ABSTRAK
ANALISIS EKONOMI DALAM RANGKA PERCEPATAN PENGAKTIFAN KEMBALI TAMBAK TERBENGKALAI (IDLE) MELALUI “KAMPOENG VANNAMEI” UNTUK
MENGGUGAH INSAN PERBANKAN Oleh :
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP*; Ir. Nonot Tri Waluyo dan Ir. Junaedi Ispinanto
Indonesia terdiri atas perairan yang berpotensi besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai lahan kegiatan budidaya ikan/udang ataupun biota air lainnya. Namun kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Besarnya potensi sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia dapat digunakan sebagai langkah terobosan (breakthrough) dan penggerak utama (prime mover) untuk pertumbuhan ekonomi nasional (Menteri Kelautan dan Perikanan RI, 2004). Program Departemen Kelautan Dan Perikanan dengan pencarian strategi pencapaian target peningkatan produksi perikanan 20 persen per tahun menjadi fokus jajaran stakeholders bidang kelautan dan perikanan dimulai tahun 2007. Produksi ikan hasil tangkapan di beberapa lokasi di Indonesia hampir mencapai maximum sustainable yield, diakibatkan telah jenuhnya tingkat pemanfaatan penangkapan di berbagai perairan dan bahkan telah terjadi penangkapan dengan tingkat yang berlebih (over fishing). Oleh karenanya pembangunan perikanan budidaya perlu dioptimalkan untuk menjadi tumpuan dalam pembangunan perikanan.
Model peningkatan produksi dengan system inti-plasma banyak mengalami kegagalan. Berdasarkan kegagalan ini PT Central Proteinaprima (PT CP Prima) mengembangkan model ”kampoeng vannamei” khususnya untuk budidaya udang di tambak. Model kampoeng vannamei mulai dijalankan tahun 2002 dengan menggarap tambak udang yang terbengkalai dan identifikasi faktor kegagalan pembudidaya. Resiko kegagalan yang tinggi pada budidaya udang antara lain disebabkan jenis udang yang dibudidayakan adalah windu yang rentan terhadap penyakit, sistem tradisional dengan tingkat produktivitas yang sangat rendah, teknologi budidaya yang dimiliki pembudidaya rendah menyebabkan sangat sulit menerapkan sistem intensif, dan kurangnya pengetahuan tentang budidaya yang baik dan benar. Mengacu pada faktor kegagalan pembudidaya udang ini, model kampoeng vannamei yang dikembangkan PT CP Prima diarahkan pada jenis udang vannamei, sistem budidaya tradisional ditingkatkan menjadi semi intensif (up grade culture), sistem budidaya intensif diturunkan menjadi semi intensif (down grade culture), penerapan Standart Operational Procedure (SOP) yang benar, model pembinaan bukan berorientasi individu tetapi lebih pada pembinaan kawasan sehingga aspek lingkungan lebih terjamin dan pembinaan dilakukan secara terus menerus serta berkesinambungan (pendampingan). Program pendampingan pada pengusaha kecil seperti pembudidaya tambak ini merupakan Social Corporate Responsibility bagi PT CP Prima terutama dalam peningkatan kesempatan kerja, pendapatan petambak dan mengurangi konflik social yang terjadi di masyarakat.
yang diperoleh pembudidaya. Berdasarkan hasil survey Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan (PS-SEPK) Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang di kawasan kampoeng vannamei, diperoleh data yang dianalisis dari aspek ekonomi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dari hasil analisis ekonomi (jangka pendek) diperoleh (1) Nilai Rentabilitas usaha diatas suku bunga bank yang berlaku; (2) Break Event Point (BEP) dibawah jumlah produksi aktual (menguntungkan). Sedangkan analisis ekonomi (jangka panjang) diperoleh : (3) Melalui analisa peluang pasar, prospek pemasaran udang vannamei pada tahun mendatang cukup baik jika dilihat dari permintaan udang dunia dan penawaran udang nasional; (4) Nilai Net Present Value (NPV) yang positif; (5) Net B/C lebih dari satu; (6) Internal Rate Of Return (IRR) yang melebihi suku bunga yang berlaku; dan (7) Pay Back Periode (PP) yang sangat pendek.
