• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENGGUNAAN POMPA IRIGASI UNTUK DI DESA BABAKAN RADEN KECAMATAN KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PENGGUNAAN POMPA IRIGASI UNTUK DI DESA BABAKAN RADEN KECAMATAN KABUPATEN BOGOR SKRIPSI"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGGUNAAN POMPA IRIGASI UNTUK

DI DESA BABAKAN RADEN

DEPARTEMEN TEKNIK

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGGUNAAN POMPA IRIGASI UNTUK

DI DESA BABAKAN RADEN KECAMATAN

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

YUYUN LUTFIANITA

F14062790

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

PENGGUNAAN POMPA IRIGASI UNTUK PERTANIAN

KECAMATAN CARIU,

MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

ii

STUDY ON THE APPLICATION OF IRRIGATION PUMPS FOR

AGRICULTURE IN BABAKAN RADEN,

CARIU, BOGOR

Yuyun Lutfianitaand Dedi Kusnadi Kalsim

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

e-mail: dkalsim@yahoo.com

ABSTRACT

One of the main problems that occur in irrigation supply is the increasing water scarcity at certain times. Actually the water is still available in the basin, it's just necessary some efforts to supply the irrigation needs. Actually the water can be raised by using water pump. If agriculture only depends on surface water and rainfall, it will not be able to increase the productivity of land because the crop water requirement is not fulfilled in some periods. The purpose of this study are determining the irrigation water pricing and finding out profitable irrigated farming. Irrigation water requirement is calculated with CROPWAT 8.0 software by using climate and rainfall conditions as input parameters, and engineering economy is used to calculate irrigation water pricing. The result shows that existence of the pump for lifting up the water to agricultural land could help farmers in increasing cropping intensity and farmers income because the farmers could plant three times a year with cropping pattern rice-rice-secondary crops or rice-rice-vegetables. The most profitable cropping pattern is rice-rice-vegetable because vegetables income is the highest among secondary crops. For sustainable farming, irrigation water cost have to based on irrigation water pricing.

(3)

YUYUN LUTFIANITA. F14062790. Kajian Penggunaan Pompa Irigasi untuk Pertanian di Desa

Babakan Raden, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Dedi Kusnadi

Kalsim. 2010.

RINGKASAN

Salah satu persoalan utama yang terjadi dalam penyediaan air irigasi adalah semakin langkanya ketersediaan air (water scarcity) pada waktu-waktu tertentu. Pada sisi lain permintaan air untuk berbagai kebutuhan cenderung semakin meningkat sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk, beragamnya pemanfaatan air, berkembangnya pembangunan, serta kecenderungan menurunnya kualitas air akibat pencemaran oleh berbagai kegiatan. Sebenarnya air masih tersedia di dalam cekungan tanah, hanya saja diperlukan adanya usaha untuk memenuhi kebutuhan air irigasi tersebut. Pengangkatan air ini dapat dilakukan dengan menggunakan pompa air, karena dinilai jika pertanian hanya mengandalkan air permukaan dan curah hujan, maka tidak akan dapat meningkatkan produktivitas lahan karena ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan tanaman tidak terpenuhi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui harga air irigasi dalam satuan Rp/m3 dan mengetahui apakah usahatani beririgasi menguntungkan atau tidak. Penelitian dilakukan di Desa Babakan Raden, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, pada bulan Maret sampai Mei 2010. Pengambilan data dilakukan pada salah satu kelompok tani yang menggunakan pompa sebagai sarana penunjang irigasi. Hari dan jam kerja pompa beragam untuk masing-masing MT, hal ini dikarenakan kebutuhan air dan curah hujan yang beragam. Pompa beroperasi selama 4.720 jam per tahun dengan rata-rata penggunaan 20 jam per aplikasi.

Harga air irigasi di lokasi penelitian adalah sebesar Rp240/m3 atau Rp24.192/jam dengan pompa swadaya tanpa biaya penggantian dan Rp250/m3 atau Rp27.000/jam dengan ditambah biaya penggantian. Apabila sarana irigasi merupakan bantuan dari pemerintah harga air irigasi adalah sebesar Rp224/m3 atau Rp24.192/jam tanpa biaya penggantian dan Rp234/m3 atau Rp25.272/jam dengan ditambah biaya penggantian. Pada kondisi ini, biaya penggantian adalah sebesar Rp10/m3. Efisiensi penyaluran di lokasi penelitian adalah sebesar 34% pada MT I, 33% pada MT II dan 85 % pada MT III. Efisiensi yang kecil ini diduga akibat pemborosan jam operasi pompa pada MT I dan MT II. Jika berasumsi efisiensi penyaluran pada MT I dan MT II sebesar 60% maka akan terjadi pengurangan jam operasional pompa, namun harga air rigasi akan meningkat. Pada kondisi seperti ini harga air irigasi yang ditanggung adalah sebesar Rp268/m3 atau Rp28.944/jam apabila pompa diadakan secara swadaya oleh petani tanpa biaya penggantian sarana irigasi dan seharga Rp277/m3 atau Rp29.916/jam dengan ditambah biaya penggantian sarana irigasi. Apabila pompa dan mesin adalah bantuan pemerintah maka harga air yang ditanggung adalah sebesar Rp249/m3 atau Rp26.892/jam tanpa biaya penggantian sarana irigasi dan Rp259/m3 atau Rp27.972/jam dengan ditambah biaya penggantian sarana irigai. Biaya penggantian pompa, mesin penggerak adalah sebesar Rp9/m3. Pada kenyataannya biaya air irigasi dibayarkan dengan wujud hasil panen petani. Hal ini merupakan kesepakatan dan aturan yang berlaku pada kelompok tani di lokasi penelitian. Jumlah dan besarnya adalah 5 kwintal padi GKP per hektar atau senilai Rp1.250.000/ha untuk tanaman padi pada MT I, senilai 3 kwintal padi GKP per hektar atau Rp750.000/ha untuk komoditas yang ditanam pada MT II dan III pada tingkat harga padi GKP Rp2.500/kg. Dalam kondisi ini petani akan untung, namun pengurus akan mengalami kerugian, karena biaya irigasi yang dibayarkan relatif kecil. Pembayaran iuran irigasi aktual di lokasi penelitian adalah sebesar Rp2.7500.000/tahun, dengan sistem ini maka petani tidak mampu mengadakan pompa dan peralatan irigasinya kembali. Hal ini dikarenakan jumlah biaya untuk penggantian hanya sebesar 10% dari total iuran atau sebesar Rp275.000/tahun. Agar dapat mengganti pompa dan mesin penggerak serta perlengkapan lainnya maka kelompok tani harus

(4)

iv

mengumpulkan tabungan sebanyak Rp5.356.163/tahun dengan memperhitungkan inflasi sebesar 5,8%/tahun.

Keuntungan bersih dari usahatani di lokasi penelitian dengan biaya air irigasi aktual adalah berkisar Rp7.100.00-Rp10.255.00/MT untuk padi pada tingkat produksi 5,8-7,3 ton/ha padi GKP dengan harga produk Rp2.500/kg, untuk tanaman kacang tanah adalah Rp4.776.000/MT pada tingkat produksi 3,2 ton/ha dengan harga produk Rp2.500/kg dan untuk kedelai akan memperoleh keuntungan bersih sebesar Rp2.915.000/MT pada tingkat produksi 5 ton/ha dengan harga produk Rp1.500/kg. Komoditas sayuran akan mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp5.797.000/MT untuk kacang panjang pada tingkat produksi 7,5 ton/ha dengan harga produk Rp2.500/MT, dan sebesar Rp5.091.000/MT untuk mentimun pada tingkat produksi 20 ton/ha dengan tingkat harga Rp1.000/kg. Pada kondisi ini pola tanam yang paling menguntungkan adalah padi-padi-sayuran dengan total keuntungan bersih Rp22.446.000-Rp23.152.000/tahun dibandingkan dengan pola tanam padi-padi-palawija dangan total keuntungan Rp20.270.000-Rp22.131.000/tahun. Adannya perubahan iuran irigasi, akan mempengaruhi keuntungan bersih dari petani, keuntungan bersih dari petani dengan harga air yang telah dihitung dengan perhitungan ekonomi teknik maka keuntungan bersih masing-masing komoditi akan berubah. Pendapatan bersih padi pada tingkat produksi 5,8-7,3 ton/ha padi GKP adalah sebesar Rp5.708.000-Rp10.214.000/MT pada tingkat harga Rp2.500/kg padi GKP, untuk tanaman kacang tanah akan memperoleh keuntungan bersih sebesar Rp4.459.300-Rp4.570.000/MT pada tingkat produksi 3,2 ton/ha dengan harga produk Rp2.500/kg, sedangkan kedelai mempunyai keuntungan bersih Rp3.058.300-Rp3.143.000/MT pada tingkat produksi 5 ton/ha dengan harga produk Rp1.500/kg. Keuntungan bersih dari tanaman kacang panjang adalah Rp5.610.000-Rp5.797.000/MT pada tingkat produksi 7,5 ton/ha dengan harga produk Rp2.500/kg, dan untuk mentimun adalah Rp4.942.000-Rp5.091.000/MT pada tingkat produksi 20 ton/ha dengan harga produk Rp1.000/kg. Pada kondisi ini pola tanam yang paling menguntungkan adalah sama, yaitu padi-padi-sayuran dengan total keuntungan bersih Rp21.140.000-Rp22.268.000/tahun dibandingkan dengan pola tanam padi-padi-palawija dengan total keuntungan bersih Rp19.294.000-Rp21.131.300/tahun.

