• Tidak ada hasil yang ditemukan

Library Research Hukum internasional Rom

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Library Research Hukum internasional Rom"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Kepatuhan Indonesia Terhadap Hukum Internasional Dilihat Dari Prinsip Reputatior, Reciprocity, Dan Retaliation

(Studi Kasus: Sengketa Internasional Indonesia Dengan Timor Leste)

Dosen Pengampu : Ridwan Arifin , S.h.,Ll.m

Di susun oleh :

Nama : 1. YULIANA FARIDA (8111416067) 2. LULUK RAHAYU (8111416090)

Mata Kuliah : Hukum Internasional

Rombel : 5

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SEMARANG

(2)

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang diberikannya sehingga tugas makalah yang berjudul “Kepatuhan Indonesia Terhadap Hukum Internasional Dilihat Dari Prinsip Reputatior, Reciprocity, Dan

Retaliation” ini dapat kami selesaikan. Makalah ini kami buat sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas dan untuk mengetahui.

Makalah “Kepatuhan Indonesia Terhadap Hukum Internasional Dilihat Dari Prinsip Reputatior, Reciprocity, Dan Retaliation” ini dalah rangkaian tugas yang harus diselesaikan dalam memenuhi mata kuliah Hukum Internasional di

Program Studi Ilmu Hukum Universitas Negeri Semarang.

Dalam kesempatan ini, penulis menghaturkan terimakasih yang dalam kepada semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran mereka demi terwujudnya makalah ini.

Melalui makalah ini, penulis berusaha memberikanpembahasan tentang segala sesuatu mengenai Kepatuhan Indonesia Terhadap Hukum Internasional Dilihat Dari Prinsip Reputatior, Reciprocity, Dan Retaliation.

Akhir kata kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari dari kata sempurna dan banyak kekurangannya, oleh karena itu kami

mengharapkan saran, kritik dan petunjuk bagi beberapa pihak untuk pembuatan makalah ini menjadi lebih baik dikemudian hari.

Semarang, 10 Oktober 2017

Penyusun

(3)

DAFTAR ISI

Halaman Sampul...

Kata Pengantar...i

Daftar Isi... ii

Daftar Gambar...iii

Daftar Tabel...iv

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B.Rumusan Masalah...2

1. Apa penyebab terjadinya sengketa internasional ?...2

2. Bagaimana peran mahkamah internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional ?... ...2

C.Metode Penulisan...2

BAB II PEMBAHASAN...4

2.1 Penyebab terjadinya sengketa internasional...4

2.2 Peran mahkamah internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional...8

BAB III KESIMPULAN...14

3.1 Kesimpulan...14

Daftar Pustaka……….15

(4)
(5)

DAFTAR TABEL

Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao, melakukan kunjungan resmi dan menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melakukan diskusi terkait sengketa batas. Berdasarkan perjanjian perbatasan darat 2012, kedua negara telah menyepakati 907 koordinat titik-titik batas darat atau sekitar 96% dari panjang total garis batas. Garis batas darat tersebut ada di sektor Timur (Kabupaten Belu) yang berbatasan langsung dengan Distrik Covalima dan Distrik Bobonaro sepanjang 149,1 km dan di sektor Barat (Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara) yang berbatasan langsung dengan

wilayah enclave Oecussi sepanjang 119,7 km. Dalam upaya diplomasi untuk menyelesaikan sisa segmen yang belum disepakati, hambatan yang perlu diantisipasi adalah perbedaan pola pendekatan penyelesaian yang digunakan oleh masing-masing pihak. Pihak Timor Leste dengan dipandu oleh ahli

perbatasan UNTEA menekankan bahwa penyelesaian perbatasan hanya

mengacu kepada traktat antara Belanda-Portugis Tahun 1904 dan sama sekali tidak berkenan memperhatikan dinamika adat-istiadat yang berkembang di wilayah tersebut. Sementara itu, pihak Indonesia mengusulkan agar pendapat masyarakat adat ikut dipertimbangkan. Upaya diplomasi yang dilakukan kedua memang perlu dilakukan, hal ini setidaknya penggunaan kekuata structural mampu mengatasi konflik di perbatasan tersebut. Namun perbedaan pendapat antara kedua negara tentang refrensi pembagian batas wilayah juga harus diselesaikan. Apabila sengketa perbatasan ini belum final bisa jadi konflik tersebut akan terulang kembali. Menurut penulis tidak perlu ada campur tangan asing dalam kasus ini, lebih baik Indonesia melakukan kebijakan domestic seperti pengembangan perbatasan diwilayah tersebut begitu juga dengan pihak Timor-Leste.

