• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Kontingensi Struktural fungsional (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Teori Kontingensi Struktural fungsional (1)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Teori Kontingensi Struktural

I. Pendahuluan

Teori kontingensi muncul sebagai jawaban atas pendekatan universalistic1

yang membantah bahwa desain pengendalian yang optimal dapat diterapkan

dalam perusahaan secara keseluruhan. Pendekatan ini adalah perluasan dari teori

manajemen ilmiah2. Pendekatan manajemen ilmiah menyiratkan satu cara terbaik

untuk mendesain proses operasional dalam rangka memaksimalkan efisiensi

dalam organisasi.

Berbeda dengan pendekatan-pendekatan yang telah dilakukan sebelumnya

yang kurang memperhatikan pengaruh lingkungan organisasi, teori kontingensi

memberikan perhatian lebih terhadap dampak lingkungan struktur dan strategi

organisasi jika ingin mendapatkan hasil yang maksimal dari organisaasi.

Teori kontingensi struktural atau Stuctural contingensi teori lahir dari teori manajemen klasik3 dan berkembang pada tahun 1950-an. Menurut Breeh, 1975,

dalam Lex Donaldson, 1995 sampai kira-kira akhir tahun 1950-an, teori struktur

organisasi didominasi oleh teori manajemen klasik, yang menyatakan bahwa ada

satu struktur terbaik bagi organisasi. Perpaduan ini menghasilkan sintesa bagi

teori kontingensi/ ketidakpastian sturktural, dimana struktur yang terbentuk pada

sebuah organisasi akan menjadi terdesentralisasi atau sebaliknya menjadi struktur

yang lebih partisipatoris adalah bergantung kepada situasi mereka.

1 Pendekatan yang dilakukan secara menyeluruh terhadap pengaruh-pengaruh organisasi.

2 Teori manajemen ilmiah atau scientific teori untuk pertama kali dikemukakan oleh Federick Winslow Taylor, sehingga dia diberikan gelar sebagai bapak scientific manajemen.

(2)

Teori ketidakpastian struktural merupakan pradigma yang berorientasi pada

kebutuhan internal utamanya dan harus dapat beradaptasi dengan baik dalam

lingkungannya (Scott, 1983), Lawrence dan Lorsch (1967) mengatakan bahwa

organisasi dan lingkungan bagaikan dua sisi mata uang yang saling berhubungan

dan tak dapat dipisahkan, mereka mengemukakan bahwa ketidakpastian dan

perubahan lingkungan akan sangat mempengaruhi perkembangan pada struktur

internal organisasi.

Guna menjelaskan hal ini terdapat berbagai penelitian yang telah dilakukan

untuk mendukung pernyataan ini, seperti Woodward (1958,1965) dalam

Donaldson (1995) yang menyatakan bahwa pada keadaan spesifik, derajat

formalisasi dan sentralisasi yang optimal pada organisasi merupakan fungsi dari

pengoperasian teknologi, serta tingkat perubahan lingkungan.

Sedangkan Burns dan Stalker (1961) melahirkan hasil riset Managemen of Innovation4, yang menawarkan dua tipe stuktur organisasi, yaitu struktur

mekanistik dan struktur organik. Perbedaan dapat dilihat dalam table 1.1 :

No Struktur Mekanistik Struktur Organik

1. Kegiatan usaha di atur ketat Kegiatan bersifat fleksible

2. Teknologi bersifat kontiniu Informasi mengalir bebas diantara karyawan

3. Ada deskripsi kerja yang jelas Adanya rentang kendali yang luas 4. Formulasi sangat tinggi Formulasi rendah

5. Sentralisasi Desentralisasi

6. Spesialisasi Tinggi Tim Lintas Fungsional

Tabel. 1.1. Perbedaan struktur mekanistik dan organik.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada

satu cara terbaik untuk menstrukturisasi organisasi. Sebuah organisasi akan

menghadapi banyak pilihan saat melakukan dan menetukan bagaimana harusnya

(3)

organisasi itu disusun. Hampir semua penulis dan peneliti terkait dengan

kontingensi mengemukan setidaknya ada tiga yang mempengaruhi struktur

organisasi, yaitu :

- Ukuran Organisasi

Besar kecilnya organisasi akan berpengaruh kepada struktur organisasi,

semakin besar organisasi akan membutuhkan struktur yang lebih luas dan

besar pula dan akan semakin tinggi kompleksitasnya. Dan biasanya organisasi

yang sudah mencapai ukuran tertentu akan berada dalam kondisi mekanistik.