Biaya usahatani di lokasi penelitian adalah Rp7.995.000/ha (padi MT I), Rp7.495.0000/ha (padi MT II dan MT III), Rp3.224.000/ha (kacang tanah MT III), Rp4.380.000/ha (kedelai MT III), Rp12.953.000/ha (kacang panjang MT III), Rp14.909.000/ha (mentimun MT III). Perhitungan biaya air menggunakan iuran padi GKP. Sedangkan apabila harga air yang digunakan adalah berdasarkan perhitungan ekonomi teknik maka biaya usahatani adalah Rp7.659.000-Rp7.810.000/ha padi MT I, Rp7.501.000–Rp 8.488.800/ha (padi MT II), Rp8.669.000-Rp9.192.600/ha (padi MT III), Rp4.143.000-Rp4.876.000/ha (kedelai MT III), Rp3.430.000-Rp3.780.000/ha (kacang tanah MT III), Rp13.000.000-Rp13.300.000/ha (kacang panjang MT III), dan Rp14.000.000-Rp15.200.000/ha (mentimun MT III). Tabungan atau kas yang harus dikumpulkan oleh petani sebagai biaya perbaikan untuk mesin diesel dan pompa serta selang air adalah sebesar Rp5.356.163/tahun dengan memperhitungkan laju inflasi sebesar 5,8%/tahun.

Adanya pompa sangat membantu petani dalam meningkatkan intensitas penanaman karena kebutuhan air irigasi dapat terpenuhi tanpa mengandalkan curah hujan. Oleh sebab itu agar dapat mencukupi biaya penggantian pompa, mesin penggerak, selang dorong dan selang hisap, harga air irigasi yang diberlakukan sebaiknya sudah menambahkan biaya penggantian. Sehingga biaya untuk penggantian mesin dapat terpenuhi dengan baik dan petani dapat mengadakan sarana irigasi kembali jika sudah melewati umur ekonomis secara swadaya tanpa bergantung kepada bantuan pemerintah. Dengan demikian usahatani akan terus berlanjut tanpa adanya masalah penyediaan air irigasi. Faktor pendorong dari penerapan irigasi pompa adalah adanya manfaat yang dirasakan petani setelah adanya pompa sebagai sarana penunjang irigasi dengan meningkatnya intensitas pertanaman dan pendapatan petani. Sedangkan faktor penghambatnya adalah masih sulitnya pengadaan pompa secara swadaya oleh petani akibat biaya investasi yang besar pada awal pengadaan pompa.

(5)

KAJIAN PENGGUNAAN POMPA IRIGASI UNTUK PERTANIAN

DI DESA BABAKAN RADEN, KECAMATAN CARIU,

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

YUYUN LUTFIANITA

F14062790

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(6)

vi

Judul skripsi : Kajian Penggunaan Pompa Irigasi untuk Pertanian di Desa Babakan Raden,

Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor. Nama : Yuyun Lutfianita

NIM : F14062790

Bogor, Desember 2010 Menyetujui

Dosen Pembimbing Akademik

Ir. Dedi Kusnadi Kalsim, M. Eng Dip. HE NIP. 19490419 197603 1 002

Mengetahui

Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Dr. Ir. Desrial, M. Eng NIP. 19661201 199103 1 004

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian

Penggunaan Pompa Irigasi untuk Pertanian di Desa Babakan Raden, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan

belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak di terbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skipsi ini.

Bogor, 18 Oktober 2010 Yang membuat pernyataan

Yuyun Lutfianita F14062790

(8)

viii

© Hak cipta milik Yuyun Lutfianita, Tahun 2010

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

(9)

BIODATA PENULIS

Penulis bernama lengkap YUYUN LUTFIANITA dilahirkan di Malang pada tanggal 18 Oktober 1987. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Achmad Ngatino dan Ibu Rukhaniyah. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak dari TK Dewi Masithah I Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang tahun 1993. Kemudian penulis melanjutkan ke Madrasah Ibtidaiyah (MI) Sunan Giri I dari tahun 1993 – 1999. Setelah lulus penulis melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) PGRI dan lulus pada tahun 2002, selanjutnya penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2006 dari SMA POMOSDA Tanjungganon, Nganjuk, Jawa Timur. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melaui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Departemen Agama Republik Indonesia. Penulis memilih mayor Teknik Pertanian yang berada di bawah Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dibeberapa kelembagaan mahasiswa, seperti Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) pada tahun 2007-2008 sebagai staf Riset dan Teknologi dan BEM (Badan Ekskutif Mahasiswa) Fakultas Teknologi Pertanian sebagai staf Politik dan Kajian Strategi. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Mekanika Fluida bagi mahasiswa Teknik Pertanian-S1 tingkat dua. Selain bidang akademik penulis juga aktif mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2008 dan 2009. Tahun 2008 penulis menjadi juaraII pada PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa nasional) XXI di Universitas Islam Sultan Agung Semarang dan menjadi juara I pada PIMNAS XXIII di Universitas Mahasaraswati Denpasar, Bali tahun 2010. Pada tingkat tiga penulis melakukan praktik lapangan di Pabrik Gula Madukismo Yogjakarta dengan judul “Aspek Teknik Irigasi pada Perkebunan Tebu PG. Madukismo PT. Madu Baru”.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem maka penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Penggunaan

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Dzat wajibul wujud yang Allah SWT asma-Nya, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dipilih adalah “Kajian Penggunaan Pompa Irigasi untuk Pertanian di Desa Babakan Raden, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor” yang dilaksanakan di Desa Babakan Raden sejak bulan Maret sampai Mei 2010.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. GURU ku yang selalu membimbing dan mengayomi semua muridnya. 2. Departemen Agama RI selaku pemberi beasiswa selama kuliah di IPB.

3. Ir. Dedi Kusnadi Kalsim, M.Eng Dip.HE, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si dan Sutoyo, S.TP M.Si, selaku dosen penguji skripsi.

5. Ayahanda dan Ibunda, kakak serta adik tercinta yang selalu memberikan dorongan motivasi dan do’a selama ini.

6. Dewan Asatid SMA POMOSDA yang telah memberikan dukungan dan do’a selama proses pembelajaran ini.

7. Bapak Suparman selaku ketua kelompok tani Berkah Saluyu Babakan Raden, kecamatan Cariu Kabupaten Bogor.

8. Teman-teman di Departemen Teknik Mesin dan Boisistem angkatan 43, khususnya Wahid, Yeni, Aprileni, Putra serta Niko yang telah banyak membantu selama proses penelitian.

9. Teman-teman CSS MORA IPB dan nasional, yang telah memberikan dukungan selama kuliah di IPB.

Bogor, 18 Oktober 2010

(11)

Halaman

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………... x

DAFTAR TABEL ………... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………... xv

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ………... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ………... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA A.IRIGASI AIR TANAH ………... 2

B.PENGELOLAAN IRIGASI ………... 2

C.KEBUTUHAN AIR TANAMAN ………... 2

D.BIAYA POMPANISASI ... 3

E.EFISIENSI IRIGASI... 5

F. USAHATANI BERKELAJUTAN ... 5

G.PENDAPATAN PETANI ..………... 5

III. METODE PENELITIAN A.WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ………... 7

B.METODE PENGAMBILAN DATA ………... 7

C.METODE ANALISIS DATA ………... 7

D.ALAT DAN BAHAN ………... 8

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A.BATAS ADMINISTRATIF LOKASI ...………... 9

B.PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN LAHAN ... 9

C.POLA TANAM ………... 9

D.KEADAAN PENGAIRAN ………... 9

E.KEADAAN PENDUDUK DAN MATA PENCAHARIAN ………... 10

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A.SISTEM PENGELOLAAN IRIGASI MESIN ………... 11

1. Operasi Sistem Irigasi Pompa Mesin ………... 11

2. Cara Pengaliran Air ………... 11

3. Jam Kerja Pompa ………... 12

4. Luas Daerah Oncoran ………... 12

(12)

xii

Halaman

6. Efisiensi Penyaluran ………... 14

B.KEBUTUHAN AIR IRIGASI ………... 15

1.Kebutuhan Air Irigasi ...………... 15

2.Curah Hujan Efektif ………... 15

C.BIAYA POMPANISASI ………... 16

D.ANALISIS USAHATANI ………... 17

1. Biaya dan Pendapatan Usahatani ………... 17

2. Pengaruh pengurangan jam operasional pompa terhadap harga air irigasi ... 21

E.KEMAMPUAN PETANI MEMBIAYAI IRIGASI POMPA ……….. 22

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A.KESIMPULAN ………... 25

B.SARAN ………... 27

DAFTAR PUSTAKA ………... 28

(13)

Halaman

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nilai persentase biaya pemeliharaan dan perbaikan ………... 4

Tabel 2. Data keragaman penduduk berdasarkan mata pencaharian ...……... 10

Tabel 3. Harga air irigasi dalam satuan (Rp/jam) ... 17

Tabel 4. Biaya usahatani dan biaya irigasi dengan padi GKP per hektar di lokasi penelitian ... 17

Tabel 5. Biaya usahatani dan biaya air berdasarkan kebutuhan air irigasi per hektar dengan berbagai harga air irigasi di lokasi penelitian ……...…... 18

Tabel 6. Keuntungan bersih usahatani dengan berbagai harga air irigasi di lokasi penelitian ... 19

Tabel 7. Hasil produksi per hektar di Desa Babakan Raden menurut jenis tanaman tahun 2010... 20

