BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Fakta dan Konsep
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi
Kota Medan yang merupakan rumah sakit tipe B yang terletak di kota Medan yang merupakan pusat rujukan di Sumatera bagian utara. Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Kota Medan didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda
dengan peletakan batu pertama pada tanggal 11 Agustus 1928 dan diresmikan pada tahun 1930. Salah satu tugas pokok dan fungsi Rumah Sakit Umum Daerah
Dr Pirngadi Kota Medan adalah menyelenggarakan penelitian dan pengembangan. Manajemen rumah sakit memberi kebebasan kepada mahasiswa untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Kota Medan dengan
ketentuan mahasiswa yang melakukan penelitian mengikuti aturan yang dibuat oleh bidang Diklat (Profil RSUD Dr Pirngadi, 2012).
2.2 Budaya Organisasi
Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang
menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan
secara intensif, secara luas dianut, semakin jelas disosialisasikan dan diwariskan serta berpengaruh terhadap lingkungan dan perilaku manusia. Budaya yang kuat
akan mendukung terciptanya sebuah prestasi yang positif bagi anggotanya dalam hal ini budaya yang diinternalisasikan pihak pimpinan akan berpengaruh terhadap
sistem perilaku para pendidik dan staf dibawahnya baik di dalam organisasi maupun di luar organisasi (Ndraha, 2003).
Idealnya tiap perusahaan memiliki budaya, yakni suatu sistem nilai yang
merupakan kesepakatan kolektif dari semua yang terlibat dalam perusahaan. Yang dimaksud dengan kesepakatan disini adalah dalam hal cara pandang tentang
bekerja dan unsur-unsurnya. Suatu sistem nilai merupakan konsepsi nilai yang hidup dalam alam pemikiran sekelompok manusia/karyawan dan manajemen. Lalu persepsi itu melahirkan makna dan pandangan hidup yang akan
mempengaruhi sikap dan tingkah laku karyawan dan manajemen. Pada hakikatnya, bekerja dapat dipandang dari berbagai perspektif seperti bekerja
merupakan bentuk ibadah, cara manusia mengaktualisasikan dirinya, bentuk nyata dari nilai-nilai, dan sebagai keyakinan yang dianutnya. Semua pandangan itu dapat menjadi motivasi untuk melahirkan karya yang bermutu dalam pencapaian
tujuan organisasi dan individu. Karena itu setiap karyawan dan manajemen seharusnya memiliki sudut pandang atau pemahaman yang sama tentang makna
budaya kerja dan batasan bekerja. Berikut ini dikemukakan beberapa ahli memberi pengertian budaya organisasi sebagai berikut:
Budaya organisasi adalah sebagai nilai-nilai dominan yang didukung oleh
dan pelanggan, cara kerja yang dilakukan ditempat organisasi, asumsi dan kepercayaan dasar yang terdapat diantara anggota organisasi (Robbins, 1994).
Budaya organisasi adalah sebagai potret atau rekaman hasil proses budaya yang berlangsung dalam suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini (Ndraha, 2003)
Budaya organisasi adalah sistem symbol dan interaksi unik pada setiap organisasi. mengenai cara berpikir, berperilaku, berkeyakinan yang sama-sama dimiliki oleh anggota unit. Budaya organisasi adalah keseluruhan nilai organisasi,
bahasa, riwayat, jaringan komunikasi formal dan informal, ritual dan kebiasaan-kebiasaan (Hein, 1998 dalam Marquis & Huston, 2010). Budaya organisasi adalah
berbagi keyakinan, nilai-nilai dan asumsi yang telah ada didalam organisasi itu sendiri (Huber, 2000)
Budaya organisasi adalah himpunan bersama, diambil untuk diberikan
implisit asumsi bahwa kelompok memegang dan yang menentukan bagaimana ia memandang, berpikir dan bereaksi terhadap lingkungan. Definisi ini menyoroti 3
karakteristik penting dalam budaya organisasi yaitu : budaya organisasi diteruskan kepada karyawan baru melalui sosialisasi, budaya organisasi mempengaruhi perilaku karyawan di tempat kerja, dan yang terakhir budaya organisasi dilakukan
pada tingkatan yang berbeda (Kreitner & Kinicki, 2007)
Bedasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi
sesungguhnya tumbuh karena diciptakan dan dikembangkan oleh individu yang bekerja dalam suatu organisasi, dan diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan diturunkan kepada setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut
lingkungan organisasi tersebut, dan dapat dianggap sebagai ciri khas yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya.
Dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak akan terlepas dari lingkungannya. Kepribadian seseorang akan dibentuk pula oleh lingkungannya
dan agar kepribadian tersebut mengarah kepada sikap dan perilaku yang positif tentunya harus didukung oleh suatu norma yang diakui tentang kebenarannya dan dipatuhi sebagai pedoman dalam bertindak. Pada dasarnya manusia atau
seseorang yang berada dalam kehidupan organisasi berusaha untuk menentukan dan membentuk sesuatu yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak,
agar dalam menjalankan aktivitasnya tidak berbenturan dengan berbagai sikap dan perilaku dari masing-masing individu. Sesuatu yang dimaksud tidak lain adalah budaya dimana individu berada, seperti nilai, keyakinan, anggapan, harapan dan
sebagainya (Koesmono, 2005).
Mengingat budaya organisasi merupakan suatu kesepakatan bersama para
anggota dalam suatu organisasi atau perusahaan sehingga mempermudah lahirnya kesepakatan yang lebih luas untuk kepentingan perorangan. Keutamaan budaya organisasi merupakan pengendali dan arah dalam membentuk sikap dan perilaku
manusia yang melibatkan diri dalam suatu kegiatan organisasi. Secara individu maupun kelompok seseorang tidak akan terlepas dengan budaya organisasi dan
2.3 Fungsi Budaya Organisasi
Fungsi budaya organisasi menurut Kreitner & Kinicki, 2007 ada empat
yaitu :
1. Sebagai identitas organisasi
2. Memfasilitasi tumbuhnya komitmen bersama 3. Meningkatkan stabilitas sistem sosial
4. Menumbuhkan kepekaan bagi anggota organisasi
2.4 Proses Pembentukan Budaya Organisasi
Munculnya gagasan-gagasan atau jalan keluar yang kemudian tertanam dalam suatu budaya dalam organisasi bisa bermula dari mana pun, dari
perorangan atau kelompok, dari tingkat bawah atau puncak. Ndraha (2003) menginventarisir sumber-sumber pembentuk budaya organisasi, diantaranya :
1. Pendiri organisasi
2. Pemilik organisasi
3. Sumber daya manusia asing
4. Luar organisasi
5. Orang yang berkepentingan dengan organisasi (stakeholder) 6. Masyarakat
Selanjutnya dikemukakan pula bahwa proses budaya dapat terjadi dengan cara : Kontak budaya, benturan budaya, penggalian budaya. Pembentukan budaya
sejumlah hal. Calon anggota organisasi mungkin akan disaring berdasarkan kesesuaian nilai dan perilakunya dengan budaya organisasi. Kepada anggota
organisasi yang baru terpilih bisa diajarkan gaya organisasi secara eksplisit. Kisah-kisah atau legenda-legenda historis bisa diceritakan terus menerus untuk
mengingatkan setiap orang tentang nilai-nilai organisasi dan apa yang dimaksudkan.
Para manajer bisa secara eksplisit berusaha bertindak sesuai dengan contoh
budaya dan gagasan budaya tersebut. Begitu juga, anggota organisasi yang senior bisa mengkomunikasikan nilai-nilai pokok mereka secara terus menerus dalam
percakapan sehari-hari atau melalui ritual dan perayaan-perayaan khusus.
Orang-orang yang berhasil mencapai gagasan-gagasan yang tertanam dalam budaya ini dapat terkenal dan dijadikan pahlawan. Proses alamiah dalam
identifikasi diri dapat mendorong anggota muda untuk mengambil alih nilai dan gaya mentor mereka. Barangkali yang paling mendasar, orang yang mengikuti
norma-norma budaya akan diberi imbalan (reward) sedangkan yang tidak, akan mendapat sanksi (punishment). Imbalan (reward) bisa berupa materi atau pun promosi jabatan dalam organisasi tertentu sedangkan untuk sanksi (punishment)
tidak hanya diberikan berdasar pada aturan organisasi yang ada semata, namun juga bisa berbentuk sanksi sosial. Dalam arti, anggota tersebut menjadi isolated
2.5 Tipe Budaya Organisasi
Cameron & Quinn mengembangkan Competing Value Framework yang
diharapkan dapat membantu para peneliti mengidentifikasikan kuat-lemahnya budaya organisasi suatu perusahaan. Competing Value Framework terdiri dari dua
dimensi. Dimensi pertama berdasarkan pada struktur yang membedakan antara flexibility yaitu kriteria efektif yang menekankan pada keluwesan, diskresi, dan dinamis, dengan controlling yaitu kriteria efektif yang menekankan pada
kestabilan, keteraturan, dan pengendalian. Sedangkan dimensi kedua berdasarkan kriteria efektif yang menekankan pada orientasi terhadap lingkungan internal
perusahaan seperti integrasi, dan kesatuan dengan orientasi terhadap lingkungan eksternal perusahaan seperti keunikan, inovasi, dan persaingan. Kedua dimensi secara bersama-sama membentuk empat alternatif budaya organisasi, yaitu
Adhokrasi, Market, Hierarki dan Klan.
