• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pijak Kaki WS Rendra deangan Ta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Pijak Kaki WS Rendra deangan Ta"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PIJAK KAKI W.S RENDRA DALAM PUISI BERJUDUL “SAJAK PERTEMUAN MAHASISWA”

(Dengan Menggunakan Pendekatan Tatabahasa Fungsional)

Iqbal Nurul Azhar1

Abstrak: Sajak atau puisi seringkali menggambarkan realita sosial yang ada dalam masyarakat. Ketika masyarakat sedang bermasalah seperti bertikai, merasa tertindas atau teraniaya oleh pemerintah, sajak sering digunakan untuk menyampaikan dan memaparkan pandangan masyarakat terhadap realita penindasan tersebut. W.S Rendra, sebagai penyair yang terkenal kritis dalam merespon masalah-masalah sosial di Indonesia seringkali menyelipkan idealismenya, atau dengan kata lain keberpihakannya pada salah satu dari pihak-pihak yang bertikai dalam masyarakat. Keberpihakan ini dapat dilihat melalui makna-makna di balik salah satu puisinya yang berjudul “Sajak Pertemuan Mahaiswa.” Dengan menggunakan pendekatan leksikogrammatikal kita dapat melihat keberpihakan W.S. Rendra pada salah satu dari pihak yang bertikai. Paper ini juga mendiskusikan tentang status, efek, maupun kontak antara W.S. Rendra dengan pembaca sajaknya yang berhubungan dengan realita sosial yang diangkatnya dalam puisinya tersebut.

Kata-kata kunci: makna interpersonal, positioning (pijak kaki), tatabahasa fungsional, sajak pertemuan mahasiswa, W.S. Rendra,

Abstract: A poem sometimes reflects social realities in a society. When people in a society are having problems such as; having clashes between them, being threatened or mistreated by government or other problems, a poem is often used to show their feelings toward the problems. W.S Rendra, a popular poet who is well-known for his concern to people’s problem, often includes his idealism, or in other words, his position, towards the sides involving in the clashes. His positioning can be seen from the meanings found behind one of his poems “Sajak Pertemuan Mahasiswa” (a students gathering poem). Using lexicogrammatical approach, we are able to perceive his idealism/position towards the clash stated by the poem. This paper discusses status, affect and contact between W.S. Rendra and his readers related to the reality pictured by the poem.

Keywords: interpersonal meaning, positioning, functional grammar, “Sajak Pertemuan Mahasiswa” (a students gathering poem), W.S. Rendra,

A. Pendahuluan

Puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra merupakan hasil kreatifitas pengarang dalam

mendayagunakan kemampuan cipta, rasa dan karsa yang dimilikinya. Berbekal imajinasi,

ekspresi dan penguasaannya terhadap lika-liku mengolah kata, seorang pengarang mampu

mencipta banyak puisi. Ketika imajinasi, ekspresi maupun kemampuannya mengolah kata ia

ujudkan sebagai sebuah entitas yang konkret, maka bentuk pertama yang terlihat sebagai sebuah

(2)

karya adalah bahasa (atau tepatnya kata-kata) yang tersusun indah. Susunan kata-kata inilah yang

kemudian kita kenal sebagai puisi. Uniknya, meskipun pengarang puisi (penyair) mampu

mencipta beraneka ragam bentuk puisi, belum pernah ditemui mereka mampu meninggalkan

media utama pembuat puisi yaitu bahasa. Dengan demikian, dalam konteks penciptaan puisi ini,

bahasa dipandang sebagai alat utama penyair untuk menciptakan karya seni yang imajinatif

dengan segala unsur estetisnya yang dominan.

Bahasa dalam karya sastra utamanya karya puisi, memiliki kedudukan dan peranan yang

amat penting. Teew (1988 :1), mengemukakan bahwa pada hakikatnya penyair dalam

mengekspresikan pengalaman jiwanya harus dapat menguasai bahasa utamanya kosakata.

Dengan penguasaan yang baik yang berhubungan dengan kosakata inilah seorang penyair akan

mampu menjelmakan pengalaman jiwanya setepat-tepatnya. Dengan menguasai bahasa, seorang

penyair tidak saja mampu mengungkapkan suatu gagasan dengan gaya bahasa yang elegan, tapi

ia juga akan mampu menunjukkan idealismenya dengan ungkapan-ungkapan yang indah.

Cipta sastra berupa puisi bukanlah sekedar masalah bentuk jasmaniah yang ditunjukkan

lewat bagaimana sebuah kata-kata atau rima-rima diharmonikan oleh seorang pengarang, tetapi

lebih jauh dari itu, cipta sastra bertalian sangat erat dengan kecenderungan masing-masing

penyair dalam berekspresi. Setiap penyair dalam membuat puisi pastilah akan memperlihatkan

ciri-ciri tersendiri yang membedakan penyair tersebut dengan penyair lainnya. Setiap penyair,

akan berusaha memperlihatkan ciri-ciri individualisme, originalitas, kepekaan terhadap sekitar,

dan gaya bahasa khasnya masing-masing. Sayangnya, hanya penyair besarlah yang memiliki

keempat ciri di atas. Salah satunya adalah almarhum W.S. Rendra.

Sebagai salah seorang penyair besar abad ini, W.S. Rendra memiliki seluruh bekal yang

mampu mengantarkannya menjadi penyair besar. Ia tidak hanya pandai mencipta puisi maupun

naskah drama, ia juga memiliki semangat yang luar biasa besar untuk mengembangkan dunia

sastra nusantara. Tidak hanya itu, ia juga memiliki idealisme yang kuat dan sangat peka pada

realita sosial yang ada di sekitarnya. Bahkan terkadang, karena idealismenya inilah

menyebabkan ia seringkali berselisih dengan pemerintah. Perselisihannya dengan pemerintah

tidak serta merta menyebabkan namanya tenggelam, bahkan karena perselisihan inilah yang

kemudian mengantarkannya mendapat beberapa penghargaan baik itu nasional maupun sebagai

(3)

Ketokohan Rendra di dunia sastra menyebabkan karya-karyanya kemudian diapresiasi,

dikaji, maupun dikritik banyak orang. Dengan menggunakan banyak pendekatan diantaranya;

kritik maupun teori sastra, teori linguistik serta sosiologi, karya-karyanya diulas dalam banyak

paper maupun tulisan-tulisan ilmiah lainnya. Meskipun karya-karya Rendra telah banyak dikaji,

namun kajian-kajian tersebut masih jauh dari memadai untuk dapat memberikan generalisasi

tentang siapa dan bagaimana sesungguhnya Rendra, serta apa dan bagaimana idealisme Rendra

dalam memandang dunia utamanya dalam menangkap permasalahan yang ada di sekitarnya.