Tabel 8. Titik impas dari masing-masing komoditas pertanian di lokasi penelitian ... 21

Tabel 9. Perbandingan kebutuhan air irigasi sebelum dan sesudah adanya pengurangan jam operasi pompa ... 21

Tabel 10. Perbandingan keuntungan bersih sebelum dan sesudah pengurangan jam operasi pompa 22 Tabel 11. Perhitungan jumlah tabungan yang harus dikumpulkan petani per tahun sebagai biaya penggantian mesin dan pompa (inflasi 5,8%/tahun) ... 23

Tabel 12. Jumlah biaya irigasi jika dibayarkan dalam bentuk padi GKP dengan tingkat harga Rp2.500/kg GKP ... 24

(14)

xiv

Halaman

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram alir metode penelitian ...………... 8

Gambar 2. Sketsa posisi pompa di lahan pertanian...………... 10

Gambar 3. Grafik curah hujan rata-rata (2000-2009) di lokasi penelitian ... 10

Gambar 4. Rumah mesin diesel dan pompa pengairan ... 11

Gambar 5. Saluran irigasi di tengah lahan sawah ……...…... 12

Gambar 6. Kondisi lahan pertanian teririgasi... 13

Gambar 7. Sketsa lahan teririgasi dan saluran irigasi ...………...…... 13

Gambar 8. Kerusakan yang sering terjadi pada sarana irigasi ...……...….………... 14

Gambar 9. Mesin diesel KUBOTA 25 hp dan pompa air NIAGARA 8“ ... 14

(15)

Halaman

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian di Kecamatan Cariu ………... 30 Lampiran 2. Curah hujan selama sepuluh tahun (2000-2009) ………... 31 Lampiran 3. Hasil perhitungan evapotranspirasi tanaman acuan (ETo) dan Curah hujan efektif

di Kecamatan Cariu (2000-2009) ………... 32 Lampiran 4. Kebutuhan air irigasi komoditas pertanian per MT di lokasi penelitian ... 33 Lampiran 5. Perhitungan efisiensi penyaluran dan kebutuhan air irigasi pada setiap MT di lokasi

penelitian ...………... 38 Lampiran 6. Perhitungan biaya pompanisasi di lokasi penelitian ... 39 Lampiran 7. Perhitungan debit pemompaan dan jam operasi pompa ... 41 Lampiran 8a. Contoh perhitungan analisis usahatani per musim tanam di lokasi penelitian tahun

2010 dengan harga air iuran irigasi padi GKP ... 42 Lampiran 8b. Contoh perhitungan analisis usahatani per musim tanam di lokasi penelitian tahun

2010 dengan harga air Rp224/m3 ... 48 Lampiran 8c. Contoh perhitungan analisis usahatani per musim tanam di lokasi penelitian tahun

2010 dengan harga air Rp234/m3 ... 55 Lampiran 8d. Contoh perhitungan analisis usahatani per musim tanam di lokasi penelitian tahun

2010 dengan harga air Rp240/m3 ... 62 Lampiran 8e. Contoh perhitungan analisis usahatani per musim tanam di lokasi penelitian tahun

2010 dengan harga air Rp250/m3 ... 69 Lampiran 9. Perhitungan biaya pompanisasi dengan adanya pengurangan jam operasi pompa di

(16)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Pengelolaan irigasi sangat diperhatikan dalam tataguna air. Mengingat untuk dapat tumbuh dengan baik tanaman memerlukan air. Kebutuhan ini umumnya dipenuhi dengan adanya saluran irigasi teknis. Seiring dengan bertambahnya penduduk dan keterbatasan lahan, maka banyak lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi perumahan dan perindustrian.

Pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan keberadaan lahan pertanian yang relatif tetap, memerlukan lahan yang produktif dalam menghasilkan bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehingga terwujud ketahanan pangan. Ketahanan pangan diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman dan merata, serta terjangkau (Suroso et

al., 2007). Berbagai cara dapat dilakukan dalam rangka pembangunan di bidang pertanian untuk

dapat meningkatkan produksi pangan antara lain dengan ekstensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi yaitu usaha peningkatan produksi pangan dengan meluaskan areal tanam. Sedangkan intensifikasi yaitu usaha peningkatan produksi pangan dengan cara-cara yang intensif pada lahan yang sudah ada, antara lain dengan penggunaan bibit unggul, pemberian pupuk yang tepat serta pemberian air irigasi yang efektif dan efisien.

Pembangunan saluran irigasi untuk menunjang penyediaan bahan pangan nasional sangat diperlukan, sehingga ketersediaan air di lahan akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber air permukaan (sungai). Hal tersebut tidak terlepas dari usaha teknik irigasi yaitu memberikan air dengan kondisi tepat mutu, tepat ruang dan tepat waktu dengan cara yang efektif dan ekonomis (Sudjarwadi, 1990). Kontribusi prasarana dan sarana irigasi terhadap ketahanan pangan selama ini cukup besar yaitu sebanyak 84% produksi beras nasional bersumber dari daerah irigasi (Hasan, 2005).

Salah satu persoalan utama yang terjadi dalam penyediaan air irigasi adalah semakin langkanya ketersediaan air (water scarcity) pada waktu-waktu tertentu. Pada sisi lain permintaan air untuk berbagai kebutuhan cenderung semakin meningkat sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk, beragamnya pemanfaatan air, berkembangnya pembangunan, serta kecenderungan menurunnya kualitas air akibat pencemaran oleh berbagai kegiatan (Bustomi, 2003). Sebenarnya air masih tersedia di dalam cekungan tanah, hanya saja diperlukan adanya usaha untuk memenuhi kebutuhan air irigasi tersebut. Pengangkatan air ini dapat dilakukan dengan menggunakan pompa air, karena dinilai jika pertanian hanya mengandalkan air permukaan dan curah hujan, maka tidak akan dapat meningkatkan produktivitas lahan karena ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan tanaman tidak terpenuhi. Berlatar belakang masalah tersebut maka perlu diadakan penelitian kajian penggunaan pompa untuk memenuhi air irigasi. Sehingga dapat diambil kesimpulan apakah benar jika petani menggunakan pompa sebagai sarana penunjang irigasi, petani akan mengalami kerugian akibat total biaya yang dikeluarkan cukup besar.

B.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui harga air yang dikeluarkan petani dengan menggunakan pompa dalam satuan Rp/m3.

2. Mengetahui apakah usahatani beririgasi pompa menguntungkan atau tidak. 3. Mengetahui faktor pendorong dan penghambat dari kegunaan pompa untuk irigasi.

(17)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

IRIGASI AIR TANAH

Penggunaan air tanah di Indonesia telah berkembang dengan pesat, meskipun apabila dibandingkan dengan penggunaan air permukaan, irigasi air tanah masih lebih rendah. Irigasi air tanah merupakan suatu sistem irigasi yang memanfaatkan air tanah dengan cara mengangkat air melalui pemompaan untuk digunakan sebagai input bagi produk pertanian. Walaupun secara empiris pengelolaan usahatani dan penggolongan irigasi air tanah baik yang berskala besar maupun kecil tidak berada dalam satu manajemen, aktivitas penyediaan irigasi air tanah tidak akan bermakna tanpa adanya usahatani yang memanfaatkannya. Sehingga eksistensi irigasi air tanah merupakan bagian integral dari sistem usahatani (Sumaryanto dan Pakpahan, 1999 dalam Munir, 2003).

Pengembangan irigasi air tanah sebagai sumber air irigasi pada daerah pertanian diharapkan dapat meningkatkan produksi pertanian, intensitas tanam dan pola tanam. Dengan demikian dapat meningkatkan pendapatan dalam rangka pengentasan kemiskinan, bahkan dalam kondisi tertentu dapat menyediakan air minum bagi masyarakat dan ternak di sekitarnya (Sumaryanto dan Pakpahan, 1999 dalam Munir, 2003).

B.

PENGELOLAAN IRIGASI

Sumberdaya air merupakan barang milik umum (common property resources), yang juga bersifat mudah menggunakannya secara terbuka (open acces), karena itu dalam pengelolaanya cenderung terjadi pengurasan yang berlebihan (over exploitation), tanpa adanya tanggung jawab secara langsung dalam pengontrolan pemanfaatannya. Keadaan ini akhirnya mengakibatkan terjadinya bencana umum. Pengelolaan irigasi hendaknya dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, karena mereka lebih mengerti mengenai kondisi lingkungan setempat sehingga mampu mengelola secara lestari (Tunner et al., 1994 dalam Yusuf 2001).

C.

KEBUTUHAN AIR TANAMAN

Penggunaan konsumtif adalah jumlah total air yang dikonsumsi tanaman untuk penguapan (evaporasi), transpirasi dan aktivitas metabolisme tanaman. Kadang-kadang istilah itu disebut juga sebagai evapotranspirasi tanaman. Jumlah evapotranspirasi kumulatif selama pertumbuhan tanaman yang harus dipenuhi oleh air irigasi, dipengaruhi oleh jenis tanaman, radiasi surya, sistem irigasi, lamanya pertumbuhan, hujan dan faktor lainnya. Jumlah air yang ditranspirasikan tanaman tergantung pada jumlah lengas yang tersedia di daerah perakaran, suhu dan kelembaban udara, kecepatan angin, intensitas dan lama penyinaran, tahapan pertumbuhan, tipe dedaunan. (Kalsim, D. K., 2006).