(6)
(7)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Keberadaan hukum internasional dalam tata pergaulan internasional, sesungguhnya merupakan konsekuensi dari adanya hubungan internasional yang telah dipraktikan oleh negara-negara selama ini. Hubungan internasional yang merupakan hubungan antar negara, pada dasarnya adalah ”hubungan hukum”. Ini berarti dalam hubungan internasional telah melahirkan hak dan kewajiban antar subyek hukum (negara) yang saling berhubungan baik dalam bentuk hubungan bilateral, regional maupun multilateral. Hukum internasional mutlak diperlukan dalam rangka menjamin kelancaran tata pergaulan

internasional. Hukum internasional menjadi pedoman dalam menciptakan suasana kerukunan dan kerjasama yang saling menguntungkan. Hukum internasional bertujuan untuk mengatur masalah-masalah bersama yang penting dalam hubungan antara subjek-subjek hukum internasional.

Perkembangan dunia global yang sudah melintasi batas-batas wilayah teritorial negara lain, sangat membutuhkan aturan yang jelas dan tegas. Aturan

tersebut, bertujuan agar tercipta suasana kerukunan dan kerja sama yang saling menguntungkan. Kerja sama dalam hubungan antar bangsa,

memerlukan aturan hukum yang bersifat internasional. 1

Sumber hukum internatsional berupa perjanjian internasional, kebiasaan internasional dan sebagainya, mempunyai peranan penting dalam mengatur masalah-masalah bersama antara subyek-subyek hukum internasional. Istilah lain untuk hukum internasional adalah “hukum bangsa-bangsa”. Munculnya sengketa-sengketa internasional yang banyak terjadi, lebih sering disebabkan oleh ulah segelintir negara (terutama yang memiliki kekuatan tertentu) yang mengabaikan aturan-aturan internasional yang telah disepakati bersama. Oleh sebab itu, dihormati atau tidaknya hukum internasional sangat tergantung dari komitmen setiap negara dalam memandang dan menghargai bangsa atau negara-negara lain.

Dan tidak kalah pentingnya adalah bagaimana peranan Perserikatan Bangsa Bangsa melalui Dewan Keamanan yang sesuai tugasnya adalah memelihara perdamaian dan keamanan internasional di atas kepentingan

(8)

negara-negara tertentu. Karena sampai dengan sekarang masalah-masalah sengketa internasional masih sulit untuk diselesaikan melalui Pengadilan Internasional, manakala sudah melibatkan negara-negara adikuasa.2

Di era modern ini banyak sekali negara yang melakukan hubungan dengan negara lain untuk memenuhi kebutuhan negaranya. Hubungan yang dijalin tersebut terikat dengan hukum internasional. Tentu kita mengetahui dengan adanya hukum internasional sangat berdampak positif dalam menjaga ketertiban hubungan internasional. Namun, belum tentu suatu hubungan hukum yang terjadi antara para pihak tidak selalu berjalan lancar. Adakalanya timbul ketidakserasian yang kemudian menimbulkan sengketa diantara kedua belah pihak. Wilayah merupakan hal yang sering disangkut pautkan dengan kedaulatan. Saat wilayah suatu negara dilanggar oleh negara lain, sama dengan mengganggu kedaulatan suatu negara.3

Sama halnya dengan negara Indonesia dan Timor Leste, karena suatu wilayah kedua negara tersebut bersengketa. Timor leste merupakan suatu negara yang dulunya termasuk kedalam wilayah Indonesia. Setelah merdeka pada tanggal 20 Mei 2002, Timor Leste resmi memisahkan diri dan membentuk negara baru yaitu Republic Rakyat Demokratik Timor Leste. Persoalan

kemerdekaan Timor Leste tentunya menjadi cabuk tersendiri bagi pemerintah Indonesia yang tidak mampu menjaga wilayah kedaulatan dan malah memilih opsi untuk memerdekaan Timor Leste.

