• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disetujui oleh Pembimbing I,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Disetujui oleh Pembimbing I,"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

DESKRIPSI STRUKTURTATAK NANTAMPUK MAS DAN MUSIK IRINGAN YANG DIPERTUNJUKKAN OLEH SANGGAR NINA NOLA DI

DESA SUKARAMAI, KECAMATAN KERAJAAN, KABUPATEN

PAKPAK BHARAT

SKRIPSI SARJANA O

L E H

NAMA : YENNI ALEXANDRA MARPAUNG NIM : 100707053

UNIVERITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

(2)

ii

DESKRIPSI STRUKTUR TATAK NANTAMPUK MAS DAN MUSIK IRINGAN YANG DIPERTUNJUKKAN OLEH SANGGAR NINA NOLA DI

DESA SUKARAMAI, KECAMATAN KERAJAAN, KABUPATEN

PAKPAK BHARAT SKRIPSI SARJANA

NAMA : YENNI ALEXANDRA MARPAUNG NIM : 100707053

Disetujui oleh

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. Arifni Netrirosa, SST.,M.A.

NIP 196311161990032001 NIP196502191994032002

UNIVERITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(3)

iii PENGESAHAN

DITERIMA OLEH:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk

melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin ilmu

Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU,

Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A.

NIP 195110131976031001

Panitia Ujian: Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D( )

2. Dra. Herstina Dewi, M.Pd( )

3. Dra. Rithaony Hutajulu, M.A ( )

4. Arifninetrirosa, SST. M.A( )

(4)

iv DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOOGI KETUA,

(5)

v ABSTRAKSI

Skripsi iniberjudul Deskripsi StrukturTatak Nantampuk Mas dan MusikIringanYang Dipertunjukan Oleh Sanggar Nina Nola di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat. Melalui skripsi ini, penulis akan mengkaji tentang deskripsi pertunjukan tatak Nantampuk Mas yang dipertunjukan oleh sanggar Nina Nola. Penelitiannya akan difokuskan kepada bagaimana deskripsi gerak tatak Nantampuk Mas serta musik iringan yang di gunakan untuk mengiringi tatak Nantampuk Mas tersebut.

Pendekatan yang akan penulis lakukan adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun dalam proses kerjanya, penulis akan melakukan pengamatan terlibat, wawancara, studi pustaka ( termasuk pustaka online), perekaman kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini terfokus kepada pendapat informan dalam konteks studi emik, namun diimbangi dengan pendekatan etnik oleh penulis. Informan berjumlah enam orang,yang terdiri dari satu orang Budayawan Pakpak sekaligus pimpinan sanggar Nina Nola, satu orang Budayawan sekaligus penari Pakpak, satu orang pelatih tatak Nantampuk Mas, satu orang penari dan 2 orang pemain musik tatak Nantampuk Mas. Pada proses pentranskripsian musik iringannya akan dituliskan ke dalam notasi balok dengan menggunakan program sibelius.

(6)

vi ABSTRACT

This thesis entitled Deskripsi Struktur Tatak Nantampuk Mas dan MusikIringanYang Dipertunjukan Oleh Sanggar Nina Nola di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat. Throughthis

paper, the authorswillexamine thedescription ofthe

showtatakNantampukMasperformedbyNinaNolastudio. His researchwillfocus

onhow themotiondescriptiontatakNantampukMasandmusicalaccompanimentthat

is usedto accompanythetatakNantampukMas.

The approaches used is qualitative research methods. In the process it

works, the author will do partisipant observations, interview, study of literature

(include online literature), recording, transcription, and laboratory analysis. This

research focused on informants opinion in the context of emic study, but offset by

ethic study of the author. The informant amounted six, consisting of onepersonat

the samePakpakCulturalworkshopleaderNinaNola, onepersonat

onceCulturalPakpakdancers, onecoachtatakNantampukMas, the dancers and 2

musicians tatak Nantampuk Mas. In the transcription process will be written to the

accompaniment of music notation program Sibelius beam using.

Of methods and techniques mentioned above will get the results of the

research, namely the description tatak Nantampuk Mas and kalondangs and

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul Deskripsi StrukturTatak Nantampuk Mas dan Musik Iringan Yang Dipertunjukkan Oleh Sanggar Nina Nola di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat. Tugas akhir ini dikerjakan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn) dari

Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

Bapak Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc ((CTM), Sp.A(K)) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara beserta jajarannya dan Bapak Dr. Syahron

Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya beserta jajarannya yang telah

memberikan fasilitas dan sarana pembelajaran selama penulis menuntut ilmu di

Universitas Sumatera Utara ini.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Drs. Muhammad

Takari, M.Hum.,Ph.D. selaku ketua Departemen Etnomusikologi dan kepada Ibu

Heristina Dewi selaku sekretaris Departemen Etnomusikologi. Tidak lupa pula

penulis mengucapkan banyak terima kasih juga kepada Ibu Dra. Rithaony

Hutajulu, M.A. selaku dosen pembimbing I dan Ibu Arifni Netrirosa, SST., M.A.

selaku dosen pembimbng II. Kedua Ibu dosen pembimbing yang baik dan luar

biasa ini telah banyak memberikan saran serta semangat kepada saya selama

proses penyelesaian skripsi ini. Begitupun dengan para Bapak dan Ibu dosen

(8)

viii

persatu, saya mengucapkan banyak terima kasih karena telah turut membantu

lancarnya proses penyelesaian skripsi ini.

Dalam kesempatan ini, secara khusus penulis juga mengucapkan banyak

terima kasih kepada kedua orangtua yang penulis cintai, Bapak D. Marpaung dan

Ibu Kristina Tan yang selalu memberikan semangat, kasih sayang, dan doa

khususnya selama proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih pula penulis

sampaikan kepada saudara-saudara yang penulis sayangi kakak Febrina Suryani

Marpaung, abang Davit Nikson Marpaung, adik Riky Adriano Marpaung, dan

adik Sebastian Yogi Marpaung. Seluruh keluarga besar Marpaung serta keturunan

Tan Tek KiM, doa dan dukungan kalian sangat membantu penulis sehingga

mampu menyelesaikan skripsi ini.

Selain itu, penulis juga banyak berterima kasih kepada keluarga besar Bapak

Atur Pandapotan Solin dan Ibu Marseti Limbong yang menyambut penulis dengan

sangat baik dan dengan tulus membantu dan memberikan banyak informasi

kepada penulis, juga memberikan tempat tinggal selama penulis melakukan

penelitian. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

juga kepada Ibu Romasta Uli Solin selaku informan yang sangat berperan penting

dalam penulisan skripsi ini, dan para pemusik yang telah bersedia meluangkan

waktunya untuk mengiringi tarian yang diangkat oleh penulis yaitu abang Mardi

Boang Manalu, dan adik Edp Samuel Solin. Begitu pula penulis ucapkan terima

kasih kepada adik-adik penari yang sudah banyak meluangkan waktunya untuk

membantu menarikan tatak Nantampuk Mas sebagai bahan penelitian penulis,

yaitu Samaria Juni Oprawati br Solin, Mesi Tania br Solin, Iren br Boang Manalu,

(9)

ix

Ucapan terima kasih pula kepada seluruh teman-teman angkatan 2010, yang

banyak memberi kritik dan saran mulai dari awal duduk diperkuliahan sampai

pada saat penulis mengerjakan tugas akhir ini. Dan untuk sahabat-sahabat terdekat

penulis yang selama ini banyak berbagi suka maupun duka dengan penulis selama

duduk dibangku perkuliahan yakni, Maharani Natalia Tarigan, Meilinda Tarigan,

Frita Angelina Pakpahan S.Sn, dan Pretty Pancariani Manurung. Penulis juga

berterima kasih secara khusus kepada orang yang penulis kasihi A.M. Surung

Mandiri Solin yang sudah banyak memberikan semangat, doa, dukungan serta

telah susah payah membantu pada saat proses penelitian penulis hingga sampai

penyelesaian skrispi ini.

Untuk Black Canal Community, dimana penulis banyak juga mendapatkan

pengalaman, motivasi, dan tempat penulis banyak berdiskusi bersama abang,

kakak dan teman-teman seangkatan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

kepada Bang Ivan Sianipar S.Sn, Bang Boim, Bang Fuad S.Sn, Bang Batoan S.Sn,

Bang Freddy, Bang Muek, Benny Yogi Purba, Rendy Pradan, Ferry Sihombing,

Dolok, Woyo, Coy, Erick, Rony, Ucup Regar, dan seluruh keluarga besar Black

Canal Community yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada adik- adik yang bergabung

di dalam Contatra Etnomusikologi, kepada ; Lisken, Vero, Oliv, Yunita, Inggrid,

Ria, Demala, Tika, Odah, Happy, dan Tetty yang bersama-sama dengan penulis

membentuk komunitas ini untuk saling berbagi ilmu tentang tari, dan terkhusus

kepada Kak Yunika Ginting S.Sn dan Kak Reny Lumbantoruan S.Sn yang banyak

(10)

x

Penulis juga mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di

hati dan apabila ada nama yang lupa penulis cantumkan. Akhir kata, penulis

ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah membantu penulis dalam

penyelesaian skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi

masyarakat Pakpak, bagi pembaca, dan juga kepada peneliti berikutnya.

