• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pada Organ Tubuh Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Akibat Infestasi Ektoparasit Argulus sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pada Organ Tubuh Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Akibat Infestasi Ektoparasit Argulus sp."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui bakteri yang terdapat pada organ internal dan eksternal ikan

gurami (Osphronemus gouramy) akibat infestasi ektoparasit Argulus sp., luka

buatan dan lingkungan (air).

2. Mengetahui keterkaitan antara bakteri yang terdapat pada organ internal dan

eksternal ikan gurami (Osphronemus gouramy) akibat infestasi ektoparasit

Argulus sp., luka buatan dan lingkungan (air).

Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dengan mengetahui

jenis bakteri apa saja yang sering ditemukan pada ikan gurami (Osphronemus

(2)

dapat memberikan informasi dan manfaat bagi para pelaku budidaya ikan untuk

menanggulangi serangan ektoparasit Argulus sp.

Hipotesis penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Ditemukan beberapa bakteri pada organ internal dan eksternal ikan gurami

(Osphronemus gouramy) akibat infestasi ektoparasit Argulus sp., luka buatan

dan lingkungan (air).

2. Adanya keterkaitan dan persamaan bakteri yang ditemukan pada organ internal

dan eksternal ikan gurami (Osphronemus gouramy) akibat infestasi ektoparasit

Argulus sp., luka buatan dan lingkungan (air).

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Gurami

Gurami (Osphronemus gouramy) merupakan keluarga Anabantidae,

keturunan Helostoma, dan termasuk bangsa Labyrinthici. Ikan ini mampu hidup di

air yang kandungan oksigennya rendah, seperti air yang tidak mengalir dan

berwarna hijau karena ledakan populasi plankton. Ikan gurami hanya dapat ditemui

di perairan yang beriklim tropis, hidup dengan baik pada pH 7 dan dengan kisaran

suhu 24-28 0C (Sutanto, 2013).

Ciri khas ikan gurami muda adalah berukuran seperti korek api, memiliki 8

garis tegak berwarna hitam pada kedua sisi badannya. Garis tegak itu biasanya

(3)

Sirip dadanya terdapat bintik hitam. Pada perut terdapat sirip perut. Jari-jari sirip

perutnya akan mengalami perubahan menjadi sepasang benang panjang yang

berfungsi sebagai alat peraba setelah ikan dewasa. Warna tubuh dan punggung

gurami muda umumnya biru kehitaman dengan bagian perut putih (Sitanggang

dan Sarwono, 2002).

Gurami (Osphronemus gouramy) merupakan keluarga Anabantidae,

keturunan Helostoma, dan termasuk bangsa Labyrinthici. Ikan ini mampu hidup di

air yang kandungan oksigennya rendah, seperti air yang tidak mengalir dan

berwarna hijau karena ledakan populasi plankton. Ikan gurami hanya dapat ditemui

di perairan yang beriklim tropis, hidup dengan baik pada pH 7 dan dengan kisaran

suhu 24-28 0C (Sutanto, 2013).

Salah satu parasit yang paling sering menyerang gurami adalah Argulus

indicus. Parasit ini tergolong crustacea tingkat rendah yang hidup sebagai

ektoparasit (Sitanggang dan Sarwono, 2002). Bakteri yang dapat menyerang

gurami adalah bakteri Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. bakteri ini sering

dijumpai pada kolam yang tercemar bahan organik. Gejala yang timbul akibat

bakteri ini adalah luka di bagian tubuh dan mengeluarkan darah, perut membesar,

lendir mencair, sisik mengelupas, dan timbul borok pada tubuh ikan

(Sutanto, 2013).

Interaksi Antara Inang, Patogen dan Lingkungan

Kemampuan organisme untuk menimbulkan penyakit disebut patogenisitas.

Bila mikroorganisme menyerang inang yaitu bila mereka memasuki jaringan tubuh

dan berkembang biak disitu, maka terjadi infeksi. Respon inang terhadap infeksi

(4)

mikroorganisme atau makroorganisme mana saja yang mampu menimbulkan

penyakit. Kemampuan suatu mikroorganisme patogenik untuk menyebabkan

infeksi dipengaruhi tidak hanya oleh sifat-sifat mikroba itu sendiri tetapi oleh

kemampuan inang untuk menahan infeksi (Pelczar dan chan 1988).