Persoalan disintegrasi Timor Leste dari Indonesia tidak selesai sampai disitu saja, masalah pelik yang sering muncul yakni masalah perbatasan. Ada beberapa wilayah perbatasan antara Indonesia – Timor Leste yang masih belum disepakati dan masih menjadi klaim antar dua negara tersebut. Oleh karena itu, makalah ini disusun untuk mengupas lebih jauh lagi konflik antara Indonesia dan Timor Leste atas perebutan wilayah perbatasan tersebut juga dan mengupas penyebab dan berbagai cara yang ditempuh untuk

menyelesaikan sengketa tersebut.

2Adolf, Huala,Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional,Sinar Grafika,Bandung,2004,hlm 45

(9)

3

B. Rumusan Masalah

1. Apa penyebab terjadinya sengketa internasional?

2. Bagaimana peran mahkamah internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional?

C. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian hukum merupakan suatu keharusan untuk mengunakan suatu metode penelitian agar lebih mudah dalam hal

penyusunannya. Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data-data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan.

Penelitian ini bersifat Yuridis Normatif, oleh karena didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu dengan tujuan mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dan menganalisisnya. Dalam penulisan makalah tentang “Kepatuhan Indonesia Terhadap Hukum Internasional Dilihat Dari Prinsip Reputatior, Reciprocity, Dan Retaliation” makalah ini menggunakan metode pengumpulan data atau kepustakaan (library research).

Menurut Koentjaraningrat teknik kepustakaan merupakan carapengumpulan data bermacam-macam material yang terdapat diruang kepustakaan, seperti koran, buku-buku, jurnal, majalah, naskah, dokumen dan sebagainya yang relevan dengan penelitian ( Koentjaraningrat, 1983 : 420).

Menurut Sugiyono, studi kepustakaan berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain yang berkaitan dengan nilai, budaya dan norma yang

berkembang pada situasi sosial yang diteliti, selain itu studi kepustakaan sangat penting dalam melakukan penelitian, hal ini dikarenakan penelitian tidak akan lepas dari literatur-literatur Ilmiah ( Sugiyono, 2012 : 291 ). Berdasarakan pengertian tersebut, maka penelitian tentang “Kepatuhan Indonesia Terhadap Hukum Internasional Dilihat Dari Prinsip Reputatior, Reciprocity, Dan Retaliation”

(10)

BAB II PEMBAHASAN

2. 1 Penyebab Terjadinya Sengketa Internasional

Sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar negara baik yang berupa masalah wilayah, warganegara, hak asasi manusia, maupun masalah yang bersifat pelik, yaitu masalah terorisme. Dalam mengatasi perselisihan atau sengketa antar bangsa, keberadaan hukum

internasional dapat berperan untuk mengatur batas negara, mengatur

hubungan diplomasi, membuat, melaksanakan dan menghapus traktat. Selain itu mengatur masalah kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, hukum dan hankam. Selain hukum internasional peran hukum damai pun tidak dapat diabaikan. Hukum damai mengatur cara memecahkan

perselisihan dengan jalan damai, seperti perundingan diplomatik dan mediasi dengan meminta pihak ketiga menjadi perantara atau penengah dalam

menyelesaikan sengketa internasional yang terjadi. 4Faktor-faktor penyebab

(11)

5

timbulnya sengketa internasional sangat kompleks. Namun demikian, dapat disebutkan antara lain :

No Faktor

(12)

2. Hak Atas

kepulauan Sipadan – Ligita n an-tara pemerintah Indo-nesia dengan Malaysia. Yang akhirnya berda-sarkan penetapan Mahkamah Interna-sional kedua pulau tersebut menjadi milik Malaysia. Konflik Palestina – Israel yang merupakan konflik klasik antara bangsa Arab dan bangsa Yahudi.

memiliki hak veto di PBB dan

pemenang Perang Dunia II, sulit untuk mendapat

Korea Utara dan Iran yang sampai hari ini masih dicurigai Ame-rika dan sekutunya, karena kepemilikan teknologi ”senjata nuklir”.