Terdapat dua metode untuk mendapatkan angka penggunaan konsumtif tanaman, yakni (a) pengukuran langsung dengan lysimeter bertimbangan (weighting lysimeter) atau tidak bertimbangan, dan (b) secara tidak langsung dengan menggunakan rumus empirik berdasarkan data unsur cuaca. Secara tidak langsung dengan menggunakan rumus empirik berdasarkan data unsur cuaca, digunakan untuk menduga nilai evapotranspirasi tanaman acuan (ETo). ETo adalah jumlah air yang dievapotranspirasikan oleh tanaman rumputan dengan tinggi 15~20 cm, tumbuh sehat, menutup tanah dengan sempurna, pada kondisi cukup air.

(18)

3 Berbagai rumus empirik dapat digunakan untuk pendugaan evapotranspirasi tanaman acuan (ETo) tergantung pada ketersediaan data unsur cuaca, antara lain: metode Blaney-Criddle, Penman, Radiasi, Panci evaporasi (FAO, 1987). Pada tahun 1999 FAO merekomendasikan metode Penman-Monteith untuk digunakan jika data iklim tersedia (suhu rerata udara harian, jam penyinaran rerata harian, kelembaban relatif rerata harian, dan kecepatan angin rerata harian). Selain itu diperlukan juga data letak geografis dan elevasi lahan di atas permukaan laut. Selanjutnya untuk mengetahui nilai ETc tanaman tertentu maka ETo dikalikan dengan nilai Kc yakni koefisien tanaman yang tergantung pada jenis tanaman dan tahap pertumbuhan. Nilai Kc tersedia untuk setiap jenis tanaman.

ETc = Kc x ETo ...………../1/

Keperluan air untuk ETc ini dipenuhi oleh air hujan (efektif) dan kalau tidak cukup oleh air irigasi. Keperluan air irigasi atau KAI dinyatakan dengan persamaan:

KAI = ETc – He ...……….../2/

KAI adalah kebutuhan air irigasi (mm/hari), ETc adalah evapotranspirasi tanaman (mm/hari) dan He adalah hujan efektif (mm/hari). Hujan efektif (He) adalah bagian dari total hujan yang digunakan untuk keperluan tanaman. Perhitungan ETo dan daftar nilai Kc disediakan dalam program CROPWAT 8.0.

D.

BIAYA POMPANISASI

Pramudya dan Dewi (1992) menerangkan bahwa, biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya investasi meliputi biaya pembelian mesin penggerak, pompa dan jaringan pipa. Biaya tetap meliputi biaya untuk penyusutan dan bunga modal pada mesin penggerak, pompa, dan jaringan pipa. Biaya tidak tetap meliputi biaya untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar, minyak pelumas, gemuk, gaji operator, pemeliharaan dan perbaikan.

1. Biaya penyusutan dapat dihitung dengan persamaan: a. Tanpa meperhitungkan bunga modal

۲ =

۾ି܁ۼ

.../3/ Keterangan :

D : Biaya penyusutan (Rp/tahun) P : Harga awal (Rp)

S : Harga akhir (Rp) N : Umur ekonomis (tahun) b. Memperhitungkan bunga modal

۲ = ሺ۾ − ܁ሻ ∗ ۱ܚ܎

= ሺ۾ − ܁ሻሺ૚ାܑሻܑ∗ሺ૚ାܑሻܖ ି૚ܖ .../4/

Keterangan :

Crf : Capital Recovery Factor (faktor pengembalian modal) i : Tingkat bunga modal (%/tahun)

(19)

2. Biaya bunga modal dan asuransi dihitung dengan persamaan:

۷ =

࢏∗۾ሺۼା૚ሻ૛ ۼ ……….../5/

Keterangan :

I : Total biaya bunga modal dan asuransi (Rp/tahun) P : Harga awal (Rp)

N : Umur ekonomis (tahun)

i : Tingkat bunga modal (%/tahun)

3. Biaya pemeliharaan dan perbaikan dihitung dengan persamaan:

۰۾۾ =

૚,૛% ሺ۾ି܁ሻ∗ܜ૚૙૙ ܒ܉ܕ .../6/ Keterangan:

BPP : Biaya pemeliharaan dan perbaikan (Rp/tahun) t : Lama pemompaan (jam/tahun)

P : Harga awal (Rp) S : Harga akhir (Rp)

4. Nilai uang pada waktu akan datang dapat dihitung dengan persamaan:

۴ܖ = ۾ ሺ૚ + ࢏ሻۼ .../7/

Keterangan:

Fn : Nilai uang pada akhir tahun ke-N P : Harga awal (Rp)

N : Umur ekonomis (tahun)

i : Tingkat bunga modal (%/tahun)

5. Jika bunga modal dipengaruhi oleh tingkat inflasi maka persamaan bunga modal yang baru menjadi:

࢏ᇱ= ࢏ + ࢌ + ࢏ࢌ ……….../8/

Keterangan:

i’ : Bunga modal karena pengaruh inflasi (%/tahun)

f : Tingkat inflasi rata-rata per tahun (%/tahun)

6. Menurut Kay dan Hatcho, (1992) dalam Munir (2003), biaya pemeliharaan dan perawatan (BPP) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

BPP (Rp/tahun) = A x Biaya pembangunan ……….../9/

Dimana nilai A ditentukan berdasarkan persentase seperti dalam Tabel 1. Tabel 1. Nilai persentase biaya pemeliharaan dan perbaikan

Keterangan Nilai A (%)

Mesin penggerak 10

Jaringan perpipaan 2

Sumur pompa 5

Rumah pompa 5

(20)

5

E.

EFISIENSI IRIGASI

Masalah efisiensi muncul ketika jumlah ketersediaan air kurang dari yang dibutuhkan. Jumlah air irigasi tidak seluruhnya dimanfaatkan oleh tanaman, karena dalam penyalurannya terdapat faktor-faktor yang dapat mengurangi efisiensi irigasi antara lain perkolasi, rembesan dan penguapan. Efisiensi dapat diukur pada tingkat usahatani, tersier, sekunder dan pada tingkat yang lebih tinggi. Menurut Worl Bank (1990) dalam Munir (2003) penggunaan air pada tingkat usahatani lebih efisien daripada bendungan. Pada tingkat usahatani, efisiensi penggunaan air berkisar antara 65-80%, sedang di bendungan berkisar 20-70%. Efisiensi penggunaan air untuk pertanian berkisar antara 6-36% dengan rata-rata sebesar 25%. Nilai ini lebih rendah daripada nilai yang diperkirakan oleh Jezep (1992) dalam Munir (2003) yaitu 30-40%.

Menurut Scwab et al., (1981) efisiensi penyaluran air irigasi adalah pembagian jumlah air yang sampai di lahan pertanian dengan jumlah air yang dipompa dikalikan dengan 100%. Baumans et al,. dalam Yusuf (2001) menerangkan bahwa dengan pembuatan saluran irigasi berlapisan (lining) dapat meningkatkan efisiensi teknis penggunaan air dengan menghemat sampai 20-30%. Hal ini akan mengurangi lama waktu irigasi ke areal pertanian.

F.

USAHATANI BERKELANJUTAN

Menurut Parman (1995) dalam Yusuf (2001), sistem pertanian berkelanjutan adalah suatu sistem pertanian yang dapat berkembang ke arah terpenuhinya kebutuhan manusia yang semakin meningkat dan terpeliharanya kesinambungan lingkungan sehingga dapat menjamin kelangsungan hidup manusia dan spesies lainnya. Tiga sasaran pokok pertanian berkelanjutan yaitu: (1) menjamin kesinambungan produktifitas lahan dan keuntungan yang layak bagi petani. (2) mengurangi kerusakan lingkungan seminimal mungkin baik terhadap konservasi tanah dan sumber air maupun sumberdaya yang lainya. (3) menjamin tersedianya hasil pertanian dalam jumlah yang berkecukupan (kuantitas), kualitas yang tinggi dengan harga yang layak bagi konsumen.

Pengelolaan irigasi ditinjau dari aspek usahatani berkelanjutan mengandung arti bahwa petani mampu mengelola pompa dan mesin penggeraknya dengan baik. Petani mampu membayar biaya operasional dan pemeliharaan pompa, mengganti kerusakan jaringan irigasi dan mampu mengelola usahatani (pola tanam, intensitas tanam) dan juga kelembagaan petani.

G.

PENDAPATAN PETANI

Kegiatan usahatani layaknya kegiatan ekonomi lainnya bertujuan untuk mandapatkan keuntungan bersih. Keberhasilan usahatani dapat dinilai dengan pendapatannya, sehingga akan dapat terus berjalan atau tidak. Pendapatan tersebut dapat diperoleh dengan mengkombinasikan berbagai sumberdaya yang ada meliputi lahan, modal, tenaga kerja dan jasa pengolahan usahatani. Keuntungan bersih dapat dihitung dengan cara mengurangi nilai produksi dengan seluruh biaya usahatani yang mencangkup pengeluaran tunai maupun tidak tunai. Menurut Soekarwati (1987) dalam Yusuf (2001), perhitungan keuntungan bersih ini dapat diformulasikan ke dalam persamaan berikut:

NFIi = GFIi - TFEi

(21)

Keterangan:

NFIi : Keuntungan bersih untuk masing-masing aktivitas pola tanam (Rp/ha) GFIi : Pendapatan kotor untuk masing-masing aktivitas pola tanam (Rp/ha) TFEi : Total pengeluaran untuk masing-masing aktivitas pola tanam (Rp/ha) Yi : Total produksi untuk masing-masing aktivitas pola tanam (ton/ha) Xi : Input produksi untuk masing-masing aktivitas pola tanam (unit/ha) Pyi : Harga jual untuk masing-masing aktivitas pola tanam (Rp/ton) Pxi : Harga input untuk masing-masing aktivitas pola tanam (Rp/unit) Fci : Biaya tetap untuk setiap jenis usaha tani (Rp/ha)

(22)

7

III.

