• Tidak ada hasil yang ditemukan

DERMATITIS KONTAK OKUPASIONAL PADA TANGAN PERAWAT BANGSAL RUMAH SAKIT: KASUS SERI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DERMATITIS KONTAK OKUPASIONAL PADA TANGAN PERAWAT BANGSAL RUMAH SAKIT: KASUS SERI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

MDVI Vol. 40 No. Suplemen Tahun 2013: 42s – 49s

DERMATITIS KONTAK OKUPASIONAL PADA TANGAN

PERAWAT BANGSAL RUMAH SAKIT: KASUS SERI

Lukman Ariwibowo, Cindy Cekti, Thianti Sylviningrum, Niken Indrastuti, Retno Danarti

SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

ABSTRAK

Dermatitis kontak okupasional (DKO) merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh kondisi di tempat kerja. Pekerja rumah sakit memiliki tingkat risiko ke-5 dalam kategori pekerjaan terhadap DKO. Kasus seri ini melaporkan dua kasus DKO pada tangan perawat bangsal rumah sakit. Dua orang perawat bangsal rumah sakit dengan keluhan gatal di tangan dan lengan bawah yang diduga akibat penggunaan sarung tangan medis berbahan karet. Setelah dilakukan uji tempel,diagnosis akhir adalah DKO karena sarung tangan medis berbahan karet. Frekuensi tertinggi dermatitis kontak okupasional pada pekerja kesehatan terutama di tangan dan lengan bawah akibat berkontak dengan iritan dan atau alergen selama bekerja. Bekerja di tempat basah, kondisi oklusi dalam sarung tangan, dan proses pencucian tangan menjadi penyebab utama DKO pada pekerja kesehatan. Kejadian DKO pada pekerja kesehatan paling sering terkait dengan lateks dan thiuram yang terdapat pada bahan sarung tangan medis. Proses pencucian tangan dengan deterjen dan antiseptik untuk mencegah infeksi nosokomial selama bekerja dapat menyebabkan DKO pada pekerja kesehatan. (MDVI 2013; 40/s: 42s - 49s )

Kata kunci : Dermatitis kontak okupasional – perawat bangsal – sarung tangan medis karet –uji tempel

ABSTRACT

Occupational contact dermatitis (OCD) is a skin disease which is caused by the condition in workplace. Hospital workersin the fifth level of having risk in the job category toward OCD. This serial case reports 2 cases of OCD in the nurse’s hands of hospital ward based on patch test. Twonurse in hospital ward who has itchy complaint on hands and lower arms which are presumed as the result of usingmedical rubber gloves. The result of patch test showed final diagnosis is OCD which is caused by medical rubber gloves.The frequency of occupational contact dermatitis on hands and lower arms caused by irritant and/or allergen on hospital workers is very high during work. Working in wet place, occlusion condition because of gloves, and excessive hand washing are the main cause of OCD on medical workers. The events of OCD on medical workers mostly are related with latex and thiuramwhich are existed in the material of medical gloves. Washing handswith detergent and antiseptic during work to prevent nosocomial infectionare main causes forOCD on medical workers in this case on nurse in hospital ward. (MDVI 2013; 40/s: 42s - 49s )

Key words : Occupational contact dermatitis – nurse ward– medical rubber gloves – patch test

Laporan Kasus

Korespondensi:

Gedung Radioputro Lantai 3, Jl. Farmako 1, Sekip, Sleman, Yogyakarta

Telpon/Fax 0274-560700

(2)

L Ariwibowo dkk. Dermatitis kontak okupasional pada perawat

PENDAHULUAN

Dermatitis kontak pada tangan terutama disebabkan oleh faktor pekerjaan. Sekitar 80% dermatitis kontak okupasional (DKO) mengenai tangan.1 DKO adalah semua bentuk kelainan kulit dengan pajanan pekerjaan sebagai penyebab utama atau merupakan faktor yang berperan. Kondisi kulit yang abnormal disebabkan oleh berbagai bahan yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan. Variasi pekerjaan yang dilakukan sangat banyak sehingga perlu informasi yang rinci tentang pekerjaan sehari-hari pasien. Kasus DKO melibatkan hal yang kompleks dan meliputi faktor endogen (terutama faktor atopik) dan faktor eksogen (pekerjaan di tempat basah, pajanan iritan, alergen, panas, dingin, dan gesekan).2,3 Penelitian di Universitas Kansas menyatakan bahwa kelompok terbesar pasien yang mengalami DKO merupakan pekerja di rumah sakit, pekerja mesin, dan pekerja konstruksi.3 Permasalahan DKO akan mempengaruhi kinerja seseorang, sehingga proses bekerja dan produksi suatu perusahaan akan terganggu selain mempengaruhi kondisi ekonomi, psikologis, dan fungsional pekerja itu sendiri.3

