

dari BPS meliputi data PDB, PDRB, jumlah tenaga kerja, produksi dll.

2.3. Analisis Data

Analisis data dilakukan sebagai upaya mengetahui komoditas unggulan daerah dan peran

pertanian khususnya subsektor peternakan dalam pertumbuhan ekonomi menggunakan

(3)

2.3.1. Location Quotient (LQ)

Metode LQ adalah suatu indikator sederhana yang dapat menunjukan kekuatan atau besar

kecilnya peranan suatu sektor dalam suatu daerah dibandingkan daerah diatasnya atau wilayah

referensi (Daryanto dan Hafizrianda, 2010). Pendekatan pengukuran nilai LQ terdapat 2 cara

yaitu pendekatan tenaga kerja dan nilai tambah, adapun dalam kajian ini digunakan

pendekatan nilai tambah.

Dimana:

LQ = Besarnya kekuatan peranan sektor dalam suatu daerah dibandingkan daerah lain

Vi = Nilai PDRB sektor i pada tingkat wilayah yang lebih rendah (Provinsi Gorontalo)

Vj = Total Nilai PDRB pada tingkat wilayah yang lebih rendah (Provinsi Gorontalo)

Yi = Nilai PDRB sektor i pada tingkat wilayah yang lebih atas (Indonesia)

Yj = Total Nilai PDRB pada tingkat wilayah yang lebih atas (Indonesia)

Apabila suatu sektor memiliki angka LQ > 1 maka sektor tersebut merupakan sektor

basis sehingga menjadi kekuatan daerah untuk mengekspor produknya ke luar derah

bersangkutan. Sebaliknya jika LQ < 1 maka sektor tersebut menjadi pengimpor.

2.3.2. Surplus Pendapatan (SP)

Setelah diketahui sektor basis atau non basis, maka perlu dihitung nilai mutlak (rupiah)

yang diperoleh dari sektor peternakan. Surplus pendapatan bertujuan mengetahui besaran yang

disumbangkan subsektor peternakan pada wilayah tertentu. Jika suatu sektor menjadi positif

maka sektor memiliki surplus pendapatan positif. Nilai SP dihitung dengan rumus sebagai

berikut (Budiharsono, 2001) :

[( ⁄ ) ( ⁄ )]

Jika surplus subsektor peternakan bernilai positif maka komoditi ini dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat. Sebaliknya jika surplus komoditi ini negatif maka tidak dapat

(4)

2.3.3. Kousien Lokalisasi (Loi)

Kousien lokalisasi digunakan untuk mengetahui penyebaran kegiatan subsektor

peternakan di suatu daerah sehingga diketahui tingkat aglomerasinya. Nilai LoI dihitung

dengan rumus berikut (Budiharsono, 2001):

( ⁄ ) ( ⁄ )

Bila nilai kousien lokalisasi lebih dari satu maka produksi suatu komoditi lebih

memusat dan beraglomerasi pada satu wilayah. Sedangkan nilai kuosien lokalisasi kurang dari

satu maka komoditi tersebut lebih bersifat menyebar.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Perkembangan Teknis Sektor Peternakan Provinsi Gorontalo

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan sektor

peternakan adalah populasi ternak. Populasi ternak dapat dibedakan berdasarkan jenisnya

yaitu ruminansia, non ruminansi dan unggas. Dinamika populasi ternak di Provinsi Gorontalo

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Populasi ternak di Provinsi Gorontalo selama 2008-2012 (ekor)

Jenis 2008 2009 2010 2011 2012

Ruminansia

1. Sapi Potong 227.690 240.659 253.411 183.868 202.974 2. Kambing 84.056 104.672 117.380 83.570 94.679 Non Ruminansia

1. Babi 12.662 12.352 15.624 4.653 4.957

2. Kuda 8.901 7.303 7.360 2.955 1.588

Unggas

1. Ayam Buras 1.093.422 1.060.620 1.104.696 964.004 997.183 2. Ayam Ras petelur 227.421 201.035 202.971 132.950 287.075 3. Ayam Ras pedaging 1.347.640 1.347.640 1.226.142 240.600 526.135 4. Itik 80.546 48.219 56.649 56.907 60.529

Sumber : Kemtan, 2012

Tabel 1 memperlihatkan bahwa sebagian besar populasi ternak didominasi oleh

(5)

2008-2010 populasi ternak cenderung meningkat kemudian menurun di tahun 2011 dan kembali

meningkat di tahun 2012. Populasi ruminansia di Provinsi Gorontalo didominasi oleh sapi

potong dan kambing sedangkan populasi sapi perah, kerbau dan domba relative sangat sedikit.