- Teknologi yang digunakan

Teknologi organisasi adalah dasar dari subsistem produksi, termasuk teknik

dan cara yang digunakan untuk mengubah input organisasi menjadi output.

Semakin berkembang teknologi akan berdampak kepada hasil (output)

organisasi, maka menurut Joan Woodward teknologi dapat dibagi menjadi 3

kategori :

a. Teknologi produksi unit, yang menggambarkan produksi barang-barang

dalam unit-unit atau skala kecil

b. Teknologi produksi massal, menggambarkan proses manufaktur produksi

secara atau skala besar.

c. Teknologi produksi proses, meliputi proses produksi secara berkelanjutan

atau kontiniu.

(4)

Lingkungan mencakup seluruh elemen di luar lingkup organisasi. Elemen

kunci mencakup industri, pemerintah, pelanggan, pemasok dan komunitas

finansial. Lingkungan dapat dibedakan menjadi dua :

a. Lingkungan yang stabil dan sederhana.

Lingkungan yang stabil dan sederhana dengan ketidakpastian yang rendah

dapat menerapkan desain organisasi mekanistik secara efektif.

b. Lingkungan yang dinamis dan kompleks.

Lingkungan yang lebih komplek dengan lebih banyak ketidakstabilan dan

ketidakpastiannya lebih membutuhkan desain organisasi yang lebih

fleksible.

C. Jarvis mengemukakan bahwa teori kontingensi memusatkan pada proses

meminimalisasi resiko dan proses pembuatan keputusan. Keputusan-keputusan

yang diambil untuk mengantisipasi kejadian dan perencanaan akan dikejutkan

dengan kejadian-kejadian yang tidak terduga yang mengancam posisi organisasi.

Sedangkan Otlay (1980) memberian kerangka teori kontingensi sebagai

berikut : 1. Faktor kontijijensi, 2. System pengendalian manajemen, 3. Variable

intervening5, dan 4. Efektifitas organisasi. Pemikiran Otlay menunjukkan adanya

korelasi dengan pemikiran Lawrence dan Lorsch : bahwa keberhasilan

pengelolaan organisasi (efektifitas) tidak semata-mata tergantung pada tujuan dan

cara pengelolaan oleh manajemen, tetapi juga oleh lingkungan yang sama sekali

diluar kendali organisasi.

A. Prinsip Dasar Teori

(5)

Masuknya variable lingkungan dalam analisis organisasi diawali dengan

kemunculan pendekatan system dalam analisis organisasi yang dipengaruhi oleh

ilmu biologi yang dikemukakan oleh Ludwig von Bertalanffy. Pendekatan system

ini dibangun dengan anggapan bahwa organisasi pada hakekatnya mirip dengan

organisme (makhluk tumbuhan) yang terbuka terhadap pengaruh lingkungan

sekitarnya. Organisme dalam system ini akan mengambil dan sekaligus

memberikan sesuatu dari dan kepada lingkungannya.

Sama seperti makhluk hidup, menurut teori kontingensi tujuan akhir sebuah

organisasi adalam beroperasi adalah agar bisa bertahan, bisa tumbuh atau

berkelangsungan (viability). Keberlangsungan ini akan tercapai apabila ada kecocokan antara organisasi dengan lingkungannya. Menurut Reynei6 dimensi

lingkungan organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

a. Kondisi Teknologi.

Tingkat kemampuan dan keterampilan akan mempengaruhi lingkungan

organisasi.

b. Kondisi Hukum.

Aturan dan produk hukum atau formulasi baik yang dikeluarkan oleh

organisasi publik, dan lembaga diluar organisasi akan berpengaruh terhadap

kondisi organisasi.

c. Kondisi Politik.

