BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara geologis, Indonesia adalah negara kepulauan yang berada di pertemuan beberapa
lempeng tektonik dunia, yaitu Eurasia, Indo-Australia, Pasifik, dan Filipina (minor) sehingga
memiliki busur gunungapi yang relatif masif dan panjang (bagian besar dari Ring of Fire)
(Sumintadireja, 2012). Indonesia memiliki gunungapi terbanyak di dunia, yaitu 129
gunungapi aktif (15% dari seluruh gunungapi di dunia) (Sumintadireja, 2012).
Keberadaan gunungapi di Indonesia memberikan dampak signifikan bagi kehidupan
masyarakat, baik positif maupun negatif. Makalah ini akan lebih fokus untuk membahas
dampak negatif dari keberadaan gunungapi di Indonesia. Beberapa gunungapi yang masih
atau pernah aktif di Indonesia seperti Gunung Tambora, Gunung Krakatau, dan Gunung
Merapi menyisakan segenap kenangan kelam bencana letusan yang pernah diakibatkannya.
Bencana letusan gunungapi yang menelan banyak korban jiwa dan kerugian harta-benda
adalah suatu hal yang sampai saat ini masih sulit diperkirakan waktu kejadiannya. Bercermin
dari fakta tersebut, perlu dilakukan suatu penelitian komprehensif tentang gunungapi untuk
meminimalkan dampak negatif dari bencana letusan yang diakibatkannya.
Salah satu gunungapi aktif di Indonesia adalah Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat
Sunda, Lampung. Setelah letusan dahsyat tahun 1883, Gunung Krakatau menyisakan
beberapa anak pulau gunungapi yang salah satunya adalah GAK yang kini masih aktif. Telah
dilakukan beberapa riset tentang GAK oleh sebagian lembaga milik pemerintah Indonesia.
Dengan hasil riset terdahulu dilakukan suatu penelitian lanjutan untuk memperdalam
pengetahuan tentang karakteristik, sejarah erupsi, pemodelan erupsi (dengan software
Erupt3), dan mitigasi bencana GAK.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, muncul tiga pertanyaan utama yang harus terjawab di
1. Bagaimana karakteristik GAK?
2. Bagaimana sejarah erupsi GAK?
3. Bagaimana pemodelan erupsi GAK?
4. Bagaimana mitigasi bencana GAK?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan keempat rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Menentukan karakteristik GAK
2. Menentukan sejarah erupsi GAK
3. Menentukan pemodelan erupsi GAK
4. Menentukan mitigasi bencana GAK
1.4 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur (dilakukan dengan
mengkaji buku, paper, dan sumber internet).
1.5 Sistematika Penulisan
Makalah ini terbagi dalam enam bab, yaitu Pendahuluan, Karakteristik GAK, Sejarah Erupsi
GAK, Pemodelan Erupsi GAK, Mitigasi Bencana GAK, dan Kesimpulan. Bab satu
menjelaskan latar belakang pengangkatan topik, rumusan masalah yang muncul, tujuan utama
dari penelitian, metode yang digunakan dalam penelitian, dan sistematika penulisan makalah.
Bab dua menjelaskan tentang karakteristik umum dari GAK seperti morfologi, stratigrafi,
litologi, serta sifat-sifat kegunungapian lainnya. Bab tiga menjelaskan tentang sejarah erupsi
GAK sejak pembentukannya sampai saat ini. Bab empat menjelaskan tentang pemodelan
erupsi GAK dengan menggunakan software Erupt3. Bab lima menjelaskan tentang mitigasi
bencana yang telah dan dapat dilakukan di Kawasan Rawan Bencana (KRB) GAK. Bab enam
BAB II
KARAKTERISTIK GUNUNG ANAK KRAKATAU
Secara astronomis, GAK berada di 6° 6’ 5,8’’ LS dan 105° 25’ 22,3’’ BT (ESDM, 2005). Secara geografis, GAK berada di Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi
Lampung (ESDM, 2005). GAK berdekatan dengan beberapa kota, yaitu Kalianda
(Lampung); Merak, Anyer, dan Labuan (Banten) (ESDM, 2005).
Gambar 2.1 Lokasi geografis GAK (Sutawidjaja, 2006)
GAK memiliki ketinggian ± 300 mdpl dan lebar ± 2 km (ESDM, 2005). GAK berbentuk
pulau gunungapi dengan salah satu kerucut aktifnya di pusat kaldera dengan periode letusan
1-8 tahun sekali dan rata-rata 2-4 tahun sekali (ESDM, 2005). GAK memiliki tipe erupsi
Strombolian dan Vulkanian (ESDM, 2005). Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa
GAK memiliki nilai VEI (Volcanic Explosivity Index) sebesar 2-4 (Sumintadireja, 2012).
Selain itu, gunungapi bertipe Strombolian dan Vulkanian memiliki ciri khas material erupsi
Gambar 2.2 Morfologi umum GAK (www.wikipedia.com, diunduh 20 November 2016)
A
B
Gambar 2.3 Kenampakan kawah dan kelurusan dalam beberapa peta berbayang. Sinar datang dari: selatan (A), barat (B), utara (C), dan timur (D) (QGIS, dikerjakan 28 November
2016).
Gambar 2.4 Grafik perubahan ketinggian GAK pada 1930-2005 (Sutawidjaja, 2006)
Gambar 2.5 Ilustrasi beberapa tipe erupsi gunungapi, GAK bertipe Strombolian dan
Gambar 2.6 Klasifikasi tipe erupsi menurut Walker (1983), GAK bertipe Strombolian dan
Vulkanian (www.wikipedia.com, diunduh 20 November 2016)
Di sekitar GAK terdapat dua pos pengamatan yang berlokasi di Pasauran (Banten) dan
Hargopancuran (Lampung) (ESDM, 2005). GAK adalah salah satu bagian dari Kompleks
Krakatau yang terdiri dari Pulau Rakata, Pulau Sertung, Pulau Panjang, dan Pulau Anak
Krakatau (ESDM, 2005). Tiga pulau pertama adalah sisa-sisa pembentukan kaldera Krakatau,
sementara Anak Krakatau tumbuh menjadi gunungapi (ESDM, 2005). Kompleks Krakatau
terletak 140 km dari jalur tektonik selatan Jawa di mana jalur penunjaman terdapat 120 km di
bawahnya (Zen, 1983; dalam ESDM, 2005). Kompleks Krakatau berada di antara dua zona
graben dan zona rekahan berarah utara-selatan (ESDM, 2005).
Gambar 2.8 Kompleks Krakatau (www.britannica.com, diunduh 20 November 2016) Letusan dasitik dahsyat pada 27 Agustus 1883 menyebabkan runtuhnya tubuh Gunung
Krakatau yang kemudian membentuk beberapa anak pulau seperti yang telah dijelaskan di
paragraf sebelumnya. Letusan basaltik pada 29 Desember 1927 dinyatakan sebagai kelahiran
GAK (ESDM, 2005). Sampai saat ini, telah terjadi lebih dari 100 kali erupsi dengan produk
material piroklastik dan atau lava (ESDM, 2011). Fitur geomorfis GAK yang teramati hingga
Gambar 2.9 Ilustrasi letusan Gunung Krakatau pada 27 Agustus 1883 (www.wikipedia.com, diunduh 20 November 2016)
BAB III
SEJARAH ERUPSI GUNUNG ANAK KRAKATAU
Sejak 29 Desember 1927 sampai tahun 2000-an, GAK telah mengalami lebih dari 100 kali
erupsi, baik eksplosif maupun efusif (ESDM, 2011). Dari sejumlah letusan tersebut, titik
erupsi GAK selalu berpindah-pindah di sekitar tubuh kerucutnya (ESDM, 2011). GAK
diperkirakan memiliki masa istirahat 1-8 tahun dengan rata-rata kejadian erupsi 4 tahun sekali
(ESDM, 2011). Jumlah material volkanik yang dikeluarkan GAK dari aktivitas erupsinya
selama ini mencapai 13 juta m3 (ESDM, 2011).
