• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKONOMI POLITIK DAN KETAHANAN PANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EKONOMI POLITIK DAN KETAHANAN PANGAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

EKONOMI POLITIK DAN KETAHANAN PANGAN

Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Ekonomi Politik Pembangunan

Disusun Oleh :

Yenis Tria Kusumadhani (135030101111051) Amanda Rachma Debyasari (135030101111030) Widiyawati (135030101111050) Elfananda Istiqlalia (135030101111060) Deasy Ayu Sartika D (135030101111066) Darin Iftinani Aulia D (135030107111025) Anasthasia Christina (135030107113011)

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2)

KATA PENGANTAR

Penyusunan makalah dengan judul “Ekonomi Politik dan Ketahanan Pangan” ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas ujian tengah semester mata kuliah Ekonomi Politik Pembangunan pada semester ganjil tahun 2015. Pada makalah ini dijelaskan tentang kaitan antara ekonomi politik dan ketahanan pangan di Indonesia.

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga makalah yang berjudul “Ekonomi Politik dan Ketahanan Pangan” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya tanpa ada halangan apapun.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang berguna dari semua pihak yang telah membaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membacanya.

Malang, 19 Desember 2015

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Konsep ketahanan pangan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu dan rumahtangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain itu aspek pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangakau oleh masyarakat juga tidak boleh dilupakan. Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk menyatakan situasi pangan pada berbagai tingkatan yaitu tingkat global, nasional, regional, dan tingkat rumah tangga serta individu yang merupakan suatu rangkaian system hirarkis. Hal ini menunjukkan bahwa konsep ketahanan pangan sangat luas dan beragam serta merupakan permasalahan yang kompleks. Namun demikian dari luas dan beragamnya konsep ketahanan pangan tersebut intinya bertujuan untuk mewujudkan terjaminnya ketersediaan pangan bagi umat manusia. Bagi Indonesia, ketahanan pangan masih sebatas konsep.

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sehingga pemenuhannya menjadi salah satu hak asasi yang harus dipenuhi secara bersama-sama oleh negara dan masyarakatnya. Pemerintah Indonesia selalu berupaya untuk mencapai kemakmuran rakyat indonesia, salah satunya adalah meningkatkan ketahanan pangan nasional. Pangan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh setiap manusia.Salah satunya adalah kebutuhan akan beras, di Indonesia beras merupakan salah satu makanan pokok. Setelah beberapa tahun terakhir ini petani banyak yang mengalami gagal panen yang diakibatkan oleh berbagai macam bencana seperti banjir, dan musim kemarau yang berkepanjangan, oleh karena itu pemerintah melakukan kebijakan supaya warga indonesia tidak selalu bergantung pada beras.

(4)

karena didaerah tertentu pola konsumsi masyarakat masih didominasi dengan padi-padian. Masyarakat umumnya masih mempunyai ketergantungan yang kuat terhadap beras.

Sebenarnya jika ditinjau dari kondisi alam di Indonesia, negara kita termasuk negara yang kaya akan sumber daya alam. Banyak negara luar yang datang ke Indonesia untuk mengolah bahan mentah dari Indonesia. Tetapi walaupun negara Indonesia kaya akan sumber daya alam kita mengimpor pangan, itu disebabkan karena kekurangan dan kemampuan sumber daya manusia. Maka untuk meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia juga sangat membutuhkan sunber daya manusia untuk mampu mengolah kekayaan sumber daya alam. Meskipun di Indonesia lahan untuk bertani luas, jika sumber daya manusia tidak ada itu sama saja tidak menghasilkan apapun. Untuki itu sumber daya alam itu harus juga diikuti dengan sumber daya manusia.

