• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Kitosan - Penggunaan Kitosan Molekul Tinggi dari Cangkang Belangkas (Tachypleus gigas) dan Gelatin sebagai Membran untuk Menurunkan Kadar Logam Timbal (Pb) dengan Metode Solid Phase Extraction (SPE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Kitosan - Penggunaan Kitosan Molekul Tinggi dari Cangkang Belangkas (Tachypleus gigas) dan Gelatin sebagai Membran untuk Menurunkan Kadar Logam Timbal (Pb) dengan Metode Solid Phase Extraction (SPE)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitin dan Kitosan

Kitin berasal dari kata “Chiton” yang berarti mantel atau lapisan luar dan pertama kali ditemukan oleh Braconot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakan fungiue. Pada tahun 1823 Odins mengisolasi suatu senyawa kutikula serangga jenis

ekstra yang disebut dengan nama kitin (Neely dan William, 1969). Kitin merupakan konstituen organik yang sangat penting pada hewan golongan orthopoda, annelid, molusca, corlengterfa dan nematoda. Kitin biasanya berkonyugasi dengan protein dan tidak hanya terdapat pada kulit dan kerangkanya saja, tetapi terdapat pada trachea, insang, dinding usus, dan pada bagian dalam kulit pada cumi – cumi (Neely dan William, 1969). Kitin mempunyai rumus molekul C18H26N2O10 (Hirano, 1976), merupakan zat padat yang tidak berbentuk (amorphous) tak larut dalam air, asam organik encer, alkali encer dan pekat, alkohol, dan pelarut organik lainnya tetapi larut dalam asam – asam mineral yang pekat. Kitin kurang larut dibandingkan dengan selulosa dan merupakan N-glukosamin yang terdeatilasi sedikit, sedangkan kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin. Kitosan yang disebut juga dengan β-1, 4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa, merupakan turunan dari kitin melalui proses deasetilase. Kitosan juga merupakan suatu polimer multifungsi karena mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam amino, gugus hidroksil primer dan sekunder. Adanya gugus fungsi ini menyebabkan kitosan mempunyai kreatifitas kimia yang tinggi. (Tokura, 1995).

(2)

2.1.1. Isolasi Kitin dan Kitosan

Isolasi kitin dari limbah kulit belangkas dilakukan secara bertahap yaitu tahap pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa, demineralisasi, tahap pemutihan (bleancing) dengan aseton dan natrium hipoklorit, sedangkan transformasi kitin menjadi kitosan dilakukan tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi tinggi (Arreneus, 1996 dan Fahmi, 1997)

Derajat deasetilasi pada pembuatan kitosan bervariasi dengan jumlah larutan alkali yang digunakan, tergantung waktu reaksi dan suhu reaksi. Biasanya kualitas produk kitosan dinyatakan dengan besarnya nilai derajat deasetilasi. Semakin besar derajat deasetilasi kitosan berarti semakin besar jumlah gugus amina dalam rantai polimernya, dan semakin besar pula rantai polimer tersebut untuk bereaksi dengan agen ikat silang (Santoso, 2010).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan adsorpsi kitosan terhadap logam berat sangat dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimia kitosan. Kitosan tak berikat silang mempunyai kapasitas adsorpsi lebih besar dari pada kitosan berikat silang, tetapi kitosan berikat silang mempunyai ketahanan fisik, serbuk kitosan dengan ukuran partikel yang lebih kecil mempunyai kapasitas absorpsi yang lebih besar dari pada serbuk dengan ukuran partikel yang lebih besar (Karthikeyan dkk., 2004)

2.1.2. Struktur Molekul Kitosan

Kitosan adalah padatan amorf putih kekuningan, tidak beracun dan baik sebagai flokulan dan koagulan serta mudah membentuk membran atau film (Meiratna, 2008), merupakan polimer rantai panjang yang disusun oleh monomer-monomer glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glikosa). Biopolimer ini disusun oleh 2 jenis amino yaitu glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glukosa, 70-80%) dan N-asetilglukosamin (2- asetamino-2-deoksi-D-glukosa, 20-30%). Berat molekul kitosan adalah 1,036 x 106 Dalton. Berat molekul tergantung dari degradasi yang terjadi pada saat proses pembuatannya (Astuti, 2008).

(3)

(1,4)-2-Amino-2-Deoksi-beta-D-Glukosa. Struktur kitosan dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Struktur Molekul Kitosan (Kumar, 2000)

2.1.3. Sifat dan Karakteristik Kitosan

Sifat dari kitosan adalah tidak larut dalam air, memiliki ketahanan kimia cukup baik, larut dalam larutan asam tetapi tidak larut dalam basa dan ikatan silang kitosan memiliki sifat tidak larut dalam media campuran asam dan basa, memiliki reaktivitas kimia yang tinggi karena mengandung gugus -OH dan gugus -NH2 (Muzzarelli, 1997). Tetapi menurut (Kumar et al., 2000) kitosan mempunyai sifat yang lebih spesifik yaitu dengan adanya sifat bioaktif, biokomposit, pengkelat, antibakteria dan dapat terdegradasi.

Sandford dan Hutchins menyatakan sifat kationik, biologi, dan sifat kimia kitosan sebagaimana dikutip Meriatna (2008) adalah sebagai berikut :

1. Sifat kationik

Jumlah muatan positif tinggi: suatu muatan per unit gugus glukosamin, jika banyak material bermuatan negatif (seperti protein) maka muatan positif kitosan berinteraksi kuat dengan muatan negatif lain (polimer), flokulan yang baik:gugus NH3+ berinteraksi dengan muatan negatif dari polimer lain.

2. Sifat biologi

Dapat terdegradasi secara alami, polimer alami, non toksik. 3. Sifat kimia

(4)

disebabkan oleh adanya gugus amina dan gugus hidroksil dari rantai kitosan yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk berkoordinasi dan bereaksi (Lee, dkk., 2009). Atom nitrogen pada gugus amina menyediakan pasangan elektron bebas yang dapat bereaksi dengan kation logam. Pada pH asam, gugus amina terprotonasi sehingga meningkatkan kelarutan kitosan yang bersifat tidak larut dalam pelarut alkali dan pada pH netral (Bernkop, dkk., 2004).

Adapun karakteristik kitosan ditunjukkan pada Tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Karakteristik Kitosan

(5)

atau film. Kitosan merupakan suatu biopolymer alam yang reaktif yang dapat melakukan perubahan-perubahan kimia.

Menurut Robert (1992) kitosan digunakan dalam berbagai bidang, misalnya (1) dalam industri kertas, kaca, kain, pewarna (2) dalam industri kosmetik (3) dalam bidang pertanian dan makanan (4) dalam industri semen (5) dalam bidang kesehatan (6) untuk penyerapan ion logam. Kitosan juga memiliki kegunaan yang beragam seperti: bahan perekat, adiktif untuk kertas dan tekstil, penjernihan air minum, serta untuk mempercepat penyembuhan luka, memperbaiki sifat pengikatan warna.

Beberapa aplikasi dan kegunaan kitosan di berbagai bidang ditunjukkan pada tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2 Aplikasi dan Kegunaan Kitosan di Berbagai Bidang

(6)

5.

6. 7. 8.

Klarifikasi/Penjernihan - Limbah industri pangan,-

Limbah sari buah

- Penjernihan air minum, kolam renang ,zat warna, tanin

Kosmetik

Biomedis

Fotografi

- Mempercepat penyembuhan luka, menurunkan kolesterol

- Melindungi film dari kerusakan

Sumber: Robert (1992)

2.1.5. Kemampuan Kitosan Untuk Menyerap Logam

Kemampuan kitosan untuk mengikat logam dengan cara pengkhelat adalah dihubungan dengan kadar nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya. Kitosan mempunyai satu kumpulan amino linier bagi setiap unit glukosa. Kumpulan amino ini mempunyai satu kumpulan amino linier bagi setiap unit glukosa. Kumpulan amino ini mempunyai sepasang electron yang dapat berkoordinat atau membentuk ikatan-ikatan aktif dengan kation-kation logam. Unsur nitrogen pada setiap monomer kitosan dikatakan sebagai gugus yang aktif berkoordinat dengan kation logam (Hutahahean, 2001).

