• Tidak ada hasil yang ditemukan

Volkanologi dan Geotermal Gunung Anak Kr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Volkanologi dan Geotermal Gunung Anak Kr"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara geologis, Indonesia adalah negara kepulauan yang berada di pertemuan beberapa

lempeng tektonik dunia, yaitu Eurasia, Indo-Australia, Pasifik, dan Filipina (minor) sehingga

memiliki busur gunungapi yang relatif masif dan panjang (bagian besar dari Ring of Fire)

(Sumintadireja, 2012). Indonesia memiliki gunungapi terbanyak di dunia, yaitu 129

gunungapi aktif (15% dari seluruh gunungapi di dunia) (Sumintadireja, 2012).

Keberadaan gunungapi di Indonesia memberikan dampak signifikan bagi kehidupan

masyarakat, baik positif maupun negatif. Makalah ini akan lebih fokus untuk membahas

dampak negatif dari keberadaan gunungapi di Indonesia. Beberapa gunungapi yang masih

atau pernah aktif di Indonesia seperti Gunung Tambora, Gunung Krakatau, dan Gunung

Merapi menyisakan segenap kenangan kelam bencana letusan yang pernah diakibatkannya.

Bencana letusan gunungapi yang menelan banyak korban jiwa dan kerugian harta-benda

adalah suatu hal yang sampai saat ini masih sulit diperkirakan waktu kejadiannya. Bercermin

dari fakta tersebut, perlu dilakukan suatu penelitian komprehensif tentang gunungapi untuk

meminimalkan dampak negatif dari bencana letusan yang diakibatkannya.

Salah satu gunungapi aktif di Indonesia adalah Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat

Sunda, Lampung. Setelah letusan dahsyat tahun 1883, Gunung Krakatau menyisakan

beberapa anak pulau gunungapi yang salah satunya adalah GAK yang kini masih aktif. Telah

dilakukan beberapa riset tentang GAK oleh sebagian lembaga milik pemerintah Indonesia.

Dengan hasil riset terdahulu dilakukan suatu penelitian lanjutan untuk memperdalam

pengetahuan tentang karakteristik, sejarah erupsi, pemodelan erupsi (dengan software

Erupt3), dan mitigasi bencana GAK.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, muncul tiga pertanyaan utama yang harus terjawab di

(3)

1. Bagaimana karakteristik GAK?

2. Bagaimana sejarah erupsi GAK?

3. Bagaimana pemodelan erupsi GAK?

4. Bagaimana mitigasi bencana GAK?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan keempat rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Menentukan karakteristik GAK

2. Menentukan sejarah erupsi GAK

3. Menentukan pemodelan erupsi GAK

4. Menentukan mitigasi bencana GAK

1.4 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur (dilakukan dengan

mengkaji buku, paper, dan sumber internet).

1.5 Sistematika Penulisan

Makalah ini terbagi dalam enam bab, yaitu Pendahuluan, Karakteristik GAK, Sejarah Erupsi

GAK, Pemodelan Erupsi GAK, Mitigasi Bencana GAK, dan Kesimpulan. Bab satu

menjelaskan latar belakang pengangkatan topik, rumusan masalah yang muncul, tujuan utama

dari penelitian, metode yang digunakan dalam penelitian, dan sistematika penulisan makalah.

Bab dua menjelaskan tentang karakteristik umum dari GAK seperti morfologi, stratigrafi,

litologi, serta sifat-sifat kegunungapian lainnya. Bab tiga menjelaskan tentang sejarah erupsi

GAK sejak pembentukannya sampai saat ini. Bab empat menjelaskan tentang pemodelan

erupsi GAK dengan menggunakan software Erupt3. Bab lima menjelaskan tentang mitigasi

bencana yang telah dan dapat dilakukan di Kawasan Rawan Bencana (KRB) GAK. Bab enam

(4)

BAB II

KARAKTERISTIK GUNUNG ANAK KRAKATAU

Secara astronomis, GAK berada di 6° 6’ 5,8’’ LS dan 105° 25’ 22,3’’ BT (ESDM, 2005). Secara geografis, GAK berada di Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi

Lampung (ESDM, 2005). GAK berdekatan dengan beberapa kota, yaitu Kalianda

(Lampung); Merak, Anyer, dan Labuan (Banten) (ESDM, 2005).

