SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi
S-1 pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.
Disusun oleh:
FIKRI FENDI FERDIANSYAH
071211232014
Pembimbing:
Drs. Ajar Triharso,MS.
HALAMAN PERSEMBAHAN
HALAMAN INSPIRASIONAL
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al Furqan ayat 63)
“do the unexpected, attack the unprepared” Zhuge Liang
“by three methods we may learn wisdom; first, by reflection, which is noblest; second, by imitation, which is easiest; and third, by experience, which is the bitterest” Confucius
“Sembunyikan kemampuanmu, bertindaklah seakan-akan kau berada di bawah mereka, jadikan mereka meremehkanmu, awasi terus pergerakannya sehingga kau mengetahui kelebihan dan kelemahan mereka. Dekatilah tanpa harus menjadi teman dekatnya. jika waktunya tiba, seranglah mereka, dan ketika kau menang, jadikan mereka temanmu. Jika tidak bisa, jangan jadikan mereka musuhmu kembali” Zuo Ci
“ya kalau ga ada yang membimbing kamu, bimbinglah dirimu sendiri. bukankah kamu Zhuge Liang” Ahmad Mubarok Abdullah
“skripsi itu gampang fik, pokoknya ngerjain, gak ngurus omongan dosbing atau dosen penguji, kalau menurutmu mereka salah ya mereka lah yang salah. Karena cuma kamu yang ahli di penelitianmu ini” Nikki Samuasa
“Kamu harus sembunyikan emosimu, you are far greater than them, cobalah untuk bersimpati dengan tidak memperlihatkan kecemasanmu di depan mereka” Agastya Wardhana
UCAPAN TERIMA KASIH
Finally its done! Yeayy! Sebenarnya sudah selesai sejak semester kemarin, tapi karena ada suatu hal jadinya baru bisa sidang semester ini deh, tapi gak papa, masa-masa kuliah harus dinikmati sebelum menginjak ke dunia luar sana, hehe. Kalau berbicara tentang siapa saja yang berjasa dalam menyelesaikan skripsi ini, beuh banyak banget, baik secara langsung maupun tidak langsung, disini penulis sebutin yang membekas banget di hati penulis aja ya :3
Pertama, tentu saja Tuhan, tanpa rahmatnya belum tentu penulis dapat mengerjakan skripsi dengan benar. Kedua tentu saja orang tua karena mereka telah berkontribusi secara finansial dan moral dalam menyelesaikan skripsi ini. Ketiga, kepada dosen pembimbing bapak ajar yang selalu memudahkan anak bimbingannya di berbagai hal dan mengajari arti dari kemandirian, terima kasih banyak ya pak *sungkem*
Keempat, kepada uke-uke ku tercintahh, Nikki Samuasa dan Ahmad Mubarok Abdullah yang selalu kasih semangat dan dorongan untuk maju, teman debat segala isu dan teman segala sandaran masalah, khususnya kepada mubarok yang selalu aku minta tolong doa kayak “rokkk doain dong, kamu kan lebih deket dengan Tuhan” hehehe. Btw kalian berdua juga ndang luluso pisan rek. Kelima tentu saja kepada mbak Kadek Arthania yang mana skripsi ini terinspirasi dari skripsinya mbak Kadek juga. Hehehehe....
Terima kasih juga kepada Henry, Erik, dan Dito atas bully-an kalian terhadap ku yang teraniyaya ini, hiks.... mienya enak tapi kan gak etis kalau aku makan sendirian mienya, otomatis ya tak ajak anak-anak makan lha. Hehe. Pinky juga, sebagai teman wanita akrab penulis yang lagi berwirausaha sambil ngerjain skripsi, teruskan perjuanganmu nak. Agas, yang setiap hari membully penulis sampe dikatain sama salah satu dosen “kalau mbully kamu terus, berarti agas ada rasa sama kamu zhug”. Sedesperate itukah kamu gas? Tapi overall membangun kok bullyannya. Terus juga terima kasih kepada penyelia cakra, Sistya, Kiki dan Aji yang sudah mengijinkan penulis untuk mengerjakan sebagian skripsi di cakra karna leptop lagi error.
Dan yang paling berkontribusi secara substansif dalam penelitian ini adalah mr Falk Hartig dan Amy Stambach yang sudah memberi saran dan bertukan pikirar mengenai Confucius Institute, terima kasih banyak yaaa. meski kita sama-sama sedang meneliti Confucius Institute,penulis cuma secuil atom dibandingkan mereka. hiks.
Terima kasih juga kepada Dewan Penguji, Pak Basis, Mbak Citra dan Mas Safril yang sudah memberi masukan lebih dalam lagi sehingga penulis bersemangat untuk memperbaikinya.
selalu membuat penulis semangat. Arti lirik yang begitu dalam, ditambah lagu-lagunya yang mengisyaratkan cinta searah itu gapapa asal kamu sendiri bahagia selalu tersimpan di hati penulis ini :’)
Terima kasih kepada Chariesma Putra Vicaksana, orang paling imut, putih dan
baby face se SMA Negeri 13 surabaya, yang sudah mengajari penulis main dota dengan benar. Gak ada hubungannya sama penelitian sih, cuma pengen aja masukin namanya. Hehe
Atika Wardah dan Shinta Dwi Adinda yang karena kalianlah aku mengikuti impian kalian untuk masuk ke fisip unair ini, tapi antara ilmu Politik dan HIpenulis lebih milih HI sih. Hehe.
Terima kasih kepada segenap angkatan HI 2012 yang memberi pesan dan kesan selama 4 tahun lebih ini, semoga kita sukses di luar sana. Amiiinnnnnn
Penulis menyadari, begitu banyak pihak yang berjasa dalam kehidupan penulis. Begitu banyak cerita, pengalaman, dan inspirasi yang penulis dapatkan hingga hari ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih kepada pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca skripsi ini. Maaf jika penulis hanya bisa berucap romantis di sini.
Surabaya, 19 Januari 2017
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan pencipta alam semesta, atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Penulis sangat bersyukur, karena Tuhan senantiasa memberikan begitu banyak kemudahan dan kelancaran. Inilah yang menjadi sumber kekuatan bagi penulis untuk terus berjuang dan tidak pernah menyerah hingga berhasil mempersembahkan skripsi ini sebagai wujud nyata dari proses pembelajaran selama 4,5 tahun di Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga.
Inspirasi topik skripsi ini muncul ketika penulis tanpa sengaja membaca artikel di Wikipedia mengenai sejarah Konfusianisme di China. Disebutkan bahwa China kemudian pada era setelah Deng Xiaoping mulai merencanakan untuk menginstitusionalisasikan nama Confucius kedalam kebijakan luar negerinya sebagai agenda diplomasi budaya, salah satunya adalah dengan berdirinya Confucius Institute. Berbekal rasa ingin tahu dan minat penulis terhadap sejarah China, penulis kemudian mencari informasi lebih dalam mengenai fenomena tersebut. Begitu banyak hal-hal menarik yang penulis temui, dimana salah satunya adalah bahwa perkembangan Confucius Institute sangatlah pesat di negara-negara bagian dunia barat, khususnya pada negara Amerika Serikat. Sebuah negara yang sangat jauh dari China. Problematika masalah pun semakin terlihat ketika penulis menemukan fakta-fakta yang menunjukkan adanya anomali dalam berbagai bidangdi antara perkembangan Confucius Institute yang pesat di negara tersebut. Pada awalnya penulis sedikit ragu untuk mengangkat judul “Perkembangan Confucius Institute di Amerika Serikat” ke dalam studi Hubungan Internasional. Hal ini karena penulis menemukan data-data yang lebih banyak bersinggungan dengan studi ekonomi dan manajemen. Namun setelah adanya pembaharuan analisis dan bimbingan dari banyak pihak, penulis kemudian menyimpulkan bahwa topik ini dapat diangkat dalam studi Hubungan Internasional
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Namun penulis berharap bahwa karya ini dapat memperkaya pengetahuan pembaca mengenai perkembangan agenda diplomasi budaya yang kemudian sangat diterima bahkan berkembang di negara targetnya, serta menambah ilmu terkait teori dan konsep yang telah digunakan. Akhir kata, penulis menyampaikan terimakasih atas dukungan, saran, dan kritik semua yang membantu pengerjaan skripsi ini.
Surabaya, 19 Januari 2017
DAFTAR ISI
I.6.1.2Marketing Mix 4P’s dan 4C’s...29
I.6.2Tipe Penelitian...32
HUBUNGAN BARGAIN CHINA, AMERIKA SERIKAT, DAN CONFUCIUS INSTITUTE...36
II.I Hubungan Antara Home Country dan Host Country...36
II.1.1 Hubungan Amerika Serikat dengan China...36
II.1.1.1 Kerjasama Bilateral...36
II.1.1.1.1 U.S.-China Education Agreement for Cooperation in Educational Exchange...37
II.1.1.1.3 100.000 Strong Initiative...39
II.2Hubungan antara Institusi/Perusahaan dengan Host Country...41
II.2.1 Hubungan Confucius Institute dengan Amerika Serikat...41
II.2.1.1 STARTALK!...45
II.2.1.2NSLI-Youth...47
II.2.1.3 Foreign Language Assistance Program...48
II.2.1.4Confucius Classroom di Amerika Serikat...49
BAB III...55
STRATEGI MARKETING MIX: ADAPTASI CONFUCIUS INSTITUTE DI AMERIKA SERIKAT...55
III.IProduct=Customer needs and wants...57
III.2 Price = Customer Cost...65
III.3 Place = Convenience...67
IV.4 Promotion = Communication...71
BAB IV...79
KESIMPULAN...79
DAFTAR PUSTAKA...83
DAFTAR BAGAN, DIAGRAM, GAMBAR, PETA, DAN TABEL BAGAN
Bagan III.1 Marketing Mix 4P’s dan 4C’s 57
DIAGRAM
Diagram I.2 Peningkatan Unit Confucius Institute di Amerika Serikat 5 GAMBAR
Gambar III.2 Suasana program chinese business class di Confucius Insitute
Colorado State University 64
Gambar III.8 Bangunan Confucius Institute di Colorado State University 71 Gambar III.9 Confucius Classroom di Paint Branch Elementary School yang dinaungi Confucius Institute University of Maryland 72
Gambar III.10 Acara Dragon Boat Festival dan Open House di Confucius Institute
Michigan State University 74
Gambar III.11 Unit Confucius Institute Mobile yang dibentuk Confucius Institute
West Kentucky University 75
Gambar III.12 Kompartemen-kompartemen yang ada di dalam Confucius Institute
Mobile 77
Gambar III.13 Prototype unit The Confucius Mobile Kitchen 78 GRAFIK
Grafik II.2 Peningkatan Pelajar dalam Pendidikan Bahasa China di Sekolah Publik Florida
52
Grafik II.3 Penigkatan Sekolah yang Menawarkan Pendidikan Bahasa China di
Amerika Serikat 54
PETA
Peta I.1 Persebaran Confucius Institute di Tingkat Global 4 Peta I.4 Persebaran Penduduk Amerika Serikat beretnis China 7 Peta III.6 Persebaran Confucius Institute di Amerika Serikat 69 Peta III.7 Persebaran Pelajar China di Universitas Amerika Serikat 69 TABEL
Tabel 1.3 Jumlah Unit Lembaga Bahasa Internasional yang dibentuk Pemerintah
Tabel 1.5 Bahasa-bahasa Asing yang Dipelajari Oleh Mahasiswa di Amerika
Serikat 8
Tabel 1.6 Jumlah Unit Lembaga Bahasa Internasional yang dibentuk Pemerintah
di Amerika Serikat 10
Tabel II.1 Program Spesifik Dalam Kebijakan NSLI 46 Tabel III.2 Program-Program Spesifik Confucius Institute di Amerika Serikat 60 Tabel III.4 Perbandingan Harga Institusi Bahasa non China di Amerika Serikat67 Tabel III.5 Perbandingan Harga Institusi Bahasa China di Amerika Serikat 67
Teks Kerjasama Amerika Serikat-China dalam Cooperation in Educational
Exchange xvi
LAMPIRAN B
Teks Kerjasama Amerika Serikat-China dalam ‘U.S.-China Work Plan on
Education Activities’ xxi
LAMPIRAN C
Surat Edaran dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat ‘100.000 Strong
Iniative’ xxiv
LAMPIRAN D
Konstitusi Dasar Confucius Institute xxviii
LAMPIRAN E
Rata-rata Pendapatan Individu Amerika Serikat Dalam Satu Tahun xxxv
ABSTRAK
Confucius Institute merupakan institusi pendidikan bahasa China yang terintegrasi dengan Kementrian Pendidikan Republik Rakyat China yang hingga saat ini melakukan internasionalisasi pendidikan secara global di negara-negara lain. Dari sekian negara tempat tujuan internasionalisasinya, Amerika Serikat merupakan negara dengan jumlah unit Confucius Institute terbesar di dunia. Tahun 2015 terdapat 109 Confucius Institute dan 347 Confucius Classroom yang tersebar di Amerika Serikat, mengungguli institusi pendidikan bahasa lain khususnya institusi yang dibentuk oleh pemerintah. Padahal di Amerika Serikat, jumlah penduduk Asia terutama yang berkebangsaan China tidak banyak, disertai dengan tantangan, kendala, serta anomali lainnya yang seharusnya menyebabkan Confucius Institute tidak dapat berkembang dengan pesat. Berangkat dari fenomena tersebut, penelitian ini berusaha menjelaskan mengapa Confucius Institute dapat berkembang dengan pesat hanya dalam kurun waktu 10 tahun. Penelitian ini dilakukan berfokus pada dua hal, yaitu hubungan antara institusi, home country dan host country melalui bargaining model; serta penerapan strategi adaptasi dengan marketing mix. Dari proses penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa keberhasilan internasionalisasi Confucius Institute di Amerika Serikat terjadi karena kedekatan hubungan antara home country dan host country dalam bidang pendidikan bahasa sehingga tercipta berbagai kerjasama bilateral yang mendukung eksistensi Confucius Institute; kedekatan institusi dengan host country sehingga institusi memiliki posisi tawar yang tinggi dalam melakukan kerjasama pada pemerintah maupun institusi lainnya; serta penerapan strategi marketing mix yang beradaptasi sesuai dengan kondisi, kebutuhan, dan selera masyarakat Amerika Serikat.
Kata-Kata Kunci: internasionalisasi pendidikan, Confucius Institute,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Confucius Institute1 sebagai sebuah lembaga pendidikan bahasa dan budaya China telah mengalami peningkatan jumlah unit yang signifikan di Amerika Serikat sejak pertama kali diresmikan pada tahun 2004 oleh Kementrian Pendidikan Republik Rakyat China dengan kantor pusat Headquarter of Confucius Institute (Hanban) di Beijing. Hingga saat ini terdapat setidaknya terdapat 500 unit Confucius Institute dan 1000 Confucius Classroom yang tersebar di seluruh dunia sejak pertama kali dibuka di Korea Selatan pada tahun 2004.2 Pendirian lembaga pendidikan dan budaya yang terintegrasi oleh resources and making its services available worldwide, meeting the demands of overseas Chinese learners to the utmost degree, and contributing to global cultural diversity and harmony”.3
Adapun China memilih Confucius Institute sebagai salah satu tools yang penting pada diplomasi budayanya bertepatan dengan agenda pemerintah China
1 Nama Confucius dari Confucius Institute berasal dari nama filsuf China yang terkenal pada era Dinasti Zhou periode musim semi dan musim gugur (551– 479 BC). Pemberian nama tersebut diharapkan memberikan kemakmuran dan pengaruh yang besar ke seluruh dunia bagi bahasa dan budaya China
2Confucius Institute Headquarter. T,t. “Confucius Institute and Clasroom”. [daring]. Tersedia di: http://english.hanban.org/node_10971.htm. Diakses pada 28 Mei 2016.
3Pan, Su Yan. 2013. “Confucius Institute Project: China’s Cultural Diplomacy and Soft Power Projection”. [PDF]. Di download di:
untuk memperkenalkan konsep Neo-confusianisme dalam skala global. Sejak tahun 1980an telah dilakukan diskusi untuk mengangkat kembali konsep konfusianisme sebagai ideologi alternatif China setelah sebelumnya ditinggalkan akibat kebijakan revolusi budaya pada era Mao Zedong yang melarang segala bentuk pembelajaran dogmatisme selain ideologi maoisme. Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tinggi pada negara China pada era pemerintahan Deng Xiaoping dianggap oleh pemerintahan China sendiri merupakan implementasi dari budaya konfusianisme yang terpartri dalam diri masyarakat China.4 Sejak saat itu konfusianisme menjadi sebuah studi dalam menjelaskan fenomena East Asia Miracle,5 bahwa negara-negara Asia Timur menjadi negara maju dikarenakan kontribusi implementasi budaya konfusianisme yang menjadi nilai luhur masyarakat Asia Timur. Pada tahun 1994 pemerintah Chinadalam konferensi International Confucius Association menyatakan bahwa: “....while China had benefitted from confucianism, it was also possible for the west”.6
Hal tersebut menjadi tonggak pertama kebijakan China untuk mencoba menyebarkan konsep konfusianisme dalam skala global. Terdapat berbagai pendapat mengenai keinginan China untuk memperkenalkan konfusianisme, bahwa China mempropagandakan nilai luhur konfusianisme dalam hal pendidikan sebagai antitesis dari ideologi demokrasi liberal barat bertepatan setelah Amerika
4Berger, Mark T. 2004. “The Battle for Asia: form decolonization to globalization”. RouledgeCurzon Taylor&Francis Group: London. Pp 189
5Fenomena pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat di kawasan Asia Timur sejak negara-negara di Asia Timur memberlakukan kebijakan ekonomi export oriented. Pemerintah mendukung penuh dan membantu industri-industri yang berfokus pada sektor ekspor.