PENDAHULUAN
Indonesia terdiri atas perairan yang berpotensi besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai lahan untuk kegiatan budidaya ikan/udang ataupun biota air lainnya. Namun kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, baik di bidang budidaya air tawar, air payau maupun air laut. Besarnya potensi sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia dapat digunakan sebagai langkah terobosan (breakthrough) dan penggerak utama (prime mover) untuk pertumbuhan ekonomi nasional, peningkatan kapasitas pembudidaya dan nelayan serta masyarakat pesisir, peningkatan konsumsi dalam negeri dan pengelolaan lingkungannya (Menteri Kelautan Dan Perikanan, 2004).
Pembangunan perikanan budidaya perlu dioptimalkan untuk menjadi tumpuan dalam pembangunan perikanan mengingat produksi ikan hasil tangkapan yang hampir mencapai maximum sustainable yield, diakibatkan telah jenuhnya tingkat pemanfaatan penangkapan di berbagai perairan dan bahkan telah terjadi penangkapan dengan tingkat yang berlebih (over fishing). Lebih lanjut Menteri Kelautan dan Perikanan menjelaskan bahwa, perkiraan potensi sumber daya perikanan budidaya adalah sebesar 26.606.000 ha, yang terdiri atas potensi budidaya laut 24.528.000 ha, air payau 913.000 ha dan air tawar 1.165.000 ha. Namun pemanfaatannya hingga saat ini masing-masing baru mencapai 0,002% untuk budidaya laut, 45,42% untuk budidaya air payau dan 25,00% untuk budidaya air tawar. Berdasarkan angka perkiraan tersebut, pembangunan Perikanan Budidaya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan nasional, khususnya pemulihan perekonomian di Indonesia.
penerapan teknologi yang lebih maju yang dapat meningkatkan kualitas serta kuantitas dari produk perikanan budidaya. Konsumsi ikan per kapita per tahun serta jumlah pembudidaya ikan meningkat masing-masing dari 21,22 kg/kap/tahun pada tahun 1999 menjadi 24,67 kg/kap/tahun pada tahun 2003 serta dari 1,88 juta orang pada tahun 1999 menjadi 2,26 juta orang pada tahun 2003.
Pasca pencapaian hasil diatas, upaya-upaya juga terus dilakukan dalam rangka memberikan kontribusi yang besar dari perikanan budidaya terhadap pembangunan nasional, khususnya pemulihan perekonomian di Indonesia. Upaya tersebut dilakukan dengan kreatifitas dari masing-masing stakeholders. Seperti yang dilakukan oleh salah satu perusahaan perikanan swasta terbesar di Indonesia yaitu PT. CP Prima, dengan mengaktifkan kembali tambak tradisional yang terbengkalai melalui model “kampoeng Vannamei” di daerah Lamongan, Gresik dan Tuban (Triwaluyo, 2007). Model kampoeng vannamei ini merupakan tanggung jawab sosial (Social Corporate Responsibility) PT CP Prima terhadap permasalahan masyarakat dalam hal ini pembudidaya udang yang tambaknya terbengkalai. Model ini berhasil meningkatkan produksi udang khususnya vannamei dan kesejahteraan pembudidaya udang, yang mempunyai dampak positif terhadap pembangunan nasional, khususnya pemulihan perekonomian di Indonesia.
Perlu diketahui oleh semua stakehoders atau lembaga yang terkait lainnya seperti Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), insan Perbankan atau lembaga keuangan lainnya bahwa masih banyak tambak terbengkalai yang ada di Indonesia. Berdasarkan informasi dari PT CP Prima, tambak terbengkalai di Indonesia antara lain ada di daerah Jawa Timur (Bangkalan, Sumenep, Gresik, Lamongan, Tuban), Sulawesi (Maros, Pangkep, Barru, Pinrang, Bone, Bulukumba, dll), Jawa Tengah (mulai Demak-Kendal dan mulai Brebes-Tegal), Kalimantan Timur juga masih terdapat 100.000 ha tidak produktif.
lembaga keuangan yang dapat mendukung percepatan pengaktifan kembali tambak terbengkalai dan Perguruan Tinggi (Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan/ PS-SEPK Faperik Unibraw) sebagai lembaga ilmiah yang mendukung dalam hal kajian ilmiah baik dari aspek sosial, ekonomi dan ekologi untuk keberlanjutan kegiatan atau program, seperti model pengaktifan kembali tambak terbengkalai melalui model kampoeng vannamei ini. Sinergi dari stakeholders tersebut akan dapat mempercepat program pengaktifan kembali.