Gambar 2.1 Lokasi geografis GAK (Sutawidjaja, 2006)

GAK memiliki ketinggian ± 300 mdpl dan lebar ± 2 km (ESDM, 2005). GAK berbentuk

pulau gunungapi dengan salah satu kerucut aktifnya di pusat kaldera dengan periode letusan

1-8 tahun sekali dan rata-rata 2-4 tahun sekali (ESDM, 2005). GAK memiliki tipe erupsi

Strombolian dan Vulkanian (ESDM, 2005). Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa

GAK memiliki nilai VEI (Volcanic Explosivity Index) sebesar 2-4 (Sumintadireja, 2012).

Selain itu, gunungapi bertipe Strombolian dan Vulkanian memiliki ciri khas material erupsi

(5)

Gambar 2.2 Morfologi umum GAK (www.wikipedia.com, diunduh 20 November 2016)

A

B

(6)

Gambar 2.3 Kenampakan kawah dan kelurusan dalam beberapa peta berbayang. Sinar datang dari: selatan (A), barat (B), utara (C), dan timur (D) (QGIS, dikerjakan 28 November

2016).

Gambar 2.4 Grafik perubahan ketinggian GAK pada 1930-2005 (Sutawidjaja, 2006)

Gambar 2.5 Ilustrasi beberapa tipe erupsi gunungapi, GAK bertipe Strombolian dan

(7)

Gambar 2.6 Klasifikasi tipe erupsi menurut Walker (1983), GAK bertipe Strombolian dan

Vulkanian (www.wikipedia.com, diunduh 20 November 2016)

(8)

Di sekitar GAK terdapat dua pos pengamatan yang berlokasi di Pasauran (Banten) dan

Hargopancuran (Lampung) (ESDM, 2005). GAK adalah salah satu bagian dari Kompleks

Krakatau yang terdiri dari Pulau Rakata, Pulau Sertung, Pulau Panjang, dan Pulau Anak

Krakatau (ESDM, 2005). Tiga pulau pertama adalah sisa-sisa pembentukan kaldera Krakatau,

sementara Anak Krakatau tumbuh menjadi gunungapi (ESDM, 2005). Kompleks Krakatau

terletak 140 km dari jalur tektonik selatan Jawa di mana jalur penunjaman terdapat 120 km di

bawahnya (Zen, 1983; dalam ESDM, 2005). Kompleks Krakatau berada di antara dua zona

graben dan zona rekahan berarah utara-selatan (ESDM, 2005).

Gambar 2.8 Kompleks Krakatau (www.britannica.com, diunduh 20 November 2016) Letusan dasitik dahsyat pada 27 Agustus 1883 menyebabkan runtuhnya tubuh Gunung

Krakatau yang kemudian membentuk beberapa anak pulau seperti yang telah dijelaskan di

paragraf sebelumnya. Letusan basaltik pada 29 Desember 1927 dinyatakan sebagai kelahiran

GAK (ESDM, 2005). Sampai saat ini, telah terjadi lebih dari 100 kali erupsi dengan produk

material piroklastik dan atau lava (ESDM, 2011). Fitur geomorfis GAK yang teramati hingga

(9)

Gambar 2.9 Ilustrasi letusan Gunung Krakatau pada 27 Agustus 1883 (www.wikipedia.com, diunduh 20 November 2016)

(10)
(11)

BAB III

SEJARAH ERUPSI GUNUNG ANAK KRAKATAU

Sejak 29 Desember 1927 sampai tahun 2000-an, GAK telah mengalami lebih dari 100 kali

erupsi, baik eksplosif maupun efusif (ESDM, 2011). Dari sejumlah letusan tersebut, titik

erupsi GAK selalu berpindah-pindah di sekitar tubuh kerucutnya (ESDM, 2011). GAK

diperkirakan memiliki masa istirahat 1-8 tahun dengan rata-rata kejadian erupsi 4 tahun sekali

(ESDM, 2011). Jumlah material volkanik yang dikeluarkan GAK dari aktivitas erupsinya

selama ini mencapai 13 juta m3 (ESDM, 2011).

