• Tidak ada hasil yang ditemukan

Thesis Good Corporate Governance

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan " Thesis Good Corporate Governance"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

Berkaitan dengan Letter Of Intent (LOI) yang ditandatangani oleh Pemerintah

Indonesia dan International Monetary Fund (IMF), yang mencantumkan jadwal

perbaikan pengelolaan perusahaan-perusahaan di Indonesia, Komite Nasional Kebijakan

Corporate Governance (KNKCG) berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan di

Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan standar good corporate

governance yang telah diterapkan ditingkat internasional.1

Menurut Paul Krugman runtuhnya perekonomian Indonesia juga disebabkan oleh

karena tidak adanya good corporate governance didalam pengelolaan Perusahaan, kajian

Booz-Allen & Hamilton pada tahun 1998 menunjukkan bahwa indeks good corporate

governance Indonesia adalah yang paling rendah di Asia Timur yaitu 2,88 dibandingkan

Malaysia (7,72), Thailand (4,89), Singapura (8,93) dan Jepang (9,17). Perhitungan

indeks adalah 0 untuk kondisi paling buruk dan indeks 10 untuk kondisi paling baik.2

Tidak adanya good corporate governance diperparah oleh inefisiensi hukum dan

peradilan di Indonesia yang hanya 2,5 jauh apabila dibandingkan dengan Malaysia

(9,00), Thailand (3,25), Singapura (10,00) dan Jepang (10,00) dengan perhitungan

indeks 0 untuk kondisi yang paling buruk dan indeks 10 untuk kondisi paling baik.3

1 Good Corporate Governance: Bisakah Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat?, http://artikel.us/sulistyanto1.html

2 Good Corporate Governance, Djalil A Sofyan, disampaikan pada Seminar Corporate Governance di Universitas Sumatera Utara pada tanggal 26 Juni 2000, hal. 3.

(2)

Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang digunakan untuk

mengarahkan dan mengelola bisnis dan urusan-urusan perusahaan dalam rangka

meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan dengan tujuan utama

mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan

kepentingan stakeholders yang lain.

Good corporate governance merupakan konsep yang menekankan pentingnya

hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat

waktu serta kewajiban perusahaan untuk mengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat

waktu, dan transparan mengenai semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan

stakeholder.

Pada dasarnya prinsip corporate governance meliputi empat komponen utama

yang diperlukan untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pemegang

saham tanpa mengabaikan kepentingan stakeholders, yaitu :4

1. Prinsip keadilan (fairness).

2. Prinsip transparansi (transparancy).

3. Akuntabilitas (accountability).

4. Responsibilitas (responsibility).

Prinsip corporate governance diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan

keuangan, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pemakai laporan keuangan,

termasuk investor yang merupakan pemegang saham minoritas sehingga para investor

(3)

khususnya investor asing dapat menanamkan modalnya di Indonesia melalui Pasar

Modal.

Dalam kondisi sosial ekonomi Indonesia saat ini, BAPEPAM sebagai regulator

Pasar Modal, mempunyai peranan penting dalam mengupayakan penerapan good

corporate governance oleh perusahaan terbuka. Salah satu upaya yang dilakukan

BAPEPAM adalah memperbaiki dan menerbitkan peraturan-peraturan baru yang

berkaitan dengan aspek corporate governance.

Pada bulan Maret 2000, BAPEPAM merevisi peraturan VIII. G. 7 tentang

Pedoman Penyajian Laporan Keuangan. Selain dalam rangka meningkatkan kualitas

keterbukaan laporan keuangan, latar belakang direvisinya peraturan tersebut adalah

dalam rangka harmonisasi dengan PSAK-PSAK baru dan International Accounting

Standards (IAS).

Kemudian sejalan dengan komitmen untuk meningkatkan keandalan informasi

dalam laporan keuangan, BAPEPAM juga telah menerbitkan Surat Edaran SE-O3/ PM/

2000 tanggal 5 Mei 2000 yang merekomendasikan perusahaan terbuka untuk

membentuk komite audit.

Komite audit berfungsi membantu dewan komisiaris meningkatkan kualitas

laporan keuangan, menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi

(4)

efektivitas fungsi internal audit maupun eksternal audit, dan mengidentifikasi hal-hal

yang memerlukan perhatian dewan komisaris.5

BAPEPAM juga merevisi dan menerbitkan beberapa peraturan lainnya seperti

peraturan IX. H. 1 tentang pengambilalihan perusahaan terbuka, peraturan IX. F. 1

tentang Penawaran Tender, dan peraturan IX. E. 2 tentang Transaksi Material dan

Perubahan Kegiatan Usaha.

Pada saat yang bersamaan, BAPEPAM mencabut peraturan VIII. G. 10 yang

mengatur tentang penangguhan rugi selisih kurs, agar ketentuan BAPEPAM sesuai

dengan standar internasional. Saat ini BAPEPAM dalam proses merevisi beberapa

peraturan lainnya antara lain peraturan IX. E. 1 tentang Transaksi yang Mengandung

Benturan Kepentingan Tertentu.

Kesemuanya ini merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas keterbukaan di

Pasar Modal. BAPEPAM juga berupaya meningkatkan fungsi corporate secretary agar

lebih aktif menyediakan informasi mengenai kondisi keuangan dan operasional

perusahaan kepada publik dan memastikan bahwa manajemen selalu menyediakan

informasi tersebut secara memadai dan tepat waktu.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, diharapkan BAPEPAM akan menerapkan

sistem pelaporan elektronik karena diseminasi informasi yang tepat waktu dan akurat

akan dapat berjalan secara lebih efektif dan efisien. Disamping itu, BAPEPAM akan

melakukan koordinasi dengan Self Regulatory Organisations (SROs) seperi bursa efek

5 Peranan BAPEPAM dalam penegakkan Corporate Governance,

(5)

untuk menentukan hal-hal apa saja yang menjadi kewajiban perusahaan terbuka dalam

penerapan corporate governance.

Tidak kalah pentingnya adalah upaya BAPEPAM melakukan law enforcement

secara efektif. BAPEPAM merasakan pentingnya ketersediaan penyidik yang handal

dengan menyelenggarakan pendidikan penyidik, baik di tingkat eksekutif maupun staff.

Kegiatan penegakan hukum semakin ditingkatkan dan pada semester pertama tahun

2000.

BAPEPAM telah menjatuhkan sanksi kepada sembilan Emiten sehubungan

dengan pelanggaran atas ketentuan transaksi yang benturan kepentingan dan

keterbukaan informasi. Dengan ditingkatkannya kapasitas penegakan hukum,

diharapkan tidak hanya mendorong perubahan dalam kultur corporate governance, tetapi

juga akan menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan Pasar Modal.

Walaupun perangkat hukum sehubungan dengan keterbukaan dan perlindungan

hak-hak pemegang saham dalam rangka pelaksanaan RUPS telah komprehensif dan

memadai, namun terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perusahaan terbuka dapat

melaksanakan kehendak bisnis mereka dengan sedikit mempertimbangkan kepentingan

pemegang saham minoritas.

Pertama, mayoritas perusahaan terbuka di Indonesia dikendalikan oleh keluarga,

kelompok atau konglomerasi yang memegang lebih dari 50% saham yang beredar.

(6)

persetujuan atas proposal yang mereka ajukan, karena mereka memegang mayoritas hak

suara. Peranan BAPEPAM dalam Penegakan Corporate Governance.

Kedua, walaupun dalam hal transaksi yang mengandung benturan kepentingan

memerlukan persetujuan pemegang saham minoritas (independen), dalam prakteknya

adalah sulit bagi BAPEPAM untuk mengontrol dan memonitor. Biasanya pemegang

saham minoritas tidak menggunakan kesempatan untuk hadir dalam RUPS pertama,

mengharuskan dilaksanakannya RUPS yang kedua, dengan kewajiban kuorum yang

lebih rendah. Hal ini memungkinkan pengambilan suara dapat dengan mudah

dimenangkan oleh pihak pengendali yang berkepentingan.

Ketiga, walaupun keterbukaan yang dilakukan perusahaan kurang memadai atau

menyesatkan dapat dijadikan dasar untuk mengajukan tuntutan terhadap direksi

perusahaan ke pengadilan dan, dalam beberapa hal, merupakan kasus pidana, namun

belum ada pihak yang melakukan hal tersebut sejak Undang-undang Pasar Modal

diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 1996. Dengan demikian, belum ada yurisprudensi

atau preseden bagi perlindungan hukum hak-hak pemegang saham minoritas.

