• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENGUNGKAPAN INTELLECTUAL CAPITAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENGUNGKAPAN INTELLECTUAL CAPITAL"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUNGKAPAN

INTELLECTUAL CAPITAL

(Study Empiris pada Sektor Perbankan yang Tercatat

di Bursa Efek Indonesia)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

ANANTO PRABOWO F1307520

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

ii

PENGUNGKAPAN

INTELLECTUAL CAPITAL

(Study Empiris pada Sektor Perbankan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia)

ABSTRAKSI

ANANTO PRABOWO

F1307520

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh corporate governance terhadap pengungkapan intellectual capital dalam annual report yang dikeluarkan oleh sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menguji pengaruh corporate governance (ukuran dewan komisaris, komisaris independen, struktur kepemilikan, dan kepemilikan manajemen) sebagai variabel independen, terhadap pengungkapan intellectual capital sebagai variabel dependen, dengan karakteristik perusahaan (total assets, ROE, leverage, growth, umur perusahaan dan tipe auditor) sebagai variabel kontrol. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 36 annual report perusahaan yang terdaftar di BEI dari tahun 2004-2008. Sampel ini dipilih dengan menggunakan metode

purposive sampling. Pengungkapan intellectual capital diukur menggunakan weighted coding disclosure score dan sebanyak 4 hipotesis diuji dalam penelitian ini menggunakan analisis

multiple regression.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa rata-rata informasi mengenai intellectual capital yang diungkap oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia hanya sebesar 35,7%. Ukuran dewan komisaris, komisaris independen dan struktur kepemilikan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan intellectual capital, sedangkan adanya kepemilikan manajemen merupakan variabel yang memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap pengungkapan struktur internal capital. Implikasinya dengan adanya kepemilikan manajemen dalam suatu perusahaan maka manajemen akan cenderung menyimpan informasi dan tidak mengungkapkannya kepada pihak luar (Ho dan Wong, 2001). Pengungkapan intellectual capital semestinya dapat dijadikan suatu pendekatan untuk menilai kelangsungan perusahaan namun mekanisme corporate governance di Indonesia belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan, dengan adanya penelitian ini semoga bisa menjadi tambahan bahan kajian untuk regulator, analis investasi, dan peserta pasar modal.

(3)

iii

PENGUNGKAPAN

INTELLECTUAL CAPITAL

(Study Empiris pada Sektor Perbankan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia)

ABSTRACT

ANANTO PRABOWO

F1307520

The objective of this research to provide empirical evidence about the effect of corporate governance on the disclosure of intellectual capital in annual reports issued by the banking sector on IDX. This research examine the influence of corporate governance (board size, independent commissioners, ownership structure, and management ownership) as independent variables, on the disclosure of intellectual capital as the dependent variable, with firm characteristics (total assets, ROE, leverage, growth, age of firm and auditor type) as control variables.

This research used 36 annual report of listed companies on the Stock Exchange from 2004 to 2008. Sample in this research was selected using purposive sampling method. Disclosure of intellectual capital measured using a weighted coding, as much as four hypotheses tested in this study using multiple regression analysis.

The result statistical analysis showed that the average information about the intellectual capital that is expressed by companies in Indonesia amounted to only 35.7%. Board size, independent directors and ownership structure does not affect the intellectual capital disclosure, while the existence of management ownership is a significant variable that has a negative effect on the disclosure of the internal structure of the capital. The implication with the ownership management in a company, the management will tend to keep information and not disclose to outsiders (Ho and Wong, 2001). Intellectual capital disclosure should be used as an approach to assess the sustainability of the company but the mechanisms of corporate governance in Indonesia has not run as expected, with the existence of this research may be additional study materials to regulators, investment analysts, and capital market participants.

(4)

iv

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul

PENGARUH

CORPORATE GOVERNANCE

TERHADAP

PENGUNGKAPAN

INTELLECTUAL CAPITAL

(Study Empiris pada Sektor Perbankan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia)

Telah disetujui dan diterima oleh pembimbing untuk diajukan kepada tim penguji

skripsi.

Surakarta, 25 Mei 2010

Disetujui dan diterima oleh Pembimbing

Dra. Falikhatun, M.Si, Ak.

(5)

v

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh tim penguji skripsi Fakultas

Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi.

Surakarta, 28 Juni 2010

Tim Penguji Skripsi

1. Dra. Y. Anni Aryani, M.Prof Acc., Ph.D., Ak.

NIP 196509181992032002

Ketua (………..)

2. Dra. Falikhatun, M.Si., Ak NIP 196811171994032002

Pembimbing (………..)

3. Drs. Hanung Triatmoko, M.Si., Ak. NIP 196610281992031001

(6)

vi

MOTTO

Berilah jawaban yang cerdas termasuk kepada perlakuan hidup yang tidak cerdas (Lao-Tze) dan jawaban itu adalah usaha terbaik (penulis)

Usaha yang tanpa henti adalah kunci membuka gembok potensi diri, bukan

kekuatan atau kecerdasan (Winston Churchill), kekuatan atau kecerdasan ibarat peluang, sedangkan usaha tanpa henti ibarat banyak percobaan, sehingga frekwensi harapan adalah peluang dikalikan banyak percobaan, dan jangan sampai

kedua hal tersebut bernilai nol kalau harapan ingin terwujud (penulis)

Bukan ucapan atau tindakanmu yang gagah perkasa, tetapi spirit di dalam dirimu yang mendorong tindakan dan ucapanmu (Ching-Ning Chu), semua ini tentang

sampai sejauh mana ucapan dan tindakan akan bertahan jika tanpa spirit di

dalamnya (penulis)

Keberanian memulai adalah bagian paling penting dari pekerjaan (Plato), berusaha memberikan yang terbaik tetapi takut memulai karena takut mengecewakan dan gagal, lalu kapan hal yang terbaik itu akan diberikan? Jika

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Penulis persembahkan kepada:

Ayah dan ibuku yang tercinta

Adik dan kerabatku

Teman-temanku

Almamaterku

dan Solo kotaku

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, segala nikmat, dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENGUNGKAPAN INTELLECTUAL CAPITAL: Study Empiris pada Sektor Perbankan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia”, sebagai tugas akhir guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dorongan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, penulis dengan ini

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret.

2. Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas

Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

3. Ibu Dra. Falikhatun, M.Si, Ak. selaku pembimbing skripsi atas semua

kritik, saran, dan perhatianya yang sangat membantu penulis untuk

mencapai hasil yang terbaik.

4. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen, serta karyawan FE UNS, terimakasih-ku

ucapkan atas semua ilmu yang telah dibagi.

5. Keluargaku yang selalu memberikan dukungan, kepercayaan, dan doa-doa

(9)

ix

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan

demi perbaikan yang berkelanjutan.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.

Alhamdulillahirobbil’alamin.

Surakarta, Juni 2010

(10)

x

A. Latar Belakang Masalah ………...

B. Perumusan Masalah ………

C. Tujuan Penelitian ………

D. Manfaat Penelitian ………..

E. Sistematika Penelitian ………...

BAB II. TELAAH PUSTAKA ... A. Pengungkapan Intellectual Capital ...