Secara umum, Kompleks Krakatau telah mengalami lima periode evolusi gunungapi

(ESDM, 2011), yaitu:

1. Periode 1: Pembentukan gunungapi tunggal (Gunung Krakatau Purba)

2. Periode 2: Penghancuran Gunung Krakatau Purba

3. Periode 3: Pembentukan gunungapi Rakata, Danan, dan Perbuatan

4. Periode 4: Penghancuran gunungapi Rakata, Danan, dan Perbuatan

(12)
(13)
(14)

Tabel 3.1 Sejarah erupsi GAK (1680-2010) (ESDM, 2011) 1680 - 1681 Mei 1680 - Mei 1681, letusan abu disertai leleran lava

1883 20 Mei 1883, diawali dari aktivitas Gunung Perbuatan, letusan abu dan

semburan uap mencapai tinggi 11 km, suara dentuman terdengar sejauh 200 km. Pada Juni, kegiatan volkanik terjadi di Gunung Danan. Erupsi proksimal terjadi pada 26 - 28 Agustus. Setelah pukul 13.00, 26 Agustus, beberapa erupsi terjadi dan mencapai puncaknya pada Minggu, 27 Agustus, pukul 10.02, pada pukul 10.52 dentumannya terdengar hingga ke Singapura dan Australia. Erupsi ini menyemburkan batuapung dan abu setinggi 70 - 80 km, endapannya

menempati area 827.000 km2. Runtuhan tubuh gunungapi menyebabkan

tsunami dengan tinggi gelombang rata-rata 20 m yang menyapu pantai-pantai di Selat Sunda dan barat laut Jawa serta menyebabkan 36.417 koban jiwa. September dan Oktober terjadi letusan freatik.

1884 Februari, letusan freatik yang merupakan kelanjutan dari Oktober 1883

1927 29 Desember, kegiatan volkanik baru terjadi di pusat kaldera, tepatnya di timur

laut dasar kaldera pada kedalaman 188 m, dinyatakan sebagai kelahiran September - 7 Oktober, dan 7 - 23 Desember

1930 14 - 28 Januari, 10 Maret - 5 April, 30 April - 15 Mei, dan 2 Juni - 15 Agustus

1931 Terbentuk danau kawah, erupsi abu mencapai tinggi 2400 m dan erupsi

samping pada 23 - 26 September, 5 - 7 November, dan 5 - 21 Desember

1932 12 - 17 Februari erupsi lanjutan dari tahun sebelumnya

1933 Erupsi di danau kawah pada 16 Januari - 25 Mei, 10 - 17 Juni, 5 - 6 Juli, 5 September - 5 Oktober, dan 10 November - 6 Desember

1934 Kegiatan lanjutan dari tahun sebelumnya pada 6 - 26 Januari, selama Maret, 5 -

12 Mei, dan 7 - 9 Juni. Pada periode ini salah satu erupsinya mencapai ketinggian 6800 m.

1935 Erupsi abu dan erupsi freatik di danau kawah, ukuran danau kawah mencapai

275 x 250 m2, aktivitas terjadi pada 4 - 14 Januari, 6 Februari - 6 Mei, dan 25

Mei - 12 Juli

1936 Erupsi abu pada 13 Oktober dan selama November tinggi tiang abu sekitar 100

- 300 m

1937 Erupsi di danau kawah terjadi pada 6 Agustus - 21 September, tinggi abu antara 2000 - 2600 m, kemudian pada 17 - 23 November terjadi erupsi-erupsi kecil pada kawah baru di bagian barat daya

1938 Erupsi abu dan erupsi freatik di danau kawah berlangsung hingga 1940.

Kegiatan terjadi pada 4 Juli - 29 Agustus, 12 - 14 September, 2 Oktober, 7 November, dan 8 - 9 Desember.