1.2Rumusan Masalah

 Bagaimana Ekonomi Politik dalam Bidang Ketahanan Pangan di Indonesia

1.3Tujuan Penulisan

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kebutuhan Pokok

Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang individu pada tingkat paling dasa, seperti pangan yang mencukupi, makan, minum, dan perumahan. Dalam konteks peersoalan masyarakat Indonesia kebutuhan pokok untuk saat inimasih belum seluruh masyarakat mampu memenuhi dan mencukupi kebutuhan pokoknya secara baik dan stabil setiap waktunya. Ini ditandai dengan masih adanya kasus masyarakat yang makan nasi aking, atau makan sehari hanya dua kali bahkan ada kasus makan sehari sekali. (Irham Fahmi dalam buku Ekonomi Politik Teori dan Realita).

2.2 Definisi Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, dan aman yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik.

Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992) mendefenisikan ketahanan pangan sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup sehat.

(6)

yang lebih penting adalah merupakan persoalan yang lebih kompleks, yang memiliki perspektif pembangunan dan ekonomi politik.

2.3 Sistem Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil kerja sistem ekonomi pangan yang terdiri dari subsistem ketersediaan meliput produksi , pasca panen dan pengolahan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi yang saling berinteraksi secara berkesinambungan. Ketiga subsistem tersebut merupakan satu kesatuan yang didukung oleh adanya berbagai input sumberdaya alam, kelembagaan, budaya, dan teknologi. Proses ini akan hanya akan berjalan dengan efisien oleh adanya partisipasi masyarakat dan fasilitasi pemerintah.

Partisipasi masyarakat ( petani, nelayan dll) dimulai dari proses produksi, pengolahan, distribusi dan pemasaran serta jasa pelayanan di bidang pangan. Fasilitasi pemerintah diimplementasikan dalam bentuk kebijakan ekonomi makro dan mikro di bidang perdagangan, pelayanan dan pengaturan serta intervensi untuk mendorong terciptanya kemandirian pangan. Output dari pengembangan kemandirian pangan adalah terpenuhinya pangan, SDM berkualitas, ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional. Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Subsistem ini berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk, baik dari sisi jumlah, kualitas, keragaman maupun keamanannya. Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional. Hal ini disebabkan oleh faktor teknis dan sosial – ekonomi;

1. Teknis

a. Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke non pertanian seperti industri dan perumahan (laju 1%/tahun).

b. Produktifitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat. c. Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien.

d. Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan kemampuannya semakin menurun.

e. Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10-15%).

f. Kegagalan produksi karena faktor iklim seperti El-Nino yang berdampak pada musim kering yang panjang di wilayah Indonesia dan banjir .

(7)

a. Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah. b. Sulitnya mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena

besarnya jumlah petani (21 juta rumah tangga petani) dengan lahan produksi yang semakin sempit dan terfragmentasi (laju 0,5%/tahun).

c. Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari pemerintah kecuali beras.

d. Tata niaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tarif impor yang melindungi kepentingan petani.

e. Terbatasnya devisa untuk impor pangan sebagai alternatif terakhir bagi penyediaan pangan.

2.4 Aspek-aspek Tentang Permasalahan dan Tantangan Yang Dihadapi Pemerintah

dalam Mencapai Ketahanan Pangan

1. Aspek Ketersediaan Pangan

Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional. Hal ini disebabkan oleh faktor faktor teknis dan sosial – ekonomi.

a. Faktor Teknis

 Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke industry dan perumahan (laju 1%/tahun).

 Produktifitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat.

 Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien.

 Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan kemampuannya semakin menurun.

 Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10-15%).

 Kegagalan produksi karena faktor iklim seperti El-Nino yang berdampak pada musim kering yang panjang di wilayah Indonesia dan banjir.

b. Faktor sosial-ekonomi

 Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.

(8)

 Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari pemerintah kecuali beras.

 Tata niaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tarif impor yang melindungi kepentingan petani.

 Terbatasnya devisa untuk impor pangan sebagai alternatif terakhir bagi penyediaan pangan.

2. Aspek Distibusi Pangan a. Faktor Teknis

 Belum memadainya infrastruktur, prasarana distribusi darat dan antar pulau yang dapat menjangkau seluruh wilayah konsumen.

 Belum merata dan memadainya infrastruktur pengumpulan, penyimpanan dan distribusi pangan kecuali beras.

 Sistem distribusi pangan yang belum efisien.

 Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar wilayah dan antar musim menuntut kecermatan dalam mengelola sistem distribusi pangan agar pangan tersedia sepanjang waktu diseluruh wilayah konsumen.

b. Faktor Sosial – Ekonomi

 Belum berperannya kelembagaan pemasaran hasil pangan secara baik dalam menyangga kestabilan distribusi dan harga pangan.

 Masalah keamanan jalur distribusi dan pungutan resmi pemerintah pusat dan daerah serta berbagai pungutan lainnya sepanjang jalur distribusi dan pemasaran telah menghasilkan biaya distribusi yang mahal dan meningkatkan harga produk pangan.

3. Aspek Konsumsi Pangan a. Faktor Teknis

 Belum berkembangnya teknologi dan industri pangan berbasis sumber daya pangan lokal.

 Belum berkembangnya produk pangan alternatif berbasis sumber daya pangan lokal.

b. Faktor Sosial – Ekonomi

(9)

 Kendala budaya dan kebiasaan makan pada sebagian daerah dan etnis sehingga tidak mendukung terciptanya pola konsumsi pangan dan gizi seimbang serta pemerataan konsumsi pangan yang bergizi bagi anggota rumah tangga.

 Rendahnya kesadaran masyarakat, konsumen maupun produsen atas perlunya pangan yang sehat dan aman.

 Ketidakmampuan bagi penduduk miskin untuk mencukupi pangan dalam jumlah yang memadai sehingga aspek gizi dan keamanan pangan belum menjadi perhatian utama.

4. Aspek Pemberdayaan Masyarakat

a. Keterbatasan prasarana dan belum adanya mekanisme kerja yang efektif di masyarakat dalam merespon adanya kerawanan pangan, terutama dalam penyaluran pangan kepada masyarakat yang membutuhkan.

b. Kurang efektifnya program pemberdayaan masyarkat yang selama ini bersifat top-down karena tidak memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan kemampuan masyarakat yang bersangkutan.

c. Belum berkembangnya sistem pemantauan kewaspadaan pangan dan gizi secara dini dan akurat dalam mendeteksi kerawanan panagan dan gizi pada tingkat masyarakat. d. Keterbatasan keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap sumber daya usaha

seperti permodalan, teknologi, informasi pasar dan sarana pemasaran meyebabkan mereka kesulitan untuk memasuki lapangan kerja dan menumbuhkan usaha.

5. Aspek Manajemen

Keberhasilan pembangunan ketahanan dan kemandirian pangan dipengaruhi oleh efektifitas penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen pembangunan yang meliputi aspek perencanan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta koordinasi berbagai kebijakan dan program. Masalah yang dihadapi dalam aspek manajemen adalah:

a. Belum adanya jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil di bidang pangan.

(10)

c. Terbatasnya ketersediaan data yang akurat, konsisten, dipercaya dan mudah diakses yang diperlukan untuk perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan pangan.

2.5 Ekonomi Politik dalam Bidang Ketahanan Pangan

Pangan merupakan komoditas penting dan strategis karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Kecukupan pangan menentukan kualitas sumber daya manusia dan ketahanan bangsa. Lebih jauh ketahanan pangan akan memberikan gambaran terbentuknya stabilitas kesejahteraan rakyat yang didambakan. Kesejahteraan masyarakat juga menjadi sangat penting untuk diutamakan. Masyarakat yang cenderung memiliki produktivitas yang tinggi, begitu juga sebaliknya. Negara yang memiliki masyarakat yang sejahtera maka tingkat kreativitas yang akan dihasilkan bangsa tersebut akan tergolong tinggi. Sehingga sangat wajar jika salah satu janji calon dari setiap partai politik termasuk calon presiden adalah janji untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kemiskinan bisa terjadi jika perhatian pada usaha-usaha untuk eningkatkan kesejahteraan tidak diperhatikan dengan serius. Semakin tidak ada perhatian terhadap kemiskinan maka semakin besar jurang (gap) antara masyarakat miskin dan masyarakat kaya. Persoalan seperti ini jika terus dibiarkan maka akan menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja. Pembangunan akan memiliki nilai positif tinggi jika pembangunan tersebut berpengaruh terhadap usaha dalam mengurangi angka kemiskinan. Tetapi, jika pembangunan hanya membawa pengaruh pada semakin lebarnya jurang kemiskinan antara kaya dan miskin, atau dengan kata lain pembangunan tersebut hanya akan memberi ruang besar bagi semakin makmurnya si kaya. Sehingga pembangunan tersebut diartikan tidak bernilai pembangunan kesejahteraan atau dikenal dengan pembangunan kaum borjuis.