Perkembangan penyakit akan lebih cepat apabila lingkungan kualitas air

menurun yaitu oksigen terlarut < 4 ppm, Biochemical Oxygen Demand (BOD)

tinggi dan suhu air yang berfluktuatif (Rahayu dkk., 2009). Pada prinsipnya

penyakit yang menyerang ikan tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses

hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air),

kondisi inang (ikan), dan adanya jasad patogen (jasad penyakit). dengan demikian,

timbulnya serangan penyakit itu merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara

lingkungan, ikan, dan jasad/organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini

menyebabkan stres pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang

dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah terserang penyakit (kordi, 2004).

Bentuk interaksi ikan, lingkungan dan patogen dalam menyebabkan

penyakit dapat dilihat pada Gambar 2.

(5)

Lingkungan adalah kualiatas air sedangkan organisme penyebab penyakit

adalah jasad berbagai jasad patogen diantaranya parasit, bakteri, virus dan jamur.

Sementara ikan adalah ikan yang dibudidayakan. Lingkungan yang tidak optimal,

misalnya suhu yang tinggi dapat menyebabkan stress dan dalam kondisi demikian

pertahanan tubuh ikan menjadi lemah, sehingga mudah terserang penyakit infeksi.

Dengan demikian, kondisi lingkungan yang jelek merupakan sumber penyakit.

Tetapi lingkungan yang jelek tadi bukan penyebab ikan mati, sebab bila ikan

dikeluarkan dari lingkungan itu maka akan normal kembali. Penyakitnya yang

menyebabkan ikan mati karena serangannya. Lingkungan hanya pencipta peluang

terjadinya ikan terserang penyakit (Handajani dan Samsundari, 2005).

Terdapat tingkat keseimbangan antara jumlah parasit, inang yang diserang

dan lingkungan tempat ikan dan parasit tersebut hidup. Selama keseimbangan itu

tetap terjaga, maka ikan tidak akan mengalami sakit atau terserang penyakit, baik

yang disebabkan parasit atau non parasit. Namun apabila salah satunya tidak

seimbang, sebagai contoh parasit yang menyerang melebihi batas toleransi yang

dapat diatasi ikan, maka ikan akan terserang penyakit parasitik (Argiono, 2012).

Lingkungan yang berbeda dapat menghambat timbulnya penyakit dengan

mengurangi tumbuhnya parasit pada ikan seperti penelitian Rahayu, dkk (2009),

menyatakan bahwa perlakuan perendaman benih ikan gurami yang terserang

parasit Trichodina sp. Oodinium sp. dan Ichthyophthirius sp. dapat dihambat

dengan salinitas 2, 4, 6 g/l. Lama waktu perlakuan berpengaruh terhadap

perkembangan parasit dan penurunan intensitas parasit dapat meningkatkan

kelulushidupan benih gurami.

(6)

Argulus berbentuk pipih dan pada bagian dorsal dilindungi oleh karapas

yang menutupi hampir seluruh bagian tubuhnya. Bagian sisi karapas ini dapat

sedikit digerakkan ke atas dan ke bawah seperti sayap. Pada bagian anterior

terdapat dua pasang antena, sepasang mata majemuk, mulut, organ pengisap dan

maxilla yang pada ujung-ujungnya terdapat pengait yang berfungsi untuk

mengaitkan diri pada inangnya. Bagian posterior terdiri dari tiga segmen yang

masing-masing berhubungan dengan sepasang kaki renang. Bagian perut tidak

terlihat jelas, berbentuk seperti ekor (Kordi, 2004).

Gambar 3. Argulus sp. (Nagasawa dan Kawai, 2008)

Argulus adalah parasit obligat, karena itu harus mampu mencari dan

melekat ke inang untuk bertahan hidup. Untuk mencari inang, Argulus harus

memiliki mekanisme penemuan inang yang baik, tetapi peluang untuk menemukan

inang dapat lebih besar dengan memiliki berbagai jenis spesies inang. Meskipun

kisaran inang yang luas ini, beberapa spesies ikan tampaknya lebih rentan terhadap

(7)

Tingginya kecerahan warna ikan tidak rentan terinfeksi daripada ikan

berwarna pudar, dengan menggunakan contoh bahwa ikan forel coklat sering lebih

mudah terinfeksi daripada ikan forel pelangi yang berwarna cerah. Gurami dan ikan karper lebih rentan terhadap infeksi daripada ikan mas perak dan juga menemukan

pada berbagai jenis ikan hias di mana jumlah Argulus meningkat dengan

peningkatan panjang sirip ekor (Taylor dkk.,2005). 