Di antara seluruh DKO, 80% merupakan dermatitis kontak iritan, sedangkan sisanya merupakan dermatitis kontak alergi.4,5 Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi inflamasi nonimunologis pada kulit akibat kontak dengan bahan kimia atau bahan fisik eksogen.2,5 Dermatitis kontak alergi (DKA) merupakan peradangan kulit yang didasari oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat, bersifat akut ataupun kronik akibat bahan kontaktan eksogen yang bersifat alergen.2,6 Insidens DKO yang tercatat pada regis-trasi di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Sardjito Sub Bagian Alergi dan Imunologi selama tahun 2012 sebanyak 8 pasien, namun diperkirakan insidens lebih tinggi karena terdapat beberapa kasus yang tidak terdiagnosis sebagai DKO.

Rumah sakit dapat disamakan dengan pabrik yang besar.7 Berbagai faktor dan substansi yang mungkin dapat membahayakan kulit pekerja rumah sakit. Pekerja di rumah sakit menunjukkan tingkat risiko ke-5 pada kategori pekerjaan terhadap DKO.7,8 Mahler mendapatkan data perkiraan insidens tahunan DKO pada 7,3 setiap 10.000 pekerja di rumah sakit.9 Penelitian Nettis menunjukkan DKO terjadi di tangan, pergelangan tangan, dan lengan bawah pada pekerja rumah sakit.10

Dilaporkan dua kasus DKO pada perawat bangsal rumah sakit. Pasien pertama dengan DKA karena thiuram mix 1%, neomycin sulphate 20%, dan 5-chloro-2-methyl-4-iso thiazolin-3-one (3:1 in water) 0,01%; serta DKI karena

benzyl alcohol (sorbitant sesquoleate) 1%, tert-butylhydro-quinone 1%, sabun Lifebuoy®, dan sarung tangan medis non steril berbahan karet. Pasien kedua dengan DKA terhadap karet pelindung pegangan motor, serta DKI akibat sampo Lifebuoy®, dengan sensitizer yang meragukan terhadap

potassium dichromate 0,5%, neomycin sulfate 20%,

mercaptobenzothiazole 2%, karet pegangan kursi roda, sarung tangan karet untuk mencuci, Alcuta®0,1%, dan sarung tangan medis steril berbahan karet. Pembahasan menekankan pada identifikasi kontaktan penyebab DKO dari hasiluji tempel (UT).

KASUS 1

Seorang wanita, berumur 45 tahun, perawat di bangsal RSUP Dr. Sardjito datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Sardjito dengan keluhan utama gatal di kedua tangan dan sekitar bibir.

Pasien mengeluhkan gatal di punggung tangan, telapak tangan, dan lengan bawah setiap kali memakai sarung tangan medis non-steril berbahan karet saat bertugas sebagai perawat selama 5 tahun. Menurut pasien, sarung tangan medis non-steril berbahan karet yang disediakan oleh rumah sakit saat ini berbeda dengan sarung tangan medis non-steril berbahan karet yang pernah digunakan, sebelum munculnya keluhan gatal pada tangan. Keluhan gatal berkurang bila tidak menggunakan sarung tangan tersebut serta mencuci tangan dengan air dan sabun. Pasien telah memeriksakan diri ke dokter spesialis kulit dan kelamin dan dinyatakan sebagai alergi sarung tangan karet. Pasien diberi obat salep racikan, tablet setirizin, tablet Telfast OD®, dan tablet Somerol®. Keluhan membaik setelah diberi obat tersebut, namun sering kambuh setiap bekerja di bangsal rumah sakit. Pasien merasa kondisi tangannya semakin lama semakin parah, semakin gatal, dan tangan menjadi kasar, terutama setelah memakai sarung tangan medis non-steril berbahan karet setiap bekerja. Pasien hampir selalu minum obat deksametason dan setirizin untuk menghilangkan rasa gatalnya. Pasien bekerja sebagai perawat bangsal di RSUP Dr. Sardjito selama 23 tahun. Selain itu pasien juga menge-luh mengenai gatal-gatal di sekitar bibir sejak 1 bulan yang lalu. Pemakaian kosmetik baru dan pasta gigi baru disangkal pasien.