Patut diduga rendahnya populasi sapi perah dikarenakan kondisi lingkungan Gorontalo yang

kurang sesuai untuk pemeliharaan sapi perah karena memiliki iklim yang panas (dekat dengan

garis khatulistiwa). Menurut Yani dan Purwanto (2006) sapi perah FH akan menampilkan

produksi terbaik jika berada pada suhu 18,3%C dengan kelembaban 55 persen. Dinamika

populasi unggas di Provinsi Gorontalo lebih buruk dibandingkan populasi sapi, khususnya

ayam ras pedaging. Penurunan populasi ayam ras pedaging tahun 2011 sangat tajam yaitu

turun lebih dari 1 juta ekor, jika tahun 2010 1,2 juta ekor maka tahun 2011 hanya terdapat 0,2

juta ekor. Kondisi demikian patut diwaspadai karena untuk pemenuhan daging ayam ras maka

perlu dilakukan impor. Dinamika pemenuhan daging, susu dan telur selama 2008-2011 terlihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi daging, susu dan telur tahun 2008-2011 di Gorontalo (ton)

No Jenis 2008 2009 2010 2011 2012

1 Daging

Sapi 2.892 3.063 3.926 3.985 4.052

Kambing 121 121 173 311 222

Ayam Buras 1184 1184 1337 1191 1039

Ayam Ras petelur 99 99 167 149 97

Ayam Ras pedaging 1221 1221 1419 218 477

Itik 48 48 52 36 36

2 Telur 2166 2172 12000 11818 1953

3 Susu 25 25 43 32 24

Sumber : Kemtan 2012

Tabel 2 menunjukan bahwa produksi daging didominasi oleh daging sapi lalu daging

ayam, produksi daging sapi selama 2008-2012 terus meningkat jika tahun 2008 sebesar 2892

ton maka menjadi 4.052 ton. Kondisi berbeda terjadi pada produksi daging ayam walaupun

selama 2008-2012 cenderung meningkat namun di tahun 2011 mengalami penurunan bahkan

mencapai 1200 ton untuk produksi daging ayam ras. Berkenaan dengan produksi susu,

(6)

12.000 ton kemudian kembali menurun di tahun 2012 menjadi 1.953 ton. Adapun produksi

susu relatif stagnan selama 2008-2012 yaitu antara 24-43 ton.

Perkembangan subsektor peternakan dapat pula dilihat berdasarkan jumlah tenaga

kerja yang terlibat pada subsektor peternakan. Semakin banyak jumlah tenaga kerja yang

terlibat dapat menandakan semakin penting pula subsektor peternakan bagi kehidupan

masyarakat. Dinamika tenaga kerja subsektor peternakan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Dinamika tenaga kerja subsektor peternakan tahun 2007-2011

Gambar 1 memperlihatkan dinamika tenaga kerja subsektor peternakan disertai trend

line, selama kurun waktu 2007-2009 jumlah tenaga kerja cenderung meningkat jika di tahun

2007 melibatkan 767 orang maka meningkat menjadi 1624 orang ditahun 2009. Selama

2009-2011 tenaga kerja yang terlibat cenderung menurun hingga mencapai 1134 di tahun 2009-2011.

Secara keseluruhan selama 2007-2011, jumlah tenaga kerja yang terlibat cenderung meningkat

yang dicerminkan oleh garis tren yang memiliki kemiringan positif.

3.2. Peran subsektor peternakan terhadap pertumbuhan ekonomi

3.2.1. Struktur Ekonomi

Struktur ekonomi mencerminkan sumbangan setiap sektor terhadap pembentukan

PDRB. Ketergantungan suatu daerah terhadap suatu sektor akan semakin tinggi jika nilai

tambah dari sektor tersebut semakin besar.

Tabel 3 menunjukan kontribusi sektor ekonomi terhadap pembentukan PDRB selama

2008-2011, kontribusi sektor ekonomi terhadap pembentukan PDRB Provinsi Gorontalo

didominasi oleh sektor pertanian sebesar 32,66%, disusul sektor jasa sebesar 21,61 dan

perdagangan sebesar 15,79%. Perkembangan sumbangan setiap sektor setiap tahun selama

(7)

2008-2011 cenderung meningkat menandakan bahwa semua sektor tumbuh dengan sektor

penopang adalah sektor primer yaitu pertanian.