Kondisi politik atau bentuk lembaga negara (sosialismen, komunisme,

kapitalis, demokrasi) akan berpengaruh kepada lingkungan organisasi.

d. Kondisi Ekonomi.

(6)

Tingkat kesejateraan masyarakat, kondisi modal dan ekonomi pasar dari

negara akan berdampak pada lingkungan organisasi. Apabila ekonomi publik

meningkat, akan mengurangi dampak negatif dari lingkungan organisasi.

e. Kondisi Demografi.

Kondisi demografi berhubungan dengan jumlah penduduk, tingkat

perkembangan dan pertumbuhan penduduk, jenis kelamin, ras dan agama.

f. Kondisi Ekologis.

Kondisi ekologis mencakup tentang karakterisitik fisik lingkungan, iklim,

kareakteristik geografis, polusi, sumber daya alam, dan kepadatan populasi

organisasi.

g. Kondisi Budaya.

Lingkungan ini mencakup tentang kepercayaan, nilai-nilai, kebiasaan sosial,

sikap, pandangan serta pola kehidupan yang terbentuk oleh tradisi,

pendidikan dan kepercayaan sekolompok masyarakat.

Teori kontingensi kemudian memberikan dua hal yang akan dilakukan untuk

menjalankan penyesuaian terhadap lingkungan organisasi. Pertama, manajemen

menata konfigurasi berbagai sub-sistem didalam organisasi agar kegiatan

organisasi berjalan dan menjadi efisien. Kedua, bentuk-bentuk spesies organisasi

memiliki efektifitas yang berbeda-beda dalam menghadapi perubahan dalam

lingkungan luar.

Teori kontingensi juga memberikan penekanan pada perlunya menfokuskan

organisasi pada perubahan. Pimpinan organisasi harus mampu mempelajari dan

memahami lingkungan eksternal dan menentukan cara dalam memproses

(7)

pengaruh yang dinamis yang terus bergerak dan datang secara fleksible dan selalu

berubah.

Beberapa anggapan dalam teori kontingensi, yaitu :

a. Manajemen pada dasarnya bersifat situasional. Teknik penyelesaian masalah

disesuaikan dengan masalah yang dihadapi.

b. Manajemen harus mengadobsi pendekatan dan strategi yang sesuai dengan

permintaan setiap situasi yang dihadapi.

c. Dibutuhkan keterampilan yang tinggi dalam mendiagnosa untuk

mengantisipasi perubuahan lingkungan yang komprehensif.

d. Dalam mengelola organisasi tidak ada satu cara yang baik dalam menyusun

struktur organisasi.

B. Tiga konsep “fit”

Riset-riset empirik terdahulu di bidang kontingensi menunjukkan adanya

karakteristik pengujian (testing) hubungan antara variabel-variabel dalam model kontingensi yang sederhana dan tidak terpola (Fry dan Smith dalam Duncan dan

Ken Moores, 1989). Kesesuaian antara variabel kontingensi dengan variabel

organisasional dalam riset-riset tersebut dibangun dalam proposisi hubungan yang

berbeda-beda, meskipun, konsep sentral dari proposisi kontingensi adalah fit, yang merupakan kesesuaian antara variabel kontekstual dengan desain organisasional.

Dalam hal ini, Drazin dan Van de Ven (1985) kemudian melaporkan adanya

pendekatan konseptual mengenai fit. Menurut mereka, setidaknya ada tiga pendekatan yang berbeda dalam pengukuran fit antara variabel organisasional dan variabel kontingensi. Ketiga pendekatan tersebut dalam teori kontingensi adalah

(8)

1. Pendekatan gestalt7. Pendekatan ini mendasarkan pada kecocokan internal

antara berbagai karakteristik organisasi. Pendekatan ini sering kali diuji

dengan menggunakan bentuk ecludian distance8. Dalam tulisan Van de Ven

diuraikan bahwa kinerja baik adalah fungsi dari seberapa besarnya kecocokan

variable X1 dan X2 tersebut. Dan “Kondisi Ideal” itu hanya bisa dihasilkan

oleh perpaduan antara X1 danX2 dalam kadar yang tepat.

2. Pendekatan asumsi, atau sering juga dikatakan dengan pendekatan interaksi.

Pendekatan ini menggunakan asumsi bahwa karakteristik organisasi memiliki

skala kontiniu. Konsep ini dianut setelah Burns dan Stalker (1961)

menyatakan bahwa gaya manajemen bisa direntang dari mekanistik dan

organik.

Pendekatan ini lebih memusatkan kepada kecocokan antara karakteristik

organisasi dengan karakteristik lingkungan. Dalam pendekatan interaksi

posisi fit terjadi disepanjang garis kombinasi dua faktor kongtingensi.

3. Pendekatan seleksi yang beranggapan bahwa perusahaan-perusahaan yang

telah diteliti dan diamati telah beroperasi dalam kondisi ekuilibrium9. Peneliti

yang memakai pendekatan ini adalah Simon (1987) yang meneliti perbedaan

system pengendalian manajemen pada berbagai perusahaan yang memiliki

topologi strategi yang berbeda.

7 Dalam ilmu konseling manusia dianggap sebagai makhluk yang aktif yang hidup dengan beberapa bagian tubuh yang utuh tumbuh dan berkembang dengan kepribadian yang utuh dan terkoordinasi.

8 Pengukuran mengenai kecocokan yang menggunakan jarak lurus terdekat antara variable kontingensi dengan skor unik atau skor ideal. Yangdisimbolkan dengan (X1 dan X2) yang bearti adanya variable yang saling bergantungan.

(9)

C. Variabel Kontingensi

Mengembangkan suatu model kontingensi memerlukan suatu basis yang

membagi setting kompetitif ke dalam kelas terpisah, dan ada pekerjaan kecil

untuk mengindetifikasi variabel kontingensi yang relevan. Suatu variabel

kontingensi terkait dengan level (dimana binis yang berbeda pada variabel itu juga

memperlihatkan perbedaan utama bagaimana atribut pengendalian atau tindakan

berhubungan dengan kinerja. Dalam menentukan strategi, Hofer (1975)

memperkenalkan 54 faktor kontingensi mungkin, dimana masing-masing faktor

yang diasumsikan hanya mempunyai dua kemungkinan nilai. Ia menyatakan

bahwa hal ini mengakibatkan 18 milyar pengaturan yang mungkin

dibuat. Sebagai jawaban atas masalah ini, ia berspekulasi bahwa beberapa

variabel kontingensi mendominasi variabel kontingensi yang lain. Yang

disayangkan hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya dominasi antar

variabel kontingensi, dan riset pengendalian akuntansi hanya menguji suatu subset

kecil dari 54 variabel kontingesi Hofer (1975). Kebanyakan variabel kontingensi

tercakup dalam studi empiris pengendalian yang telah terpilih dalam suatu basis

khusus.

Beberapa variable yang dikemukakan dalam teori kontingensi adalah

sebagai berikut :

1. Kategori variabel yang berhubungan dengan ketidakpastian. Sumber

ketidakpastian yang utama meliputi tugas dan ketidakpastian lingkungan

eksternal. Ketidakpastian tugas adalah suatu fungsi dari tindakan seorang

manajer untuk mendapatkan hasil yang diharapkan (Hirst,

(10)

bentuk yang digambarkan oleh Ouchi (1977). Sebagai tambahan, variabel

makro dari ketidakpastian lingkungan mempunyai banyak segi yang

mendasari. Sebagai contoh, hubungan dengan pelanggan, para penyalur,

pasar, pekerjaan dan para petugas pemerintah semua mempunyai dampak

terhadap ketidakpastian lingkungan.

2. Kategori variabel kontingensi, berhubungan dengan interdependensi dan

tehnologi perusahaan. Hal ini meliputi definisi tehnologi yang dikembangkan

oleh Woodward (1965) dan Perrow (1967) membagi teknologi ke dalam batch

kecil, batch besar, memproses tehnologi dan kategori produksi

massal. Menurut Perrow (1967) definisi teknologi didasarkan pada

banyaknya pengecualian dalam memproses produk atau jasa memproses dan

sifat alami dari proses ketika pengecualian ditemukan. Sebagai tambahan,

Thomson (1967) membantah bahwa salah satu komponen kunci tehnologi

perusahaan adalah saling ketergantungan antara subunit perusahaan tersebut.

3. Kategori variable industri, perusahaan dan variabel unit bisnis seperti ukuran,

diversifikasi dan struktur. Studi industri sudah menguji pengendalian pada

pabrikasi, jasa keuangan serta riset dan pengembangan

perusahaan. Diversifikasi mengacu pada tingkat keanekaragaman dalam

suatu lini produk dan atau struktur perusahaan. Struktrur perusahaan telah

dikotomikan antara multi-divisional (M-Form) dan fungsional (U-Form)

Perusahaan (Hoskisson et Al, 1990). Seperti dicatat oleh Hofer (1975), ada

banyak orang variabel potensial dalam perusahan, industri dan Unit Bisnis

(11)

4. Kategori variabel kontingensi yang keempat meliputi strategi persaingan dan

misi. Kebanyakan riset strategi kontingensi telah memusat pada klarifikasi

yang telah diusulkan oleh Porter’s (1980), Miles dan Snow (1978) dan daur

hidup produk klarifikasi Porter’s (1980) adalah biaya rendah, pembedaan dan

fokus startegi persaingan. Miles dan Snow (1978) mengklarifikasikan unit

bisnis kedalam pembela/pelindung, penyelidik dan kategori penganalisis.

Kebanyakan riset pengendalian kontingensi terpusat pada perbedaan antara

penyelidik dan pembela/pelindung (Simon, 1987). Klarifikasi Daur hidup

produk terdiri dari membangun, (memegang/menjaga), memanen dan

kategori strategi divest.

5. Kategori lain yang telah diuji literatur pengendalian adalah faktor

observability. Variabel ini mula-mula diusulkan oleh Thomson (1970) dan

kemudian oleh Ouchi (1977) dan yang lain (Rockness and Shields, 1984).

Seperti dicatat oleh ahli teori organisasi dan agen, dalam evaluasi kinerja,

suatu isyarat dari seorang pekerja atau unit bisnis diukur, dievaluasi dan

dikompensasi. Isyarat mengukur dapat dari tindakan karyawan dan dari hasil

tindakan. Peneliti terdahulu menyiratkan perilaku mengendalikan, yang

belakangan menyiratkan pengendalian keluaran. Observabillitas (tentang

perilaku atau hasil) menyiratkan pengendalian itu dapat ditempatkan hanya

pada variabel yang kelihatan oleh penilai tersebut.

(12)

Proses perubahan struktural biasanya terjadi karena perubahan-perubahan

pada faktor kontingensi, seperti peningkatan diversifikasi, perbaikan teknologi

produksi, peningkatan ukuran perusahaan, dan peningkatan laju perubahan pasar

dan teknologi. Perubahan ini biasanya menyebabkan produksi perusahan menurun

hingga adanya perbaikan struktur organisasi, hingga membentuk mata rantai

sebagai berikut :

Penelitian Chandler (1962) mengenai hubungan antara strategi dan sturktur

memberikan bukti yang empiris tentang proses adaptasi organisasi sebagaimana

diuraikan diatas. Dalam penelitian yang dilakukan disebuah perusahan mobil di

Amreika Serikat, Chandler menemukan disaat tingkat disversifikasi produk

meningkat, perusahan cendrung meningkatkan desentralisasinya, dan melakukan

pergeseran dari stuktur fungsional ke struktur multidivisional. Namun disaat

produksi rendah, struktur fungsional akan cocok dengan kondisi yang ada,

sehingga produksi perusahaan menjadi bagus.

Menurut Chandler dari hasil penelitiannya, mana yang dahulu strategi atau

struktur? Dia menjelaskan bahwa yang benar itu strategi mendahului struktur.

Perubahan strategi akan membutuhkan persiapan dan penataan ulang internal

organisasi dengan melakukan perubahan struktur organisasi.

E. Kritik Terhadap Teori Kongtingensi

Organisasi fit Kinerja memburuk Terjadi perubahan

(13)

Kritik terhadap structure contingency theory dilakukan oleh Pfeffer dan Salancik (1978), Perrow (1979), Bruner dan Moeller (1985), Stopford dan Wells

(1972) dan Doz dan Prahalad (1991).

Kritik terhadap teori ini terjadi karena dilebih-lebihkannya perlakuan variabel

lingkungan pada teori struktur kontingensi. Lingkungan ternyata tidak sedemikian

dinamis seperti yang diasumsikan pada teori ini. Observasi yang lebih tepat

mungkin adalah dewasa ini perubahan tidak lebih dinamis dibanding saat lain

dalam sejarah, dan dampak dari ketidakpastian lingkungan terhadap organisasi

berkurang cukup besar sebagai hasil dari strategi manajerial.

Pfeffer dan Salancik (1978), melihat bahwa teori ketidakpastian struktural

tidak memperhatikan aspek politik dalam pembentukan struktur. Tesis Pfeffer dan

Salancik (1978) tentang pengendalian kekuasaan menyatakan struktur sebuah

organisasi kapanpun merupakan hasil dari mereka yang mempunyai kekuasaan

untuk memilih struktur yang sampai tingkat semaksimal mungkin

mempertahankan dan memaksimalkan control mereka. Perspektif pengendalian

kekuasaan tidak mengabaikan dampak dari besaran (size), tehnologi atau variabel ketidakpastian/kontingensi lainnya, malahan pengendalian kekuasaan

memperlakukan variabel kontingensi sebagai kendala yang dihadapi melalui

proses yang disebut sebagai proses politis.

Pleffer dan Salancik juga menyatakan bahwa adanya ketergantungan akan

sumber daya dalam organisasi. Organisasi membutuhkan sumberdaya, maka

organisasi akan cendrung mempertahankan dan berhubungan baik dengan

penyedia sumber daya, hubungan ini akan membentuk parameter politik dalam

(14)

Powell dan DiMagio (1991) mengemukakan bantahan terhadap teori

kontingensi dengan memunculkan teori institusional, yang memandang bahwa

rancangan struktur organisasi sangat dipengaruhi oleh kebutuhan untuk bisa

menyesuaikan diri dengan lingkungan isntitusional. Dari teori ini juga akan

kelihatan adanya aspek politik yang mempengaruhi struktur organisasi. Walau

dalam aplikasi sering pimpinan mengutamakan aspek efisiensi dan efektifitas

dibandingkan aspek politis, seperti mematuhi regulasi yang ada atau standar yang

ada dalam organisasi.

Hannan dan Freeman (1989) memunculkan teori ekologi-populasi, teori ini

mirip dengan siklus makhluk hidup yang disampaikan oleh Darwin. Teori ekolog

populasi menyatkan bahwa bentuk dan struktur organisasi dibentuk melalui

kelahiran dan kematian organisasi dari pada oleh penyesuaian organisasi secara

individu. Teori ini beranggapan kemampuan untuk beradaptasi denganlingkungan

sangatlah penting, karena organisasi yang gagal beradaptasi dengan lingkungan

akan mengalami kepunahan.

Sementara itu Perrow (1979), melihat hal yang bertolak belakang dengan

teori kontingensi struktural yaitu di dalam teori birokrasi, bahwa birokrasi itu ada

dimana-mana dan birokrasi merupakan cara yang paling baik dan efisien untuk

mengorganisasikan sesuatu sangat bertolak belakang dengan teori kontingensi

struktural dalam hal pertimbangan faktor-faktor ketidakpastian/kontingensi yang

menentukan struktur. Ternyata birokrasi dapat dipakai sebagai dasar pembentukan

struktur tanpa memperhatikan variabel tehnologi, lingkungan dan lain sebagainya.

Birokrasi menjadi efektif pada sejumlah besar aktivitas yang diorganisir, baik itu

(15)

II. Kesimpulan

Lingkungan organisasi merupakan salah satu faktor yang membuat dan

merubah struktur organisasi. Guna menganalisa sejauh mana pengaruh lingkungan

terhadap struktur dan strategi organisasi maka lahir sebuah pendekatan teori yang

lebih menfokuskan penelitian kepada lingkungan organisasi, yaitu teori

kongtingensi.

Teori Kontingensi lahir untuk melakukan pembaharuan dalam pengembangan

organisasi yang menjelang tahun 1950-an masih memakai pendekatan klasik.

Pendekatan ini mengabaikan pengaruh lingkungan organisasi dalam mendesain

struktur organisasi. Setelah dilakukan peneliltian-penelitian yang memakai teori

kontingensi, kelihatan bahwa lingkungan organisasi memiliki pengaruh yang

sangat kuat dalam mendesain organisasi, walau dalam teori ini akhirnya juga

berkesimpulan bahwa tidak ada satu cara yang efektif dalam mendesai organisasi,

karena lingkungan organisasi yang bergerak secara dinamis dan selalu berganti

sesuai dengan perkembangan teknologi. Maka analisis lingkungan organisasi pun

sangat diperngaruhi oleh beberapa faktorm diantaranya : faktor teknologi,

politik,hukum, ekonomi, ekologi dan budaya, serta juga dipengaruhi oleh pasar,

competitor, dan konsumen.

Penelitian-penelitian terkait teori kontingensi melahirkan anggapan dalam

teori kontingensi yang mengungkapkan bahwa, manajemen pada dasarnya bersifat

situasional, manajemen sering mengadopsi pendekatan dan strategi sesuai dengan

(16)

yang tinggi guna melakukan perubahan sesuai dengan perubahan lingkungan

organisasi.

Dalam aplikasi teori ini masih banyak mendapat bantahan dari dari teori-teori

lain, seperti lahirnya teori ketengantungan (Pleffer dan Salancik, 1978), teori

institusisonal (Power dan DiMagio, 1991), dan teori ekologi-populasi (Hannan

dan Freeman, 1989), dan ada Perrow (1979) yang menyatakan teori birokrasi

lebih baik guna menyusun struktur organisasi.

(17)

Draft, Richard L. 1986. Organizations a Micro/ MacroApproach. United State of Amerika.

Deki Zulkarnain, 2013. Makalah Lingkungan Organisasi. tahun. 2013. Universitas Jember

Fellisa, 2005. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal. Universitas Gajah

Mada. http://www.google.co.id/url.fellisa.ugm.ac.id. posting : 2005

Griffin, W. Ricky, 2004. Manajemen. Jilid I Edisi. 7. Jakarta : Erlangga

Gudono, Ph.D. 2009. Teori Organisasi. Edisi I. Pensil Press. Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta)

Purwati, Sri Atiek dan Siti Zulaikha, 2006. Journal. Teori kontinjensi, sistem pengendalian manajemen dan Outcomes perusahaan: implikasinya

dalam riset masa kini Dan masa yang akan datang. Fakultas Ekonomi

UNSEOD.

Reiney G. Hall, 2003. Understanding and Managing Public Organization. Third III Edition. United State of Amerika. Hal. 79-98.

Gambar

Tabel. 1.1. Perbedaan struktur mekanistik dan organik.

Referensi

Dokumen terkait

Mengadopsi strategi analisis fungsional, yaitu sebuah pendekatan yang secara eksplisit berfokus kepada alasan dan tujuan, rencana dan cita-cita, yang mendasari dan

menyatakan bahwa jika strategi diimpementasikan secara wajar dengan struktur organisasi yang tepat maka. perusahaan lebih

• Strategi-strategi ini pemasok pilihan mengambil membeli-dalam pendekatan lebih lanjut, dengan sebuah organisasi berusaha untuk mengembangkan hubungan jangka panjang dekat

proses yang menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan

Sinopsis Kursus ini memfokuskan kepada Teori Huraian Bahasa, Teori Pemerolehan Bahasa, konsep-konsep: strategi, pendekatan, kaedah, teknik, pengaplikasian pendekatan

Blau juga berusaha mengembangkan sebuah teori yang menggabungkan tingkah laku sosial dasar manusia dengan struktur masyarakat yang lebih luas, yakni antara

Teori yang digunakan adalah teori struktur fungsional dengan pola AGIL Talcott Parsons ( adaptation, goal attainment, integration, latency ) untuk melihat fenomena

Berdasarkan uraian di atas, maka analisis elemen estetik dalam komponen struktur dan fungsi akan dirumuskan dalam beberapa detail busana yang terdapat pada sebuah kemeja pria, yaitu 1