Ikan-ikan yang terserang oleh Argulus sp. pada umumnya adalah ikan-ikan

labyminthisi seperti gurami dan ikan gabus di Indonesia, sedangkan di Eropa

dikenal sebagai carp-lice (kutu ikan mas), karena menyerang ikan-ikan carp

(Handajani dan Samsundari, 2005). Argulus sp. dapat menginfeksi ikan mas,

gurami, nila, patin dan lele dengan tingkat intensitas tertinggi pada ikan mas

dilanjut ikan gurami, nila, patin dan lele. Distribusi organ target inang yang paling

tinggi atau yang paling dominan yaitu pada organ sirip yang terdiri dari sirip anal,

caudal dan dorsal (Nurlaela, 2013).

Ektoparasit Argulus sp. menyerang ikan maskoki dengan menghisap darah,

sehingga menyebabkan ikan stress, dan terjadi perubahan tingkah laku pada ikan

maskoki tersebut. Perubahan tingkah laku pada ikan antara lain berenang pasif dan

selera makan menjadi turun. Hal ini terjadi karena infestasi Argulus sp. yang

menyerang ikan maskoki menimbulkan bekas luka akibat alat penghisap dari

Argulus sp. yang kemudian akan timbul ulcer, dalam jangka waktu yang agak lama

akan terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan pada bagian luar dari kulit ikan

yang terserang Argulus sp. tersebut, kemudian terjadi inflamasi (Kismiyati

(8)

Argulus menyerang ikan dengan menancapkan alat penusuknya ke dalam

tubuh ikan dan menghisap cairan tubuh. Ikan yang diserang parasit ini

menunjukkan gejala-gejala berikutnya: bobot badan menurun karena sebagian

cairan tubuh dan sel-sel dihisap dan menimbulkan iritasi pada tubuh ikan. Infeksi

kedua akibat Argulus oleh jamur dan bakteri yang menurunkan nilai keuntungan

akibat dari parasit ikan dan ikan mas (Nurfatimah, 2001).

Serangan ektoparasit pada ikan akan menurun sejalan dengan bertambahnya

umur dan ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan maka sistem ketahanan tubuh

ikan akan semakin baik. Kondisi ketahanan tubuh ikan yang berukuran benih masih

lemah dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga lebih mudah

terserang parasit. Intensitas dan prevelensi ektoparasit yang tinggi juga

dipengaruhi oleh kepadatan ikan yang tinggi pada kolam pemeliharaan. Kepadatan

yang tinggi dapat menyebabkan ikan menjadi stres. Pada kolam dengan kepadatan

ikan yang tinggi, ikan akan saling bergesekan satu dengan lainnya, sehingga akan

terjadi penularan ektoparasit dengan cepat (Rustikawati dkk., 2004).

Penyakit Bakterial Pada Ikan Gurami

Penyakit bakteri adalah salah satu penyakit yang paling umum dalam

akuakultur dengan dampak yang cukup signifikan. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa tingkat patogenitas suatu bakteri salah satunya ditentukan

oleh aktivitas kuorum sensing bakteri. Kuorum sensing bakteri merupakan suatu

proses komunikasi yang dilakukan oleh bakteri dengan bakteri lainnya baik yang

sejenis maupun berlainan jenis berupa pelepasan dan penangkapan molekul sinyal

(9)

Organisme patogen dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu

patogen asli (true patoge) dan patogen potensial (opportunistic patoge). Patogen

asli adalah organisme patogen yang selalu menimbulkan penyakit khas apabila ada

kontak dengan ikan. Patogen potensial adalah organisme patogen yang dalam

keadaan normal hidup damai dengan ikan, akan tetapi jika kondisi lingkungan

menunjang akan segera menjadi patogen yang membahayakan ikan (penyebab

suatu penyakit) seperti bakteri Vibrio sp. yang menyerang ikan kerapu

(Handajani dan Samsundari, 2005).