Medan, Oktober 2014

Penulis

Yenni Alexandra Marpaung

(11)

xi

1.2 Pokok Permasalahan... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat... 8

1.5 Metode Penelitian... 12

1.5.1 Studi Kepustakaan... 14

1.5.2 Penelitian Lapangan... 14

1.5.3 Kerja Laboratorium... 16

1.6 Lokasi Penelitian... 17

BAB II: GAMBARAN UMUM MASYARAKAT PAKPAK DAN SANGGAR NINA NOLA DI DESA SUKARAMAI, KECAMATAN KERJAAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT... 18 2.1 Letak Geografis Kabupaten Pakpak Bharat... 18

2.2 Sistem Kepercayaan... 20

2.2.1 Kepercayaan Terhadap Dewa-Dewa... 20

2.2.2 Kepercayaan Terhadap Roh-Roh... 22

2.3 Sistem Kekerabatan... 23

2.3.1 Marga... 23

2.3.2 Sulang Silima... 23

2.4 Sistem Bahasa... 26

2.5 Sistem Kesenian... 27

2.5.1 Seni Musik... 27

2.5.2 Seni Suara... 32

2.5.3 Seni Tari... 35

(12)

xii

2.7 Sanggar Nina Nola... 45

BAB III: STRUKTUR PERTUNJUKAN TATAK NANTAMPUK MAS... 47 3.1 Asal Usul Tatak Nantampuk Mas... 47

3.2 Jalannya Pertunjukan Tatak Nantampuk Mas... 48

3.3 Pertunjukan Tatak Nantampuk Mas... 48

3.3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan... 48

3.3.2 Pendukung Pertunjukan... 49

3.3.2.1 Penari... 49

3.3.2.2 Pemusik... 50

3.3.2.3 Penonton... 51

3.3.3 Perlengkapan Pertunjukan... 51

3.3.3.1 Kostum... 51

3.3.3.2 Tata Rias... 55

3.3.4 Alat Musik Yang Digunakan... 56

3.3.4.1 Kalondang... 57

3.3.4.2 Kucapi... 58

3.3.4.3 Lobat... 59

3.3.4.4 Gendang Sitellu-Tellu... 60

3.3.4.5 Gung Sada Rabaan... 61

BAB IV: DESKRIPSI STRUKTUR TATAK NANTAMPUK MAS DAN MUSIK IRINGAN... 62 4.1 Deskripsi Gerak Tatak Nantampuk Mas... 62

4.1.1 Ragam dan Pola Gerak... 63

4.1.2 Pola Lantai... 64

4.2 Analisis Musik Iringan... 76

4.2.1 Model Notasi... 77

4.2.2 Melodi Kalondang dan Strukturnya... 79

4.2.2.1 Tangga Nada... 80

4.2.2.2 Nada Dasar... 81

4.2.2.3 Wilayah Nada... 81

4.2.2.4 Frekuensi Pemakaian Nada... 81

4.2.2.5 Jumlah Interval... 82

4.2.2.6 Formula Melodik... 83

4.2.2.7 Pola Kadensa... 85

(13)

xiii

BAB V: PENUTUP... 88

5.1 Kesimpulan... 88

5.2Saran... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Kecamatan Kerajaan Dilihat dari Kabupaten

Pakpak Bharat...

19

Gambar 2.2 Genderang Sisibah... 29

Gambar 2.3 Tatak Menabe Page... 38

Gambar 2.4 Tatak Garo-garo... 39

Gambar 2.5 Tatak Tintoa Ser-ser... 40

Gambar 2.6 Tatak Menganjaki Takal-takal... 41

Gambar 2.7 Tatak Renggisa... 42

Gambar 2.8 Tatak Perampuk-ampuk... 43

Gambar 2.9 Tatak Menapu Kopi... 44

Gambar 3.1 Pertunjukan Tatak Nantampuk Mas Pada Pembukaan Acara Pelantikan IKPPI... 49 Gambar 3.2 Kostum dan Properti Penari... 54

Gambar 3.3 Kalondang... 57

Gambar 3.4 Kucapi... 58

Gambar 3.5 Lobat... 59

Gambar 3.6 Gendang Sitellu-tellu... 59

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pembagian Alat Musik Berdasarkan Cara Memainkannya... 31

Tabel 4.1 Nama Ragam Gerak Tatak Nantampuk Mas...64

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Pakpak adalah salah satu dari beberapa etnis yang terdapat di

daerah provinsi Sumatera Utara. Masyarakat Pakpak kaya akan budaya dan

kesenian.Dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Antropologi (1986),

Koentjaraningrat menyebutkan bahwa kebudayaan dapat dibagi menjadi tujuh

unsur kebudayaan, dan salah satunya adalah kesenian.Kesenian selalu muncul

dalam berbagai kegiatan upacara tradisional ditengah-tengah masyarakat

pendukungnya, seperti upacara keagamaan, upacara kematian, upacara

perkawinan, dan diberbagai macam aktivitas keseharian masyarakat tradisional

lainnya.Kesenian sudah menjadi tradisi turun temurun yang diwariskan oleh para

leluhur, yang pada zaman dahulu merupakan tradisi yang tidak dapat dipisahkan

dari pola kehidupan masyarakatnya.Begitupun dengan masyarakat Pakpak,

banyak kesenian yang masih hidup dan berkembang dan salah satunya adalah

seni tari. Tari dalam bahasa Pakpak disebut Tatak. Ada dua jenis pembagian

tatak yang terdapat di Pakpak, yaitu tatak adat dan tatak muda-mudi. Tatak adat

umumnya bersifat turun temurun dan diperlihatkan secara otomatis pada

upacara-upacara adat, yaitu kerja baik (acara suka) maupun kerja njahat (acara duka)1.

1

Kerja baik (acara suka) khususnya dalam ulan merbayo atau pesta perkawinan, akan ada bagian

dari acara yang akan menampilkan tatak. Pada saat menyambut kehadiran pihak puang atau kula-kula (kerapat pihak perempuan), pada saat menyambut dengan sibeltek atau sinina(Kerabat ahli bait) dan juga berru . Dalam acara Kerja Njahat, tatak menjadi menu utama. Kerja Njahat misalnya pada acara duka cita, meninggalnya seseorang yang sudah berusia lanjut atau tua yang lazim disebut ncayur tua, mengkurak tulan atau mengangkat tulang-tulang orang tua yang sudahlama meninggal, pendirian tugu ( penangkihken tulan mi jerro) dan lain-lain. Segala bentuk penghormatan terhadap kehadiran setiap para pihak baik puang kula-kula, dengan sebeltek, berru,

(17)

2

Sementara tatak muda-mudi bersifat hiburan yang keberadaannya relatif baru.

Dahulu kala tidak terlalu banyak tatak yang berkonotasi sebagai tarian

muda-mudi, hanya ada beberapa seperti ndembass 2. Namun sejak tahun enampuluhan

berbagai jenis tatak bermunculan, meskipun pada dasarnya diangkat dari tatak

masa dulu tetapi bentuk dan formasinya tergolong baru. Tatak jenis inilah yang

kini lebih dikenal, dibanding akar tariannya. Beberapa tatak yang cukup terkenal

diantaranya adalah tatak Garo-garo, tatak Renggisa, tatak MenabiPage, tatak

Menapu Kopi, dan tatak Nantampuk Mas yang akan menjadi bahan penelitian

penulis.

TatakNantampuk Mas berarti tarian putri Nantampuk Mas, dinamakan

Nantampuk Mas, karena dulunya tatak ini hanya ditarikan oleh putri raja (beru

pertaki) yang bergelar Nantampuk Mas. Dalam kesehariannya, sang putri selalu

mengisi waktu senggangnya dengan menari bersama para dayang di kediamannya,

atau yang dalam bahasa Pakpak disebut jero. Dikarenakan ketidaksengajaan para

dayang menarikan tatak tersebut di luar istana, membuat tatak ini akhirnya di

kenal oleh masyarakat Pakpak di luar istana3.