Adanya pintu peluang yang terbuka lebar untuk memahami Rendra melalui karya-karyanya

inilah menyebabkan penulis tertarik untuk ikut pula mengkaji karya-karya Rendra tersebut.

Dengan menggunakan bekal pengetahuan yang berhubungan dengan Tatabahasa

Fungsional, penulis mengkaji satu di antara sekian banyak karya Rendra. Karya yang dikaji

dalam paper ini adalah sebuah puisi berjudul “Sajak Pertemuan Mahasiswa (SPM).” Ada dua

alasan mengapa puisi ini dipilih sebagai bahan kajian. Yang pertama adalah karena puisi ini

dianggap memiliki pengaruh kuat dalam menginspirasi mahasiswa Nusantara untuk melakukan

pergerakan. Yang kedua adalah puisi ini tidak seterkenal puisi-puisi Rendra yang lain sehingga

tidak terlalu banyak yang mengakaji.

Untuk menjaga agar kajian puisi Rendra ini fokus, maka penulisan paper ini dibimbing

oleh satu pertanyaan pokok antara lain: “bagaimana pihak-pihak yang terlibat langsung dalam

puisi “Sajak Pertemuan Mahasiswa (SPM)” diposisikan?” Pisau analisis yang digunakan unuk

menganalisis karya Rendra ini adalah Tatabahasa Fungsional (Sistemik Fungsional Linguistik

(SFL)). Oleh sebab pisau analisis yang digunakan adalah linguistik, maka arah kajian paper ini

terhadap karya Rendra inipun bersifat sistematik yang mengarah pada pola-pola deskriptif, dan

bukan pada pola-pola apresiatif ataupun kritik.

Secara umum, paper ini dimaksudkan untuk menemukan bagaimana W.S. Rendra

mengekspresikan ide-idenya dalam merespon masalah yang diangkatnya dalam puisinya yang

berjudul “Sajak Pertemuan Mahasiswa (SPM).” Dalam teori Fungsional Linguistik, bagaimana

seorang pelibat wacana (dalam hal ini penyair W.S. Rendra) mengekspresikan idenya, atau

memposisikan dirinya dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan makna interpersonal.

Dengan demikian, frasa “Jejak Kaki” pada judul paper ini mengacu pada pemposisian

(Positioning) W.S. Rendra dalam merespon permasalahan yang diangkatnya dalam puisinya

(4)

B. Sekilas Tentang Puisi “Sajak Pertemuan Mahasiswa”

Sebelum masuk pada bagian pembahasan, alangkah baiknya andaikata pada bagian ini diulas

(meskipun tidak detail) tentang Sajak Pertemuan Mahasiswa (SPM). Dengan memiliki bekal

umum tentang SPM, diharapkan dapat sedikit memberikan sumbangan informasi untuk dapat

lebih memahami artikel ini.

Mengenai setting puisi SPM, banyak interpretasi yang muncul berkaitan dengan hal ini.

Beberapa pendapat menyebutkan bahwa setting dari puisi ini adalah demonstrasi mahasiswa

yang menuntut perbaikan. Ada juga yang menyebut bahwa setting puisi SPM tersebut adalah saat

Rendra bertemu dan berdiskusi dengan teman-temannya sekelompok mahasiswa tentang

orientasi pendidikan kampus mereka maupun kampus-kampus di Indonesia yang tidak benar. Di

antara beberapa interpretasi mengenai setting puisi SPM, interpretasi yang terakhirlah yang

digunakan sebagai sandaran paper ini.

Dengan bersandar pada pemilihan setting terakhir sebagai sandaran diskusi paper ini,

maka secara umum SPM digambarkan sebagai puisi yang menceritakan tentang sekelompok

mahasiswa (dengan Rendra di dalamnya) yang berkumpul dan mendiskusikan arah pendidikan

kampus tempat mereka belajar sekarang. Mereka mempertanyakan maksud baik para pejabat

rektorat, dekanat maupun dosen (dalam paper ini kita akan menggunakan istilah “pelaksana

pendidikan tinggi” (PPT) untuk merujuk pada tiga komponen penggerak dunia kampus tersebut)

yang mengajar mereka di bangku kuliah. Pelaksana pendidikan tinggi (PPT) memang

menjalankan roda perkuliahan dengan baik, dan apa yang mereka beri/ajarkan adalah hal yang

baik pula. Namun, karena kurang adanya visi dan misi yang jelas dari PPT di kampus mereka,

maksud baik PPT menjadi tidak nampak, dikalahkan oleh bahaya yang bersembunyi di balik

kurang terkonsepnya visi dan misi mereka. Kurang jelasnya PPT menetapkan visi dan misi

kampus mereka, mengundang bahaya besar yang berhubungan dengan masa depan lulusan

kampus mereka. PPT memang mengajar mereka dengan berbagai macam ilmu, tapi ilmu yang

mereka ajarkan adalah ilmu yang berhubungan dengan kognitif saja, tanpa melibatkan ajaran

akan nilai-nilai kemanusiaan dan kepekaan terhadap sosial. Mereka lupa untuk mengajarkan

idealisme mencintai orang-orang yang lemah, melindungi rakyat kecil dan berbuat bijak ketika

mahasiswa mereka telah menjadi orang besar. Akibat lemahnya akan konsep visi dan misi

(5)

bangku kuliah oleh PPT, kemudian entah secara sengaja maupun tidak sengaja menjadi alat para

penguasa untuk menindas rakyat. Ilmu yang mereka dapatkan di bangku kuliah mereka

digunakan bukan untuk membela yang lemah, namun untuk menguatkan pihak penguasa. Ini

dibuktikan dari banyaknya petani yang kehilangan tanahnya karena digusur oleh orang-orang

kuat, orang-orang pintar dan kaya yang kebanyakan adalah lulusan universitas.

Keadaan yang menyedihkan ini membuat sekumpulan mahasiswa tersebut berusaha

mengkokohkan hati untuk menetapkan 2 pilihan yaitu; (1) apakah berdiri di pihak PPT yang

meluluskan alumni yang tidak benar ataukah menentang PPT tersebut dengan memberikan kritik

yang membangun, dan (2) apakah berada di pihak penguasa yang menindas rakyat jelata ataukah

berada di pihak pelindung rakyat jelata yang lemah.

C. Sistemik Fungsional Linguistik (SFL)

Sistemik Fungsional Linguistik (SFL) memfokuskan kajiannya pada ranah analisis wacana.

Teori ini menekankan pada makna sebagai elemen fundamental dalam menganalisis bahasa.