Bakteri patogen oportunis pada dasarnya bersifat saprofitik sehingga

memungkinkan di isolasi dan ditumbuhkan pada media buatan untuk keperluan

identifikasi ciri karakteristiknya. Ada sejumlah kecil bakteri yang bersifat patogen,

walaupun mampu bertahan hidup sementara waktu di air tetapi tidak dapat tumbuh

di luar sel inangnya, misalnya Renibacterium salmoninarum (Irianto, 2005).

Beberapa penyakit bakterial yang menginfeksi ikan adalah Aeromonas sp.

Pseudomonas sp. Staphylococcis sp. dan Streptococcussp. Bahkan pada tahun

1980, wabah penyakit yang disebabkan Aeromonas hydrophila menyebabkan

kematian 82.288 ikan di Jawa Barat. Tak hanya itu, pada 2005, sebanyak 47 ton

ikan gurami dan 2,1 juta ekor benih gurami yang siap dipasarkan mati disebabkan

penyakit serupa di Lubuk Pandan, Sumatera Barat (KKP, 2009).

Berdasarkan penelitian Minaka, dkk (2012), Gejala klinis ikan gurami yang

terserang penyakit bakteri adalah memiliki luka kemerahan pada bagian tubuh dan

sirip serta terdapatnya luka yang berwarna coklat-kuning. Agensia penyebab

penyakit pada ikan gurami tersebut adalah Aeromonas hydrophila, Staphylococcus

(10)

Beberapa bakteri yang biasa menyerang ikan gurami maupun ikan air tawar

lainnya yaitu sebagai berikut : Aeromonas sp. Pseudomonas. Flavobacterium

columnare. Mycobacterium spp. Streptococcus sp. Corynebacterium sp. dan

Micrococcus sp.

a. Aeromonas sp.

Bakteri Aeromonas sp. termasuk dalam famili Pseudomonadaceae yang

terdiri dari 3 spesies utama yaitu Aeromonaspunctata, Aeromonashydrophila, dan

Aeromonasliquiefacius yang bersifat patogen. Bakteri Aeromonas umumnya hidup

di air tawar yang mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama bakteri Aeromonas

adalah bentuknya seperti batang, ukurannya 1-4 x 0,4-1 mikron, bersifat gram

negatif, fakultatif aerobik (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora,

bersifat motil (bergerak aktif) karena mempunyai 1 flagel (monotrichous flagella)

yang keluar dari salah satu kutubnya, senang hidup di lingkungan bersuhu 15-30oC

dan pH antara 5,5-9 (Kordi, 2004).

Bakteri Aeromonas sp dapat langsung menyerang berbagai jenis ikan air

tawar, seperti ikan mas (Cyprinus carpio) , ikan lele (Ictalurus punctatus), ikan

gurami (Osphronemus gouramy Lac.), dan ikan nila (Oreochromis niloticus).Ikan

yang terserang dapat dilihat dari tanda-tanda klinis seperti pembusukan pada

bagian sirip, terdapatnya hemoragik pada insang dan pembengkakan pada organ

internal (ginjal) (Tantu dkk., 2013)

b. Pseudomonasfluorescens

Bakteri Pseudomonas fluorescens merupakan bakteri berbentuk batang

(11)

umum infeksi bakteri ini hampir sama dengan Aeromonas hydrophila antara lain

yaitu terjadinya hemoragik septikema, hemoragik pada insang, ekor, dan borok

pada kulit (Irianto, 2005).

c. Flavobacterium columnare

Flavobacterium sp. merupakan bakteri berbentuk batang, bersifat gram

negatif. Secara umum diketahui, menjadi penyebab penyakit pada ikan-ikan

ornamental seperti granuloma atau penonjolan mata pada ikan molly (Mollienesia

sphaenops). Ikan yang terinfeksi menjadi kurus dan pucat, terjadi nodul-nodul putif

multifokal pada organ-organ dalam, retina, khoroid, dan otak. Nodul-nodul tersebut

dapat bersifat keras seperti kista atau seperti butiran mineral (Irianto, 2005).

Bakteri Flavobacterium columnare memiliki gejala klinis yang menandai ikan

terkena bekteri ini adalah ikan lemas, nafsu makan berkurang, serta pada ikan yang

berukuran kecil dapat menyebabkan sirip/insang akan rontok (Sutanto, 2013).

d. Mycobacterium spp.

Mycobacterium merupakan bakteri berbentuk batang, bersifat acid fast dan

gram positif. Sejumlah spesies Mycobacterium merupakan patogen pada hampir

semua jenis ikan baik ikan air tawar maupun ikan air laut, spesies tersebut terutama

adalah Mycobacterium marinum, Mycobacterium chelonei dan Mycobacterium

fortuitum. Tingkat infeksi dalam suatu populasi dapat bervariasi dari 10% hingga

100%.

Penyakit yang ditimbulkan Mycobacterium dikenal sebagai

Mycobacteriosis. Tanda-tanda klinis Mycobacteriosis sangat bervariasi, umumnya

yaitu anoreksia, emasiasi, deformitas tulang belakang, peradangan kulit,

(12)

juga terbentuk luka atau borok terbuka, ikan tidak nafsu makan, bergerak lamban,

kerusakan sirip dan ekor, serta lepasnya sisik-sisik (Irianto, 2005).

e. Streptococcus sp.

Penyakit pendarahan pada mata disebabkan oleh bakteri jenis Streptococcus

sp. sehingga penyakitnya disebut streptococcis. Bakteri ini tergolong bakteri gram

positif. Ikan yang terserang bakteri ini menampakkan gejala-gejala: ikan menjadi

lemah, berenang tidak teratur, dan kadang-kadang terjadi.

f. Corynebacterium sp.

Penyebab penyakit ginjal pada ikan atau biasa disebut Bacterial Kidney

Disease disebabkan oleh bakteri Corynebacterium sp. (Kordi, 2004).

Corynebacterium sp. juga ditemukan pada organ kulit, hati, ginjal dan usus ikan

serta air akuarium (Suhendi, 2009). Menurut Baya, dkk (1992), menemukan bahwa

C. aquaticum adalah bakteri oportunistik yang bersifat patogenik pada ikan.

Bakteri tersebut ditemukan pada isolasi organ ginjal ikan yang terinfeksi

ektoparasit Argulus sp. dan sampel air.

g. Micrococcus sp.

salah satu bakteri penyebab penyakit cacar pada ikan gurami adalah

micrococcus sp, dengan gejala ikan terlihat lemah, nafsu makan hilang, kulit

kelihatan melepuh yang selanjutnya menjadi borok (Kordi, 2004). Bakteri

Micrococcus luteus biasanya dapat menyebabkan peradangan maupun infeksi yang

kronis pada ikan-ikan dewasa maupun ikan-ikan stadia larva. Efek dari patogenitas

M. luteus yang menyebabkan pendaharan pada organ tubuh bagian tertentu seperti

(13)

Isolasi bakteri

Ada berbagai cara mengisolasi mikroba. Isolasi harus memperhatikan

beberapa hal penting: (1) sifat spesies mikroba yang akan di isolasi, (2) tempat

hidup atau asal mikroba, (3) medium untuk pertumbuhan yang sesuai, (4) cara

menanam mikroba tersebut, (5) cara inkubasi mikroba, (6) cara menguji bahwa

mikroba yang di isolasi telah berupa biakan murni dan sesuai dengan yang

dimaksud, dan (7) cara memelihara agar mikroba yang telah di isolasi tetap

merupakan biakan murni (Waluyo, 2010).

Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai

jenis. Untuk mempelajari sifat-sifat perturnbuhan, morfologi dan sifat fisiologi

mikroba, maka masing-masing mikroba tersebut harus dipisahkan satu dengan

yang lainnya, sehingga terbentuk kultur mumi, yaitu suatu biakan yang terdiri dari

sel-sel satu spesies atau satu galur mikroba. Untuk mendapatkan isolat bakteri dari

suatu bahan yang mengandung campuran mikroba dapat dilakukan isolasi dengan

beberapa metode, tergantung dari jenis mikroorganismenya (Fardiaz, 1989)

Mikroorganisme yang akan diisolasi dapat berupa biakan murni atau

populasi campuran. Bila biakan yang akan diidentifikasi ini tercemar, perlu

dilakukan pemurnian terlebih dahulu. Pemurnian dilakukan dengan cara

menggores suspensi mikroba yang akan diisolasi pada agar lempengan. Setelah

diperoleh koloni terpisah, dibuat pewarnaan gram dari berbagai koloni untuk

melihat kemurnian biakan (Lay, 1994)

Isolasi metode tuang dilakukan menggunakan media cair sebagai medium

pengenceran mikroba. Dasar melakukan pengenceran adalah penurunan jumlah

(14)

yang semakin sedikit di dalam media. Oleh karena itu, dengan cara agar tuang akan

diperoleh lempengan jumlah bakteri yang optimum untuk isolasi (Lay, 1994).

Penyakit infeksi bakterial pada ikan memiliki waktu inkubasi tingkat

mortalitas dan tanda-tanda klinis bervariasi. Sebagian besar bakteri patogen ikan

yang sudah diketahui, dapat ditumbuhkan pada medium buatan di luar tubuh inang.

Hal utama yang harus disediakan yaitu media sintetis untuk pertumbuhan bakteri.

Memang tidak ada satu teknik yang dapat digunakan secara umum untuk

mengisolasi bakteri patogenik ikan, tetapi media pertumbuhan dasar yang biasa

digunakan untuk bakteri perairan atau yang diisolasi dari hewan perairan tawar

yaitu media TrypticaseSoyaAgar atau TryptoneSoyaAgar (TSA) dan BrainHeart

InfusionAgar (BHIA) dan untuk bakteri perairan laut yaitu marine agar, TSA yang

ditambah NaCl hingga 2%, BHIA atau variasi lainnya (Irianto, 2005).

Berdasarkan penelitian Minaka, dkk (2012), setelah melakukan isolasi dari

ikan gurami yang sakit kemudian di pilih berdasarkan kriteria bentuk, warna dan

ukuran koloni seragam yang tumbuh pada media NA dan GSP. Hasil isolasi yang

terpilih kemudian di murnikan terlebih dahulu sebanyak 3-5 kali hingga

mempunyai warna, bentuk serta ukuran koloni yang seragam. Isolat terpilih

kemudian di uji biokimia dan hasilnya dicocokkan dengan buku “Bergey`s Manual

of Determinative Bacteriology” oleh Holt, dkk (1994) dan “Bacteria from Fish and

Other Aquatic Animals” Oleh N.B. Buller (2004).

Uji karakterisasi lain yang dapat digunakan untuk identifikasi bakteri adalah

uji fisiologi. Uji fisiologi yang dapat dilakukan diantaranya uji hidrolisis pati, uji

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa pengaruh pelayanan pusat pengembangan bahasa terhadap kepuasan mahasiswa sangat berpengaruh/signitifikan, hal ini diketahui dari

Nilai koefisien determinasi (R 2 ) diperoleh sebesar 0,335 atau bila dipersentasekan, maka 33,5% variabel label halal memberikan pengaruh terhadap keputusan

Baik Kanada maupun Meksiko, yang mana merupakan importir terbesar nomer tiga untuk produk kertas sanitasi ke Amerika Serikat dengan nilai impor sebesar 13.5%, menikmati

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali (KPwBI) merupakan institusi yang bertugas menjalankan kebijakan dari Bank Indonesia Pusat di daerahnya. Salah satunya

Pada metode box-cut contour mining ini (Gambar 3.5) lapisan tanah penutup yang sudah digali, ditimbun pada daerah yang sudah rata di sepanjang garis singkapan hingga membentuk

1. Pengumuman II Pendaftaran Bakal Calon Kepala Desa ... Sampai dengan penutupan Pengumuman II tersebut diatas, Bakal Calon Kepala Desa ... Setelah penutupan Pengumuman II

PHP (HyperText Preprocessor) ... Penelitian Sejenis ... Jenis Penelitian ... Tempat Penelitian .... Metode Pengumpulan Data ... Pengembangan Sistem ... Requirements Definition

Jika user sudah mempelajari materi tersebut maka user dapat mulai menjawab soal latihan dan dimulai dari state/level pertama yakni menjawab 10 soal