Pada masa sekarang ini, masyarakat Pakpak lebih mengenal

tatakNantampuk Mas sebagai tatak persembahan, yang biasanya di pertunjukan

dalam upacara seremonial pemerintahan maupun acara hiburan yang

dipertunjukkan di lapangan maupun gedung- gedung pemerintahan. Penarinya

terdiri atas tiga atau tujuh orang perempuan maupun lebih, namun harus ganjil dan

sebelum orang tua dimakamkan, maka akan diantarkan melalui tatak sisangkar laus sebagai tatak

penutup.

2

Ndembas pada masyarakat Pakpak dikenal sebagai tarian muda-mudi yang bersifat bebas. Tidak memiliki gerak yang ditentukan maupun siapa yang menarikan.

3

(18)

3

merupakan perempuan- perempuan pilihan yang berambut panjang serta

merupakan gadis- gadis tercantik yang ada di suku tersebut. Meskipun pada saat

menari penarinya menggunakan tudung atau tengkuluk yang disebut sori-sori

yang dipakai untuk menutupi seluruh bagian kepala, namun untuk melambangkan

bagaimana cantiknya paras seorang putri raja dan dayang-dayangnya4 penari yang

dipilih harus tetap memiliki rambut yang panjang, meskipun pada saat menari

rambutnya tidak terlihat. Berbagai daya tarik yang dimiliki tatak Nantampuk Mas

tampaknya masih kurang menjadi perhatian bagi sebagian besar masyarakat

Pakpak akan pentingnya melestarikan tarian ini. Hal ini dapat dilihat dari

menurunnya minat generasi muda untuk mengetahui dan mempelajari tentang

tatak Nantampuk Mas maupun kesenian Pakpak lainnya seperti yang dikatakan

oleh Bapak Atur Pandapotan Solin.

Pada saat pertunjukan, penari menggunakan atasan seperti kemeja berlengan

panjang yang disebut baju api-api dan bawahan atau rok yang dinamakan abit

oles perdabaitak. Sedangkan untuk bagian kepala menggunakan topi atau

tengkuluk yang dalam bahasa Pakpak disebut saong yang dinamakan sori-sori.

Lalu ada pula selendang yang disebut sabe-sabe untuk diselempangkan di bahu,

serta tambahan aksesoris lainnya, yaitu ikat pinggang yang disebut tali abak,

anting-anting atau cimata, dan kalung atau lepa-lepa. Namun hal yang paling

penting dalam penyajian tatak ini adalah adanya baka selampis. Baka selampis

merupakan tempat untuk menyimpan sirih, kapur, maupun beras yang disuguhkan

kepada para tamu saat menari. Menurut Ibu Romasta Uli br Solin, sirih dan kapur

dalam pertunjukan tatak Nantampuk Mas memiliki pesan yang ingin disampaikan

4

(19)

4

kepada hadirin atau tamu dan undangan, bahwa tempat diadakannya acara telah

dibersihkan sebelumnya dari segala gangguan mahluk-mahluk gaib maupun orang

jahat yang ingin mengganggu kelancaran acara tersebut. Sedangkan beras sebagai

tanda ucapan selamat datang bagi tamu dan undangan.

Dalam praktek tatak ini sendiri, ibu Romasta Uli Solin juga mengatakan

bahwa gerakan pada tatak ini sebenarnya tidak terlalu sulit, hanya saja butuh

ingatan yang kuat untuk mengingat setiap pergantian pola gerak dan pola lantai

disetiap perubahan irama iringan musik, karena gerakannya bersifat repetitif

(perulangan). Tatak ini ditarikan dengan durasi waktu tiga sampai lima menit,

namun tidak jarang juga jika ditarikan tujuh sampai sepuluh menit, tergantung

permintaan sebuah acara.

Setiap gerakan yang dilakukan bagian tubuh memiliki nama tersendiri.

Mulai dari gerak dasar kaki, yaitu manerser kumoser (posisi kaki lurus rapat tidak

bersentuan, bergeser kekiri +10 cm, mengangkat kedua lutut bergerak ke kiri

setinggi 5 cm, sehingga tumpuan berat badan pada kedua ujung kaki dilantai.

Kedua ujung kaki diangkat bergeser ke kiri setinggi 5 cm. Bergerak kekiri kurang

lebih 10 cm, sehingga tumpuan berat badan berada pada kedua tumit), manerser

merdalan (gerakan kaki mirip seperti gerakan kaki seseorang ketika sedang

berjalan), dan manerser mengosos (gerakan menarik kaki kedepan dan kebelakang

secara bergantian, posisi telapak kaki tetap menginjak tanah dan tidak diangkat ).

Begitu pula dengan gerak dasar tangan, yaitu mengeleap manganggun (gerakan

mengayunkan tangan, dimana posisi tangan berbentuk segitiga dan terkesan

sedang menyikut sesuatu, oleh karena itu bahu ikut mengiringi gerakan sikut),

(20)

5

sesuatu), dan mengeleap menuruk (gerakan mengayunkan tangan seperti

menyendok yakni menjolorkan tangan dari bawah menuju keatas. Tangan

bergerak lurus kedepan jari – jari, tetapi ibu jari di lipat ke telapak tangan.

Sewaktu bergerak tumpuan pada siku tangan). Untuk Gerak dasar badan, yaitu

tumeleng kumesing (gerakan berputar seluruh badan) dan tumeleng kumoser

(bergeser, gerakan badan yang bergeser kekiri maupun kekanan, bahu di gerakkan

kekiri dan kekanan lurus, dengan posisi badan sudut 300 ). Untuk Gerak dasar

kepala, yaitu tumulih (gerakan kepala yang mengikuti gerakan mata yang menoleh

kekiri maupun kekanan. Dagu bergerak lurus sesuai dengan arah gerak kepala),

tungkuk (gerakan kepala menunduk dengan pandangan mata yang tidak selalu

searah dengan kepala. Pada saat kepala menunduk mata bisa melihat atau melirik

kedepan tetapi juga bisa melihat kebawah. Dagu di jatuhkan sehingga kepala

posisi menunduk), jeddak (posisi kepala tegak lurus dan diikuti dengan

pandangan mata dengan arah yang juga lurus ke depan), dan tumbereng (gerakan

kepala dengan posisi miring baik kekiri maupun kekanan, mebentuk sudut 45

derajat. Pada posisi kepala tegak ,lalu dagu bergerak sedikit pada gerak kepala

kekiri dan kekanan, dengan mata bergerak halus ke mana arah kepala). Sementara

mata, hanya boleh mengarahkan pandangan kepada tamu atau undangan ketika

hendak berjalan pulang atau keluar dari panggung saja. Keseluruhan gerak dasar

inilah yang membentuk tatakNantampuk Mas.

Hal lain yang tidak kalah penting dalam pertunjukan tatak Nantampuk mas

adalah musik pengiringnya. Musik pengiring merupakan pembentuk suasana,

pembentuk setiap makna gerakan, dan jembatan bagi perubahan gerak sebuah tari.

(21)

6

menarik untuk ditonton. Menurut Soedarsono (1986:109) dikatakan bahwa musik

dalam tari bukan hanya sekedar iringan, tetapi musik adalah partner tari yang

secara langsung dapat mendukung dan memperkuat sajian tari. Begitu juga dalam

penyajian tatak Nantampuk Mas, menurut Surung Solin selaku pemusik Pakpak,

untuk penyajian tatak Nantampuk Mas digunakan repertoar anggun pola yang

terdiri atas alat musik kalondang (xylophone), gendang sitelu-telu (drum chime),

gung sada rabaan ( pong-pong, puldep, poi, dan panggora), kucapi dan lobat

(endblown flute). Eksistensi musik pengiring dalam tatak Nantampuk Mas

merupakan hal yang penting dimana musik menjadi pembentuk suasana dan juga

untuk memperjelas tekanan-tekanan gerak. Bunyi kalondang, kucapi, dan lobat

yang berfungsi membawa melodi menjadi tanda dalam pergantian pola gerak

tatak, dan bunyi gung sada rabaan serta gendang sitelu telu menjadi pembawa

tempo.

Di daerah Sukaramai terdapat beberapa sanggar Pakpak yang sudah sering

mempertunjukkan tatak Nantampuk Mas, seperti sanggar Perampuk-ampuk,

sanggar Nina Nola, sanggar Viktori, Sanggar Ndembas, sanggar Nduma, dan lain

sebagainya. Hanya saja, diantara beberapa sanggar tersebut, penulis lebih memilih

sanggar yang bernama Nina Nola sebagai tempat penelitian penulis. Hal ini

dikarenakan sanggar ini yang paling eksis mempertunjukkan tatak Nantampuk

Mas di banding sanggar yang lain. Selain itu, sanggar ini yang masih tetap eksis

dalam setiap kegiatan kebudayaan di Pakpak dibanding sanggar lain yang

kebanyakan sudah tidak aktif lagi berkesenian.