Secara umum, Kompleks Krakatau telah mengalami lima periode evolusi gunungapi
(ESDM, 2011), yaitu:
1. Periode 1: Pembentukan gunungapi tunggal (Gunung Krakatau Purba)
2. Periode 2: Penghancuran Gunung Krakatau Purba
3. Periode 3: Pembentukan gunungapi Rakata, Danan, dan Perbuatan
4. Periode 4: Penghancuran gunungapi Rakata, Danan, dan Perbuatan
Tabel 3.1 Sejarah erupsi GAK (1680-2010) (ESDM, 2011) 1680 - 1681 Mei 1680 - Mei 1681, letusan abu disertai leleran lava
1883 20 Mei 1883, diawali dari aktivitas Gunung Perbuatan, letusan abu dan
semburan uap mencapai tinggi 11 km, suara dentuman terdengar sejauh 200 km. Pada Juni, kegiatan volkanik terjadi di Gunung Danan. Erupsi proksimal terjadi pada 26 - 28 Agustus. Setelah pukul 13.00, 26 Agustus, beberapa erupsi terjadi dan mencapai puncaknya pada Minggu, 27 Agustus, pukul 10.02, pada pukul 10.52 dentumannya terdengar hingga ke Singapura dan Australia. Erupsi ini menyemburkan batuapung dan abu setinggi 70 - 80 km, endapannya
menempati area 827.000 km2. Runtuhan tubuh gunungapi menyebabkan
tsunami dengan tinggi gelombang rata-rata 20 m yang menyapu pantai-pantai di Selat Sunda dan barat laut Jawa serta menyebabkan 36.417 koban jiwa. September dan Oktober terjadi letusan freatik.
1884 Februari, letusan freatik yang merupakan kelanjutan dari Oktober 1883
1927 29 Desember, kegiatan volkanik baru terjadi di pusat kaldera, tepatnya di timur
laut dasar kaldera pada kedalaman 188 m, dinyatakan sebagai kelahiran September - 7 Oktober, dan 7 - 23 Desember
1930 14 - 28 Januari, 10 Maret - 5 April, 30 April - 15 Mei, dan 2 Juni - 15 Agustus
1931 Terbentuk danau kawah, erupsi abu mencapai tinggi 2400 m dan erupsi
samping pada 23 - 26 September, 5 - 7 November, dan 5 - 21 Desember
1932 12 - 17 Februari erupsi lanjutan dari tahun sebelumnya
1933 Erupsi di danau kawah pada 16 Januari - 25 Mei, 10 - 17 Juni, 5 - 6 Juli, 5 September - 5 Oktober, dan 10 November - 6 Desember
1934 Kegiatan lanjutan dari tahun sebelumnya pada 6 - 26 Januari, selama Maret, 5 -
12 Mei, dan 7 - 9 Juni. Pada periode ini salah satu erupsinya mencapai ketinggian 6800 m.
1935 Erupsi abu dan erupsi freatik di danau kawah, ukuran danau kawah mencapai
275 x 250 m2, aktivitas terjadi pada 4 - 14 Januari, 6 Februari - 6 Mei, dan 25
Mei - 12 Juli
1936 Erupsi abu pada 13 Oktober dan selama November tinggi tiang abu sekitar 100
- 300 m
1937 Erupsi di danau kawah terjadi pada 6 Agustus - 21 September, tinggi abu antara 2000 - 2600 m, kemudian pada 17 - 23 November terjadi erupsi-erupsi kecil pada kawah baru di bagian barat daya
1938 Erupsi abu dan erupsi freatik di danau kawah berlangsung hingga 1940.
Kegiatan terjadi pada 4 Juli - 29 Agustus, 12 - 14 September, 2 Oktober, 7 November, dan 8 - 9 Desember.
Desember
1940 9 Januari, 3 - 10 Februari, 1 Maret - 15 Mei, dan 10 Juni - 2 Juli. Pada Juni tinggi letusan mencapai 1000 - 4000 m.
1941 Erupsi di danau kawah pada 28 Januari - 12 Februari
1942 Erupsi di danau kawah pada 29 - 30 Januari
1943 Erupsi di danau kawah
1944 Erupsi di danau kawah
1945 Erupsi di danau kawah
1946 Erupsi di danau kawah pada 25 Juli dan selama Desember
1947 Erupsi di danau kawah selama April
1948 Erupsi di danau kawah
1949 Erupsi di danau kawah pada 12 Mei
1950 Erupsi di danau kawah pada 3 - 7 Juli
1952 Erupsi di danau kawah pada 10 - 11 Oktober, terbentuk kerucut baru dengan danau kawah bergaris tengah 440 m
1953 Erupsi abu di danau kawah pada 20 - 23 September, tinggi kerucut mencapai
116 m
1958 Erupsi di danau kawah, tanggalnya tidak diketahui
1959 Erupsi di danau kawah selama Juni - Juli. Kegiatan erupsi terdiri atas 4 fase: 1.
Erupsi abu hitam, 2. Erupsi abu dan gas dengan tiang asap setinggi 500 m, 3. Erupsi abu setinggi 1000 - 1500 m, dan 4. Erupsi abu hitam.
1960 Kegiatan erupsi lanjutan dari tahun sebelumnya, terjadi pada 12 - 13 Januari, tinggi asap mencapai 1000 m
1961 Kegiatan erupsi tidak diketahui tanggalnya, melenyapkan danau kawah bulan
sabit dan leleran lava mengisi kawah dan dan bibir kawah bagian timur
1963 Leleran lava menembus laut melalui pematang barat daya kawah dan
membentuk kipas
1968 Erupsi freatik selama September
1972 - 1973 Erupsi abu menerus mencapai tinggi 1600 m. Saksi mata mengamati kejadian erupsi pada 26 Juni, 21 - 22 Desember, dan 29 Desember 1972. Kagiatan erupsi menerus hingga Januari 1973 dan diakhiri leleran lava ke arah selatan, barat daya, dan barat; menembus laut sehingga memperluas daratan.
1975 Erupsi abu selama tahun ini dan diakhiri dengan leleran lava ke arah barat - barat laut
1979 Erupsi abu hampir selama tahun ini dan diakhiri dengan leleran lava ke arah barat daya
1981 Erupsi abu sejak Februari hingga Juli dan diakhiri dengan leleran lava ke arah
selatan menindih lava 1973-1973
1984 Erupsi abu terjadi pertengahan tahun dan tidak diketahui tanggalnya
1992 - 2000 Erupsi abu terjadi pada 8 November, kegiatannya dimulai dengan peningkatan kegempaan volkanik sejak Agustus. Kegiatan erupsi menerus sampai tahun 2000 setiap hari atau setiap beberapa menit, menyemburkan abu dengan tinggi rata-rata 400 - 800 m, dan leleran lava. Leleran lava terjadi pada November - Desember 1992, Februari 1993, April - Mei 1993, Juni 1993, Januari 1996, Juni 1996, dan Juli 1996. Leleran lava tersebut umumnya mencapai laut, sehingga menambah daratan pulau tersebut. Jumlah material yang disemburkan (lava dan material lepas) adalah 22 juta m3. Penambahan daratan seluas
380.000 m2. Tinggi Gunung Anak Krakatau mencapai 305 mdpl.
2001 Erupsi abu bertipe Strombolian pada 5 Juli
2005 Pada 24 - 26 September 2005 terjadi peningkatan jumlah kegempaan
2007 Pada 20 - 22 Oktober 2007 aktivitas kegempaan kembali meningkat. Pada 23
Oktober 2007 terjadi letusan abu setinggi 200 m. Berdasarkan hasil pengamatan visual pada 25 Oktober 2007 (Patria dkk, 2007), dilaporkan terdapat lubang letusan baru di dinding selatan Gunung Anak Krakatau.
2008 Pada 1 - 20 April terjadi peningkatan aktivitas. Hasil pengamatan langsung Gunung Anak Krakatau 15 - 16 April 2008 menunjukkan bahwa terjadi letusan abu yang disertai lontaran material pijar yang berlangsung setiap selang waktu 5 - 15 menit dengan ketinggian sekitar 100 - 500 meter.
2010 Mulai 10 Oktober 2010, terjadi letusan abu yang disertai lontaran material pijar
dengan ketinggian asap sekitar 100-1700 m dan berlangsung setiap hari sampai saat ini
BAB IV
PEMODELAN GUNUNG ANAK KRAKATAU 4.1 Proses Pemodelan GAK
Pemodelan berasal dari kata model yang berarti rencana, representasi, atau deskripsi yang
menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep. Pemodelan merupakan suatu upaya
penyederhanaan atau idealisasi dari suatu objek, sistem, atau konsep. Hasil dari pemodelan
dapat berupa model fisik, model visual, dan rumusan matematis. Makalah ini akan fokus
membahas tentang pemodelan visual erupsi GAK menggunakan softwareErupt3.
GAK telah bererupsi selama 89 tahun (1927-2016). Dalam jangka waktu tersebut, GAK
memiliki frekuensi erupsi rata-rata 4 bulan setiap tahun dan 3,6 jam setiap hari. Dengan
asumsi frekuensi tersebut, waktu total erupsi adalah ± 3 tahun.
Selama proses pemodelan, GAK diasumsikan memiliki 12 fase erupsi yang membangun
tubuh gunungapi-nya dari awal sampai seperti saat ini. 12 fase erupsi tersebut adalah
campuran erupsi tipe Strombolian dan erupsi tipe Vulkanian, sehingga erupsi GAK
menghasilkan produk campuran material piroklastik dan material lava.
Tabel 4.1 Daftar fase erupsi dalam pemodelan GAK menggunakan Erupt3
No Fase Material hasil erupsi Waktu erupsi
Gambar 4.1 Fase erupsi pertama (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)
Gambar 4.3 Fase erupsi ketiga (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)
Gambar 4.4 Fase erupsi keempat (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)
Gambar 4.6 Fase erupsi keenam (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)
Gambar 4.8 Fase erupsi kedelapan (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)
Gambar 4.9 Fase erupsi kesembilan (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)
Gambar 4.11 Fase erupsi kesebelas (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)
Gambar 4.12 Fase erupsi kedua belas (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)
Gambar 4.14 Kenampakan topografi GAK dari map view (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)
Gambar 4.15 Stratigrafi GAK (Erupt3, dikerjakan 28 November 2016)
LAVA
4.2 Galat Pemodelan
Seluruh proses pemodelan erupsi GAK di Erupt3 pada hakikatnya adalah proses recording
and reasoning, artinya pemodelan erupsi GAK dilakukan dengan perekaman peristiwa erupsi
berdasarkan sejarah nyata erupsi GAK dari literatur terlampir. Akan tetapi, software Erupt3
sering mengalami bugging saat proses pemutaran hasil rekaman sehingga diperoleh hasil
rekaman yang tidak lengkap atau tidak sesuai dengan pemodelan erupsi yang dilakukan di
awal. Maka, pemodelan erupsi GAK yang dilakukan tidak mungkin 100% sesuai dengan
BAB V
MITIGASI BENCANA GUNUNG ANAK KRAKATAU
Mitigasi bencana GAK (ESDM, 2005) dapat dilakukan dengan :
1. Pengamatan GAK
Dilakukan dengan mengambil dan mengolah data geologi, geofisika, dan geokimia secara kontinu sehingga kondisi GAK terpantau secara teratur.
Pemantauan aktivitas GAK, baik secara visual maupun seismik, dilakukan dari
pos pengamatan GAK di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten
Serang, Provinsi Banten dan Desa Hargopancuran, Kecamatan Kalianda,
Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis kondisi GAK oleh Kantor Pusat
Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, sampai 21 April 2015 GAK
berstatus Waspada (Tingkat II).
2. Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (KRB) GAK
KRB Gunungapi merupakan kawasan yang pernah terlanda atau berpotensi terlanda bahanya erupsi gunungapi baik secara langsung maupun tidak
langsung
Pemetaan KRB GAK dimaksudkan untuk menentukan kelompok-kelompok
kawasan berdasarkan kerentanannya terlanda bahaya erupsi GAK
Terdapat tiga KRB GAK:
KRB I
Yaitu kawasan yang berpotensi terlanda hujan abu dan lontaran batu
terdahulu GAK dapat melontarkan material piroklastik berukuran
bongkah-kerikil sejauh 5 km dan material piroklastik berukuran
pasir-lempung hingga 8 km. Fakta tersebut menjadi dasar dalam penentuan
radius 8 km untuk KRB I GAK terhitung dari kawah GAK. Pada
radius 8 km ini hanya terdapat Pulau Rakata, Sertung, dan Panjang
yang tidak berpenghuni kecuali penghuni insidental seperti wisatawan
dan nelayan.
KRB II
Kawasan ini beradius 5 km dari kawah GAK. Terbagi menjadi dua
kawasan:
a. KRB terhadap aliran lava dan awan panas
Berdasarkan sejarah erupsi GAK, aliran lava lebih dominan
dierupsikan daripada awan panas (piroklastik). Aliran lava
disebabkan karena volume lava berlebih pada kawah sehingga lava
tersebut mengalir melalui morfologi rendahan yang umumnya
terdapat pada arah barat daya, timur laut, dan barat. Jika terjadi
awan panas, maka yang berpotensi terlanda hanya puncak dan
lereng bagian atas karena kawah GAK memiliki kolom setinggi
1000 m.
b. KRB terhadap lontaran dan hujan abu lebat
Produk erupsi GAK yang berupa material piroklastik seperti bom
volkanik dan hujan abu lebat tidak dipengaruhi arah angin sehingga
batas KRB ini berbentuk lingkaran dengan radius 5 km.