Halliday (1985) menjelaskan bahwa teori sistemik ini adalah salah satu teori tentang pilihan

makna, yang mana oleh sebuah bahasa atau sebuah sistem semiotik, teori ini diinterpretasikan

sebagai sebuah jaring-jaring pilihan yang berhubungan antara jaring pilihan satu dengan yang

lainnya. Ini berarti bahwa sebuah jaring pilihan dalam satu sistem dalam menggambarkan sebuah

bahasa akan menjadi jalan (pintu masuk) bagi jaring pilihan lain untuk memahami bahasa

tersebut. Karena itulah, dalam melihat potensi makna sebuah bahasa, SFL melakukan

pemeriksaan dari fitur-fitur umum hingga ke fitur-fitur yang paling spesifik. Apabila kita

memeriksa makna dari bahasa itu sendiri, kita akan menemukan sejumlah pilihan makna yang

terintegrasi di dalamnya. Pilihan makna ini secara lebih luas bergabung dengan jaring-jaring lain

yang lebih independen. Jaringan independen inipun berhubungan aspek-aspek di luarnya yaitu

fungsi dasar tertentu dari sebuah bahasa. Pada karakteristik yang lain, Halliday (1985)

menyatakan bahwa fungsional yang dimaksud di sini mengacu pada bagaimana bahasa itu

digunakan dan tidak pada bagaimana bahasa itu dibentuk atau dibuat.

Dengan demikian, SFL berorietasi pada deskripsi dari bahasa sebagai sumber yang dapat

digunakan untuk menentukan potensi makna yang muncul dari ucapan penutur. Martin (1992)

menyatakan bahwa SFL adalah konseptualisasi dari bahasa sebagai sumber makna yang

(6)

menunjukkan bagaimana hubungan tersebut saling bersinggungan, dan yang terakhir adalah

penjelasan yang mengungkapkan hubungan hubungan-hubungan tersebut dan fungsi dari

hubungan-hubungan tersebut.

Dalam memahami teks, sangatlah penting bagi kita untuk mempertimbangkan faktor

lingkungan yang membungkus keberadaan teks tersebut. Lingkungan inilah yang dalam konsep

SFL disebut sebagai konteks (Halliday dan Hassan, 1985: 5). Konteks dalam hal ini dimaknai

sebagai konteks budaya yang dinyatakan Malinowsky (dalam Halliday dan Hasan (ibid)) sebagai

latar belakang yang lebih luas dari sebuah interpretasi teks. Konteks ini tidak hanya dimaknai

sebagai lingkungan sekitar saja, namun lebih pada latar belakang alamiah dimana teks tersebut

terjadi. Karenanya, dalam memahami teks, dua konteks harus menjadi pertimbangan memahami

sebuah teks dalam masyarakat

D. Tenor Sebagai Realisasi Makna Interpersonal

Makna interpersonal memandang sebuah teks dari sudut fungsinya dalam proses interaksi sosial.

Sebuah teks dianggap interpersonal bukan karena dijadikannya teks tersebut sebagai cara

berpikir, namun lebih karena teks tersebut merupakan sebuah bentuk dari cara untuk melakukan

sesuatu. Sebuah teks tidak hanya merupakan refleksi dari realita, tapi juga sebuah potongan dari

interaksi antara penutur atau penulis (dalam hal ini penyair), dengan pendengar atau pembaca

teks tersebut. (Halliday and Hasan 1985: 20).

Lebih jauh lagi Halliday menjelaskan bahwa makna interpersonal adalah sebentuk aksi

dari penutur dan penulis yang dilakukan kepada pendengar atau pembaca dengan perantara

bahasa (lebih tepatnya klausa-klausa tuturan). Fungsi interpersonal dari klausa-klausa ini adalah

saling berbagi peran dalam interaksi retorik. Dengan kata lain, makna interpersonal

merepresentasikan aksi dari partisipan pada partisipan lain dalam proses interaksi sosial mereka

dengan menggunakan bahasa. Ekspresi makna interpersonal dapat dibangun dengan menciptakan

hubungan antara organisasi semantik dengan perbedaan tatabahasa dalam sistem Mood dan

struktur Mood dalam klausa. (Eggin, 1994:146)

Martin (1992:532) mendefinisikan Tenor sebagai negosiasi hubungan sosial

antarpartisipan dalam sebuah komunikasi. Partisipan yang disebut di sini termasuk di dalamnya

penulis, manusia, atau benda yang terlibat dalam teks. Dalam lingkup register, tenor adalah

(7)

karakter dari partisipan, dikenalnya bahasa yang digunakan dalam teks dan hubungan sosial yang

signifikan yang berbentuk status, kontak dan pengaruh.

E. Analisis Pijak Kaki Rendra Melalui Pendekatan Status, Kontak, dan Affect

Teks puisi SPM terdiri atas 9 stanza (bait) dan memiliki 54 baris. Adapun ke 54 baris tersebut

dapat dilihat pada lampiran. Sebagai langkah awal untuk menemukan Tenor pada puisi SPM,

terlebih dahulu klausa-klausa yang menjadi pembentuknya harus dilihat dan diperlakukan

dengan seksama dengan cara memastikan berapa jumlah klausa pembentuk SPM dan apa saja

jenis-jenisnya. Sayangnya, ada beberapa masalah yang muncul ketika kita mencoba melihat

klausa-klausa tersebut, antara lain: (1) klausa-klausa pembentuk SPM disusun dengan

menggunakan struktur yang unik karena terlibatnya faktor style Rendra, dan (2) batasan klausa

menjadi samar karena terkadang satu klausa terdapat pada dua baris yang berbeda. Permasalahan

ini menyebabkan pembagian klausapun menjadi sulit, dan menyebabkan munculnya tiga model

pembagian yang berbeda.

Model pertama adalah dikenal sebagai model apresiasi orisinalitas, yaitu model yang

berusaha untuk mempertahankan nilai keindahan dan orisinalitas puisi. Model ini memandang

bahwa ke-54 baris puisi adalah 54 buah klausa yang berbeda. Model ini tidak menghendaki

adanya rekonstruksi (perubahan apapun) terhadap ke-54 baris di atas dengan tidak berusaha

untuk membuat baris-baris tersebut menjadi klausa-klausa yang normal yaitu dengan cara

menggabungkan klausa satu yang ada pada satu baris dengan klausa lain yang ada di baris yang

lain atau dengan menambahkan kata-kata dari luar teks (parafrasa).

Model kedua adalah model normalisasi yaitu berusaha memperlakukan baris-baris puisi

sebagai klausa-klausa yang normal sehingga satuan-satuan klausa yang membentuk pusis SPM

harus dipadankan (disamakan) dengan klausa-klausa normal yang biasa dituturkan masyarakat.