Tulisan ini dimaksudkan untuk mendiskusikan tentang tatak Nantampuk

(22)

7

Pakpak di Desa Sukaramai. Ada dua aspek utama yang akan penulis diskusikan di

dalam tulisan ini. Pertama adalah bagaimana deskripsitatakNantampuk Mas

tersebut. Akan dideskripsikan ragam gerakan yang ada, demikian juga halnya

dengan pola-pola lantai yang digunakan, serta dalam pola-pola gerakan, hal

spesifik apa yang menyangkut nilai adat, nilai agama, atau nilai yang terkait

budaya lokal yang dilambangkan atau diekspresikan. Kedua, bagaimana struktur

musik pengiring pada tatak Nantampuk Mas tersebut.

Hal- hal tersebut di atas membuat penulis memilih judul untuk penelitian

ini, sebagai berikut: “Deskripsi Struktur Tatak Nantampuk Mas dan Musik Iringan

Yang di Pertunjukan Oleh Sanggar Nina Nola di Desa Sukaramai, Kecamatan

Kerajaan, Pakpak Bharat”

1.2 Pokok Permasalahan

Agar pembahasan lebih terarah maka ditentukan pokok permasalahan. Dalam

skripsi ini permasalahan yang akan dibahas meliputi dua hal sebagai berikut.

1) Bagaimana struktur tatak Nantampuk Mas yang dipertunjukkan oleh

Sanggar Nina Nola di Desa Sukaramai? Pokok permasalahan ini akan

dijawab dengan uraian mengenai ragam gerak, pola lantai, motif gerak,

frase gerak, bentuk tari, hitungan tari, busana tari, properti tari, dan hal-hal

sejenis yang berkait dengan keberadaan tari sebagai salah satu kesenian

yang terdapat pada budaya Pakpak.

2) Bagaimana struktur musik iringantatak Nantampuk Mas yang

dipertunjukkan Sanggar Nina Nola di Desa Sukaramai? Pokok

(23)

8

dan ritem yang dihasilkan alat pembawa melodi dan ritem dalam konteks

mengiringi tatak Nantampuk Mas ini. Melodi dibawa oleh alat musik

kalondang, kucapi, dan lobat. Sementara ritem dibawa secara interloking

oleh gung sada rabaan, yang diiringi pola-pola ritem gendang sitelu-telu.

Untuk melodi akan dikaji mengenai aspek: tangga nada, wilayah nada,

nada dasar, interval, formula, jumlah nada yang digunakan, kadensa, dan

kontur. Untuk ritem akan dikaji: meter, tempo, aksentuasi, interloking,

motif ritem, pola ritem, durasi, dan hal-hal sejenis.

1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Untuk mengetahui dan memahami bagaimana struktur tatak Nantampuk

Mas yang disajikan dalam pertunjukan di Desa Sukaramai.

2) Untuk mengetahui dan memahami bagaimana struktur musik iringan tatak

Nantampuk Mas yang disajikan dalam pertunjukan di Desa Sukaramai.

1.3.2 Manfaat

Manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam skripsi ini adalah

1) Sebagai dokumentasi dan bahan literatur dalam disiplin Etnomusikologi

(24)

9

2) Menambah pengetahuan bagi penulis dan peneliti-peneliti lain, baik

mencakup teori maupun uraian tentang bentuk penyajian tatak Nantampuk

Mas.

3) Mengembangkan kajian-kajian ilmiah di bidang musik dan tari, yang

dampaknya turut mengembangkan aspek keilmuan dalam disiplin-disiplin

ilmu seni.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep merupakan gejala yang paling penting dalam penulisan yang akan

digunakan sebagai alat menggambarkan fenomena dengan adanya penjabaran

masalah dari kerangka teoritisnya.

Kata deskriptif adalah bersifat menggambarkan apa adanya (KBBI

2005:258). Kata deskriptif yang penulis maksudkan dalam tulisan ini adalah

bagaimana gambaran sebenarnya tatak Nantampuk Mas pada saat dipertunjukan

tanpa ada unsur yang ditambahi maupun dikurangi.

Tatak berarti tari, tari adalah segala gerak yang berirama atau sebagai segala

gerak yang dimaksudkan untuk menyatakan keindahan ataupun kedua-duanya

(Tengku Luckman Sinar, 1996:5). Tatak yang penulis maksudkan dalam tulisan

ini adalah salah satu tarian tradisional masyarakat kebudayaan Pakpak. Tarian ini

memakai tiga orang atau lebih penari (harus ganjil), yang gerakannya berasal dari

tarian putri raja pada cerita rakyat masyarakat Pakpak. Musik iringannya adalah

(25)

sitelu-10

telu, gung sada rabaan( poi, puldep, panggora, dan pong-pong), kucapi, dan

lobat.

Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu

sistem adat istiadat yang bersifat kontinu, dan yang terkait oleh suatu rasa

identitas bersama. Masyarakat yang penulis maksud adalah masyarakat Pakpak

yang berada di desa Sukaramai, kecamatan Kerajaan, Pakpak Bharat. Daerah ini

merupakan daerah yang menjadi tempat penulis meneliti tatak Nantampuk Mas.

1.4.2 Teori

Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpegang pada beberapa teori yang

berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dan dianggap relevan, yaitu

bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta

pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh

pengertian tentang suatu teori-teori yang bersangkutan. Dengan demikian teori

adalah pendapat yang dijadikan acuan dalam membahas tulisan ini.

Menurut Murgiyanto (1996:156)5 kata seni pertunjukan secara umum

memiliki arti tontonan yang bernilai seni, seperti drama, tari, musik yang disajikan

secara khusus di depan penonton. Dalam mendeskripsikan tatak Nantampuk Mas

penulis juga menggunakan teori Milton Siger (MSPI, 1996:164-165)6 yang

menjelaskan bahwa pertunjukan selalu memiliki: (1) Waktu pertunjukan yang

5

Skripsi Sarjana Hubungan Struktur Tari, Musik Iringan, dan Fungsi tari Galombang yang Dipertunjukan Sanggar Tigo Sapilin pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Minangkabau

di Kota Medan, oleh Reny Yuliati(2013:20).

6

Skripsi Sarjana Analisis Pertunjukan Tari Piring Pada Upacara Perkawinan Adat Masyarakat

(26)

11

terbatas, (2) Awal dan akhir, (3) Acara kegiatan yang terorganisir, (4)

Sekelompok pemain, (5) Sekelompok penonton, (6) Tempat pertunjukan dan, (7)

Kesempatan untuk mempertunjukkannya.

Bentuk adalah wujud dan susunan yang ditampilkan dan pengertian

penyajian yang kata dasarnya saji yaitu mempersembahkan, sedangkan penyajian

mengandung arti yaitu proses, cara dan perbuatan menyajikan. (Kamus Besar

Bahasa Indonesia 2005:135,979). Dari pengertian diatas yang dimaksud dengan

bentuk penyajian dalam penelitian ini adalah susunan cara menyajikan tatak

Nantampuk Mas. Bentuk penyajian tersebut dapat mengarah kepada

elemen-elemen tari yaitu:

1. Tema

2. Gerak

3. Iringan Musik

4. Tata Rias

5. Tata Busana

6. Tempat (Pentas)

Dalam meneliti gerak tatak Nantampuk Mas, penulis akan mendeskripsikan

bagaimana uraian mengenai ragam gerak, pola lantai, motif gerak, frase gerak,

bentuk tari, hitungan tari, dan busana tari yang digunakan penarinya. Dan penulis

juga akan menggunakan lambang-lambang umum dan sederhana yang penulis

(27)

12

Sementara itu, untuk mengkaji aspek musik iringan tatak Nantampuk Mas,

penulis akan menggunakan teori Bruno Netll (1964 : 131) mengatakan bahwa

untuk mendapatkan seluruh benda musikal dilakukan analisis: perbendaharaan

nada, modus, ritem, nada dasar, bentuk, dan tempo.

Musik dan tarian merupakan fenomena yang berbeda, tetapi dapat

bergabung apabila terdapat aspek yang sama mengkoordinasikannya. Menurut

Pringgobroto, musik adalah rangkaian ritmis nada, sedangkan tarian adalah

rangkaian ritmis dan pola gerak tubuh (Wimbrayardi, 1998:13-14). Musik

merupakan audio (bunyi yang tidak terlihat, dan tari merupakan fenomena audio

(bunyi) yang tidak terdengar. Baik musik dan tari bergerak di dalam ruang dan

waktu (Sachs, 1993:1-4 dan Blacking 1974:64-74) serta dapat dirasakan melalui

getaran yang dihasilkannya. Aspek dasar yang menghubungkan keduanya adalah

waktu, yaitu gerak ritmis (musik dan tari) dan tempo.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang

menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti tatak Nantampuk Mas di

desa Sukaramai, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, sesuai dengan

apa yang dikemukakan oleh Kirk Miller dalam Moleong (1990:3) yang

mengatakan: “Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan

sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam

kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan

(28)

13

Penelitian kualitatif dapat dibagi dalam empat tahap yaitu: tahap sebelum ke

lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Pada tahap pra

lapangan penulis mempersiapkan segala macam kebutuhan yang diperlukan

sebelum turun ke dalam penelitian itu sendiri. Dalam bagian ini disusun

rancangan penelitian ini, menjajaki atau menilai keadaan lapangan, memilih

informan, perlengkapan penelitian, dan etika penelitian.

Selanjutnya pada tahap pekerjaan di lapangan peneliti mengumpulkan data

semaksimal mungkin. Dalam hal ini, penulis menggunakan alat bantu yaitu,

kamera digital merk Samsung, dan catatan lapangan. Pengamatan langsung

(menyaksikan) pertunjukan tatak Nantampuk Mas pada sebuah acara

pemerintahan di desa Sukaramai.

Sedangkan wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang dalam

pelaksanaan tanya jawabnya berlangsung seperti percakapan sehari-hari. Informan

biasanya terdiri dari mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas.

Biasanya mereka telah mengetahui informasi yang dibutuhkan, dan wawancara

biasanya berlangsung lama.

Dalam tahap menganalisis data penulis mengorganisasikan data yang telah

terkumpul dari catatan lapangan, foto, studi kepustakaan, rekaman, dan

sebagainya ke dalam suatu pola atau kategori dengan hasil akhir membuat laporan

(29)

14 1.5.1 Studi Kepustakaan

Dalam mencari tulisan-tulisan pedukung, penulis melakukan adanya studi

kepustakaan dan kegiatan ini dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber

bacaan guna melengkapi data-data yang diperlukan dalam tulisan ini. Sumber

bacaan yang digunakan dapat berasal dari penelitian yang sudah pernah dilakukan

sebelumnya. Dimana sumber bacaan diperoleh dari buku, majalah, buletin, jurnal,

artikel, dan situs internet. Studi kepustakaan dilakukan dalam rangka memperoleh

pengetahuan dasar tentang apa yang akan diteliti. Tujuan dari studi kepustakaan

ini adalah untuk mendapatkan konsep-konsep, teori, serta informasi yang dapat

digunakan sebagai acuan dalam pembahasan atau penelitian, dan menambah

wawasan penulis tentang kebudayaan masyarakat Pakpak yang diteliti yang

berhubungan dengan kepentingan pembahasan atau penelitian.

1.5.2 Penelitian Lapangan

Sebagai acuan dalam mengumpulkan data di lapangan, penulis

berpedoman kepada tulisan Harsja W. Bachtiar dan Koentjaraningrat dalam buku

Metode-metodepenelitian masyarakat. Dalam buku ini tersebut dikatakan, bahwa

pengumpulan data dilakukan melalui kerja lapangan (field work) dengan

menggunakan:

(1) Observasi (pengamatan), dalam hal ini penulis mengadakan

pengamatan langsung, hal ini sesuai dengan pendapat Harja W. Bachtiar

(1990:114-115), bahwa seorang peneliti harus melihat langsung akan

(30)

15

maka pengamat menghadapi persoalan bagaimana cara ia dapat mengumpulkan

keterangan yang diperlukan tanpa harus bersembunyi, tetapi juga tidak

mengakibatkan perubahan oleh kehadirannya pada kegiatan-kegiatan yang

diamatinya.

Mengacu pada teori di atas penulis mengumpulkan keterangan yang

diperlukan dengan cara mengamati sasaran penelitian, misalnya tentang penyajian

tatak Nantampuk Mas, sarana yang dipergunakan, pelaku, dan masalah-masalah

lain yang relevan dengan pokok permasalahan, dan dalam pengamatan, penulis

juga melakukan pencatatan data-data di lapangan sebagai laporan hasil

pengamatan penulis.

(2) Wawancara, dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan

keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta

pendirian-pendirian yang mereka miliki, merupakan suatu pembantu utama dari metode

observasi.

Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi secara

lisandari para informan. Untuk ini penulis mengacu pada pendapat

Koentjaraningrat (1990:129-155) yang membagi tiga kegiatan wawancara yaitu :

persiapan wawancara, teknik wawancara, dan pencatatan data wawancara.

Sedangkan wawancara terdiri dari wawancara terfokus, wawancara bebas, dan

wawancara sambil lalu.

Dalam wawancara terfokus, pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu

tetapi selalu terpusat kepada pokok permasalahan lain. Wawancara sambil lalu,

(31)

16

penulis menggunakan ketiga wawancara ini serta terlebih dahulu membuat daftar

pertanyaan dan mencatat secara langsung data-data yang diperlukan.

(3) Perekaman, dalam hal ini penulis melakukan perekaman dengan 2 cara,

yaitu (a) perekaman yang penulis lakukan yaitu perekaman audio dengan

menggunakan handycam merk Sony mini DVD. Perekaman ini sebagai bahan

analisis tekstual dan musikal. (b) Untuk mendapatkan dokumentasi dalam bentuk

gambar digunakan kamera digital merk Samsung. Pengambilan gambar dilakukan

setelah terlebih dahulu mendapat ijin dari pihak pelaksana dan pihak yang

bersangkutan.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Kerja laboratorium merupakan proses penganalisisan data-data yang telah

didapat dari lapangan. Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan

maupunbahan dari studi kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan

pembahasan danpenyusunan tulisan. Sedangkan untuk hasil rekaman dilakukan

pentranskripsian danselanjutnya dianalisa. Pada akhirnya hasil dari pengolahan

data dan penganalisaandisusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka

penulisan.

Untuk menyajikan aspek kebudayaan, penulis mengacu dari antropologi,

aspekstruktur musik dari musikologi, dan juga unsur sosial lainnya (sesuai dengan

keperluan pembahasan ini), sebagaimana ciri Etnomusikologi yang

inter-disiplinerdan keseluruhannya dikerjakan di dalam laboratorium Etnomusikologi),

(32)

17

dalambentuk skripsi. Jika data yang dirasa masih kurang lengkap, maka

penulismelengkapinya dengan menjumpai informan kunci atau informan lain dan

hal inidilakukan berulang-ulang.

1.6 Lokasi Penelitian

Sebagai lokasi penelitian, penulis memilih sanggar Nina Nola, yang

dipimpinoleh Bapak Pandapotan Solin. Sanggar yang beliau pimpin iniberada di

rumah kediaman beliau di Jalan Sisingamangaraja No. 66 , Desa Sukaramai,

Kecamatan Kerajaan, Pakpak Bharat. Lokasi penelitian ini ditetapkan dengan

beberapa alasan sebagai berikut. (1) Sanggar Nina Nola ini merupakan sanggar

yang sudah lama didirikan, sejak tahun 90an, dandikelola oleh keturunan

turun-temurun yang bergerak dibidang kesenian Pakpak. (2) Dari beberapa sanggar yang

terdapat di Desa Sukaramai maupun di kabupaten Pakpak Bharat, sanggar inilah

yang paling sering diminta untuk mempertunjukkan tatak Nantampuk Mas

maupun kesenian-kesenian lainnya. (3) Sekarang sanggar ini memang sudah

mengikuti perkembangan zaman, namun orang-orang lama di dalamnya masih

(33)

18 BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT PAKPAK DAN SANGGAR NINA NOLA DI DESA SUKARAMAI, KECAMATAN KERAJAAN,

KABUPATEN PAKPAK BHARAT

2.1Letak Geografis Kabupaten Pakpak Bharat

Kabupaten Pakpak Bharat adalah salah satu kabupaten yang ada di Sumatera

Utara. Kabupaten ini dibentuk pada tanggal 25 Februari 2003, beribu kotakan

Salak. Kabupaten ini berdiri sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi,

dengan 8 kecamatan yaitu Kecamatan Salak, Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe,

Kecamatan Pangindar, Kecamatan Sitellu Tari Urang Julu, Kecamatan

Pergetteng-getteng Sengkut, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Tinada, dan

Kecamatan Siempat Rube dan memiliki jumlah Desa sebanyak 52 Desa.

Pakpak Bharat bukan menunjukkan daerah Pakpak yang terletak di bagian

barat, melainkan memiliki dua arti nama yang digabungkan menjadi satu yaitu

Pakpak adalah nama daerah sedangkan Bharat adalah baik, jadi Pakpak Bharat

adalah daerah Pakpak yang baik. Kabupaten Pakpak Bharat terletak pada garis

2,00 – 3,00 Lintang Utara dan 96,00 – 98,30 Bujur Timur, dan berada di

ketinggian 2501.400 M di atas permukaan laut.