(11)

masih bersifat tidak seimbang. Dimasa orde baru pertumbuhan dan dukungan para konglomerat dirasa sangat terlalu. Karena pada masa itu ada anggapan jika mereka mampu membuka berbagai jenis usaha akan memungkinkan tersedianya lapangan pekerjaan dan kesejahteraan akan meningkat. Namun semua itu berbeda ketika para konglomerat tersebut membangun bisnis dengan sumber dana dari utang.

Pemberdayaan ekonomi rakyat sebagai wujud prmbangunan pusat ekonomi rakyat (people centered development) merupakan agenda penting yang perlu dikedepankan. Rakyat sduah tidak dapat dikesampingkan lagi dalam pembangunan, nmelainkan menjadikan mereka sebagai bagian dalam menyukseskan pembangunan itu sendir yakni menjadi menjadi target perencanaan pembangunan atau offirmative policy dalam kerangka mekanisme pasar. Pembangunan ekonomi memang tidak bisa mengesampingkan masyarakat, dan salah jika pemerintah mengesampingkan rakyat dalam meaksanakan pembangunan. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Mubyarto bahwa

"The brief analysis above indicates how economicsts have been forgetting the role of people's economy outside the big bussinesses proved to be strong and reliable as the basis of national economy."

Jika kembali pada masa krisi di tahun 1997/1998 dapat dilihat bahwa ekonomi rakyat memiliki daya tahan yang jauh lebih kuat. Ini terjadi karena produk tersebut memiliki daya jual yang bagus di pasar internasional, seperti para petani coklat di Sulawesi menerima untung besar dengan ekspor coklat ke pasar internasionalpada masa itu. Indonesia memang telah lama dikenal sebagai negara yang menghasilkan palawija dan berbagai komoditi lainnya yang mana produk itu dihasilkan oleh para petani Indonesia. Sejarah kesuksesan itu juga dapat dilihat pada saat krisis ekonomi terjadi di tahun 1920an dan 1930an produk pertanian Indonesia mengalami penjualan yang bagus di pasar Internasional. Saat ini para ekonom kita lupa akan sejarah kesuksesan masa lalu, ini disebabkan oleh banyaknya ekonom yang belajar bagaimana membangun bisnis dengan konsep padat modal dengan harapan akan memberi keuntungan tinggi nantinya. Pembangunan dengan fokus yang begitu tinggi pada pengembangan teknologi tinggi dan pembangunan infrastruktur yang begitu dominan di perkotaan telah menyebabkan pedesaan mengalami ketertingalan sarana infrastruktur.

(12)

pemerintah Thailand. Dapat dilihat bagaimana sektor pertanian Thailand mengalami kemajuan yang pesat. Berdasarkan informasi, disebutkan bahwa setiap kawasan pertanian di Thailand sarana jalan dan jembatan dibangun dengan sangt baik sekali. Sehingga wajar jika ini mendukung ke arah pengembangan ekonomi masyarakat Thailand yang meningkat, termasuk beberapa produk komoditi pertanian dan perkebunan Thailand yang sudah masuk ke pasar Indonesia, seperti beras, tepung, gula, buah-buahan, dan lain sebagainya.