(11)

xi

C. Ukuran Dewan Komisaris dan Pengungkapan Intellectual Capital……... D. Komisaris Independen dan Pengungkapan Intellectual Capital …………..

E. Struktur Kepemilikan dan Pengungkapan Intellectual Capital …...

F. Kepemilikan Manajemen dan Pengungkapan Intellectual Capital………...

G. Kerangka Pemikiran ………...

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………...

A. Desain Penelitian ...

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... C. Pengukuran Variabel ...

1. Variabel Dependen ... 2. Variabel Independen ... 3. Variabel Kontrol ...

D. Metode Analisis Data ... 1. Pengujian Normalitas ...

2. Pengujian Asumsi Klasik ... 3. Pengujian Hipotesis ...

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………...

A. Desain Penelitian ... B. Statistik Deskriptif ...

C. Uji Normalitas Data ... D. Analisis Data ...

(12)

xii

3. Uji Heteroskedastisitas ... E. Uji Hipotesis ...

1. Uji R-Square ... 2. Uji Simultansi ...

3. Uji t ...

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... A. Kesimpulan ...

B. Implikasi Penelitian ... C. Keterbatasan dan Saran ...

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

49 50

53 55

56 65 65

(13)

xiii

Model-model Intellectual Capital ... Struktur Internal Capital ... Struktur External Capital ...

Struktur Human Capital ... Struktur Economic Sign………...

Struktur Outlook Oriented……….…….

Hasil Pengambilan Sampel ... Statistik Deskriptif ...

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ...

Uji Multikolinieritas ...

Uji Autokorelasi ... Uji Heteroskedastisitas – Metode Glejser ... Ringkasan Hasil Uji Hipotesis ...

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3

Lampiran 4 Lampiran 5

Lampiran 6 Lampiran 7

Kerangka Intellectual Capital

Jumlah Annual Report

Sampel yang digunakan

Statistik Deskriptif Uji Normalitas

(16)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jatuhnya industri perbankan Indonesia secara garis besar adalah karena dikeluarkannya Paket Deregulasi Sektor Keuangan 27 Oktober 1988 (PAKTO 88), dan

krisis moneter hanya merupakan pencetus yang mempercepat jatuhnya sektor perbankan. Sejak saat itu perkembangan dunia usaha telah memacu perbankan Indonesia untuk

secara bertahap melakukan penyesuaian dalam strategi dan pola operasionalnya, sehingga tetap dapat berkembang secara sehat dan mampu berperan aktif dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Dalam penyesuaian dengan strategi dan pola operasional

muncul berbagai pemahaman baru mengenai proses pelayanan perbankan, peran nasabah dan juga pandangan perusahaan terhadap peran penting sumber daya manusia yang

memiliki dampak pada pelaporan keuangan. Pelaporan keuangan yang fokusnya pada kinerja keuangan perusahaan sering dirasa kurang memadai sebagai suatu pelaporan kinerja perusahaan perbankan. Hal ini telah menjadi vexed issue, dimana beberapa

penulis telah memastikan bahwa manajemen dan sistem pelaporan yang telah mapan selama ini secara berkelanjutan kehilangan relevansinya karena tidak mampu menyajikan

informasi yang esensial bagi eksekutif untuk mengelola proses yang berbasis pengetahuan (knowledge-based processes) dan intangible resources (Bornemann dan

Leitner, 2002). Oleh karena itu ada sesuatu yang lain yang perlu disampaikan kepada pengguna pelaporan keuangan perbankan yang bisa menjelaskan nilai lebih yang dimiliki perusahaan perbankan seperti inovasi, penemuan sistem, pengetahuan dan keterampilan

sumber daya manusia, relasi dengan konsumen dan sebagainya yang sering diistilahkan

(17)

sebagai knowledge capital (modal pengetahuan) atau intellectual capital yang sulit disampaikan kepada pihak luar perusahaan karena belum adanya standar akuntansi yang

mengaturnya.

Kajian tentang intellectual capital sendiri pun mulai menarik dan banyak dibicarakan sejak tahun 1990-an (Harrison and Sullivan, 2000). Intellectual capital

sekarang ini dianggap sebagai faktor kesuksesan bagi suatu organisasi dan karenanya akan semakin menjadi perhatian dalam kajian strategi organisasi dan strategi

pembangunan. Di abad ini, komunitas bisnis seluruh dunia sepakat bahwa knowledge asset menjadi sangat penting dalam pengkreasian nilai perusahaan daripada faktor

produksi fisik (Saleh et al., 2007). Intellectual capital merupakan salah satu aset industri

perbankan yang sangat signifikan, meliputi human capital, structural capital, dan

relational capital (Li, Pike, dan Haniffa, 2008).

Perkembangan industri perbankan yang sangat pesat umumnya disertai dengan semakin kompleksnya kegiatan usaha bank yang mengakibatkan peningkatan eksposur risiko bank. Dalam rangka meningkatkan kinerja bank, melindungi kepentingan

stakeholders dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta

nilai-nilai etika yang berlaku secara umum pada industri perbankan, bank wajib

melaksanakan kegiatan usahanya dengan berpedoman pada prinsip-prinsip good corporate governance (Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006). Penerapan

corporate governance membentuk perusahaan untuk lebih transparan, bertanggungjawab,

dan independen serta meningkatkan akuntabilitas perusahaan (Pedoman Umum

(18)

Transparansi sebagai salah satu aspek corporate governance menuntut organisasi untuk melakukan pengungkapan, baik yang bersifat wajib (mandatory) maupun sukarela

(voluntary). Pengungkapan yang bersifat sukarela bergantung kepada keputusan manajemen untuk memasukkannya ke dalam laporan keuangan atau tidak (Zhou dan Panbuyuen, 2008). Berdasarkan struktur perusahaan, manajemen diawasi oleh dewan

direksi atau yang lebih kita kenal dengan dewan komisaris, maka daripada itu dewan komisaris dapat mempengaruhi tindakan manajemen.

Variasi bentuk dalam pengungkapan intellectual capital merupakan informasi yang bernilai bagi investor, yang dapat membantu mereka mengurangi ketidakpastian mengenai prospek ke depan dan memfasilitasi ketepatan penilaian terhadap perusahaan

(Bukh, 2003). Laporan keuangan gagal dalam menggambarkan cakupan luas pengkreasian nilai intangible asset (Lev dan Zarowin, 1999), memunculkan peningkatan

informasi asimetri antara perusahaan dengan pengguna (Healy dan Palepu, 2001), dan menciptakan ketidakefisienan dalam proses alokasi sumber daya dalam pasar modal (Li,

Pike, dan Haniffa, 2008).

Sejumlah penelitian akademis (contoh: Lev, 2001; Mouritsen, Larsen, dan Bukh, 2001) menawarkan untuk pengungkapan yang lebih besar atas investasi indicator non-financial dalam intangible asset. (Canibano, Garcia-Ayuso dan Sanchez, 2000)

memperdebatkan kos diasosiasikan dengan perubahan radikal dalam sistem akuntansi yang tidak dapat membuat intellectual capital intensive firm‟s lebih bernilai dan bahwa pendekatan yang pantas digunakan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan adalah dengan mendorong pengungkapan sukarela informasi yang terkait dengan

(19)

melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji pengaruh corporate governance

terhadap pengungkapan intellectual capital dengan menggunakan content analysis.