Kabupaten Pakpak Bharat memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kecamatan Lae Parira dan

Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

Sebelah Selatan : Kecamatan Tara Bintang Kabupaten Humbang Hasundutan,

(34)

19

Sebelah Timur : Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi, Kecamatan Harian

Kabupaten Tobasa

Sebelah Barat : Kecamatan Aceh Singkil Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

Luas keseluruhan Kabupaten Pakpak Bharat adalah 1.218,30 km (121.830 Ha)

atau 1,7 dari luas provinsi Sumatera Utara. Dari luas wilayah tersebut 63.974 Ha

(52,51 ) diantaranya merupakan lahan yang efektif dan 53.156 Ha ( 43,63 )

merupakan lahan yang belum dioptimalkan. Pada umumnya masyarakat Pakpak

Bharat tinggal di pedesaan dengan mata pencaharian utamanya adalah bertani.

(Data Statistik Kecamatan Kerajaan 2013)

Gambar 2.1:

(35)

20 2.2Sistem Kepercayaan

Sebelum agama Islam dan Kristen masuk ke wilayah Pakpak, masyarakat

setempat menganut kepercayaan yang disebut persilihi atau perbegu. Persilihi

atau perbegu ini ialah suatu kepercayaan yang meyakini bahwa alam ini berada

dibawah kuasa pengaruh roh-roh gaib atau dengan adanya Dewa-Dewa maupun

roh-roh nenek moyang yang dikultuskan (lihat, Naiborhu, 1988 : 22-26)7.

2.2.1 Kepercayaan Terhadap Dewa-dewa

Sebelum agama masuk ke lingkungan masyarakat Pakpak, masyarakat

mempercayai kekuatan gaib dan percaya bahwa alam adalah sumber kehidupan.

Masyarakat Pakpak percaya terhadap Debata Guru/Sinembe nasa si lot yang

artinya maha pencipta segala sesuatu yang ada di bumi ini yang diklasifikasikan

atau diistilahkan sebagai berikut.

Debata Guru/ Batara Guru menjadikan wakilnya untuk menjaga dan melindungi,

yaitu :

1. Beraspati Tanoh

Diberi simbol dengan menggambar cecak yang berfungsi melindungi segala

tumbuh-tumbuhan. Jadi, jika seorang orang tua menebang pohon bambu, kayu

atau tumbuhan lainnya, maka ia harus permisi kepada Beraspati Tanoh.

7

Skripsi Sarjana Kajian Organologi Kuapi Pakpak Buatan Bapak Kami CapahDi Kecamatan

(36)

21 2. Tunggung Ni Kuta

Tunggung Ni Kuta ini diyakini mempunyai peranan untuk menjaga dan

melindungi kampung atau desa serta manusia sebagai penghuninya. Karena itu,

maka Tunggung Ni Kuta memberikan kepada manusia beberapa benda yaitu

sebagai berikut :

a. Lapihen, yaitu terbuat dari kulit kayu yang di dalamnya terdapat tulisan-

tulisan yang berbentuk mantra ataupun ramuan obat-obatan serta

ramalan-ramalan.

b. Naring, yaitu wadah berisi ramuan untuk pelindung kampung. Apabila

suatu kampung akan mendapat ancaman, maka naring akan memberikan

pertanda berupa suara gemuruh ataupun siulan.

c. Penghulu balang, yaitu sejenis patung yang terbuat dari batu yang

berfungsi untuk memberikan sinyal berupa gemuruh sebagai tanda

gangguan, bala, musuh, atau penyakit bagi suatu desa.

d. Sibiangsa, yaitu wadah berbentuk guci yang diisi ramuan yang ditanam di

dalam tanah yang bertugas mengusir penjahat yang datang.

e. Sembahen ni ladang, yaitu roh halus dan penguasa alam sekitarnya yang

diyakini dapat menggangu kehidupan dan sekaligus dapat melindungi

kehidupan manusia apabila diberi sesajen.

f. Tali solang, yaitu tali yang disimpul di ujungnya, mempunyai kepala ular

(37)

22

g. Tongkat balekat, yaitu terbuat dari kayu dan hati ular yang berukuran

lebih kurang satu meter yang diukir dengan ukiran Pakpak dan

dipergunakan untuk menerangi jalan.

h. Kahal-kahal, yaitu menyerupai telapak kaki manusia untuk melawan

musuh.

i. Mbarla, yaitu roh yang berfungsi untuk menjaga ikan di laut, sungai dan

danau.

j. Sineang Naga Lae, yaitu roh yang menguasai laut, danau dan air.

2.2.2 Kepercayaan Terhadap Roh- Roh

Selain kepercayaan terhadap Dewa-dewa, masyarakat Pakpak juga memiliki

kepercayaan terhadap roh-roh yang meliputi :

a. Sumangan, yaitu tendi (roh) orang yang sudah meninggal mempunyai

kekuatan yang menentukan wujud dan hidup seseorang yang dikenang.

b. Hiang, yaitu kekuatan gaib yang dibagikan kepada saudara secara

turun temurun.

c. Begu Mate Mi Lae atau disebut juga dengan beguSinambela, yaitu roh

orang yang sudah meninggal diakibatkan karena hanyut di dalam air

atau sungai.

d. Begu Laus, yaitu sejenis roh yang menyakiti orang yang datang dari

tempat lain dan dapat membuat orang menjadi sakit secara tiba-tiba.

Kepercayaan- kepercayaan diatas sudah jarang dilaksanakan oleh masyarakat

(38)

23

agama. Masyarakat Pakpak di daerah ini sebagian besar sudah memeluk agama

yang tetap, yaitu agama yang sudah diakuai oleh pemerintah. Sebagian besar

masyarakat yang ada di daerah ini beragama Islam, Kristen dan sebagian kecil

beragama Khatolik.

2.3 Sistem Kekerabatan

Seperti halnya etnik lain, etnik Pakpak juga memiliki sistem kekerabatan yang

dapat membedakannya dengan etnik lainnya.

2.3.1 Marga

Marga dalam kajian antropologi disebut dengan klen yaitu suatu kelompok

kekerabatan yang dihitung berdasarkan satu garis (unilineal), baik melalui garis

laki-laki (patrilineal) maupun perempuan (matrilineal). Marga pada masyarakat

Pakpak bukan hanya sekedar sebutan atau konsep tetapi di dalamnya nilai budaya

yang mencakup norma dan hukum yang berguna untuk mengatur kehidupan

sosial. Misalnya dengan adanya marga maka dikenal perkawinan eksogami marga,

yakni adat yang mengharuskan seseorang kawin diluar marganya. Bila terjadi

perkawinan semarga maka orang tersebut diberi sanksi hukum berupa pengucilan,

cemoohan, dan malah pengusiran, karena melanggar adat yang berlaku.

2.3.2 Sulang Silima

Sulang silima adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari kula- kula,

dengan sebelteksiampun-ampun/ anak yang paling kecil, serta anak berru.Sulang

(39)

24

dari seekor hewan seperti kerbau, lembu, atau babi yang disembelih dalm konteks

upacara adat masyarakat Pakpak. Pembagian daging/jambar ini disesuaikan

dengan hubungan kekerabatannya dengan pihak kesukuten atau yang

melaksanakan upacara. Dalam masyarakat Pakpak, kelima kelompok tersebut

masing- masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tidak bisa dipisahkan

satu sama lain dalam acara adat.

1) Kula-kula

Kula-kula merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam sistem

kekerabatan pada masyarakat Pakpak. kula-kula adalah kelompok/pihak pemberi

istri dalam sistem kekerabatan masyarakat Pakpak dan merupakan kelompok yang

sangat dihormati dan dianggap sebagai pemberi berkat oleh masyarakat. Dengan

demikian, kula-kula juga disebut dengan istilah Debata Ni Idah (Tuhan yang

dilihat). Oleh karena itu, pihak kula-kula ini haruslah dihormati. Sikap menentang

kula-kula sangat tidak dianjurkan dalam kebudayaan masyarakat Pakpak. Dalam

acara-acara adat, kelompok kula-kula diwajibkan untuk hadir, termasuk juga

dalam adat kematian dan mendapat peran yang penting termasuk juga dalam

upacara kematian.