Serikat menjadi negara pemenang pada setelah Perang Dingin.7 Hingga pada tahun 2004 dibentuklah Confucius Institute dibawah Menteri Pendidikan China menjadikan semakin jelas terlihat bahwa China bersungguh-sungguh dalam agendanya tersebut.Menteri Pendidikan China, Zhou (2003-2009) menegaskan bahwa Confucius Institute merupakan salah satu instrumen dalam meningkatkan
soft powerChina:“...it helps Chinese higher education gain international recognition for its delivery of educational services in the global market and expand Chinese influence worldwide”.8
Confucius Institute sebagai salah satu tool dalam diplomasi budaya China kemudian menjadi salah satu indikator dalam meningkatkan soft powerChina. Internasionalisasi pendidikan bahasa dan budaya China melalui Confucius Institute kemudian mulai dilakukan secara masif. Tiap tahun selalu ada peningkatan unit Confucius Institute dalam skala global, terutama pada negara Amerika Serikat. Hingga tahun 2012 tercatat 655.000 murid yang teregistrasi untuk mengikuti pembelajaran di Confusius Institute.
Peta 1.1. Persebaran Confucius Institute di Tingkat Global
Sumber:http://usa.Chinadaily.com.cn/China/attachement/jpg/site1/20121203/0023ae 9885da1226292d19.jpg
Dalam tingkat global, Amerika Serikat merupakan negara dengan jumlah unit Confucius Institute terbanyak, pada tahun 2011 dari 465 unit terdapat kurang lebih 75 Confucius Institute dengan 299 Confucius Classroom9 berdiri dengan tren peningkatan jumlah unit tiap tahunnya yang cukup signifikan. Seperti yang ada dalam diagram dibawah, hingga pada tahun 2011 terdapat sekitar 70 unit lebih Confucius Institute yang terdapat di Amerika Serikat dengan berafiliasi pada Universitas-Universitas di beberapa negara bagian. Amerika Serikat juga merupakan negara yang memiliki tingkat peningkatan unit Confucius Institute yang tertinggi jika dibandingkan dengan negara atau benua lainnya yang bekerjasama dengannya. Selain itu unit Confucius Institue dalam melakukan aktivitasnya bukan merupakan lembaga yang sepenuhnya independen sebagaimana institut bahasa lainnya misalnya seperti the British Council, the Goethe Institut, maupun Institute Francais, melainkan terlebih dahulu bekerjasama dengan universitas pada negara yang ingin bekerjasama (Host Country
University) sekaligus cenderung berlokasi di wilayah sekitar universitas tersebut dengan persetujuan dan pengelolaan dari Confucius Institute Headquarter di Beijing.10
Diagram 1.2 Peningkatan Unit Confucius Institute di Amerika Serikat
Sumber: https://blogs.nottingham.ac.uk/Chinapolicyinstitute/files/2012/05/CI-trend.jpg
Perkembangan Confucius Institute secara global memang dapat dikatakan sangat pesat. Meskipun terdapat beberapa negara yang secara resmimembentuk lembaga bahasa asing yang didirikan oleh pemerintah dan tersebar di tingkat global seperti Institute Francais, British Council, dan Goethe Institute, namun Confucius Institute hingga saat ini menjadi lembaga bahasa asing resmi pemerintah yang memiliki jumlah unit terbesar didunia. Seperti yang ada pada tabel dibawah, hingga pada tahun 2015, jumlah Confucius Institute yang tersebar secara global adalah 500 Confucius Institute dan 1000 unit Confucius Classroom yang mendominasi lembaga-lembaga bahasa asing milik pemerintah lainnya.
Tabel 1.3 Jumlah Unit Lembaga Bahasa Internasional yang dibentuk
Negara Asal Prancis Inggris Jerman China Spanyol Tahun
Sumber: data diolah dari situs resmi masing-masing institusi
Namun perkembangan Confucius Institute hingga menjadi lembaga bahasa asing terbesar di Amerika Serikat saat ini pada dasarnya tidak terlepas dari berbagai risiko. Dari sisi geografi, jarak antara China dan Amerika Serikat cukup jauh sehingga tentunya operational cost nya juga besar.Pandangan masyarakat Amerika Serikat mengenai China sebagai calon konsumen juga terbelah menjadi dua. Pada tahun 2004, bertepatan dengan berdirinya Confucius Institute yang pertama di Amerika Serikat, ketidaksukaan masyarakat terhadap negara China secara keseluruhan berada pada persentase 54%, dengan tingkat ‘tidak suka’ sebesar 38% dan tingkat ‘sangat tidak suka’ mencapai angka 16%.11 China juga dinilai sebagai ancaman bagi Amerika Serikat oleh masyarakat Amerika Serikat baik secara ekonomi dan militer dengan persentase sebesar 50-64% di tahun 2004-2005.12 Hal ini tentunya menjadi kendala di kondisi awal berdirinya Confucius Institute ketika masyarakat Amerika Serikat sebagai calon konsumen bagi Confucius Institute ternyata memiliki pandangan negatif terhadap China, apalagi Confucius Institute berintegrasi langsung dengan pemerintah China.
11Gallup Poll. T,t. “China”. [daring]. Tersedia di:
Penulis juga menemukan adanya anomali lainnya berdasarkan populasi dan letak wilayah penduduk di Amerika Serikat yang menggunakan bahasa mandarin pada masa awal Confucius Institute pertama kali berdiri. Tahun 2004, populasi penduduk beretnis China (American-Asia) ditambah dengan imigran yang berasal dari China tidak banyak jika dibandingkan dengan populasi berkebangsaan lain seperti imigran yang berasal dari Mexico dan India.13 Ditambah lagi, tidak banyak wilayah federasi di Amerika Serikat yang ditempati oleh penduduk berbahasa China, peta dibawah menggambarkan negara bagian mana saja yang populasi penduduk beretnis dan berbahasa China tersebar.
Peta 1.4Persebaran penduduk Amerika Serikat beretnis China
Sumber: http://nyzusa.com/chinese-population-in-the-united-states/
Dari seluruh wilayah federasi Amerika Serikat, hanya beberapa saja wilayah yang tingkat penduduk-penduduk beretnis dan berbahasa China paling tinggi dari wilayah lain, seperti di kawasan New York, Massachusetts, New Jersey,
13Jennewein, Chris. 2015. “More Immigrants Coming from China India Now Than Mexico”. [Daring]. Tersedia di:
Washington, California dan Hawaii. Namun meskipun dikatakan paling tinggi, populasi etnis China di wilayah tersebut masih terbilang minoritas, hanya lebih dari satu persen dari total penduduk di masing-masing wilayah tersebut yang beretnis China. Seperti pada wilayah California yang memiliki populasi etnis China terbesar sekitar 1.514.535 dari total penduduk California yang berjumlah 38,8 juta. Ini berarti bahasa China yang digunakan pun masih minoritas di wilayah yang memiliki persentase populasi etnis China paling tinggi sekalipun.
Tabel 1.5Bahasa-bahasa asing yang dipelajari oleh mahasiswa di Amerika Serikat.
Sumber: http://www.utexas.edu/cola/tlc/news/article.php?id=2995
hanya sekitar 10 unit Confucius Institute yang ada di Amerika Serikat, sangat berbeda dengan pertumbuhan tahun-tahun setelahnya yang meningkat drastis hingga pada tahun 2011 Confucius Institute di Amerika Serikat mencapai 75 unit.14 Hal ini juga yang menjadi latar belakang penulis untuk meneliti tingkat pertumbuhan Confucius Institute yang dapat dikatakan sangat drastis tersebut.
Hubungan antara China dengan Amerika Serikat sendiri jugatidak dapat dikatakan harmonis, tidak juga hostilebaik secara ekonomi, politik maupun militer. Meskipun hubungan ekonomi berjalan cukup dinamis dengan melihat dari banyaknya FDI (Foreign Direct Investment) yang keluar masuk dari kedua negara tersebut, namun sering terjadi isu maupun fenomena-fenomena yang kerap mengakibatkan hubungan antara Amerika Serikat dengan China menjadi tegang, diantaranya seperti konflik Laut China Selatan dan Laut China Timur, klaim ADIZ (Air Defence Identification Zone) oleh China, depresiasi nilai mata uang Yuan/RMB, perbedaan pandangan mengenai status Taiwan dan ancaman nuklir Korea Utara, serta tingginya kasus pembajakan IPR (Intellectual Property Rights) yang dilakukan oleh China terhadap industri-industri yang berasal Amerika Serikat.15 Dengan kata lain, hubungan antara kedua negara ini merupakan
love-hate relationship, yang mana meskipun kedua negara dapat menjalankan hubungan yang baik di sektor tertentu namun rentan akan terjadi kerenggangan dan ketegangan ketika terdapat suatu permasalahan yang timbul.16 Hal ini yang
14Scotton, James F. 2015. “Confucius Institute and China’s Soft Power”.