METODE PENELITIAN

A.

WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Desa Babakan Raden, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan di areal persawahan kelompok tani Berkah Saluyu dan berbagai instansi seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Waktu pengambilan data dimulai pada bulan Maret sampai dengan Mei 2010, sedangkan pengolahan data dimulai pada bulan Juni sampai Juli 2010.

B.

METODE PENGAMBILAN DATA

Dalam rangka mendekati dan menyelesaikan serta menganalisis permasalahan yang ada, maka metode yang digunakan adalah diskriptif analisis. Untuk keperluan ini diperlukan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Macam data yang diperlukan adalah data primer dan sekunder. Data-data tersebut diambil dengan menggunakan teknik wawancara, pengamatan dan teknik pencatatan data statistik. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Stasiun Klimatologi dan lain sebagainya.

C.

METODE ANALISIS DATA

Data yang diperoleh, selanjutnya dikelompokan sesuai dengan kategori serta ukuran yang telah ditentukan. Penelitian ini akan meneliti kegunaan pompa secara finansial yang digunakan sebagai sarana penunjang irigasi. Sehingga dapat disimpulkan kelayakan pompa untuk irigasi. Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan mentabulasi data yang diperoleh dari pengamatan lapangan. Data tersebut dikelompokan sesuai kriteria yang ditentukan, selanjutnya dihitung dan dianalisis.

1.

Analisis kebutuhan air irigasi

Kebutuhan air irigasi (KAI) dapat diketahui dengan mencari kebutuhan air tanaman (ETc) dan curah hujan efektif. Untuk mendapatkan nilai ETc, maka dicari terlebih dahulu nilai evapotranspirasi tanaman acuan (ETo) dan koefisien tanaman (Kc). Nilai ETo dihitung dengan menggunakan program CROPWAT yaitu metode Penman-Monteith. Sedangkan curah hujan efektif dihitung dengan menggunakan metode pendugaan dengan rumus empirik yang dikembangkan secara lokal untuk Indonesia. Hasil perhitungan ini digunakan untuk mengetahui tingkat kebutuhan air irigasi pompa di lokasi penelitian.

2.

Analisis biaya pompanisasi

Biaya pompanisasi meliputi biaya tetap maupun biaya tidak tetap, dihitung untuk mengetahui harga air. Biaya penyusutan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan /3/ dan /4/. Bunga modal dihitung dengan menggunakan Persamaan /5/. Jika biaya penyusutan dengan Persamaan /5/, maka tidak diperlukan perhitungan bunga modal karena sudah

(23)

terhitung didalamnya. Biaya pemeliharaan dan perbaikan dapat dihitung dengan Persamaan /6/ atau /9/. Untuk mengetahui nilai sebenarnya, maka perlu dimasukan unsur inflasi dan tingkat bunga bank yang sedang berlaku. Jika bunga modal dipengaruhi oleh tingkat inflasi, maka dapat dihitung dengan Persamaan /8/.

3.

Analisis usahatani

Biaya usahatani meliputi biaya faktor produksi dan tenaga kerja. Keuntungan bersih usahatani dapat dihitung dengan Persamaan /10/.

D.

ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer untuk mengolah data, daftar pertanyaan untuk mencari data primer maupun sekunder, ember dan

stopwatch untuk mengukur debit pemompaan. Bahan-bahan yang digunakan meliputi data dari

suatu sistem pengelolaan irigasi pompa mesin baik data primer maupun data sekunder.

Gambar 1. Diagram alir metoda penelitian Mulai

Tinjauan lokasi Penelitian

• Data debit • Data pola tanam

• Data Iklim dan curah hujan • Data teknis pompa dan mesin diesel • Data keadaan umum lokasi penelitian. • Data kebutuhan usahatani

Pengolahan Data

• Usahatani per komoditas • Harga air per Rp/m3

• Kebutuhan irigasi per komoditas • Curah hujan efektif

Analisis data

•Kebutuhan air irigasi •Biaya pompanisasi •Analisis usahani

(24)

9

IV.

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A.

BATAS ADMINISTRATIF LOKASI

Desa yang menjadi tempat penelitian yaitu Desa Babakan Raden, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor. Secara fisik letak Desa Babakan Raden ini berbatasan dengan Kabupaten Bekasi di sebelah Utara, Desa Sukajadi di sebelah Timur, Desa Cariu dan Desa Kutamekar di sebelah Selatan sedangkan bagian Barat berbatasan dengan Desa Tegal Panjang dan Kecamatan Jonggol, dengan luas wilayah 666,88 ha. Wilayah Desa Babakan Raden terletak pada dataran rendah yaitu 169 meter di atas permukaan laut. Secara rinci lokasi penelitian dapat dilihat pada peta dalam Lampiran 1.

B.

PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN LAHAN

Menurut data monografi desa tahun 2009, luas lahan Desa Babakan Raden adalah seluas 666,88 ha. Klasifikasi lahan dan penggunaan lahan di Desa Babakan Raden, seluas 370,15 ha adalah areal persawahan. Dilihat dari luas wilayah maka areal persawahan mempunyai proporsi yang lebih besar sehingga potensi pengembangan pertanian cukup menjanjikan untuk diaplikasikan di wilayah ini. Dari luasan tersebut 31,1% pengairan persawahan dilakukan dengan menggunakan irigasi ½ teknis, 32,12% dengan menggunakan pengairan pedesaan dan selebihnya adalah tadah hujan. Sedangkan luasan lahan untuk pemukiman penduduk adalah 296,73 ha.

C.

POLA TANAM

Pola tanam merupakan pengaturan jenis tanaman yang ditanam pada suatu luasan lahan dalam kurun waktu tertentu. Sesuai dengan pengertian di atas, ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam pola tanam yaitu: jenis tanamannya, luas lahan dan waktu tertentu. Secara umum menurut keterangan Suparman, selaku ketua kelompok tani, pola tanam di Desa Babakan Raden adalah padi - padi - palawija dan padi - padi - sayuran.

Produktivitas rata-rata padi di Desa Babakan Raden berkisar 5,8 – 7,3 ton/ha gabah kering panen (GKP). Sedangkan untuk kacang tanah 3 – 3,2 ton/ha polong basah. Tanaman kedelai berkisar 5 ton/ha brangkasan basah. Sayuran yang ditanam adalah mentimun dan kacang panjang. Produktivitas kacang panjang 7,5 ton/ha, sedangkan mentimun mencapai 20 ton/ha

.

D.

KEADAAN PENGAIRAN

Sumber air untuk mencukupi kebutuhan air di lokasi penelitian berasal dari air hujan dan air sungai. Sumber air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air irigasi berasal dari Sungai Cibeet. Pengairan dengan sumber air permukaan yang berupa air sungai ini, dilakukan dengan menggunakan pompa air, dikarenakan letak lahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi muka air. Selebihnya lahan pengairan masih mengandalkan curah hujan yang ada. Pompa air berada 3,5 m di atas permukaan air sungai, dengan dibantu selang hisap sepanjang 6 m dan selang pendorong 11 m. Kondisi seperti ini membantu penyaluran air sungai menuju lahan pertanian dengan baik, selanjutnya air yang telah dipompa dialirkan ke dalam saluran pengairan di tengah petakan lahan pertanian. Hasil perhitungan menunjukan bahwa total head dari kondisi ini adalah 4,5m.

(25)

Gambar 2. Sketsa posisi pompa di lahan pertanian

Gambar 3. Grafik curah hujan rata-rata (2000 – 2009) di lokasi penelitian

E.

KEADAAN PENDUDUK DAN MATA PENCAHARIAN

Laporan jumlah penduduk 2009 menjelaskan bahwa, Desa Babakan Raden berpenduduk 1.643 KK atau 5.047 jiwa, rata-rata setiap KK terdiri dari 3 jiwa. Rata-rata pendidikan yang telah dicapai masih rendah sehingga pengetahuan dan keterampilan petaninya harus lebih ditingkatkan. Harapan dari adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan tersebut adalah adanya peningkatan produktivitas penduduk. Peningkatan ini dilakukan dengan adanya informasi dan teknologi baru, sehingga pendapatan dan taraf hidup petani dapat meningkat. Sebagian besar mata pencaharian penduduk (71,8%) adalah petani yang mempunyai status sebagai petani pemilik sekaligus penggarap. Jumlah buruh tani yang tidak memiliki garapan adalah sebesar 20%. Rata-rata kepemilikan lahan petani pada kelompok tani adalah 0,2 - 0,3 ha. Perincian penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 2 selebihnya adalah penduduk yang masih dalam usia sekolah dan non-produktif.

Tabel 2. Data keragaman penduduk berdasarkan mata pencaharian

No Jenis mata pencaharian Jumlah penduduk (jiwa) Persentase (%)

1 Pertanian 1.924 71,82

2 Perdagangan 106 3,96

3 Jasa 79 2,95

4 Pegawai Negeri Sipil 38 1,42

5 Buruh 532 19,86 Total 2.679 100% 6 m 11 m 3,5 m Sungai Pompa C u ra h h u ja n ( m m ) Bulan

(26)

V.

A.