2) Dengan sebeltek/Senina

Dengan sebeltek/senina adalah mereka yang mempunyai hubungan tali

persaudaraan yang mempunyai marga yang sama. Mereka adalah orang-orang

yang satu kata dalam permusyawaratan adat. Selain itu, dalam sebuah upacara

(40)

25

sebuah acara adat, senina dan seluruh keluarganya akan ikut serta dan mendukung

acara tersebut. Secara umum, hubungan senina ini dapat disebabkan karena

adanya hubungan pertalian darah, sesubklen/semarga, memiliki ibu yang

bersaudara, memiliki istri yang bersaudara dan memiliki suami yang bersaudara.

3) Anak beru

Anak berru artinya anak perempuan yang disebut dengan kelompok

pengambil anak dara dalam sebuah acara adat, anak berru lah yang bertanggung

jawab atas acara adat tersebut. Tugas anak berru adalah sebagai pekerja,

penanggung jawab dan pembawa acara pada sebuah acara adat. Sedangkan

situaan adalah anak yang paling tua, siditengah adalah anak tengah dan

siampun-ampun adalah anak yang paling kecil. Mereka adalah pihak yang mempunyai

ikatan persaudaraan yang terdapat dalam sebuah ikatan keluarga.

Kelima kelompok diatas mempunyai pembagian sulang (jambar) yang

berbeda, yaitu sebagai berikut : Kula-kula (pihak pemberi istri dari keluarga yang

berpesta) akan mendapat sulangper-punca naidep. Situaan (orang tertua yang

menjadi tuan rumah sebuah pesta akan mendapat sulang per-isang-isang).

Siditengah (keluarga besar dari keturunan anak tengah) akan mendapat sulang

per-tulantengah. Siampun-ampun (keturunan paling bungsu dalam satu keluarga)

akan mendapat sulang per-ekur-ekur.Anak berru (pihak yang mengambil anak

gadis dari keluarga yang berpesta) akan mendapat sulang perbetekken atau takal

peggu. Biasanya penerimaan perjambarenanak berru disertai dengan takal peggu.

(41)

26

berjalannya pesta. Anak berru lah yang bertugas menyiapkan makanan serta

menghidangkan selama pesta berlangsung.

2.4Sistem Bahasa

Pada umumnya, bahasa yang dipakai oleh masyarakat di Kecamatan Kerajaan

adalah bahasa Pakpak karena mayoritas penduduk disana adalah suku Pakpak. Hal

ini menyebabkan kehidupan sehari- hari penduduk disana menggunakan bahasa

Pakpak begitu juga dalam acara adat. Terdapat juga sebagian kecil suku lain

seperti suku Toba, Karo, Nias dan Jawa yang datang kedaerah Kecamatan

Kerajaan, tetapi setelah tinggal beberapa lama disana, masyarakat dari suku-suku

tersebut diatas sudah mengerti dan fasih menggunakan bahasa Pakpak. Selain

bahasa Pakpak, bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah

bahasa Indonesia yang digunakan di tempat-tempat umum, seperti sekolah,

puskesmas dan kantor Kelurahan.

Ada beberapa jenis gaya bahasa yang digunakan dalam kehidupan masyarakat

Pakpak, yaitu :

1. Rana telangke yaitu kata-kata perantara atau kata-kata tertentu untuk

menghubungkan maksud si pembicara terhadap objek si pembicara.

2. Rana tangis yaitu gaya bahasa yang dituturkan dengan cara menangis atau

bahasa yang digunakan untuk menangisi sesuatu dengan teknik bernyanyi

(narrative songs atau lamenta dalam istilah etnomusikologi) yang disebut

tangis mangaliangi (bahasa tutur tangis).

(42)

27

4. Rana nggane yaitu bahasa terlarang, tidak boleh diucapkan di

tengah-tengah kampung karena dianggap tidak sopan, dan

5. Rebun (rana tabas atau mangmang) yaitu bahasa pertapa datu atau bahasa

mantera oleh guru (Naiborhu, 2002:51).

2.5Sistem Kesenian

2.5.1 Seni musik

Masyarakat Pakpak membagi alat musiknya berdasarkan bentuk penyajiannya

dan cara memainkannya. Berdasarkan cara memainkannya, instrumen musik

tersebut dibagi atas dua kelompok, yaitu gotchi dan oning-oningen. Sedangkan

berdasarkan cara memainkannya, instrumen musik tersebut terbagi menjadi

beberapa kelompok, yaitu : sipaluun ( alat musik yang dimainkan instrument

musik tersebut dibagi atas dua kelompok, yaitu gotchi dan oning-oningen.

Sedangkan berdasarkan cara memainkannya, instrument musik tersebutterbagi

menjadi beberapa kelompok, yaitu : sipaluun (alat musik yang dimainkan dengan

cara dipukul), sisempulen (alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup) dan

sipiltiken (alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik). Istilah gotchi dan

oning-oningen sudah mendapat pergeseran arti dikalangan masyarakat Pakpak.

Dalam tulisan Skripsi Sarjana Anna Rosita yang berjudul Deskripsi Organologi

Sarune Pakpak – Dairi halaman 2 menyebutkan bahwa gotci adalah kelompok

alat-alat musik yang dimainkan secara ensambel (berkelompok). Sedangkan

oning-oning adalah sekelompok alat-alat musik yang dimainkan secara tunggal

(43)

28

menurut wawancara dengan beberapa pemusik tradisi Pakpak sekarang

menyebutkan bahwa gotchi adalah istilah untuk beberapa ensambel seperti :

ensambel genderang sisibah, genderang sipitu-pitu, genderang silima,

gendangsidua-dua, gerantung, mbotul dan gung. Sedangkan istilah oning-oningen

digunakan untuk ensambel yang terdiri dari gendang sitelu-telu, gung

sadarabaan, lobat (aerophone), kalondang (xylophone), dan kucapi

(chordophone), yang pada penggunaannya di gunakan untuk upacara mbaik

seperti upacara pernikahan (merbayo).

a) Instrumen Musik Berdasarkan Bentuk penyajian

Gotchi adalah instrumen musik yang disajikan dalam bentuk seprangkat

(ansambel) yang terdiri dari : ensambel genderang sisibah, genderang

sipitu-pitu,genderang silima, gendang sidua-dua, gerantung, mbotul dan oning-oningen.

Genderang sisibah adalah seperangkat gendang satu sisi yangterdiri dari

Sembilan buah gendang yang berbentuk konis. Dalam adat, instrumen ini disebut

siraja gumeruhguh yaitu sesuai dengan suara yang dihasilkannya dan situasi yang

di iringinya karena ramai dan besarnya acara tersebut. Masing-masing nama dari

kesembilan gendang tersebut dari ukuran terbesar hingga ukuran terkecil adalah

sebagai berikut :

1) Genderang I, Si raja gumeruhguh (suara bergemuruh) dengan pola ritmis

menginang-inangi atau megindungi (induk).

2) Genderang II, Si Raja Dumerendeng atau Si Raja Menjujuri dengan pola

ritem menjujuri atau mendonggil-donggili (mengangungkan, mentakbiri,

(44)

29

3) Genderang III s/d VII, Si Raja Menak-enak dengan pola ritmis benna kayu

sebagai pembawa ritmis melodis (menenangkan atau menentramkan).

4) Genderang VIII, Si Raja Kumerincing dengan pola ritmis menehtehi

(menyeimbangkan).

5) Genderang IX, Si Raja Mengapuh dengan pola ritmis menganak-anaki

atau tabil sondat (menghalang-halangi)

Gambar 2.2:

Genderang Sisibah

(Dokumentasi Yenni Alexandra, 2014)

Dalam bentuk seperangkat, kesembilan gendang ini dimainkan bersama

sama dengan gung sada rabaan (seperangkat gung yang terdiri dari empat buah,

yaitu panggora (penyeru), poi (yang menyahut), tapudep (pemberi semangat) dan

(45)

30

sarune(double reed oboe) dan cilat-cilat (simbal concussion). Dalam

penyajiannya, ansambel ini hanya dipakai pada jenis upacara suka cita (kerja

mbaik) saja pada tingkatan upacara terbesar atau tertinggi saja.

Selanjutnya adalah ensambel genderang sipitu-pitu. Ensambel ini terdiri

dari 7 buah gendang konis yang berasal dari genderang sisibah. Ketujuh gendang

ini berasal dari genderang sisibah dengan hanya menggunakan gendang mulai

dari urutan I sampai VII. Instrumen lainnya yang terdapat dalam ensambel ini

adalah gung sada rabaan, Sarune, dan cilat-cilat sebagaimana yang terdapat

dalam genderang sisibah. Ensambel ini biasanya digunakan untuk kerja mbaik

dalam tingkatan tertentu saja.