Keempat, karakteristik pasar keuangan Indonesia didasari oleh hubungan yang

dimotori perbankan, dimana pemegang saham utama suatu perusahaan sering kali juga

memiliki usaha di bidang perbankan. Pemberian kredit yang tidak didasari oleh

keputusan yang wajar (arm length) telah mengakibatkan berkurangnya good will dari

(7)

perusahaan terbuka tidak termotivasi menjalankan bisnis secara wajar dan adil dengan

pemegang saham minoritas.

Pengalaman yang terjadi di Indonesia mengindikasikan bahwa peraturan

perundangan yang memadai telah tersedia untuk memastikan keterbukaan dan perlakuan

yang wajar bagi pemegang saham minoritas. Namun, ada dua elemen utama yang terkait

dengan good governance.

Pertama, mayoritas perusahaan terbuka dan pemegang saham pengendali harus

dengan tulus mempercayai bahwa adalah demi kepentingan ekonomis mereka jugalah

untuk memperlakukan pemegang. saham minoritas secara wajar. Dengan demikian,

harus ada good will untuk merubah kultur dan memasukkan konsep kewajiban fidusiari

dalam menjalankan kegiatan usaha mereka.

Kedua, harus ada penegakan hukum yang berarti dari pengadilan yang

memperkenankan tuntutan baik dari regulator dan publik untuk memperoleh ganti rugi

baik perdata maupun pidana. Walau di lingkungan yang menerapkan standar etika yang

tertinggipun, masih selalu akan ada pihak yang melakukan penyimpangan. Dengan

demikian, publik harus memiliki persepsi bahwa dalam hal-hal sebagaimana disebutkan

sebelumnya, mereka dapat menggunakan jalur hukum melalui pengadilan.

Di Indonesia, BAPEPAM telah memulai menciptakan kondisi yang kondusif

bagi penerapan good corporate governance dengan mengeluarkan perangkat peraturan

(8)

untuk mengubah persepsi dan motivasi perusahaan terbuka dan meningkatkan sistem

peradilan kita guna mendukung penegakan peraturan-peraturan tersebut.

Secara umum dirasakan bahwa kerangka peraturan perundangan di Indonesia

sudah memadai untuk menjamin aspek keterbukaan dan pelaksanaan sebagai bagian dari

perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham di Pasar Modal, namun guna

meningkatkan penerapan good corporate governance, tidaklah cukup bagi kita untuk

menitikberatkan dari segi peraturan dan perundangan saja, dimana peraturan tersebut

berasal dari pemerintah.

Oleh karena itu BAPEPAM juga menghargai upaya-upaya dari setiap asosiasi

atau organisasi profesi untuk menyusun kesepakatan-kesepakatan, norma-norma, kode

etik, best practices, atau perangkat aturan sebagai pedoman dalam menjalankan

kegiatannya atas inisiatif internal masing-masing asosiasi atau organisasi.

Hal ini dikarenakan pada umumnya aturan yang diciptakan dan disepakati para

pihak yang menjadi objek dari ketentuan tersebut akan menghasilkan implementasi yang

lebih baik dibandingkan apabila aturan atau regulasi tersebut disusun oleh pihak lain

seperti Pemerintah.

BAPEPAM juga sangat mendukung setiap lembaga atau pihak yang

mensosialisasikan pentingnya penerapan good corporate governance. BAPEPAM juga

sekaligus mendukung didirikannya lembaga yang turut aktif mendorong penerapan

corporate governance di Indonesia seperti Forum of Corporate Governance Indonesia

(9)

Financial Executive Association (IFEA) serta rencana pendirian Asosiasi Komisaris atau

Non Executive Directors Institute yang akan dikembangkan oleh beberapa pihak.

Tentu kita juga harus memberikan perhatian yang sama besarnya untuk

meningkatkan hal-hal penting lain yang terkait seperti penegakan hukum, pemahaman

para praktisi hukum tentang pelaporan keuangan, sistem peradilan yang efektif, dan

itikad baik serta motivasi setiap pihak untuk menerapkan corporate governance.

B. Perumusan Masalah.

Dari uraian pendahuluan, terdapat beberapa hal yang dijadikan perumusan

masalah dalam penulisan tesis ini, yaitu :

1. Bagaimana aspek hukum Pengelolaan Perusahaan yang baik (Good Corporate

Governance) di Pasar Modal ?

2. Bagaimana peranan BAPEPAM dalam penerapan Pengelolaan Perusahaan yang

baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal ?

3. Bagaimana penyelesaian pelanggaran penerapan Pengelolaan Perusahaan yang

baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal yang dilakukan oleh

BAPEPAM ?

C. Tujuan Penulisan.

Adapun yang menjadi tujuan penulisan tesis ini adalah :

1. Mengetahui tentang aspek hukum aspek hukum Pengelolaan Perusahaan yang

baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal.

2. Mengetahui peranan BAPEPAM dalam penerapan Pengelolaan Perusahaan yang

(10)

3. Mengetahui cara menyelesaikan pelanggaran penerapan Pengelolaan Perusahaan

yang baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal yang dilakukan oleh

BAPEPAM.

D. Kerangka Teori dan Konsepsi

Untuk menganalisis data mengenai prinsip pengelolaan Perusahaan yang baik

(Good Corporate Governance) yang dilaksanakan oleh Perusahaan Publik dengan

memasukkan peranan BAPEPAM dan BEJ penulis menggunakan dua teori yaitu teori

tentang sistem hukum dan teori hukum adalah kontrol sosial dari Pemerintah.

Alasan menggunakan teori–teori tersebut, karena penulis berpendapat bahwa

prinsip Good Corporate Governance merupakan elemen substansi dalam sistem hukum

yang merupakan hasil dari perubahan hukum dan memiliki karakteristik hukum tertentu.

Mengenai sistem hukum (legal system).

Friedman menyatakan bahwa sistem hukum terdiri atas tiga elemen, yaitu elemen

struktur (structure), substansi (substance), budaya hukum (legal culture), elemen

Struktur dirumuskan oleh Friedman sebagai berikut :

“The structure of a legal system consists of elements of this kind : the number and size of courts; their yurisdiction (that is, what kind of cases they hear, and how and why), and modes of appeal from one court to another. Structure also means how the legislature is organized, how many members sit on the Federal Trade Commission, what a president can (legally) do or not do, what procedures the police department follows, and so on.6

Friedman mengatakan bahwa struktur dari sistem hukum terdiri dari unsur

berikut ini : jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinya (yaitu jenis kasus yang mereka

(11)

periksa, dan bagaimana serta mengapa), dan cara naik banding dari satu pengadilan ke

pengadilan lainnya.

Struktur juga berarti bagaimana badan legislatif ditata, berapa banyak anggota

yang duduk di Komisi Dagang Federal, apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh

seorang Presiden, prosedur apa yang diikuti oleh departemen kepolisian, dan sebagainya.

Mengacu kepada rumusan Friedman maka Badan Pengawas Pasar Modal

(BAPEPAM) merupakan elemen struktur dari sistem hukum dikarenakan Bapepam

mempunyai kewenangan melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari

kegiatan Pasar Modal kinerja Pasar Modal.

Bapepam mempunyai kewenangan untuk membuat peraturan mengenai

penerapan Good Corporate Governance di Pasar Modal dan dapat melakukan

penyelidikan pelanggaran sekaligus memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang

melakukan kegiatan di Bursa Saham apabila melakukan pelanggaran.

Elemen kedua dari sistem hukum adalah substansi hukum, yaitu :

“By this is meant the actual rules, norms, and behavior patterns of people inside the system. This is, first of all, “the law” in the popular sense of the term the fact that the speed limit is fifty-five miles an hour, that burglars can be sent to prison, that “by law” a pickle maker has to list his ingredients on the label of the jar.7

Friedman mengatakan bahwa yang dimaksud dengan substansi hukum adalah

peraturan perundang-undangan yang ada, norma-norma dan aturan tentang perilaku

manusia atau yang biasa dikenal orang sebagai hukum adalah substansi hukum,

berdasarkan teori ini maka Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

(12)

yang dilengkapi Keputusan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan

Ketua Bapepam maupun Surat Edaran (SE) Bapepam.

Undang-Undang Pasar Modal memberikan kewenangan Bapepam untuk

membuat aturan yang mengatur pelaksanaan Good Corporate Governance di Pasar

Modal dan berhak melakukan pemeriksaan bagi pihak yang diduga melakukan atau

terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-Undang Pasar Modal dan/atau peraturan

pelaksanaannya.