[Daring]. Tersedia di:
https://blogs.nottingham.ac.uk/chinapolicyinstitute/2015/07/01/confucius-institutes-and-chinas-soft-power/. Diakses pada 4 Mei 2016
15Task Force. 2007. “U.S.-China Relations: An Affirmative Agenda, A responsible Course”. Council on Foreign Relations. New York. United States of America.
16Topping, Seymour. 2011. “China vs the US: The Roots of Love Hate
Relationship”. [Daring]. Tersedia di:
http://www.worldpolicy.org/blog/2011/12/14/china-vs-us-roots-love-hate-kemudian juga menjadi anomali tersendiri menurut penulis dapat diangkat menjadi latar belakang mengangkat penelitian ini.
Dari berbagai tantangan dan anomali diatas, perkembangan Confucius Institute ternyata tetap berjalan lancar dan semakin meningkat. Hingga tahun 2015 Confucius Institute mendominasi lembaga bahasa asing internasional milik pemerintah lainnya yang memiliki kuantitas unit terbesar seperti yang digambar pada tabel dibawah. Sejak didirikan pada tahun 2004 oleh Kementrian Pendidikan China, Confucius Institute telah memiliki 109 Unit dan 347 Unit Confucius Classroom di Amerika Serikat. Dari sinilah kemudian yang menjadi latar belakang penelitian penulis untuk menganalisis perkembangan Confucius Institute sebagai lembaga bahasa asing di Amerika Serikat yang sangat pesat tersebut.
Tabel 1.6 Jumlah Unit Lembaga Bahasa Internasional yang dibentuk Pemerintah di Amerika Serikat
Sumber: Data diolah dari situs resmi masing-masing institusi
1.2 Pertanyaan Penelitian
Dari penjabaran kendala, tantangan, dan anomali diatas maka penulis kemudian menyusun pertanyaan penelitian mengapa Confucius Institute dapat berkembang dengan pesat dalam waktu singkat di Amerika Serikat?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui hubungan bargain antara China, Confucius Institute dan Amerika Serikat yang mendukung perkembangan Confucius Institute di Amerika Serikat; (2) mengetahui strategipemasaran Confucius Institute di Amerika Serikat sehingga menarik minat konsumen.
1.4 Tinjauan Pustaka
Dalam tinjauan pustaka ini, penulis menelaah beberapa literatur dan penelitian-penelitian terkait Diplomasi publik China dan perkembangan Confucius Institute baik dalam level global maupun pada level negara-negara tertentu dalam kurun waktu 2007-2015.Dimulai dari Tulisan Kurlantzick “Charm Offensive: How China’s Soft Power Is Treansfoming the World” yang secara umum menjelaskan bahwa terjadi fenomena pergeseran kekuatan China yang semula mengandalkan politik dan militer selama Perang Dunia II hingga Perang Dingin yang kemudian China mulai menerapkan kebijakan-kebijakansoft power
dan mulai mengurangi segala bentuk kebijakan hard power terutama di daerah regional Asia. Kebijakan soft powerChina dimulai dari kebijakan Peaceful Rise
pada tahun 2003 dari pidato Zheng Bijian pada saat menghadiri konferensi Bo’ao Asia. Inti dari kebijakan tersebut adalah China tidak lagi mengandalkan kekuatan militer sendiri untuk menjaga kepentingan China namun akan secara aktif berkerjasama pada institusi multilateral dan membangun mutual trust dengan negara-negara tetangga serta mengedepankan win-win solution dalam segala konflik yang sedang dan akan terjadi kedepan.17 Pergeseran tersebut bukanlah tanpa alasan, melainkan berhubungan dengan apa yang terjadi pada level domestik dan internasional.
Dalam level domestik, pada tahun 1980an hingga Perang Dingin berakhir China mengalami peningkatan secara masif dalam sektor ekonomi dan militer. Dari segi ekonomi China mengalami pertumbuhan yang setiap tahunnya selalu berkisar pada angka dua digit serta berkembangnya bisnis industri yang didorong oleh kebijakan orientasi ekspor. Ditambah pada krisis Asia 1997 hanya China yang kemudian berhasil mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi di tengah-tengah negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara lain yang terjadi krisis ekonomi. Sedangkan dari segi militer pada tahun 1990an jumlah militer China menempati posisi ke dua terbanyak setelah Amerika Serikat.18 Kondisi ini kemudian menyebabkan China seakan-akan terlihat mengimbangi kekuatan hegemon Amerika Serikat setelah menjadi pemenang dari Perang Dingin. Hal tersebut berimplikasi pada kecurigaan akan ancaman keamanan di negara-negara sekitar China seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan, ditambah dengan agresifitas China untuk meletakkan armada angkatan laut di daerah Laut China Selatan dan Laut China Timur yang hingga saat ini masih terlibat isu-isu teritorial. Dari situlah kemudian China merasa perlu untuk menggeser paradigma internasional tentang China. Hal tersebut kemudian menjadi dasar China untuk melakukan berbagai macam diplomasi publik sebagai upaya meningkatkan soft powernya, salah satunya adalah dengan mendirikan Confucius Institute.
Sejalan dengan itu, Falk Hartig melalui tulisannya “Chinese Public Diplomacy: The Rise of Confucius Institute” menjelaskan mengenai perkembangan Confucius Institute yang berkembang dengan pesat dalam skala global, khususnya pada negara-negara di benua Amerika, Eropa dan Australia. Negara Australia sendiri memiliki 13 Confucius Institute dan 35 Confucius
Classrooms yang berlokasi di Universitas dan sekolah-sekolah yang ada di Australia.19 Kehadiran Confucius Institute di Australia menjadi anomali tersendiri jika melihat hubungan antara China dengan Australia yang cenderung labil sejak Australia membuka hubungan diplomatik dengan China tahun 1972. Dalam segi ekonomi, hubungan diantara keduanya berjalan dengan mulus. Pada tahun 2007 China menjadi partner dagang terbesar bagi Australia sekaligus menjadi pasar ekspor terbesar. Namun, dari segi politik hubungan kedua negara tersebut kurang kondusif. Pemerintah Australia melalui Defence White Paper 2009 menilai bahwa kebangkitan China akan berpotensi mengancam keamanan dan pertahanan Australia. Pihak China sendiri juga mengkritik keputusan Australia pada tahun 2011 yang mengijinkan pasukan tentara Amerika Serikat untuk menjaga wilayah perbatasan Australia yang menurut China hal itu sebagai langkah mengalienasi partner dagang Australia.20 Survey dari Lowy Poll tahun 2010 juga menunjukkan bahwa masyarakat Australia juga menyadari akan kebangkitan China, warga Australia menanggapi positif akan perkembangan ekonomi China juga hubungan ekonomi antara Australia dengan China namun tetap memandang negatif tentang sistem politik yang menurut mereka otoriter dan menilai bahwa China memiliki motif-motif strategis dalam hubungan bilateral China-Australia.21
Strategi yang dilakukan Confucius Institute di Australia dapat dilihat dari beberapa hal; Pertama yaitu Funding, Hanban memberikan bantuan dana kepada
Host University yang mendirikan Confucius Institute sebagai dana pendirian, operasional dan event tahunan dengan porsi 1:1. Dengan kata lain, Host
19Hartig, Falk. 2015. “Chinese Public Diplomacy: The Rise of Confucius Institute”. Routledge: Taylor and Francis Group. London and New York.
University hanya perlu meanggarkan dana 50% dari total anggaran untuk Confucius Institute.22 Hanban juga mengurus segala keperluan operasional seperti buku-buku materi dan pengajar native China. Tidak sedikit universitas-universitas Australia yang terlihat tertarik akan sistem tersebut, seperti Universitas Newcastle yang mengalihkan mata kuliah Chinese studies ke Confucius Institute Newcastle; Kedua yaitu arranged marriage, Confucius Institute di Australia berkembang berdasarkan hubungan dekat antara Universitas host country dengan Universitas
home country. Confucius Institute pada dasarnya merupakan bentuk kerjasama antara dua universitas home dan host country yang dipimpin oleh Hanban. Berdasarkan penelitian yang ada, sebelum adanya Confucius Institute di suatu universitas di Australia, pihak universitas China yang bekerjasama dengan universitas Australia mempromosikan mengenai program Confucius Institute kepada pihak Australia dan atas hubungan yang dekat itu pihak universitas Australia menyetujui pendirian Confucius Institute di Universitasnya.23 Ketiga yaitu unique charateristic, yang mana Confucius Institute di Australia mengajar bahasa mandarin dengan program-program yang spesifik seperti Confucius Institute Universitas Melbourne yang memiliki program bahasa mandarin yang berfokus pada bidang bisnis, atau Confucius Institute Universitas Queensland yang menawarkan program bahasa mandarin yang berfokus pada bidang translasi dan interpretasi untuk sains, teknik, dan teknologi.