Perlunya sinergi ini juga disampaikan oleh Koeshendrajana (2007) bahwa, permasalahan mendasar untuk pencapaian target peningkatan produksi ikan 20 % per tahun adalah pada sinkronisasi dan implementasi pelaksanaan kegiatan masing-masing institusi terkait secara komprehensif dan konsisten. Untuk itu, diperlukan suatu tim yang mampu merekatkan, melakukan sinergi dan implementasi atas kesepakatan-kesepakatan yang telah diperoleh. Salah satu yang perlu di tindak lanjuti dari beberapa catatan yang diberikan oleh Koeshendrajana yang berkaitan dengan tema makalah ini adalah (1) Upaya percepatan adopsi teknologi budidaya yang telah dihasilkan; (2) Upaya penguatan modal bagi nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah ikan skala kecil; (3) Perubahan pengelolaan perikanan ke arah ko-manajemen.
TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Analisa ekonomi model kampoeng vannamei, binaan PT CP Prima
2. Menggugah insan perbankan dan stakeholders bidang budidaya dalam upaya percepatan pengaktifan kembali tambak terbengkalai
ANALISA EKONOMI MODEL KAMPOENG VANNAMEI
1. Analisis Peluang Pasar
Prospek/Peluang Pemasaran Produk (Udang)
Untuk mengetahui peluang pasar suatu komoditi termasuk udang dapat digunakan metode trend kuadratik (Djarwanto,1982) dengan rumus sebagai berikut:
Y = a + bX + cX2
Keterangan :
Y = estimasi jumlah permintaan udang tahun mendatang X = jumlah permintaan aktual
Untuk memperoleh nilai a, b, c digunakan persamaan normal sebagai berikut Σ Y = an + b ΣX + c ΣX2
Σ XY = a ΣX + b ΣX2 + c ΣX3
Σ X2Y = a ΣX2 + b ΣX3 + c ΣX4
Dalam perhitungan digunakan metode least squares, dimana X menunjukkan deviasi tahun yang dinyatakan dengan …,-3,-2,-1,0,1,2,3,… atau….-3,-2,1,2,3…tergantung jumlah tahun genap atau ganjil. Dengan demikian ΣX dan ΣX3 akan sama dengan nol, sehingga persamaan normal
tersebut dapat dinyatakan dengan : Σ Y = an + c ΣX2
Σ XY = b ΣX2
Σ X2Y = a ΣX2 + c ΣX4
Nilai b dapat langsung dihitung dari persamaan normal kedua, sedangkan nilai a dan c secara simultan dapat dihitung dari persamaan pertama dan ketiga.
a = nilai Y bila X = 0 b = trend increment
c = perubahan pada kecondongan per unit X, yaitu 1 tahun
tahun mendatang misalnya mulai tahun 2009-2018. Data yang diperlukan dalam menganalisis peluang pasar yaitu data permintaan dan penawaran beberapa tahun sebelumnya.