Apabila Bapepam berpendapat bahwa pelanggaran tersebut mengakibatkan

kerugian bagi kepentingan Pasar Modal maka Bapepam dapat melakukan tindakan

lanjutan berupa penyidikan dan dapat memberikan sanksi administratif bagi para pihak

yang memperoleh izin, persetujuan atau pendaftaran dari Bapepam.

Bursa Efek baik Jakarta maupun Surabaya beserta Lembaga Kliring dan

Penjaminan dan Lembaga Penyimpanan Dan Penyelesaian merupakan Special

Regulatory Organization (SRO) yang mempunyai kewenangan membuat peraturan

mengenai pelaksanaan Pasar Modal khususnya peraturan pelaksanaan Good Corporate

Governance.

Mengenai budaya hukum, Friedman mengartikannya sebagai sikap dari

masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum, tentang keyakinan, nilai, gagasan serta

harapan masyarakat tentang hukum yang dirumuskan sebagai berikut :

(13)

speed limit is fifty-five miles and hour, that burglars can be sent to prison, that “by law” a pickle maker has to list his ingredients on the label of the jar.8

Undang-Undang Pasar Modal memberikan kewenangan kepada Bapepam untuk

membuat aturan yang mengatur Pasar Modal dan berhak melakukan pemeriksaan bagi

pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran di Pasar Modal. Dalam

rangka kewenangan berkaitan dengan pengenaan sanksi, Bapepam tetap mengedepankan

unsur pembinaan dengan tetap berdasarkan kepada ketentuan peraturan

perundang-undangan di bidang Pasar Modal yang berlaku.

Bapepam dalam mengenakan sanksi administratif tetap memperhatikan aspek

pembinaan terhadap Pihak-pihak yang diduga melakukan pelanggaran sesuai dengan

penjelasan Pasal 102 ayat (1) UUPM. Penjelasan Pasal 102 ayat (1) UUPM, yaitu :

Dalam menerapkan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1), Bapepam perlu memperhatikan aspek pembinaan terhadap Pihak dimaksud.”

Aspek pembinaan dilakukan untuk merubah budaya hukum (legal culture)

masyarakat pasar modal agar menjalankan Good Corporate Governance sebaik mungkin

untuk menciptakan suasana pasar modal yang teratur, wajar dan efisien sehingga tidak

merugikan masyarakat sebagai investor yang merupakan pemegang saham minoritas.

Menurut Black, semua hukum adalah kontrol sosial, namun tidak semua kontrol

sosial adalah hukum karena masih ada jenis kontrol sosial lainnya seperti Guru

menggunakan aturan agar anak-anak didiknya berprilaku baik atau orang tua membuat

(14)

aturan bagi anaknya di rumah, hal ini dilakukan dengan harapan membentuk perilaku

untuk masa depan.9

Bentuk kontrol sosial ini bukan berasal dari Pemerintah sehingga bentuk ini tidak

resmi (unofficial) dan bukan bagian dari alat negara. Menurut definisi Black bentuk ini

bukan hukum karena hukum adalah kontrol sosial dari Pemerintah.

Peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal terdiri dari

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang dilengkapi Peraturan

Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Ketua Bapepam merupakan

bentuk kontrol sosial untuk menciptakan Pasar Modal yang teratur, wajar dan efisien.

Perubahan hukum sebagaimana yang digambarkan oleh Friedman pada dasarnya

akan melahirkan beberapa karakteristik hukum dipandang dari posisi dan hubungannya

dengan masyarakat, yaitu substansi hukum yang bersifat represif, otonom dan responsif.

Hukum yang represif bersifat pasif dan oportunis terhadap sosial dan politik.

Artinya hukum berorientasi pada kepentingan politik dan kekuasaan. Dalam konteks

hukum perusahaan, maka hukum yang represif adalah hukum yang dibangun hanya

mengutamakan kebijaksanaan atau kepentingan pemerintah dan perusahaan karena

perusahaan dianggap memiliki andil yang kuat bagi pertumbuhan dan perkembangan

perekonomian negara.

Sedangkan hukum yang otonom adalah hukum yang dibentuk tidak memiliki

dampak atau pengaruh terhadap stakeholders dan pemegang saham minoritas, ada

perubahan tetapi manfaat bagi stakeholders tidak tidak dirasakan atau terpenuhi.

(15)

Selanjutnya hukum yang responsif adalah hukum yang mengakomodasi dan kondusif

bagi pembangunan, termasuk melindungi kepentingan stakeholders dan pemegang

saham minoritas.

Dengan mengacu kepda kerangka teori diatas, maka secara teoritis pemelitian ini

merupakan suatu studi terhadap hukum perusahaan agar tercipta suatu hukum yang

respionsif sehingga dalam mengelola perusahaan haruslah memperhatikan kepentingan

stakeholders dan pemegang saham minoritas dengan menerapkan prinsip-prionsip Good

Corporate governance, Transparansi, Akuntabilitas, fairness dan responsibilitas agar

terciptanya pengelolaan perusahaan yang baik dan dapat menarik investor.

E. Metode Penelitian.

Penelitian mengenai Penerapan Perusahaan Yang Baik (Good Corporate

Governance) bagi Perusahaan Publik merupakan suatu penelitian yuridis normatif, maka

penelitian ini berbasis pada analisis terhadap norma hukum yaitu dalam peraturan

perundang-undangan (law as it is written in the books).

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah pengumpulan data yang

sudah ada dilapangan, baik berupa data primer maupun data sekunder. Data primer

diperoleh dengan cara pengamatan di lapangan serta wawancara dengan pihak-pihak

yang terkait, terutama dari BAPEPAM.

Data sekunder yang ada digolongkan dalam dua bahan hukum yaitu bahan

primer (primary sources) dan bahan sekunder (secondary sources), bahan primer

(16)

adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal beserta Peraturan

Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Ketua Bapepam.

Bahan-bahan Hukum primer yang sama dengan Undang-Undang adalah

putusan-putusan Bapepam, hal ini dikarenakan Undang-Undang Pasar Modal memberikan

kewenangan kepada Bapepam untuk melakukan pemeriksaan bagi pihak yang diduga

melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-Undang Pasar Modal

dan/atau peraturan pelaksanaannya.

Bursa Efek baik Jakarta maupun Surabaya beserta Lembaga Kliring dan

Penjaminan dan Lembaga Penyimpanan Dan Penyelesaian merupakan Special

Regulatory Organization (SRO) yang mempunyai kewenangan membuat peraturan

mengenai pelaksanaan Pasar Modal sehingga juga dimasukkan sebagai bahan hukum

primer.

Bahan-bahan sekunder berupa tulisan-tulisan, makalah dalam buku, jurnal,

majalah ilmiah tentang Hukum Pasar Modal serta buku-buku lainnya yang berkaitan

dengan topik ini. Sedangkan penelitian kepustakaan antara lain dilakukan di beberapa

perpustakaan di Universitas Indonesia, Bapepam dan BEJ. Pengumpulan data melalui

wawancara dilakukan terhadap beberapa narasumber (informan) yang dinilai memahami

Good Corporate Governance di Pasar Modal.

Data hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif, artinya data kepustakaan dan

hasil wawancara dianalisis secara mendalam, menyeluruh dan merupakan satu kesatuan

yang bulat dengan mendeskripsikan keadaan dilapangan serta membandingkannya

(17)

F. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini menjelaskan tentang latar belakang, perumusan

masalah, tujuan penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Aspek hukum Pengelolaan Perusahaan yang baik (Good Corporate

Governance) di Pasar Modal.

Bab III Peranan BAPEPAM dan Bursa Efek dalam penerapan Pengelolaan

Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal

Bab IV Penyelesaian pelanggaran penerapan Pengelolaan Perusahaan yang baik

(Good Corporate Governance) di Pasar Modal.

(18)

BAB II

ASPEK HUKUM PENGELOLAAN PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE) DI PASAR MODAL

A. Konsep Pengelolaan Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).

Salah satu penyebab timbulnya krisis ekonomi disejumlah negara-negara di Asia

yang disebabkan oleh karena lemahnya penegakan dan kepastian hukum didalam bidang

ekonomi. Penegakan hukum didalam bidang ekonomi tidak berlangsung secara

seimbang yang dikarenakan kebijakan untuk memacu pertumbuhan ekonomi tidak

diikuti dengan langkah untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi hukum sebagai desain yang

dapat mengontrol sekaligus mendorong timbulnya praktek-praktek yang jujur dan

transparan dikalangan dunia usaha.

Kondisi ini telah meracuni setiap bagian yang melekat dengan aktifitas

perekonomian kita, dimana perilaku-perilaku yang tidak jujur dari

perusahaan-perusahaan di Indonesia menimbulkan berbagai kesulitan khususnya dalam aspek

yuridis untuk meminta pertanggungjawaban dari perbuatan-perbuatan hukum yang

dibuat perseroan.

Krisis moneter yang melanda Indonesia telah menimbulkan kesadaran baru

bahwa satu-satunya jalan agar penyelesaian krisis ini dapat segera teratasi maka tidak

ada pilihan selain mendesain ulang seluruh komponen supra struktur dan infra struktur

sistem dan mekanisme finansial.

Didalam era ekonomi baru maka perkembangan atas kajian tentang prinsip

(19)

terhadap perilaku usaha (business behavior) agar mereka dapat membenahi anatomi

korporasi mereka dengan cara menerapkan sistem yang saling mengontrol antara

pengurus dan pemegang saham.10

Realitas menunjukkan prilaku emiten atau perusahaan publik yang memiliki

komisaris atau direktur yang berhubungan langsung dengan pemegang saham utama,

telah menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest). Sering kepentingan

pemegang saham lainnya terabaikan, perkembangan usaha perseroan ditentukan oleh

keinginan pemegang saham utama tanpa melibatkan minoritas.

Kondisi ini mempegaruhi substansi independensi pengurus perseroan dalam hal

menyampaikan informasi material kepada pemegang saham lainnya. Perseroan yang

ingin terus berkembang harus mendisain kerangka hukum perseroan dengan menerapkan

prinsip-prinsip good corporate governance yang implikasinya positif dari partisipasi

pemodal lainnya.

Konsep Good Corporate Governance adalah konsep pengimplementasikan

perusahaan-perusahaan di Indonesia karena melalui konsep yang menyangkut struktur

perseroan yang terdiri dari unsur-unsur RUPS, Direksi dan komisaris dapat terjalin

hubungan dan mekanisme kerja, pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab

yang harmonis baik secara intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai

perusahaan demi kepentingan shareholders dan stakeholders.

10http://216.239.57.104/search?

(20)

Keberhasilan Good Corporate Governance tergantung kepada berfungsinya

organ-organ perseroan secara efektif, berfungsinya sistem yang mengatur hubungan

struktural antar ketiga organ perseroan, shareholders dan stakeholders yang dalam

pelaksanaannya harus didukung oleh ketiga organ Perseroan Terbatas itu.

Pengaturan hubungan yang harus seimbang dan harmonis antar pihak-pihak yang

berperan dalam perseroan merupakan salah satu usaha sistem Good Corporate

Governance untuk melindungi kepentingan seluruh pemegang saham termasuk

pemegang saham minoritas.

Good Corporate Governance terkait erat dengan usaha mengurangi Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam transaksi atau perundingan bisnis, Good Corporate

Governance berusaha mencegah malpraktik dan kecurangan, Good Corporate

Governance menjadikan tindak pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menjadi sulit

berkembang dan Good Corporate Governance mencegah dan mengeliminasi

penyimpangan yang menghambat pengembangan perusahaan.

Untuk memulihkan krisis ekonomi yang berkepanjangan ini implementasi Good

Corporate Governance merupakan suatu metode yang tidak dapat ditawar lagi untuk

memulihkan krisis ekonomi yang terjadi selama ini, pelaku usaha Indonesia harus

menerapkan Good Corporate Governance karena Good Corporate Governance tidak

membiarkan adanya korupsi dan praktik KKN lainnya dalam dunia usaha yang sehat.

Implementasi Good Corporate Governance adalah langkah nyata untuk meningkatkan

(21)

Good Corporate Governance diharapkan mampu mengusahakan keseimbangan

antara berbagai kepentingan yang dapat memberi keuntungan antara berbagai

kepentingan yang dapat memberi keuntungan bagi perusahaan secara menyeluruh,

dengan demikian implementasi Good Corporate Governance menjadi penting karena

kemampuan pengelolaan perusahaan berakibat pada efisiensi yang digunakan oleh suatu

perusahaan untuk menarik modal berisiko kecil, kemampuan perusahaan untuk

memenuhi harapan masyarakat dan kinerja secara keseluruhan.

B. Aspek Hukum Pengelolaan Perusahaan yang baik di Pasar Modal.

Prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang diimplementasikan pada

perusahaan-perusahaan di Indonesia berasal dari Organization for Economy Cooperation

and Development (OECD) yang mengatur empat prinsip dasar Good Corporate

Governance yaitu diperlukannya sebuah sistem yang mampu menjamin berlangsungnya

praktek-praktek usaha yang berdasarkan kepada keterbukaan (transparency),

pertanggungjawaban (responsibility), keadilan (fairness) dan akuntabilitas

(accountability).

Prinsip Fairness atau keadilan yang berlaku di Pasar Modal mengutamakan pada

persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham dan adanya perlindungan

hukum terhadap pemegang saham minoritas, karena investor baik asing maupun lokal

dalam pasar modal berkedudukan sebagai pemegang saham minoritas sehingga perlu

lebih diperhatikan perlindungan hukumnya.11

(22)

Prinsip Transparency atau transparansi yang ada di Pasar Modal adalah

Perusahaan wajib mendisclose material yang akurat, memadai serta tepat waktu

sehingga pemegang saham maupun investor dapat menggunakan informasi tersebut

dalam mengambil keputusan investasinya.

Prinsip Accountability atau akuntabilitas pada pasar modal dimana pengurus

perusahaan wajib melakukan pengelolaan perusahaan dengan sungguh-sungguh serta

melakukan hal terbaik untuk kepentingan perusahaan (fiduciary duties).

Berdasarkan hal diatas dapat dikatakan bahwa Corporate Governance pada

Perusahaan yang mendaftarkan sahamnya di Pasar Modal (Emiten) berupa :

1. Perlindungan hak-hak pemegang saham.

2. Persamaan perlakuan terhadap pemegang saham.

3. Peranan pengurus perusahaan.

4. Peranan stakeholder.

5. Aspek keterbukaan.

Perlindungan hak-hak pemegang saham terdiri atas hak atas keamanan

pencatatan kepemilikan saham, hak untuk mendapatkan informasi tentang perusahaan,

hak untuk hadir dan bersuara dalam Rapat Umum Pemegang Saham, hak untuk

memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.

Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan hukum (legal entity) yang mandiri

(persona standi in judicio) yang memiliki sifat dan ciri kualitas yang berbeda dari bentuk

usaha yang lain sebagai karakteristik suatu PT antara lain adanya :

(23)

2. Memiliki komisaris yang berfungsi sebagai pengawas.

3. Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS.12

Dengan demikian Perseroan Terbatas mempunyai tiga organ Perseroan agar

masing-masing organ independen (tidak dipengaruhi oleh organ lainnya) namun diharapkan juga

tercipta adanya check and balance antara tiga organ Perseroan tersebut.

Pengelolaan Perseroan Terbatas diberikan kepada Direksi yang dianggap sebagai

tenaga profesional dan bertugas untuk kepentingan Perseroan dan menjalankan

manajemen Perseroan agar diharapkan Perseroan berkembang dengan pesat dan

mendapat untung yang besar sehingga diharapkan Perseroan dan para pemegang saham

memperoleh keuntungan yang maksimal dengan biaya seefisien mungkin.

Hal ini mencerminkan prinsip akuntabilitas dimana Direksi dapat dipercaya

untuk mewakili perusahaan baik didalam maupun diluar pengadilan karena perusahaan

merupakan suatu yang abstrak dan segala hal yang dilakukan oleh perusahaan tersebut

dilakukan oleh Direksi beserta jajarannya.

Didalam mengelola Perseroan Terbatas Direksi harus memperhatikan hak-hak

para pemegang saham melalui prosedur yang memadai yang ditetapkan oleh Perseroan

yang pada dasarnya terdiri atas :

1. Hak untuk menghadiri dan memberikan suara pada RUPS berdasarkan prinsip

satu saham satu suara.

(24)

Hal ini mencerminkan prinsip keadilan (fairness) karena saham menunjukkan

partisipasi investor di perusahaan tersebut, dengan demikian semakin banyak saham

yang dipunyai semakin besarlah peranannya di perusahaan tersebut.