Pada penelitian-penelitian sebelumnya pengungkapan intellectual capital banyak diukur dengan jumlah dan detail informasi non-mandatory pada annual report. Karena pengungkapan tidak bisa dipertimbangkan sebagai sebuah referensi yang sederhana pada

kuantitas informasi yang diungkapkan (Beattie, 2000; Beretta dan Bozzolan, 2004), penulis menggunakan kandungan arti (semantic properties) dari informasi seperti

economic sign dan outlook oriented sebagai proksi kualitas pengungkapan intellectual capital (Cerbioni dan Parbonetti, 2007).

Mengacu pada Guthrie et al., (2008) dan Cerbioni dan Parbonetti, (2007) penulis

meregresikan 8 (delapan) index pengungkapan pada corporate governance. Corporate governance dalam penelitian ini diproksikan dengan empat variabel yaitu ukuran dewan

komisaris, komisaris independen, struktur kepemilikan, dan kepemilikan manajemen dengan mempertimbangkan variabel-variabel kontrol yang digunakan untuk menjelaskan tingkat pengungkapan pada perusahaan (Total Asset, Return on Equity, Leverage,

Growth, Umur Perusahaan dan Tipe Auditor).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah apakah corporate governance (ukuran dewan komisaris, komisaris independen, struktur kepemilikan, dan kepemilikan manajemen) berpengaruh terhadap

(20)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah memberikan bukti empiris mengenai pengaruh

corporate governance (ukuran dewan komisaris, komisaris independen, struktur

kepemilikan, dan kepemilikan manajemen) terhadap pengungkapan intellectual capital.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi industri perbankan

a. Memberikan pengetahuan tentang praktik pengungkapan intellectual capital pada

masing-masing bank konvensional di Indonesia yang dijadikan sampel, sehingga bank dapat membandingkan praktik pengungkapan intellectual capital, serta dapat digunakan untuk bahan pertimbangan manajemen dalam praktik pengungkapan

intellectual capital.

b. Departemen Research and Development (R&D) tiap bank konvensional di

Indonesia dapat menggunakan penelitian ini untuk dikembangkan dalam penelitian lembaga masing-masing bank untuk tujuan kepentingan stakeholder -nya.

2. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk membandingkan teori yang didapat

selama perkuliahan, terutama dalam bidang akuntansi pengungkapan intellectual capital, dengan kondisi sebenarnya yang dipraktikkan oleh sektor perbankan di

Indonesia.

3. Bagi perguruan tinggi, penelitian ini dapat dijadikan pelengkap materi perkuliahan

(21)

4. Bagi regulator

a. Menteri keuangan di negara ASEAN (khususnya) bekerja sama dengan bursa efek

dan bank sentral dapat melakukan penelitian lebih lanjut dari hasil penelitian ini untuk mengetahui praktik pengungkapan intellectual capital terhadap variabel lain

yang dapat digunakan untuk mengambil kebijakan.

b. Menetapkan kebijakan dan regulasi ataupun standar pengungkapan untuk baik

bank konvensional di Indonesia maupun sektor lainnya dalam hal praktik pengungkapan intellectual capital.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian dan manfaat penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Bab ini membahas landasan teori yang diantaranya berupa

(22)

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi desain penelitian; populasi, sample, dan teknik

sampling; pengukuran variable; instrument penelitian; sumber data; metode pengumpulan data; serta metode analisis data.

BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas mengenai data yang digunakan, pengolahan data tersebut dengan alat analisis yang diperlukan dan hasil dari

analisis data.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data

(23)

BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Pengungkapan Intellectual Capital

Sejak tahun 1990-an, perhatian terhadap praktek pengelolaan aset tidak berwujud (intangible assest) telah meningkat secara dramatis (Harrison dan Sullivan, 2000). Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran intangible assest

tersebut adalah pengungkapan intellectual capital yang telah menjadi fokus perhatian dalam berbagai bidang, baik manajemen, teknologi informasi, sosiologi, maupun

akuntansi (Petty dan Guthrie, 2000; Sullivan dan Sullivan, 2000).

Munculnya “new economy”, yang secara prinsip didorong oleh perkembangan

teknologi informasi dan ilmu pengetahuan juga memicu tumbuhnya interest dalam

intellectual capital (Petty and Guthrie, 2000; Bontis, 2001). Salah satu area yang menarik

perhatian baik akademisi maupun praktisi adalah yang terkait dengan kegunaan

intellectual capital sebagai salah satu instrumen untuk menentukan nilai perusahaan

(Stewart, 1997; Edvinsson dan Malone, 1997; Sveiby, 2001). Hal ini telah menjadi vexed issue, dimana beberapa penulis telah memastikan bahwa manajemen dan sistem

pelaporan yang telah mapan selama ini secara berkelanjutan kehilangan relevansinya karena tidak mampu menyajikan informasi yang esensial bagi eksekutif untuk mengelola

proses yang berbasis pengetahuan (knowledge-based processes) dan intangible resources

(Bornemann and Leitner, 2002).

(24)

Dalam kajian tentang intellectual capital, banyak definisi yang diajukan oleh para peneliti. Brooking (1996) misalnya mendefinisikan intellectual capital sebagai berikut:

Intellectual capital is the term given to the combined intangible assets of market, intellectual property, human-centred and infrastructure – which enable the company to function

Roos et al. (1997) menyatakan bahwa:

Intellectual capital includes all the processes and the assets which are not normally shown on the balance-sheet and all the intangible assets

(trademarks, patent and brands) which modern accounting methods consider…

Stewart (1997) menyebut bahwa:

Intellectual capital is intellectual material–knowledge, information, intellectual property, experience–that can be put to use to create wealth

Bontis (1998) mengakui bahwa:

Intellectual capital is elusive, but once it is discovered and exploited, it may provide an organisation with a new resource-base from which to compete and win

Sedangkan CIMA (2001) menyebutkan bahwa:

possession of knowledge and experience, professional knowledge and skill, good relationship, and technological capacities, which when applied will give organization competitive advantage

Memang banyak model intellectual capital yang digunakan para peneliti, namun

secara umum para peneliti mengidentifikasi tiga konstruk utama dari intellectual capital, yaitu: human capital, structural capital, dan customer capital. Secara sederhana, human capital merupakan pengetahuan, skill, dan pengalaman yang dibawa pegawai ketika

(25)

suatu organisasi yang ada pada pegawaiannya (Bontis, 2000) yang dihasilkan melalui kompetensi, sikap dan kecerdasan intelektual (Roos, Roos, Edvinsson dan Dragonetti,

1997). Human capital merupakan kombinasi dari genetic inheritance; education;

experience, and attitude tentang kehidupan dan bisnis (Hudson, 1993). Human capital

merepresentasikan individual knowledge stock suatu organisasi yang direpresentasikan

oleh karyawannya (Bontis et al., 2001).