Lain halnya dengan yang ada di Jerman, Confucius Institute Jerman tidak memiliki tantangan politis dari pihak pemerintah maupun masyarakat Jerman itu sendiri. Hubungan antara China dengan Jerman relatif stabil bahkan lebih dekat
dari hubungan China-Australia baik di segi ekonomi maupun politik.24 Hingga tahun 2015, terdapat 17 Confucius Institute, 2 Confucius Classroom dan 1 Konfuzius-Klassenzimmer.25 Kronologis perkembangan Confucius Institute juga hampir sama dengan yang terjadi di Australia yaitu melalui funding, arranged marriage dan unique characteristic. Namun, Confucius Institute di Jerman bukanlah tanpa kritik, terdapat beberapa kritik mainstream dari para ahli Sinologis yang mengkritik mengenai self-sencorhipyang dilakukan oleh Confucius Institute baik secara global maupun yang ada di Jerman, propaganda-propaganda yang dilakukan China melalui Confucius Institute, serta perdebatan mengenai pelarangan topik-topik diskusi mengenai Taiwan, Tibet, Falun Gong dan Tiananmen di Confucius Institute.
Terdapat beberapa kritik non-mainstream juga yang cukup menonjol dalam perkembangan Confucius Institute di Jerman, yaitu tentang permasalahan dana.26 Confucius Institute di Jerman seringkali mengalami masalah keuangan ketika uang yang diterima dari Hanban tidaklah cukup untuk menutupi pengeluaran yang ada, hal ini terutama dikarenakan masyarakat di Jerman lebih menyukai kegiatan-kegiatan kebudayaan yang diselanggarakan oleh Confucius Institute daripada mengikuti kursus bahasa di sana. Sistem pendidikan Jerman yang terbiasa menggratiskan pendidikannya di level pendidikan formal juga mempersulit eksistensi Confucius Institute Jerman.27 Tidak sedikit masyarakat yang keberatan atau berpikir dua kali sebelum mengikuti kelas bahasa yang ada di Confucius
24Ibid, 140
25Konfuzius-Klassenzimmer adalah unit baru yang berfokus pada pendidikan bahasa mandarin untuk anak-anak balita atau yang anak-anak yang masih di bangku Taman Kanak Kanak yang didirikan oleh institusi lembaga bahasa China lokal yang ada di Jerman atas ijin dari Hanban.
Institute Jerman. Oleh karena itu Confucius Institute di Jerman sangat bergantung pada kerjasama sponsor yang mana pada akhirnya institusi lokal Jerman lebih berperan dalam bidang finansial daripada institusi China atau bahkan dari Hanban sendiri.28Hal tersebut berdampak pada Universitas Media Stuttgart Jerman yang sebelumnya berencana untuk mendirikan Confucius Institute akhirnya membatalkan rencananya akibat isu-isu finansial tersebut.29
Terdapat juga asumsi dalam tesis Shryll Whittaker yang menjelaskan perspektif Amerika Serikat dalam perkembangan Confucius Institute di Amerika Serikat. Asumsinya berfokus kepada bagaimana Amerika Serikat, baik di level pemerintah dan masyarakat merespon keberadaan pengaruh China dan Confucius Institute di Amerika Serikat yang memiliki berbagai macam pandangan. Menurutnya hal ini penting untuk mengukur seberapa besar suatu kebijakan luar negeri sukses diterima pada sasaran negara. Pandangan publik terkait suatu kebijakan luar negeri asing juga sejalan dengan pandangan dan kebijakan pemerintah dalam menyikapi kebijakan asing tersebut. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh McCormick:“foreign policy attitudes of the American public are not irrelevant to policy making”.30
Dalam beberapa survei dan wawancara, Whittaker menyimpulkan bahwa masyarakat Amerika Serikat terbagi menjadi dua pihak, yaitu pihak yang mendukung dan pihak yang mencurigai bahkan menolak keberadaan Confucius
28Ibid, 149.
29Inside Higher Ed. 2015. “German University Abandons Plans Confucius
Institute”. [Daring]. Tersedia di:
https://www.insidehighered.com/quicktakes/2015/06/08/german-university-abandons-plans-confucius-institute. Diakses pada 19 Mei 2016.
Institute Amerika Serikat, namun secara umum mereka tidak terlalu berfokus pada asumsi propaganda maupun upaya diplomasi publik China melalui Confucius Institute, kritik yang jelas-jelas menonjol berasal dari pakar akademisi dan politikus-politikus Amerika Serikat yang menaruh kecurigaan besar dan resiko-resiko yang sedang dan akan dihadapi oleh Amerika Serikat terhadap perkembangan Confucius Institute di Amerika Serikat yang sangat pesat tersebut. Dengan kata lain, konteks politik menjadi sumber utama munculnya kritik-kritik tersebut, sejalan dengan meningkatnya kompetisitas hubungan antara China dengan Amerika Serikat dalam berbagai hal. Whittaker juga memprediksi bahwa kedepannya Confucius Institute di Amerika Serikat juga akan memengaruhi sikap dan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap China.31
Berdasarkan ulasan-ulasan literatur diatas tentang strategi yang dilakukan dalam menganalisa perkembangan Confucius Institute di beberapa negara, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap negara pola perkembangan Confucius Institute memiliki perbedaan pada konteks operasional dan dualisme respon dalam masyarakat host country tersebut. Dengan kata lain, terdapat upaya-upaya untuk mempertahankan eksistensi Confucius Institute di berbagai macam negara meski terdapat kritik yang menilai tentang asumsi propaganda China melalui Confucius Institute. Terdapat tantangan yang berbeda pula dalam aktifitas Confucius Institut di setiap negara bahkan meskipun hubungan antara China dan host country stabil atau cenderung intens.
Apabila literatur-literatur diatas sebelumnya berfokus pada respon masyarakat dan dinamika aktifitas operasionalisasi Confucius Institute di berbagai negara. Tulisan ini akan berfokus pada penjelasan mengapa Confucius Institute dapat
berkembang dengan pesat di tengah-tengah tantangan dan resiko yang ada dengan fokus di negara Amerika Serikat sebagai negara dengan institusi Confucius Institute terbesar di dunia. Dari situ dapat ditemukan pula mengenai cara yang dilakukan China dan Confucius Institute menciptakan iklim yang kondusif di negara kompetitor terbesarnya sehingga dapat berkembang dengan pesat.
1.4 Kerangka Pemikiran
Pada latar belakang masalah dan tinjauan pustaka, penulis menjelaskan bahwa Confucius Institute merupakan salah satu bentuk dari diplomasi budaya china yang ditujukan secara global yang mana hampir semua negara di dunia menjadi target dari Confucius Institute itu sendiri. Aktivitas internasionalisasi pendidikan bahasa dan budaya China dijalankan oleh Confucius Institut dalam proses diplomasi budaya tersebut. Definisi dari diplomasi budaya adalah seperangkat aksi yang dilakukan oleh aktor tertentu ke satu atau lebih aktor lain dengan berdasarkan dan memanfaatkan pertukaran ide, nilai, tradisi dan aspek identitas atau budaya lain yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan antar aktor, memperkuat kooperasi sosial ekonomi, dan menjalankan kepentingan aktor tertentu.32 Dalam aplikasi nya, konsep internasionalisasi termasuk ke dalam dimensi diplomasi budaya kemudian menjadi salah satu cara yang digunakan oleh aktor untuk menyebarkan suatu hal yang sudah ada dalam negaranya ke satu atau lebih negara lain pada level global.33
32Institute For Cultural Diplomacy. T.t. “What Is Cultural Diplomacy? What is
Soft Power?”. [daring]. Tersedia di:
http://www.culturaldiplomacy.org/index.php?en_culturaldiplomacy. Diakses pada 15 januari 2017.