Tabel 3. Kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB selama 2008-2011 (%)

No Sektor 2008 2009 2010 2011 Rataan

Sumber : Diolah dari BPS (2011) dan BPS (2012)

3.2.2. Laju pertumbuhan

Laju pertumbuhan merupakan salah satu alat ukur untuk melihat keberhasilan dalam

suatu pembangunan sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu pijakan dalam arah

pembangunan di masa depan. Laju pertumbuhan sektor ekonomi Provinsi Gorontalo

2008-2011 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Laju pertumbuhan sektor ekonomi Provinsi Gorontalo 2008-2011 (%)

No Sektor 2008-09 2009-10 2010-11 Rataan

(8)

Tabel 4 menunjukan laju pertumbuhan per tahun sektor ekonomi Provinsi Gorontalo,

laju pertumbuhan sektor ekonomi tertinggi dicapai oleh sektor bangunan, perdagangan, hotel

dan restoran serta pertambangan. Ketiga sektor tersebut memiliki pertumbuhan diatas 10%.

Tingginya pertumbuhan sektor bangunan dapat dipahami karena sebagai Provinsi baru maka

banyak dilakukan pembangunan baik milik pemerintah seperti gedung perkantoran maupun

swasta seperti hotel, bank maupun mall. Sebaliknya, sektor pertanian mengalami pertumbuhan

paling rendah dibandingkan sektor lainya dengan rataan pertumbuhan sebesar 4,59%

walaupun memiliki sumbangan terbesar dibandingkan sektor lainnya, hal ini diduga karena

adanya stagnasi dalam produksi output pertanian.

3.2.3. Analisis LQ Subsektor Peternakan

Pengukuran sumber penerimaan Provinsi Gorontalo terhadap Indonesia agar dapat

diketahui potensi sektor tersebut merupakan salah satu tujuan analisis LQ. Nilai LQ sektor

Pertanian Provinsi Gorontalo 2008-2011 dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Nilai LQ sektor Pertanian Provinsi Gorontalo 2008-2011

Gambar 2 menunjukan bahwa secara umum semua subsektor pertanian Provinsi

Gorontalo selama 2008-2011 merupakan sektor basis hal ini dicerminkan oleh nilai LQ lebih

dari 1. Selama kurun waktu tersebut semua subsektor memiliki kecenderugan meningkat,

kecuali subsektor tanaman perkebunan. Nilai LQ terendah dimilikii subsektor kehutanan

dengan nilai 1,2-1,4 sedangkan yang tertinggi dimiliki subsektor peternakan yaitu bernilai

2,5-2,8 dengan kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Hal ini berarti subsektor peternakan

khususnya dan subsekot lain umumnya memiliki peran yang sangat penting bagi

perekonomian dan layak untuk terus dikembangkan.

(9)

3.2.4. Surplus Pendapatan dan Kuosien Lokalisasi Subsektor Peternakan

Guna melihat kondisi suatu wilayah dapat mencukupi kebutuhannya atau mengimpor

dari luar maka dilihat nilai surplus pendapatan, nilai ini merupakan besaran nilai yang

diperoleh dari kegiatan peternakan. Bila positif berarti daerah mampu menjual produk-produk

peternakan ke daerah lain. Adapun kousien lokalisasi digunakan untuk mengidentifikasi

tingkat pemusatan dan penyebaran suatu sektor. Apabila bernilai satu maka produksi

peternakan lebih memusat dan beraglomerasi pada satu wilayah. Sedangkan nilai kuosien

lokalisasi bila mendekati nol maka komoditi tersebut menyebar disetiap wilayah. Gambaran

nilai surplus pendapatan dan kuosien lokalisasi Provinsi Gorontalo dapat dilihat pada Tabel 5

dan Tabel 6.

Tabel 5. Nilai surplus pendapatan Provinsi Gorontalo 2008-2011 (Rp juta)

Subsektor 2008 2009 2010 2011

Tanaman Bahan Makanan 541.96 486.99 2875.20 651.68 Tanaman Perkebunan 338.03 369.84 388.62 278.78

Peternakan 205.40 245.55 836.21 330.25

Kehutanan 6.66 8.69 -18.47 17.88

Perikananan 132.36 158.61 172.69 183.88

Tabel 5 menunjukan bahwa pada tahun 2011 subsektor tanaman bahan makanan

memiliki surplus pendapatan tertinggi diikuti oleh subsektor peternakan. Subsektor peternakan

dan tanaman pangan mengalami kenaikan nilai SP yang melonjak di tahun 2010 namun

kembali turun di tahun 2011. Subsektor yang memiliki nilai SP terendah adalah subsektor

kehutanan bahkan pada tahun 2010 mengalami defisit sebesar 18 juta. Secara umum sektor

pertanian memiliki nilai SP yang positif sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat

setempat maupun masyarakat luar jika dilakukan ekspor dan tingginya surplus juga dapat

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produks non basis.

Tabel 6. Nilai kuosien lokalisasi Provinsi Gorontalo 2008-2011(Unit)

No Subsektor 2008 2009 2010 2011

1 Tanaman Bahan Makanan 0.081 0.067 0.071 0.072 2 Tanaman Perkebunan 0.039 0.037 0.030 0.028

3 Peternakan 0.026 0.027 0.028 0.029

4 Kehutanan 0.002 0.002 0.002 0.003

(10)

Tabel 6 menunjukan bahwa nilai Kuosien lokalisasi subsektor peternakan Provinsi

Gorontalo ditingkat Indonesia adalah mendekati nilai nol atau sebesar 0,02 hal ini berarti

tingkat pemusatan dan penyebaran subsektor peternakan menyebar disetiap wilayah. Demikian

pula subsektor lainnya memiliki kecenderungan yang sama yaitu menyebar karena nilainya

mendekati nol.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis sebelumnya maka beberapa kesimpulan yang dapat diambil

antara lain 1) Perkembangan populasi ternak dan produksi daging, telur serta susu di Provinsi

Gorontalo umumnya selama 2008-2012 cenderung meningkat walaupun di tahun 2011

terdapat penurunan populasi di tahun 2011. Populasi ternak didominasi oleh ayam namun

untuk produksi daging didominasi oleh daging sapi, 2) Selama 2007-2011, jumlah tenaga kerja

yang terlibat cenderung meningkat yang dicerminkan oleh garis tren yang memiliki

kemiringan positif, 3) Secara umum seluruh subsektor pertanian dapat dijadikan sektor

unggulan, namun demikian berdasarkan analisis LQ subsektor peternakan memiliki nilai

tertinggi sehingga menjadi sektor basis dan 4) Subsektor peternakan memiliki surplus

pendapatan tertinggi kedua setelah subsektor tanaman bahan makanan.

DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, I.S. dan W.K. Sejati. 2010. Kemitraan Pemasaran Komoditas Sapi Potong

Mendukung Usaha Peternakan Rakyat di Propinsi Gorontalo. Seminar Nasional

Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. PSEKP, Bogor.

Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. 2011. Gorontalo dalam Angka. BPS, Gorontalo.

Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. 2012. Gorontalo dalam Angka. BPS, Gorontalo.

Budiharsono, S. 2001 Teknik Pengembangan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: Pradnya

Paramita.

Daryanto, A dan Y. Hafizrianda, 2010. Model-model Kuantitatif untuk Perencanaan

Pembangunan Ekonomi Daerah : Konsep dan Aplikasi. IPB Press, Bogor.

Ilham Nyak. 2007. Alternatif Kebijakan Peningkatan Pertumbuhan PDB Subsektor Peternakan

Di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol 5 No. 4 p 335-357

Kementerian Pertanian. 2011. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011. Kementan,

(11)

Kementerian Pertanian. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012. Kementan,

Jakarta

Pranadji, T. 2008. Membedah Gorontalo sebagai Calon Bintang Timur Pertanian Indonesia di

Abad 21. Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6 No 3 p 222-238

Yani, A dan BP Purwanto. 2006. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi

Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan

Gambar

Tabel 1 Populasi ternak di Provinsi Gorontalo selama 2008-2012 (ekor)
Tabel 2. Produksi daging, susu dan telur tahun 2008-2011 di Gorontalo (ton)
Gambar 1 Dinamika tenaga kerja subsektor peternakan tahun 2007-2011
Tabel 3. Kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB selama 2008-2011 (%)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat beberapa faktor yang dapat membantu dan mempengaruhi aktor dalam menjadikan Provinsi Riau sebagai pusat kebudayaan Melayu di kawasan Asia Tenggara tahun

lain yaitu benang dan manik-manik (sedotan) berukuran besar. Guru juga menjelaskan manik-manik yang akan digunakan dalam meronce yaitu warna yang akan dironce

Labai svarbu kaip naujajame Baudžiamojo proceso kodekse bus reglamentuotas specialių žinių panaudojimas, kokiomis formomis įstatymas leis naudoti specialias žinias

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik simpulan bahwa implementasi pembelajaran sejarah yang menggunakan model Team Assisted Individualization (TAI)

Fungsi governance di dalam tata kelola Syariah tidak jauh berbeda dengan tata kelola korporat konvensional, bank Syariah dan lembaga keuangan Syariah pada umumnya

Dengan perkembangan otonomi daerah tidak dapat dipungkiri bahwa terjadi desentralisasi kekuasaan yang dapat berakibat pada desentralisasi tindak pidana korupsi dimana kasus

4 Maka raja mengulurkan tongkat emas kepada Ester, lalu bangkitlah Ester dan berdiri di hadapan raja, 5 serta sem- bahnya: &#34;Jikalau baik pada pemandangan

langsung terhadap siswa , untuk segera melaporkan kepada Wali Kelas / guru BP/BK berkaitan dengan pelanggaran tata tertib peserta didik yang dilakukan oleh siswa