SISTEM PENGEL

OLA

Irigasi pompa baru

Raden Kecamatan Cariu Kabupaten Bogor pada tahun 2007. S irigasi pompa dengan saluran

Pemda Kabupaten Bogor dalam rangka peningkatan Pompa air di daerah penelitian adalah pompa dilengkapi dengan pompa air 8 inchi.

berpindah-pindah. Tidak d

tersebut menjadi tanggung jawab bersama. bertanggungjawab mengoperasikan

jawab semua petani yang memanfaatkan pompa tersebut

Gambar

1.

Operasi sistem

irigasi pompa

Pada irigasi meliputi biaya untuk ba

Karena dalam pengoperasiannya di air pada saat dibutuhkan saja. pompa tidak dioperasikan.

2.

Cara pengaliran air

Air yang telah di dibuat secara swadaya o petakan sawah. Hal ini memenuhi kebutuha

petani hanya perlu membongkar saluran agar air dapat masuk dan menutup kembali jika lahan sudah cukup air.

ini telah berlaku hingga

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

OLA

AN IRIGASI POMPA MESIN

Irigasi pompa baru dikembangkan dan dimanfaatkan untuk pertanian di Desa Babakan Kecamatan Cariu Kabupaten Bogor pada tahun 2007. Sistem irigasi yang dipakai adalah

dengan saluran tanah tanpa lapisan. Pompa yang ada merupakan

ogor dalam rangka peningkatan teknologi pertanian di Desa Babakan Raden daerah penelitian adalah pompa air dengan penggerak

dilengkapi dengan pompa air 8 inchi. Penempatan pompa air dan mesin penggerak pindah. Tidak dibangun rumah pompa secara khusus, namun pompa

tersebut menjadi tanggung jawab bersama. Demi keamanan, maka dibentuk pengurus yang mengoperasikan dan merawat pompa. Penjagaan sehari-hari

jawab semua petani yang memanfaatkan pompa tersebut.

Gambar 4. Rumah mesin diesel dan pompa pengairan

irigasi pompa

mesin

rigasi pompa mesin diperlukan biaya operasional. Biaya operasional ini meliputi biaya untuk bahan bakar, pelumas, perawatan, gaji pengurus dan petugas lapang

arena dalam pengoperasiannya diperlukan biaya, maka petani hanya menggunakan pompa air pada saat dibutuhkan saja. Jika kebutuhan air tanaman dapat dipenuhi ole

operasikan.

Cara pengaliran air

telah dipompa dari sungai dialirkan melalui saluran tanah swadaya oleh masyarakat, dengan panjang 1000 m yang

l ini dilakukan untuk mempermudah petani dalam mengambil air untuk han air pada petakan lahannya. Pada petakan sawah yang memerlukan air perlu membongkar saluran agar air dapat masuk dan menutup kembali jika n sudah cukup air. Pengairan dilakukan secara bergantian, namun tidak terjadwal. Si

laku hingga saat ini dan belum ditemukan keluhan, hanya saja tugas dari ketua

11 an untuk pertanian di Desa Babakan

irigasi yang dipakai adalah merupakan hasil bantuan dari eknologi pertanian di Desa Babakan Raden.

mesin diesel 25 hp in penggerak tidak namun pompa dan mesin diesel maka dibentuk pengurus yang hari menjadi tanggung

perlukan biaya operasional. Biaya operasional ini dan petugas lapang. menggunakan pompa penuhi oleh air hujan maka

tanah. Saluran air ini m yang berada di tengah mengambil air untuk yang memerlukan air, perlu membongkar saluran agar air dapat masuk dan menutup kembali jika ntian, namun tidak terjadwal. Sistem nya saja tugas dari ketua

(27)

kelompok tani menjadi bertambah. Ketua kelompok tani harus mengontrol saluran air secara rutin, jika terjadi kecurangan ataupun penyumbatan saluran, maka hal ini akan dibicarakan secara kekeluargaan.

Gambar 5. Saluran irigasi di tengah lahan sawah

3.

Jam kerja pompa

Jam kerja pompa sangat dipengaruhi oleh curah hujan di daerah persawahan. Jam kerja pompa dalam satu tahun adalah 4.720 jam kerja dengan rata-rata pemakaian 20 jam per aplikasi. Pompa bekerja pada saat musim tanam (MT) I, dimulai pada saat pengolahan tanah sampai penanaman. Pompa juga dioperasikan pada MT II dan III. Dengan demikian kemungkinan terjadi kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan air tanaman sangat kecil, dan lahan pertanian dapat dimanfaatkan selama satu tahun penuh tanpa adanya pemberaan lahan akibat kekurangan air.

Pada MT I pompa dioperasikan selama 80 hari atau 1.600 jam selama masa tanam, sedangkan pada MT II pompa dioperasikan 12 hari lebih lama dari MT I yaitu selama 92 hari atau 1.840 jam selama masa tanam. Sedangkan pada MT III pompa air hanya dioperasikan selama 64 hari selama masa tanam atau 1.280 jam. Jam pemakaian pompa akan bertambah 240 jam pada MT II karena petani pada musim ini menanam padi yang memerlukan cukup banyak air, sedangkan curah hujan sudah berkurang. Pada MT III jam pengoperasian pompa lebih sedikit dibanding MT I dan II, karena pada musin tanam ini petani menanam palawija dan sayuran yang membutuhkan sedikit air jika dibandingkan dengan kebutuhan air tanaman padi. Namun pada MT III masih ada petani yang menanam padi namun jumlahnya sedikit.

4.

Daerah luas oncoran

Luasan lahan yang dapat diairi oleh pompa adalah 30 ha. Lahan tersebut ditanami padi selama dua musim yaitu MT I dan MT II. Pada MT III terjadi variasi tanaman yang ditanam oleh petani, mereka menanam palawija, sayuran bahkan padi. Lahan yang ditanami padi biasanya terletak di dekat saluran air irigasi, karena pada daerah ini sangat mudah untuk mendapatkan air. Lahan yang terletak jauh dari saluran irigasi biasanya menanam palawija atau sayuran. Luasan lahan pada MT III adalah sebagai berikut: luasan yang ditanami kacang tanah adalah seluas 6,5 ha, kedelai seluas 4 ha mentimun 10 ha kacang panjang 4,5 ha dan padi seluas 5 ha.

(28)

13 Gambar 6. Kondisi lahan pertanian teririgasi

Gambar 7. Sketsa lahan teririgasi dan saluran irigasi Keterangan : 1. Lahan persawahan

2. Sungai Cibeet (sumber air irigasi) 3. Selokan air

4. Saluran irigasi

5.

Kerusakan yang sering terjadi

Dalam penerapan irigasi pompa, pompa air digerakan oleh mesin penggerak diesel. Sistem penyaluran tenaga yang dihasilkan oleh mesin penggerak disalurkan melalui gear box. Peralatan dan komponen yang sering mengalami kerusakan pada mesin ini sangat bergantung pada pemeliharaan pompa dan mesin penggerak serta cara penyalurannya. Komponen-komponen dan peralatan yang sering mengalami kerusakan adalah ring (Gambar 8.a), saluran bahan bakar dan selang hisap maupun selang dorong (Gambar 8.b). Kerusakan ini disebabkan oleh cara pemeliharaan pompa dan mesin diesel yang kurang diperhatikan oleh petani. Pompa yang digunakan di daerah penelitian adalah pompa NIAGARA 8” yang digerakan oleh mesin diesel KUBOTA 25 hp. Untuk menjaga kelestarian pompa dan mesin diesel, maka pengurus kelompok tani mengadakan pemeliharaan rutin (harian), perbaikan kecil dan perbaikan berat. Peranan operator atau penjaga saat pompa sedang beroperasi sangat menentukan keawetan mesin pompa.

2 3

(29)

Gambar 8. Kerusakan yang sering terjadi lumpur

6.

Efisiensi penyaluran

Efisiensi penyaluran

oleh tanaman dengan jumlah air yang

Pruitt, 1977).Pada saluran tanah, tingkat perkolasi dan rembesan sangat tinggi yaitu antara 10 – 40 %. Perhitungan ini di

jumlah air yang digunakan di lahan. didapatkan 34,1% pada MT I

Kecilnya nilai efisiensi ini dapat juga diakibatkan oleh

sehingga kemungkinan terjadi kehilangan air pada saat penyal 65,9% air yang telah

kehilangan air terkecil adalah

penyaluran irigasi dapat di lihat pada Lampiran 5. MT III, maka sebenarnya ti

mengurangi jumlah air terbuang, yang diperlukan adalah pengurangan jam operasi pompa pada MT I dan MT II, efisiensi

karena petani menanam

Gambar 9

Kerusakan yang sering terjadi (a). Kebocoran pada ring (b). Selang hisap terbalut

Efisiensi penyaluran

penyaluran air irigasi adalah perbandingan antara jumlah air yang digunakan dengan jumlah air yang di pompa dinyatakan dalam persentase

Pada saluran tanah, tingkat perkolasi dan rembesan sangat tinggi yaitu antara 10 Perhitungan ini dilakukan dengan membandingkan debit air yang dipompa dengan jumlah air yang digunakan di lahan. Sehingga efisiensi penyaluran pada lo

didapatkan 34,1% pada MT I 33,3% pada MT II dan 85% pada MT III.

lnya nilai efisiensi ini dikarenakan banyaknya jam pengoperasian pompa. Kondisi ini dapat juga diakibatkan oleh kondisi saluran irigasi yang terbuat dari saluran sehingga kemungkinan terjadi kehilangan air pada saat penyaluran cukup besar. Sebesar

% air yang telah dipompa terbuang sia-sia pada MT I dan 66,5% pada MT II sedangkan kehilangan air terkecil adalah pada MT III yaitu sebesar 15%. Perhitungan efisiensi penyaluran irigasi dapat di lihat pada Lampiran 5. Jika dilihat pada efisiensi penyaluran pada MT III, maka sebenarnya tidak perlu adanya penambahan lining pada saluran irigasi. Untuk mengurangi jumlah air terbuang, yang diperlukan adalah pengurangan jam operasi pompa pada MT I dan MT II, efisiensi yang diharapkan pada MT I dan MT II dapat mencapai 60%, karena petani menanam padi.

(b) (a)

9. Mesin diesel KUBOTA 25 hp dan pompa air NIAGARA 8”

(b). Selang hisap terbalut

antara jumlah air yang digunakan dinyatakan dalam persentase (Doorenbos dan Pada saluran tanah, tingkat perkolasi dan rembesan sangat tinggi yaitu antara 10 debit air yang dipompa dengan Sehingga efisiensi penyaluran pada lokasi penelitian banyaknya jam pengoperasian pompa. Kondisi yang terbuat dari saluran tanah, cukup besar. Sebesar pada MT II sedangkan Perhitungan efisiensi Jika dilihat pada efisiensi penyaluran pada pada saluran irigasi. Untuk mengurangi jumlah air terbuang, yang diperlukan adalah pengurangan jam operasi pompa MT I dan MT II dapat mencapai 60%,

(30)

15

B.

KEBUTUHAN AIR IRIGASI

Penggunaan konsumtif adalah jumlah total air yang dikonsumsi tanaman untuk penguapan (evaporasi), transpirasi dan aktivitas metabolisme tanaman. Istilah itu disebut juga sebagai evapotranspirasi tanaman. Jumlah evapotranspirasi kumulatif selama pertumbuhan tanaman yang harus dipenuhi oleh air irigasi, dipengaruhi oleh jenis tanaman, radiasi surya, sistem irigasi, lamanya pertumbuhan, hujan dan faktor lainnya. Jumlah air yang ditranspirasikan tanaman tergantung pada jumlah lengas yang tersedia di daerah perakaran, suhu dan kelembaban udara, kecepatan angin, intensitas dan lama penyinaran, tahapan pertumbuhan, tipe dedaunan (Kalsim. D. K., 2006).

1.

Kebutuhan air irigasi

Kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman sebagai evapotranspirasi sangat dipengaruhi oleh iklim dan fase pertumbuhan tanaman. Unsur-unsur iklim yang memengaruhi adalah: suhu dan kelembaban udara, radiasi dan lama penyinaran matahari serta kecepatan angin. Hasil perhitungan evapotranpirasi tanaman acuan (ETo) dapat dilihat pada Lampiran 3.

Hasil perhitungan kebutuhan air irigasi menerangkan bahwa pada MT I petani masih memerlukan air irigasi untuk mencukupi kebutuhan pengolahan lahan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya curah hujan dan areal persawahan merupakan sawah tadah hujan. Kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi pada MT I adalah 576,5 mm atau 5.765 m3/ha. Pada MT II, jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman lebih banyak jika dibandingkan dengan MT I. Jumlah air irigasi yang diperlukan untuk tanaman pada MT II adalah 673,3 mm atau 6.733 m3/ha. Peningkatan kebutuhan air ini disebabkan oleh curah hujan yang semakin berkurang dari bulan ke bulan berikutnya. Pada MT III petani harus lebih pandai memilih jenis tanaman yang akan ditanam. Hal ini berhubungan dengan biaya yang akan dikeluarkan untuk biaya operasional air. Sehingga petani dituntut untuk memilih tanaman dengan kebutuhan air yang lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan tanaman padi dan mempunyai produktivitas tinggi. Kebutuhan air irigasi untuk tanaman kedelai adalah 324,7 mm atau 3.247 m3/ha, kacang tanah memerlukan air irigasi sebanyak 426,7 mm atau 4.267 m3/ha, kebutuhan air irigasi sayuran sebanyak 374,7 mm atau 3.747 m3/ha sedangkan untuk tanaman padi yang ditanam pada MT III akan membutuhkan lebih banyak air, karena pada bulan tersebut merupakan bulan kering. Kebutuhan air irigasi tanaman padi pada musim ini adalah 858,8 mm atau 8.588 m3/ha (Lampiran 5).

Perbandingan kebutuhan air irigasi pada MT III menunjukkan bahwa tanaman yang memerlukan sedikit air adalah tanaman kedelai, dibanding dengan sayuran, kacang tanah dan padi. Tanaman padi pada musim ini sangat memerlukan banyak air irigasi, sehingga perlu diperhatikan letak lahan yang akan ditanami padi. Meskipun demikian, petani masih tetap memilih untuk menanam padi pada lahan yang dekat dengan saluran air karena menanam padi dinilai lebih menguntungkan.

2.

Curah hujan efektif

Hujan efektif adalah bagian dari total hujan yang secara langsung memenuhi keperluan air untuk tanaman. Perhitungan curah hujan efektif pada penelitian ini menggunakan program CROPWAT 8.0 dengan metode pendugaan menggunakan rumus empirik yang dikembangkan secara lokal untuk wilayah Indonesia. Data curah hujan yang

(31)

digunakan adalah data curah hujan bulanan tahun 2000 – 2009. Nilai curah hujan efektif padi berbeda dengan tanaman non padi, karena pada tanaman padi memerlukan genangan. Pada tanaman padi curah efektif yang digunakan adalah 100% dari curah hujan efektif sedangkan untuk palawija hanya digunakan sebanyak 75%. Data ini digunakan untuk mengetahui tingkat kebutuhan air irigasi pada lokasi penelitian, hasil perhitungan nilai curah hujan efektif dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 10. Grafik curah hujan efektif tahun (2000 – 2009) di lokasi penelitian

C.

BIAYA POMPANISASI

Irigasi pompa pada lokasi penelitian diadakan oleh Pemda Kabupaten Bogor pada tahun 2007. Pengelolaan dan perawatan, pompa dan mesin diesel diserahkan kepada kelompok tani. Biaya pengelolaan meliputi biaya operasional, pemeliharaan atau perawatan serta perbaikan ditanggung oleh petani sendiri. Biaya operasional pompa mesin digunakan untuk pembelian bahan bakar, minyak pelumas, gemuk, gaji operator dan kas kelompok tani yang digunakan sebagai dana pengembangan kelompok tani.

Biaya operasional dibayarkan oleh petani dengan komoditas hasil pertaniannya. Petani yang menanam padi akan dikenakan biaya air sebesar 5 kwintal padi GKP untuk MT I dan 3 kwintal padi GKP pada MT II dan MT III. Apapun komoditas yang ditanam pada MT III, biaya air yang menjadi acuan adalah jumlah dan harga padi pada MT II. Hal ini dipengaruhi oleh adanya fluktuasi harga pada masing-masing komoditas yang ditanam, sehingga komoditas padi digunakan sebagai acuan harga.

Biaya operasional sangat dipengaruhi oleh harga bahan bakar, harga minyak pelumas dan upah operator, berdasarkan hasil wawancara dengan ketua kelompok tani yang sekaligus penanggungjawab operasional pompa, maka harga air yang diangkat dengan menggunakan pompa dari Sungai Cibeet adalah sebesar Rp240/m3 tanpa biaya penggantian dan sebesar Rp250/m3 dengan penambahan biaya penggantian. Perhitungan harga air irigasi per m3 dapat dilihat pada Lampiran 7. Harga air tersebut menjadi mahal karena adanya biaya penyusutan investasi pengadaan pompa. Jika dibandingkan dengan harga air yang pengadaannya dibantu oleh Pemda, maka harga air irigasi yang harus ditanggung petani adalah sebesar Rp224/m3 tanpa biaya penggantian dan sebesar Rp234/m3 dengan penambahan biaya penggantian. Biaya penggantian untuk kondisi ini adalah sebesar Rp10/m3.

C u ra h h u ja n ( m m ) Bulan

(32)

17 Harga air dalam satuan Rp/m3 dapat dikonversi dalam satuan Rp/jam seperti yang disajikan dalam Tabel 3. Contoh perhitungan adalah dengan debit pemompaan 30 liter/detik maka akan di dapatkan debit pemompaan selama satu jam sebesar 108 m3/jam. Debit pemompaan ini di kalikan dengan harga air untuk masing-masing kondisi maka akan didapatkan harga air dalam satuan Rp/jam.

Tabel 3. Harga air irigasi dalam satuan (Rp/jam) Kondisi Harga Air

(Rp/m3) Debit Pemompaan (m3/jam) Harga Air (Rp/jam) Pompa bantuan tanpa biaya penggantian 224 108 24.192 Pompa bantuan + biaya penggantian 234 108 25.272 Pompa swadaya tanpa biaya penggantian 240 108 25.920 Pompa swadaya + biaya penggantian 250 108 27.000 Sumber: Data primer terolah

D.

ANALISIS USAHATANI

1.

Biaya dan pendapatan usahatani

Pendapatan usahatani dari suatu komoditas yang diusahakan adalah fungsi dari biaya-biaya produksi, biaya-biaya-biaya-biaya keluaran dan tingkat teknologi yang diterapkan dalam pengelolaan usahataninya. Perhitungan pendapatan hasil usahatani per hektar setiap jenis komoditas yang ditanam oleh petani memperhitungkan komoditas yang akan ditanam. Sebab hal ini menyangkut biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran air kepada pengurus kelompok tani sebagai biaya penyediaan air. Analisis usahatani bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan usahatani yang dilakukan oleh petani. Biaya usahatani meliputi biaya faktor-faktor produksi dan biaya operasional termasuk biaya air untuk irigasi. Perhitungan biaya air dihitung berdasarkan iuran padi GKP pada tingkat harga Rp2.500/kg disajikan pada Tabel 4.

Table 4. Biaya usahatani dan biaya irigasi dengan padi GKP per hektar di lokasi penelitian (Lampiran 8a.)

Komoditas MT Total Biaya Usahatani (Rp.000/ha) Biaya Irigasi (Rp.000/ha) Padi I 7.995 1.250 Padi II 7.495 750 Padi III 7.495 750

Kacang Tanah III 3.224 750

Kedelai III 4.380 750

Kacang Panjang III 12.953 750

Mentimun III 14.909 750

(33)

Berdasarkan perhitungan kebutuhan air irigasi, maka biaya air irigasi yang seharusnya dibayar petani adalah seperti yang disajikan pada Tabel 5. Dapat dibandingkan bahwa biaya aktual yang dibayarkan oleh petani kepada pengurus relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan total biaya yang dihitung berdasarkan kebutuhan air irigasi sebenarnya.

Tabel 5. Biaya usahatani dan biaya irigasi berdasarkan kebutuhan air irigasi per hektar dengan berbagai harga air irigasi di lokasi penelitian (Lampiran 8b. – Lampiran 8e.)

K o n d is i Harga Air Irigasi (Rp/m3) Komoditas MT Kebutuhan Air Irigasi (m3/ha) Total Biaya Usahatani (Rp.000/ha) Biaya Irigasi (Rp.000/ha) P o m p a b an tu an ta n p a b ia y a p en g g an ti an 224 Padi I 5.765 8.036,4 1.291,4 Padi II 6.733 8.253 1.508,2 Padi III 8.588 8.669 1.924 Kedelai III 3.247 4.358 727,4

Kacang tanah III 4.267 3.430 956 Kacang Panjang III 3.747 13.043 839,4 Mentimun III 3.747 14.998,4 839,4 P o m p a b an tu an + b ia y a p en g g an ti an 234 Padi I 5.765 8.094 1.349,2 Padi II 6.733 8.321 1.575,5 Padi III 8.588 8.755 2.010 Kedelai III 3.247 4.390 760

Kacang tanah III 4.267 3.498 849 Kacang Panjang III 3.747 13.080 745,3 Mentimun III 3.747 15.036 745,3 P o m p a s w ad ay a ta n p a b ia y a p en g g an ti an 240 Padi I 5.765 8.129 1.383,7 Padi II 6.733 8.361 1.616 Padi III 8.588 8.806,2 2.061,5 Kedelai III 3.247 4.409,3 779,3 Kacang tanah III 4.267 3.498 1.024,1 Kacang Panjang III 3.747 13.103 899,3 Mentimun III 3.747 15.058 899,3 p o m p a s w ad ay a + b ia y a p en g g an ti an 250 Padi I 5.765 8.186.3 1.441,4 Padi II 6.733 8.428,3 1.683,2 Padi III 8.588 8.892 2.147,4 Kedelai III 3.247 4.442 811,8

Kacang tanah III 4.267 3.540 906,8 Kacang Panjang III 3.747 13.140 796,3 Mentimun III 3.747 15.096 796,3 Sumber: Data primer terolah.

Pada dasarnya pendapatan petani sangat bergantung pada harga komoditas hasil pertanian pada musim panen. Biasanya harga komoditas saat panen relatif rendah, bahkan berdasarkan keterangan ketua kelompok tani harga jual komoditas hasil pertanian terutama padi mencapai Rp2.700/kg GKG. Untuk menyiasati rendahnya harga jual pada musim panen, maka desa membangun gudang penyimpanan sementara untuk menampung hasil panen yang telah dikeringkan. Jumlahnya disesuaikan dengan hasil panen setelah dikurangi jumlah yang dibutuhkan oleh keluarga petani untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari hingga musim

(34)

19 panen berikutnya. Selama menunggu hasil panen berikutnya, padi dijual jika harganya dinilai cukup dan tidak merugikan petani.

Penyimpanan sementara dapat meningkatkan pendapatan petani dan menolong petani agar tidak mengalami kerugian, karena harga produk pada kondisi normal cukup tinggi yaitu berkisar antara Rp3.700 – Rp4.500 per kg GKG (tahun 2010). Sedangakan hasil tanaman sayuran tidak bisa disimpan terlalu lama. Namun dari hasil analisis usahatani, untuk komoditas sayuran tidak mengalami kerugian dengan catatan bahwa harga jual hasil panen berada di atas biaya pokok komoditas tersebut. Hasil analisis usahatani di lokasi penelitian dapat diperoleh rata-rata rasio antara total penerimaan dengan biaya (R/C) masing-masing untuk MT I, MT II dan MT III adalah 2,27, 1,77 dan 1,69. Sehingga usahatani yang dilakukan oleh petani menguntungkan (R/C > 1). Pendapatan yang diperoleh petani per musim tanam disajikan dalam Tabel 5. Harga air yang digunakan untuk menghitung analisis ini merupakan perhitungan yang berlaku pada kelompok tani di daerah penelitian dan berdasarkan perhitungan ekonomi teknik. Harga air sudah memperhitungkan biaya penggantian mesin pompa jika telah melewati umur ekonomis.

Pada Tabel 6 ditunjukkan bahwa pada MT III tanaman sayuran lebih menguntungkan dibanding dengan tanaman padi. Petani di lokasi penelitian pada MT III petani lebih banyak menanam sayuran dibandingkan dengan palawija yaitu 14,5 ha untuk sayuran kacang panjang dan mentimun, sedangkan palawija hanya seluas 10,5 ha. Hal ini disebabkan oleh pendapatan dari hasil usahatani sayuran cukup besar jika dibandingkan dengan palawija. Perhitungan analisis usahatani dengan berbagai harga air irigasi di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 8.

Tabel 6. Keuntungan bersih usahatani dengan berbagai harga air irigasi di lokasi penelitian (Lampiran 8)

K o n d is i Komoditas MT Biaya Air Irigasi (Rp.000/ha) Pendapatan (Rp.000/ha) Biaya Total Usahatani (Rp.000/ha) Keuntungan Bersih (Rp.000/ha) R/C H ar g a ai r b er d as ar k an Iu ra n p ad i G K P Padi I 1.250 18.250 7.995 10.255 2,3 Padi II 750 14.600 7.495 7.100 1,9 padi III 750 14.600 7.495 7.100 1,9

Kacang tanah III 750 8.000 3.224 4.776 2,5

Kedelai III 750 7.620 4.380 2.915 1,7

Kacang panjang III 750 18.750 12.953 5.797 1,4 Mentimun III 750 20.000 14.909 5.091 1,3 H ar g a ai r b er d as ar k an p o m p a b an tu an t an p a b ia y a p en g g an ti an Padi I 1.291,4 18.250 8.036,4 10.214 2,3 Padi II 1.508,2 14.600 8.253 6.347 1,8 Padi III 1.924 14.600 8.669 5.931,3 1,7 Kedelai III 727,4 7.500 4.358 3.143 1.7 Kacang tanah III 956 8.000 3.430 4.570,2 2,3 Kacang Panjang III 839,4 18.750 13.043 5.707,3 1,4 Mentimun III 839,4 20.000 14.998,4 5.002 1,3 H ar g a ai r b er d as ar k an p o m p a b an tu an + b ia y a p en g g an ti an Padi Padi II I 1.349,2 1.575,5 18.250 14.600 8.094 8.321 6.279,5 10.156 2,3 1,8 Padi III 2.010 14.600 8.755 5.845,5 1,7 Kedelai III 760 7.500 4.390 3.110,3 1,7 Kacang tanah III 849 8.000 3.498 4.502 2,3 Kacang Panjang III 745,3 18.750 13.080 5.670 1,4 Mentimun III 745,3 20.000 15.036 4.964 1,3

Gambar

Gambar 1. Diagram alir metoda penelitian Mulai
Gambar 2. Sketsa posisi pompa di lahan pertanian
Gambar 4. Rumah mesin diesel dan pompa pengairan
Gambar 5. Saluran irigasi di tengah lahan sawah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rp.350.000.000 ,- (Tiga Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) Tahun Anggaran 2017, maka bersama ini kami Kelompok Kerja I Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Daerah

Penanganan masalah pada wilayah yang merupakan bagian Sub DAS Hilir Pasangkayu Lariang dapat dilakukan secara fisik melalui normalisasi yaitu pembuatan tanggul dan krib

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan Model Pembelajaran ARCS ( Attention, Revance, Confidence,

Tim Teknis Pelestari tyto alba yang selanjutnya disebut Tim teknis adalah tim yang dibentuk dalam musyawarah desa yang bertugas sebagai Lembaga Pelestari burung hantu

 Pada bulan September 2003, Nike membeli Converse seharga $305 juta untuk meningkatkan penawarannya dalam pasar sepatu Retro popular dan klasik saat itu.

1) Yang dimaksud adalah calon peserta didik yang berasal dari lulusan sekolah asal lingkup Kabupaten Klungkung;.. 2) Alur proses pendaftaran mengacu pada tata cara

Jelaslah bahawa antara faktor yang menyebabkan Barat memisahkan agama daripada pentadbiran dan pembangunan adalah salah guna kuasa oleh pentadbir agama seperti

Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian adalah menentukan model isoterm adsorpsi nisbah bobot ampas teh hitam dan ampas kopi sebagai adsorben air