1. Budaya Klan
Suatu budaya yang sangat menekankan keakraban dan ikatan emosi untuk saling berbagi, sehingga organisasi lebih seperti sebuah keluarga besar ketimbang entitas ekonomi. Jika budaya hierarki dicirikan oleh
kegiatan-kegiatan penghasil laba (profit centers), maka budaya klan memiliki nilai yang diutamakan yaitu kerja tim (teamwork), partisipasi dan konsensus.
Pemimpin organisasi diposisikan sebagai pembimbing (mentor) atau bahkan figur orangtua. Organisasi diikat oleh kekuatan loyalitas atau tradisi. Sukses didefinisikan berdasarkan kepekaan terhadap konsumen
memfasilitasi kerjasama yang efektif, kohesif, bekerja dengan lancar dan menunjukkan kinerja yang tinggi. Memfasilitasi hubungan interpersonal
yang efektif diantara sesama anggota organisasi, seperti kemampuan memberi umpan balik yang suportif, mendengarkan dan mampu
memecahkan masalah-masalah interpersonal. Membantu anggota organisasi untuk meningkatkan kinerja, memperluas kompetensi, dan memperoleh peluang-peluang untuk pengembangan diri. Dengan ciri
budaya organisasi sebagai berikut: a) Sifat organisasinya kekeluargaan
b) Melibatkan pegawai dalam setiap pengambilan keputusan
c) Lingkungan kerja yang ramah dimana setiap orang saling berbagi d) Organisasi dijalankan atas dasar loyalitas dan tradisi
e) Komitmen yang tinggi
2. Budaya Adhokrasi
Asal katanya adalah ad hoc yang mengacu kepada unit-unit yang bersifat temporer, bertugas khusus (specialized) dan dinamis. Adhokrasi adalah suatu kultur yang sangat dinamis, dijiwai semangat kewiraswastaan
(enterpreunership) dan kreativitas. Nilai yang diutamakan adalah inovasi dan keberanian mengambil resiko. Ikatan yang menyatukan organisasi
adalah komitmen terhadap eksperimen dan inovasi. Tujuan jangka panjang organisasi adalah pertumbuhan dan meraih sumber daya baru. Sukses diukur dari penemuan produk atau jasa baru yang inovatif. Budaya
berinovasi, memperluas alternatif, menjadi lebih kreatif dan memfasilitasi munculnya ide-ide baru. Memahami visi, misi dan tujuan organisasi
dengan jelas. Berorientasi terhadap peningkatan kinerja, fleksibilitas dan perubahan produktif diantara anggota organisasi dalam kehidupan karir
mereka. Dengan ciri budaya organisasi sebagai berikut a) Siap menghadapi perubahan dan tantangan
b) Setiap individu memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda, sesuai
dengan tugas atau masalah yang dihadapi c) Inovasi produk dan jasa
d) Lingkungan yang dinamis dan kreatif
e) Kesuksesan berarti produk/jasa yang unik dan asli
f) Hal yang menyatukan organisasi adalah komitmen untuk
bereksperimen dan inovasi 3. Budaya Market
Istilah pasar (market) disini tidak mengacu kepada fungsi marketing atau perilaku konsumen yang ada dipasar, melainkan suatu tipe organisasi yang memfungsikan dirinya sebagai pasar itu sendiri. Budaya pasar beroperasi
terutama dengan mekanisme ekonomi pasar, dengan melakukan transaksi-transaksi yang ditujukan untuk menciptakan keunggulan kompetitif.
Konsep penting dalam tipe organisasi ini adalah “transaction cost”. Dengan demikian ia adalah suatu kultur yang berorientasi kepada hasil (result oriented), dimana nilai-nilai yang dianggap penting adalah daya
organisasi adalah melakukan aktivitas-aktivitas kompetitif sasaran dan target-target yang terukur. Sukses diukur dari pangsa pasar dan
penguasaan pasar. Budaya organisasi market akan memacu kemampuan-kemampuan bersaing dan orientasi yang agresif untuk melebihi kinerja
pesaing. Menumbuhkan motivasi dan menginspirasi anggota organisasi untuk proaktif, melakukan upaya ekstra, dan bekerja lebih gigih. Memacu orientasi untuk pelayanan konsumen dalam hal ini konsumen yang
dimaksud adalah pasien, melibatkan mereka dan memberikan pelayanan keperawatan yang memuaskan bagi pasien. Dengan ciri budaya organisasi
sebagai berikut:
a) Lingkungan kerja yang berorientasi pada hasil
b) Pemimpin bekerja keras dalam mengarahkan dan bersaing
c) Hal yang menyatukan organisasi ialah keinginan untuk menang d) Rencana jangka panjang fokus pada persaingan dan pencapaian target
e) Kesuksesan artinya menguasai pasar dan penetration 4. Budaya Hierarki
Suatu kultur yang sangat formal dan terstruktur, dimana segala sesuatu yang dilakukan adalah beradasarkan prosedur-prosedur yang sudah ditentukan. Kultur ini melakukan kontrol internal terutama dengan
peraturan, spesialisasi, fungsi dan sentralisasi keputusan. Nilai yang dianggap pentingnya adalah efisiensi dan kelancaran jalannya organisasi.
kelancaran jadwal dan penghematan biaya. Koordinasi vertikal, aturan, kebijakan dan prosedur. Budaya organisasi hierarki membantu anggota
organisasi untuk memperjelas tentang apa yang diharapkan dari mereka, bagaimana budaya dan standar-standar yang berlaku dalam organisasi, dan
bagaimana anggota organisasi dapat menyesuaikan diri dengan sebaik-baiknya dalam lingkungan kerja. Melaksanakan prosedur-prosedur dan sistem monitoring berjalan dengan baik. Melaksanakan koordinasi didalam
organisasi serta unit-unit eksternal dan berbagai informasi antar bagian. Dengan ciri budaya organisasi sebagai berikut:
a) Lingkungan kerja yang stabil, formal dan terstruktur
b) Adanya prosedur yang mengatur tentang apa yang harus dilakukan c) Menjalankan organisasi dengan baik, stabil dan efisien sangat penting
d) Aturan dan kebijakan yang berlaku
e) Pegawai dan pekerjaannya selalu dikontrol
f) Wewenang dalam mengambil keputusan sangat jelas
Pembagian budaya menjadi empat bagian ini tidak dimaksudkan untuk membedakan tipe kultur pada organisasi yang satu dengan yang lainnya secara
eksklusif. Secara umum setiap organisasi mengandung keempat tipe budaya organisasi ini sekaligus, dimana antara organisasi yang satu dengan yang lainnya
masing-masing tipe budaya, yang menggambarkan kecenderungan budaya dominannya (Kusdi, 2011)
2.6 Organizational Culture Assessment Instrument (OCAI)
Tujuan OCAI adalah untuk menilai enam dimensi kunci budaya organisasi, yaitu: (1) Karateristik Dominan, (2) Kepemimpinan Organisasi, (3)
Pengelolaan Karyawan, (4) Perekat Organisasi, (5) Penekanan Strategis, (6) Kriteria Sukses. Instrumen ini berbentuk sebuah kuesioner yang memerlukan tanggapan dari responden cukup dengan memberikan enam pertanyaan. Instrumen
ini terbukti bermanfaat dan akurat dalam mendiagnosa aspek-aspek penting organisasi yang berkenaan dengan budaya. Tujuan dari instrumen ini adalah untuk
mengidentifikasi budaya organisasi saat ini. Instrumen ini terdiri dari enam pertanyaan. Setiap pertanyaan memiliki empat alternatif jawaban. Setiap responden diminta memberikan penilaian pada setiap alternatif jawaban. Penilaian
tertinggi diberikan kepada alternatif jawaban yang paling menyerupai keadaan organisasi tempatnya berada. Untuk menentukan organisasi mana yang akan
diberi penilaian, setiap responden memikirkan organisasi yang dipimpin oleh pimpinannya, unit organisasi tempatnya bekerja yang memiliki batasan-batasan yang jelas. Penilaian yang diberikan menyatakan penilaian terhadap keadaan
organisasi saat ini, berdasarkan hasil penilaian akan didapatkan suatu profil organisasi. Tujuan penyusunan profil organisasi adalah untuk mengetahui budaya
2.7 Aktivitas Untuk Meningkatkan Budaya Organisasi Positif
Menurut Swanburg tahun 2000 ada beberapa aktivitas yang dapat
meningkatkan budaya organisasi karyawan yang positif, aktivitas yang di maksud adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan misi organisasi, tujuan dengan menerima masukan dari perawat-perawat praktisi, termasuk tujuan-tujuan pribadi
2. Memberikan kepercayaan dan keterbukaan selama berkomunikasi
termasuk meningkatakan dan memberi umpan balik serta memberikan motivasi
3. Memberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang termasuk pengembangan karir dan program pendidikan berkelanjutan
4. Meningkatkan kerja tim
5. Meminta perawat praktisi untuk menyatakan kepuasan dan ketidakpuasan mereka selama pertemuan, konferensi dan survei
6. Memasarkan organisasi keperawatan kepada perawat-perawat praktisi, profesi yang lain dan juga kepada masyarakat
7. Mengikuti semua aktivitas-aktivitas termasuk pelaksanaan keperawatan
8. Menganalisa sistem kompensasi semua organisasi keperawatan dan strukturnya untuk memberi penghargaan atas kompetensi dan
produktivitasnya
9. Meningkatkan harga diri, autonomi, dan rasa percaya diri dalam melaksanakan keperawatan, termasuk perasaan tentang pengalamannya
10.Ditekankan pada program-program untuk mengenali kontribusi pelaksanaan pelayanan keperawatan dalam organisasi
11.Mengkaji hal-hal yang tidak diperlukan serta mengatasi dan memberikan hukuman serta membatasinya
12.Memberi keamanan dalam bekerja dilingkungan yang dapat memberikan kesempatan bebas untuk mengemukakan ide-ide dan pertukaran opini tanpa mengatasi saling menuduh, yang terjadi akibat laporan negatif
tentang penampilan, konseling yang negatif, konfrontasi, konflik atau kehilangan pekerjaan
13.Antara atasan dan bawahan selalu bekerjasama
14.Membantu perawat praktisi untuk mencapai kemajuan dan mengembangkan kekuatan mereka
15.Melibatkan dan memberikan loyalitas, keramahan dan kejelasan/kepastian 16.Mengembangkan strategi perencanaan termasuk desentralisasi pembuatan
keputusan dan partisipasi dalam pelaksanaan keperawatan
17.Menjadi model peran dengan berperilaku baik alam pelaksanaan keperawatan
Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Australia yang di publikasikan dan bisa diakses di jurnal online (Leadership and Organizational Development
2.8 Teori Keperawatan terkait Budaya Organisasi
Madeleine Leininger adalah seorang perawat antropolog terkemuka,
mengungkapkan pandangannya dalam transkultural keperawatan yang dipublikasikan pada tahun 1970an. Leininger menyatakan bahwa care adalah inti
sari keperawatan dan merupakan gambaran keperawatan yang dominan, berbeda, dan mempersatukan. Ia menekankan bahwa rasa caring terhadap sesama, meski merupakan fenomena yang universal, bervariasi antar budaya dalam hal ekspresi,
proses, dan pola ; rasa caring terhadap sesama secara umum merupakan warisan budaya
Konsep utama teori transkultural :
1. Culture care : Nilai-nilai, keyakinan, norma, pandangan hidup yang dipelajari dan diturunkan serta diasumsikan yang dapat membantu
mempertahankan kesejahteraan hidup dan kesehatan serta meningkatkan kondisi dan cara hidupnya
2. World view : Cara pandang individu atau kelompok dalam memandang kehidupannya sehingga menimbulkan keyakinan dan nilai
3. Culture and Social Structure Dimention : Pengaruh dan faktor-faktor
budaya tertentu (sub budaya) yang mencakup religius, kekeluargaan, politik dan legal, ekonomi, pendidikan, teknologi dan nilai budaya yang
saling berhubungan dan berfungsi untuk mempengaruhi perilaku dalam konteks lingkungan yang berbeda
4. Generic Care System : Budaya tradisional yang diwariskan untuk
meningkatkan kualitas hidup untuk menghadapi kecacatan dan kematiannya
5. Professional system : Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan yang memiliki pengetahuan dari proses pembelajaran
di instansi pendidikan formal serta melakukan pelayanan kesehatan secara profesional
6. Culture Care Preservation : Upaya untuk mempertahankan dan
memfasilitasi tindakan profesional untuk mengambil keputusan dalam memelihara dan menjaga nilai-nilai pada individu atau kelompok sehingga
dapat mempertahankan kesejahteraan
7. Culture Care Acomodation : Teknik negosiasi dalam memfasilitasi kelompok orang dengan budaya tertentu untuk beradaptasi/berunding
terhadap tindakan dan pengambilan keputusan
8. Cultural Care Repattering : Menyusun kembali dalam memfasilitasi
tindakan dan pengambilan keputusan profesional yang dapat membawa perubahan cara hidup seseorang
9. Culture Congruent/Nursing Care : Suatu kesadaran untuk menyesuaikan
nilai-nilai budaya/keyakinan dan cara hidup individu/golongan atau institusi dalam memberikan asuhan keperawatan yang bermanfaat.