Data permintaan udang dunia dari berbagai negara tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Data Permintaan Udang Dunia Tahun 2004-2008 (ton)
Negara Tahun
2004 2005 2006 2007 2008
US 587 597 689 760 838
Japan 298 288 300 302 304
EU 209 225 242 259 276
Others 227 238 250 263 276
Total 1.321 1.349 1.481 1.583 1.694
Sumber : FAO (2006) and GSOL (2006) Surveydalam Suryadjaya dan Koesmanto, 2007
Selanjutnya agar dapat dianalisa dengan formula trend kuadratik, maka beberapa data yang diperlukan tampak pada Tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 3. Data Keperluan Formula Trend Kuadratik Permintaan Dunia Terhadap Komoditi Udang
Tahun Permintaan X X2 X4 XY X2Y
2004 1.321 -2 4 16 -2.642 5.284
2005 1.349 -1 1 1 -1.349 1.349
2006 1.481 0 0 0 0 0
2007 1.583 1 1 1 1.583 1.583
2008 1.694 2 4 16 3.188 6.376
Σ 7.328 0 10 34 780 14.592
Dengan menggunakan formula trend kuadratik, maka dapat diestimasi permintaan udang pada tahun-tahun mendatang misalnya tahun 2007 sampai 2017, sebagai berikut:
780 = 10 b b = 78
7.328 = 5a + 10 c x2 = 14.656 = 10 a + 20 c 14.592 = 10 a + 34 c x1 = 14.592 = 10 a + 34 c c = - 4,57 7.328 = 5 a + 10 c
7.328 = 5a + 10 (-4,57)
Dengan demikian persamaan kuadratik :
Y = 1.474 + 78 (X) - 4,57 (X)2
Dari persamaan kuadratik tersebut dapat diestimasi permintaan tahun 2008 sampai dengan tahu 2018 seperti tampak pada Tabel berikut :
Tabel 4. Estimasi Permintaan Udang Tahun 2009 – 2017 (ton)
Tahun Nilai Var X
Estimasi Permintaan Permintaan
2009 3 Y = 1.474 + 78 (3) + 8.947(3)2 82.231
2010 4 Y = 1.474 + 78 (4) + 8.947(4)2 144.938
2011 5 Y = 1.474 + 78 (5) + 8.947(5)2 225.539
2012 6 Y = 1.474 + 78 (6) + 8.947(6)2 324.034
2013 7 Y = 1.474 + 78 (7) + 8.947(7)2 440.423
2014 8 Y = 1.474 + 78 (8) + 8.947(8)2 574.706
2015 9 Y = 1.474 + 78 (9) + 8.947(9)2 726.883
2016 10 Y = 1.474 + 78 (10) + 8.947(10)2 896.954
2017 11 Y = 1.474 + 78 (11) + 8.947(11)2 1.084.919
2018 12 Y = 1.474 + 78 (12) + 8.947(12)2 1.290.778
Perhitungan Estimasi Penawaran Udang tahun 2009-2018
Data penawaran udang dunia dari berbagai negara tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini :
Negara Tahun
2004 2005 2006 2007 2008
China 375 408 450 493 540
Thailand 325 374 387 435 494
Vietnam 290 310 347 383 419
South Central America 225 289 333 362 386
Indonesia 190 197 206 216 225
India 126 143 152 166 187
Others 325 347 402 466 541
Total 1.856 2.069 2.276 2.521 2.791
Tabel 5. Penawaran Udang Dunia Tahun 2004-2008 (ton)
Tahun Penawaran X X2 X4 XY X2Y
2004 1.856 -2 4 16 -3.712 7.424
2005 2.069 -1 1 1 -2.069 2.069
2006 2.276 0 0 0 0 0
2007 2.521 1 1 1 2.521 2.521
2008 2.791 2 4 16 5.582 11.164
Σ 11.513 0 10 34 2.322 23.178
Dengan menggunakan formula trend kuadratik, maka dapat diestimasi penawaran udang pada tahun-tahun mendatang misalnya tahun 2007 sampai 2017.
2.322 = 10 b b = 232,2
11.513 = 5a + 10 c x2 23.026 = 10 a + 20 c 23.178 = 10 a + 34 c x1 23.178 = 10 a + 34 c
-14 c = -152 C = 10,857 11.513 = 5 a + 10 c
= 5a + 10 (10,857) a = 21,714 Dengan demikian persamaan kuadratik :
Y = 21,714 + 232,2 (X) + 10,857 (X)2
Dari persamaan kuadratik tersebut dapat diestimasi penawaran tahun 2007 sampai dengan tahu 2017 seperti tampak pada Tabel berikut :
Tabel 6. Estimasi Penawaran Udang Beku Tahun 2007 – 2017 (ton)
Tahun Estimasi Penawaran Penawaran
2009 Y = 21,714 + 232,2 (3) + 10,857 (3)2 98.431,31
2010 Y = 21,714 + 232,2 (4) + 10,857 (4)2 174.662,50
2011 Y = 21,714 + 232,2 (5) + 10,857 (5)2 272.607,10
2012 Y = 21,714 + 232,2 (6) + 10,857 (6)2 392.266,90
2013 Y = 21,714 + 232,2 (7) + 10,857 (7)2 533.640,10
2014 Y = 21,714 + 232,2 (8) + 10,857 (8)2 696.727,30
2015 Y = 21,714 + 232,2 (9) + 10,857 (9)2 881.528,50
2016 Y = 21,714 + 232,2 (10) + 10,857 (10)2 1.088.044,00
2017 Y = 21,714 + 232,2 (11) + 10,857 (11)2 1.316.273,00
Analisis peluang pasar udang
Table 7. Selisih Estimasi Permintaan dan Penawaran Udang (peluang pasar) Tahun 2009-2018 (ton)
Sumber : hasil analisis data global shrimp outlook, 2007
Berdasarkan hasil perhitungan estimasi permintaan dan penawaran menunjukkan bahwa nilai permintaan lebih kecil daripada nilai estimasi penawaran udang untuk tahun 2009-2018. Hal ini menunjukkan bahwa komoditi udang mempunyai peluang pasar yang prospek nya tidak bagus. Tidak adanya peluang pasar udang ditunjukkan oleh selisih antara permintaan dan penawaran.