2. Hak untuk mendapatkan informasi mengenai Perseroan secara tepat waktu dan

teratur yang memungkinkan seorang pemegang saham membuat keputusan yang

baik mengenai investasi yang berkaitan dengan sahamnya dalam Perseroan.

Hal ini mencerminkan prinsip transparansi (transparency) karena Perseroan

melakukan keterbukaan (disclosure), memberikan informasi sebenarnya tentang

Perseroan tersebut saat ini (up to date) dan tidak menyembunyikan apapun sehingga

pemegang saham dapat memperhitungkan tindakannya dan tidak terjebak akan

informasi yang menyesatkan.

3. Hak untuk ikut serta dalam pembagian keuntungan dengan menerima pembagian

keuntungan.13

Hal ini mencerminkan prinsip keadilan (fairness) dimana pembagian keuntungan

didasarkan atas banyaknya saham yang dimiliki, hal ini dikarenakan saham

merupakan wujud partisipasi individu didalam Perseroan.

Definisi mengenai Pemegang Saham Mayoritas menurut sistem hukum Common

Law adalah sebagai berikut :

“Majority stockholder : One who owns or controls more than 50% (percent) of the stock of a corporation, through effective control may be maintained with far less than 50 (fifty) percent if most of the stock is widelyheld. In close corporation, majority shareholders may owe fiduciary, partner like duties to minority shareholders.

(25)

Majority Shareholder : A shareholder who owns or controls more than half the corporation’s stock”.

Menurut Rudhi Prasetya, pemegang saham minoritas adalah satu atau sejumlah

pemegang saham yang relatif menguasai lebih banyak saham yang dikeluarkan oleh

perseroan. Definisi pemegang saham minoritas menurut sistem hukum Common Law

adalah sebagai berikut :

“Minority stockholder : Those stockholders of a corporation who hold so few shares in relation to the total outstanding that they are unable to control the management of the corporations or to elect directors.

Minority shareholders : A shareholder who own less than half the total shares outstanding and thus cannot control the corporation’s management or singlehandedly elect directors”.

Menurut Rudhi Prasetya, pemegang saham minoritas adalah satu atau sejumlah

pemegang saham yang relatif hanya menguasai sejumlah saham, yang kalah banyaknya

terhadap satu atau sekelompok pemegang saham lainnya.

Dalam suatu Perseroan Terbatas apabila terdapat perbedaan pemilikkan saham

Perseroan dengan selisih jumlah yang begitu besar maka akan dijumpai adanya

pemegang saham mayoritas dipihak yang satu dan dipihak lain adalah pemegang saham

minoritas, juga dengan perbedaan jumlah suara yang mencolok.

Prinsip mayoritas sering menyebabkan pemegang saham minoritas berada pada

posisi yang tidak berdaya dan kurang menguntungkan dalam menegakkan

kepentingannya karena kedudukan Hukum para pemegang saham minoritas ini jauh

(26)

merugikan Perseroan disebabkan oleh kedudukan pemegang saham mayoritas yang

identik dengan kedua organ Perseroan tersebut, baik secara fisik maupun kepentingan.14

Para pemegang saham harus diperlakukan secara adil berdasarkan prinsip

kesetaraan maka para pemegang saham harus mempunyai hak penuh yang tidak

dilanggar untuk memberikan satu suara untuk setiap saham dan Perseroan harus

memberikan informasi kepada pemegang saham sehingga memungkinkan pemberian

suara yang bermanfaat dan dalam hal ini Perseroan dan Direksi sebagai pengelola

Perseroan tidak boleh berpihak.15

Prinsip one share, one vote didasarkan pada suatu pemikiran bahwa pemegang

saham mayoritas sebagai penyandang dana utama selalu dihadapkan pada dua sisi yang

kontradiktif, disatu sisi berharap mendapatkan deviden yang besar tetapi disisi lain

kuatir akan menanggung resiko kerugian yang besar juga sesuai jumlah saham yang

dimilikinya.

Prinsip one share, one vote merupakan prinsip dasar dan hakikat dari maksud

berdirinya suatu PT. Manning Gilbert Warren III dalam bukunya A Perception of

Legitimacy menyatakan :

“One vote one share rule is based on the principle of apportioning voting power commensurate with the investment risk taken by common stockholders as residual owners”.

(27)

Para pemegang saham minoritas juga mempunyai hak-hak yang telah diatur

secara jelas didalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 mengenai Perseroan Terbatas

yaitu :

1. Hak untuk mengawasi atau menerima informasi dari Perseroan berdasarkan Pasal

63 Ayat 2 Undang-Undang PT.

2. Hak untuk meminta diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

berdasarkan Pasal 66 Ayat 2 dan Pasal 67 (1) UUPT.

3. Hak untuk memeriksa Perseroan berdasarkan Pasal 110 UUPT.

4. Hak mendapat ganti rugi dalam bentuk pembelian kembali saham yang telah

ditempatkan oleh Perseroan dengan dana yang bukan berasal dari laba, diatur

dalam Pasal 30 Ayat 3 UUPT.

5. Hak menuntut karena tindakan yang tidak adil atau tidak perlu berdasarkan Pasal

52 (2) UUPT.

6. Hak menuntut karena kelalaian atau kesalahan manajemen (Pasal 85 (3) dan 98

(2) UUPT.

7. Hak mayoritas khusus yang berupa pembelian kembali saham yang telah

ditempatkan berdasarkan Pasal 31 (2) UUPT.

8. Hak melakukan perubahan Anggaran Dasar berdasarkan Pasal 75 UUPT.

9. Konsolidasi, penggabungan, pengambilalihan, pailit atau pembubaran

berdasarkan Pasal 76 UUPT.

10. Penjualan atau pemberian jaminan atas kekayaan Perseroan berdasarkan Pasal 88

(28)

11. Hak untuk keluar dari Perseroan karena likuidasi berdasarkan Pasal 117 (1) b

UUPT.

12. Pembelian kembali saham yang telah ditempatkan (Pasal 55 UUPT).

13. Peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)

juga memberikan perlindungan terhadap para pemegang saham minoritas dalam

hubungannya dengan transaksi yang mengandung pertentangan kepentingan dan

pengambilalihan tertentu.16

Hak untuk mengawasi atau menerima informasi Perseroan dari Direksi atau

Komisaris dapat dilakukan oleh pemegang saham didalam Rapat Umum Pemegang

Saham berdasarkan Pasal 63 Ayat 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Hak meminta

diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham (Pasal 66 Ayat 2 dan Pasal 67 (1) UUPT)

dimintakan kepada Direksi atau Komisaris oleh pemegang saham minoritas.

Apabila lewat tiga puluh hari terhitung sejak permintaan tidak melakukan

pemanggilan RUPS maka pemegang saham minoritas dapat mengajukan permohonan

kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan

Perseroan untuk dapat memberikan izin kepada Pemohon melakukan sendiri

pemanggilan RUPS tahunan atau melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya atas

permohonan pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), apabila

Direksi atau Komisaris setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak

permintaan tidak melakukan pemanggilan RUPS lainnya.17

16Ibid., Hal. 14

(29)

Penetapan Ketua Pengadilan Negeri ini merupakan penetapan instansi pertama

dan terakhir (Pasal 67 (4)), yang karena itu tidak dapat dimintakan banding seperti

putusan Pengadilan Negeri lainnya karena hal ini merupakan suatu kekhususan yang

diberikan Undang-Undang dalam rangka penegakan kepentingan pemegang saham

minoritas agar pelaksanaan RUPS tidak tertunda.

Pemegang saham minoritas pemegang saham minoritas dapat mengajukan

permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat

kedudukan Perseroan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Perseroan apabila

permintaan kepada Perseroan untuk memperoleh data-data atau keterangan yang

diperlukan ditolak atau tidak diperhatikan oleh Perseroan dan apabila ada dugaan :

a. Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang

saham atau pihak ketiga; atau

b. Anggota Direksi atau Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang

merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.

Pemeriksaan tersebut diatas hanya dapat dilakukan oleh pemegang saham atas

nama diri sendiri atau atas nama Perseroan apabila mewakili paling sedikit 1/

10 bagian

dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, pihak lain yang dalam Anggaran

Dasar Perseroan atau perjanjian dengan Perseroan diberi wewenang untuk mengajukan

permohonan pemeriksaan dan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.

Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas semua kerugian yang

diderita pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas yang beritikad baik,

(30)

langsung maupun tidak langsung bertentangan dengan pembelian kembali saham yang

telah dikeluarkan Perseroan dengan ketentuan dibayar dari laba bersih sepanjang tidak

menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang

ditempatkan ditambah cadangan yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan

Undang-undang ini dan jumlah nilai nominal seluruh saham yang dimiliki perseroan bersama

dengan yang dimiliki oleh anak perusahaan dan gadai saham yang dipegang, tidak

melebihi 10 % (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan.

Pemegang saham selaku subjek Hukum mempunyai hak perseorangan atau

(personal right) yang dapat dipertahankan serta dapat menuntut pelaksanaan haknya

termasuk dengan mengajukan gugatan terhadap Perseroan melalui Pengadilan Negeri

yang daerah Hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan apabila Perseroan

merugikan pemegang saham minoritas dikarenakan tindakan Perseroan yang tidak adil

(unfair) dan tanpa alasan yang wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi atau

Komisaris.18

Hak perseorangan dimaksudkan agar dapat memberikan perlindungan yang baik

terhadap pemegang saham namun yang lebih memanfaatkan ketentuan tersebut adalah

pemegang saham minoritas karena pemegang saham ini bisa menolak suatu tindakan

yang hendak dilakukan oleh Perseroan meskipun hal tersebut telah diputuskan oleh

RUPS.19

(31)

Gugatan yang berdasarkan atas hak utama dari Perseroan tetapi dilaksanakan

oleh pemegang saham atas nama Perseroan dinamakan gugatan derivative (derivative

suit), jadi gugatan diajukan bukan untuk kepentingan pribadi pemegang saham

melainkan untuk Perseroan sehingga segala hasil dari gugatan tersebut menjadi milik

Perseroan.20

Gugatan Derivatif merupakan gugatan pengecualian (abnormal) sebab dalam

kasus-kasus normal yang bertindak sebagai pihak yang mewakili Perseroan bukan

pemegang saham melainkan pihak Direksi atau yang dikuasakan/didelegasikan oleh

Direksi, seperti yang biasanya ditentukan dalam anggaran dasarnya.

Undang-Undang Perseroan Terbatas memberikan hak suara khusus kepada

pemegang saham minoritas untuk dapat bertindak selaku wakil perseroan dalam

memperjuangkan kepentingan Perseroan terhadap tindakan Perseroan yang merugikan

sebagai akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan baik oleh anggota direksi

dan/atau komisaris (Pasal 85 Ayat 3 jo. Pasal 98 ayat 2).

Dalam hal tindakan Direksi merugikan Perseroan maka pemegang saham yang

memenuhi persyaratan mewakili paling sedikit 1/

10 bagian dari jumlah seluruh saham

dengan hak suara yang sah dapat mewakili Perseroan untuk melakukan tuntutan atau

gugatan terhadap Direksi dan atau Komisaris melalui Pengadilan.

Tidak semua gugatan yang diajukan oleh pemegang saham dari suatu Perseroan

dapat digolongkan sebagai guatan derivative karena banyak model gugatan lain yang

(32)

dilakukan oleh pemegang saham yang tidak tergolong ke dalam gugatan derivative, yaitu

gugatan langsung (Direct Action), gugatan kelompok (Class Action) dan gugatan

representatif (Representative Action).

Perbedaan antara gugatan langsung dengan gugatan derivatif adalah jika pada

gugatan derivatif gugatan diajukan kepada pihak yang telah merugikan Perseroan,

diajukan oleh pemegang saham yang bertindak untuk dan atas nama Perseroan

sedangkan pada gugatan langsung pihak pemegang saham mengajukan gugatan juga

kepada pihak yang merugikan Perseroan tetapi pemegang saham tersebut bertindak

untuk dan atas namanya sendiri karenanya sering disebut juga gugatan individu

(individual action).21

Gugatan Derivatif pemegang saham jangan disamakan dengan gugatan class

action karena gugatan class action atau gugatan kelompok adalah gugatan yang

dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang dalam suatu kelompok orang yang

mempunyai kepentingan yang sama, gugatan mana dilakukan secara hukum, tidak

membutuhkan surat kuasa yang dianggap dilakukan untuk dan atas nama seluruh

anggota kelompok tersebut, bila diajukan oleh pemegang saham maka pemegang saham

tersebut secara hukum dianggap mewakili seluruh kelompok pemegang saham yang

mempunyai kepentingan yang sama.22

21 D. Cox James, Hazeen Thomas Lee dan O’Neal R. Hodge, Corporations, Aspen Law & Business, (USA : A Division of Aspen Publishers, Inc, 1997), Hal. 400.

(33)

Pengadilan Negeri dapat membubarkan Perseroan atas permohonan satu orang

pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/

10 bagian dari jumlah seluruh

saham dengan hak suara yang sah berdasarkan Pasal 117 Ayat 1 b UUPT.

Apabila Perseroan melakukan perbuatan hukum penggabungan, peleburan dan

pengambilalihan Perseroan harus memperhatikan kepentingan Perseroan, pemegang

saham minoritas, karyawan Perseroan, kepentingan masyarakat dan persaingan sehat

dalam melakukan usaha.

Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan Perseroan tidak mengurangi hak

pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar

sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, yaitu :

Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan

harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang

merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa :

1. Perubahan Anggaran Dasar.

2. Penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan

Perseroan.

3. Penggabungan, peleburan atau pengambilalihan Perseroan.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 mengenai Perseroan Terbatas telah cukup

untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas namun dalam menghadapi

globalisasi ekonomi Perseroan harus mengupayakan keseimbangan dengan

memperhatikan tidak hanya kepentingan shareholder saja melainkan juga stakeholder

(34)

Berkaitan dengan hal tersebut Perseroan harus melaksanakan Pengelolaan Perusahaan

Yang Baik (Good Corporate Governance) yang mengatur mengenai aspek-aspek yang

terkait dengan :

1. Keseimbangan hubungan antara organ-organ Perusahaan yaitu RUPS, Direksi

dan Komisaris yang mencakup hal-hal yang berkaitan dengan struktur kelembagaan

dan mekanisme operasional ketiga organ Perusahaan tersebut (keseimbangan

internal).

2. Pemenuhan tanggung jawab Perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat

kepada seluruh stakeholder yang mencakup hal-hal yang terkait dengan pengaturan

hubungan antara Perusahaan dengan seluruh stakeholder (keseimbangan eksternal)

untuk mewujudkan Perusahaan sebagai good Corporate Citizen.23

Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang digunakan untuk

mengarahkan dan mengelola bisnis dan urusan-urusan Perusahaan dalam rangka

meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas Perusahaan dengan tujuan utama

mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan

kepentingan stakeholders yang lain.

Stakeholders terdiri atas karyawan, pemasok, pelanggan, distributor, pesaing,

pemerintah serta masyarakat yang ikut memberikan kontribusi terhadap keberhasilan

perusahaan dan yang ikut pula menanggung dampak dari kegiatan operasional

perusahaan.

(35)

Mereka adalah Stakeholders yang mempunyai kepentingan dalam kemakmuran

perusahaan tesebut, oleh karena itu perusahaan harus mengupayakan keseimbangan

dengan memperhatikan tidak hanya kepentingan shareholder saja tetapi juga stakeholder

untuk mepertahankan eksistensinya dan bermanfaat bagi seluruh entitas masyarakat.24

Pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat

kepada seluruh stakeholder, yang mencakup hal-hal yang terkait dengan pengaturan

hubungan antara perusahaan dengan seluruh stakeholder (keseimbangan eksternal) untuk

mewujudkan perusahaan sebagai good corporate citizen.

Hak atas keamanan pencatatan kepemilikan saham yang terdiri atas adanya

perlindungan hukum terhadap pemegang saham dari kemungkinan saham rusak, hilang,

palsu, dicuri merupakan bagian dari Good Corporate Governance yang dilaksanakan di

Pasar Modal.

Pencatatan kepemilikan saham dilakukan oleh Biro Administrasi Efek (BAE)

yang merupakan pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana

untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan

memperdagangkan efek diantara mereka.25

Pengertian emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum sedangkan

efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial,

saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak

berjangka atas efek dan setiap derivatif dari efek.