Terdapat berbagai definisi dari apa yang dimaksud dengan internasionalisasi. Internasionalisasi cenderung dekat dengan aktifitas bisnis internasional yang mana sebuah perusahaan berupaya mendapatkan keuntungan yang lebih besar dengan menanamkan Foreign Direct Investment ke luar negeri. Konsep internasionalisasi tidak hanya menjelaskan tentang aktifitas bisnis maupun ekonomi saja, namun juga segala hal yang berhubungan dengan interaksi interdependensi antar negara.34 Aktifitas internasionalisasi berkembang dan mulai populer pada akhir Perang Dingin bersamaan dengan munculnya tren diplomasi publik dan budaya, pergeseran dari kontestasi politik militeristik ke sosial budaya dan ekonomi menjadikan negara-negara mulai tidak terlalu fokus pada hard power dan mulai beralih ke soft power yang mengandalkan interaksi yang koeksis dan relatif stabil. Muncul tren internasionalisasi yang dilakukan oleh banyak negara yang berfokus pada penyebaran pendidikan bahasa dan budaya. Hal ini dibuktikan oleh perkembangan institusi budaya dan bahasa yang dibentuk dan disponsori oleh negara-negara.35 Penulis kemudian mengambil konsep internasionalisasi pendidikan tinggi untuk menjelaskan strategi yang dijalankan Confucius Institute di Amerika Serikat. Definisi dari internasionalisasi pendidikan tinggi sendiri adalah seperti yang dituliskan oleh Knight & de Wit yaitu: “The process of integrating an international/intercultural dimension into the teaching, research and service function of the institution”.36
34Scholte, J. A. 2001. “The Globalization of World Politics”. In J. Baylis, & S. Smtih, The Globalization of World Politics (pp. 13-34). Oxford University Press. 35Sarwark, Robert. 2015. “What Are Irternational Cultural Promotion
Organization”. [daring]. Tersedia dil:
https://publish.illinois.edu/iaslibrary/2015/04/15/icpo/. Diakses pada 20 Juni 2016.
Meskipun segala bentuk internasionalisasi pada dasarnya dilatar belakangi dengan berbagai macam kepetingan atau tujuan yang ingin dicapai. Namun perlu diperhatikan bahwa tujuan dari internasionalisasi pendidikan tinggi berbeda dengan internasionalisasi dalam konteks bisnis.Jika internasionalisasi dalam konteks bisnis maka tujuan akhir perusahaan atau institusi tersebut dalam melakukan aktifitas internasionalisasinya pasti untuk mencari keuntungan atau laba yang bersifat riil. Berbeda dengan internasionalisasi pendidikan tinggi, dalam hal ini adalah internasionalisasi pendidikan bahasa dan budaya asingyang cenderung dikelola negara tentu tujuan utama bukan pada mencari keuntungan yang materialistik atau non-profit meskipun pendorong utama negara melakukan internasionalisasi pendidikan tinggi adalah ekonomi, namun cenderung terlatar belakangi dalam tiga hal, yaitu; (1) kepentingan dalam keamanan internasional; (2) memelihara daya saing ekonomi, dan; (3) membangun pemahaman manusia antar negara.37
Selanjutnya peneliti melihat perkembangan dinamika hubungan China dengan Amerika Serikat sebagai home country dan host country dalam aktifitas internasionalisasi tersebut. Penulis menilai bahwa dinamika politik China dengan Amerika Serikat juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan Institusi Confucius Institute dalam pasar lembaga bahasa di Amerika Serikat. Ditambah lagi Confucius Institute merupakan institusi yang dinaungi langsung oleh kementrian pendidikan China sehingga tentunya ada relasi antara hubungan antar pemerintah China dan Amerika Serikat dalam aplikasi strategi internasionalisasi pendidikan yang dilakukan Confucius Institute di Amerika
Amsterdam, Netherlands: EAIE Secretariat.
Serikat. Hubungan pemerintah kedua negara sangat menentukan posisi perusahaan atau institusi di negara host country.38 Oleh karena itu penulis mengkaji hubungan antara dua negara tersebut dengan menggunakan bargaining modelyang mana Confucius Institute merupakan aktor industri lembaga bahasa asing milik China di Amerika Serikat. Grosse dan Jack kemudian menjelaskan tujuan suatu negara untuk melakukan bargain bahwa:
“Primarily in politic and economy [Gilpin, 1975], but also in business fields [Moran, 1974; Gladwin and Walter, 1980; Behrman and Grosse, 1990], the theory of inter-organization bargaining has been used to characterize and analyse business and government negotiation, policy-making and behaviour. That theory in broad terms focuses on the relative bargaining resources and the stakes of each participant in a bargaining situation, drawing both political and economic/commercial conclusions from the analysis.”39
Dalam bargaining model ini, dapat dilihat upaya yang dilakukan oleh institusi atau perusahaan home country untuk mencapai kepentingannya di host country dan vice versa. Terdapat dua macam dalam bargaining model, yaitu one-tier bargaining model dan two-tier bargaining model. One-tier bargaining model
adalah suatu kondisi yang mana pemerintahhome countrymenjalin hubungan koorperatif serta aktif bernegosiasi dengan pemerintahhost countrydengan tujuan memperlancar kepentingan antar dua pihak terkait aktifitas institusi atau perusahaan tersebut.40 Dengan kata lain, institusi atau perusahaan tersebut telah diwakilkan oleh pemerintah home country sehingga tidak perlu melakukan
38Robert Grosse dan Jack N.Behrman, “Theory in International Business,” Transnational Corporations Vol I, No.1. (1992) : 101. [PDF]. Tersedia di:http://unctad.org/en/docs/iteiitv1n1a6_en.pdf. Diakses 28 Maret, 2016.
39Ibid, 1992: 98
aktifitas negosiasi dengan host country. Hal ini tertuang pada pernyataan Jing Li dalam penelitiannya mengenai badan usaha milik negara China di Afrika yaitu:
“Considerable evidence suggests that the Chinese government bargains with the host country government in Africa to create a friendly investment environment for Chinese firms that conduct business in Africa through, for example, trade and investment agreements. This is the so-called tier-one bargaining stage (government bargaining between home and host countries) in the twotier bargaining model proposed in Ramamurti (2001)”.41
Sedangkan Two tier bargaining model yang dijelaskan oleh Ramamurti mengedepankan pada hubungan yang lebih kompleks antara perusahaan, home country dan host country. Tidak hanya aktifitas home country dan host country
saja, namun ada aktifitas kooperatif juga antara perusahaan denganhost countrymelalui berbagai kerjasama dan kontrak-kontrak tertentu.42 Penulis kemudian menilaibahwa two tier bargaining model lebih tepat untuk menjelaskan interaksi yang terjadi terhadap Confucius Institute di Amerika Serikat. Bagaimanapun meski bukan badan lembaga yang berorientasi pada profit material, untuk dapat berkembang dengan pesat dalam periode yang cukup singkat di Amerika Serikat tentu kedua negara dan Confucius Institute telah melakukan kooperasi dan negosiasi yang sesuai untuk menciptakan iklim yang mendukung bagi Confucius Institute untuk berkembang. Sehingga one-tier dalam
bargaining model yang hanya merujuk pada hubungan pemerintah antara home country dan host country saja tidak cukup untuk menjelaskan perkembangan Confucius Institute di Amerika Serikat
Internasionalisasi tidak hanya berhenti pada proses bargain antar negara yang terlibat.Masyarakat host country sebagai konsumen yang menggunakan
produk atau jasa yang dihasilkan dari perusahaan atau industri merupakan faktor penting yang tidak dapat dipandang sebelah mata sekaligus yang menentukan keberhasilan perusahaan tersebut. Diperlukan strategi pemasaran yang tepat dengan perhitungan tertentu agar menarik minat konsumen, sehingga produk atau jasa yang ditawarkan di suatu negara dapat diterima dan menciptakan nilai tambah tersendiri di mata konsumen dan penjualanpun diharapkan dapat meningkat melalui strategi pemasaran tersebut.
Definisi dari strategi pemasaran internasional sendiri merupakan mekanisme perencanaan dalam bidang pemasaran antardua negara atau lebih sebagai upaya pemenuhan kebutuhan calon konsumen pada produk atau jasa yang diharapkan sehingga diharapkan kepuasan konsumen meningkat dengan berbanding lurus pada tingkat penjualan pula.43 Dalam beberapa kajian strategi pemasaran, terdapat sebuah konsep tradisional yang dikenal dengan istilahMarketing Mix4P’s.
Marketing Mix4P’s merupakan sebuah konsep strategi pemasaran yang mengkolaborasikan berberapa aspek, yaitu; (1) product merujuk pada hasil produksi, baik barang maupun jasa yang akan ditawarkan kepada konsumen; (2)
price merujuk pada penentuan harga secara tepat,(3) place yang merujuk pada proses distribusi hingga produk dapat sampai ke tangan konsumen, dan (4)
promotion atau kegiatan atau cara untu mengenalkan produk kepada konsumen agar konsumen memahami, percaya, dan tertarik terhadap produk tersebut.44 Oleh karena itulah 4P’s juga dikenal dengan istilah marketing mix. Dalam hal ini,
43Cole Ehmke et al. 2005. “Marketing’s Four P’s : First Steps for New Enterpreneurs,” Purdue Extension. [daring]. Tersedia di: https://www.extension.purdue.edu/extmedia/ec/ec-730.pdf. Diakses pada 20 Juli 2016.
perusahaan harus memperhatikan keempat variabel tersebut sebagai indikator perhitungan dalam strategi pemasaran.