Dengan cara perhitungan yang sama, jika peluang pasar udang dilihat dari permintaan dunia dan penawaran udang Indonesia maka akan tampak sebagai berikut :
Table 7. Selisih Estimasi Permintaan dan Penawaran Udang (peluang pasar) Tahun 2009-2018 (ton)
Secara grafik estimasi permintaan, penawaran udangan dunia dan penawaran udang nasional dapat dilihat pada gambar berikut :
2. Analisa Breakeven Point (BEP) dan Rentabilitas Usaha
Analisa Breakeven Point (BEP) adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. BEP dapat juga dikatakan sebagai suatu kondisi dimana usaha tidak mengalami keuntungan dan kerugian (impas). BEP digunakan untuk mengetahui seberapa besar jumlah produksi yang harus dihasilkan untuk
BEP (Q) = jumlah produk udang yang dihasilkan dan terjual pada kondisi impas P = harga jual per unit
VC = variable cost atau biaya variabel (Rp/musim) FC = fixed cost atau biaya tetap (Rp/musim)
Data hasil survey bersama antara PT. CP Prima dengan Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan (PS-SEPK) Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang berkaitan dengan kampoeng vannamei binaan PT. CP Prima adalah sebagai berikut :
Tabel 8. Nilai BEP dan Rentabilitas Kampoeng Vannamei
No Uraian Lahan Beli Lahan sewa
1 Modal Tetap 150.000.000 150.000.000 150.000.000 150.000.000 32.200.000 68.200.000 68.200.000 68.200.000
2 Penyusutan 5.720.000 8.920.000 9.320.000 9.320.000 5.720.000 8.920.000 9.320.000 9.320.000
2 Biaya Tetap 7.220.000 11.220.000 11.720.000 11.720.000 7.220.000 11.220.000 11.720.000 11.720.000
3 Biaya
Variabel
19.740000 78.600.000 127.000.000 151.746.775 19.740.000 78.600.000 127.000.000 151.746.775
4 Total
Produksi
1.200 kg 4.000 6.250 kg 7.122 1.200 4.000 6.250 kg 7.122
5 Harga jual
per unit
25.000 35.000 35.000 44.250 25.000 35.000 35.000 44.250
BEP 844 731 798 511 844 731 798 511
Rentabilitas Usaha
2 % 33 % 53 % 101 9 % 74 % 117 % 222 %
Sumber : Hasil analisis data kampoeng vannamei, 2007
antara lahan yang beli dan sewa adalah sama. Secara grafik masing-masing nilai BEP pada sistem budidaya udang dapat dilihat pada Lampiran 1.
Rentabilitas adalah kemampuan modal dalam menghasilkan keuntungan. Nilai rentabilitas usaha pada sistem budidaya tradisional plus, imbalan terhadap modal paling rendah dibandingkan sistem budidaya yang lainnya. Apalagi pada kondisi lahan tambak beli, imbalan terhadap modal jauh dibawah suku bunga bank. Kondisi terbaik imbalan terhadap modal pada sistem semi intensif up-grade, namun berdasarkan pengalaman PT CP Prima, tingkat keberhasilan yang tertinggi pada sistem semi intensif.