24 ibid, hal 5

(36)

Hak atas keamanan pencatatan kepemilikan saham juga diatur dalam pasal 56

sampai dengan Pasal 61 Undang-Undang Pasar Modal yang mengatur bahwa penitipan

kolektif pada Kustodian :

1. Lembaga Penyimpan dan Penyelesaian/Kustodian wajib mencatat efek dalam

buku daftar pemegang efek Emiten.

2. Emiten wajib menerbitkan sertifikat atau konfirmasi sebagai bukti pencatatan

efek.

3. Pemegang rekening yang efeknya tercatat dalam penitipan kolektif berhak

mengeluarkan suara dalam RUPS.

Kustodian hanya dapat mengeluarkan efek atau dana yang tercatat pada rekening

efek atas perintah tertulis dari pemegang rekening atau pihak yang diberi wewenang

untuk bertindak atas namanya. Kustodian wajib memberikan ganti rugi kepada

pemegang rekening atas setiap kerugian yang timbul akibat kesalahannya.

Ketentuan ini menganut prinsip asas akuntabilitas dimana Kustodian diharuskan

untuk bekerja secara professional dan tanpa kesalahan dan setiap kesalahan dapat

langsung diketahui merupakan kesalahannya dan tidak dapat mengelak untuk membayar

ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkannya.

Kustodian atau pihak terafiliasinya dilarang memberikan keterangan mengenai

rekening efek nasabah kepada pihak manapun, kecuali kepada :

1. Pihak yang ditunjuk secara tertulis oleh pemegang rekening atau ahli waris

pemegang rekening.

(37)

3. Pengadilan untuk kepentingan peradilan perkara perda atas permintaan

pihak-pihak yang berperkara.

4. Pejabat pajak untuk kepentingan perpajakan.

5. BAPEPAM, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Emiten, Biro

Administrasi Efek atau kustodian lain dalam melaksanakan fungsinya

masing-masing.

6. Pihak yang memberikan jasa kepada kustodian termasuk konsultan, konsultan

hukum dan akuntan.

Dengan demikian dapat disimpulkan kustodian melaksanakan prinsip

akuntabilitas yaitu tanggung jawabnya untuk merahasiakan keterangan mengenai efek

nasabah kepada pihak manapun sehingga apabila terjadi kebocoran maka pihak

kustodianlah yang harus bertanggung jawab.

Kustodian bagaimanapun tidak terlepas dari tugasnya melaksanakan transparansi

kepada masyarakat khususnya apabila terjadi penyalahgunaan fasilitas dimana

digunakan untuk tindak pidana misalnya tindak pidana pencucian uang, apabila terjadi

maka kustodian harus mengungkapkan keterangan mengenai rekening efek nasabah

kepada aparat Pemerintah yang berwenang.

Hak untuk mendapatkan informasi tentang perusahaan :

1. Tersedianya informasi yang lengkap bagi investor sebagai dasar keputusan

investor.

2. Kewajiban untuk menyampaikan keterbukaan informasi sejak suatu perusahaan

(38)

3. Pasal 85 mengatur bahwa kewajiban pihak-pihak yang memperoleh izin,

persetujuan atau pendaftaran dari BAPEPAM untuk menyampaikan laporan kepada

BAPEPAM.

Hak untuk mendapatkan informasi juga diatur dalam Pasal 86 Undang-Undang

Pasar Modal yang mengatur bahwa kewajiban emiten atau perusahaan publik untuk

menyampaikan laporan kepada BAPEPAM.

1. Berkala.

2. Peristiwa atau fakta material.

Pasal 87 Undang-Undang Pasar Modal juga mengatur bahwa kewajiban direksi,

komisaris serta pemegang saham yang kepemilikannya melampaui batas tertentu untuk

mengungkapkan kepemilikan serta perubahan kepemilikannya.

Pasal 89 Undang-Undang Pasar Modal mengatur bahwa semua informasi yang

disampaikan kepada BAPEPAM tersedia untuk umum, peraturan BAPEPAM No.

IX.C.2.IX.D3 secara lebih mendalam mengatur keterbukaan informasi yang harus

diungkapkan dalam prospektus penawaran umum atau right issue.

Peraturan BAPEPAM No. X.K.I mengatur bahwa informasi material yaitu akhir

hari kerja kedua sejak terjadinya harus disampaikan kepada BAPEPAM dan masyarakat,

Peraturan BAPEPAM No. X.K.2 mengatur mengenai laporan keuangan berkala yang

terdiri atas laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan tengah tahunan dan

peraturan BAPEPAM No. X.K.5 mengatur mengenai keterbukaan informasi dalam hal

(39)

Hak untuk hadir dan bersuara dalam Rapat Umum Pemegang Saham diatur

dalam Pasal 60 Undang-Undang Pasar Modal dimana pemegang rekening yang efek

(saham)nya tercatat dalam penitipan kolektif berhak mengeluarkan suara dalam Rapat

Umum Pemegang Saham.

Peraturan No. IX.D.1 mengatur mengenai penambahan modal melalui right issue

harus memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (pada prinsipnya korum

rapat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas).

Hak untuk hadir dan bersuara dalam Rapat Umum Pemegang Saham juga diatur

didalam peraturan No. IX.E.1 yang mengatakan bahwa jika suatu Transaksi dimana

seorang komisaris, direktur atau pemegang saham utama mempunyai benturan

kepentingan maka transaksi dimaksud harus disetujui oleh para pemegang saham

independen.

Peraturan No. IX.E.2 juga mengatur mengenai semua transaksi material dan

perubahan kegiatan utama perusahaan harus disetujui oleh Rapat Umum Pemegang

Saham. Peraturan No. IX.G.1 mengatur mengenai penggabungan dan peleburan

Perusahaan Publik harus disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham. Peraturan No.

IX.J.1 mengatur bahwa setiap penambahan modal melalui pengeluaran efek bersifat

ekuitas disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham.

Masalah-masalah Good Corporate Governance yang perlu diatur lebih tegas

(40)

1. Pasal 71 Undang-Undang Perseroan Terbatas yang mengatur bahwa pemegang

saham dengan hak suara yang sah, baik sendiri maupun dengan kuasa tertulis berhak

mengadiri Rapat Umum Pemegang Saham dan menggunakan hak suaranya.

Namun demikian, prosedur atau tata cara pemberian hak suara belum diatur secara

tegas dalam peraturan perundang-undangan.

2. Peranan Stakeholder, ketentuan yang berkaitan dengan stakeholder diatur dalam

perundang-undangan lain seperti perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan,

kepailitan, lingkungan hidup, perbankan, perasuransian dan lain-lain.

3. Keterbukaan atas gaji dewan direksi, pada dasarnya Undang-Undang Perseroan

Terbatas dan peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal sudah mengatur

secara cukup mengenai keterbukaan dan transparansi namun demikian pada

umumnya perusahaan belum secara rinci mengungkapkan besarnya gaji anggota

dewan komisaris dan direksi dan dalam rangka Good Corporate Governance perlu

diatur agar perusahaan mengungkapkan rincian gaji setiap anggaran dewan

komisaris dan direksi.

Pembentukan komite audit ditentukan oleh BAPEPAM dengan menerbitkan

Surat Edaran (SE-03/PM/2000) yang menghimbau agar Emiten dan Perusahaan Publik

mempunyai Komite Audit yang mempunyai tugas membantu komisaris dalam rangka

peningkatan kualitas laporan keuangan dan peningkatan efektivitas internal audit dan

eksternal audit.

Salah satu langkah kongkret yang sudah diambil oleh otoritas pasar modal adalah

(41)

yang membantu fungsi pengawasan Komisaris, Komite Audit memiliki fungsi dalam

hal-hal yang terkait dengan proses dan peran audit bagi perusahaan terutama dalam

pelaporan hasil audit keuangan perusahaan yang dipaparkan untuk publik.

Membangun komite audit yang efektif tidak boleh terlepas dari kacamata

penerapan prinsip Corporate Governance secara keseluruhan disuatu perusahaan dimana

Independency, Transparency and Disclosure, Accountability and Responsibility, serta

Fairness menjadi landasan utama tata kelola perusahaan.

Komite Audit harus independen, dimulai dengan dipersyaratkannya Komisaris

Independen sebagai ketua Komite Audit, seorang Komisaris Independen sebagai wakil

dari pemegang saham minoritas dapat diharapkan untuk bersikap independen terhadap

kepentingan pemegang saham mayoritas.26

Anggota Komite Audit lainnya pun harus benar-benar independen terhadap

perusahaan, dalam arti mereka tidak memiliki hubungan bisnis apapun dengan

perusahaan, dan tidak memiliki hubungan kekeluargaan apapun dengan Direksi dan

Komisaris perusahaan. Nama anggota Komite Audit harus diumumkan ke publik

sehingga terjadi kontrol sosial terhadap independensinya.

Komite Audit harus transparan, dimulai dengan keharusan adanya audit charter

dan agenda program kerja tahunan tertulis dari Komite Audit yang kemudian didukung

dengan adanya rapat Komite Audit yang teratur dan selalu menghasilkan risalah rapat

tertulis.

(42)

Komite Audit harus menyiapkan laporan tertulis kepada Komisaris tentang

pencapaian tugas-tugas mereka selama periode penugasan, dan disarankan laporan

tersebut tertuang di laporan tahunan perusahaan untuk konsumsi publik, terutama hal-hal

yang menyangkut identifikasi dan penanganan resiko yang penting bagi perusahaan.

Komite Audit harus memiliki akuntabilitas tinggi, dimulai dengan pemenuhan

persyaratan generik dari anggota komite audit, yang secara team setidaknya memiliki

kompetensi dan pengalaman sangat cukup antara lain dalam hal, yaitu :

1. Audit, Akuntansi dan Keuangan

Pemahaman mendalam konsep dan praktek mengenai Financial Engineering,

Corporate Finance, Auditing (Audit keuangan, Audit Operasional, dan Audit

Khusus), dan Fraud Examination.

2. Peraturan dan Perundangan

Pemahaman mendalam konsep dan praktek peraturan dan perundangan mengenai

Pasar Modal, Pasar Uang, Pasar Komoditi berjangka, Bursa Saham, Undang-undang

PT, dan GCG.

3. Proses Bisnis Industri terkait

Pemahaman konsep dan praktek bisnis industri terkait, misal: Industri Perbankan,

Industri Tambang, dan Industri Produk Konsumen.

Dengan keberadaan tiga kompetensi generik di atas, diharapkan Komite Audit

mampu baik secara pro-aktif maupun evaluatif menelaah semua hal-hal penting

pelaporan keuangan perusahaan dalam waktu yang sangat singkat yaitu dalam rapat

(43)

Penting pula untuk dicatat apabila ada masukan-masukan dari komite lain

terutama Komite Risk Management mengenai identifikasi dan penanganan resiko

penting di perusahaan. Dalam hal ini, Komite Audit harus dapat meyakini bahwa

perusahaan sudah memiliki mekanisme dan cakupan yang cukup dalam penanganan

resiko penting perusahaan, sehingga pelaporan audit yang terkait juga diselaraskan

dengan cakupan dan prioritas resiko perusahaan tersebut.

Masyarakat diharapkan waspada terhadap kemungkinan adanya komite audit

yang seakan-akan independen tetapi belum tentu independen misalnya seseorang yang

berasal dari suatu organisasi yang menerima sumbangan (baik sumbangan

kemasyarakatan maupun pendidikan), atau bisnis tidak langsung dari perusahaan

(misalnya supplier dari distributor perusahaan yang masih memiliki hubungan keluarga).

Komite Audit harus transparan yang dimulai dengan keharusan adanya audit

charter dan agenda program kerja tahunan tertulis dari komite audit yang kemudian

didukung dengan keteraturan rapat komite audit yang selalu menghasilkan risalah rapat

tertulis.

Komite Audit harus menyiapkan laporan tertulis kepada dewan komisaris tentang

pencapaian tugas-tugas mereka selama periode penugasan, dan disarankan laporan

tersebut tertuang di laporan tahunan perusahaan untuk konsumsi publik, terutama hal-hal

yang menyangkut identifikasi dan penanganan resiko yang penting bagi perusahaan.

Dengan disclosure atau keterbukaan tersebut maka masyarakat akan mengetahui

seberapa komprehensif komite audit perusahaan tersebut telah menyusun dan mentaati

(44)

yang telah ditelaah dan didiskusikan dalam rapat komite audit sehingga masyarakat

dapat meyakini bahwa hal-hal prioritas dan penanganan resiko penting perusahaan telah

dijalani dengan cukup baik.

Dengan keberadaan kompetensi generik di atas, dapat diharapkan bahwa komite

audit mampu baik secara pro-aktif maupun evaluatif menelaah semua hal-hal penting

pelaporan keuangan perusahaan dalam waktu yang sangat singkat yaitu dalam rapat

kerja yang berkisar 3-4 jam setiap rapat dan berjumlah 4-6 rapat setiap tahun.

Untuk lebih efektif, komite audit juga harus memperoleh masukan dari

sub-komite lain terutama sub-komite Risk Management mengenai identifikasi dan penanganan

resiko penting perusahaan. Dalam hal ini, komite audit harus dapat meyakini bahwa

perusahaan sudah memiliki mekanisme dan cakupan yang cukup dalam penanganan

resiko penting perusahaan, sehingga pelaporan audit yang terkait juga diselaraskan

dengan cakupan dan prioritas resiko perusahaan tersebut.

Di perusahaan yang berukuran sedang atau kecil, umumnya anggota komite audit

juga merangkap anggota komite risk management yang bertanggung jawab

memformulasikan Risk Policy perusahaan, serta menjaga ketaatannya di tingkat

kepatuhan operasional terhadap kebijakan yang telah ditetapkan tersebut.

Selain hal yang disebutkan diatas, komite audit harus komunikatif terutama

dengan pihak Auditor Eksternal dan pihak internal audit, sehingga mereka memiliki jalur

cepat dalam mengkomunikasikan hal-hal yang signifikan perlu diketahui oleh komite

(45)

Komite Audit harus selalu bersikap adil dalam pengambilan keputusan, Komite

Audit harus benar-benar melandaskannya pada sikap adil kepada semua pihak, terutama

dalam hal penelaahan terhadap kesalahan asumsi maupun pelanggaran terhadap resolusi

Dewan Direksi.

Untuk itu, semua keputusan harus didasarkan pada fakta dan dokumen penunjang

yang cukup. Bila diperlukan, Komite Audit dapat meminta bantuan pihak eksternal

terhadap penyidikan hal-hal tertentu misalnya meminta bantuan pihak luar untuk

mengadakan Audit Forensik terhadap terjadinya suatu fraud yang signifikan di

perusahaan.

Komite Audit harus memiliki Charter Komite Audit untuk digunakan sebagai

rujukan internal tentang bagaimana sebaiknya mereka mengatur diri sendiri sehingga

tujuan terbentuknya Komite Audit di perusahaan tersebut untuk meningkatkan

keterbukaan dan akuntabilitas perusahaan tercapai seperti yang diharapkan.

Walaupun bentuk, isi dan fokus dalam Charter Komite Audit dari satu

perusahaan ke perusahaan lainnya dapat berlainan, tetapi ada beberapa elemen umum

atau generik yang harus tercakup dalam Charter tersebut. Untuk itu, FCGI atau Forum

for Corporate Governance memberikan saran bahwa Komite Audit harus memiliki suatu

Charter atau terms of reference yang secara jelas mendefinisikan peran dan tanggung

jawab Komite Audit serta kerangka kerja fungsional mereka.

Tanpa adanya charter akan sulit atau bahkan mustahil Komite Audit dapat

berperan dengan baik. Merujuk pada beberapa praktek-praktek terbaik di dunia (best

Referensi

Dokumen terkait

When you click OK, the image appears in the Summary pane, and you can dis- play it while your music is playing by pressing ⌘ +G or clicking the Show or Hide Song Artwork button at

(4) Tim Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memiliki tugas melakukan penilaian kinerja dengan cara melakukan evaluasi hasil kerja, capaian kinerja

Beberapa pola komunikasi yang ada dalam proses belajar mengajar. terdiri dari tiga jenis,

Untuk memperbaiki nasib masyarakat desa Brengkok berfikir bahwa dengan bekerja sebagai TKI akan bisa merubah nasib keluarganya, yang mula dari anak petani bisa

Simpan di wadah aslinya terlindung dari sinar matahari langsung di tempat yang kering, sejuk dan berventilasii baik jauh dari bahan yang tidak cocok (lihat Bagian 10) dan makanan

[r]

Oleh sebab itu, pada artikel ini dalam menentukan nilai tunai anuitas, premi tunggal, premi tahunan dan besarnya cadangan, usia awal peserta asuransi dihitung

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan menggunakan kata penghubung dan, atau, tetapi dan untuk dalam karangan deskripsi siswa kelas X