Dalam perkembangannya, teori strategi marketing mix ini kemudian berkembang menjadi beberapa macam, seperti marketing mix 7P’s yang dikembangkan oleh E. Jerome McCarthy pada tahun 1964 dengan menambahkan tiga variabel sepertiPeople yang merujuk pada teknik pemasaran dengan memanfaatkan kekuatan hubungan dengan pelanggan sehingga menciptakan kenyamanan dan kepercayaan pelanggan dalam membeli atau menggunakan produk atau jasa yang dihasilkan, Pyshical Evidence yaitu teknik pemasaran dengan menggunakan karakteristik fisik yang secara indrawi dapat dirasakan seperti dekorasi, ruangan, aroma, cahaya, cuaca maupun kondisi topografibangunan tersebut berdiri, dan Process yang menunjukkan kegiatan, prosedur atau mekanisme dalam menghasilkan atau penyediaan produk atau jasa kepada konsumen.45 Terdapat juga marketing mix 9P’s yang dikembangkan oleh Bryan K. Law dengan penambahan variabel Packagingyang merujuk pada mekanisme pengemasan suatu produk dengan memperhatikan desain, evaluasi, dan bentuk kemasan yang sesuai dengan image dari perusahaan atau institusi, danPaymentyang menunjukan pilihan-pilihan mekanisme pembayaran suatu produk atau jasa, seperti pembayaran melalui cash, kertas cek, kartu kredit/debit, barter, hingga penggunaan poin pada program-program tertentu. 46
Dari macam-macam bentuk marketing mix tersebut, penulis kemudian memilah variabel yang kurang tepat digunakan dalam penelitian ini. Variabel
45Chan, Gladys. T.t. “The 9 Ps in Marketing Mix”. [daring]. Tersedia di:
http://www.foxbusinessjournal.com/mkt/9Ps.html. Diakses pada 20 Oktober 2016.
packagingpada 9P’s hingga saat ini cenderung berlaku pada pemasaran suatu produk benda, meski tidak menampik kemungkinan dapat digunakan dalam bidang jasa. Sedangkan pada 7P’s terdapat physical evidenceyangtidak dapat diukur secara umum bagi subsidiaris yang memiliki sebagian wewenang dalam operasionalisasi pemasaran, seperti Confucius Institute yang dinaungi oleh Hanban, Universitas Host Country dan Universitas Home Country yang melakukan aktifitas keseharian secara koordinatif. Dari eliminasi tersebut disimpulkan bahwa penulis tidak menggunakan marketing mix7P’s dan 9P’s.Namun penulis menyadari bahwa marketing mix 4P’s saja juga tidak cukup kuat untuk menjelaskan aktifitas marketing suatu perusahaan atau institusi yang bergerak dalam bidang jasa, terutama yang aktifitas kesehariannya berinteraksi langsung dengan konsumen seperti Confucius Institute. Hal ini juga berdasarkan bahwa selama ini marketing mix 4P’s hanya berfokus pada sudut pandang perusahaan dengan kurang memperhatikan analisa sudut pandang konsumen, terutama dari segi kebutuhan dan kepuasan pelanggan, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Paul Simister dalam kritiknya mengenai marketing mix 4P’s:
“It is completely internally focused on what the business wants. If marketing is about meeting customer needs, then surely the customer and their issues should come into the most popular framework for marketing.” 47
Oleh karena itu, penulis menggunakan teori marketing mix4P’s& 4C’s. Teori ini menggunakan dua sudut pandang analisa, yaitu perusahaan dengan 4P’s nya dan konsumen dengan 4C’s nya, 4C’s sendiri terkolerasi dari variabel 4P’s
47Paul, Simister. 2009. “The Four P's of Marketing: Criticism Of The Marketing
Mix”. [daring]. Tersedia di:
yang saling berkesinambungan.Customer yang berasal dari variabelProduct, Cost
yang merujuk pada Price, Convenienceyang berasal dariPlace, dan
Communication yang terbentuk dari Promotion. Dari kesinambungan antar variabel tersebut dapat dilihat bagaimana strategi pemasaran yang dijalankan, dan apakah strategi yang dijalankan tersebut sesuai dengan kebutuhan dan daya unggul bagi masyarakat sebagai konsumen yang menggunakan jasa. Hal ini berangkat dari analisis yang dilakukan oleh Ren Jianting dan Gao Feng dalam meneliti perkembangan Goethe Institute secara global melalui teori marketing mix
4P’s dan 4C’s.48Menurutnya, meskipun Goethe Institute bukan institusi yang berorientasi langsung terhadap laba, namun suatu institusi bahasa asing untuk dapat berkembang diperlukan suatu upaya pemasaran terutama ketika institusi tersebut melakukan internasionalisasi ke negara-negara lain yang berbeda budaya dan bahasa yang menjadi tantangan tersendiri. Dalam aplikasi teori marketing mix
4P’s dan 4C’snya , Ren Jianting dan Gao Feng menilai untuk tidak hanya berfokus pada bagaimana produk jasa itu dipasarkan, namun juga harus memperhatikan kebutuhan, selera dan kepuasan konsumen.49
Pada dasarnya, marketing mix lebih berfokus pada upaya pemasaran domestik di suatu negara, namun dalam operasionalisasinya strategi pemasaran domestik dapat diterapkan juga untuk strategi pemasaran internasional. Hanya saja, dalam upaya internasionalisasi, strategi pemasaran dihadapkan pada sebuah
48Jianting, Ren &Gao Feng. T.t. “Marketing Mix Analysis for Goethe Institute Based on 4P and 4C Theory”. [PDF]. Di download di:
http://www.fis.psu.ac.th/jis_file/JIS_Vol2_No1/JIS_Vol.2_No.1_5.pdf. Diakses pada 25 Oktober 2016.
pilihan yaitu standarisasi atau adaptasi.50 Seperti yang diungkapkan dalam kutipan [added value for consumers] is minor when considering the demand side of the standardization/adaptation issue, where cultural differences are still the main barrier to global branding.”51
Kutipan tersebut menjelaskan mengenai pentingnya pemilihan kebijakan standarisasi dan adaptasi dalam implementasi strategi pemasaran suatu produk atau jasa yang dihasilkan, yang nantinya menghasilkan output yang berbeda. Namun perbedaan budaya dan tantangan yang ada menjadi faktor penting dalam mempengaruhi sikap dan perilaku awal pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa, sehingga menjadi hal yang patut diperhitungkan dalam penentuan kebijakan antara adaptasi atau standarisasi serta kebijakan marketing yang akan dilakukan. Proses tersebut nantinya berdampak pada value yang konsumen berikan terhadap produk atau jasa yang ditawarkan.52
Dalam penelitian ini, telah dijelaskan di latar belakang bahwa internasionalisasi Confucius Institute menemui resiko kultural yang tinggi. Jarak geografis yang jauh serta perbedaan budaya, ditambah minat pendidikan bahasa China yang rendah pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pengambilan
50Perusahaan cenderung akan dihadapkan pada pilihan, yaitu standarisasi dengan menerapkan ketentuan produk dan aturan yang sama dengan negara induk, atau beradaptasi sesuai dengan kondisi yang ada di negara subsidiaris. Contoh perusahaan yang melakukan standarisasi adalah unilever yang di semua negara memiliki produk yang sama.
51Nabil Ghantous, “Brand Internationalization Strategy Beyond The Standarization/Adaptation Dichotomy,” in Thought Leaders International Conference on Brand Management, 15-16 April, 2008, Birmingham-UK (Prancis : Paul Cézanne University, 2008), http://www.cirmap-fea.org/fichiers/ghantous %5B1%5D.birmingham.08.pdf”
keputusan masyarakat untuk mendaftar. Terlebih ketika berbicara mengenai pendidikan bahasa asing, maka aspek budaya menjadi semakin sensitif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa upaya marketing mix yang dijalankan harus merupakan bentuk adaptasi Confucius Institute dalam menyesuaikan segala bentuk kondisi yang berbeda, terutama dalam hal budaya. Sehingga sistem standarisasi tidak mungkin untuk digunakan.