(7)

berlangsung. Ketiga proses tersebut tergantung dari ion logam masing-masing seperti penukaran ion logam Ca. Kitosan menunjukkan afinitas yang tinggi pada logam transisi golongan 3, begitu pula pada logam yang bukan golongan alkali dengan konsentrasi rendah (Muzzarelli, 1973).

Menurut Mc Kay (1987), kitosan mempunyai kemampuan untuk mengikat logam dan membentuk kompleks kitosan dengan logam. Contoh mekanismenya adalah sebagai berikut:

2R-NH3+ + Cu2+ + 2 Cl- (RNH2)CuCl2

2.2 Gelatin

Gelatin merupakan bahan alami yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen. Gelatin bisa bersifat sebagai gelling agent (bahan pembuat gel) atau sebagai non gelling agent. Gelatin merupakan protein konversi bersifat larut air yang diperoleh dari hidrolisis kolagen yang bersifat tidak larut air. Tulang sapi, kulit sapi, dan kulit babi adalah bahan yang biasa digunakan untuk memperoleh gelatin (Sobral, 2001). Gelatin adalah protein dengan berbagai sifat fungsional dan aplikasi, termasuk kemampuannya membentuk film. Sumber bahan baku gelatin dapat berasal dari sapi dan babi, namun ditemukan sumber lain yang lebih relevan untuk mendapatkan gelatin, yaitu gelatin dari tulang dan kulit ikan (Gomez, 2002).

Dalam produk pangan, gelatin dimanfaatkan sebagai bahan penstabil, pembentuk gel, pengikat, pengental, pengemulsi dan lain sebagainya. Selain itu, gelatin digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapsul. Permintaan akan gelatin telah meningkat selama bertahun-tahun. Laporan terkini mengindikasikan produksi gelatin dunia mendekati angka 326.000 ton per tahun, dimana gelatin dari kulit babi sebesar 46%, dari kulit sapi sebesar 29,4%, dari tulang sapi sebesar 23,1%, dan dari sumber lain sebesar 1,5% (Karim, 2009).

(8)

sedangkan untuk produk permen dan sejenisnya berfungsi konsistensi produk, daya gigit dan kekerasan serta tekstur, kelembapan, daya lengket dimulut. Dalam bidang farmasi digunakan sebagai cangkang kapsul dan di Indonesia beredar jenis kapsul keras yang terbuat dari gelatin yang diberi pewarna dan pelentur Dengan demikian gelatin merupakan interaksi dari jaringan kulit hewan mempunyai banyak fungsi diantaranya sebagai bahan pengemulsi, pengikat dan mempunyai gizi. Berdasarkan sifat bahan dasarnya pembuatan gelatin dapat dilakukan dengan cara 2 prinsip dasar yaitu cara alkali dan cara asam.

Cara alkali atau basa dilakukan untuk memperoleh gelatin tipe B, yaitu bahan dasarnya berasal dari kulit tua (keras,liat) maupun tulang. Mula-mula bahan diperlakukan dengan proses perendaman ,melalui perendaman beberapa minggu dalam larutan kalsium hidroksida, sehingga jaringan kolagen akan mengembang dan terpisah. Kemudian bahan dinetralkan dengan asam, selanjutnya dicuci dengan air dilanjutkan dengan ekstraksi melalui pemanasan.

Cara pengasaman dilakukan untuk menghasilkan gelatin tipe A (asam). Tipe A umumnya diperoleh dari kulit babi, dimana tidak memerlukan perendaman yang lama dengan asam, karena jaringan belum kuat terikat sehingga cukup dengan asam yang encer selama beberapa hari, dinetralkan dan dicuci berulang-ulang, untuk menghilangkan asam dan garamnya. Proses utama pembuatan gelatin dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap persiapan bahan baku, yaitu penghilangan komponen non kolagen dari bahan baku dengan atau tanpa pengurangan ikatan antara komponen kolagen. Tahap kedua merupakan konversi kolagen menjadi gelatin. Tahap ketiga adalah pemurnian dan perolehan gelatin dalam bentuk kering (Ward dan Courts, 1977).

(9)

(hampir 1 dalam 3 residu asam amino, menyusun setiap 3 residu), proline dan 4-hydroxyproline residu (Gambar 2.2). Tipe strukturnya adalah -Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyp-Gly-Pro- (Chaplin,2006).

Gambar 2.2 Struktur Kimia Gelatin (Chaplin,2006)

Gelatin dari sumber dan proses yang berbeda menunjukkan perbedaan komposisi asam amino (Glicksman,1969). Sumber bahan yang berbeda menunjukkan perbedaan komposisi asam amino gelatin tertera pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Asam Amino Gelatin Beberapa Jenis Hewan

Asam Amino Anjing laut Ikan Paus Babi Sapi Ikan cod

Asam asparat 4.5 4.8 4.4 4.3 5.2

Hidroksiprolin 10.1 8.5 10.9 9.6 6.6

(10)

Sarin 3.8 4.0 3.3 3.2 6.3

Asam glutamate 7.6 8.0 7.8 7.4 8.0

Prolin 12.0 12.6 12.7 12.4 10.8

Glisin 31.6 30.2 30.8 33.3 31.5

Alanin 10.8 10.4 11.1 11.5 10.2

Valin 2.3 2.2 2.3 2.0 1.8

Sistein 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Metionin 0.5 0.6 0.5 0.5 1.5

Isoleusin 1.0 1.2 1.1 1.2 1.3

Leusin 2.5 2.8 2.6 2.4 2.2

Tirosin 0.4 0.5 0.2 0.1 0.5

Phenilalanin 1.4 1.5 1.5 1.3 1.3

Hidroksilisine 0.7 0.9 0.7 0.7 0.7

Omitin 0.0 0.0 0.2 0.6 0.0

Lisin 2.6 3.0 2.7 2.6 2.9

Histidin 0.6 0.6 0.4 0.5 0.9

Arginin 5.2 5.3 5.1 4.6 5.6

Sumber: Armesen, 2002

(11)

protein. Dalam industri pangan gelatin digunakan sebagai pembentuk gel, penstabil, pengemulsi, pengental, pembentuk busa, pembentuk Kristal, pelapis, perekat, pengikat air, dan penjernih (Jones Ward and Courts,1977).

2.3 Belangkas

Gambar 2.3 Belangkas Bagian Depan

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Merostomata

Ordo : Xiphosura

Famili : Limulidae

(12)

penggolongan tersebut adalah karena belangkas memiliki 6 pasang kaki dan tubuh yang beruas-ruas. Ada 4 spesies belangkas yang diketahui oleh manusia dan masih hidup di masa kini di mana keempat spesies tersebut digolongkan ke dalam famili Limulidae. Adapun tempat-tempat yang menjadi habitat asli belangkas adalah pesisir Asia Pasifik (termasuk Indonesia), Asia Selatan, & Amerika Utara bagian tenggara.

Anatomi dan Morfologi

Sudah disinggung di bagian awal kalau belangkas memiliki bentuk yang mirip dengan ikan pari. Tubuh dari belangkas seluruhnya diselubungi oleh cangkang yang keras dan berwarna kecoklatan. Dilihat dari segi anatomis, tubuh dari belangkas terbagi menjadi 3 bagian utama yang masing-masingnya dipisahkan oleh sambungan tipis atau segmen : kepala (prosoma), perut (opisthosoma), dan ekor (telson). Di bagian kepala belangkas terdapat 9 mata yang letaknya terpecar-pencar 1 di masing-masing sisi kepala, 5 di bagian depan, dan 2 di bagian bawah kepala.

Gambar 2.4 Bagian Belakang Belangkas

(13)

Jika tubuh belangkas dibalik, akan terlihat kaki-kaki dari belangkas yang bentuknya mirip kaki kepiting atau laba-laba. Total, belangkas memiliki 6 pasang kaki yang memiliki fungsinya masing-masing. Pasangan kaki pertama berguna untuk memegang makanan dan memasukannya ke mulut. Pasangan kaki kedua digunakan untuk berjalan di dasar laut, sementara 4 pasang sisanya digunakan untuk memberikan daya dorong tambahan saat belangkas bergerak. Walaupun belangkas bisa berenang dan melayang di air dengan memakai ekor dan kaki- kakinya, belangkas lebih banyak bergerak dengan cara berjalan dan merayap di dasar laut. (Heard, Willie. 2001).

Harry Noviary (2010) mengemukakan tentang studi karakterisasi pembuatan kitin dan kitosan dari cangkang belangkas, ditunjukkan pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.4 Karakterisasi Kitin dan Kitosan dari Cangkang Belangkas Karakterisasi

Derajat Deasetilasi 82,9 %

Kitosan 83,5 %

Berat molekul kitin 1311000 g/mol Berat molekul kitosan 1048000 g/mol (Sumber : Harry Noviary, 2010)

2.4 Logam Berat Beracun di Perairan

(14)

1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan)

2. Dapat terakumulasi dalam terakumulasi dalam organism termasuk kerang dan ikan dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organism tersebut.

3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam didalam air.

Efek keracunan yang dapat ditimbulkannya berupa penyakit paru – paru, hati, tekanan darah tinggi, gangguan pada sistim ginjal dan kelenjer pencernaan serta mengakibatkan kerapuhan pada tulang ( Clarkson, 1988 dan Saeni, 1997).

Logam timbal (Pb) berasal dari buangan industri metalurgi, yang bersifat racun dalam bentuk Pb-arsenat. Dapat juga berasal dari proses korosi lead bearing alloys. Kadang – kadang terdapat dalam bentuk kompleks dengan zat organik seperti hexaetil timbal, dan tetra akil lead (TAL) ( Iqbal dan Qodir, 1990). Pada hewan dan manusia

timbal dapat masuk kedalam tubuh melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi serta melalui pernafasan dan penetrasi pada kulit. Didalam tubuh manusia timbal dapat menghambat aktifitas enzim yang terlibat dalam pembentukan Hemoglobin yang dapat menyebabkan penyakit anemia. Gejala yang diakibatkan oleh keracunan logam timbal adalah kurangnya nafsu makan, kejang, kolik khusus, muntah dan pusing – pusing, timbal juga dapat menyerang susunan saraf dan mengganggu sistim reproduksi, kelainan ginjal dan kelainan jiwa (Iqbal dkk 1990 ; Pallar, 1994)

2.5 Ekstraksi Fase Padat (SPE)

(15)

singkat, hasil ektraksi tidak membentuk emulsi serta cukup selektif (Botsoglou dan Fletouris, 2001)

Ekstraksi fase padat dapat dibagi menjadi 4 berdasarkan jenis fase diam atau penjerap yang dikemas dalam cartridge, yakni fase normal (normal phase), fase terbalik (reversed phase), adsorpsi (adsorption) dan pertukaran ion (ion exchange) (Anonim, 1998). Pemilihan penjerap didasarkan pada kemampuannya berikatan dengan analit, dimana ikatan antara analit dengan penjerap harus lebih kuat dibandingkan ikatan antara analit dengan matriks sampel. Sehingga analit akan tertahan pada penjerap. Selanjutnya dipilih pelarut yang mampu melepaskan ikatan antara analit dengan penjerap pada tahap elusi (Botsoglou dan Fletouris, 2001).

Adapun 4 langkah utama dalam penggunaan ekstraksi fase padat adalah Tahap pertama yaitu pengkondisian (conditioning), merupakan tahapan yang dilakukan dengan penambahan pelarut yang mampu mengaktifkan penjerap serta mampu membasahi permukaan penjerap sehingga analit yang terdapat dalam larutan sampel dapat berinteraksi dengan penjerap. Tahap kedua yaitu retensi (retention/loading) merupakan proses pemasukan larutan sampel, dimana pada proses ini analit yang diinginkan akan tertahan pada penjerap sementara komponen lain dari matriks yang tidak diinginkan akan keluar dari cartridge. Tahap ketiga dilanjutkan dengan pembilasan (washing) yang dilakukan dengan penambahan larutan yang mampu menghilangkan sisa matriks yang tertinggal tetapi tidak mempengaruhi interaksi analit dengan penjerap. Tahap terakhir yaitu pengelusian (elutioning) yang dilakukan dengan penambahan larutan yang mampu memutuskan ikatan analit dengan penjerap (Anonim, 1988)

2.6 Adsorpsi

(16)

adsorbat antara lain : aluminium, karbon aktif, silica gel dan lain – lain (Mc. Cabe, 1999)

Adsorpsi yang terjadi karena adanya daya tarik dari permukaan adsorben dan energi kinetik molekul adsorben, dapat berupa adsorpsi fisika, adsorpsi kimia dan adsorpsi isotherm. Pada adsorpsi fisika terjadi gaya van der waals antara molekul adsorbat dan adsorban untuk berikatan. Hal ini terjadi akibat perbedaan energi gaya tarik elektrostatik, oleh karena itu adsorpsi fisika merupakan reaksi reversible, sedangkan reaksi kimia adalah merupakan reaksi antara elektron – elektron pada permukaan adsorben dengan molekul – molekul adsorbat membentuk ikatan yang lebih kuat dibandingkan dengan adsorpsi fisika dan proses ini merupakan irreversible (Besnasconi, 1995).

Proses adsorpsi berlangsung 3 tahap yaitu : pergerakan molekul – molekul adsorbat menuju permukaan adsoben, penyebaran molekul – molekul adsorbat kedalam rongga – rongga adsorben dan penarikan molekul – molekul adsorbat oleh permukaan aktif membentuk ikatan yang berlangsung sangat cepat (sorpsi) (Metcalf and Eddy, 1979)

2.7 Membran

(17)

Membran banyak digunakan dalam proses pemisah, pemurnian, dan pemekatan suatu larutan, keunggulan pemisahan dengan menggunakan membran antara lain hemat energi, serta mampu memisahkan larutan – larutan yang peka terhadap suhu.

Membran kitosan lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan membran kitin, karena kelarutannya yang tinggi terhadap asam asetat 1 % sehingga mudah untuk mendapatkan membrannya setelah pelarutnya diuapkan, namun ketahanan sobeknya rendah untuk kegunaan tertentu sering ditambahkan polimer penguat seperti polivinil klorida (PVC), PVA, poliester dan N-metilon nilon.

Membran kitosan adalah membran pengkompleks pertama dari polimer alam dan telah digunakan untuk menarik unsur – unsur logam transisi dalam jumlah renik dari larutan garamnya.

2.7.1 Klasifikasi Membran

Banyak jenis membran yang kita kenal sehingga dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan, misalnya ada membran berukuran tipis atau tebal, strukturnya bisa homogen dan heteragen, membran alami atau buatan dan lain sebagainya, secara makro membran merupakan pembatas antara dua fase yang berjalan secara selektif sedangkan proses pemisahaannya merupakan skala mikro yang meliputi difusi, pelarutan, osmosis, ultrafiltrasi, pertukaran ion dan elektrodialisa (Stephenson, 2000).

Membran dapat dibagi berdasarkan beberapa hal (Mulder, 1991) yaitu : 1. Jenis membran berdasarkan bahan dasar pembuatannya

a. Membran biologis, yaitu membran yang terdapat dalam sel makhluk hidup

b. Membran sintetis, dapat dibedakan memjadi membran organik (bahan penyusun utamanya adalah polimer atau cairan), membran anorganik (bahan penyusun utamanya logam atau non logam, kaca) atau campuran keduanya (keramik)

2. Jenis membran bedasarkan fungsinya

(18)

partikel ukuran 0,1 µm dari larutannya, membran mikrofiltrasi dapat dibedakan dari membran reverse osmosis (RO) dan ultrafiltrasi (UL) berdasarkan ukuran partikel yang dapat dipisahkan. Membran ultrafiltrasi ukuran porinya berkisar antara 0,05 – 1 µm terutama untuk pemisahan partikel ukuran 0,001 µm dari larutannya. Sedangkan

proses reverse osmosis menggunakan membran dengan ukuran pori 0,0001 – 0,001 µm, membran reverse osmosis digunakan untuk memisahkan zat terlarut yang

memiliki berat molekul rendah seperti garam anorganik atau molekul orgnik kecil seperti glukosa dan sukrosa dari larutannya.

3. Jenis membran berdasarkan prinsip pemisahan akibat ukuran pori

Berdasarkan ukuran porinya untuk proses pemisahan, membran dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Membran berpori, prinsip pemisahannya berdasarkan ukuran partikel zat yang akan dipisahkan dengan ukuran pori – pori membran, membran jenis ini biasa digunakan dalam proses pemisahan mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi

b. Membran tak berpori, prinsip pemisahannya berdasarkan perbedaan kelarutan dan kemampuan berdifusi suatu zat terhadap membran tersebut. Membran ini digunakan untuk pemisahan gas dan pervaporasi.

c. Membran cair (berbentuk emulsi), dimana di dalam membran terdapat zat pembawa yang menentukan selektivitas terhadap komponen tertentu yang akan dipisahkan. Pemisahan menggunakan membran cair sering dilakukan dengan teknik difusi berfasilitas dengan memilih jenis emulsi dan zat pembawa yang spesifik untuk zat tertentu.

2.7.2 Membran Polimer

(19)

Bahan dasar dari selulosa asetat adalah selulosa. Selulosa adalah merupakan polimer alam yang mempunyai struktur rantai yang linie seperti batang dan molekul infleksibel, bersifat hidrofilik namun tidak larut dalam air, hal ini disebabkan karena sifat kristalin dari ikatan hydrogen antara gugus hidroksilnya (Mulder, 1991)

2.7.3 Karakterisasi Membran

Agar diperoleh membran yang baik perlu dilakukan karakterisasi yang meliputi pengukuran terhadap fungsi dan efesiensi membran yaitu permiabilitas dan permselektivitas membran. Selain daripada itu karakterisasi sifat mekanik juga diperlukan untuk mengetahui kekuatan membran, seperti uji kekuatan tarik dan daya jebol. Morfologi mikrostruktur membran dapat dilihat dengan alat Scanning Electron Microscopy (SEM).

1. Permeabilitas

Permeabilitas merupakan ukuran kecepatan dari suatu spasi untuk menembus membran. Sifat ini dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran pori, tekanan yang diberikan, serta ketebalan membran. Permeabilitas dinyatakan sebagai suatu besaran fluks yang didefenisikan sebagai jumlah volume permeat yang melewati satu satuan luas membran dalam suatu waktu tertentu dengan adanya gaya penggerak berupa tekanan (Mulder, 1991).

2. Permeselektivitas

Permeselektivitas dapat digunakan untuk mengetahui daya membran dalam menahan dan melewati suatu partikel. Sifat ini tergantung pada interaksi antara membran dengan partikel tersebut, ukuran pori membran dan ukuran partikel yang akan melewati pori membran. Permselektivitas dinyatakan sebagai koefisien rejeksi, dilambangkan dengan R, yaitu fraksi konsentrasi zat yang tertahan oleh membran. Semakin besar R berarti semakin selektif membran tersebut dalam melewatkan partikel-partikel dalam larutan umpan (Mulder, 1991)

3. Sifat Mekanik

(20)

struktur membran, berarti jarak molekul dalam membran semakin rapat sehingga kekuatan tarik dan jebol yang kuat.

2.8 Validasi Metode

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaanya (Harmita, 2004). Menurut USP (United States Pharmacopeia), ada 8 langkah dalam validasi metode analisis yakni akurasi,

presisi, batas deteksi, batas kuantifikasi, spesifisitas, linieritas dan rentang, kekasaran (Ruggedness) dan ketahanan (Robutness) (Gandjar dan Rohman, 2007). Akurasi dari suatu metode analisis adalah kedekatan nilai yang terukur dengan nilai sebenarnya, sering kali dinyatakan dalam persen perolehan kembali analit pada penentuan kadar sampel yang mengandung analit dalam jumlah diketahui. Akurasi merupakan ukuran ketepatan prosedur analisis. Akurasi prosedur analisis ditentukan dengan menerapkan prosedur tersebut pada sampel atau campuran komponen matriks yang telah dibubuhi analit dalam jumlah diketahui.

Presisi dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian di antara masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis ditetapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation).

Batas deteksi adalah nilai parameter uji batas, yaitu konsentrasi analit terendah yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi pada kondisi percobaan yang dilakukan. Limit deteksi dinyatakan dalam konsentrasi analit dalam sampel.

(21)

Spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen-komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradasi, dan komponen matriks.

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Rentang didefenisikan sebagai konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi, presisi, dan linieritas yang mencukupi. ( Ole Bjorn Jensen, 2005)

Kekasaran merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh di bawah kondisi yang bermacam-macam yang diekspresikan sebagai persen standar deviasi relatif (%RSD).

Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter metode yang kecil (Gandjar dan Rohman, 2007; Satiadarma, 2004).

2.9 Spektrometri Serapan Atom (SSA)

(22)

Larutan sampel dilewatkan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala rnengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh ayala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer. yakni absorbansi berbanding lurus dengan panjang uyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel. Teknik-teknik analisisnya sama seperti pada spektrofotometri UV-Vis yaitu standar tunggal, kurva kalibrasi dan kurva adisi standar. (Perkin elmer, 2007)

2.10 Bahan Acuan

Bahan acuan merupakan suatu bahan yang mempunyai satu atau lebih sifat bahan yang homogen dan cukup stabil untuk dapat digunakan dalam mengkalibrasi peralatan, menguji metode dan jaminan mutu dari hasil suatu pengujian terutama dilaboratorium pangan sehingga dapat menambah tingkat kepercayaan customers terhadap hasil yang dikeluarkan oleh suatu laboratorium. (ISO/IEC 17025:2005), seluruh pengujian kimia harus tertelusur ke satuan SI untuk pengujian kimia ketertelusuran pengujian kimia digambarkan seperti dibawah ini.

Satuan SI

(1 mol = 0.012 kg atom 12C) Standard Internasional (misalnya standard massa)

Bahan Acuan Murni (misalnya KIO3, Ag murni)

Metode Primer

(23)

Bahan Acuan Bermatriks Primer (misalnya CRM dari NIST, IRRM) Metode dan Bahan Acuan Sekunder

(misalnya AAS, Na2S2O3)

Gambar 2.5 Ketertelusuran Pengujian Kimia

Gambar

Tabel 2.2  Aplikasi dan Kegunaan Kitosan di Berbagai Bidang
Gambar 2.2 Struktur Kimia Gelatin (Chaplin,2006)
Gambar 2.3  Belangkas Bagian Depan

Referensi

Dokumen terkait

One of the efforts to maintain Karonese ecolexicon can be realized in revitalizing Karonese traditional games in these two villages, such as “ cengkah-cengkah ” game which is

3.3 Mengenal teks terima kasih tentang sikap kasih sayang dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi degan kosakata bahasa daerah

Pada penelitian ini didapatkan hasil wawancara terstruktur yang menjawab pertanyaan yang merasakan adanya perubahan kegiatan jantung dan denyut nadi tanpa stimulasi

The International Conference on Information Technology, Computer, and Electrical Engineering (ICITACEE 2014) is now held in Semarang, Indonesia and being organized under the

Berdasarkan hasil uji Kendall Tau untuk mengetahui hubungan peran kelompok teman sebaya dengan perilaku bullying pada anak usia sekolah didapatkat nilai korelasi

PERTAMA : Penyelenggara Ujian Nasional melalui rapat dewan guru menetapkan kelulusan peserta didik berdasarkan kreteria kelulusan sebagaimana yang diatur oleh Peraturan

[r]

Bioac vity and gene c screening of ac nobacteria associated with red algae Gelidiella acerosa were conducted to discover new an bacterial compounds against Vibrio alginoly cus.. A