(15)

Desember

1940 9 Januari, 3 - 10 Februari, 1 Maret - 15 Mei, dan 10 Juni - 2 Juli. Pada Juni tinggi letusan mencapai 1000 - 4000 m.

1941 Erupsi di danau kawah pada 28 Januari - 12 Februari

1942 Erupsi di danau kawah pada 29 - 30 Januari

1943 Erupsi di danau kawah

1944 Erupsi di danau kawah

1945 Erupsi di danau kawah

1946 Erupsi di danau kawah pada 25 Juli dan selama Desember

1947 Erupsi di danau kawah selama April

1948 Erupsi di danau kawah

1949 Erupsi di danau kawah pada 12 Mei

1950 Erupsi di danau kawah pada 3 - 7 Juli

1952 Erupsi di danau kawah pada 10 - 11 Oktober, terbentuk kerucut baru dengan danau kawah bergaris tengah 440 m

1953 Erupsi abu di danau kawah pada 20 - 23 September, tinggi kerucut mencapai

116 m

1958 Erupsi di danau kawah, tanggalnya tidak diketahui

1959 Erupsi di danau kawah selama Juni - Juli. Kegiatan erupsi terdiri atas 4 fase: 1.

Erupsi abu hitam, 2. Erupsi abu dan gas dengan tiang asap setinggi 500 m, 3. Erupsi abu setinggi 1000 - 1500 m, dan 4. Erupsi abu hitam.

1960 Kegiatan erupsi lanjutan dari tahun sebelumnya, terjadi pada 12 - 13 Januari, tinggi asap mencapai 1000 m

1961 Kegiatan erupsi tidak diketahui tanggalnya, melenyapkan danau kawah bulan

sabit dan leleran lava mengisi kawah dan dan bibir kawah bagian timur

1963 Leleran lava menembus laut melalui pematang barat daya kawah dan

membentuk kipas

1968 Erupsi freatik selama September

1972 - 1973 Erupsi abu menerus mencapai tinggi 1600 m. Saksi mata mengamati kejadian erupsi pada 26 Juni, 21 - 22 Desember, dan 29 Desember 1972. Kagiatan erupsi menerus hingga Januari 1973 dan diakhiri leleran lava ke arah selatan, barat daya, dan barat; menembus laut sehingga memperluas daratan.

1975 Erupsi abu selama tahun ini dan diakhiri dengan leleran lava ke arah barat - barat laut

1979 Erupsi abu hampir selama tahun ini dan diakhiri dengan leleran lava ke arah barat daya

1981 Erupsi abu sejak Februari hingga Juli dan diakhiri dengan leleran lava ke arah

selatan menindih lava 1973-1973

1984 Erupsi abu terjadi pertengahan tahun dan tidak diketahui tanggalnya

(16)

1992 - 2000 Erupsi abu terjadi pada 8 November, kegiatannya dimulai dengan peningkatan kegempaan volkanik sejak Agustus. Kegiatan erupsi menerus sampai tahun 2000 setiap hari atau setiap beberapa menit, menyemburkan abu dengan tinggi rata-rata 400 - 800 m, dan leleran lava. Leleran lava terjadi pada November - Desember 1992, Februari 1993, April - Mei 1993, Juni 1993, Januari 1996, Juni 1996, dan Juli 1996. Leleran lava tersebut umumnya mencapai laut, sehingga menambah daratan pulau tersebut. Jumlah material yang disemburkan (lava dan material lepas) adalah 22 juta m3. Penambahan daratan seluas

380.000 m2. Tinggi Gunung Anak Krakatau mencapai 305 mdpl.

2001 Erupsi abu bertipe Strombolian pada 5 Juli

2005 Pada 24 - 26 September 2005 terjadi peningkatan jumlah kegempaan

2007 Pada 20 - 22 Oktober 2007 aktivitas kegempaan kembali meningkat. Pada 23

Oktober 2007 terjadi letusan abu setinggi 200 m. Berdasarkan hasil pengamatan visual pada 25 Oktober 2007 (Patria dkk, 2007), dilaporkan terdapat lubang letusan baru di dinding selatan Gunung Anak Krakatau.

2008 Pada 1 - 20 April terjadi peningkatan aktivitas. Hasil pengamatan langsung Gunung Anak Krakatau 15 - 16 April 2008 menunjukkan bahwa terjadi letusan abu yang disertai lontaran material pijar yang berlangsung setiap selang waktu 5 - 15 menit dengan ketinggian sekitar 100 - 500 meter.

2010 Mulai 10 Oktober 2010, terjadi letusan abu yang disertai lontaran material pijar

dengan ketinggian asap sekitar 100-1700 m dan berlangsung setiap hari sampai saat ini

(17)

BAB IV

PEMODELAN GUNUNG ANAK KRAKATAU 4.1 Proses Pemodelan GAK

Pemodelan berasal dari kata model yang berarti rencana, representasi, atau deskripsi yang

menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep. Pemodelan merupakan suatu upaya

penyederhanaan atau idealisasi dari suatu objek, sistem, atau konsep. Hasil dari pemodelan

dapat berupa model fisik, model visual, dan rumusan matematis. Makalah ini akan fokus

membahas tentang pemodelan visual erupsi GAK menggunakan softwareErupt3.

GAK telah bererupsi selama 89 tahun (1927-2016). Dalam jangka waktu tersebut, GAK

memiliki frekuensi erupsi rata-rata 4 bulan setiap tahun dan 3,6 jam setiap hari. Dengan

asumsi frekuensi tersebut, waktu total erupsi adalah ± 3 tahun.

Selama proses pemodelan, GAK diasumsikan memiliki 12 fase erupsi yang membangun

tubuh gunungapi-nya dari awal sampai seperti saat ini. 12 fase erupsi tersebut adalah

campuran erupsi tipe Strombolian dan erupsi tipe Vulkanian, sehingga erupsi GAK

menghasilkan produk campuran material piroklastik dan material lava.

Tabel 4.1 Daftar fase erupsi dalam pemodelan GAK menggunakan Erupt3

No Fase Material hasil erupsi Waktu erupsi

(18)

Gambar 4.1 Fase erupsi pertama (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)

(19)

Gambar 4.3 Fase erupsi ketiga (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)

Gambar 4.4 Fase erupsi keempat (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)

(20)

Gambar 4.6 Fase erupsi keenam (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)

(21)

Gambar 4.8 Fase erupsi kedelapan (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)

Gambar 4.9 Fase erupsi kesembilan (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)

(22)

Gambar 4.11 Fase erupsi kesebelas (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)

Gambar 4.12 Fase erupsi kedua belas (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)

(23)

Gambar 4.14 Kenampakan topografi GAK dari map view (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)

Gambar 4.15 Stratigrafi GAK (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)

LAVA

(24)

4.2 Galat Pemodelan

Seluruh proses pemodelan erupsi GAK di Erupt3 pada hakikatnya adalah proses recording

and reasoning, artinya pemodelan erupsi GAK dilakukan dengan perekaman peristiwa erupsi

berdasarkan sejarah nyata erupsi GAK dari literatur terlampir. Akan tetapi, software Erupt3

sering mengalami bugging saat proses pemutaran hasil rekaman sehingga diperoleh hasil

rekaman yang tidak lengkap atau tidak sesuai dengan pemodelan erupsi yang dilakukan di

awal. Maka, pemodelan erupsi GAK yang dilakukan tidak mungkin 100% sesuai dengan

(25)

BAB V

MITIGASI BENCANA GUNUNG ANAK KRAKATAU

Mitigasi bencana GAK (ESDM, 2005) dapat dilakukan dengan :

1. Pengamatan GAK

 Dilakukan dengan mengambil dan mengolah data geologi, geofisika, dan geokimia secara kontinu sehingga kondisi GAK terpantau secara teratur.

Pemantauan aktivitas GAK, baik secara visual maupun seismik, dilakukan dari

pos pengamatan GAK di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten

Serang, Provinsi Banten dan Desa Hargopancuran, Kecamatan Kalianda,

Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis kondisi GAK oleh Kantor Pusat

Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, sampai 21 April 2015 GAK

berstatus Waspada (Tingkat II).

2. Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (KRB) GAK

 KRB Gunungapi merupakan kawasan yang pernah terlanda atau berpotensi terlanda bahanya erupsi gunungapi baik secara langsung maupun tidak

langsung

 Pemetaan KRB GAK dimaksudkan untuk menentukan kelompok-kelompok

kawasan berdasarkan kerentanannya terlanda bahaya erupsi GAK

 Terdapat tiga KRB GAK:

 KRB I

Yaitu kawasan yang berpotensi terlanda hujan abu dan lontaran batu

(26)

terdahulu GAK dapat melontarkan material piroklastik berukuran

bongkah-kerikil sejauh 5 km dan material piroklastik berukuran

pasir-lempung hingga 8 km. Fakta tersebut menjadi dasar dalam penentuan

radius 8 km untuk KRB I GAK terhitung dari kawah GAK. Pada

radius 8 km ini hanya terdapat Pulau Rakata, Sertung, dan Panjang

yang tidak berpenghuni kecuali penghuni insidental seperti wisatawan

dan nelayan.

 KRB II

Kawasan ini beradius 5 km dari kawah GAK. Terbagi menjadi dua

kawasan:

a. KRB terhadap aliran lava dan awan panas

Berdasarkan sejarah erupsi GAK, aliran lava lebih dominan

dierupsikan daripada awan panas (piroklastik). Aliran lava

disebabkan karena volume lava berlebih pada kawah sehingga lava

tersebut mengalir melalui morfologi rendahan yang umumnya

terdapat pada arah barat daya, timur laut, dan barat. Jika terjadi

awan panas, maka yang berpotensi terlanda hanya puncak dan

lereng bagian atas karena kawah GAK memiliki kolom setinggi

1000 m.

b. KRB terhadap lontaran dan hujan abu lebat

Produk erupsi GAK yang berupa material piroklastik seperti bom

volkanik dan hujan abu lebat tidak dipengaruhi arah angin sehingga

batas KRB ini berbentuk lingkaran dengan radius 5 km.

 KRB III

Merupakan kawasan yang berpotensi terlanda aliran lava, gas beracun,

serta kemungkinan awan panas. Kawasan ini beradius 2 km dari kawah

(27)

3. Peningkatan Kewaspadaan Masyarakat

Kewaspadaan masyarakat didasarkan pada KRB GAK yang telah dijelaskan

sebelumnya. Sehingga pihak berwenang terkait mitigasi bencana dapat memberikan

kebijakan seperti membolehkan masyarakat beraktivitas dengan waspada pada KRB I

dan II GAK dan melarang sama sekali masyarakat untuk beraktivitas pada KRB III

GAK.

4. Upaya Penyelamatan Diri

 Awan panas

Menjauhkan diri dari daerah berpotensi terlanda awan panas seperti sungai dan

lembah sungai

 Lontaran batu

Menjauhkan diri dari daerah berpotensi terlanda lontaran batu seperti puncak

gunung dan kawah

 Aliran lava

Menjauhkan diri dari daerah berpotensi terlanda aliran lava seperti sungai dan

lembah sungai

 Gas beracun

Menjauhkan diri dari daerah berpotensi terlanda gas beracun seperti lembah,

celah, dan cekungan pada saat cuaca mendung, hujan, berkabut, dan tidak ada

hujan. Gas beracun juga dapat diantisipasi dengan pemakaian masker gas atau

kain penutup hidung yang telah dibasahi air.

 Hujan abu

Menjauhkan diri dari daerah berpotensi terlanda hujan abu. Hujan abu juga

dapat diantisipasi dengan berlindung pada bangunan kokoh serta pemakaian

(28)

5. Peringatan Dini

Peringatan dini dimaksudkan untuk menyebarkan informasi bencana secara cepat dan

tepat kepada masyarakat di KRB terkait. Peringatan dini bencana GAK menjadi

wewenang pemerintah Provinsi Lampung.

(29)

Gambar 5.2 Metode pemantauan gunungapi secara umum. Yang telah diterapkan dengan efektif di GAK adalah pemantauan deformasi permukaan, gas, dan kegempaan.

(30)

BAB VI KESIMPULAN

GAK adalah pulau gunungapi strato sisa letusan Krakatau tahun 1883 yang bertipe erupsi

Strombolian dan Vulkanian dan memiliki frekuensi erupsi rata-rata 2-4 tahun sekali. Erupsi

GAK menghasilkan jatuhan piroklastik, aliran piroklastik, dan aliran lava. GAK terbentuk

pada periode kelima dari evolusi Kompleks Krakatau. Sejak pembentukannya sampai saat ini

(1927-2016), GAK telah mengalami lebih dari 100 kali erupsi, baik eksplosif maupun efusif.

Pemodelan erupsi GAK menggunakan software Erupt3 dilakukan dengan asumsi akumulasi

waktu selama 3 tahun dan perkiraan fase erupsi sebanyak 12. Terbukti bahwa GAK adalah

gunungapi strato bertipe erupsi Strombolian dan Vulkanian dengan keberadaan kawah serta

perselingan lapisan lava dan piroklastik pada penampang stratigrafinya. Mitigasi bencana

GAK dapat dilakukan dengan pengamatan fisik gunung secara langsung, pemetaan KRB,

peningkatan kewaspadaan masyarakat, penyuluhan tentang upaya penyelamatan diri dari

bencana, dan sistem peringatan dini. Metode pemantauan yang telah diterapkan secara efektif

(31)

REFERENSI

Sumintadireja, P. 2012. GL3142: Volkanologi dan Geotermal. Bandung: Penerbit ITB.

Sutawidjaja, I. S. 2006. Pertumbuhan Gunungapi Anak Krakatau setelah Letusan Katastrofis

1883. Jurnal Geologi Indonesia vol. 1 no. 3 hlm. 143-153.

www.vsi.esdm.go.id. Diakses 20 November 2016.

www.britannica.com. Diakses 20 November 2016.

Gambar

Gambar 2.1 Lokasi geografis GAK (Sutawidjaja, 2006)
Gambar 2.2 Morfologi umum GAK (www.wikipedia.com, diunduh 20 November 2016)
Gambar 2.4 Grafik perubahan ketinggian GAK pada 1930-2005 (Sutawidjaja, 2006)
Gambar 2.7 Tiga jenis material hasil erupsi GAK (www.wikipedia.com, diunduh 20
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian tahun pertama mengenai penyusunan sistem informasi bahaya dan risiko bencana erupsi Gunungapi Merapi pasca erupsi 2010, dengan tujuan

18 Selisih Pendapatan Rata-Rata Petani (Kubis, Wortel, dan Tomat) Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung di Desa Perteguhen, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten

maksimal dalam proses belajar mengajar. 2) Kurangnya pengetahuan siswa mengenai adanya erupsi Gunung Kelud. 3) Pemahaman siswa tentang bencana letusan gunung api masih rendah. 4)

Konferensi PRBBK VII tahun 2011 akan menelaah apakah manajemen PPB, khususnya dalam bencana Letusan Gunungapi Merapi, sejak kajian/assessment, perencanaan,

Fenomena erupsi Merapi tahun 2010 telah menarik perhatian dan daya tarik masyarakat luas akan dampak dari letusan tersebut. Dampak erupsi tersebut telah menjadi

Kejadian letusan Gunung Merapi di Pulau Jawa yang terkait dengan perubahan kondisi SO 2 di Pulau Jawa khususnya pada saat kejadian letusan Gunung Merapi tahun 2010

Kaldera Batur adalah sisa gunung api yang sangat besar. Sebagian tubuh gunung itu ambruk akibat letusan dahsyat, sehingga terbentuk kawah sangat besar yang disebut

Bila diukur berdasarkan indek letusan VEI (Volcano Explosivity Index) antara 1-4 dengan jarak luncur awanpanas berkisar antara 4-15 km. Tetapi sejak letusan besar tahun