Leininger membuat model Sunrise untuk menjelaskan teorinya mengenai keragaman asuhan budaya dan kesemestaan. Model ini menekankan bahwa kesehatan dan asuhan dipengaruhi oleh elemen struktur sosial, seperti teknologi,
legal dan politis, faktor ekonomi, dan faktor pendidikan. Faktor sosial ini disampaikan dalam lingkup lingkungan, ungkapan bahasa, dan etnohistori.
Masing-masing sistem ini merupakan bagian dari struktur sosial masyarakat dimanapun ; ungkapan, pola, dan praktik asuhan kesehatan juga merupakan
bagian integral dari aspek struktur sosial ini. Leininger menyajikan tiga model intervensi agar perawat dapat membantu masyarakat dari budaya yang berbeda :
1. Pemeliharaan dan pelestarian asuhan budaya
2. Akomodasi, negosiasi asuhan budaya atau kombinasi keduanya 3. Restrukturisasi dan pemolaan kembali asuhan budaya
(Kozier et al, 2010)
Gambar 1 Model Sunrise Leininger 2.9 Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan salah satu dari beberapa indikator mekanisme
komitmen terhadap organisasi. Apabila pekerja sangat puas dengan pekerjaan mereka dan memiliki pengalaman emosi yang positif selama bekerja, performa
kerja mereka akan jauh lebih baik dan memilih untuk tetap bekerja dalam waktu lama di tempat kerja mereka (Colquitt et al, 2009).
Kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang menyenangkan tentang penampilan kerja dan pengalaman kerja. Dengan kata lain dapat diartikan dengan bagaimana perasaan tentang pekerjaan dan apa yang dipikirkan tentang pekerjaan.
Pegawai dengan kepuasan kerja yang tinggi memiliki pengalaman perasaan positif ketika memikirkan rutinitas atau aktivitas mereka. Pegawai dengan kepuasan kerja
rendah memiliki pengalaman perasaan negatif ketika memikirkan rutinitas atau aktivitas mereka (Colquitt et al, 2009).
Ada lima nilai yang sangat penting yang memepengaruhi kepuasan kerja
yaitu : kepuasan terhadap gaji, kepuasan terhadap promosi, kepuasan terhadap pengawasan, kepuasan terhadap rekan kerja, kepuasan terhadap pekerjaan itu
sendiri. Kepuasan terhadap gaji mengacu kepada perasaan karyawan tentang gaji mereka, apakah karyawan merasa gaji yang mereka terima sesuai dengan pekerjaannya, apakah gaji yang mereka terima memenuhi seluruh kebutuhan
hidup mereka dengan kata lain aspek penting dari kepuasan akan gaji adalah apakah gaji yang mereka terima sesuai dengan yang mereka inginkan. Kepuasan
terhadap promosi mengacu kepada perasaan karyawan tentang kebijakan promosi perusahaan, termasuk apakah promosi sering dilakukan, adil dan didasarkan kepada kemampuan. Kepuasan terhadap pengawasan mencerminkan perasaan
dan dapat berkomunikasi dengan baik, apakah dengan pengawasan diberikan reward untuk kinerja yang baik. Kepuasan terhadap rekan kerja mengacu kepada
apakah rekan kerja mereka cerdas, bertanggung jawab, membantu, menyenangkan dan menarik atau justru sebaliknya rekan kerjanya malas, suka menggosip, tidak
menyenangkan dan membosankan. Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri mencerminkan perasaan karyawan tentang tugas-tugas dan pekerjaan, termasuk apakah pekerjaan mereka menantang, menarik, dihormati, bukannya
membosankan, berulang-ulang dan tidak nyaman (Colquitt et al, 2009).