Dari berbagai penjabaran teoritik diatas penulis kemudian membentuk suatu kerangka pemikiran yang dapat digunakan dalam menjawab rumusan permasalahan penelitian ini. Penulis berfokus dalam dua bahasan,yaitu dinamika hubungan kerjasama China dan Amerika Serikat, dan hubungan antara Confucius Institute dengan pemerintah Amerika Serikat, serta strategi pemasaran yang diterapkan oleh Confucius Institute di Amerika Serikat.
1. 5 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, penulis berpendapat bahwa keberhasilan Confucius Institute dalam upaya internasionalisasi pendidikan bahasa dan budaya China di Amerika Serikatdisebabkan olehdua hal; Pertama,terjalinnya hubungan two-tier modified bargainmodelantara China dengan Amerika Serikat, dan Confucius Institute dengan Amerika Serikat; Kedua, aplikasistrategi marketing mix4P’s dan 4C’syang dijalankan Confucius Institute sebagai langkah adaptasi pemasaran di Amerika Serikat
1.6 Metodologi Penelitian
Secara umum Two-tier Modified Bargain Model merupakan ekstensi dari One-Tier Bargain Model yang menggambarkan aktivitas internasionalisasi yang dilakukan perusahaan home country dengan host country dengan berfokus pada hubungan kerjasama yang dilakukan antara pemerintah home country dengan pemerintah host country. KonsepTwo-tier Modified Bargain Modelyang kemudian dikembangkan oleh Ramamurti kemudian menambahkan tidak hanya hubungan antara pemerintah home country dan host country, namun juga interaksi yang terjadi antara perusahaan home country dengan pemerintah home country.53 Sehingga dalam Two tier Modified Bargain Model terdapat dua bentuk interaksi, yaitu hubungan antara pemerintah home country dan pemerintah host country, dan hubungan perusahaan home country dengan host country
Dalam penelitian ini, penulis kemudian mengaplikasikan Two-tier Modified Bargain Model untuk menjelaskan hubungan yang terjadi antara pemerintah China sebagai home country dengan Amerika Serikat sebagai host country dan hubungan Confucius Institute dengan Amerika Serikat. Penulis menjelaskan hubungan antara pemerintah China dengan Amerika Serikat dengan melihat kerjasama bilateral yang terjalin diantara keduanya, mulai dari kunjungan bilateral antara kepala pemerintahan hingga mencapai nota kesepahaman yang kemudian mendukung Confucius Institute untuk berkembangdi Amerika Serikat. Selanjutnya penulis menjelaskan hubungan antara Confucius Institute sebagai institusi home country dengan masyarakat dan pemerintah Amerika Serikat dengan melihat posisi tawar atau bargaining poweryang dimiliki oleh Confucius Institute. Posisi tawar tersebut kemudian dijelaskan dengan melihat keunggulan
spesifik yang ada di Confucius Institute. Keunggulan spesifik tersebut dapat dilihat melalui manfaat, kontribusi dan keuntungan apa saja yang institusi berikan kepada host country secara langsung, seperti memiliki network building yang kuat dengan bekerjasama dengan institusi lainnya.54 Dapat juga dilihat dari pembentukan aktivitas khusus yang sejalan dengan program atau agenda kebijakan pemerintah sehingga dapat disimpulkan dengan adanya Confucius Institute di Amerika Serikat terdapat perubahan yang lebih baik di mata pemerintah maupun masyarakat Amerika Serikat.
I.6.1.2Marketing Mix 4P’s dan 4C’s
Marketing atau pemasaran merupakan salah satu bagian terpenting dari sebuah rangkaian bisnis. Melalui marketing, perusahaan dapat menentukan akan memproduksi apa, untuk siapa, kapan, dan dimana.
“In essence, the marketing function is the study of market forces and factors and the development of a company’s position to optimise its benefit from them. It is all about getting the right product or service to the customer at the right price, in the right place, at the right time………without proper marketing, companies cannot get close to customers and satisfy their needs. And if they don’t, a competitor surely will.”55
Marketing mix adalah sebuah konsep yang menggambarkan serangkaian strategi perusahaan untuk mencapai tujuannya, yakni memasarkan produk kepada kelompok pelanggan tertentu yang menjadi sasaran.56 Dalam salah satu bentukmarketing mix, kesuksesan pemasaran ditentukan oleh beberapa faktor yakni ; (1) Productadalah Customer Solution; (2) Priceadalah Customer Cost; (3)
54Roson, Roberto & Franz Hubert. 2014. “Bargaining Power and Value Sharing in Distribution Network: a Cooperative Game Theory Approach”. [daring]. Tersedia di: http://webcache.googleusercontent.com/search? q=cache:pEKX6cRvvzYJ:ftp://ftp.unibocconi.it/pub/RePEc/bcu/papers/iefewp61. pdf+&cd=9&hl=id&ct=clnk&client=firefox-b. Diakses pada 4 Desember 2016 55The Chartered Institute of Marketing. 2009. “How to Achieve An Effective
Marketing Mix,”. [daring]. Tersedia
Placeadalah Convenience; dan (4) Promotionadalah Communication. Oleh karena itu marketing mix juga dikenal dengan istilah 4P’s dan 4C’s.
Variabel pertama adalah productadalah customer solution. Dengan kata lain, produk yang dihasilkan adalah suatu hal yang dibutuhkan oleh konsumen yang merupakan solusi dari permasalahan yang ada dan juga sesuai dengan selera dan minat konsumen di negara tersebut, sehingga menciptakan nilai tambah tersendiri pada produk tersebut di mata calon konsumen.57 Bentuk dari produk itu sendiri bisa berupa barang atau jasa. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis pola produk jasa yang ditawarkan oleh Confucius Institute. Apakah kemudian produk jasa Confucius Institute merupakan solusi yang dibutuhkan dan sesuai selera oleh masyarakat Amerika Serikat atau tidak.
Variabel kedua yaitupriceadalah customer cost. Artinya, harga yang ditetapkan untuk membeli atau menggunakan produk yang ada haruslah sesuai dengan kemampuan atau daya beli konsumen. Dalam variabel ini, harus diperhatikan pula seberapa besar konsumen bersedia untuk membeli barang berdasarkan pertimbangan tertentu seperti rata-rata pendapatan masyarakat serta perbandingan harga produk dengan kompetitornya yang sejenis. Dengan demikian tercipta kesesuaian harga yang tepat pada strategi pemasaran ini.58 Kesesuaian harga dalam hal penelitian ini dapat dilihat dengan membandingkan harga yang diterapkan oleh Confucius Institute di Amerika Serikat serta harga yang ditawarkan kompetitor yang sejenis lainnya, juga rata-rata pendapatan masyarakat Amerika Serikat.
57Lauterborn, Bob. 1990. “New Marketing Litany : four Ps passé: C-words take over”. Advertising Age. Vol. 61, No. 41. Michigan, United States. Pp 26.
Variabel ketiga yaituplaceadalah convenience. Dalam proses pendistribusian produk ke konsumen harus memperhatikan aspek kenyamanan dan kemudahan konsumen dalam mendapatkan produk tersebut.59Dengan kata lain, efektifitas lokasi menjadi hal utama dalam memberikan kemudahan akses konsumen ke tempat produk tersebut didistribusikan. Dalam hal ini, penulis menganalisa keunggulan-keunggulan lokasi Confucius Institute di Amerika Serikat dari sisi konsumen, serta apakah lokasi berdirinya Confucius Institute memberi akses kemudahan bagi konsumen atau tidak.
Variabel keempat yaitupromotionadalah communication. Promosi merupakan langkah untuk memberikan informasi dari keseluruhan variabel
marketing mix.60 Promosi juga dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti iklan,
tagline, event, sponsorship, dan berbagai metode promosi lainnya.61Namun dalam hal ini, yang ditekankan adalah pada aspek komunikasi antara penyedia produk dengan calon konsumen. Tidak hanya menyebarkan promosi tentang produk, namun lebih kepada mengkomunikasikan nilai produk secara interaktif terhadap calon konsumen secara langsung. Dengan hal ini, ada hubungan sosial yang terjalin antara calon konsumen dengan penyedia produk tersebut sehingga menciptakan nilai tambah produk tersebut di mata konsumen.62 Dalam hal ini, penulis mengkolerasi aspek komunikasi yang dilakukan Confucius Institute dengan aktifitas promosi yang dijalankan.
59Bhasin, Hitesh. 2016. “Alternate Marketing mix-4C’s of marketing”. [Daring]. Tersedia di: http://www.marketing91.com/alternate-marketing-mix-marketing/. Diakses pada 23 November 2016.
60Ibid.
61The Chantered Institute of Marketing, “Marketing and The 7P’s : A Brief Summary of Marketing and How It Works,” 2 009, diakses 29 Maret, 2015,
http://www.cim.co.uk/files/7ps.pdf.
62The Marketing Mix. 2015. “Marketing Mix 4C’s”. [daring]. Tersedia di: