SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh: FEBY SUBHAN HANAN
F 0305051
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
ii
PENGARUH
CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP
INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE
:
STUDI PADA BANK KONVENSIONAL DI INDONESIA
Surakarta, Maret 2010
Disetujui dan diterima oleh
Pembimbing
iii
Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
iv
“Orang yang mudah tersenyum dalam menjalani hidup ini bukan saja orang yang paling mampu membahagiakan diri sendiri;
tetapi juga orang yang mampu berbuat,
orang yang paling sanggup memikul tanggung jawab,
orang yang paling tangguh menghadapi kesulitan dan memecahkan persoalan,
serta orang yang paling dapat menciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain”
(La Tahzan)
Perubahan yang kecil, tampak tak berarti berlangsung secara terus-menerus dan tanpa henti (Kaizen’s).
Hidup dan nasib, bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan sporadis.
Namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain
holistic yang sempurna.
Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil
apa pun yang terjadi karena kebetulan.
Ini fakta penciptaan yang tak terbantahkan.
v
^ I d e d ica t e t h is r e se a r ch f o r
”My Family And My Friends” ^
**********************Thank u Alloh,
aku hanyalah seorang umat
yang mencoba untuk memberikan
yang terbaik dalam hidup yang terbang
tak tentu arah bagai debu di sahara, tapi ENGKAULAH
yang memberikan petunjuk dan hidayah kepadaku
untuk menuju satu arah yang terang dan
gemerlap bagai air salju yang bening
dan bagaikan pantulan sinar batu
vi
skripsi yang berjudul “
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
INTELLECTUAL
CAPITAL
DISCLOSURE
:
STUDI
PADA
BANK
KONVENSIONAL DI INDONESIA”,
sebagai tugas akhir guna memenuhi
syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas
Sebelas Maret.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas
dari dorongan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, penulis dengan ini
mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret.
2.
Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
Makasih banyak pak
....
3.
Ibu Dra. Falikhatun M.si, Ak. selaku pembimbing skripsi atas semua
kritik, saran, dan perhatianya yang sangat membantu penulis untuk
mencapai hasil yang terbaik.
Matur nuwun karena ibu telah percaya pada
saya dan selalu mengajarkan untuk selalu berusaha serta yakin kalau saya
bisa. Maaf juga ya bu kalau saya termasuk anak bimbingan bapak yang
”males” dan sering ”ngeyel”. Dan sukses buat S3 nya bu.
4.
Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen, serta karyawan FE UNS, terimakasih-ku
vii
6.
Temen2 kos ijo, gulon, selly comunity, jendela nusantara dan kos
dewantoro semua kenangan tidak akan lupa. Yang pernah kesel sama saya
maaf yaa. (ardi, olol, oji, banci, suto, anto, bekti, uyo, welly, yayat, aa, adi)
7.
’cEnGoh coMmuniTy’Akuntansi 2005 beguk, dinar, ardi, indro, arab,
ayoo, moccie, hendy, ferdi, fijri, cino, ahmad, doni, surip, yoga, munawir
dan cewek akuntansi 2005
8.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu (
Thanks a lot)
Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan
demi perbaikan yang berkelanjutan.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.
Alhamdulillahirobbil’alamin.
Surakarta, maret 2010
viii
A.
Latar Belakang Masalah ………...
ix
HIPOTESIS...
A.
Landasan Teori………...
1.
Intellectual Capital Disclosure
………....
2.
Coorporate governance………....
B.
Populasi, Sampel, dan Teknik Sampel...
C.
Pengukuran Variabel...
D.
Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data...
E.
Metode Analisis Data...
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………...
x
E.
Uji Hipotesis...
1.
Koefisien Determinasi...
2.
Uji f...
3.
Uji t...
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...
A.
Kesimpulan...
B.
implikasi...
C.
Keterbatasan Dan Saran...
DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN...
54
54
54
58
58
59
xi
Tabel
Halaman
III.1
IV.1
IV.2
IV.4
IV.5
IV.7
IV.8
Instrument Penelitian...
Hasil Pengambilan Sampel...………
Statistik Deskriptif...…………
Hasil Pengujian
Multikolinieritas
………...
Hasil Pengujian
Autokorelasi
………...
Hasil Pengujian F regresi...
Hasil Pengujian T...
36
47
48
51
52
54
xii
Gambar
Halaman
II.1
IV. 1
IV.2
Kerangka Teoritis Penelitian………..
Gambar Uji Normalitas Data………..
GambarUji Heteroskedastisitas ...………...
29
50
xiii
Lampiran 1
Daftar Perusahaan Sampel………..
Lampiran 2
Data
Penelitian
………..……...…
Lampiran 3
Hasil Statistik Deskriptif………...……….
Lampiran 4
Hasil Uji Normalitas Data...……….
xiv ABSTRAKSI
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE : STUDI PADA BANK KONVENSIONAL DI INDONESIA
FEBY SUBHAN HANAN F 0305051
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap Intellectual Capital Disclosure pada bank konvensional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Corporate governance dalam penelitian ini diproksikan dengan ukuran dewan komisaris, komisaris indenden dan komite audit.
Populasi dalam penelitian ini adalah bank konvensional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel diambil dengan metoda purposive sampling. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan regresi linier berganda.
Hasil analisis data menunjukan bahwa : 1). ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap intellectual capital disclosure. Hal ini ditinjukkan dengan koefisien regresi sebesar 0.049 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.000. 2). komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap intellectual capital disclosure. Hal ini ditinjukkan dengan koefisien regresi sebesar 0.128 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.332. 3). komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap intellectual capital disclosure. Hal ini ditinjukkan dengan koefisien regresi sebesar 0.017 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.740.
Kata kunci : corporate governance, intellectual capital disclosure
ABSTRACT
INFLUENCE OF CORPORATE GOVERNANCE TO INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE : STUDY OF CONVENTIONAL BANK IN INDONESIA
xv F 0305051
This research aim to test the influence of corporate governance to Intellectual Capital Disclosure at conventional bank enlisted in Indonesian Stock Exchange. Corporate Governance in this research is measured by independent board director, size of board director and audit committee.
Population in this research is conventional bank enlisted at Indonesian Stock Exchange. Sample taken with purposive sampling method. Data in this research tested by using multiple regression.
Result of data analysis indicate that : 1). size of board director have an effect on intellectual capital disclosure. This result shown with regression coefficient equal to 0.049 with level significance equal to 0.000. 2). Independent board had no significance influence to intellectual capital disclosure. This shown with regression coefficient equal to 0.128 with level significance equal to 0.332. 3). audit committee had no significance influence on intellectual capital disclosure. This shown with regression coefficient equal to 0.017 with level significance equal to 0.740.
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini perekonomian dunia khususnya dalam perbankan telah
berkembang dengan begitu pesatnya yang antara lain ditandai dengan kemajuan
di bidang teknologi informasi, persaingan yang ketat, pertumbuhan inovasi yang
luar biasa yang mengakibatkan banyak perusahaan perbankan juga mengubah
cara bisnisnya. Perubahan proses bisnis perbankan, munculnya berbagai
pemahaman baru mengenai proses pelayanan perbankan, peran nasabah dan juga
pandangan perusahaan perbankan terhadap peran penting sumber daya manusia
memiliki dampak pada pelaporan keuangan. Pelaporan keuangan yang fokusnya
pada kinerja keuangan perusahaan sering dirasa kurang memadai sebagai suatu
pelaporan kinerja perusahaan bank. Ada sesuatu yang lain yang perlu
disampaikan kepada pengguna pelaporan keuangan perbankan yang bisa
menjelaskan nilai lebih yang dimiliki perusahaan perbankan seperti inovasi,
penemuan sistem, pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia, relasi
dengan konsumen dan sebagainya yang sering diistilahkan sebagai
knowledge
capital
(modal pengetahuan) atau
Intellectual capital
yang sulit disampaikan
kepada pihak luar perusahaan karena belum adanya standar akuntansi yang
mengaturnya. Akibatnya, nilai lebih yang dimiliki perusahaan ini tidak pernah
diketahui oleh pihak luar bank, bahkan perusahaan bank sendiri seringkali tidak
menyadari adanya keunggulan yang dimilikinya karena nilai seperti itu tidak
memiliki wujud dan tidak mudah dikelola maupun diukur (Damayanti, 2009).
Intellectual Capital
sinonim dengan
intellectual property
(hak intelektual),
intellectual asset
(aset intelektual), dan
knowledge asset
(asset pengetahuan),
modal ini dapat diartikan sebagai saham atau modal yang berbasis pada
pengetahuan yang dimiliki perusahaan bank. Di Indonesia, menurut (Abidin
2000)
intellectual capital
masih belum dikenal secara luas didunia perbankan.
Dalam banyak kasus, sampai dengan saat ini perusahaan-perusahaan perbankan di
Indonesia cenderung menggunakan
conventional based
dalam
membangun
bisnisnya, sehingga produk yang dihasilkannya masih miskin kandungan
teknologi. Disamping itu perusahaan-perusahaan tersebut belum memberikan
perhatian lebih terhadap
human capital
,
structural capital
, dan
customer capital
.
Padahal semua ini merupakan elemen pembangun modal intelektual perusahaan.
Karena minimnya informasi mengenai
Intellectual Capital
bagi
perusahaan perbankan di Indonesia maka Penelitian ini membahas dan
memberikan informasi yang penulis peroleh tentang
Intellectual Capital
di
beberapa bank konvensional di Indonesia. Selanjutnya (Abidin dalam
Suwarjuwono, 2003) menyatakan bahwa jika perusahaan – perusahaan (termasuk
perbankan) mengacu pada perkembangan yang ada, yaitu manajemen yang
berbasis pengetahuan, maka perusahaan perbankan di Indonesia akan dapat
bersaing dengan menggunakan keunggulan kompetitif yang diperoleh melalui
oleh perusahaan. Hal ini akan mendorong terciptanya produk – produk yang
semakin
favourable
di mata konsumen atau nasabah.
Sejak tahun 1990-an perhatian terhadap praktik pengelolaan kekayaan (aset) tidak
berwujud (intangible assets) telah mengalami peningkatan secara dramatis (Harrison dan Sullivan,
2000). Petty dan Guthrie (2000) serta Sullivan dan Sullivan (2000) menyebutkan bahwa salah satu
pendekatan yang dapat digunakan dalam penilaian dan pengukuran intangible assets tersebut
adalah intellectual capital. Fokus utama intellectual capital adalah manajemen, teknologi
informasi, sosiologi, dan akuntansi (Petty dan Guthrie, 2000) dan (Sullivan dan Sullivan, 2000).
Pengetahuan, inovasi, dan keterampilan yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan
merupakan komponen intellectual capital (Li, et al.,, 2008). Petty dan Guthrie (2000) telah
melakukan penelitian yang menyimpulkan bahwa knowledge dan intellectual capital
menimbulkan signifikansi yang lebih besar dan menjadi komoditas penting bagi ukuran nilai
bisnis suatu perusahaan dibandingkan ukuran keuangan.
Cerbioni dan Parbonetti (2007) menyatakan bahwa Intellectual Capital Disclosure
merupakan bagian voluntary disclosure. Intellectual Capital Disclosure merupakan informasi
yang bernilai bagi investor, yang dapat membantu mereka mengurangi ketidakpastian mengenai
prospek ke depan dan memfasilitasi ketepatan penilaian terhadap perusahaan (Bukh, 2003).
Salah satu industri yang menggunakan knowledge di dalam upayanya mendapatkan
pendapatan adalah lembaga keuangan perbankan. Bozolan et. al (2003) menyatakan bahwa
lembaga keuangan perbankan memerlukan pelaporan yang berbeda dengan sektor usaha lain.
Brenan (2001) menyatakan bahwa lembaga keuangan memiliki proporsi intangible assets yang
lebih rendah dan memiliki sedikit motivasi untuk melaporkan intellectual capital secara sukarela
dalam laporan tahunannya. Salah satu lembaga keuangan yang dimaksud adalah bank. Firer dan
intellectual capital-nya. Selain itu, secara keseluruhan bank memiliki homogenitas karyawan
(human capital) dibandingkan sektor ekonomi yang lainnya (Kubo dan Saka, 2002).
Sejak adanya interest differential pada tahun 1998hingga sekarang ini, perbankan telah
menjadi permasalahan yang harus diperhatikan, khususnya di negara-negara asia tenggara. Jensen
and Meckling (1976) memperlihatkan bahwa pengungkapan yang lebih besar dapat mengurangi
ketidakpastian pada investor dan mengurangi cost of capital perusahaan. Oleh karena itu, manajer
sebaiknya dengan rela mengungkapkan informasi intellectual capital dalam rangka meningkatkan
nilai perusahaan dengan menyediakan dugaan yang baik bagi investor mengenai posisi keuangan
perusahaan (Li, et al.,, 2008).
Corporate governance merupakan topik yang telah mulai mendapatkan perhatian dari
para pelaku pasar modal di Indonesia. Forum for Corporate governance in Indonesia (FCGI,
2003) menyatakan bahwa Corporate governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan
hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan dan para
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban
mereka. Tujuan Corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi pihak-pihak
pemegang kepentingan. Perusahaan yang dikelola dengan baik (Good Corporate Governance)
mempunyai ciri diantaranya menyampaikan informasi dengan lebih cepat, akurat dan lengkap.
Suatu informasi dianggap informatif jika informasi tersebut mampu mengubah kepercayaan
(beliefs) para pengambil keputusan. Adanya suatu informasi yang baru akan membentuk suatu
kepercayaan yang baru dikalangan para investor. Kepercayaan baru ini akan mengubah harga
melalui perubahan demand dan supply surat-surat berharga. Penerapan Corporate governance
yang baik diharapkan mampu meningkatkan harga saham perusahaan yang akhirnya dapat
meningkatkan nilai perusahaan.
Kirchmaier and Grant (2006) menyatakan bahwa Corporate governance merupakan
meningkatkan efeisiensi perusahaan. Mekanisme tersebut dapat berupa mekanisme internal
kontrol dan mekanisme dari ekternal kontrol.
Li et al., (2008) menyatakan pertanggungjawaban dalam perbankan konvensional
merepresentasikan komitmen dalam menyediakan pelayanan dari dan untuk semua lapisan
masyarakat termasuk di dalamnya dalam hal pengungkapan. Suatu bank konvensional yang
diharapkan mampu menyediakan pengungkapan yang dibutuhkan pengguna (user). Hal ini
bertujuan untuk menciptakan laporan yang berguna untuk membuat keputusan ekonomi pada
investor. Disclosure atau pengungkapan merefleksikan implementasi peran perbankan dalam
perkembangan ekonomi, keuntungan dan kekuatan dari potensi yangada di dalam perusahaan
perbankan tersebut. Lembaga keuangan perbankan konvensional harus mengungkapkan berbagai
informasi termasuk intelectual capital yang dimilikinya dalam prospectusnya. Hal ini disebabkan
karena pengungkapan merupakan hal penting untuk mendukung keputusan dalam ekonomi untuk
menerapkan akuntabilitas (pertanggungjawaban) kepada masyarakat ataupun stakeholder.
Perusahaan harus mengungkapkan intellectual capital sebagai upaya untuk meningkatkan
nilai bagi investor. Informasi tersebut dapat digunakan oleh investor untuk memberikan
pertimbangan yang lebih baik dalam melakukan keputusan keuangan yang dapat mengurangi
volavility harga saham. Abeysekera (2008) menyatakan bahwa corporate governance merupakan
sebuah mekanisme yang diciptakan untuk memastikan bahwa investor akan memperoleh return
dari investasi yang dilakukannya. Transparansi dan efektivitas merupakan salah tujuan yang
diharapkan bisa terwujud dengan penerapan corporate governance. Investor akan memperhatikan
berbagai informasi yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan investasi. Pengungkapan
informasi seperi halnya pengungkapan intellectual capital akan berpengaruh terhadap keputusan
bisnis yang dibuat oleh investor. Manajer yang berfokus pada aktiva tak berwujud perusahaan
penciptaan nilai bagi perusahaan. Penerapan corporatge governance yang baik diharapkan mampu
meningkatkan kualitas Intellectual Capital Disclosure yang diungkapkan perusahaaan yang akan
digunakan oleh investor dalam melakukan keputusan bisnisnya. Malalui penelitian ini penulis
akan melakukan penelitian tentang pengaruh corporate governance terhadap Intellectual Capital
Disclosure. Corporate governance dalam penelitian ini diproksikan dengan tiga variabel yaitu
ukuran dewan komisaris, komisaris independen dan keberaadaan komite audit mengacu pada
penelitian Abeysekera (2008).
Dengan demikian, judul penelitian ini adalah ”Pengaruh Corporate Governance
Terhadap Intellectual Capital Disclosure: Studi Pada Bank Konvensional Di Indonesia”.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap Intellectual Capital Disclosure
pada bank konvensional di Indonesia ?
2. Apakah terdapat pengaruh komisaris independen terhadap Intellectual Capital Disclosure
pada bank konvensional di Indonesia ?
3. Apakah terdapat pengaruh komite audit terhadap Intellectual Capital Disclosure pada bank
konvensional di Indonesia ?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini sesuai dengan pembahasan masalah adalah
1. Untuk mengetahui pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap Intellectual Capital
Disclosure pada bank konvensional di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh komisaris independen terhadap Intellectual Capital
Disclosure pada bank konvensional di Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengaruh komite audit terhadap Intellectual Capital Disclosure pada
bank konvensional di Indonesia.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Akademisi
Bagi akademisi, penelitian ini bermanfaat untuk:
a. Menjadi referensi dan memberikan kontribusi penelitian tentang Intellectual Capital
Disclosure pada perbankan konvensional di Indonesia,
b. Dari hasil penelitian, keterbatasan, dan rekomendasi peneliti, diharapkan dapat memunculkan
penelitian yang berupaya untuk mengembangkan penelitian ini, karena penelitian dengan
objek bank konvensional di Indonesia dengan topik Intellectual Capital Disclosure masih
jarang ditemui.
2. Bagi Industri Perbankan konvensional di Indonesia
Bagi industri perbankan konvensional dan praktisinya, penelitian ini bermanfaat untuk
a. Memberikan pengetahuan tentang praktik Intellectual Capital Disclosure pada
masing-masing bank konvensional di Indonesia yang dijadikan sampel, sehingga bank dapat
membandingkan praktik Intellectual Capital Disclosure, serta dapat digunakan untuk bahan
b. Departemen Research and Development (R&D) tiap bank konvensional di Indonesia dapat
menggnakan penelitian ini untuk dikembangkan dalam penelitian lembaga masing-masing
bank untuk tujuan kepentingan stakeholder-nya.
3. Bagi Regulator
Bagi regulator yang meliputi bank sentral, menteri keuangan, bursa efek, dan ikatan akuntan
di Indonesia dapat menggunakan penelitian ini untuk:
Menteri keuangan di negara ASEAN (khususnya) bekerja sama dengan bursa efek dan bank
sentral dapat melakukan penelitian lebih lanjut dari hasil penelitian ini untuk mengetahui
praktik Intellectual Capital Disclosure terhadap variabel lain yang dapat digunakan untuk
mengambil kebijakan.
Menetapkan kebijakan dan regulasi ataupun standar pengungkapan untuk baik bank
konvensional di Indonesia maupun sektor lainnya dalam hal praktik Intellectual Capital
Disclosure.
Sistematika Laporan
Adapun sistematika laporan adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian dan manfaat penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Bab ini membahas landasan teori yang diantaranya berupa tinjauan pustaka,
kerangka teoritis, dan dilanjutkan dengan penelitian terdahulu yang
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi desain penelitian; populasi, sample, dan teknik sampling;
pengukuran variable; instrument penelitian; sumber data; metode
pengumpulan data; serta metode analisis data.
BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas mengenai data yang digunakan, pengolahan data tersebut
dengan alat analisis yang diperlukan dan hasil dari analisis data.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data yang telah
dilakukan, saran-saran yang diajukan dari hasil penelitian, dan rekomendasi
bagi penelitian selanjutnya.
Pembahasan lebih lanjut mengenai penelitian ini, akan ditunjukkan dalam BAB II yang berisi
tinjauan pustaka dan pengembangan hipotesis.
BAB II TINJUAN PUSTAKA
Intellectual capital bersifat eksklusive, tetapi sekali ditemukan dan dieksploitasi akan
memberikan organisasi basis sumber baru untuk berkompetisi dan menang (Bontis, 1998).
Intellectual capital adalah istilah yang diberikan untuk mengkombinasikan intangible asset dari
pasar, property intelektual, infrastruktur dan pusat manusia yang menjadikan suatu perusahaan
dapat berfungsi (abeysekera, 2006). Intellectual capital adalah materi intelektual (pengetahuan,
informasi, property intelektual, pengalaman) yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan.
Ini adalah suatu kekuatan akal kolektif atau seperangkat pengetahuan yang berdaya guna (Stewart,
1997). Intellectual capital adalah pengejaran penggunaan efektif dari pengetahuan (produk jadi)
sebagaimana beroposisi terhadap informasi (bahan mentah) (Bontis, 1998). Intellectual capital
dianggap sebagai suatu elemen nilai pasar perusahaan dan juga market premium (Bontis, 1998).
Abeysekera (2006) menyatakan bahwa pengembangan kerangka teoritis yang mendasari
pengungkapan intellectual capital, sekarang berada dalam masa infancy. Beberapa pakar maupun
lembaga mendefinisikan intellectual capital. Definisi yang dibuat oleh para pakar tidak sama,
namun dapat diambil kesimpulan bahwa intellectual capital merupakan bagian dari intagible
asset. Hal ini sesuai dengan pendapat Mouritsen (1998) yang menyebutkan bahwa intellectual
capital menyangkut kapasitas pengetahuan luas yang dimiliki oleh organisasi. Pengetahuan yang
luas bagi organisasi ini bermanfaat bagi organisasi dalam menyikapi perubahan-perubahan tertentu
dalam dunia bisnisnya. Beberapa pakar maupun lembaga mendefinisikan intellectual capital.
Salah satunya adalah CIMA (2001) menyebutkan bahwa intellectual assets sebagai berikut:
“possession of knowledge and experience, professional knowledge and skill, good relationship, and technological capacities, which when applied will give organization competitive advantage”
Hasil penelitian Barth et. al (2001) menemukan bahwa cakupan analisis adalah lebih
besar bagi perusahaan yang berinvestasi dalam pengembangan riset dan periklanan, sedangkan
studi empiris lain menemukan munculnya dampak postitif terhadap harga saham dari indikator
1996), kapitalisasi pengeluaran pengembangan software (Aboody dan Lev, 1998), dan kepuasan
pelanggan (Ittner dan Larker, 1998).
Abeysekera (2006) menyatakan bahwa pengembangan kerangka teoritis yang mendasari
pengungkapan intellectual capital, sekarang berada dalam masa infancy. Beberapa pakar maupun
lembaga mendefinisikan intellectual capital. Definisi yang dibuat oleh para pakar tidak sama,
namun dapat diambil kesimpulan bahwa intellectual capital merupakan bagian dari intagible
asset. Hal ini sesuai dengan pendapat Mouritsen (1998) yang menyebutkan bahwa intellectual
capital menyangkut kapasitas pengetahuan luas yang dimiliki oleh organisasi. Pengetahuan yang
luas bagi organisasi ini bermanfaat bagi organisasi dalam menyikapi perubahan-perubahan
tertentu dalam dunia bisnisnya.
Definisi yang dibuat oleh para pakar tidak sama, namun dapat diambil kesimpulan bahwa
intellectual capital merupakan bagian dari intagible asset. Hal ini sesuai dengan pendapat
Mouritsen (1998) yang menyebutkan bahwa intellectual capital menyangkut kapasitas
pengetahuan luas yang dimiliki oleh organisasi. Pengetahuan yang luas bagi organisasi ini
bermanfaat bagi organisasi dalam menyikapi perubahan-perubahan tertentu dalam dunia
bisnisnya. Contoh yang paling sederhana adalah kebutuhan untuk berinovasi supaya produk yang
hasilkan tidak mengalami masa penurunan setelah berada di posisi puncak.
Meskipun tidak terdapat definisi yang baku mengenai intellectual capital, secara umum
berbagai pendapat para pakar dan organisasi tersebut dapat disimpulkan bahwa intellectual capital
secara garis besar terdiri dari ( Sveiby, 1997).
a Human capital
Human capital merupakan pengetahuan, skill, dan pengalaman yang dibawa pegawai
ketika meninggalkan perusahaan (Starovic & Marr, 2004) yang meliputi pengetahuan individu
suatu organisasi yang ada pada pegawaiannya (Bontis, 2000) yang dihasilkan melalui kompetensi,
sikap dan kecerdasan intelektual (Roos, Roos, Edvinsson & Dragonetti, 1997). Human Capital
motivasi, kepuasan, kapaistas pembelajaran, loyalitas, dan pelatihan serta pendidikan formal
karyawan. Menurut Dharma (2004) human capital merupakan akumulasi kapabilitas, kapasitas
dan peluang yang dimiliki anggota organisasi. Kapabilitas adalah kemampuan anggota organisasi
untuk melakukan sesuatu baik yang bersifat kapasitas maupun peluang guna meraih tujuan yang
diinginkan. Kapasitas lebih tertuju pada apa yang dapat dilakukan oleh anggota organisasi,
sedangkan peluang lebih pada pilihan yang tersedia bagi anggota organisasi untuk mendapatkan
penghargaan-penghargaan personal termasuk gaji, bonus dan sebagainya akibat dari penggunaan
kapasitasnya, sehingga kapabilitas diformulasikan sebagai kapasitas X peluang.
Human capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual, sumber dari innovation dan
improvement,tetapi merupakan komponen yang sulit untuk diukur (Steward, 1997). Berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut, pengetahuan
orang-orang di dalam perusahaan akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan
pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya (Ongkorahardjo, et.al, 2008)
Fitz-Enz (2000) mendeskripsikan human capital sebagai kombinasi dari tiga faktor, yaitu: 1)
karakter atau sifat yang dibawa ke pekerjaan, misalnya intelegensi, energi, sikap positif,
keandalan, dan komitmen, 2) kemampuan seseorang untuk belajar, yaitu kecerdasan, imajinasi,
kreatifitas dan bakat dan 3) motivasi untuk berbagi informasi dan pengetahuan, yaitu semangat tim
dan orientasi tujuan.
b Structural capital
Structural capital merupakan pengetahuan yang akan tetap berada dalam perusahaan
terdiri dari rutinitas organisasi, prosedur-prosedur, sistem, budaya dan database. Beberapa
diantara structural capital dilindungi hukum dan menjadi intellectualproperty right, yang secara
legal dimiliki oleh perusahaan (Starovic & Marr, 2004). Structural capital digambarkan sebagai
apa yang tersisa dalam perusahaan pada saat pegawai pulang di malam hari (petras, 1997).
Structural Capital merupakan aset perusahaan yang berupa pemilikan sistem software, jaringan
meliputi kemampuan perusahaan dalam menjangkau pasar. Dengan kata lain Widyaningrum
(2004) mengatakan bahwa structural capital merupakan saran prasaran yang mendukung kinerja
karyawan.
c Relational Capital atau Customer Capital
Konsep penting customer capital adalah pengetahuan yang dibentuk dalam marketing
channels dan hubungan konsumen bahwa organisasi berkembang dengan menjalankan bisnis.
Sebagai contoh adalah image, loyalitas konsumen, kepuasan konsumen, hubungan dengan suplier,
kekuatan komersial, kapasitas negosiasi dengan entitas keuangan dan lingkungan aktivitas
(Stratovic & Marr, 2004). Customer capital menunjukkan potensi yang dimiliki perusahaan
karena ex-firm intangible (Bontis, 2000). Relational capital atau customer capital merupakan
hubungan baik yang dijalin oleh perusahaan dengan pihak luar (Petras, 1996), dan juga
pengetahuan mengenai rantai alur pasar suati produk, pelanggan, pamsok, dan menjalin hubungan
baik dengan pemerintah (Bontis, 2000).
B. Corporate Governance
Wardhani (2006) menyatakan bahwa
Corporate governance
merupakan
tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan
dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan). Isu mengenai
Corporate governance
ini mulai mengemuka, khususnya di Indonesia, setelah
Indonesia mengalami masa krisis yang berkepanjangan sejak tahun 1998. Banyak
pihak yang mengatakan lamanya proses perbaikan di Indonesia disebabkan oleh
sangat lemahnya
Corporate governance
yang diterapkan dalam perusahaan di
Indonesia. Sejak saat itu, baik pemerintah maupun investor mulai memberikan
governance
biasanya mengacu pada sekumpulan mekanisme yang
mempengaruhui keputusan yang akan diambil oleh manajer ketika ada pemisahan
antara kepemilikan dan pengendalian beberapa dari pengendalian ini terletak pada
fungsi dari dewan direksi, pemegang saham institusional, dan pengendalian dari
mekanisme pasar.
Hastuti (2005) Corporate governance diperlukan untuk mengurangi permasalahan
keagenan antara pemilik dan manajer. Corporate governance pada dasarnya berisi prinsip tata
kelola perusahaan yang baik. Prinsip-prinsip tersebut antara lain :
1. Keadilan (fairness) yang meliputi : (a) Perlindungan bagi seluruh hak pemegang saham
(b) Perlakuan yang sama bagi para pemegang saham.
2. Transparansi (transparancy) yang meliputi (a) Pengungkapan informasi yang bersifat
penting (b) Informasi harus disiapkan, diaudit dan diungkapkan sejalan dengan
pembukuan yang berkualitas (c) Penyebaran informasi harus bersifat adil, tepat waktu
dan efisien.
3. Dapat dipertanggungjawabkan (accountability) yang meliputi meliputi pengertian bahwa
(a) Anggota dewan direksi harus bertindak mewakili kepentingan perusahaan dan para
pemegang saham (b) Penilaian yang bersifat independen terlepas dari manajemen (c)
adanya akses terhadap informasi yang akurat, relevan dan tepat waktu.
4. Pertanggungjawaban (responsibility) meliputi (a) Menjamin dihormatinya segala hak
pihak-pihak yang berkepentingan (b) Para pihak yang berkepentingan harus mempunyai
kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi yang efektif atas pelanggaran hak-hak mereka
(c) Dibukanya mekanisme pengembangan prestasi bagi keikutsertaan pihak yang
berkepentingan (d) Jika diperlukan, para pihak yang berkepentingan harus mempunyai
Nasution dan Setiawan (2007) menyatakan bahwa Corporate governance merupakan
konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring
kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan
mendasarkan pada kerangka peraturan. Konsep Corporate governance diajukan demi tercapainya
pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila
konsep ini diterapkan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak
seiring dengan transparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya
menguntungkan banyak pihak. Sistem Corporate governance memberikan perlindungan efektif
bagi pemegang saham dan kreditor sehingga mereka yakin akan memperoleh return atas
investasinya dengan benar.
Rachmawati dan Triatmoko (2007) menyatakan ada empat mekanisme
Corporate governance
yang sering dipakai dalam berbagai penelitian mengenai
Corporate governance
yang bertujuan untuk mengurangi konflik keagenan, yaitu
komite audit, komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial. Sedangkan menurut penelitian Abeysekera (2008) proksi
corporate
governance
tidak melibatkan pihak manajemen dan pemegang saham namun
terdiri dari pihak yang melakukan pengawasan terhadap manajemen.
Corporate
governance
dalam penelitian tersebut diproksikan dengan jumlaha anggota dewan
komisaris, prosentase komisasris yang berasal dari ekternal perusahaaan
(independen) dan adanya komite audit dalam perusahaan.
Cerbioni dan Parbonetti (2007) menyatakan bahwa perusahaan akan
berupaya untuk mengurangi biaya keagenan yang dikeluarkannya dengan cara
governance
dan pengungkapan sukarela. Pada kenyataannya antara
corporate
governance
dan pengungkapan sularela adalah dua hal yang mengingkatkan
perlindungan terhadap kepentingan investor yang akan membuat pasar menjadi
semakin efisien. Mekanisme
corporate governance
yang ada dalam perusahaan
diharapkan mampu meningkatkan kaulitas dan kuantitas terhadap pengungkapan
sukarela dari informasi yang berkaitan dengan
intellectual capital
.
C. Ukuran Dewan Komisaris dan Intellectual Capital Disclosure (ICD)
Dewan komisaris merupakan inti dari Corporate governance yang ditugaskan untuk
menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan,
serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Aktifnya peranan dewan komisaris dalam praktek
sangat tergantung pada lingkungan yang diciptakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Di
Indonesia sering terjadi anggota dewan komisaris tidak menjalankan peran pengawasannya
terhadap dewan direksi. Dewan komisaris seringkali dianggap tidak memiliki manfaat. Hal ini
dapat dilihat dalam fakta, bahwa banyak anggota dewan komisaris tidak memiliki kemampuan dan
tidak dapat menunjukkan independensinya sehingga gagal untuk mewakili kepentingan
stakeholders lainnya (FCGI, 2001).
Nasution dan Setiawan (2007) menyatakan secara umum dewan komisaris ditugaskan
dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan
keuangan. Hal ini penting mengingat adanya kepentingan dari manajemen untuk melakukan
manajemen laba yang berdampak pada berkurangnya kepercayaan investor. Untuk mengatasinya
dewan komisaris diperbolehkan untuk memiliki akses pada informasi perusahaan. Dewan
komisaris tidak memiliki otoritas dalam perusahaan, maka dewan direksi bertanggung jawab
mensupervisi dan memberi nasihat pada dewan direksi sesuai dengan UU No. 1 tahun 1995,
fungsi dewan komisaris yang lain sesuai dengan yang dinyatakan dalam National Code for Good
Corporate Governance 2001 adalah memastikan bahwa perusahaan telah melakukan tanggung
jawab sosial dan mempertimbangkan kepentingan berbagai stakeholder perusahaan sebaik
memonitor efektifitas pelaksanaan good corporate governance
Kusumawati dan Riyanto (2005) yang meneliti pengaruh transparansi good corporate
governance terhadap nilai perusahaan menyatakan bahwa variabel karakteristik dewan yang
berupa jumlah komisaris terbukti berhubungan dengan nilai perusahaan dengan tingkat
signifikansi 5%. Hal ini mendukung hipotesis bahwa fungsi service dan kontrol yang dilakukan
oleh komisaris dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dari segi perspektif pasar, besarnya dewan
komisaris dapat dipandang sebagai sarana untuk memberikan masukan dan mengontrol perilaku
oportunistik direksi dan manajemen.
Abeysekera (2008) menyatakan bahwa dewan komisaris perusahaan didesain untuk
mengatasi masalah keagenan. Ketika informasi akuntansi menjadi informasi yang sangat relevan
terutama berkaiatan dengan kebangkrutan atau terjadinya kecurangan dalam perusahaan maka
diperlukan sebuah karakteristik corporate governance dalam pengungkapannya. Interpretasi dari
relevenasi nilai dari informasi akuntansi adalah informasi yang tersedia untuk pasar, tidak hanya
berkaiatan dnegan aktiva tetap namun juga berkaitan dengan pengungkapan aktiva tidak berwujud.
Informasi keuangan dan non keuangan perusahaan akan berpengaruh terhadapa sifat investor
dalam menentukan nilai perusahaan. Komposisi dewan komisaris yang optimal dipengaruhi oleh
banyak faktor. Namun demikian jumlah dewan komisaris yang besar lebih efektif jika
dibandingkan dengan jumlah dewan komisaris yang kecil. Jumlah dewan komisaris yang besar
diharapkan memunculkan perpaduan skill antar anggotanya sehingga akan berpengaruh terhadap
kualitas informasi yang disampaikan perusahaan termasuk juga berkaitan dengan intellectual
capital.
D. Komisaris Independen dan Intellectual Capital Disclosure (ICD)
Siallagan dan Machfoedz (2006) menggunakan proporsi komisaris independen untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas laba dan nilai perusahaan. Hasil penelitian mereka
menunjukan bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh secara negatif terhadap kulitas
laba, sedangkan terhadap nilai perusahaan, proporsi komisaris independen secara positif
berpengaruh.
Bursa Efek Jakarta mengeluarkan Kep-339/BEJ/07-2001 yang mensyaratkan bagi
perusahaan yang tercatat di BEJ menunjuk komisaris independen. Dalam peraturan ini,
persyaratan jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh anggota dewan
komisaris. Beberapa kriteria lainnya tentang komisaris independen adalah sebagai berikut.
1. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham mayoritas
atau pemegang saham pengendali (controlling shareholders) perusahaan tercatat yang
bersangkutan.
2. Komisaris independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan atau komisaris lainnya
perusahaan tercatat yang bersangkutan.
3. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan
lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan.
4. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.
5. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas
yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan controlling
shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggungjawab atas pengawasan
kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Dewan komisaris juga mewakili
menyelaraskan kepentingan pemegang saham dan manajer (Kusumawati dan Riyanto, 2005).
Menurut Boediono (2005), komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan
yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi
pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan
keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas. Adanya komisaris
independen diharapkan mampu meningkatkan peran dewan komisaris sehingga tercipta corporate
governance di dalam perusahaan.
Abeysekera (2008) menyatakan bahwa menyatakan bahwa keberadaan komisaris
independen dalam dewan komisaris meningkatkan reputasi berkaitan dengan pengendalian yang
lebih efektif. Termasuk juga dalam melakukan pengawan terhadap pengungkapan yang dilakukan
perusahaan. Komisaris independen menjadi faktor penentu utama yang mempengaruhi hubungan
keagenan antara manajer dan pemegang saham. Dalam hal pengungkapan, keberadaan komisaris
independen diharapkan dapat meningkatkan pengungakapan yang ada termasuk berkaitan dengan
Intellectual Capital Disclosure. Li et al., (2008) menyatakan bahwa komisaris independen
berperan dalam mekanisme internal yang melindungi kepentingan pemegang saham dari tindakan
manajemen. Komisaris independen mampu memperluas pengetahuan, reputasi yang lebih baik dan
memiliki peran dalam aspek pengungkapan perusahaan. Berkaiatan dengan pengungkapan
intellectual capital, komisaris independen diharapkan mampu mendorong manajemen untuk
mengungkapkan hal yang realitis, taat pada peraturan yang berlaku dan lebih proaktif terhadap
pemegang saham berkaitan dengan pengungkapan intellectual capital disclosure.
H2 : Komisaris Independen berpengaruh terhadap Intellectual Capital Disclosure
E. Komite Audit dan Intellectual Capital Disclosure (ICD)
Sesuai Kep-29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan
komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit
pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah
pengendalian. Berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan komite audit
terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk komite audit. Anggota komite ini yang
berasal dari komisaris hanya satu orang, anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut
merupakan komisaris independen perusahaan dan dia tercatat sebagai ketua komite audit.
Menurut FCGI (2001), komite audit mempunyai tanggungjawab pada tiga bidang.
1. Laporan keuangan (financial reporting)
Tanggung jawab Komite Audit di bidang laporan keuangan adalah untuk
memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan
gambaran yang sebenarnya tentang: kondisi keuangan, hasil usahanya, rencana dan komitmen
jangka panjang. Ruang lingkup pelaksanaannya adalah :
a. Merekomendasikan auditor eksternal.
b. Memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan auditor eksternal, yaitu: surat
penunjukkan auditor. perkiraan biaya audit, jadwal kunjungan auditor, koordinasi
dengan internal audit, pengawasan terhadap hasil audit dan menilai pelaksanaan
pekerjaan auditor.
c. Menilai kebijakan akuntansi dan keputusan-keputusan yang menyangkut
kebijaksanaan.
d. Meneliti laporan keuangan (financial statement), yang meliputi: laporan
paruh tahun (interim financial statements), laporan tahunan (annual financial
statements), opini auditor dan management letters.