Normalisasi ini menghendaki adanya penyesuaian-penyesuaian agar dapat membuat

klausa-klausa yang ada dalam puisi SPM menjadi klausa-klausa normal; seperti melakukan merging

(penyatuan) satu klausa yang berada dalam dua baris dalam puisi SPM dengan tanpa melakukan

tindakan penyesuaian yang lebih jauh lagi (seperti melakukan parafrasa) agar klausa-klausa

tersebut berterima dan terdengar wajar di telinga masyarakat.

Model ketiga adalah model parafrasa, yaitu model penyesuaian terjauh dengan

(8)

wajar. Langkah yang dilakukan adalah dengan cara memunculkan satuan-satuan lingual yang

dilesapkan dalam klausa tersebut atau memasukkan unsur-runsur yang tidak terdapat dalam puisi

seperti konjungsi, dan unsur-unsur lainnya.

Dari ketiga model generating klausa puisi di atas, paper ini mengunakan model kedua

dengan dua pertimbangan. Adapun dua pertimbangan tersebut antara lain: (1) klausa yang

ada dalam puisi pada hakekatnya adalah produk dari tuturan alami manusia, sehingga apapun

klausa yang dibuat manusia haruslah sesuai dengan bentuk tuturan alami, berterima, terdengar

wajar, serta tidak dibuat-buat. Dengan melakukan merging tanpa melakukan penambahan

lainnya, kealamian, keberterimaan dan keterdengarwajaran dari klausa-klausa pembentuk puisi

SPM tersebut dapat dicapai, (2) puisi adalah karya individu yang orisinalitasnya wajib

dipertahankan. Perubahan-perubahan berupa penambahan unsur-unsur lingual yang tidak ada

dalam puisi dapat merubah nilai orisinalitas sebuah puisi. Perubahan-perubahan dengan cara

merging masih dianggap wajar dan dinilai tidak merubah nilai puisi. Dengan menggunakan

model ke-2, kita dapati puisi SPM tersusun atas 27 klausa yang memiliki konstruksi cukup

variatif. Adapun ke-27 klausa tersebut terlihat pada bagian lampiran

Klausa-klausa yang digunakan untuk membangun teks tersebut dapat dibagi menjadi

lima jenis yaitu; (1) klausa minor (2) klausa simpleks, (3) klausa elipsis, (4) klausa kompleks

hipotaktik, dan (5) klausa kompleks parataktik. Ke-5 klausa tersebut tersebar dalam 54 baris

puisi dengan distribusi sebagai berikut: Klausa minor 1 klausa, klausa simpleks 6 klausa, klausa

elipsis 3 klausa, klausa kompleks hipotaktik 2 klausa, dan klausa kompleks parataktik 15 klausa

(lihat lampiran).

E.1. Status.

Seperti yang disebutkan di atas, bahwa pendekatan dalam penentuan posisioning ini adalah

dengan menggunakan status, kontak dan pengaruh, maka pada bagian ini dan bagian selanjutnya,

arah pembahasan dilakukan seputar tiga hal tersebut.

Status mengacu pada posisi antarpelibat wacana (dalam hal ini adalah pelibat yang berada

dalam dimensi puisi Rendra) sesuai dengan hirarki sosialnya. Karena yang dianalisis paper ini

adalah puisi SPM, maka status yang akan diungkap adalah status pelibat puisi seperti penyair

(W.S. Rendra sendiri), mahasiswa-mahasiswa teman diskusi Rendra yang sedang berkumpul di

(9)

Untuk mengetahui mengenai aspek status ini, kita dapat menggunakan dua pendekatan

yaitu dengan melihat (1) polaritinya, dan (2) sistem moodnya. Dengan mengetahui polaritinya

(apakah W.S. Rendra sering menggunakan kalimat negatif (baik yang ditunjukkan dengan

adanya negasi “tidak” atau tidak)), atau kalimat positif (yang ditunjukkan dengan adanya

proposisi yang ia tawarkan, atau persetujuannya terhadap sebuah proposisi), maka kita dapat

melihat apakah Rendra berada dalam posisi mendukung ataukah kontra terhadap sesuatu.

Dengan mengetahui sistem moodnya, kita juga dapat mengetahui di mana posisi Rendra. Jika

kalimatnya lebih banyak tersusun dalam bentuk imperatif (perintah untuk melakukan sesuatu),

maka dipastikan, W.S. Rendra berada dalam posisi superior, sedangkan pelibat lain termasuk

pembaca puisinya berada pada posisi inferior.

E.1.a. Polariti

Dari 27 klausa pembentuk puisi SPM, terdapat beberapa klausa yang mengarah pada

pemposisian W.S Rendra terhadap permasalahan yang ada, yang ditunjukkan lewat aspek-aspek

polariti. Adapun klausa yang mengandung aspek-aspek yang mengarah pada pemposisian dirinya

adalah:

(a) kita bertanya : kenapa maksud baik tidak selalu berguna, kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga

(b) orang berkata : "kami ada maksud baik" dan kita bertanya : "maksud baik untuk siapa?"

(c) dan kita di sini bertanya : "maksud baik saudara untuk siapa? saudara berdiri di pihak yang mana?" (d) kenapa maksud baik dilakukan tetapi makin

banyak petani kehilangan tanahnya

(e) tanah - tanah di gunung telah dimiliki orang-orang kota

(f) perkebunan yang luas hanya menguntungkan segolongan kecil saja

(g) alat - alat kemajuan yang diimpor tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya

(h) tentu, kita bertanya : "lantas maksud baik saudara untuk siapa?"

(i) dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya : kita ini dididik untuk memihak yang mana? (j) ilmu - ilmu diajarkan di sini akan menjadi alat

pembebasan ataukah alat penindasan? (k) cicak - cicak berbunyi di tembok dan rembulan

berlayar, tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda, akan hidup di dalam mimpi, akan tumbuh di kebon belakang

(l) di bawah matahari ini kita bertanya : ada yang menangis, ada yang mendera ada yang habis, ada yang mengikis dan maksud baik kita berdiri di pihak yang mana!

Ke-12 klausa di atas menggambarkan cara Rendra untuk menunjukkan perasaan

kotra/tidak sukanya pada produk PPT. Ke-12 klausa di atas hampir seluruhnya berbentuk klausa

interogatif dengan polar positif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unuk

mengungkapkan ketidaksetujuannya pada PPT, Rendra lebih memilih menggunakan klausa

interogatif dengan polar positif daripada dengan klausa imperatif, atau klausa interogatif dengan

(10)

E.1.b. Sistem mood

Elemen kedua dari analisis status adalah analisis mood. Dengan mengetahui sistem moodnya,

maka akan dapat diketahui dimana posisi Rendra berada. Jika kalimatnya lebih banyak tersusun

dalam bentuk imperatif (perintah untuk melakukan sesuatu), maka dipastikan, W.S. Rendra

berada dalam posisi superior, sedangkan pelibat lain (termasuk pembaca puisinya) berada pada

posisi inferior.

Berdasarkan sistem moodnya, 27 klausa pembentuk puisi SPM terbagi ke dalam 2 jenis

yaitu (1) deklaratif, dan (2) interrogatif. Klausa deklaratif sebanyak 19 buah, sedang lausa

interogatif sebanyak 8 buah. Tidak dijumpai adanya klausa imperative dalam puisi SPM (Rincian

terlampir). Pada data di atas, tidak jumpai adanya klausa imperatif yang turut membangun puisi

SPM, sehingga dapat disimpulkan bahwa status dari Rendra selaku pencipta puisi SPM tidak

berada pada posisi yang lebih tinggi dari pelibat-pelibat puisi SPM yang lain. Berdasarkan data

di atas pula, informasi apakah statusnya Rendra dan pelibat lain berupa peer (setara) ataukah

inferior juga dapat dikenali. Status hubungan antara Rendra dengan (1) rekan-rekan mahasiswa

Rendra dan pembaca puisi SPM, ternyata berbeda dengan status Rendra dengan (2) PPT.

Status hubungan Rendra dengan rekan-rekan mahasiswa beserta pembaca puisi SPM

adalah peer. Hal ini dapat dilihat dari hanya dipilihnya klausa deklaratif maupun interogatif

untuk melakukan hubungan komunikasi. Status ini diperkuat oleh adanya penggunaan kata “kita”

sebagai pronomina untuk merujuk pada dirinya, rekan-rekan mahasiswanya dan pembaca puisi

tersebut. Adapun klausa-klausa yang mendukung simpulan ini adalah klausa 6, 7, 13, 18, 20, 24,

26, dan klausa 27.

Adapun Status hubungan Rendra dengan PPT juga dapat dilihat dari digunakannya klausa

deklaratif dan interogatif ketika melakukan hubungan komunikasi dengan pihak ini. Klausa

interogatif yang dibuatnyapun dibangun dengan menggunakan konstruksi interogatif dengan

base (dasar) WH umum tanpa disertai ekspresi inferior semacam “saya mohon anda terangkan

kenapa…?” dan sejenisnya. Dari sinilah kita dapat melihat bahwa Rendra memposisikan dirinya

setara dengan PPT. Bedanya, jika status hubungan Rendra dengan mahasiswa maupun

pembacanya adalah intim, status Rendra dengan PPT terlihat memiliki sekat. Ini secara umum

dapat dilihat dari penggunaan kata “saudara” untuk mrujuk pada PPT dan petunjuk-petunjuk

(11)

menanyakan informasi, tetapi meragukan beberapa proposisi seperti “niat baik” dan

“keberpihakan PPT.”

E.2. Kontak

Kontak mengacu pada tingkatan hubungan institusional antarpelibat wacana, apakah hubungan

mereka dekat (intim) ataukah tidak, sering berinteraksi ataukah tidak. Untuk mengetahui

mengenai aspek kontak ini, kita dapat menggunakan dua pendekatan yaitu: (1) dengan melihat

penggunaan kata gantinya (pronominalisasi), dan (2) dengan melihat kata-kata benda yang

digunakan (nominalisasi).

E.2.a. Pronominalisasi.

Pronominalisasi adalah teknik penggunaan kata ganti dalam wacana. Dalam puisi SPM,

ditemukan beberapa pronomina yang dapat membantu kita dalam mengungkapkan posisi kontak

Rendra dengan pembacanya. Beberapa klausa yang mengandung pronomina dapa dilihat pada

daftar di bawah ini

o lalu kini ia dua penggalah tingginya dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini, memeriksa keadaan o kita bertanya : kenapa maksud baik tidak selalu berguna, kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga o orang berkata : "kami ada maksud baik" dan kita bertanya : "maksud baik untuk siapa?"

o dan kita di sini bertanya : "maksud baik saudara untuk siapa? saudara berdiri di pihak yang mana?" o tentu, kita bertanya : "lantas maksud baik saudara untuk siapa?"

o dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya : kita ini dididik untuk memihak yang mana?

o cicak - cicak berbunyi di tembok dan rembulan berlayar, tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda, akan hidup di dalam mimpi, akan tumbuh di kebon belakang

o sementara hari baru menjelma, pertanyaan - pertanyaan kita menjadi hutan atau masuk ke sungai menjadi ombak di samodra o di bawah matahari ini kita bertanya : ada yang menangis, ada yang mendera ada yang habis, ada yang mengikis dan maksud

baik kita berdiri di pihak yang mana!

Dari 9 klausa yang mengandung pronomina, kita dapat melihat sifat kontak antara Rendra

dan pelibat puisi lainnya. Dalam puisinya, ketika Rendra merujuk pada dirinya serta pelibat puisi

yaitu mahasiswa yang berada di depannya, ia menggunakan pronomina “kita.” Lebih jauh dari

itu, jangkauan pronomina “kita” yang sangat luas, ternyata tidak hanya merujuk pada diri Rendra

serta kumpulan mahasiswa yang menjadi teman bicaranya. Kata “kita” juga dapat merujuk pada

pembaca puisi SPM. Dengan menggunakan pronomina”kita” Rendra seakan berusaha

mendekatkan diri dengan pelibat puisi lainnya yaitu mahasiswa maupun pembaca dengan cara

memasukkan dirinya ke dalam kelompok pelibat wacana tersebut. Dengan demikian, kontak

(12)

Di lain pihak ketika Rendra menyapa pelibat PPT ataupun penguasa, Rendra

menggunakan pronomina saudara. Kata saudara secara umum ditujukan kepada seserang yang

memiliki tingkat kontak komunikasi yang tidak terlalu sering (dekat), dan biasanya kata ini

diucapkan dalam setting-setting formal yang jarang terjadi, seperti rapat, pertemuan ilmiah dan

sejenisnya. Penggunaan pronomina ini juga menunjukkan bahwa Rendra sengaja tidak berusaha

mendekatkan dirinya dengan pihak ini. Disamping itu, ketika Rendra menggambarkan

penyebutan pihak ini pada dirinya sendiri dan kelompoknya, Rendra memilihkan pronomina

“kami” dan tidak menggunakan cara yang sama seperti yang ia lakukan ketika ia menyebut

dirinya dan kelomoknya dengan menggunakan kata “kita.” Ini berarti Rendra tidak ingin terlibat

dengan kelompok ini dan karenanya ia secara cerdik menggunakan kata “kami” agar Rendra

tidak tercakup di dalamnya.

E.2.b. Nominalisasi

Pengetahuan tentang pemanfaatan nomina dalam puisi Rendra sangat penting untuk megetahui

frekuaensi kontak Rendra dengan pembaca. Nominalisasi yang berbentuk sederana dan mudah

dipahami menunjukkan kedekatan hubungan kontak tersebut. Seseorang yang memahami seluruh

nomina yang disampaikan lawan bicaranya menunjukkan bahwa ia memiliki frekuaensi kontak

yang sering karena ia sangat memahami apa yang dikatakan lawan bicaranya. Sebaliknya,

seseorang yang kurang memahami percakapan karena kurang pahamnya ia akan beberapa

nomina yang disampaikan laan bicaranya, atau atau karena kurang pahamnya ia akan struktur

nomina tersebut, menunjukan bahwa ia memilki frekuansi kontak yang jarang dengan lawan

bicaranya.

Dalam puisi SPM, kita jumpai beberapa nomina/frasa nomina di libatkan dalam

pembentukan puisi Rendra. Ada 31 nomina/frasa nomina dijumpai dalam puisi SP. Ke-33

nomina/frasa nomina tersebut dapat dilihat pada daftar di bawah ini:

o Sajak Pertemuan Mahasiswa (klausa 1) o matahari (klausa 2, 19, 22, 25, 27) o bau kencing orok di kaki langit (klausa 3) o kali coklat menjalar ke lautan (klausa 4), o dengung di dalam hutan. (klausa 4) o maksud baik (klausa 6,7, 13, 14, 18, 27) o perkebunan yang luas (klausa 16)

o alat - alat kemajuan yang diimpor (klausa 17)

o puncak kepala (klausa 19) o udara yang panas (klausa 20) o ilmu - ilmu (klausa 21) o alat pembebasan (klausa 21) o alat penindasan (klausa 21, 24) o malam (klausa 23)

o cicak - cicak (klausa 24) o tembok (klausa 24) o rembulan (klausa 24) o pertanyaan kita (klausa 24, 26) o mimpi (klausa 24)

(13)

o petani yang sempit tanahnya (klausa 17) o ombak (klausa 26) o samodra (klausa 26)

Ke-31 nomina/frasa nomina tersebut apabila diklasikasikan lagi berdasarkan jenis

strukturnya dapat dilihat pada sebaran berikut ini:

No

Jenis Struktur

Thing Thing-Poss Thing-Class N-Thing

Thing- D/Thing-1. matahari tanahnya maksud baik banyak petani perkebunan

yang luas

Dari sebaran ke-31 nomina/pronomina di atas, kita dapat melihat bahwa Rendra berusaha

membuat dirinya dekat dengan pembaca dengan cara memasukkan struktur nomina/frasa

nominal sesederhana mungkin. Dari 31 struktur nomina yang dilibatkan dalam puisinya, lebih

dari separuhnya berbentuk struktur nominal sederhana. Terdapat 13 nomina yang tersusun dari

Thing/nomina saja. Sebanyak 2 struktur nominal menggunakan konstruksi Thing-Possesif. 6

frasa nominal berstruktur Thing-Classifier. 1 frasa nominal berstrukturkan N-Thing. 6 frasa

nominal bertrukturkan Thing-D/Thing-Class-D. Sedangkan struktur nominal yang agak

kompleks terdiri dari 1 frasa nominal berstrukturkan Thing-Class-Epi. 1 frasa nominal

(14)

Selain dilihat dari strukturnya, kita dapat melihat dari pilihan nomina/frasa nominal yang

dilibatkan Rendra ke dalam puisinya. Dari ke-31 nomina/frasa nominal, ada 3 nomina/frasa

nominal yang mungkin dapat dikategorikan tidak umum (meskipun banyak juga yang

menyatakan umum) yaitu frasa (1) “alat - alat kemajuan yang diimpor” (pada klausa 17) (kata

impor adalah kata pinjaman dari bahasa Ingris, (2) “kali coklat menjalar ke lautan” (pada klausa

4) (kata menjalar memiliki nuansa metafora), (3) “bau kencing orok di kaki langit” (pada klausa

3) (kaki langit bermuatan metafora). Pemilihan nomina/frasa nominal yang sebagian besar umum

ini memperlihatkan tingkat kontak Rendra dengan pembacanya yang dekat. Pembaca tidak perlu

berpikir keras untuk memahami bahasa yang disampaikan Rendra karena bahasa yang

digunakannya familiar (dekat).

E.3. Affect (Pengaruh)

Affect (pengaruh) mengacu pada tingkatan kontrol emosi dalam hubungannya antarpelibat

wacana (Martin, 1992: 505). Affectyang didiskusikan di sini dapat meliputi perasaan suka, tidak

suka atau netralitas dari Rendra terhadap permasalahan arah pendidikan di kampus. Ada dua cara

untuk mengetahui affect dari Rendra yang tergambar dalam puisi SPM, yaitu dengan

menggunakan pendekatan (1) melihat kata-kata emotifnya, dan (2) dengan melihat modalitasnya.

Kata-kata emotif di sini berkenaan dengan kata-kata yang berhubungan dengan perasaan

seperti kata-kata yang termasuk dalam kategori interjeksi (kata seru), maupun kata-kata

berkategori emotif seperti kata “suka,” “benci,” “tidak suka” dan sebagainya. Dengan melihat

ada tidaknya kata ini serta seberapa frekuensi munculnya kata-kata emotif ini, kita dapat

menentukan pijak kaki dari Rendra terhadap masalah dunia pendidikan di kampus; (1) apakah ia

suka terhadap PPT, (2) apakah ia tidak suka dengan PPT, ataukah (3) apakah ia berada di pihak

yang netral

Demikian juga penggunaan modal, seperti kata “bisa,” “harus,” dan sejenisnya, kita dapat

melihat kadar emosi Rendra terhadap permasalahan yang dihadapinya. Semakin banyak ia

menggunakan modal “harus” untuk melakukan sesuatu untuk satu pihak (dengan polar positif

tentunya) semakin Rendra memiliki perasaan suka pada pihak tersebut. Semakin banyak Rendra

mengunakan modal “harus” dengan polar negatif pada satu pihak, semakin Rendra memiliki

(15)

modal dengan tingkat obligasi (kewajiban) dibawah 50% seperti “seharusnya,” “bisa,” dan

sejenisnya, maka Rendra memposisikan dirinya pada posisi netral.

E.3.a. Kata-kata Emotif

Pada puisi SPM, tidak banyak kata emotif yang gunakan oleh Rendra dalam mengungkapkan

Affectnya. Adapun kata yang dinilai memiliki makna emotif terdapat pada klausa 8 yaitu kata

“ya!” Kata “ya!” dalam hal ini berfungsi untuk menekanka keberadaan sesuatu yang mengganjal

di hatinya. Ganjalan itu berupa penglihatannya terhadap adanya ketidakadilan dalam masyarakat

ang diungkapkannya dalam klausa “ada yang jaya, ada yang terhina,” “ada yang bersenjata, ada

yang terluka,” “ada yang duduk, ada yang diduduki,” “ada yang berlimpah, ada yang terkuras,”

dan dengan menggunakan kata emotif “ya!” Rendra seakan-akan membenarkan bahwa

ketidakadilan itu memang terjadi dalam masyarakat, dan karenanya, ia kemudian menutup

pembenaran itu dengan menanyakan kepada para pelaku pendidik dimanakah posisi mereka,

apakah yang berada dalam posisi superior ataukah inferior. Apakah maksud baik mereka

digunakan untuk (1) menjayakan yang hina, (2) menyembuhkan yang terluka dan memberinya

senjata, (3) mengangkat yang diduduki dan memberi limpahan yang tekuras, ataukah sebaliknya,

mendukung yang jaya, yang bersenjata, yang berlimpah dan yang menduduki. Dalam puisi SPM

ini, kata “ya!” memiliki nilai emotif yang tinggi.

Selain kata emotif “ya!,” kata-kata lainnya yang dapat dikategorikan sebagai kata emotif

adalah adalah frasa “kita bertanya.” Ada 7 klausa yang mengandung frasa “kita bertanya” yang

memiliki fungsi mengungkapkan perasaan Rendra. Perasaan yang dimaksud di sini adalah

perasaan keragu-raguan Rendra terhadap beberapa hal, antara lan: (1) keragu-raguan apakah

maksud baik harus selalu baik dalam klausa “kita bertanya: kenapa maksud baik tidak selalu

berguna, kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga” (2) keragu-raguan akan

peruntukan maksud baik itu kepada siapa, apakah untuk yang berkuasa atukah untuk yang lemah,

dalam klausa “orang berkata: "kami ada maksud baik" dan kita bertanya : "maksud baik untuk

siapa?" (3) keragu-raguan akan keberpihakan maksud baik, dalam klausa “dan kita di sini

bertanya: "maksud baik saudara untuk siapa? saudara berdiri di pihak yang mana?" (4)

keragu-raguan akan peruntukan maksud baik dalam klausa “tentu, kita bertanya : "lantas maksud baik

saudara untuk siapa?" (5) keragu-raguan akan arah pendidikan di kampus, dalam klausa “dan di

(16)

keragu-raguan pada peruntukan maksud baik Rendra, mau diberikan pada siapa, dalam klausa

“di bawah matahari ini kita bertanya : ada yang menangis, ada yang mendera ada yang habis,

ada yang mengikis dan maksud baik kita berdiri di pihak yang mana!”

Dari paparan tentang bahasa emotif di atas, meskipun dalam puisi SPM, tidak banyak

ditemukan secara jelas kata-kata yang menunjukkan emotif, namun beberapa kata maupun frasa

menjelaskan emosi Rendra terhadap pihak PPT dan penguasa. Dengan banyaknya kata tanya

yang ditanyakan kepada yang berkuasa, Rendra seakan-akan secara implisit dan halus

menyerang PPT dan penguasa lewat pertanyaan ironi. Dengan demikian, dengan menggunakan

pendekatan bahasa emotif, dapat disimpulkan bahwa Rendra berada pada posisi kontraPPT dan

penguasa dan pro pada rakyat yang tertindas.

E.3.b. Strategi Modalitas.

Dalam puisinya, Rendra tidak terlalu memanfaatkan strategi modalitas dalam mengungkapkan

perasaan suka, tidak suka dan netralitasnya pada PPT dan penguasa. Dari 27 klausa yang

membangun puisinya, hanya ditemukan 1 klausa yang menggunakan modal. Yaitu klausa 6,

“kita bertanya : kenapa maksud baik tidak selalu berguna, kenapa maksud baik dan maksud baik

bisa berlaga.” Modal “bisa” di sini memiliki fungsi yaitu menjelaskan kesanggupan untuk

melakukan sesuatu, yaitu mampu berlaganya maksud baik dengan maksud baik yang lainnya.

Uniknya, karena modal “bisa” ini berada dalam klausa interogatif, maka makna yang terkandung

di dalamnya bukan lagi kesanggupan untuk melakukan sesuatu, tapi maka kesanggupan ini

berubah menjadi sebuah ironi yang apabila diformulasikan dalam sebuah proposisi panjang,

tidak mungkin maksud baik dari seseorang dapat berseberangan dengan maksud baik dari

orang lain, karena secara logika, maksud baik dari seseorang pastinya akan diterima dengan

baik oleh orang lain tanpa menimbulkan pertentangan. Dan apabila maksud baik dari seseorang

ternyata dapat bentrok dengan maksud baik orang lain, maka pastinya ada yang salah pada

maksud-maksud baik tersebut, mungkin salah satunya salah, atau bahkan mungkin dua-duanya

salah”

Dalam konteks terakhir ini, kita dapat menyimpulkan bahwa Rendra, tidak menggunakan

strategi pemanfaatan modal secara optimal untuk menunjukkan perasaannya, sehingga pijak

(17)

F. Simpulan dan Kesan

Berdasarkan apa yang telah dibahas oleh paper ini, kita dapat menyimpulkan beberapa hal pokok

yang tergambar dalam butir-butir simpulan di bawah ini, antara lain:

(1) puisi, utamanya puisi “Sajak Pertemuan Mahasiswa” dapat dianalisis dengan menggunakan

pendekatan Sistemik Fungsional Linguistik (SFL) (Tatabahasa Fungsional)

(2) dengan menggunakan piranti-piranti yang ada dalam SFL, kita dapat menemukan pijak kaki

(positioning) W.S. Rendra dalam puisi SPM.