Selanjutnya adalah ensambel genderang Si lima yaitu seperangkat

gendang satu sisi berbentuk konis yang terdiri darai lima buah gendang. Kelima

gendang ini berasal dari genderang sisibah dengan hanya menggunakan gendang

pada bilangan ganjil saja diurut dari gendang terbesar, yaitu gendang I, III, V, VII

dan IX. Fungsi dari kelima gendang tersebut sama dengan fungsinya

masing-masing seperti pada genderang sisibah. Instrumen lainnya yang terdapat dalam

ensambel ini adalah gung sada rabaan, Sarune, dan cilat-cilat sebagaimana yang

terdapat dalam genderang sisibah. Ensambel ini digunakan pada upacara dukacita

(kerja njahat) saja, seperti upacara kematian, mengongkal tulan (mengangkat

tulang-tulang) pada tingkatan upacara terbesar dan tertinggi secara adat.

Selanjutnya terdapat ensambel gendang sidua-dua. Ensambel gendang ini

terdiri dari sepasang gendang dua sisi berbentuk barrel (double head two

barreldrums). Kedua gendang ini terdiri dari gendang inangna (gendang induk,

(46)

31

jantan) yaitu gendang terkecil. Instrumen lain yang terdapat dalam instrument ini

adalah empat buah gong (gung sada rabaan) dan sepasang cilat-cilat (simbal).

Ensambel ini biasanya digunakan untuk upacara ritual, seperti mengusir roh

penunggu di hutan sebelum diolah menjadi lahan pertanian (mendeger uruk) dan

hiburan saja seperti upacara penobatan raja atau mengiringi tarian pencak.

Kemudian ensambel musik mbotul adalah seperangkat alat musik gong

(idiophones) berpencu yang terdiri dari 5, 7, atau 9 buah gong. Disusun berbaris

diatas rak seperti kenong pada tradisi gamelan Jawa. Dalam penggunaannya,

instrumen ini berperan sebagai pembawa melodi dan secara ensambel dimainkan

bersama-sama dengan gung sada rabaan.

Selanjutnya adalah ensambel oning-oningen. Ensambel ini terdiri dari

gendang sitelu-telu (membranophone single head), gung sada rabaan,

lobat(aerophone), kalondang (xylophone), dan kucapi (chordophone). Ensambel

ini digunakan pada upacara suka cita (kerja mbaik) seperti upacara penikahan

(merbayo) dan untuk mengiringi tarian (tatak).

b) Instrumen Musik Berdasarkan Cara memainkannya

Untuk melihat pembagian alat musik tradisional Pakpak dari caramemainkannya,

dapat kita lihat dari tabel berikut.

Tabel 2.1 Pembagian Alat Musik Berdasarkan Cara Memainkannya

No. Cara Memainkan Alat Musik

1. Sipaluun Genderang, Kalondang, Gung, Cilat-cilat,

Ketuk mbotul, Deng-deng, Doal, Gerantung,

(47)

32

2. Sisempulen Sarune, Lobat, Sordam.

3. Sipiltiken Kucapi

2.5.2 Seni Suara

Masyarakat Pakpak memiliki beberapa jenis seni suara ataupun nyanyian.

Nyanyian yang dimaksud adalah musik vocal. Masyarakat Pakpak member nama

ende-ende (baca :nde-nde) terhadap semua musik vokalnya. Ada beberapa jenis

musik vokal yang terdapat pada masyarakat Pakpak yang dibedakan berdasarkan

fungsi dan penggunaannya masing-masing yaitu sebagai berikut.

1) Tangis milangi atau disebut juga tangis-tangis adalah kategori nyanyian

ratapan (lamenta) yang disajikan dengan gaya menangis. Disebut tangis

milangi karena hal-hal mengharukan yang terdapat didalam hati

penyajinya akan ditutur-tuturkan (dalam bahasa Pakpak:

ibilang-bilangken, milangi) dengan gaya menangis (Pakpak : Tangis). Ada

beberapa jenis tangis milangi yang terdapat pada masyarakat Pakpak, yaitu

sebagai berikut.

a. Tangis sijahe adalah jenis nyanyian yang disajikan oleh gadis

(female song) menjelang pernikahannya. Teks nyanyian ini berisi

tentang ungkapan kesedihannya karena akan meninggalkan

keluarganya dan memasuki lingkungan keluarganya. Nyanyian ini

ditujukan agar orangorang tua yang mendengar merasa iba dan

(48)

33

ini disajikan dalam bentuk melodi yang berubah-ubah (repetitif)

dengan teks yang berubah-ubah.

b. Tangis anak melumang, nyanyian ini disajikan oleh pria ataupun

wanita. Nyanyian ini berisi tentang kesedihan seseorang yang

ditinggal mati orang tuanya. Nyanyian ini biasanya disajikan pada

saat-saat tertentu, seperti ketika berada di hutan, di ladang, di

sawah atau tempat-tempat sepi lainnya. Teksnya berubah-ubah

dengan melodi yang sama. Tangis si mate adalah nyanyian ratapan

(lament) kaum wanita ketika salah seorang anggota keluarganya

meninggal dunia. Disajikan di depan si mati dan teksnya berisi

tentang kisah hidup si mati, berisi tentang perilaku yang paling

berkesan dari si mati semasa hidupnya. Nyanyian ini adalah

nyanyian strofik yang lebih mementingkan isi teks dari pada

melodi.

2) Ende mendedah adalah sejenis nyanyian lullaby atau nyanyian menidurkan

anak yang dinyanyikan oleh sipendedah (pengasuh) baik kaum pria

maupun wanita untuk menidurkan atau mengajak si anak bermain.

Jenisnya terdiri dari orih-orih, oah-oah dan cido-cido. Ketiga nyanyian

jenis nyanyian ini menggunakan teks yang selalu berubah-ubah dengan

melodi yang diulang-ulang (repetitif).

a. Orih-orih ialah nyanyian untuk menidurkan anak yang

dinyanyikan oleh sipendedah (pengasuh) orangtua atau kakak baik

pria maupun wanita.Si anak digendong sambil i orih-orihken

(49)

34

nyanyian yang liriknya berisi tentang nasehat, cita-cita, harapan

maupun curahan kasih sayang terhadap si anak.

b. Oah-oah sering disebut juga dengan kodeng-kodeng, yaitu jenis

nyanyian yang teksturnya sama dengan orih-orih. Yang

membedakannya adalah cara menidurkannya, jika orih-orih

disajikan dengan cara menggendong, maka oah-oah disajikan

sambil mengayun si anak dalam ayunan.

c. Cido-cido adalah nyanyian untuk mengajak si anak bermain.

Tujuannya adalah agar si anak merasa terhibur dengan

gerakan-gerakan lucu sehingga si anak merasa terhibur dan tertawa. Teks

lagu yang dinyanyikan biasanya berisi tentang harapan-harapan

agar kelak si anak menjadi orang yang berguna.

3) Nangan ialah nayanyian yang disajikan pada waktu bersukut-sukuten

(mendongeng). Setiap ucapan dari tokoh-tokoh yang terdapat pada

ceritatersebut di sajikan dengan cara bernyanyi. Ucapan tokoh

yangdinyanyikan tersebut dalam cerita disebut dengan nangen, sedangkan

rangkaian ceritanya disebut sukut-sukuten.

Secara tekstur, cerita sukut-sukuten umumnya berisi tentang

pedoman-pedoman hidup dan teladan yang harus dipanuti berdasarkan perilaku yang

yang diperankan oleh tokoh yang terdapat dalam cerita. Persukuten

haruslah orang yang cukup ahli menciptakan tokoh-tokoh melalui warna

Gambar

Gambar 2.1:
Gambar 2.2:
Tabel 2.1 Pembagian Alat Musik Berdasarkan Cara Memainkannya
Gambar 2.3:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami sesorang atau rumahtangga, sehingga tidak mampu memenuhi

Pada ibu yang memberikan susu formula, perilakunya dapat diamati dalam pemilihan susu atau formula yang diberikan kepada buah hatinya, baik yang berbahan dasar susu sapi

Manajer Investasi yang pada saat ditetapkannya Keputusan ini sedang melakukan pengelolaan Portofolio Efek untuk kepentingan nasabah secara individual, dan portofolio

Berapa total Pengeluaran operasional internal pada tahun 2014 untuk semua fasilitas perlindungan lingkungan (mencakup tenaga kerja, pembayaran sewa peralatan, pembelian bahan

Banyak novel yang bertemakan tentang remaja, tetapi penulis lebih tertarik dengan novel ”Ayah, Mengapa Aku Berbeda ?” Karena novel” Ayah, Mengapa Aku Berbeda?” di dalam

Salah satu contoh timbulnya aset pajak tangguhan pada saat pengakuan awal suatu aset adalah ketika hibah pemerintah tidak kena pajak terkait aset dikurangi jumlah

Berdasarkan pengertian tersebut, populasi merupakan subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian maka

Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Republik