Pasien menyatakan pernah alergi sandal jepit berbahan karet 10 tahun yang lalu, namun telah sembuh setelah berobat ke dokter spesialis kulit dan kelamin serta dianjurkan memakai sepatu dan sandal kulit. Terdapat riwayat asma pada pasien, kakek, dan ketiga anak pasien, serta penyakit eksim pada kakak kandung pasien yang kambuhan. Pasien ingin pindah bagian dari bangsal ke poliklinik untuk mengurangi penggunaan sarung tangan medis berbahan karet, sehingga pasien ingin dilakukan tes alergi agar hasil pemeriksaan dapat digunakan sebagai rekomendasi pemin-dahan tugas.

(3)

MDVI Vol. 40 No. Suplemen Tahun 2013: 42s – 49s

lengan bawah adalah DKA dan DKI oleh karena sarung tangan medis non steril berbahan karet, sedangkan untuk bibir dan dagu didiagnosis banding sebagai DKA dan DKI akibat kosmetik. Diagnosis kerja pasien ini DKA kemung-kinan akibat sarung tangan medis non-steril berbahan karet pada tangan dan lengan bawah, serta DKA akibat kosmetik di sekitar bibir dan dagu.

Uji tempel dilaksanakan menggunakan 24 alergen standar, 49 alergen standar kosmetik, dan 10 bahan yang sering digunakan di lingkungan kerja dan di rumah yaitu sarung tangan karet, sabun cuci krim Wings® biru, sabun batang merah Lifebuoy®, detergen bubuk SoKlin®, pasta gigi Pepsodent Herbal®, krim pagi, Aubeau® foundation, Biolastin® , bedak padat Aubeau®, dan Olay Total Effect®. Hasil uji tempel setelah 96 jam didapatkan positif alergi ter-hadap thiuram mix 1%, neomycin sulphate 20%, dan 5-chloro-2-methyl-4-iso thiazolin-3-one (3:1 in water) 0,01%; serta positif iritasi terhadap benzyl alcohol (sorbitant sesquoleate) 1%, tert-butylhydroquinone 1%, sabun Life-buoy®, dan sarung tangan medis non-steril berbahan karet.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan peme-riksaan penunjang uji tempel, maka diagnosis akhir kasus ini adalah DKA terhadap thiuram mix 1%, neomycin sulphate

20%, dan 5-chloro-2-methyl-4-iso thiazolin-3-one (3:1 in water) 0,01%; dan iritasi/DKI terhadap benzyl alcohol (sorbitant sesquoleate) 1%, tert-butylhydroquinone 1%, sabun Lifebuoy®, dan sarung tangan medis non steril ber-bahan karet. Pada kasus pertama ini didapatkan hasil yang relevansinya sangat mungkin (probable) dengan penggunaan sarung tangan karet dalam pekerjaannya. Berdasarkan riwa-yat penyakit, riwariwa-yat pekerjaan, lesi yang ada pada pasien, dan didukung dengan pemeriksaan penunjang uji tempel, maka diagnosis DKO dapat ditegakkan pada pasien ini.

Pasien dianjurkan untuk menghindari pemakaian berbagai produk alergen dan iritan yang menjadi penyebab keluhannya selama ini. Jika terpaksa tidak dapat meng-hindari produk tersebut, dianjurkan untuk menggunakan sarung tangan medis non-lateks, serta mengurangi waktu pekerjaan yang mengharuskan menggunakan sarung tangan medis non-steril berbahan karet selama bertugas sebagai perawat. Langkah terakhir adalah melakukan modifikasi tugas atau tempat bertugas sebagai perawat yang tidak harus menggunakan sarung tangan medis non-steril berbahan karet. Masukan hasil uji tempel tersebut diberikan kepada atasan perawat yang bersangkutan sehingga perawat tersebut dipindahtugaskan sebagai perawat di poliklinik. Terapi yang diberikan adalah salep desoksimetason dua kali sehari pada kedua tangan dan cetirizine tablet 1x10 mg selama 2 minggu. Pada kun-jungan pasien berikutnya terdapat perbaikan pada lesi di tangan pasien.

KASUS 2

Seorang wanita, berumur 34 tahun, perawat di bangsal RSUP Dr. Sardjito datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin

RSUP Dr. Sardjito dengan keluhan utama gatal di kedua tangan.

Pasien mengeluh gatal di telapak tangan, punggung tangan, dan lengan bawah setiap kali memakai sarung tangan medis steril berbahan karet saat bertugas serta menggunakan pencuci tangan selama bekerja sebagai perawat sejak 4 tahun sebelumnya. Keluhan gatal berkurang bila tidak menggu-nakan sarung tangan medis steril berbahan karet serta mencuci tangan hanya dengan air. Keluhan membaik setelah minum obat tablet loratadin dan salep Inerson®, namun sering kambuh setiap bekerja di bangsal rumah sakit. Pasien merasa tangan semakin gatal dan menjadi kasar, terutama setelah memakai sarung tangan medis steril berbahan karet dan mencuci tangan. Pasien juga menceritakan tentang berbagai bahan karet yang ada di tempat kerja yang sering dipegangnya yaitu karet pegangan kursi roda, karet pegangan brankar, sarung tangan karet untuk mencuci, dan karet pelindung pegangan motor. Pasien bekerja sebagai perawat di bangsal RSUP Dr. Sardjito selama 13 tahun terakhir ini. Tidak dijumpai riwayat atopi pada pasien, namun terdapat riwayat asma pada nenek pasien. Pasien ingin tahu penyebab alergi pada tangannya.

Keadaan umum pasien baik, compos mentis, tanda vital dalam batas normal. Kedua telapak tangan tampak hiper-keratotik, eritem, dengan skuama di atasnya, kesan xerotik di telapak tangan, punggung tangan, dan jari; tampak fisura multipel di telapak tangan. Diagnosis banding adalah DKA dan DKI oleh karena sarung tangan medis steril berbahan karet atau karena pencuci tangan. Sebagai diagnosis kerja adalah DKA kemungkinan akibat sarung tangan medis steril berbahan karet.

Uji tempel dilaksanakan dengan menggunakan 24 alergen standar dan 17 bahan yang sering digunakan di lingkungan kerja dan di rumah yaitu sarung tangan medis steril berbahan karet, sarung tangan karet warna hijau, sarung tangan karet untuk mencuci, karet pelindung pegangan motor, karet pelindung brankar, karet pelindung pegangan kursi roda, antiseptik 0,1% untuk cuci tangan buatan rumah sakit, sabun cuci cair Sleek®, sampo Lifebuoy®, detergen bubuk SoKlin®, Softener, Alenta®, antiseptik, Hibiscrub®, Sunlight®, minyak telon, dan Alcuta® 0,1%. Uji tempel setelah 96 jam mendapatkan hasil positif reaksi alergi terhadap karet pelindung pegangan motor, serta hasil iritasi terhadap sampo Lifebuoy®, dengan hasil alergi meragukan terhadap potassium dichromate 0,5%, neomycin sulfate 20%,

mercaptobenzothiazole 2%, karet pegangan kursi roda, sarung tangan karet untuk mencuci, Alcuta 0,1%, dan sarung tangan medis steril berbahan karet.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan peme-riksaan penunjang uji tempel, maka diagnosis akhir kasus adalah DKA terhadap karet pelindung pegangan motor serta iritasi/DKI terhadap sampo Lifebuoy®, dan dengan hasil alergi meragukan terhadap potassium dichromate 0,5%,

(4)

L Ariwibowo dkk. Dermatitis kontak okupasional pada perawat

Alcuta 0,1%, dan sarung tangan medis steril dari karet. Pada kasus kedua ini didapatkan hasil yang relevansinya meragukan. Berdasarkan riwayat penyakit, riwayat pekerjaan, lesi yang ada pada pasien, dan didukung oleh pemeriksaan penunjang uji tempel, maka diagnosis DKO ditegakkan pada pasien ini, walaupun disayangkan tidak dilakukan uji tempel ulang pada kasus kedua ini terhadap

sensitizer yang masih meragukan.

Pasien dianjurkan untuk menghindari pemakaian berbagai produk alergen dan iritan yang menjadi penyebab keluhannya selama ini. Pasien disarankan untuk uji tempel ulang dengan sensitizer yang meragukan, namun pasien menolak, sehingga pasien disarankan untuk mewaspadai bahan sensitizer tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya sehari-hari. Terapi yang diberikan berupa salep mometason furoat satu kali sehari pada kedua tangan dan minyak zaitun sebagai pelembab dua kali sehari selama 2 minggu. Pada kunjungan berikutnya terdapat perbaikan pada lesi di tangan pasien.

DISKUSI

Diagnosis DKO ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis ditekankan pada informasi rinci terkait kegiatan sehari-hari, meliputi: tata cara bekerja, pajanan bahan, penggunaan alat pelindung, peralatan kebersihan yang dipakai, keterkaitan riwayat penyakit dan pekerjaan (membaik bila tidak terpajan bahan-bahan di lingkungan kerja), informasi keluhan serupa pada rekan kerja, informasi riwayat atopi, serta riwayat penyakit kulit sebelumnya.

Kriteria Mathias digunakan untuk menentukan diag-nosis DKO, yaitu jawaban “ya” terhadap 4 dari 7 pertanyaan. 1) Apakah gambaran klinis sesuai dengan dermatitis kontak, 2) Apakah ada pajanan terhadap bahan iritan maupun bahan alergen di tempat kerja, 3) Apakah distribusi anatomi lesi sesuai dengan pajanan akibat kerja, 4) Apakah terdapat hubungan waktu antara pajanan dan awitan sesuai dermatitis kontak, 5) Apakah pajanan akibat bahan non-okupasi telah disingkirkan, 6) Apakah dermatitis kontak membaik setelah menghindari pajanan yang dicurigai di tempat kerja, 7) Apakah uji tempel (UT) atau uji provokasi dapat mengidentifikasi kemungkinan penyebab,1,11,12 Pada kasus ini didapatkan 6 jawaban “”ya” dari 7 pertanyaan, kecuali pertanyaan ke-5, sehingga diagnosis DKO dapat ditegakkan.

Pemeriksaan penunjang utama DKO adalah dengan uji tempel yang bertujuan untuk membedakan DKA dan DKI. Prosedur uji tempel dilakukan dengan cara penempelan bahan selama 48 jam. Pembacaan dilakukan pada 48 jam, 72 jam, dan 96 jam setelah penempelan. Hasil UT dinyatakan (+) sebagai reaksi lemah (eritem atau papul, terkadang

disertai edema, meliputi 50% area UT); (++) sebagai reaksi positif kuat (eritem, infiltrasi, papul eritem, vesikel, meliputi 50% area UT); (+++) sebagai reaksi positif sangat kuat (bula/ulserasi). Sedangkan hasil (±) atau (?) adalah reaksi yang meragukan (makula, eritem tipis); (-) negatif bila tidak terjadi reaksi. Relevansi hasil UT dengan klinis DKA perlu dilakukan, karena hasil UT akan semakin bermakna jika sesuai dengan gambaran klinis, dan bahan alergen tersebut sesuai dengan dugaan saat anamnesis riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis. Penilaian relevansi klinis hasil UT dibagi menjadi 5 tingkatan: 1) Pasti (certain/definite), 2) Sangat mungkin (probable), 3) Mungkin (posible), 4) Riwayat (past), 5) Tidak diketahui (unknown) jika relevansi antara alergen penyebab dan riwayat kontak tidak diketahui.13

Dermatitis pada kasus okupasi menunjukkan frekuensi tertinggi pada tangan dan lengan bawah akibat kontak dengan iritan dan atau alergen selama bekerja.2 Bekerja di tempat basah selama beberapa jam setiap hari merupakan faktor atau kofaktor dermatitis kontak iritan.2,7 Kondisi oklusi dalam sarung tangan yang non-permeabel merupakan masalah pada banyak pekerjaan.2 Pekerja dapat mengeluh-kan rasa tidak nyaman dan gatal; pasien dengan latar belakang atopik lebih sering berkembang dengan terjadinya vesikel.2 Gesekan juga kadang tidak diperhatikan, namun berperan pada kerusakan kulit.2 Pada kedua kasus ini, terdapat riwayat bekerja dengan sarung tangan karet, pekerjaan basah, dan pajanan iritan dan alergen di tempat kerja selaku perawat bangsal rumah sakit.

Pekerjaan di bidang kesehatan sering terkena DKI dan atau DKA serta urtikaria kontak.7 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Holnes dan Mace (menggunakan uji tempel dan uji tusuk pada pekerja di bidang kesehatan), terhadap 55 orang subyek penelitian mendapatkan 61% mengalami DKI, 31% DKA, dan 27% urtikaria kontak yang terkait dengan lateks.14 Sebelas persen subyek penelitian menunjukkan DKA akibat thiuram serta urtikaria kontak akibat lateks, dengan 95% terkait dengan pekerjaan sehari-harinya di bidang kesehatan.14 Mahler dkk. menemukan DKI sebanyak 54% dan DKA 51% terkait pekerjaan pada petugas kesehatan.9 Demikian pula Nettis dkk. menemukan DKI 44,4% dan DKA 16% terkait dengan pekerjaan pada petugas kesehatan.10 DKO pada pekerja di bidang kesehatan lebih sering ditemukan wanita yang mengalami dermatitis tangan dan riwayat atopi.15

Pada kedua pasien dan keluarganya didapatkan riwayat atopi. Riwayat atopi menjadi faktor risiko.2,8,16 Latar bela-kang seseorang atau keluarga dengan riwayat atopi cenderung berkembang menjadi dermatitis tangan dan urtikaria kontak.8,16 Dermatitis tangan muncul pada 65% orang dengan gejala atopi dan 75% pada seseorang dengan kulit kering dan riwayat atopi.8

Pemakaian produk sehari-hari di tempat kerja pasien menunjukkan hasil uji tempel DKA terhadap thiuram mix

1% serta DKI terhadap sarung tangan karet pada kasus

(5)

MDVI Vol. 40 No. Suplemen Tahun 2013: 42s – 49s

disebabkan oleh sensitizer produk karet (thiuram).17,18

Thiuram digunakan paling banyak dalam proses pembuatan karet, juga ditemukan dalam desinfektan, sabun, insektisida, oli, pestisida, cat kayu, obat antiskabies dan anti jamur pada obat-obat untuk hewan, pembersih alkohol, dan sebagai antidotum keracunan nikel.18 Penelitian Nettis (2002) terhadap 360 pekerja rumah sakit dengan dermatitis kontak pada tangan, menunjukkan kejadian DKA terhadap bahan karet thiuram mix, carba mix, dan tetramethylthiuram monosulphide.10 Pada kasus pertama dan kedua terdapat riwayat penggunaan sarung tangan karet selama bekerja. Hasil uji tempel pada kasus pertama didapatkan iritasi terhadap sarung tangan karet dan thiuram sebagai probable sensitizer, sedangkan pada kasus kedua didapatkan hasil yang meragukan terhadap mercaptobenzothiazole 2%.

Neomycin sulphate 20%, banyak didapatkan di tempat kerja. Neomycin sulphate adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang banyak terdapat pada obat lokal yang berupa krim, bedak, salep, tetes telinga, dan tetes mata.18,19

Neomycin sulphate juga terdapat pada sabun antibakteri, losio, deodoran, dan spray.18 Pada kasus pertama didapatkan hasil yang probable,sedangkan pada kasus kedua didapat-kan hasil yang meragudidapat-kan.

Bahan 5-chloro-2-methyl-4-iso thiazolin-3-one (3:1 in water) 0,01% (MCI) didapatkan di tempat kerja pasien, berupa campuran kimia untuk pengawet di dalam sarung tangan karet, juga didapatkan pada pengawet produk pemutih, serta pengawet pada cat kayu, pengawet kertas, dan pengawet produk percetakan.18,20 Pada kasus pertama didapatkan hasil yang sangat mungkin (probable), dengan relevansi penggunaan sarung tangan karet dalam peker-jaannya.

Benzyl alcohol (sorbitant sesquoleate) 1% adalah iritan yang biasa dipakai sebagai desinfektan tangan, juga sebagai pengawet pada penyiapan obat injeksi dan dipakai pada penempelan jaringan yang dilakukan teknisi histologi.21

Benzyl alcohol akan menghilangkan air dari stratum korneum dan menghilangkan lipid, sehingga fungsi sawar epidermis menjadi rusak.21 Pada kasus pertama didapatkan iritasi terhadap benzyl alcohol dengan relevansi pada pasien yang menggunakan desinfektan tangan dalam pekerjaannya.

Tert-butylhydroquinone 1% dikenal sebagai penyebab vitiligo okupasional sejak tahun 1930-an. Sumber kontak utama terdapat pada karet. Bahan ini dipakai di dalam karet sebagai antioksidan untuk mencegah degenerasi.22,23 Tert-butylhydroquinone dalam industri karet saat ini sudah jarang dipakai, bahan kimia ini menyebabkan leukoderma okupasional karena merusak melanosit.23 Tert-butylhydro-quinone dan monobenzyl ether hydroTert-butylhydro-quinone terkadang ditemukan dalam kosmetik pemutih maupun obat untuk terapi kulit melanotik.23 Pada kasus pertama didapatkan iritasi terhadap tert-butylhydroquinone dengan relevansi positif karena penggunaan sarung tangan karet dalam pekerjaannya.

Potassium dichromate di bidang kesehatan didapatkan pada bahan kimia di laboratorium dan bidang radiologi.18

Potassium dichromate lebih banyak didapatkan pada industri semen, cat, tekstil, penyamakan kulit, elektronik, deterjen, pemutih pakaian, dan pembersih lantai.18 Pada kasus kedua terdapat hasil positif meragukan terhadap potassium dichromate.

Kebersihan tangan sangat penting bagi tenaga kese-hatan untuk mencegah infeksi nosokomial. Peran utama terletak pada kombinasi mencuci dan desinfeksi. Awitan DKI sering disebabkan oleh pekerjaan basah dan mengan-dung deterjen.24 Sensitisasi kontak alkohol primer yaitu etanol dan metanol sering terjadi pada paramedis, dokter, petugas laboratorium, dan penggunaan kosmetik.24,25 Alkohol menyebabkan kulit kering, iritasi, dan sensitisasi alergi. Dermatitis kontak alergi karena alkohol disebabkan oleh komponen etil alkohol murni, amil, butil, dan isopropil alkohol.25

(6)

L Ariwibowo dkk. Dermatitis kontak okupasional pada perawat

Gambar 3. (1) Thiuram mix 1% (+);(2) Neomycin sulphate 20% (+); (3) 5-chloro-2-methyl-4-iso thiazolin-3-one (3:1 in water) 0,01% (+); (4) Benzyl alcohol (sorbitant sesquoleate) 1% (IR); (5)Tert-butylhydroquinone 1% (IR); (6)Sabun Lifebuoy® (IR),

and (7) sarung tangan medis non steril bahan karet (IR)

Gambar 2. Pada kedua telapak tangan tampak eritema dengan kulit serotik

1

2

4

5

6

7

3

(7)

MDVI Vol. 40 No. Suplemen Tahun 2013: 42s – 49s

DAFTAR PUSTAKA

1. Honari G, Taylor JS, Sood A. Occupational skin disease and skin diseases due to biologic warfare. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, Penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill Companies; 2012. h. 2611-21.

2. Frosch PJ, Kügler. Occupational contact dermatitis. Dalam: Johansen JD, Frosch PJ, Lepoittevin JP, Penyunting. Contact dermatitis. Edisi ke-5. New York: Springer; 2011. h. 831-9. 3. Kucenic MJ, Belsito DV. Occupational allergic contact dermatitis is

more prevalent than irritant contact dermatitis; A 5 year study. J Am Acad Dermatol. 2002; 46: 695-9.

4. Astner S. Irritant contact dermatitis induced by a common household irritant: a non invasive evaluation of ethnic variability in skin response. J Am Acad Dermatol. 2006; 54: 458-65.

5. Chew AL, Maibach HI. Occupational issues of irritant contact dermatitis.Irritant Dermatitis. New York: Springer; 2006. h. 113-22. 6. Castanedo-Tardan MP, Zug KA. Allergic contact dermatitis. Dalam:

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff

K, Penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill Companies; 2012. h. 152-65. 7. Stingeni L, Lapomarda V, Lisi P. Occupational hand dermatitis in

hospital environments. Contact Dermatitis. 1995; 33: 172-6. 8. Giménez-Arnau A.M. Occupational contact dermatitis: Health personel.

Dalam: Johansen JD, Frosch PJ, Lepoittevin JP, Penyunting. Contact dermatitis. Edisi ke-5. New York: Springer; 2011.h.841-52.

9. Mahler V. Skin protection in health care setting. Curr Probl Dermatol.2007; 34: 120-32.

10. Nettis E, Colanardi MC, Soccio AL, Ferrannini A, Tursi A. Occupational irritant and allergic contact dermatitis among healthcare workers. Contact Dermatitis. 2002; 46: 101-7.

11. Mathias CGT. Contact dermatitis and workers compensation: Criteria for establishing occupational and aggravation. J Am Acad Dermatol. 1989; 20: 842.

12. Gomez C.M. Assesment of Mathias criteria for establishing occupational causation of contact dermatitis. Actas Dermo-Sifiliograficas. 2012; 103: 411-21.

13. Maibach HI, Lachapelle JM. Patch testing prick testing a practical guide. New York: Springer; 2003. p.113-4.

Gambar 5. Pada telapak tangan tampak hiperkeratotik, eritema, dengan skuama di atasnya, kulit serotik dan fisura multipel

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Gambar 6. (1) Karet pegangan motor(+); (2)Shampo Lifebuoy® (IR); (3)Potassium dichromate 0,5% (±); (4)Neomycin sulfate

20% (±); (5) Mercaptobenzothiazole 2% (±); (6) Karet pegangan kursi roda (±); (7) Sarung tangan cuci bahan karet

(8)

L Ariwibowo dkk. Dermatitis kontak okupasional pada perawat

14. Holness DL, Mace SR. Results of evaluating health care workers with prick and patch testing. Am J Contact Dermatitis.2001; 12: 88-92.

15. Suneja T, Belsito DV. Occupational dermatosis in health care workers evaluated for suspected allergic contact dermatitis. Contact Dermatitis. 2008; 58: 285-90.

16. Valsecchi R, Leghissa P, Cortinovis R, Cologni L, Pomesano A. Contact urticaria from latex in healthcareworkers. Dermatology. 2000; 201: 127-31.

17. Nixon R, Frowen K, Moyle M. Occupational dermatoses. Australian Family Phys. 2005; 34: 327-33.

18. Gronau U. The TROLAB® guide to patch testing. Reinbek: Hermal-Chemie Kurt Herrmann; 1987.h.36-59.

19. Andersen KE, White AR, Goossens A. Allergens from the European Baseline Series. Dalam: Johansen JD, Frosch PJ, Lepoittevin JP, Penyunting. Contact dermatitis. Edisi ke-5. New York: Springer; 2011.h.545-90.

20. Lidén C. Pesticides. Dalam: Johansen JD, Frosch PJ, Lepoittevin JP, Penyunting. Contact dermatitis. Edisi ke-5. New York: Springer; 2011.h.927-36.

21. Pedersen LK, Held E, Johansen JD. Short-term effects of alcohol based desinfectant and detergent on skin irritation. Contact Dermatitis.2005; 2: 82-7.

22. Oliver EA, Schwartz L, Warren LH. Occupational leukoderma: preliminary report. J Am Med Assoc.1939; 113: 927-8.

23. Nakayama H. Pigmented contact dermatitis and chemical depigmentation. Dalam: Johansen JD, Frosch PJ, Lepoittevin JP, Penyunting. Contact dermatitis. Edisi ke-5. New York: Springer; 2011.h.377-93.

24. Caroline M, Slotosch H, Gunter K, Haraldlo F. Effect of desinfectans and detergents on skin irritation. Contact Dermatitis.

2007; 57: 235-41.

25. Rietschel RL, Fowler JF. Contact Dermatitis. Dalam: Rietschel RL, Fowler JF, Penyunting. Fisher’s contact dermatitis. Edisi ke-6. New York: McGraw Hill Companies; 2008.h.527-8.

26. aquaporin-3-deficient mice. Proc Natl Acad Sci USA. 2003; 100: 7360-5.

27. Amado A, Sood A, Taylor JS. Irritant Contact Dermatitis. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick`s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: MacGraw-Hill; 2012. h. 499-506.

28. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic Dermatitis (Atopic Eczema). Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick`s in General Medicine. Edisi ke-8. New York: MacGraw-Hill; 2012. h. 162-82. 29. Kampf G, Wigger-Alberti W, Schoder V, Wilhelm KP. Emollients

Gambar

Gambar 1. Pada punggung kedua tangan dan lengan bawah pada pergelangan tampak papula eritem dan plak eritem multipel tersebar dengan kulit serotik
Gambar 2. Pada kedua telapak tangan tampak eritema dengan kulit serotik
Gambar 5.  Pada telapak tangan tampak hiperkeratotik, eritema, dengan skuama di atasnya, kulit serotik dan fisura multipel

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan produksi hip prosthesis dalam negeri bisa dilakukan untuk menurunkan biaya operasi penggantian sambungan tulang panggul di Indonesia dan mendapatkan ukuran yang

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh produk fermentasi dari Bacillus subtilis terhadap kadar nitrogen, asam urat dan produksi amonia

Dana alokasi umum yaitu sejumlah dana yang merupakan komponen terbesar dari dana perimbangan yang digunakan untuk pemerataan kemampuan keuangan atas dasar atau ketentuan yang telah

Berdasarkan hasil analisis pola deformasi interseismic sebelum gempa Bengkulu 2007 dari data GPS kontinyu SuGAr (The Sumatran GPS Array), velocity rate titik-titik yang berada

Hasil utama dari pengolahan data GPS dengan menggunakan GAMIT adalah solusi kendala minimum estimasi parameter dan matriks kovariansinya yang kemudian data

a) Nim mahasiswa. e) Layanan keamanan data pribadi. g) Layanan pengajuan judul skripsi. Dari dataset di atas akan di bagi menjadi dua bagian yaitu Data latih dan Data uji. Untuk

Kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan indeks yaitu kelompok Bahan Makanan sebesar 0,15 persen, kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau sebesar

Hadisuwito (2012:14), “pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau mahluk hidup yang telah mati”. Bahan organik ini akan mengalami pembusukan oleh