(3) dalam puisi SPM tersebut dijumpai bahwa W.S. Rendra berada pada posisi mendukung

rakyat tertindas, menentang penguasa penindas, menentang program pendidikan yang akan

melahirkan sarjana yang nantinya menjadi pemimpin yang menindas, berada pada posisi

intim (dekat) dengan pembaca puisinya, dan menjauhkan diri dari pihak yang disebutnya

sebagai pihak pendidik yang kurang berorientsi kerakyatan

(4) piranti yang digunakan dalam menganalisis pijak kaki Rendra ini ada tiga yaitu (1)

status, (2) kontak, dan (3) affect (pengaruh).

(5) untuk mengetahui status, alat analisis yang digunakan adalah analisis polariti dan sistem

mood kausa-klausa pembentuk puisi SPM.

(6) untuk mengetahui kontak, alat analisis yang digunakan adalah nominalisasi dan

pronominalisasi.

(7) untuk mengetahui Affect (pengaruh), alat yang digunakan adalah pemanfaatan bahasa emotif

dan penggunaan modal.

(8) kesan yang ditangkap penulis paper ini terhadap puisi SPM adalah “W.S. Rendra memiliki

kemampuan membuat puisi yang baik, yang ditunjukkan lewat kemampuannya

menyampaikan kritik terhadap PPT tanpa menggunakan cara-cara klasik seperti dengan cara

memaki, mencerca dan menghina. Dalam puisi SPM, W.S. Rendra menyampaikan kritiknya

lewat pertanyaan-pertanyaan idealis, ideologis, dan ironis yang menyerang. Kemampuan

Rendra dalam mengolah kata harus diakui baik karena ia mampu menggunakan

kata-kata umum yang sedehana dengan struktur nominal yang sederhana pula tanpa melibatkan

banyak majas, tapi lewat kesederhanaan itu dapat tercipta sebuah puisi indah dan sarat

(18)

Referensi

Eggin Susan. 1994. An Introduction to Systemic Functional Linguistics. London: Printer Publisher.

Halliday, M.A.K. 1985. An Introduction to Functional Grammar. London: Edward Arnold Inc.

Hallday, M.A.K. 1985b. Spoken and Writren Language. Victoria: Deakin University, Press.

Halliday, M.AK and Hassan R. 1985. Language, Text and Context, Aspect of Language in a Social Semiotic Prespective. Victoria: Deakin University. Press

Martin, J.R. 1992. English Text, System and Structure. Philadelpia: John Benyamin Publishing Company.

Teew. A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Wiratno, Tri.1994. Realisasi Lexicogramatika dan Makna Metafungsi dalam Teks Ilmiah. Surakarta: Fakultas Sastra. UNS.

--.--. W.S. Rendra. http://nusantaranews.wordpress.com/2009/08/06/ws-rendra-dan-sajak-sebatang-lisong/. Diakses 31 Juli 2010.

Lampiran 1: Teks Puisi Sajak Pertemuan Mahasiswa

Sajak Pertemuan Mahasiswa

1. matahari terbit pagi ini

mencium bau kencing orok di kaki langit melihat kali coklat menjalar ke lautan 4. dan mendengar dengung di dalam hutan

5. lalu kini ia dua penggalah tingginya dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini

12. dan kita bertanya : "maksud baik untuk siapa ?"

13. ya ! 20. saudara berdiri di pihak yang mana ?"

21. kenapa maksud baik dilakukan

43 akan tumbuh di kebon belakang

44. dan esok hari

(19)

tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya tanah - tanah di gunung telah dimiliki orang - orang kota perkebunan yang luas

hanya menguntungkan segolongan kecil saja alat - alat kemajuan yang diimpor

27. tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya

ada yang habis, ada yang mengikis dan maksud baik kita

54. berdiri di pihak yang mana !

RENDRA

( Jakarta, 1 Desember 1977 )

Keterangan: Penomoran baris dilakukan untuk memudahkan analisis. Teks asli tidak bernomor.

Lampiran 2: Sebaran Klausa-klausa Pembangun Puisi SPM

1. Sajak Pertemuan Mahasiswa 2. matahari terbit pagi ini,

3. mencium bau kencing orok di kaki langit, 4. melihat kali coklat menjalar ke lautan, dan

mendengar dengung di dalam hutan. 5. lalu kini ia dua penggalah tingginya dan ia

menjadi saksi kita berkumpul di sini, memeriksa keadaan

6. kita bertanya : kenapa maksud baik tidak selalu berguna, kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga

7. orang berkata : "kami ada maksud baik" dan kita bertanya : "maksud baik untuk siapa?" 8. ya!

9. ada yang jaya, ada yang terhina 10. ada yang bersenjata, ada yang terluka 11. ada yang duduk, ada yang diduduki 12. ada yang berlimpah, ada yang terkuras 13. dan kita di sini bertanya : "maksud baik

saudara untuk siapa? saudara berdiri di pihak yang mana?"

14. kenapa maksud baik dilakukan tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya

15. tanah - tanah di gunung telah dimiliki orang - orang kota

16. perkebunan yang luas hanya menguntungkan segolongan kecil saja

17. alat - alat kemajuan yang diimpor tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya

18. tentu, kita bertanya : "lantas maksud baik saudara untuk siapa?"

19. sekarang matahari semakin tinggi lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala 20. dan di dalam udara yang panas kita juga

bertanya : kita ini dididik untuk memihak yang mana?

21. ilmu - ilmu diajarkan di sini akan menjadi alat pembebasan ataukah alat penindasan? 22. sebentar lagi matahari akan tenggelam 23. malam akan tiba

24. cicak - cicak berbunyi di tembok dan rembulan berlayar, tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda, akan hidup di dalam mimpi, akan tumbuh di kebon belakang

25. dan esok hari matahari akan terbit kembali 26. sementara hari baru menjelma, pertanyaan -

pertanyaan kita menjadi hutan atau masuk ke sungai menjadi ombak di samodra

Referensi

Dokumen terkait

1) Crumb rubber dan pecahan genteng dapat digunakan sebagai agregat halus untuk membuat beton dengan kategori beton ringan. 2) Dalam membuat beton ringan struktural

Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut. •

anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur

Pada pelaksanaan siklus I nilai-nilai yang diperoleh peserta didik kelas XI TPM B SMK Negeri 2 Surakarta pada pembelajaran mata diklat CNC Dasar TU-3A

Merakit (pemasangan setiap komponen, handle, poros pemutar, dudukan handle alas atas bawah, dan saringan).. Mengelas (wadah dengan alas atas, saringan, handle, dan

[r]

SDIT AL uswah Surabaya is one unified Islamic elementary school that has problems ranging from frequent mistake inputting data, loss of data that has been collected, the data is not

Pendekatan perancangan dilakukan dengan bentukan bangunan baru yang melanjutkan langgam dan bentukan bangunan historis. Pengolahan fasad, garis dan bidang horisontal