Kepuasan kerja dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan
instrumen yang sudah baku dan dipublikasikan di jurnal online (Management research news, 2006. Kerangka kerja atau frame work yang menggambarkan teori budaya organisasi berhubungan dengan dan kepuasan kerja dapat dilihat seperti
Berdasarkan integrative model of organizational behavior diatas dapat diambil asumsi bahwa berdasarkan mekanisme organisasi yaitu budaya organisasi
mempunyai hubungan ataupun pengaruh terhadap mekanisme individu yang salah satunya adalah kepuasan kerja karyawan, dimana kepuasan kerja ini
nantinya akan juga sangat mempengaruhi outcome individu yaitu terhadap kinerja karyawan dan komitmen mereka terhadap pekerjaan dan organisasi atau institusi kerja mereka.
2.10 Landasan Teori
Dari penelitian sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja, dari beberapa artikel
yang diperoleh melalui jurnal online penelitian tidak hanya dilakukan terhadap perawat sebagai sampel penelitiannya tetapi pegawai di profesi yang lain juga sudah banyak diteliti sebagai sampelnya terutama di bidang perbankkan dan
bisnis, tapi dalam penelitian ini yang akan menjadi sampelnya adalah perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Kota Medan.
Bisnis, psikologi, dan manajemen telah menulis secara luas tentang prilaku organisasi dan psikologi organisasi. Menulis dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk keperawatan, menggunakan banyak istilah untuk menggambarkan ciri –
ciri dalam organisasi mereka yang berdampak kepada kepuasan kerja anggota dan efektifitas institusional (Sleutel, 2000). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
budaya organisasi sangat signifikan berkorelasi dengan perilaku karyawan dan sikap. Misalnya budaya konstruktif positif berhubungan dengan kepuasan kerja,
Berdasarkan teori Sunrise Leininger ada tujuh faktor budaya yang mempengaruhi kesehatan individu yaitu : faktor teknologi, faktor keagamaan dan
filosofis, sistem sosial dan kekerabatan, nilai budaya, faktor legal dan politis, faktor ekonomi, dan faktor pendidikan. Akan tetapi dari ketujuh faktor budaya
yang mempengaruhi kesehatan tersebut satu faktor yang terkait dengan penelitian ini yaitu faktor legal dan politis, dimana faktor ini terkait dengan budaya organisasi yang dikemukakan oleh Cameron & Quinn yaitu budaya organisasi
hierarki yang meliputi tentang kebijakan, peraturan, standar yang dibuat oleh organisasi dan dilaksanakan oleh seluruh anggota organisasi.
Untuk mengetahui bagaimana budaya organisasi dan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Kota Medan akan diukur dengan menggunakan kuesioner yang telah baku yang telah dipublikasikan
melalui jurnal online (Management research News, 2006) dengan jumlah pernyataan sebanyak 45 buah pernyataan. Mengukur budaya organisasi akan
digunakan juga instrumen penelitian yang sudah baku yang diadopsi dari organizational culture assesment (OCAI) dengan jumlah pernyataan sebanyak 24 buah.
2.11 Kerangka Konsep
Penelitian ini terdiri dari empat variabel bebas dan satu variabel terikat. Keempat variabel bebas diambil budaya organisasi berdasarkan teori Cameron &
Leininger yaitu faktor legal dan politis dan budaya organisasi Klan. Sedangkan Variabel terikat adalah kepuasan kerja perawat.
Berdasarkan landasan teori diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini ditunjukkan dalam skema dibawah ini :
Gambar 3 Kerangka Penelitian Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja. Gambar diatas menjelaskan bahwa keempat budaya organisasi yaitu Budaya Organisasi Klan, Adhokrasi, Market, dan Hierarki akan diketahui berdasarkan instrumen OCAI akan diteliti hubungannya dengan kepuasan kerja perawat Budaya Organisasi
• Klan
• Adhokrasi
• Market
• Hierarki