Structural capital digambarkan sebagai apa yang tersisa dalam perusahaan pada

saat pegawai pulang di malam hari (Petrash, 1996). Structural capital merupakan pengetahuan yang akan tetap berada dalam perusahaan terdiri dari rutinitas organisasi, prosedur-prosedur, sistem, budaya dan database. Beberapa diantara structural capital

dilindungi hukum dan menjadi intellectual property right, yang secara legal dimiliki oleh perusahaan (Starovic dan Marr, 2004).

Sedangkan tema utama dari customer capital adalah pengetahuan yang melekat dalam marketing channels dan customer relationship dimana suatu organisasi mengembangkannya melalui jalannya bisnis (Bontis et al., 2000). Customer capital

adalah pengetahuan yang dibentuk dalam marketing channels dan hubungan konsumen bahwa organisasi berkembang dengan menjalankan bisnis. Sebagai contoh adalah image,

loyalitas konsumen, kepuasan konsumen, hubungan dengan suplier, kekuatan komersial, kapasitas negosiasi dengan entitas keuangan dan lingkungan aktivitas (Starovic dan Marr,

2004).

Mengacu kepada penelitian Cerbioni dan Parbonetti (2007), pengungkapan

(26)

maksudnya untuk menghasilkan pengungkapan intellectual capital yang lebih berkualitas tidak hanya memandang ada tidaknya isi informasi yang terkait dengan intellectual capital tetapi juga memandang arti dari informasi yang terkait dengan intellectual capital

tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggunakan semantic properties yang meliputi economic sign dan outlook orientation. Economic sign mengkomunikasikan

dampak yang diharapkan dari intellectual capital yang dimiliki perusahaan terhadap kinerja perusahaan, dan outlook orientation mengkomunikasikan sudut pandang

perusahaan.

Tabel II.1

Model-model Intellectual Capital

No Peneliti Model Intellectual Capital yang digunakan

1. Brooking, 1996 (UK) Human-centred assets, Infrastructure assets, Market assets, dan Intellectual property

2. Roos, Roos & Edvinsson, 1997 (UK)

Human Capital, Organitational capital, Relational capital, dan Renewal and development capital

3. Stewart, 1997 (US) Human capital, Structured capital, dan

Customer capital

4. Sveiby, 1997 (Sweden) Human capital, internal capital, dan External capital

5. Edvinsson and Malone, 1997 (Denmark)

Human capital, Process capital, Customer capital, dan Innovation capital

6. Allee, 2000 (US) Human capital, Corporate identity, External relationship, dan Internal Structure

7. Bontis et al., 2000 (Canada) Human capital, Structured capital, Relational capital, dan Intellectual property

8. New Guidline, 2003 (Denmark)

Employees, Processes, Customers, dan

(27)

B. Corporate Governance

Corporate governance timbul karena kepentingan perusahaan untuk memastikan

kepada pihak penyandang dana (principal/investor) bahwa dana yang ditanamkan digunakan secara tepat dan efisien. Selain itu dengan corporate governance, perusahaan memberikan kepastian bahwa manajemen (agent) bertindak yang terbaik demi

kepentingan perusahaan. Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001) mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur

hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, sehingga menciptakan nilai

tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder). Nilai tambah yang dimaksud adalah corporate governance memberikan perlindungan efektif terhadap

investor dalam memperoleh kembali investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi. Wardhani (2006) menyatakan bahwa corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan

yang menentukan arah dan kinerja perusahaan.

Salah satu prinsip corporate governance menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) adalah menyangkut peranan dewan komisaris.

Bentuk dewan komisaris tergantung pada sistem hukum yang dianut. Terdapat dua sistem yang berbeda, yaitu Anglo Saxon dan Kontinental Eropa (FCGI, 2001). Dalam sistem

hukum Anglo Saxon, sistem yang dianut adalah sistem satu tingkat atau one tier system. Pada sistem satu tingkat, perusahaan mempunyai satu dewan direksi yang merupakan

(28)

independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu (non direktur eksekutif). Negara-negara yang menerapkan sistem ini adalah Amerika Serikat dan Inggris. Sistem hukum

Kontinental Eropa menganut sistem dua tingkat atau two tier system. Pada sistem dua tingkat, perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi). Dewan direksi bertugas mengelola

dan mewakili perusahaan sesuai dengan pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Dewan direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh badan pengawas (dewan

komisaris). Tugas utama dewan komisaris adalah bertanggungjawab mengawasi tugas-tugas manajemen. Indonesia termasuk negara yang mengadopsi sistem dua tingkat ini.

Corporate governance diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara

pemilik dan manajer (Hastuti, 2005). Corporate governance pada dasarnya berisi prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Prinsip-prinsip tersebut antara lain :

1. Keadilan (fairness) yang meliputi:

a. Perlindungan bagi seluruh hak pemegang saham

b. Perlakuan yang sama bagi para pemegang saham

2. Transparansi (transparancy) yang meliputi:

a. Pengungkapan informasi yang bersifat penting

b. Informasi harus disiapkan, diaudit dan diungkapkan sejalan dengan pembukuan

yang berkualitas

(29)

3. Dapat dipertanggungjawabkan (accountability) yang meliputi pengertian bahwa:

a. Anggota dewan direksi harus bertindak mewakili kepentingan perusahaan dan

para pemegang saham

b. Penilaian yang bersifat independen terlepas dari manajemen

c. Adanya akses terhadap informasi yang akurat, relevan dan tepat waktu

4. Pertanggungjawaban (responsibility) meliputi:

a. Menjamin dihormatinya segala hak pihak-pihak yang berkepentingan

b. Para pihak yang berkepentingan harus mempunyai kesempatan untuk

mendapatkan ganti rugi yang efektif atas pelanggaran hak-hak mereka

c. Dibukanya mekanisme pengembangan prestasi bagi keikutsertaan pihak yang

berkepentingan

d. Jika diperlukan, para pihak yang berkepentingan harus mempunyai akses

terhadap informasi yang relevan

Iskander dan Chamlou (2000) menyatakan bahwa salah satu elemen corporate governance yang penting adalah transparansi (transparency) atau keterbukaan.

Keterbukaan adalah suatu tindakan untuk menjelaskan segala sesuatu yang dilakukan oleh manajemen perusahaan kepada publik. Keterbukaan tidak mudah dilakukan jika

manajemen memiliki kepentingan dan informasi privat yang mendukung kepentingannya. Kondisi seperti ini dapat terjadi jika dalam perusahaan terdapat manajemen yang

(30)

Nasution dan Setiawan (2007) menyatakan bahwa corporate governance

merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi

atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap

stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan. Konsep corporate

governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan

bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila konsep ini diterapkan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi

pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya menguntungkan banyak pihak. Sistem corporate governance memberikan perlindungan efektif bagi pemegang saham dan kreditor sehingga mereka yakin akan memperoleh return atas investasinya dengan

benar.

Rachmawati dan Triatmoko (2007) menyatakan ada empat mekanisme Corporate governance yang sering dipakai dalam berbagai penelitian mengenai Corporate governance yang bertujuan untuk mengurangi konflik keagenan, yaitu komite audit,

komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial.

Cerbioni dan Parbonetti (2007) menyatakan bahwa perusahaan akan berupaya untuk mengurangi biaya keagenan yang dikeluarkannya dengan cara melakukan

pengawasan secata lebih efektif terutama berkaiatan dengan corporate governance dan pengungkapan sukarela. Pada kenyataannya antara corporate governance dan pengungkapan sularela adalah dua hal yang mengingkatkan perlindungan terhadap

kepentingan investor yang akan membuat pasar menjadi semakin efisien. Mekanisme

(31)

kaulitas dan kuantitas terhadap pengungkapan sukarela dari informasi yang berkaitan dengan intellectual capital.

C. Ukuran Dewan Komisaris dan Pengungkapan Intellectual Capital

Jumlah anggota dewan komisaris perusahaan bisa mempengaruhi tingkat pengungkapan karena tingkat pengungkapan adalah keputusan strategik yang dibuat oleh dewan komisaris perusahaan. Sebagai bagian dari manajemen tingkat atas, dewan

komisaris perusahaan bertugas memformulasikan strategi dan kebijakan perusahaan yang akan diikuti oleh para manajer. Dan hal ini masih dipertanyakan, apakah dengan semakin banyaknya dewan komisaris perusahaan dapat mengurangi asimetri informasi (Chen dan

Jaggi, 2000). Jumlah anggota dewan komisaris yang lebih banyak dengan berbagai macam latar belakang pendidikan dan keahlian memiliki kemampuan yang lebih baik

untuk mendistribusikan beban kerja (Klein, 2006; Anderson, Mansi, dan Reeb, 2004), lebih baik dalam berpendapat (Hermalin dan Weisbach, 2003), dapat meningkatkan kualitas pembuatan keputusan, lebih mewakili kepentingan stakeholder, dan

menghilangkan dominasi CEO (Zhou dan Chen, 2004).

Fakta empiris menemukan ketika dewan komisaris dengan jumlah anggota sedikit

maka kualitas pengawasan akan lebih baik (Yermack, 1996) karena masalah keagenan akan meningkat sesuai dengan jumlah dewan komisaris perusahaan (Conger et al., 1998). Yermack (1996) menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara market value dan

jumlah anggota dewan komisaris. Jensen (1993) berpendapat bahwa ketika dewan komisaris terdiri dari tujuh atau delapan orang, maka mereka akan berfungsi kurang

(32)

Lawler (1998) untuk menjadi “empowered board” dewan komisaris harus cukup kecil

untuk menciptakan kelompok yang kohesif.

H1: Jumlah dewan komisaris perusahaan berpengaruh negatif terhadap tingkat

pengungkapan intellectual capital.

D. Komisaris Independen dan Pengungkapan Intellectual Capital

Tricker (1984) dalam Haniffa dan Cooke (2005) menyatakan bahwa proporsi

komisaris independen merupakan sebuah mekanisme pengawasan dan keseimbangan, bukan hanya dalam memastikan tindakan perusahaan untuk kepentingan pemilik, tetapi juga stakeholder lainnya dengan memberikan gambaran yang lebih luas mengenai

aktivitas dan kinerja perusahaan. Seperti yang diungkapkan oleh Eng dan Mak (2003), komisaris independen dapat lebih mempengaruhi perusahaan untuk mengungkapkan

informasi yang lebih luas kepada outside investors. Berdasarkan agency theory, komisaris independen dapat meningkatkan keefektifan dewan komisaris (Jensen dan Meckling,

1976).

Bursa Efek Jakarta mengeluarkan Kep-339/BEJ/07-2001 yang mensyaratkan bagi perusahaan yang tercatat di BEJ menunjuk komisaris independen. Dalam peraturan ini,

persyaratan jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris. Beberapa kriteria lainnya tentang komisaris independen adalah sebagai

berikut.

1) Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham

mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling shareholders) perusahaan

(33)

2) Komisaris independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan atau komisaris

lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan.

3) Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya

yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan.

4) Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang pasar

modal.

5) Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang

bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan controlling shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggungjawab atas

pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Dewan komisaris juga mewakili mekanisme internal untuk mengontrol perilaku oportunis

manajemen sehingga dapat menyelaraskan kepentingan pemegang saham dan manajer (Kusumawati dan Riyanto, 2005). Menurut Boediono (2005), komposisi dewan komisaris

merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan

sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas. Adanya komisaris independen diharapkan mampu meningkatkan peran dewan komisaris sehingga tercipta

corporate governance di dalam perusahaan.

Penelitian yang dilakukan Haniffa dan Cooke (2005) serta Hossain (2008) menunjukkan adanya hubungan subtitusi antara pengungkapan informasi dengan

(34)

menemukan adanya hubungan yang positif signifikan antara komisaris independen dengan pengungkapan informasi. Fakta empiris menemukan bahwa komisaris independen

berhubungan secara positif dengan pengungkapan struktur internal/internal capital

(Cerbioni dan Parbonetti, 2007). Li et al. (2008) juga menemukan hubungan positif signifikan antara komisaris independen dengan pengungkapan intellectual capital.

H2: Proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap pengungkapan

intellectual capital.

E. Struktur Kepemilikan dan Pengungkapan Intellectual Capital

Struktur kepemilikan adalah persentase kepemilkan saham perusahaan yang

dimiliki oleh sebuah institusi. Meningkatnya kepemilikikan oleh institusi lain akan menyebabkan adanya permintaan pengawasan terhadap manajemen perusahaan dan

berkurangnya kemungkinan manajemen untuk mengungkapkan informasi hanya dari sisi manajemen saja. Pengungkapan informasi kemungkinan besar akan meningkat pada

perusahaan dengan kepemilikan yang dipecah-pecah (Hossain et al., 1994). Sudut pandang ini menunjukkan adanya hubungan positif antara kepemilikan saham oleh institusi lain dengan tingkat pengungkapan intellectual capital.

H3: Struktur kepemilikan berpengaruh positif terhadap pengungkapan intellectual

capital.

F. Kepemilikan Manajemen dan Pengungkapan Intellectual Capital

Kepemilikan manajemen adalah ada tidaknya saham yang dimiiki oleh

(35)

kepemilikan dimiliki oleh pihak manajemen karena permintaan akan informasi juga akan berkurang (Chau dan Gray, 2002).

Kepemilikan oleh pihak manajemen perusahaan sebagai variabel corporate governance sangatlah signifikan dengan fakta-fakta bahwa skenario investasi di Asia

Timur adalah dimiliki dan dikendalikan oleh pihak yang sama (La-Porta,

Lopez-de-Silanes, Shleifer dan Vishny, 2000; Tan, 2000; Ho dan Wang, 2001).

Menurut Ho dan Wong (2001) seseorang yang memegang dua peranan sekaligus

akan cenderung menyimpan informasi dan tidak mengungkapkannya kepada pihak luar. Fama dan Jensen (1983) berpendapat bahwa ketika seseorang berkedudukan sebagai seorang chairman dan CEO, maka dapat dipastikan akan cenderung memihak kepada

manajemen daripada stockholder.

Penelitian yang dilakukan oleh Ho dan Wong (2001) menemukan hubungan

negatif, tetapi tidak signifikan antara dominant personality dengan pengungkapan secara

voluntary.

H4: Kepemilikan manajemen berpengaruh negatif terhadap pengungkapan intellectual

capital.

G. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan dari tinjauan pustaka di atas, penulis mencoba menguji kembali

corporate governace (ukuran dewan komisaris, komisaris independen, struktur

kepemilikan, dan kepemilikan manajemen) terhadap pengungkapan intellectual capital

(36)

Gambar II.1 Kerangka Pemikiran

Corporate Governance

 ukuran dewan komisaris  proporsi komisaris

independen

 struktur kepemilikan  kepemilikan manajemen

Variabel Kontrol  Total Asset

 Return On Equity  Leverage

 Growth

 Umur Perusahaan  Tipe Auditor

Pengungkapan

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hypotheses testing yang bertujuan untuk

menguji hipotesis yang diajukan yaitu apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara karakteristik perusahaan (ukuran dewan komisaris, komisaris independen, struktur

kepemilikan, dan kepemilikan manajemen) terhadap pengungkapan intellectual capital

sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hypotheses testing biasanya menjelaskan mengenai beberapa hubungan dan pengaruh antar variabel, memahami

perbedaan antar kelompok, dan independensi antarvariabel dalam suatu situasi (Sekaran, 2003).

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

Populasi mengacu pada sekelompok orang, kejadian (event), atau sesuatu yang menarik perhatian peneliti untuk melakukan investigasi (Sekaran, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah sektor perbankan di Bursa Efek Indonesia. Penggunaan sektor

perbankan yang terdaftar di BEI sebagai populasi karena perusahaan perbankan mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan tahunan kepada pihak luar

perusahaan, sehingga memungkinkan data laporan tahunan tersebut diperoleh dalam penelitian ini.

(38)

Sampel adalah bagian dari populasi yang terdiri dari elemen-elemen yang diharapkan memiliki karakteristik yang mewakili populasinya (Sekaran, 2003). Teknik

pengambilan sampel (sampling) yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik

purposive sampling adalah pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengambil

sampel berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Hartono, 2004).

Adapun kriteria purposive sampling dalam penelitian ini adalah:

a. Sektor perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI),

b. Menerbitkan laporan tahunan (annual report) antara tahun 2004 sampai

dengan 2008pada website Bursa Efek Indonesia (BEI),

c. Perusahaan tidak terlibat kasus hukum perbankan saat awal dimulainya

penelitian,

d. Annual report yang diperoleh tidak dalam kondisi rusak (tidak bisa dibaca dan

diolah),

e. Annual report memberikan informasi lengkap yang sesuai dengan variabel

yang terdapat dalam penelitian ini.

Tahun 2008 dijadikan batas terakhir karena melihat ketersediaan annual report

terakhir pada saat penelitian ini dimulai awal Tahun 2010, sedangkan untuk kriteria tidak

terlibat kasus hukum dan masih terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga awal dimulainya penelitian karena penulis beranggapan bahwa annual report pada perusahaan

(39)

C. Pengukuran Variabel

1. Variabel Dependen

a. Ukuran Dewan Komisaris

Ukuran dewan komisaris, merupakan banyaknya anggota yang duduk pada dewan komisaris. Penggunaan board size mengacu pada Yermack (1996), Conger

et al. (1998), serta Zhou dan Chen (2004) yang telah meneliti menggunakannya sebagai variabel independen dari atribut good corporate governance, sebagai

karakteristik dewan komisaris.

b. Komisaris independen

Komisaris independen merupakan salah satu proksi dari corporate governance. Variabel ini diukur dengan perbandingan antara jumlah komisaris

independen dengan banyaknya komisaris pada perusahaan (Cerbioni dan Parbonetti, 2007).

c. Struktur Kepemilikan

Struktur kepemilikan merupakan salah satu proksi dari corporate governance. Variabel ini merupakan besarnya saham yang dimiliki oleh institusi

dibagi dengan total saham yang beredar (Hossain et al., 1994).

d. Kepemilikan Manajemen

Kepemilikan manajemen adalah ada tidaknya manajer yang memiliki

(40)

dummy, yaitu 0 jika tidak terdapat kepemilikan manajerial, dan 1 jika terdapat

kepemilikan manajerial (Ho dan Wong, 2001).

2. Variabel Independen

Variabel adalah sesuatu hal yang dapat dijadikan pembeda suatu nilai (Sekaran, 2003). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan

intellectual capital dalam annual reports. Annual report dipilih sebagai data untuk

proksi-proksi variabel dependen karena annual report merupakan satu-satunya dari banyak media komunikasi publik yang dilakukan perusahaan yang dapat digunakan untuk mentrasfer informasi kepada komunitas yang berinvestasi di dalam perusahaan

untuk mengetahui capital yang dimiliki perusahaan (Frederiksen dan Westphalen, 1998).

Parker (1982) juga berpendapat bahwa annual report merupakan media publik yang mencakup lingkup yang luas dan mudah disediakan. Selain itu, kelebihan dari

annual report adalah terdapatnya komponen pelaporan selain laporan keuangan yang

menjadi media untuk komunikasi tentang informasi intellectual capital (Johanson et. al, 1999 dan Abeysekera, 2001). Oleh sebab itu, annual report menjadi pilihan untuk

mengukur pengungkapan intellectual capital suatu perusahaan.

Untuk menganalisa pengungkapan intellectual capital, dalam penelitian ini menggunakan content analysis. Content analysis dilakukan dengan cara membaca

annual report setiap perusahaan sampel kemudian memberikan kode untuk setiap

(41)

menggunakan modifikasi antara Cerbioni dan Parbonetti (2007) dengan Guthrie et al. (2008). Indikator intellectual capital dalam penelitian dipilih sebagai referensi

indikator intellectual capital karena indikator-indikator tersebut sesuai dengan tujuan penelitian dan ketersediaan data untuk melakukan analisis variabel dependen dengan metode content analysis.

Untuk pengkodean informasi terdapat 2 (dua) skema utama dalam pengkodean dan pengukuran pengungkapan intellectual capital. Yang pertama adalah dichotomus

(0:1) yang menganalisa jumlah item intellectual capital yang diungkapkan berdasarkan kerangka intellectual capital yang dipakai (misal: Bontis, 2003) dan frekuensi item intellectual capital yang muncul (misal: Guthrie dan Petty, 2000;

Brennan, 2001). Dan yang kedua menggunakan skema weighted coding dimana setiap informasi yang bersifat kuantitatif dan kualitatif masing-masing diberi nilai sendiri

(misal: Bozzolan et al., 2003; Sujan dan Abeysekera, 2007; Cerbionni dan Parbonetti, 2007). Dalam penelitian ini penulis menggunakan skema weighted coding sesuai

yang dipakai oleh Cerbioni dan Parbonetti (2007) dengan kerangka intellectual capital yang dipakai dari modifikasi Cerbioni dan Parbonetti (2007) dengan Guthrie

et al. (2008).

Keterangan, di menyatakan atribut i diberi skore 2 jika pengungkapan intellectual capital dalam bentuk kuantitatif, diberi skore 1 jika dalam bentuk kualitatif, diberi

skore 0 jika informasi tidak diungkapkan, dan kalimat dalam bentuk asumsi (misal:

(42)

skore 0 untuk melindungi dari kemungkinan penambahan kalimat pada laporan untuk mendapatkan penambahan skore pengungkapan. M menyatakan skore maksimum

yang dapat dicapai oleh perusahaan.

Tabel III.1

Struktur Internal Capital

No. Internal Capital Keterangan

1. Intellectual Property Intellectual property includes patents, copyrights and trademarks. An example from annual reports in the sample:

Amcor Flexible Europe recently announced the first commercial application of Amcor FlexCan™ - a new unique stand-up flexible container, which is easy to open and recluse (Amcor, Annual Report, 2002).

2. Management philosophy Management philosophy is the way in which leaders in an organisation think about the organisation and its employees. T heir management philosophy has a substantial effect on the organisational culture (Brooking, 1996) and mission statements can have either a positive or negative impact on performance depending on whether employees remember, understand, show commitment, or promote shared values.

An example from annual reports in the sample:

We have a very comprehensive approach to „doing the right thing‟ in the eyes of our peers, customers, shareholders, the community, regulators and the law. We believe that doing the right thing creates a positive work environment and great customer experiences, builds our reputation and relationships and help us to reduce risk (Westpac, Annual Report, 2002).

3. Corporate culture Corporate culture includes values, rites and rituals that are recognised and shared by employees. It is created by management and reflects the values of the firm. Different types of corporate culture include:„work hard and play hard‟;„high risk and high reward‟;„family-based‟;„process-based‟;„team-based‟;etc

(Brooking, 1996).

Management and leadership play a critical role in creating a culture that facilitates the creation and sharing of knowledge (Miller et al., 1999).

An example from annual reports in the sample:

(43)

4. Management processes Management processes incorporate any activity, but not technological activity, that contributes to the creation of organisational capital (Roos et al., 1997).

These are management mechanisms put in place to turn philosophy into practice and implement best practice. There can be several mechanisms such as policies, procedures, processes and staff suggestion boxes (Brooking, 1996).

This element includes information related to the employment of standards of quality as required for ISO certifications, as these standards support the development of knowledge transfer among employees (Cohen and van Ewyk, 1998).

An example from annual reports in the sample:

Business cells are being benchmarked against good performers in similar businesses, both inside and outside the CSR group. People are being individually assessed against key performance measures (CSR, Annual Report, 2002).

5. Information/Networking systems

These are both manual and technology-based systems in place to maintain management, share and disseminate information and to network people with others to gain access to information. Businesses are expected to become increasingly reliant on information systems to capture and report transactions and also to track, build and share the collective knowledge of the organisation.

An example from annual reports in the sample:

The implementation of the Bunnings back office systems across the whole network has been successful. Further efficiencies will arise from adopting the Bunnings point of sale system in all Australian stores by November 2002. At the completion of this rollout, all Australian retail stores will be operating on the one technology platform (Wesfarmers, Annual Report, 2002).

6. Financial relations These are favourable relationships the organisation has with investors, banks and other financiers (Brooking, 1996).

Examples from annual reports in the sample:

The government has facilitated the implementation of this restructuring by assisting in the funding of redundancy costs to displaced employees (Wesfarmers, Annual Report, 2002). The Nine Network and Macquarie Bank were key supporters of the fund, which will finance various Nine film and television drama projects (Publishing and Broadcasting Limited, Annual Report, 2002).

Sumber: Guthrie et al. (2008), pp. 103

Tabel III.2

Struktur External Capital

No. External Capital Keterangan

(44)

They can include service brands that promote quality, reliability, etc., or corporate brands that promote the value in the market place of a particular organisation‟s reputation (Brooking, 1996). Brands are increasingly recognised as the source of extraordinary profits (Daley, 2001) and an interview survey suggests they tend to increase the shareholder value relative to the industry (Court and Leiter, 1999).

An example from the annual reports in the sample:

By December 2002 all Hardwarehouses stores in Australia and New Zealand will carry the Bunnings name. All BBC traditional stores will have been rebranded while the “Benchmark” brand will continue in New Zealand (Wesfarmers, Annual Report, 2002).

2. Customers This encapsulates the extent of market share held in relation to the total market share for a product or service. The increase in sales or volume in absolute terms does not indicate the increase in market share or number of customers. Although high market share does not guarantee greater profitability, it enables firms to create certain profitable opportunities that are not available to low market share firms (Ailawadi et al., 1999).

An example from annual reports in the sample:

With assets of $55 billion and 2.6 million customers, we are placed between the four majors and the country‟s smaller regional banking groups and enjoy considerable strategic freedom for our future plans (St George, Annual Report, 2002).

3. Customers satisfaction Customer satisfaction is the customers‟ after-purchase judgement or evaluation of a specific product or service. The benefits are associated with increased market share, economic returns, profitability, customer loyalty and less reliance upon price-based competition (Stank et al., 1997). Customer satisfaction is related to customer loyalty (Johanson et al., 1999). Customer loyalty leads to repeat business as a percentage of the customer base (Brooking, 1996). This line item includes both customer satisfaction and customer loyalty.

An example from the annual reports in the sample:

Customer satisfaction measured at 67%, June 2002, up from 40% in 2001-2002 (Telecom, Annual Report, 2002).

4. Companies names Company names encapsulate the image of the firm as it is perceived by stakeholders. The resource-based view states that a firm‟s reputation is a resource that leads to competitive advantage. A definition of reputation is that it‟s the evaluation of a firm by its stakeholders in relation to their effect, esteem and knowledge. Both theoretical and empirical evidence suggest that positive evaluation presented in the media is a resource and it increases the performance of firms (Deephouse, 2000).

An example from the annual reports in the sample:

At the end of October our achievements were further recognised with Westpac rated number one among the top 100 companies in Australia in the Good Reputation Index for 2002 (Westpac Bank, Annual Report, 2002).

(45)

relationship between manufacturers and distributors should be interdependent to create value to both parties (Giroud, 2000).

An example from the annual reports in the sample:

More recently this trend led to the introduction of Westfield‟s signature entertainment and lifestyle offer – he Street, which integrates state-of-the-art cinemas with cafes, restaurants and lifestyle retailers. he Street has been a critical factor in attracting customers to the centres „after hours‟, allowing them to browse for books and music, enjoy a meal or movie and shop at other retail outlets in the centre (Westfield, Annual Report, 2001).

6. Bussiness collaboration This is the collaboration with other business partners (Brooking, 1996). Alliances can be equity or non-equity based (Chan et al., 1997). An analysis of intangible resources indicates that firms enter into cooperation agreements to establish medium and long-term relations to obtain technology and exchange information (Fernandez et al., 2000) and by pooling their resources firms can take advantage of synergy (Chetty and Holm, 2000).

An example from the sample annual reports:

Our focus since August 2001 has been on gaining the full benefits of the merger between Brambles Industries Limited and the support service businesses of GKN plc. The merger produced a high-quality portfolio of businesses with strong growth records, experienced management teams and exciting potential (Brambles, Annual Report, 2002).

7. Licensing agreements Licensing agreements are wide-ranging agreements giving a party the right to sell products, services or technology to other parties as per the conditions set out in the agreement (Brooking, 1996). hey include both licensing and cross-licensing agreements. Cross licensing provides firms who are active in Research and Development with protection against inadvertent infringement and the right to use licensee‟s patents (Grindley and Teece, 1998).

An example from the annual reports in the sample:

The Lloyd‟s reform processed markedly during 2002 with the implementation of the franchise model and a series of ancillary changes designed to speed up the modernisation of the market including the structure, accounting practices, and overall performance (QBE Insurance Group, Annual Report, 2002).

Sumber: Guthrie et al. (2008), pp. 108

Tabel III.3

Struktur Human Capital

No. Human Capital Keterangan

(46)

knowledge strategy depends on the people in the firm. This element concerns employee characteristics that can be grouped into several dimensions:

personal data: employee numbers, gender, and average age; and

economic contribution: value added per expert, revenue per non-administrative staff.

An example from annual reports in the sample:

ARG employs over 1000 staff. About 850 are located in Western Australia where ARG operates on more than 5,000 kilometres of standard and narrow gauge track (Wesfarmers, Annual Report, 2002).

2. Education Education encapsulates the education received from a formal establishment such as a school. his refers to the general education a person has received (Brooking, 1996). It also represents the exposure to new knowledge, concepts and ideas in a structured way with the purpose of increasing knowledge or modifying attitudes and beliefs. It contains any information discussed other than that shown as measurements in growth/renewal ratios: average education level.

An example from annual reports in the sample:

The agribusiness division‟s long term future was highlighted by our recruitment this year of 32 young people with farming background and agricultural qualifications (National Bank, Annual Report, 2002).

3. Training Training refers to programmes to foster worker participation and incorporates achievements associated with training programmes (GRI, 2002).

An example from annual reports in the sample:

That‟s why we have developed a unique workshop and interactive learning experience called „Financial First Steps‟ to give our new recruits and young staff greater confidence in money matters (Westpac Bank, Annual Report, 2002).

4. Work related knowledge Work-related knowledge refers to the amount of knowledge an employee possesses about a particular topic. It could be a straightforward activity (e.g. raising an invoice) or a complex activity (e.g. designing aeroplane wings). It also could be tacit, for example, tea tasting by a tea taster (Brooking, 1996). This line item also includes work-related knowledge that is acquired during the job in terms of tacit, explicit and implicit knowledge. Tacit knowledge exists with the person but is extremely difficult to explain or write down. Explicit knowledge can be easily written down in books, manuals, procedures and so forth. Implicit knowledge is hidden in the work procedures and methods, and corporate culture (Brooking, 1996).

An example from annual reports in the sample:

(47)

5. Enterpreneurial spirit Entrepreneurial spirit incorporates the concepts of innovativeness, proactive and reactive abilities, and the ability to change. Innovativeness is the ability to build on previous knowledge and generate new knowledge (Roos et al., 1997).

An example from annual reports in the sample:

Our business model is based on building profitable sales volumes to achieve sustainable growth in earnings and improved returns on funds invested. We will accomplish this by growing the commercial premium component of our portfolio, based around our core premium brands. To support this approach, we have implemented a demand-driven business model. his enables us to match production to customer demand (Southcorp, Annual Report, 2002).

Sumber: Guthrie et al. (2008), pp. 112

Tabel III.4

Struktur Economic Sign

No. Economic Sign Keterangan

1. Positive Impact Intellectual capital information that has a positive economic impact.

2. Negative Impact Intellectual capital information that has a negative economic impact.

Sumber: Cerbioni dan Parbonetti (2007), pp. 22

Tabel III.5

Struktur Outlook Orientation

No. Outlook Orientation Keterangan

1. Forward-Looking Forward-looking information about intellectual capital, which was obtained with the same methodology by considering the phrase “future oriented”

2. Historical Historical information about intellectual capital, which refers to the score obtained if the information being considered was based on past events.

(48)

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol adalah variabel yang faktornya dikontrol untuk menetralisir

pengaruhnya yang dapat mengganggu hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel corporate governance memiliki kemungkinan untuk secara endogen ditentukan oleh berbagai faktor. Dengan mengakui sifat endogenitas

dari variabel corporate governance, sehingga hanya dapat menginterpretasikan hasil penelitian sebagai suatu hubungan yang parsial.

Bias yang mungkin terjadi akibat adanya faktor-faktor lain dapat dihindari dengan menggunakan variabel kontrol sebagai validitas pengukuran (Bryman dan Bell, 2007). Variabel kontrol yang digunakan adalah total asset, return on equity

(ROE), leverage, market to book value (growth), umur perusahaan, dan tipe auditor. Variabel kontrol pertama adalah size atau ukuran perusahan dengan

menggunakan bentuk logaritma natural total asset (LnTA). Pengukuran size pada penelitian ini mengacu pada Ho dan Wong (2001), Eng dan Mak (2003), Gul dan

Leung (2004) yang menemukan hubungan positif antara firm size dengan tingkat pengungkapan informasi. Ukuran perusahaan merupakan variabel explanatory yang potensial dalam hubungannya dengan keluasan pengungkapan. Singhvi dan Desai

(1971); Cooke (1992); Wallace et al. (1994); Craig dan Diga (1998) menemukan hubungan antara firm‟s size dengan tingkat pengungkapan. Di dalam beberapa penelitian tersebut, hubungan yang positif ditemukan antara ukuran perusahaan dan keluasan pengungkapan. Freedman dan Jaggi (1982) menemukan bahwa semakin besar perusahaan akan semakin banyak aktivitas dan semakin berpengaruh terhadap

Gambar

TABEL
Tabel II.1
Gambar II.1 Kerangka Pemikiran
Tabel III.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Organisasi Darud Da’wah wal Irsyad adalah organisasi sosial keagamaan yang didirikan oleh ulama- ulama Sulawesi Selatan. Inisatif pendiriannya bermula dari Musyawarah

Hasil analisis regresi linier berganda terdapat pengaruh positif antara budaya organisasi , komunikasi, dan kompetensi guru terhadap kinerja guru pada SMA Sultan

perhatikan gambar benda berikut pilihlah manakah yang paling berat mana pula yang paling ringan. yang paling berat yang

Melalui  program  kerjasama  yang  strategis  antara  LIPI,  Lembaga  Litbang, dan PT di daerah sebagai sumber Iptek, sangat dimungkinkan  untuk  menyediakan 

Walaupun interaksi konsentrasi urin sapi dan lama perendaman benih tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya kecambah, akan tetapi dilihat dari nilai

Skripsi yang berjudul “ hubungan Antara Pola Asuh Authoritative Dengan Tingkat Disiplin Anak pada Anak TK BA Aisyiyah Mertasari Kecamatan Purwanegara Kabupaten

2.1 Be able to respond to the meaning on the monolog text using spoken language varieties accurately, fluently, and acceptably in the daily life context in form of: report,

Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Profitabilitas, Rasio Aktivitas, Rasio Solvabilitas, dan Rasio Nilai Pasar Terhadap Return Saham (Studi Empiris Pada Perusahaan