Dukungan yang begitu besar dari Pemerintah Thailand dalam membangun sarana dan prasarana bagi pengembangan sektor pertanian menjadi sangat berbeda jika dibandingkan dengan dengan negara Indonesia. Semua ini terlihat dari berbagai data yang diperoleh menunjukkan permasalahan yang harus diselesaikan secara serius. Irigasi yang rusak mencapai 52% dengan perincian rusak berat 705.571,96 ha (10%), rusak sedang 1.873.184,34 ha (26%) dan rusak rigan 1.170.128,84 ha (16%). Pada kondisi irigasi yang seperti ini kita bisa melihat jika ekonomi politik kita dalam bidang pangan untuk dalam negeri saja bermasalah. Pihak departemen pekerjaan umum dan dinas pertanian tidak membangun sikap kerjasama yang tinggi untuk membangun sarana pertanian yang dibutuhkan untuk memperkuat sektor pertanian. Kondisi yang seperti ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan masa orde baru yang begitu perhatian terhadap sektor pertanian terutama dalam mewujudkan swasembada pangan.

(13)

catatan bersama bahwa pangan termasuk salah satu produk yang memiliki peran sebagai penyumbang inflasi terbesar sehingga penting mengendalikan harga karena pangan bisa mencapai 75% pengeluaran keluarga.

2.6 Strategi dan Program dalam Upaya Ketahanan Pangan

Dengan memperhatikan pedoman dan ketentuan hukum, serta tujuan dan strategi untuk mewujudkan ketahanan pangan, maka kebijakan dan program yang akan ditempuh dikelompokkan dalam :

1. Program jangka pendek (sampai dengan 5 tahun)

Program jangka pendek ditujukan untuk peningkatan kapasitas produksi pangan nasional dengan menggunakan sumberdaya yang telah ada dan teknologi yang telah teruji. Komponen utama program ini adalah :

a. Ekstensifikasi atau perluasan lahan pertanian (140.000 Ha/tahun)

Ekstensifikasi lahan pertanian ditujukan untuk memperluas lahan produksi pertanian, sehingga produksi pangan secara nasional yang sekarang dapat ditingkatkan. Ekstensifikasi dilakukan terutama untuk kedelai, gula dan garam karena rasio impor terhadap produksi besar (30-70%). Lahan yang diperluas diperuntukkan bagi petani miskin dan tunakisma (< 0.1 Ha), tetapi memiliki keahlian/pengalaman bertani. Lahan kering yang potensial seluas 31 juta Ha dapat dimanfaatkan menjadi lahan usahatani. b. Intensifikasi

Program ini diarahkan untuk peningkatan produksi melalui peningkatan produktifitas pertanian. Intensifikasi ditujukan pada lahan-lahan pertanian subur dan produktif yang sudah merupakan daerah lumbung pangan seperti Kerawang, Subang dan daerah pantura lainya di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan propinsi lainnya.

c. Diversifikasi

Kegiatan diversifikasi ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan pokok alternatif selain beras, penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok alternatif yang berimbang dan bergizi serta berbasis pada pangan lokal. Diversifikasi dilakukan dengan mempercepat implementasi teknologi pasca panen dan pengolahan pangan lokal yang telah diteliti ke dalam industri.

d. Revitalisasi Industri Pasca Panen dan Pengolahan Pangan

(14)

 Penekanan kehilangan hasil dan penurunan mutu karena teknologi penanganan pasca panen yang kurang baik.

 Pencegahan bahan baku dari kerusakan.

 Pengolahan bahan baku menjadi bahan setengah jadi dan produk pangan. e. Revitalisasi dan Restrukturisasi Kelembagaan Pangan

Keberadaan, peran dan fungsi lembaga pangan seperti kelompok tani, UKM, Koperasi perlu direvitalisasi dan restrukturisasi untuk mendukung pembangunan kemandirian pangan. Kemitraan antara lembaga perlu didorong untuk tumbuhnya usaha dalam bidang pangan. Koordinator kegiatan ini adalah Meneg Koperasi dan UKM dan Deptan dibantu oleh Depperindag. Alokasi dana untuk kegiatan ini berupa koordinasi antar departemen dan instansi untuk melahirkan kebijakan baru untuk kelembagaan pangan. Kebutuhan dana dibebankan pada anggaran masing-masing departemen f. Kebijakan Makro

Kebijakan dalam bidang pangan perlu ditelaah dan dikaji kembali khususnya yang mendorong tercapainya ketahanan pangan dalam waktu 1-5 tahun. Beberapa hal yang perlu dikaji seperti pajak produk pangan, retribusi, tarif bea masuk, iklim investasi, dan penggunaan produksi dalam negeri serta kredit usaha.