KRB III
Merupakan kawasan yang berpotensi terlanda aliran lava, gas beracun,
serta kemungkinan awan panas. Kawasan ini beradius 2 km dari kawah
3. Peningkatan Kewaspadaan Masyarakat
Kewaspadaan masyarakat didasarkan pada KRB GAK yang telah dijelaskan
sebelumnya. Sehingga pihak berwenang terkait mitigasi bencana dapat memberikan
kebijakan seperti membolehkan masyarakat beraktivitas dengan waspada pada KRB I
dan II GAK dan melarang sama sekali masyarakat untuk beraktivitas pada KRB III
GAK.
4. Upaya Penyelamatan Diri
Awan panas
Menjauhkan diri dari daerah berpotensi terlanda awan panas seperti sungai dan
lembah sungai
Lontaran batu
Menjauhkan diri dari daerah berpotensi terlanda lontaran batu seperti puncak
gunung dan kawah
Aliran lava
Menjauhkan diri dari daerah berpotensi terlanda aliran lava seperti sungai dan
lembah sungai
Gas beracun
Menjauhkan diri dari daerah berpotensi terlanda gas beracun seperti lembah,
celah, dan cekungan pada saat cuaca mendung, hujan, berkabut, dan tidak ada
hujan. Gas beracun juga dapat diantisipasi dengan pemakaian masker gas atau
kain penutup hidung yang telah dibasahi air.
Hujan abu
Menjauhkan diri dari daerah berpotensi terlanda hujan abu. Hujan abu juga
dapat diantisipasi dengan berlindung pada bangunan kokoh serta pemakaian
5. Peringatan Dini
Peringatan dini dimaksudkan untuk menyebarkan informasi bencana secara cepat dan
tepat kepada masyarakat di KRB terkait. Peringatan dini bencana GAK menjadi
wewenang pemerintah Provinsi Lampung.
Gambar 5.2 Metode pemantauan gunungapi secara umum. Yang telah diterapkan dengan efektif di GAK adalah pemantauan deformasi permukaan, gas, dan kegempaan.
BAB VI KESIMPULAN
GAK adalah pulau gunungapi strato sisa letusan Krakatau tahun 1883 yang bertipe erupsi
Strombolian dan Vulkanian dan memiliki frekuensi erupsi rata-rata 2-4 tahun sekali. Erupsi
GAK menghasilkan jatuhan piroklastik, aliran piroklastik, dan aliran lava. GAK terbentuk
pada periode kelima dari evolusi Kompleks Krakatau. Sejak pembentukannya sampai saat ini
(1927-2016), GAK telah mengalami lebih dari 100 kali erupsi, baik eksplosif maupun efusif.
Pemodelan erupsi GAK menggunakan software Erupt3 dilakukan dengan asumsi akumulasi
waktu selama 3 tahun dan perkiraan fase erupsi sebanyak 12. Terbukti bahwa GAK adalah
gunungapi strato bertipe erupsi Strombolian dan Vulkanian dengan keberadaan kawah serta
perselingan lapisan lava dan piroklastik pada penampang stratigrafinya. Mitigasi bencana
GAK dapat dilakukan dengan pengamatan fisik gunung secara langsung, pemetaan KRB,
peningkatan kewaspadaan masyarakat, penyuluhan tentang upaya penyelamatan diri dari
bencana, dan sistem peringatan dini. Metode pemantauan yang telah diterapkan secara efektif
REFERENSI
Sumintadireja, P. 2012. GL3142: Volkanologi dan Geotermal. Bandung: Penerbit ITB.
Sutawidjaja, I. S. 2006. Pertumbuhan Gunungapi Anak Krakatau setelah Letusan Katastrofis
1883. Jurnal Geologi Indonesia vol. 1 no. 3 hlm. 143-153.
www.vsi.esdm.go.id. Diakses 20 November 2016.
www.britannica.com. Diakses 20 November 2016.