(13)

7

Kasus Amerika – Afganistan, kasus Trade Center dan gedung Pentagon di Amerika.

Amerika menduga serangan tersebut dilakukan oleh kelompok Islam Al Qaeda

(Afganistan) pimpinan Osama bin Laden.

Dampak peristiwa ini adalah serangan/invasi Amerika dan sekutunya terhadap negara Afganis-tan, Irak dan Somalia (negara-negara yang di-adil oleh sebagian masyarakat atau muslim Moro di Filipina yang me-nuntut

pemerintahan otonomi. Kasus Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di

(14)

(pemisahan untuk sekutunya. Hal ini berakibat negara Afghanistan, Irak, dan Somalia yang tanpa minta restu Dewan Keamanan PBB.

Amerika hampir sela-lu menutup mata ter-hadap apa yang dila-kukan Israel di kawa-san Timur Tengah dalam konflik dengan Palestina.

Dan faktor lain yang menyebabkan terjadinya sengketa internasional sebagai berikut:

1. kesalah pahaman (Misalnya : perbedaan dlm menafsirkan isi suatu perjanjian yang dibuat)

2. Salah satu pihak mengingkari isi perjanjian 3. Penghinaan terhadap harga diri negara lain

4. Intervensi yang dilakukan suatu negara terhadap negara lain 5. Perebutan sumber- sumber ekonomi

6. Perebutan pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan regional dan internasional

7. Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian Internasional.

8. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian Internasional. 9. Perebutan sumber-sumber ekonomi

(15)

9

11. Ketidaksepahaman mengenai garis perbatas-an antar negara yang banyak yang

12. Peningkatan persenjataan dan eskalasi kekuatan militer baik oleh negara-negara yang ada di kawa-san ini, maupun dari luar kawasan.

BAB II PEMBAHASAN

2. 2 Peran Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional

Mahkamah internasional adalah badan PBB yang berkedudukan di Den Haag (Belanda) Mahkamah dapat bersidang di tempat lain kalau dianggap perlu. Masa bersidang diadakan setiap tahun kecuali waktu-waktu libur. Sidang-sidang lengkap pada prinsipnya dihadiri oleh 15 anggota, tetapi quorum

dengan 9 anggota sudah cukup untuk mengadili suatu perkara. Biasanya mahkamah bersidang dengan 11 anggota tidak termasuk hakim-hakim . Mahkamah memilih ketua dan wakil ketua untuk masa jabatan tiga tahun dan dapat dipilih kembali.

Internasional Wewenang mahkamah diatur oleh Bab II statuta yang khusus mengenai wewenang mahkamah dengan ruang lingkup masalah-masalah mengenai sengketa. Untuk mempelajari wewenang ini harus dibedakan antara wewenang ratione personae, yaitu siapa-siapa saja yang dapat mengajukan perkara ke mahkamah dan wewenang ratione materiae, yaitu mengenai jenis sengketa-sengketa yang dapat diajukan.

No Wewenan

(16)

1. Ratione

Personae Yaitu akses ke Mahkamah In-ternasional yang hanya

terbuka untuk negara, individu dan organisasi-organisasi internasi-onal tidak dapat menjadi pihak dari suatu sengketa di depan mahkamah. Pada prinsipnya, mahkamah hanya terbuka bagi negara-negara anggota dari statuta. Negara-negara ini teru-tama semua anggota PBB (189 negara). Namun selain anggota PBB, negara yang bukan ang-gota PBB dapat menjadi pihak pada statuta mahkamah dengan syarat-syarat yang akan diten-tukan oleh Majelis

Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan.

Keputusan mahkamah adalah keputusan organ hukum tertinggi di dunia. Penolakan suatu negara terhadap

keputusan lembaga tersebut, akan dapat merusak citranya dalam pergaulan antar

bangsa apalagi jika sebelumnya jika negara-negara tersebut telah

wewenang wajib mahkamah. Oleh karena itu, dengan menga-dakan pengecualian terhadap ketentuan tersebut, juga diberi-kan kemungkinan kepada negara-negara lain yang bukan pihak pada statuta untuk dapat

mengajukan suatu perkara ke mahkamah (Pasal 35 ayat 2 statuta). Dalam hal ini, dewan keamanan dapat menentukan syarat-syaratnya.

2. Ratione

Materiae Menurut pasal 36 ayat 1 wewenang Mahkamah

Inter-nasional meliputi semua perkara yang diajukan pihak-pihak yang

bersengketa kepadanya, teruta-ma yang terdapat dalam piagam PBB atau dalam perjanjian-perjanjian dan konvesi-konvensi yang

(17)

11

berlaku. Walaupun Pasal 36 ayat 1 ini tidak tidak

mengadakan pembedaan antara sengketa hukum dan politik yang boleh dibawa ke mahka-mah, dalam

praktiknya mahka-mah selalu menolak memeriksa perkara-perkara yang tidak ber-sifat hukum.

bersengketa, wewenang mahkamah tidak akan berlaku terhadap sengketa tersebut.

Selain kedua wewenang tersebut, Mahkamah Internasional memiliki wewenang wajib (Compulsory Jurisdiction). Wewenang wajib dari mahkamah hanya dapat terjadi jika negara-negara sebelumnya dalam suatu persetujuan menerima wewenang tersebut. 1) Wewenang Wajib Berdasarkan Ketentuan Konvensional Seperti juga halnya dengan arbitrasi, dalam praktiknya

wewenang wajib ini dapat diterima dalam bentuk klausula khusus atau dalam bentuk perjanjian-perjanjian umum.5

Klausula khusus ini terdapat dalam suatu perjanjian sebagai tambahan dari perjanjian itu sendiri. Klausula bertujuan menyelesaikan

sengketa-sengketa yang mungkin lahir di masa yang akan datang mengenai pelaksanaan dan interpretasi perjanjian tersebut di depan mahkamah. Klausula-klausula khusus dijumpai dalam perjanjian-perjanjian perdamaian tahun 1919, perjanjian-perjanjian wilayah mandat, dan perjanjian-perjanjian mengenai minoritas.

Setelah perang dunia II, klausula-klausula yang demikian juga terdapat dalam piagam-piagam konstitutif organisasi-organisasi internasional.

Klausula-klausula tersebut terdapat dalam konvensi-konvensi kodifikasi yang baru, misalnya konvensi-konvensi mengenai hubungan diplomatik tahun 1961 dan mengenai hukum perjanjian 1969. Di samping itu, ada pula

perjanjian-perjanjian umum bilateral dan multilateral, yaitu perjanjian-perjanjian-perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh negara-negara yang khusus bertujuan menyelesaikan secara damai

5 Merrills, J.G. Penyelesaian Sengketa Internasional. Terjemahan Achmad Fauzan (Internasional

(18)

sengketa-sengketa hukum mereka di masa datang di muka mahkamah. Perlu diingat bahwa keharusan untuk menerima wewenang wajib mahkamah hanya terbatas pada sengketa-sengketa hukum. 2) Klausula Opsional Pasal 36 ayat 2 statuta mengatakan bahwa negara-negara pihak statuta, dapat setiap saat menyatakan menerima wewenang wajib mahkamah dan tanpa persetujuan khusus dalam hubungannya dengan negara lain menerima kewajiban yang sama dalam semua sengketa hukum megenai:

a) penafsiran suatu perjanjian

b) setiap persoalan hukum internasional

c) adanya suatu fakta yang bila terbukti akan merupakan pelanggaran terhadap kewajiban internasional;

d) jenis atau besarnya ganti rugi yang harus dilaksanakan karena pelanggaran dari suatu kewajiban internasional. Fungsi Konsultatif Mahkamah

Internasional Mahkamah juga mempunyai fungsi konsultatif, yaitu memberikan pendapat-pendapat yang tidak mengikat atau apa yang

disebut advisory opinion. Hal ini ditulis dalam pasal 69 ayat 1 Piagam Statuta dan aturan prosedur, mahkamahlah yang menetapkan syarat-syarat

pelaksanaan pasal tersebut yang terdapat pada Bab IV Statuta. 6

1) Natur Yuridik Pendapat Hukum (Advisory Opinion) Terdapat perbedaan dalam penyelesaian sengketanya, keputusan-keputusan mahkamah merupakan

keputusan-keputusan hukum yang mengikat pihak-pihak yang bersengketa, sedangkan pendapat-pendapat yang dikeluarkan mahkamah bukan merupakan keputusan hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Apalagi

pelaksanaan pendapat-pendapat tersebut sama sekali tidak bisa dipaksakan. Jadi yang dikeluarkan mahkamah hanyalah suatu pendapat dan bukan

merupakan suatu keputusan. Pendapat ini bertujuan memberikan penjelasan-penjelasan kepada badan-badan yang mengajukan pertanyaan kepada

mahkamah atas permasalahan hukum. Sebagai contoh, konvensi 1946

mengenai hak-hak istimewa, dan kekebalan PBB, menyebutkan bahwa kalau terjadi sengketa antara PBB dan negara-negara anggota mengenai

pelaksanaan dan intrepretasi konvensi, sengketa dapat diajukan ke mahkamah

(19)

13

untuk meminta pendapatnya. Selain itu, pihak-pihak yang bersengketa berjanji untuk bertindak sesuai dengan pendapat mahkamah tersebut. Mekanisme pendapat yang menjadi wajib ini merupakan jalan keluar bagi organisasi

internasional yang diperbolehkan mengajukan sengketa ke mahkamah dengan keputusan yang mengikat. Dengan demikian, pendapat-pendapat mahkamah tidak mempunyai kekuatan hukum dan jika pihak-pihak yang bersengketa menerimanya, semata-mata disebabkan kekuatan moral pendapat-pendapat itu sendiri. Pada umumnya, organ-organ yang meminta pendapat dan negara-negara yang bersangkutan menerima pendapat-pendapat mahkamah dan jarang sekali pendapat mahkamah itu dilaksanakan.

2) Permintaan Pendapat Mahkamah Internasional Pasal 96 dan pasal 65 statuta menyatakan bahwa mahkamah dapat memberikan pendapat mengenai semua persoalan hukum. Berbeda dengan mahkamah yang dulu, mahkamah yang sekarang dapat diminta pendapatnya untuk semua persoalan hukum, baik yang bersifat konkrit maupun yang abstrak, sedangkan mahkamah yang dulu hanya dapat ditanya tentang sengketa-sengketa hukum yang

konkrit. a) Badan yang dapat meminta pendapat mahkamahKebalikan dari prosedur wajib, prosedur konsultatif hanya terbuka bagi organisasi-organisasi internasional dan bukan bagi negara-negara. Menurut pasal 96 ayat 1, Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB dapat minta advisori opinion mengenai masalah hukum ke mahkamah. Selanjutnya, menurut ayat 2 pasal tersebut, hak untuk meminta pendapat mahkamah ini juga dapat diberikan kepada organ-organ lain PBB dan badan-badan khusus dengan syarat bahwa semua harus mendapat otoritas terlebih dahulu dari Majelis Umum. b) Pemberian pendapat oleh mahkamah Secara teoritis, mahkamah tidak diwajibkan untuk menjawab. Namun, dalam praktiknya, mahkamah tidak pernah lalai dalam melakukan tugasnya, bahkan mahkamah harus berpegang teguh pada

(20)

organisasi-organisasi mempunyai wewenang khusus. Juga dilihat dari prakteknya mahkamah menolak memberikan pendapat terhadap soal-soal politik atau soal-soal yang berada di bawah wewenang nasional suatu negara. Mengenai kegiatan mahkamah dari tahun 1922-1940, mahkamah tetap

internasional telah mengeluarkan 31 keputusan, 27 advisory opinion, dan 5 ordonasi. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan mahkamah tetap tidak

mengecewakan, sedangkan tentang mahkamah internasional yang sekarang dari tahun 1946-1993 telah memutuskan 44 perkara dan telah memberikan 21 pendapat (advisory opinion). Mahkamah Internasional dewasa ini bukanlah merupakan satu-satunya peradilan tetap, tetapi terdapat pula mahkamah-mahkamah lain yang mempunyai wewenang yang terbatas.7

Dalam upaya penyelesaian perkara ke Mahkamah Internasional bukanlah merupakan kewajiban negara namun hanya bersifat fakultatif. Artinya negara dalam memilih cara-cara penyelesaian sengketa dapat melalui berbagai cara lain seperti saluran diplomatik, mediasi, arbitrasi, dan cara-cara lain yang dilakukan secara damai. Meskipun Mahkamah Internasional adalah merupakan lembaga utama PBB dan anggota PBB otomatis dapat berperkara melalui Mahkamah Internasional, namun dalam kenyataannya bukanlah merupakan kewajiban untuk menyelesaikan sengketa pada badan peradilan ini. Beberapa negara tidak berkemauan untuk menyelesaikan perkaranya melalaui

Mahkamah Internasional. Prosedur Penyelesaian Sengketa oleh Mahkamah Internasional

Pengajuan perkara ke Mahkamah Internasional, dapat menggunakan 2 cara yaitu :

 Bila pihak-pihak yang berperkara telah memiliki perjanjian khusus (special agreement) maka perkara dapat dimasukkan dengan pemberitahuan melalui panitera Mahkamah.

 Perkara dapat diajukan secara sepihak (dalam hal tidak adanya perjanjian/persetujuan tertulis).

Surat pengajuan permohonan yang sudah ditandatangani oleh wakil negara atau perwakilan diplomatik yang berkedudukan di tempat mahkamah

Internasional berada tersebut kemudian disahkan dan salinanya dikirim kepada

(21)

15

negara tergugat dan hakim-hakim Mahkamah. Pemberitahuan juga

disampaikan kepada anggota PBB melalui Sekretariat Jenderal. Setelah itu dalam acara pemeriksaan dilakukan melalui sidang acara tertulis dan acar lisan. Dalam acara tertulis maka dilakukan jawab menjawab secara tertulsi antara pihak tergugat dan penggugat. Setelah acara tertulis ditutup maka dimulai lagi acara lisan atau hearing. 8

Keputusan Mahkamah bersifat final dan tidak ada banding kecuali untuk hal-hal yang bersifat penafsiran dari keputusan itu sendiri. Dalam menghadapi persoalan-persoalan baru yang berkembang dengan pesat nampaknya

Mahkamah Internasional dituntut mampu untuk menyesuaikan perkembangan zaman. Hal ini ditambah lagi proses globalisasi yang nyata dimana batas-batas negara semakin menipis dan semakin berkembanganya

lembagaisasi-lembagaisasi yang memiliki karakter internasional yang kuat. Karena itu

sebagian ahli menuntut adanya lembaga peradilan internasional yang mampu menangani berbagai persoalan global yang tidak terbatas pada kepentingan negara saja.9

Mahkamah Internasional dalam tugasnya untuk memeriksa perselisihan atau sengketa antara negara-negara anggota PBB yang diserahkan kepadanya, dapat melakukan perannya untuk menyelesaikan sengketa-sengketa internasional. Hal ini dapat kita lihat pada contoh-contoh berikut ini :

 Runtuhnya Federasi Yugoslavia (1992) melahirkan perang saudara di

antara bekas negara anggotanya (Kroasia, Slovenia, Serbia, dan Bosnia Herzegovina). Namun pemerintahan Yugoslavia yang dulu dikuasai oleh Serbia, tidak membiarkan begitu saja sehingga terjadi pembersihan etnik (ethnic cleansing) terutama kepada etnik Kroasia dan Bosnia. Campur tangan PBB menghasilkan keputusan Mahkamah Internasional yang didukung oleh pasukan NATO, memaksa Serbia menghentikan langkah-langkah pembersihan etnik yang kemudian mengadili para penjahat perang. Mahkamah Internasional sangat aktif

8 Perwita, A.A Banyu, & Yanyan Moch. Yani,Pengantar Ilmu Hubungan InternasionalPT Remaja Rosdakarya,Bandung,2005,hlm73

(22)

mengadili perkara kejahatan perang. Hingga sekarang proses tersebut masih terus berlangsung.10

BAB III PENUTUP

Sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar negara baik yang berupa masalah wilayah, warganegara, hak asasi manusia, maupun masalah yang bersifat pelik, yaitu masalah terorisme. Dalam

mengatasi perselisihan atau sengketa antar bangsa, keberadaan hukum internasional dapat berperan untuk mengatur batas negara, mengatur

hubungan diplomasi, membuat, melaksanakan dan menghapus traktat. Selain itu mengatur masalah kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, hukum dan hankam. Selain hukum internasional peran hukum damai pun tidak dapat diabaikan. Hukum damai mengatur cara memecahkan

perselisihan dengan jalan damai, seperti perundingan diplomatik dan mediasi dengan meminta pihak ketiga menjadi perantara atau penengah dalam

menyelesaikan sengketa internasional yang terjadi. menyebabkan terjadinya sengketa internasional sebagai berikut:

1. kesalah pahaman (Misalnya : perbedaan dlm menafsirkan isi suatu perjanjian yang dibuat)

2. Salah satu pihak mengingkari isi perjanjian 3. Penghinaan terhadap harga diri negara lain

4. Intervensi yang dilakukan suatu negara terhadap negara lain 5. Perebutan sumber- sumber ekonomi

6. Perebutan pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan regional dan internasional

7. Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian Internasional.

Negara dalam memilih cara-cara penyelesaian sengketa dapat melalui

berbagai cara lain seperti saluran diplomatik, mediasi, arbitrasi, dan cara-cara lain yang dilakukan secara damai. Meskipun Mahkamah Internasional adalah

(23)

17

merupakan lembaga utama PBB dan anggota PBB otomatis dapat berperkara melalui Mahkamah Internasional, namun dalam kenyataannya bukanlah

merupakan kewajiban untuk menyelesaikan sengketa pada badan peradilan ini. Beberapa negara tidak berkemauan untuk menyelesaikan perkaranya melalaui Mahkamah Internasional. Prosedur Penyelesaian Sengketa oleh Mahkamah Internasional

DAFTAR PUSTAKA

Phartiana I Wayan, 2003.Pengantar Hukum Internasional.Bandung: Penerbit Mandar Maju

Adolf, Huala. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Bandung: Sinar Grafika.

Suwardi, Sri Setianingsih. 2006. Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta: UI-Press.

Wiraatmadja, Suwardi. 2006. Pengantar Hubungan Internasional Jakarta: Bhratara.

Merrills, J.G.2000.Penyelesaian Sengketa Internasional. Terjemahan Achmad Fauzan (Internasional Dispute Settlement). Bandung:Trasito.

Suryokusumo, Sumaryo.1995. Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, Bandung: Alumni.

Perwita, A.A Banyu, & Yanyan Moch. Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Brierly, J. L, Hukum BangsaBangsa Suatu Pengantar Hukum Internasional,Jakarta:Bharatara.

Referensi

Dokumen terkait

Bu Rus gazetesinin iddia ettiğine göre: "Şayet vâdedilen bütün ıslahat yapılacak olursa, Türk- ler-Ruslarda en halis ve samimî

Metode yang digunakan dalam mengukur tingkat kepuasan pelayanan dalam penelitian ini adalah metode Service Quality dengan tujuan untuk mengetahui gap yang terjadi antara layanan

(1) Komponen retribusi pelayanan kesehatan Rawat Inap sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 tidak termasuk tindakan medik non operatif, alat kesehatan bahan habis

Orang Minagkabau juga memiliki tradisi, yaitu setiap warga setempat yang melakukan kesalahan ringan, seperti Midun yang menolong istri Kacak dan ketika Midun menangkap pak Inu

Novel Pulang karya Leila Salikha Chudori merupakan salah satu novel yang merepresentasikan unsur-unsur sosial dalam masyarakat karena isi novel tersebut memberi

Identifikasi Tingkat Depresi Lansia Identifikasi tingkat depresi lansia di desa Padasuka kecamatan lunyuk dengan 40 responden di ukur dengan GDS di dapatkan hasil bahwa

Hal ini terjadi karena tidak ada penanganan yang tepat serta penggunaan teknologi yang baik.Tetapi walau bagaimana pun perkembangan teknologi

Pada investigasi fraktur humerus distal dengan foto rontgen x-ray dilihat adakah soft tissue swelling, kemudian dicari adakah fraktur pada os humerus dimanakah