2. Program jangka menengah (5-10 tahun)

Program jangka menengah ditujukan pada pemantapan pembangunan ketahanan pangan yang lebih efisien dan efektip dan berdaya saing tinggi. Beberapa program yang relevan untuk dilakukan adalah :

a. Perbaikan undang-undang tanah pertanian termasuk didalamnya pengaturan luasan lahan pertanian yang dimiliki petani, pemilikan lahan pertanian oleh bukan petani. Sistem bawon atau pembagian keuntungan pemilik dan penggarap, dsb.

b. Modernisasi pertanian dengan lebih mendekatkan pada pada peningkatan efisiensi dan produktivitas lahan pertanian, penggunaan bibit unggul, alat dan mesin pertanian dan pengendalian hama terpadu dan pasca panen dan pengolahan pangan. c. Pengembangan jaringan dan sistem informasi antar instansi, lembaga yang terkait

dalam bidang pangan serta pola kemitraan bisnis pangan yang berkeadilan.

d. Pengembangan prasarana dan sarana jalan di pertanian agar aktivitas kegiatan pertanian lebih dinamis.

(15)

a. Konsolidasi lahan agar lahan pertanian dapat dikelola lebih efisien dan efektip, karena masuknya peralatan dan mesin dan menggiatkan aktivitas ekonomi dan pedesaan.

b. Perluasan pemilikan lahan pertanian oleh petani.

2.7Diversifikasi Pangan

Salah satu cara untuk membuat ketahanan pangan tercipta adalah dengan menerapkan konsep diversifikasi pangan. Selama rakyat Indonesia begitu dominan mengkonsumsi beras sebagai salah satu makanan pokok, maka sepertinya tidak ada salahnya jika masyarakat juga mengkonsumsi produk makanan lain yang bisa mendampingi makanan beras tersebut. Dalam artian beras tidak lagi makanan rakyat, dan dampak lebih jauh akan membuat beban memproduksi beras ditingkat nasioanal akan berkurang. Selama ini memang konsumsi beras ditingkat nasional begitu tinggi, sehingga pemerintah untuk mengamankan sering menerapkan kebijakan impor beras, dengan tujuan untuk kebutuhan beras dalam negeri.

Oleh karena itu yang harus dipahami bahwa ketahanan pangan untuk saat ini tidak lagi identik beras, walaupun pembahasan tentang ketahanan pangan masih tetap membicarakan tentang beras namun diharapkan dalam kampanye kedepan pembahasan tentang beras akan terjadi peralihan ke jenis produk lain yang dianggap fleksibel untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

Diversifikasi atau penganekaragaman adalah suatu cara untuk mengadakan lebih dari satu jenis barang/komoditi yang dikonsumsi. Di bidang pangan,diversifikasi memiliki dua makna, yaitu diversifikasi tanaman pangan dandiversifikasi konsumsi pangan. Kedua bentuk diversifikasi tersebut masihberkaitan dengan upaya untuk mencapai ketahanan pangan. Apabila diversifikasi tanaman pangan berkaitan dengan teknis pengaturan pola bercocok tanam, makadiversifikasi konsumsi pangan akan mengatur atau mengelola pola konsumsi masyarakat dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan.

(16)

Konsep diversifikasi pangan bukan suatu hal baru dalam peristilahan kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia karena konsep tersebut telah banyak dirumuskan dan diinterprestasikan oleh para pakar. Kasryno, et al (1993) memandang diversifikasi pangan sebagai upaya yang sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan pertanian di bidang pangan dan perbaikan gizi masyarakat, yang mencakup aspek produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi.

Tujuan diversifikasi konsumsi pangan berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan adalah:

1. Mengurangi Ketergantungan Impor Beras

Impor beras dilakukan karena adanya ketergantungan permintaan pangan terhadap bahan pangan berupa beras. Melalui diversifikasi konsumsi pangan diharapakan akan membuat pilihan akan bahan pangan menjadi semakin beragam, sehingga dapat menekan ketergantungan terhadap impor beras.

2. Mencapai Pola Konsumsi Pangan Yang Tepat

Ketahanan pangan menitikberatkan pada aspek alokasi sumberdaya ke arah penggunaan yang efisien, fleksibel, dan stabil dengan memanfaatkan potensi lokal yang tersedia. Salah satu prinsip pokok dalam pelaksanaan diversifikasi konsumsi pangan adalah pemanfaatan atau pengoptimalan potensi lokal, baik berupa potensi tanaman lokal maupun sumberdaya manusia.

3. Mewujudkan Pola Pangan Harapan

Diversifikasi konsumsi pangan memiliki sasaran untuk memberikan nutrisi atau gizi yang memadai bagi pola konsumsi rumahtangga, sehingga akan mampu untuk memenuhi pola konsumsi sehat dan bergizi di masyarakat.

4. Gizi Yang Terjangkau Oleh Semua Tingkat Pendapatan

(17)

2.8Solusi dalam Memperkuat Ketahanan Pangan

Dalam mewujudkan ketahanan pangan dan stabilitas yang terkendali dalam bidang pangan ada beberapa solusi yang kiranya dapat diterapkan dan dilakukan oleh pemerintah. Menurut Iman Sugema (2006) ada empat hal yang dapat dilakukan oleh Pemerintah :

1. Pembangunan infrastruktur fisik pertanian dan pedesaan harus ditingkatkan. Karena infrastruktur irigasi, jalan desa, dan kecamatan selama ini mengalami kemerosotan.

2. Adopsi bibit unggul yang baru sehingga produktivitas dapat ditingkatkan.

3. Harus ada reformasi agrarian dengan fokus pemanfaatan lahan tidur dan tidak produktif.

4. Perlu dilakukan rekayasa ulang kelembagaan pangan. Dengan desebtralisasi, banyak penyuluh pertanian beralih profesi, sebaliknya jabatan di dinas pertanian banyak diisi orang-orang dari luar pertanian.

Keempat solusi diatas dapat dianggap realistis dan diterapkan, walaupun pada dasarnya penyesuaian dengan kondisi di lapangan dimana permasalahan itu ditemukan menjadi sangat penting. Yang mana berarti tidak semua itu dapat diterapkan namun harus dilihat juga keadaan yang realistis seperti keadaan geografis, budaya, struktur ekonomi, politik, teknologi dan lain sebagainya. Pertanian harus dibangun dengan konsep kompetitif dan bernilai saing. Dan setiap konsep pembangunan pertanian tersebut harus dilihat serta diperhatikan dengan menempatkan skala prioritasnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Soekartawi bahwa "Dari semua itu, ragam kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia dapat digolongkan menjadi empat pendekatan yaitu :

1. Pendekatan Intensifikasi, intensifikasi yang mengandalkan konsep panca-usahatani 2. Pendekatan Ekstensifikasi, memanfaatkan lahan pertanian tidur dan perluasan areal

pertanian baru

3. Pendekatan Diversifikasi, baik diversifikasi tanaman maupun diversifikasi baru 4. Kebijakan Parsial untuk merespon perubahan, seperti kebijakan harga, kebijakan

(18)

2.9 Studi Kasus (Impor Beras)

Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur. Negara Indonesia memiliki peran penting sebagai produsen bahan pangan di mata dunia. Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga dunia setelah China dan India. Kontribusi Indonesia terhadap produksi beras dunia sebesar 8,5% atau 51 juta ton. China dan India sebagai produsen utama beras berkontribusi 54%. Vietnam dan Thailand yang secara tradisional merupakan negara eksportir beras hanya berkontribusi 5,4% dan 3,9%.

Dalam konteks pertanian umum, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. Kelapa sawit, karet, dan coklat produksi Indonesia mulai bergerak menguasai pasar dunia. Namun, dalam konteks produksi pangan memang ada suatu keunikan. Meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil pangan di dunia, hampir setiap tahun Indonesia selalu menghadapi persoalan berulang dengan produksi pangan terutama beras. Produksi beras Indonesia yang begitu tinggi belum bisa mencukupi kebutuhan penduduknya, akibatnya Indonesia masih harus mengimpor beras dari Negara penghasil pangan lain seperti Thailand. Salah satu penyebab utamanya adalah jumlah penduduk yang sangat besar. Data statistik menunjukkan pada kisaran 230-237 juta jiwa, makanan pokok semua penduduk adalah beras sehingga sudah jelas kebutuhan beras menjadi sangat besar.

(19)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ketahanan pangan merupakan basis utama dalam mewujudkan ketahanan ekonomi, ketahanan nasional yang berkelanjutan. Ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi utama dari subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana dalam mencapai ketahanan pangan dapat dilakukan alternatif pilihan apakah swasembada atau kecukupan. Dalam pencapaian swasembada perlu difokuskan pada terwujudnya ketahanan pangan Dalam pengembangannya, teknologi pangan diharapkan mampu memfasilitasi program pasca panen dan pengolahan hasil pertanian, serta dapat secara efektif mendukung kebijakan strategi ketahanan pangan. Mengacu pada permasalahan dan program pengolahan dan pemasaran hasil pertanian serta kebijakan strategi ketahanan pangan (ketersediaan, distribusi dan konsumsi), dan keberhasilan swasta dan daerah dalam pengembangan agribisnis dapat dirumuskan kebijakan strategis pengembangan teknologi pangan. Kebijakan strategis tersebut mencakup aspek pengembangan kualifikasi teknologi; keterpaduan pengolahan dan pemasaran; relevansi dan efektivitas teknologi; pemberian otonomi luas kepada daerah; pelibatan swasta/pemilihan komoditas prospektif berbasis pemberdayaan/dan pengembangan jaringan kerja secara luas; pengembangan program kemitraan berawal/berbasis pemasaran; dan pengembangan program Primatani berbasis industri pengolahan.

3.2 Saran

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Fahmi, Irham. 2013. Ekonomi Politik, Teori dan Realita. Alfabeta, cv. Bandung

Ariani, Mewa. 2006. Diversifikasi Pangan di Indonesia : Antara Harapan dan Kenyataan. Forum Agro Ekonomi, Jakarta.

Winarno.2007. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : PT. Bumi Aksara http://tugasmakalah234.blogspot.co.id/2015/01/makalah-ketahanan-pangan.html

http://civicsedu.blogspot.co.id/2012/06/ketahanan-pangan.html

Referensi

Dokumen terkait

Brosur merupakan salah satu media informatif yang terdiri dari satu atau beberapa halaman yang digunakan oleh banyak orang untuk promosi dan pengenalan, baik itu produk ataupun

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel seperti produk,harga,promosi dan distribusi berpengaruh terhadap keputusan pembelian kacang

Selain itu masih dengan memperhatikan asosiasi kedua unsur ini dapat diketahui pula asal batuan sumber dari sedimen-sedimen dimana mineral tersebut terakumulasi, karena

Melalui penggunaan permainan domino, diharapkan pembelajar akan berperan aktif di dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajar dapat dengan mudah memahami dan mengingat

• Makromolekul sistem biologis yg bekerja sbg komponen reseptor mempunyai gugus protein atau asam amino yg dapat membentuk komplek melalui transfer muatan, yaitu : • a. sebagai

lapisan tanah, dan setiap perubahan lateral kuat geser tanah yang signifikan untuk analisis daya dukung tanah fondasi, serta karakteristik kompresibilitas dan

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model discovery learning berbantuan LKS

Agar tidak terjadi kerancuan dalam pembahasan sehingga memungkinkan penyimpangan dari judul, maka peneliti membatasi ruang lingkup dalam penelitian ini terbatas pada