2.Tata kelola perusahaan (corporate governance)
Tanggung jawab komite audit dalam bidang ini adalah untuk memastikan, bahwa
perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku,
terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.
Ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah:
a. Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap
undang-undang dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan penyelidikan
terhadap perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan.
b. Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi ataupun yang ditunda serta
yang menyangkut masalah corporate governance dalam hal mana perusahaan
menjadi salah satu pihak yang terkait di dalamnya.
c. Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan kepentingan,
perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan.
d. Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan corporate
governance dan temuan-temuan penting lainnya.
3.Pengawasan perusahaan (corporate control)
Tanggungjawab komite audit untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya
pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem
pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor
internal. Ruang lingkup audit internal harus meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang
kecukupan dan efektifitas sistem pengawasan intern.
Keberadaan komite audit diharapkan membuat informasi keuangan dan non keuangan
yang dihasilkan mempunyai kualitas informasi yang lebih baik. Li et al., (2008) menyatakan
bahwa peran komite audit telah berkembangan sabagai bagian dari upaya untuk memenuhi
tantangan bisnis, perubahan sosial dan lingkungan ekonomi. Komite audit membantu untuk
memastikan bahwa kepentingan pemegang saham telah terlindungi dalam aspek keuangan dan
pengendalian internal. Intrnal audit membantu perusahaan meningkatkan berbagai informasi yang
disampaikan seperti informasi keuangan, review operasi dan keuangan dan informasi lainnya.
komite audit menjadi penting karena komite audit dapat mempengaruhi praktik intellectual capital.
Abeysekera (2008) menyatakan bahwa komite audit merupakan mekanisme untuk memastikan
tidak ada tindakan manajemen yang merugikan pemegang saham. Komite audit diharapkan
mampu meningkatkan kualitas pengungkapan yang disampaikan. Komite audit diharapakn mampu
menemukan kesalahan yang terjadi, hal yang melanggar peraturan dan hal lain yang menjadikan
kualitas pengungkapan menjadi rendah. Komite audit diharapkan dapat meningkatkan informasi
non keuangan perusahaan termasuk juga berkaitan dengan Intellectual Capital Disclosure.
H3 : Komite audit berpengaruh terhadap Intellectual Capital Disclosure
F. Kerangka Teoritis
Gambar II.1 Ukuran dewan
Komisaris
Komisaris Independen
Komite audit
Intellectual Capital Disclosure H1
H2
Kerangka Pemikiran
Variabel independen : Ukuran dewan komisaris, Komisaris Independen, Komite Audit
Variabel dependen : Intellectual Capital Disclosure
Penelitian ini akan menguji pengaruh corporate governance terhadap Intellectual Capital
Disclosure pada bank konvensional di Indonesia. Corporate governance dalam penelitian ini
diproksikan dengan ukuran dewan komisaris, komisaris independen dan komite audit.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pengujian hipotesis (hypotesis testing) yaitu
penelitian yang menguji hipotesis yang telah ditentukan diawal penelitian (Hartono, 2005).
Penelitian ini bertujuan mencari pengaruh corporate governance terhadap Intellectual Capital
Disclosure pada bank konvensional di Indonesia.
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
Di dalam penelitian ini digunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive
sampling adalah. pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengambil sampel berdasarkan
kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Hartono, 2005). Adapun kriteria purposive
sampling dalam penelitian ini adalah
b. Bank umum konvensional di Indonesia tersebut yang menerbitkan laporan tahunan
(annual report) dari tahun 2004 sampai dengan 2008 pada website bursa efek indonesia
c. Annual report yang diambil dari yang dapat memberikan informasi lengkap yang sesuai
dengan variabel yang terdapat dalam penelitian ini.
Sampel dipilih dengan metode Yamane (1967), rumus yang digunakan adalah:
Jumlah sampel = 2
1
Nd
N
+
Keterangan :
N = jumlah populasi
d = tingkat kesalahan yang dapat diterima
C. Pengukuran Variabel 1. Variabel Independen
a. Ukuran dewan Komisaris
Ukuran dewan komisaris diproksikan dengan jumlah secara keseluruhan anggota dewan
komisaris yang dimiliki perusahaan baik yang berasal dari dalam maupun luar
perusahaan.
b. Komisaris Independen
Komisaris independen diukur dengan jumlah prosentase komisaris independen yang ada
dalam perusahaan mengacu pada Nasution dan Setiawan (2008). Keberadaan komisaris
indepnden ini dapat kita lihat dalam annual report perusahaan
c. Komite audit
Keberadaan komite audit diukur dengan membentuk variabel dummy mengacu pada
Nasution dan Setiawan (2007). (1) apabila ditemukan keberadaan komite audit. (0)
apabila tidak ditemukan komite audit. Keberadaan komite audit ini dapat kita lihat dalam
annual report perusahaan
2. Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan menggunakan proksi variasi Intellectual Capital
Disclosure (ICDI) yang diungkap oleh bank umum konvensional di Indonesia. Proksi ini
diambil dari pengungkapan annual report masing-masing perusahaan sampel. Annual report
dipilih sebagai data untuk proksi-proksi variabel dependen karena annual report merupakan
satu-satunya dari banyak media komunikasi publik yang dilakukan perusahaan yang dapat
digunakan untuk mentrasfer informasi kepada komunitas yang berinvestasi di dalam
perusahaan untuk mengetahui capital yang dimiliki perusahaan (Frederiksen dan Westphalen,
1998).
Parker (1982) juga berpendapat bahwa annual report merupakan media publik yang
mencakup lingkup yang luas dan mudah disediakan. Selain itu, kelebihan dari annual report
adalah terdapatnya komponen pelaporan selain laporan keuangan yang menjadi media untuk
komunikasi tentang informasi intellectual capital (Johanson et. al, 1999 dan Abeysekera,
2001). Oleh sebab itu, annual report menjadi pilihan untuk mengukur pengungkapan
intellectual capital suatu perusahaan. Pengukuran Intellectual Capital Disclosure dalam
penelitian ini mengadopsi dalam penelitian Li, et.al (2008) yaitu dengan dengan menghitung
jumlah komponen Intellectual Capital Disclosure. Adapun jumlah komponen intellectual
capital di dalam penelitian Li, et. al (2008) adalah sebanyak 61 komponen. Dengan demikian,
dari 61 komponen yang diungkap oleh perusahaan kemudian dibagi dengan jumlah poin-poin
j
cara menghitung komponen tersebut adalah dengan metode variabel dummy, yaitu
menggunakan teknik skor dikotomi dengan rumus:
nj = jumlah item yang diungkap oleh perusahaan jth , terdiri dari 122 (yaitu 61 item dalam dua
format), Xij = 1 jika perusahaan mengungkap item ith , 0 if jika perusahaan tidak mengungkap,
sehingga 0 ≤ ICDIj ≤ 1. Adapun 61 komponen yang digunakan untuk mengukur pengungkapan
tersebut terdapat di dalam lampiran.
Variabel dependen berupa Intellectual Capital Disclosure di dalam penelitian Li, et
(2008) juga mengukur volume Intellectual Capital Disclosure (ICWC). Cara mengukur volume
tersebut adalah dengan cara menghitung jumlah kata di dalam annual report yang berhubungan
dengan 61 komponen Intellectual Capital Disclosure (Li, et al.,, 2008). Jumlah kata dipilih
sebagai metode penghitungan volume Intellectual Capital Disclosure ini karena kata merupakan
unit terkecil dalam pengukuran untuk analisis kualitatif dalam content analysi dan diharapkan
dapat memaksimalkan ketelitian dalam menghitung volume tersebut secara kuantitatif (Zeghal dan
Ahmed, 1990).
Teknik content analysis di dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membaca laporan
tahunan setiap perusahaan sampel kemudian memberikan kode untuk setiap informasi yang
terkandung di dalamnya menurut kerangka indikator Intellectual Capital yang telah ditentukan.
Adapun indikator Intellectual Capital dalam penelitian menggunakan indikator yang merujuk
pada penelitian Li, et.al (2008). Indikator Intellectual Capital dalam penelitian Li, et.al dipilih
sebagai referensi indikator Intellectual Capital karena indikator-indikator tersebut sesuai dengan
tujuan penelitian dan ketersediaan data untuk melakukan analisis variabel dependen dengan
digunakan di dalam penelitian ini pada dasarnya terbagi dalam tiga bagian besar, yaitu (Li, et.al,
2008)
a. human capital
b. structural capital
c. relational capital
Di dalam penelitian ini, ketiga bagian besar indikator Intellectual Capital Disclosure ini
dijabarkan menjadi 61 poin indikator yang meliputi 22 poin untuk human capital, 18 poin untuk
structural capital, dan 21 poin untuk relational capital ( Li, et.al, 2008). Instrumen penelitian
yang berupa daftar 61 komponen dan 183 poin-poin yang menjelaskannya dapat dilihat secara
rinci pada tabel berikut ini.
Tabel III.1 Instrument Penelitian
Kode Item Deskripsi
Human Capital
H1 Number of employees Employees count of a firm, employee breakdown by. e. g market (business operation or geographical segments), department and job function, and information about its changes for such changes
H2 Employee age Biological age of employee in the firm, include qualitative description of age-related advantages/strength of a company’s employees and indicators such as average age of company’s employee, and age information
H3 Employee diversity Diversity is defined as the division of classes among a certain population. The item refers to the mix of e. g ethnicity, gender, color, and sexual orientation. Relevant disclosure include employee diversity policy, the mix and breakdown of employee by race, religion, and culture H4 Employee equality Equal treatment of people irrespective of social and
cultural differences. Related disclosure includes employee equality policy and initiative taken enforcement, senior management by gender, and percentage of disabled employees.
H6 Employee education Education of directors as well as other employees. Employees’ professional recognition is classified under employee work-related competences.
H7 Skills/know-how Disclosures can be description of knowledge, know-how, expertise or skills of directors and other employees. professional recognition/qualification, awards won (external), and employee publications.
H9 Employee work-related knowledge
What is acquired during the job in terms of tacit, explicit and implicit knowledge. It mainly relates to knowledge that employees have related to their current job description, including employees’ previous working experience.
H10 Employee attitudes/. Behavior
It reflects how employees are working. Relevant disclosures could be, e. g employee friendliness, welcoming, hard working, optimism, enthusiasm, and identification of individuals with company’s goals. H11 Employee commitments It refers to employees being bound
emotionally/intellectually to the organization. It covers, e.g. description of employee commitments, employee commitment matrix/index, and indicators such as attendance of meetings.
H12 Employee motivation Policies, initiatives and evidence of motivation of directors and other employees. It includes reward (internal) and incentives systems, e.g. employee explicit recognition, performance/ psychometric/ occupational assessment, and indicators of such as employee turnover1 stability, absence, and seniority.
H13 Employee productivity2 It is typically measured as output per employee or output per labor-hour, an output which could be measured in physical terms or in price terms. It shows the value added and efficiency of employees. Indicators include, e.g. employee value added, revenue or customers per employee.
H14 Employee training It includes, e.g. training policies, training programs, training time, attendance, investment in training, number of employees trained per period, and training results/effectiveness/efficiency.
H15 Vocational qualifications It refers to education, managed and monitored by trade and professional organizations (Brooking, 1996), received by an employee for a particular vocation that proves the skill, knowledge and understanding he/she has to do a job well.
1
Information about directors’ retirement is not included as employee turnover.
2
promotion). Indicators include change of employee seniority, and rate of internal promotion.
H17 Employee flexibility Strategies used by employers to adapt the work of employees to their production/business cycles; and a method to enable workers to adjust working life and working hours to their own preferences. For example, temporary/fixed-term contracts, relaxed hiring and firing regulations, adjustable working hours or schedules (e.g. part-time, flexible working hours/shifts, working time accounts, leave, and overtime), outsourcing, job rotation, tele /home-workers, outworkers.
H18 Entrepreneurial spirit It refers to, e.g. employee engagement (e.g. employee suggestion systems/consultations, rate of employee suggestions acceptance), empowerment (responsibility taking), creativity (e.g. valuing creativity, tolerance of creative people), innovativeness, knowledge sharing, and employee proactive/reactive ability.
H19 Employee capabilities Other employee abilities apart from the above discussed, e.g. communication ability, interpersonal ability, sensitivity (e.g. thoughtful), reflexibility, and management quality.
H20 Employee teamwork Teamwork is the concept of people working together cooperatively. It covers information about culture of teamwork (expert teams and networks, teamwork capacity), programs that enhance relationships between employees within/ a cross departments.
H21 Employee involvement with community
Employee social competence can be reflected by their involvement with community It is defined as providing employees opportunities for contact with an often concealed but significant part of the firm’s stakeholders.
H22 Other employee features
It refers to the special display or attraction of, or gives special prominence to, employees of the firm, e.g. photographs of employees, other employee profile information (e.g. positions held).
Structural capital
S1 Intellectual property It is a term that encompasses patents, copyrights, trademarks, trade secrets, licenses, commercial rights and other related fields. It covers the assets of a company which is protected by law.
S2 Process It normally refers to a company’s management (sales tools, company co-operation forms, corporate specialization, operational or administrative processes). It includes utilization of organization resources, processes/ procedures / routines, and documentations which enables the company or employees to follow. Indicators are, e.g. efficiency, effectiveness, and
3