2. Analisa NPV, IRR, Net B/C an Payback Periode
Net Present Value adalah selisih antara benefit (penerimaan) dengan cost (pengeluaran) yang telah di present valuekan. Kriteria ini mengatakan bahwa suatu kegiatan atau program secara jangka panjang dikatakan menguntungkan jika NPV > 0 (positif). Net B/C (benefit cost ratio) adalah mengukur layak tidaknya suatu program atau kegiatan dengan membandingkan antara benefit bersih dari tahun-tahun yang bersangkutan dengan biaya bersih dalam tahun yang telah memrhitungkan nilai uang pada saat sekarang. Jika net B/C > 1, maka suatu kegiatan atau program dikatakan menguntungkan. Internal Rate Of Return (IRR) adalah suatu suku bunga dimana NPV sama dengan 0. dengan demikian jika nilai IRR semakin besar diatas suku bunga bank yang berlaku, maka suatu kegiatan atau proyek dikatakan menguntungkan. Payback period merupakan waktu atau periode yang diperlukan untuk membayar kembali atau mengembalikan semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan di dalam investasi suatu proyek. Jadi payback period merupakan metode yang mencoba mengukur seberapa cepat investasi akan kembali dengan jalan membagi nilai investasi awal dengan rata-rata present value dari net benefit lebih besar dari suku bunga yang berlaku dan payback period lebih pendek dari waktu yang disyaratkan.
Tabel 9. Tingkat Kelayakan Model Kampoeng Vannamei Berdasarkan Beberapa Skenario
No Skenario NPV IRR Net B/C Payback
Periode (Th)
Sumber : Hasil Analisis Data Kampoeng Vannamei, 2007
Dari berbagai skenario diatas, tampak bahwa secara jangka panjang model kampoeng vannamei masih menguntungkan atau layak dilakukan. Bahkan andaikan terjadi penurunan penerimaan atau kenaikan biaya 20 % pun masih layak.
Model kampoeng vannamei, dilihat dari pengaktifan kembali tambak idle merupakan terobosan dalam hal peningkatan pertumbuhan ekonomi. Demikian juga dari aspek teknis, SOP PT. CP Prima sudah teruji keberhasilannya dalam mengaktifkan kembali tambak idle. Dilihat dari aspek ekonomi, secara jangka pendek maupun panjang, model kampoeng vannamei menguntungkan atau layak diteruskan untuk mempercepat pengaktifan kembali tambak idle yang ada di Indonesia. Percepatan tersebut akan segera terwujud jika ada sinergi antara PT. CP Prima, perbankan (pendanaan), DKP dan Perguruan Tinggi (Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang).
DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, A. 1989. Anggaran Perusahaan, Pendekatan Kuantitatif Buku II. Penerbit BPFE. Yogakarta.
Suryadjaya dan Koesmanto, 2007. Global Shrimp Outlook. Seminar Sehari PT. CP Prima Surabaya. Penerapan “Good Aquaculture Practices” (GAP). Mercure Grand Mirama Hotel, Surabaya
Tri Waluyo, 2007. Informasi Budidaya Udang di Kampoeng Vannamei Gresik & Lamongan Jawa Timur. PT Centra Proteina Prima. Surabaya
Gittinger, 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua, Telah Direvisi dan Diperluas Lengkap. UI Press-Johns Hopkins Seri Edi DalamPembangunan Ekonomi. Jakarta
Kadariah, Karlina, Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Revisi. Kerjasama Antara Program Perencanaan Nasional Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEUI dengan Penerbit Fakultas Ekonomi UI Jakarta
Koeshendrajana, S. 2007. Sinkronisasi “Aksi” Peningkatan Produksi Tangkap, Budidaya dan Penanggulangan Susut Hasil. Makalah disampaikan pada Forum Sosek: Pencarian Strategi Pencapaian Target Peningkatan Produksi Perikanan20%. Hotel Santika, 24 Mei 2007. Jakarta.
Pudjosumarto, M. 1988. Evaluasi Proyek, Uraian Singkat dan Soal Jawab. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Supranto, 2000. Metode Ramalan Kuantitatif Untuk Perencanaan Ekonomi dan Bisnis. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta