• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Umum

Perencanaan struktur Gedung Perkantoran 5 Lantai di Kota Semarang, Jalan Ahmad Yani No. 154, Semarang Tengah berdasarkan pada “Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung (SNI 03–2847-2013)” dan “Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung (SNI 03-1726-2012)”.

Tujuan utama dari struktur adalah memberikan kekuatan pada suatu bangunan. Struktur bangunan dipengaruhi oleh beban mati (dead load) berupa berat sendiri, beban hidup (live load) berupa beban akibat penggunaan ruangan dan beban khusus seperti penurunan pondasi, tekanan tanah atau air, pengaruh temperatur dan beban akibat gempa.

Tinjauan pustaka adalah sebuah telaah atau pembahasan suatu materi yang didasarkan pada buku referensi yang bertujuan memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar untuk perhitungan berupa rumus-rumus, ada beberapa aspek yang perlu ditinjau yang nantinya akan mempengaruhi dalam perancangan gedung, antara lain :

1. Prosedur perencanaan struktur 2. Material struktur

3. Pembebanan struktur 4. Kombinasi pembebanan

2.2 Prosedur Perencanaan Struktur

Peraturan yang digunakan dalam mendesain Gedung Perkantoran 5 Lantai di Kota Semarang ini antara lain:

1. Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung (SNI 03–2847-2013)

2. Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung (SNI 03-1726-2012)

3. Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain (SNI 03-1727-2013)

(2)

2.3 Material Struktur

Beton Bertulang (Reinforced Concreate) merupakan material struktur yang mempunyai kemampuan tekan yang baik, tetapi kemampuan tariknya lemah. Material beton memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan material baja yaitu tahan terhadap panas. Untuk material beton bertulang, digunakan material beton dengan berat jenis adalah 2400 kg/m3. Mutu beton (fc’) adalah berdasarkan kekuatan silinder tekan umur 28 hari seperti pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1. Elemen dan Mutu Beton

Elemen Mutu

Balok fc’ = 25 Mpa

Kolom fc’ = 25 Mpa

Plat Lantai fc’ = 25 Mpa

Pondasi fc’ = 30 Mpa

Modulus Elastisitas : Ec = 4700ƒf′c = 23500 Mpa

Tabel 2.2. Elemen dan Mutu Beton

Elemen Mutu Tegangan Leleh

Tulangan Ulir (D) BJTD 40 (Deformed) fy= 400 Mpa

Tulangan Polos (d) BJTD 24 (Undeformed) fy= 240 Mpa

2.4 Pembebanan Struktur

Struktur bangunan harus dapat menerima berbagai macam kondisi pembebanan yang mungkin terjadi. Kesalahan dalam analisa beban merupakan salah satu faktor utama kegagalan struktur. Oleh sebab itu sebelum melakukan analisis dan desain struktur, perlu adanya gambaran yang jelas mengenai perilaku dan besar beban yang bekerja pada struktur beserta karakteristiknya. Beban rencana yang bekerja pada struktur meliputi :

2.4.1 Beban Gravitasi

2.4.1.1 Beban Mati (Dead Load/ DL)

Beban mati adalah beban-beban yang bekerja vertikal ke bawah pada struktur dan mempunyai karakteristik bangunan, seperti misalnya penutup lantai, alat mekanis, dan partisi. Berat dari elemen-elemen ini pada umumnya dapat ditentukan dengan mudah. Untuk menghitung besarnya beban mati suatu elemen

(3)

dilakukan dengan meninjau berat satuan material tersebut berdasarkan volume elemen.

Tabel 2.3. Berat Jenis Bahan Bangunan

Uraian bahan Berat jenis

Baja 7850 kg/m3

Batu belah (berat tumpuk) 1500 kg/m3

Beton Bertulang 2400 kg/m3

Kayu kelas I 1000 kg/m3

Kerikil, Koral kondisi lembab 1650 kg/m3

Pasangan bata merah 1700 kg/m3

Pasangan batu belah 2200 kg/m3

Pasir jenuh air 1800 kg/m3

Pasir kerikil, koral kondisi lembab 850 kg/m3 Tanah lempung dan lanau jenuh air 2000 kg/m3

Tabel 2.4. Berat Jenis Komponen Bangunan Gedung

Uraian bahan Berat jenis

Adukan semen per cm tebal 21 kg/m2

Dinding pasangan bata merah satu bata 450 kg/m2 Dinding pasangan bata merah setengah bata 250 kg/m3

Penutup Lantai per cm tebal 24 kg/m3

Langit-langit eternit 4 mm termasuk rusuk-rusuknya 11 kg/m3

Genteng + reng + usuk 55 g/m3

2.4.1.2 Beban Hidup (Life Load/LL)

Beban hidup adalah beban yang bisa ada atau tidak ada pada struktur untuk suatu waktu yang diberikan. Meskipun dapat berpindah-pindah, beban hidup masih dapat dikatakan bekerja secara perlahan-lahan pada struktur. Beban yang diakibatkan oleh hunian atau penggunaan (occupancy loads) adalah beban hidup. Yang termasuk ke dalam beban penggunaan adalah berat manusia, perabot, barang yang disimpan, dan sebagainya. Beban yang diakibatkan oleh salju atau air hujan,

(4)

juga temasuk ke dalam beban hidup. Semua beban hidup mempunyai karakteristik dapat berpindah atau, bergerak. Besarnya beban hidup terbagi merata ekuivalen yang harus diperhitungkan pada struktur bangunan gedung, pada umumnya dapat ditentukan berdasarkan standar yang berlaku. Beban hidup untuk bangunan gedung menurut SNI 1727-2013 adalah:

Tabel 2.5. Elemen dan Mutu Tulangan

Hunian atau penggunaan Beban Merata

(kN/m2) a. Apartemen / Rumah Tinggal

Semua ruang kecuali tangga dan balkon 1,92

Tangga Rumah tinggal 1,92

b. Kantor

Ruang kantor 2,40

Ruang komputer 4,79

Lobi dan koridor lantai pertama 4,79 Koridor diatas lantai pertama 3,83 c. Ruang pertemuan

Lobi 4,79

Kursi dapat dipindahkan 4,79

Panggung pertemuan 4,79

d. Balkon dan dek

1,5 kali beban hidup daerah yang dilayani

Jalur untuk akses pemeliharaan 1,92 e. Koridor

Koridor lantai pertama 4,79

Ruang makan dan setoran 4,79

f. Rumah sakit

Ruang operasi, laboratorium 2,87

Ruang pasien 1,92

Koridor diatas lantai pertama 3,83 g. Perpustakaan

(5)

Ruang penyimpanan 7,18 Koridor diatas lantai pertama 3,83 h. Pabrik

Ringan 6,00

Berat 11,97

i. Sekolah

Ruang kelas 1,92

Koridor lantai pertama 4,79

Koridor diatas lantai pertama 3,83

Tangga dan jalan keluar 4,79

2.4.2 Beban Gempa (Earthquake Load/EL)

Analisis dan perencanaan struktur bangunan tahan gempa mengacu pada Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung (SNI 03-1726-2012), pada umumnya hanya memperhitungkan pengaruh dari beban gempa horisontal yang bekerja pada kedua arah sumbu utama dari struktur bangunan secara bersamaan. Sedangkan pengaruh gerakan gempa pada arah vertikal tidak diperhitungkan, karena sampai saat ini perilaku dari respon struktur terhadap pengaruh gerakan gempa yang berarah vertikal, belum banyak diketahui. Massa dari struktur bangunan merupakan faktor yang sangat penting, karena beban gempa merupakan gaya inersia yang bekerja pada pusat massa, yang menurut hukum gerak dari Newton. Selain tergantung dari massa di setiap tingkat, besarnya gaya gempa pada suatu tingkat tergantung juga pada ketinggian tingkat tersebut dari permukaan tanah.

1. Pengaruh beban gempa, E harus ditentukan sesuai dengan berikut ini:

Untuk penggunaan dalam kombinasi beban untuk metoda ultimit 1.2D + 1.0E + L atau kombinasi beban untuk metoda tegangan ijin D + 0.7E dan 2.3D + 0.75 (0.7E) + 0.75L harus ditentukan sesuai dengan persamaan, E = Eh + Ev. Untuk penggunaan dalam kombinasi beban untuk metoda ultimit 0.9D + 1.0E atau kombinasi beban untuk metoda tegangan ijin 0.6D + 0.7E, E harus ditentukan sesuai dengan Persamaan :

(6)

Keterangan:

E = pengaruh beban gempa;

Eh = pengaruh beban gempa horisontal Ev = pengaruh beban gempa vertikal

2. Pengaruh beban gempa horisontal, Eh harus ditentukan sesuai dengan persamaan, Eh = ρ.QE.

Keterangan :

QE = pengaruh gaya gempa horisontal ρ = Faktor redundansi

Faktor redundansi, ρ harus dikenakan pada sistem penahan gaya gempa dalam. Masing-masing kedua arah ortogonal untuk semua struktur. Untuk struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik D, E, atau F, ρ harus sama dengan 1,3.

3. Pengaruh beban gempa vertikal, Ev harus ditentukan sesuai dengan persamaan, Ev = 0.2SDS. D

Keterangan :

SDS = parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda pendek D = pengaruh beban mati.

Sehingga kombinasi beban untuk metoda ultimit menjadi : (1.2 + 0.2.SDS) D + 1.0 ρ.QE +L (0.9 - 0.2.SDS) D + 1.0 ρ.QE Sehingga kombinasi beban untuk metoda tegangan ijin menjadi : (1+0.14 SDS)D + 0.7 ρ.QE

(1+0.10 SDS)D + 0.75(0.7 ρ.QE) + 0.75L (0.6-40.14SDS)D+ 0.7 ρ.QE

2.5 Prosedur Pendesainan Elemen Struktur

Struktur bangunan gedung terdiri dari struktur atas dan bawah. Struktur atas adalah bagian dari struktur bangunan gedung yang berada di atas muka tanah. Struktur bawah adalah bagian dari struktur bangunan gedung yang terletak di bawah muka tanah, yang dapat terdiri dari struktur besmen, dan atau struktur pondasinya. Prosedur analisis dan desain seismik yang digunakan dalam perencanaan struktur bangunan gedung dan komponennya harus memiliki sistem penahan gaya lateral dan vertikal yang lengkap, yang

(7)

mampu memberikan kekuatan, kekakuan, dan kapasitas disipasi energi yang cukup untuk menahan gerak tanah desain dalam batasan-batasan kebutuhan deformasi dan kekuatan yang disyaratkan. Gaya gempa desain, dan distribusinya di sepanjang ketinggian struktur bangunan gedung, harus ditetapkan berdasarkan salah satu prosedur yang sesuai yakni analisis gaya lateral ekivalen atau analisis spektrum respons ragam, dan gaya dalam serta deformasi yang terkait pada komponen-elemen struktur tersebut harus ditentukan.

Pondasi harus didesain untuk menahan gaya yang dihasilkan dan mengakomodasi pergerakan yang disalurkan ke struktur oleh gerak tanah desain. Struktur atas dan struktur bawah dari suatu struktur gedung dapat dianalisis terhadap pengaruh gempa rencana secara terpisah, di mana struktur atas dapat dianggap terjepit lateral pada besment. Selanjutnya struktur bawah dapat dianggap sebagai struktur tersendiri yang berada di dalam tanah yang dibebani oleh kombinasi beban-beban gempa yang berasal dari struktur atas, beban gempa yang berasal dari gaya inersia sendiri, gaya kinematik dan beban gempa yang berasal dari tanah sekelilingnya. Struktur bawah tidak boleh gagal dari struktur atas. Desain detail kekuatan (strength) struktur bawah harus memenuhi persyaratan beban gempa rencana. Analisis deformasi dan analisis lain seperti penurunan total dan diferensial, tekanan tanah lateral, deformasi tanah lateral, dan lain-lain, dapat dilakukan sesuai dengan persyaratan beban kerja (working stress), seperti yang dikemukakan oleh Ardiyanto et al (2015).

2.5.1 Struktur Atas

2.5.1.1 Perencanaan Struktur Atap

Konstruksi atap berbentuk limasan digunakan profil ganda dengan alat sambung las dan baut mutu BJ 37. Analisis beban atap diperhitungkan terhadap beban mati, beban hidup, dan beban angin. Analisis pembebanan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Gedung. Sedangkan analisis gaya batang kuda-kuda dengan analisis tak tentu menggunakan program SAP 2000.

(8)

1. Gording

1) Mendimensi gording

Gambar 2.1. Gording Pembebanan:

Beban mati (D)

D = q = berat sendiri profil (qs) + berat atap / genteng (qa) Beban hidup (L) = p

Tekanan angin (w)

2) Momen yang terjadi akibat pembebanan akibat muatan mati

akibat muatan hidup

akibat muatan angin hidup - angin tekan - angin hisap

0,02α 0,04

8 1 Mx  wl 

0,04

8 1 My wl2 2 sin α 8 1 My= xq xl 2 cosα 4 1 Mx = x p xl

(9)

3) Kontrol Kuat Tekan Lentur yang terjadi (SNI 2002) Mu ≤  . Mn

Keterangan :

Mu : Kombinasi Beban Momen Terfaktor.  : Faktor Reduksi kekuatan.

Mn : Kekuatan Momen Nominal. 4) Kontrol lendutan (f) yang terjadi

keterangan notasi rumus kontrol tegangan dan lendutan Mx : momen terhadap sumbu x-x

My : momen terhadap sumbu y-y Σx : tegangan arah sumbu x-x σy : tegangan arah sumbu y-y fx : lendutan arah sumbu x-x fy : lendutan arah sumbu y-y q : beban merata

l : bentang gording

E : modulus elastisitas baja (E = 2,0.106kg/cm2)

I : momen Inersia profil

wx : momen tahanan arah sumbu x-x wy : momen tahanan arah sumbu y-y 5) Batang kuda-kuda

Desain kuda-kuda didesain dengan memperhatikan batasan-batasan sebagai berikut dan untuk menghindari tekuk pada tahap pelaksanaan maupun akibat gaya yang bekerja, kelangsingan maksimum batang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

- Konstruksi utama tidak boleh lebih dari 150.

f f

f l f l p l q f l p l q f          500 1 ijin y x 48.E.Ix y. 384.E.Ix y. 5. y 48.E.Iy x. 384.E.Iy x. 5. x 2 2 3 4 3 4

(10)

- Konstruksi sekunder tidak lebih dari 200. - Angka kelangsingan (λ) = Lk / i min dimana :

Lk : panjang tekuk (m)

i min : jari-jari kelembaman minimum batang (m)

2.5.1.2 Perencanaan Pelat Lantai

Pelat lantai merupakan suatu konstruksi yang menumpu langsung pada balok dan atau dinding geser. Pelat lantai dirancang dapat menahanbeban mati dan beban hidup secara bersamaan sesuai kombinasi pembebanan yang bekerja di atasnya. Langkah-langkah dalam perencanaan pelat adalah :

1. Menentukan syarat batas, tumpuan dan panjang bentang 2. Menentukan beban-beban yang bekerja pada pelat lantai

3. Menentukantebal pelat lantai.Berdasarkan buku “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Gedung” ketebalan pelat yang digunakan tidak boleh kurang dari 120 mm. Jadi, tebal pelat lantai diambil sebesar t = 120 mm. 4. Menentukan kapasitas momen nominal (Mn) yang bekerja padapelat

lantai.

5. Menentukan besarnya momen desain (Mu), yaitu dengan : Mu = Ф Mn

dimana : Ф = faktor reduksi kekuatan 1) Mencari tebal pelat

(tabel 9.1.a tebal minimum h) SNI 03-1728-2002 2) Penulangan plat

Penulangan pelat diperoleh melalui perhitungan momen dari perbandingan ly dan lx.. 3 bh 12 1 min  i tengah lapangan untuk x . 28 1 h tepi lapangan untuk x . 24 1 h min min     l l pelat momen tabel x y l l

(11)

dimana :

ly : lebar sisi panjang plat lantai (m) lx : lebar sisi pendek plat lantai (m)

Berdasarkan hasil perbandingan tersebut di atas, dari tabel didapat : a. Momen tumpuan Mtx= - 0,001 . qu . lx2. x Mty= - 0,001 . qu . lx2. x b. Momen lapangan Mlx= - 0,001 . qu . lx2. x Mly= - 0,001 . qu . lx2. x

(tabel 4.2.b pelat - umum) SNI 03-6814-2002.hal.26) 2.5.1.3 Perencanaan Balok

Untuk struktur balok direncanakan dengan mengacu pada SNI 03-6814-2002. 1. Perhitungan Balok

Balok berfungsi sebagai penyangga bangunan yang ada di atasnya, adalah sebagai pelimpah beban kombinasi pada pelat dan atau atap. Beban pelat dalam pelimpahannya dapat berupa sistem amplop yaitu berbentuk segitiga atau trapesium.

Gambar 2.2. Beban Pelat dengan Sistem Amplop

x . pelat U . 2 1 x q l q  x . pelat U . 2 1 x q l q 

(12)

1) Syarat kelangsingan balok

(tabel 9.1.a tebal minimum h) SNI 03-1728-2002hal.130 2) Penulangan pada balok

Gambar 2.3. Penulangan Pada Balok

Keterangan :

As : tulangan tarik (As =  . b . d) As’ : tulangan tekan

d : tinggi efektif penampang d’ : jarak sengkang

dimana :

c: selimut beton

(c = 20 mm, untuk balok yang tidak langsung berhubungan dengan cuaca/tanah).

(untuk balok yang berhubungan langsung dengan cuaca dan kondisi tanah  c = 40 mm, untuk tulangan <16, sedangkan c = 50 mm, untuk tulangan >16).

s : diameter tulangan sengkang p : diameter tulangan pokok

h 2 1 b terpanjang 16 1 hmin     l 2 p s c d' φ φ

(13)

3) Perhitungan Tinggi Efektif Pada Balok

d = h – ( p + Øsengkang + 1/2 Øtulangan utama) d’ = p + Øsengkang + 1/2 Øtulangan utama dimana:

b = lebar balok (mm) h = tinggi balok (mm)

d = tinggi efektif balok (mm) p = tebal selimut beton (mm) Ø = diameter tulangan (mm)

a. Rasio penulangan

(tabel 5.1.h mutu beton f’c301) SNI 03-6814-2002.) b. Syarat pembatasan penulangan

syarat rasio tulangan : ρmin ≤ ρ ≤ ρmax Perhitungan ρ max dan ρ min :

c. Perhitungan momen :

= * fy * (d – d’) = Mn

-d. Perhitungan ρ1 (rasio pembesian) :

As1 = ρ x b x d

Perhitungan tulangan utama : As = As1 + As2 penulangan rasio tabel b.d Mu 2  fy 1,4 min 

fy x c f   600 600 fy ' . 1 0,85. b

b 75 , 0 max

(14)

Dalam pelaksanaan dipasang tulangan tekan dimana ρ’ tidak boleh melebihi dari 0,5 ρb (SNI 03-1728-2002). As’max = ρ’ . b . d

e. Mencari tulangan tumpuan

- Mencari jumlah tulangan yang dipasang

f. Mencari tulangan lapangan - Mencari jumlah tulangan

Pada balok dipasang tulangan rangkap, dengan perbandingan luas tulangan tekan (As’) dan luas tulangan tarik (As)

- Jumlah tulangan yang dipasang

Gambar 2.4. Pemasangan Tulangan Pokok Balok

A". " sebesar φ dengan tulangan n" " dipasang . . 4 1 As 2  0,5.As ) (As' tekan tulangan jumlah 0,5 As' As δ     A". " sebesar φ dengan tulangan n" " dipasang . . 4 1 As 2 

(15)

g. Perhitungan tulangan geser (sengkang)

Gambar 2.5. Bidang Momen Dan Bidang Lintang Akibat Gaya Geser h. Gaya geser

i. Tegangan geser

j. Tegangan geser beton yang diijinkan sesuai mutu beton (fc’)

Jika tegangan geser yang terjadi akibat beban (vu) lebih kecil dari tegangan geser yang diijinkan (  vc)  vu <  vc, maka perlu dipasang tulangan geser/sengkang pada balok.

Jika tegangan geser yang terjadi akibat beban (vu) lebih besar dari tegangan geser yang diijinkan (vc)  vu >vc, maka tidak perlu dipasang tulangan geser/sengkang pada balok.

k. Tegangan geser yang dapat dipikul oleh beton dengan tulangan geser.

l. Tegangan geser yang harus dipikul tulangan geser.

m. Pendimensian balok.

jika vs<vsmaksdimensi balok rencana tidak perlu diperbesar

jika vs>vsmaksdimensi balok rencana perlu diperbesar

n. Gaya geser yang dapat dipikul oleh beton.

MPa N/mm d . b l . Vu u 2 2    v MPa c' . 6 1 . 0,6 c fv  MPa c' . 3 2 . 0,6 smaks  fv  MPa c u svvv   KN . u . 2 1 Vu q l M lu

(16)

Gambar 2.6. Diagram Gaya Geser keterangan :

Gaya geser pada balok, sebagian dipikul oleh kuat geser beton (Vc) dan sisanya dipikul dipikul oleh tulangan geser (sengkang).

o. Penentuan tulangan geser pada balok

Tulangan geser pada balok perlu dipasang sepanjang “y” dari tumpuan.

Resultante gaya yang bekerja di sepanjang “y”

Rv = (Vu – Vc) . y  KN Tulangan geser:

dimana :  adalah faktor reduksi kekuatan untuk perhitungan geser ( = 0,6)

tulangan geser dipasang pada 2 sisi penampang balok tulangan geser minimum :

jika Av > Avminpada balok dipasang tulangan geser (Av).

p. Jumlah tulangan geser

2 mm y Av balok pada meter per geser tulangan   2 min 3b . . yy mm Av   f 2 mm y . Rv Av  f φ Vc . L 2 1 y) L 2 1 ( . Vu Vu Vc L 2 1 y L 2 1      Vu Vu y 1/2 L Vc (KN) Vc (KN)

dipikul oleh beton

dipakai tulangan

Vu (KN)

y

Vc (KN) Rx

(17)

2 mm y Av 2 1 balok pada meter per geser tulangan         cm n 100 s kang geser/seng ngan Jarak tula    A Ay Av        . 2 1 n meter per geser tulangan Jumlah

q. Perhitungan Tulangan Torsi

Cek kemampuan beton menahan torsi

Jika,Tu < Tc, tidak perlu tulangan puntir Tu ≥ Tc, perlu tulangan punter

r. Cek Pengaruh Momen Puntir (Tu)

Kategori komponen struktur non-prategang:

(pengaruh puntir dapat diabaikan)

Acp = luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton mm2 Pcp = keliling luar penampang beton mm

s. Menghitung Properti Penampang Keterangan:

x1 = jarak antar pusat tulangan sengkang dalam arah sumbu x mm y1 = jarak antar pusat tulangan sengkang dalam arah sumbu y mm Aoh = luas daerah yang dibatasi oleh garis pusat tulangan sengkang

terluar mm2 Pcp Acp x 12 . 'c 2 f Tc

(18)

Ao = 0,85×Aoh=dalam satuan mm2

d = jarak dari serat tekan terluar beton ke pusat tulangan tarik mm Ph = keliling dari garis pusat tulangan sengkang torsi terluar mm. t. Cek Penampang Balok

Kategori penampang solid:

(Penampang Memenuhi) Dimana :

u. Menentukan Torsi Transversal

Dimana Ø : 0,85

Ө : (Berdasarkan SNI Beton Bertulang (13.6.3.6)) (dalam satuan ⁄mmuntuk 1 kaki dari sengkang) v. Menghitung Tulangan Torsi Longitudinal

Syarat :

Dengan ketentuan Tulangan Longitudinal tambahan untuk menahan puntir harus didistribusikan di sekeliling parimeter sengkang tertutup

Tu

Tn

cot . . A . 2 o yvn f T s At

(19)

dengan spasi tidak melebihi 300 mm, dengan posisi berada di dalam sengkang (SNI Beton Bertulang 2002-13.6.6.2)

2.5.1.4 Perencanaan Kolom

Kolom adalah suatu elemen tekan dan merupakan struktur utama dari bangunan yang berfungsi untuk memikul beban vertikal yang diterimanya.Pada umumnya kolom tidak mengalami lentur secara langsung.

Gambar 2.7. Jenis Kolom Beton Bertulang

Kolom beton bertulang secara garis besar dibagi dalam tiga kategori, yaitu : 1. Blok tekan pendek

2. Kolom pendek

3. Kolom panjang atau langsing

Berdasarkan Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung, kuat tekan rencana dari komponen struktur tekan tidak boleh diambil lebih besar dari ketentuan berikut:

Untuk komponen struktur non-prategang dengan tulangan spiral atau komponen struktural tekan komposit.

ФPn (max) = 0,85 Ф [0,85 x f’c (Ag - As) + fy x As] 1) Untuk komponen struktur non-prategang dengan tulangan pengikat.

ФPn (max) = 0,80 Ф [0,85 x f’c (Ag - As) + fy x As]

Kolom panjang atau langsing merupakan salah satu elemen yang perlu diperhatikan. Proses perhitungannya didasari oleh konsep perbesaran momen. Momen dihitung dengan analisis rangka biasa dan dikalikan oleh faktor perbesaran momen yangberfungsi sebagai beban tekuk kritis pada kolom. Parameter yang berpengaruh dalam perencanaan kolom beton bertulang panjang adalah :

(20)

2) Panjang bebas (Lu) dari sebuah elementekan harusdiambil sama dengan jarak bersih antara pelat lantai, balok, atau komponen lain yang mampu memberikantahanan lateral dalam arah yang ditinjau. Bila terdapatkepala kolom atau perbesaran balok, maka panjang bebasharus diukur terhadap posisi terbawah dari kepala kolomatau perbesaran balok dalam bidang yang ditinjau.

3) Panjang efektif (Le) adalah jarak antara momen-momen nol dalam kolom. Prosedur perhitungan yang digunakan untuk menentukan panjang efektif dapat menggunakan kurva alinyemen. Untuk menggunakan kurva alinyemen dalam kolom, faktor Ψ dihitung pada setiap ujung kolom.

Gambar 2.8. Panjang Efektif Kolom Tumpuan Jepit dan Sendi

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002)

(21)

Selain itu, nilai k untuk portal bergoyang juga dapat dihitung melalui persamaan :

Dengan ѱ m merupakan rata-rata ѱ A dan ѱ B

Untuk pembahasan kolom ini, perlu dibedakan antara portal tidak bergoyang dan portal bergoyang. Suatu struktur dapat dianggap rangka portal bergoyang jika nilai indeks stabilitas (Q) > 0,05.

dimana :

Pu = Beban Vertikal

Vu = Gaya geser lantai total pada tingkat yang ditinjau Δo = Simpangan relatif antar tingkat orde pertama Lc = Panjang efektif elemen kolom yang tertekan

Properti yang digunakan untuk menghitung pembesaran momen yang nantinya akan dikalikan dengan momen kolom, diantaranya adalah :

a. Modulus elastisitas ditentukan dari rumus berikut:

Ec = 0,043 (MPa)

Untuk wc antara 1500 dan 2500 kg/m3 atau 4700 untuk beban normal. b. Momen inersia dengan Ig = momen inersia penampang brutoterhadap sumbu

pusat dengan mengabaikan penulangan :

(22)

Dalam portal bergoyang untuk setiap kombinasi pembebanan perlu menentukan beban mana yang menyebabkangoyangan cukup berarti (kemungkinan beban lateral) dan mana yang tidak. Momen ujung terfaktor yang menyebabkan goyangan dinamakan M1s dan M2s, dan keduanya harus diperbesar karena pengaruh PΔ. Momen ujung lain yang tidak menyebabkan goyang cukup berarti adalah M1ns dan M2ns. Momen ini ditentukan dari analisis orde pertama dan tidak perlu diperbesar. Pembesaran momen δsMs dapat ditentukan dengan rumus berikut :

dimana:

Pu = beban vertikal dalam lantai yang ditinjau

Pc = beban tekuk Euler untuk semua kolom penahan goyangan dalam lantai tersebut, dicari dengan rumus:

Sehingga momen desain yang digunakan harus dihitung dengan rumus :

= ns + δs s

= ns + δs s

Terkadang titik momen maksimum dalam kolom langsing dengan beban aksial tinggi akan berada di ujung – ujungnya, sehingga momen maksimum akan terjadi pada suatutitik di antara ujung kolom dan akan melampaui momen ujungmaksimum lebih dari 5%. Hal ini terjadi bila :

untuk kasus ini, momen desain ditentukan dengan rumus berikut: Mc = δns ( ns + δs s)

Selain itu, portal bergoyang mungkin saja menjadi tidak stabil akibat adanya beban gravitasi, sehingga harus dilakukan kontrol terhadap ketidakstabilan beban gravitasi. Portal menjadi tidak stabil akibat gravitasi apabila δs > 2,5 sehingga

)

(

2 u

kl

EI

Pc

. ` 35 Ag c f Pu r Lu 

(23)

portal harus diperkaku.Elemen kolom menerima beban lentur dan bebanaksial, menurut SNI 03-1728-2002untukperencanaan kolom yang menerima beban lentur dan bebanaksial ditetapkan koefisien reduksi bahan 0,65 sedangkanpembagian tulangan pada kolom (penampang segi empat) dapat dilakukan dengan:

a) Tulangan dipasang simetris pada dua sisi kolom (two faces) b) Tulangan dipasang pada empat sisi kolom (four faces)

Pada perencanaan gedung perkantoran ini digunakan perencanaan kolom dengan menggunakan tulangan pada empat sisi kolom (four faces).

Perhitungan gaya-gaya dalam berupa momen, gaya geser, gaya normal maupun torsi pada kolom. Dari hasil output gaya-gaya dalam tersebut kemudian digunakan untuk menghitung kebutuhantulangan pada kolom.

Penulangan dalam kolom juga merupakan salah satu faktor yang ikut membantu komponen beton dalam mendukung beban yang diterima. Penulangan pada kolom dibagi menjadi tiga jenis, diantaranya adalah :

1. Tulangan Utama Kolom

Tulangan utama (longitudinal reinforcing) merupakantulangan yang ikut mendukung beban akibat lentur (bending). Pada setiap penampang dari suatu komponen struktur luas,tulangan utama tidak boleh kurang dari :

As min = <As min = Dimana :

As = luas tulangan utama

fc’ = tegangan nominal dari beton fy = tegangan leleh dari baja b = lebar penampang

d = tinggi efektif penampang

Luas tulangan utama komponen struktur tekan non komposit tidak boleh kurang dari 0.01 ataupun lebih dari 0.08kali luas bruto penampang Ag.Jumlah minimum batangtulangan utama pada komponen struktur tekan dalam sengkang pengikat segiempat atau lingkaran adalah 4 batang.

(24)

2. Tulangan Geser Kolom

Tulangan geser (shear reinforcing) merupakan tulangan yang ikut mendukung beban akibat geser (shear). Jenis tulangan geser dapat berupa :

1) Sengkang yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur

2) Jaring kawat baja las dengan kawat – kawat yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur

3) Spiral, sengkang ikat bundar atau persegi

Gambar 2.10. Jenis Sengkang Pengikat

Berdasarkan Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung, perencanaan penampang terhadap geser harus didasarkan pada :

Ø Vn ≥ Vu Vn= Vc+ Vs keterangan :

Vc= Gaya geser nominal yang disumbangkan oleh beton (N)

Vs = Gaya geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser (N) Vu = Gaya geser ultimate yang terjadi (N)

(25)

Kuat geser maksimum untuk komponen struktur (SNI 03-2847-2002 pasal 13.3.2.2) yaitu:

Vc= 0,3. .b.d. Vs= . .b.d. dimana :

Vn = kuat geser nominal (N) Ø = faktor reduksi

f’c = kuat tekan beton (MPa) b= lebar penampang kolom (mm)

d= tinggi efektif penampang kolom (mm) Nu = gaya aksial yang terjadi (N) Agr = luas penampang kolom (mm2)

Jika :

(Vn – Vc) <Vs , maka penampang cukup

(Vn – Vc) ≥ Vs , maka penampang harus diperbesar Vu < Ø Vc , maka tidak perlu tulangan geser

Vu ≥ Ø Vc , maka perlu tulangan geser

Jika tidak dibutuhkan tulangan geser, maka digunakan tulangan geser minimum (Av) permeter. Luas tulangan geser minimum untuk komponen struktur non prategang dihitung dengan :

Av min = <Av =

dengan demikian diambil Av terbesar, jarak sengkang dibatasi sebesar . 2.5.2 Prosedur Pendesain Sistem Pondasi (Struktur Bawah)

Struktur bangunan gedung terdiri dari struktur atas dan bawah. Struktur atas adalah bagian dari struktur bangunan gedung yang berada di atas muka tanah. Struktur bawah adalah bagian dari struktur bangunan gedung yang terletak di bawah muka tanah, yang dapat terdiri dari struktur besmen, dan/atau struktur pondasinya.

Pondasi harus didesain untuk menahan gaya yang dihasilkan dan mengakomodasi pergerakan yang disalurkan ke struktur oleh gerak tanah desain. Sifat dinamis gaya, gerak

(26)

tanah yang diharapkan, dasar desain untuk kekuatan dan kapasitas disipasi energi struktur, dan properti dinamis tanah harus disertakan dalam penentuan kriteria desain pondasi. Apabila tidak dilakukan analisis interaksi tanah-struktur, struktur atas dan struktur bawah dari suatu struktur gedung dapat dianalisis terhadap pengaruh gempa rencana secara terpisah, di mana struktur atas dapat dianggap terjepit lateral pada besmen. Selanjutnya struktur bawah dapat dianggap sebagai struktur tersendiri yang berada di dalam tanah yang dibebani oleh kombinasi beban-beban gempa yang berasal dari struktur atas, beban gempa yang berasal dari gaya inersia sendiri, gaya kinematik dan beban gempa yang berasal dari tanah sekelilingnya. Pada gedung tanpa besmen, taraf penjepitan lateral struktur atas dapat dianggap terjadi pada lantai dasar/muka tanah. Apabila penjepitan tidak sempurna dari struktur atas gedung pada struktur bawah diperhitungkan, maka struktur atas gedung tersebut harus diperhitungkan terhadap pengaruh deformasi lateral maupun rotasional dari struktur bawah, (Indarto et al,2013).

Struktur bawah tidak boleh gagal dari struktur atas. Desain detail kekuatan (strength) struktur bawah harus memenuhi persyaratan beban gempa rencana berdasarkan Kombinasi beban untuk metoda ultimit. Analisis deformasi dan analisis lain seperti likuifaksi, rambatan gelombang, penurunan total dan diferensial, tekanan tanah lateral, deformasi tanah lateral, reduksi kuat geser, reduksi daya dukung akibat deformasi, reduksi daya dukung aksial dan lateral pondasi tiang, pengapungan (flotation) struktur bawah tanah, dan lain-lain, dapat dilakukan sesuai dengan persyaratan beban kerja (working stress) yang besarnya minimum sesuai dengan Kombinasi beban untuk metoda tegangan ijin.

1. Struktur Tipe Tiang

Jika konstruksi menggunakan tiang sebagai kolom yang dibenamkan dalam tanah atau dibenamkan dalam pondasi telapak beton dalam tanah digunakan untuk menahan beban lateral, kedalaman pembenaman yang disyaratkan untuk tiang untuk menahan gaya gempa harus ditentukan melalui kriteria desain yang disusun dalam laporan investigasi pondasi.

2. Pengikat Pondasi

Pur (pile-cap) tiang individu, pier bor, atau kaison harus dihubungkan satu sama lain dengan pengikat. Semua pengikat harus mempunyai kuat tarik atau tekan desain paling sedikit sama dengan gaya yang sama dengan 10 persen kali beban mati terfaktor ditambah beban hidup terfaktor pur tiang atau kolom yang lebih besar kecuali jika ditunjukkan bahwa kekangan ekivalen akan disediakan oleh balok beton bertulang

(27)

dalam pelat di atas tanah atau pelat beton bertulang di atas tanah atau pengekangan oleh batu yang memenuhi syarat, tanah kohesif keras, tanah berbutir sangat padat, atau cara lainnya yang disetujui.

3. Syarat Pondasi pada Sebuah Bangunan

Agar pondasi dalam suatu bangunan kuat, maka pondasi harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1) Bentuk dan konstruksinya harus menunjukkan suatu konstruksi yang kokoh dan kuat untuk mendukung beban bangunan diatasnya.

2) Harus dibuat dari bahan yang tahan lama dan tidak mudah hancur, sehingga kerusakan pondasi tidak mendahului kerusakan bangunannya

3) Tidak mudah terpengaruh oleh keadaan diluar podasi, misalnya pengaruh air tanah dll.

4) Harus terletak pada tanah dasar yang cukup kuat sehingga kedudukan pondasi stabil

4. Pemilihan Tipe atau Jenis Pondasi

1) Hasil penyelidikan tanah, survey lapangan dan interpretasinya (interpretasi merupakan proses penafsiran suatu hasil percobaan).

2) Besarnya beban statis atau dinamis yang bekerja dan batasan deformasi (Beban statis adalah beban yang bekerja secara terus-menerus pada suatu struktur, bersifat tetap sedangkan beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tiba-tiba pada struktur, bersifat tidak tetap untuk batasan deformasi disini ialah batasan deformasi pada struktur bangunan yang memiliki arti bahwa struktur bangunan itu tidak akan berubah bentuknya atau dapat kembali ke bentuk semula bila beban yang ia dapatkan tidak melebihi batasan deformasinya). Deformasi adalah perubahan bentuk suatu benda yang tidak dapat kembali lagi kebentuk semula.

3) Biaya konstruksi dan kemudahan pelaksanaan di lapangan (biaya konstruksi pada suatu daerah berbeda-beda tergantung mudah atau tidaknya tersedianya bahan yang akan digunakan).

4) Pertimbangan tingkat resiko kegagalan pondasi selama rencana umur bangunan. (pengalaman suatu kontraktor)

Dalam mendesain pondasi harus ada keterlibatan perencana struktur dan ahli geoteknik. Idealnya data yang dipersiapkan terdiri dari peta lokasi sondir, boring,

(28)

dan hasil uji laboratorium untuk setiap sampel boring. Prosedur desain pondasi secara garis besar dapat dijabarkan berdasarkan Ardiyanto (2006) sebagai berikut :

Rumus kapasitas dukung tiang berdasarkan data N-SPT Mayerhof (1967) dalam Cernica (1995) untuk tanah non-kohesif :

ftotal = Σ (fi.Li) fi = 2 x Ni q = 40.N (L/D) < 400.N Keterangan :

ftotal = Total gesekan pada selimut tiang atau adhesi tanah dengan selimut tiang untuk setiap lapisan yang dijumpai (kN/m’)

Li = Tebal lapisan tanah ke-i (m)

fi = Gesekan pada selimut tiang dengan selimut tiang untuk lapisan tanah ke-i (kN/m2)

D = Diameter tiang (m) L = Total panjang tiang (m)

q = Kapasitas dukung tanah pada ujung tiang (KN/m2) Qultimit = Aujung . q + O . ftotal

Qijin = Qultimit / SF Keterangan :

Qvultimit = Kapasitas ultimit pondasi tiang tunggal (kN) Qvijin = Kapasitas ijin pondasi tiang tunggal (kN)

SF = Faktor aman yang nilainya dapat diambil 2,5 s/d 3. Aujung = Luas permukaan ujung tiang (m2)

O = Keliling tiang (m) 5. Berdasarkan Data Sondir

Dalam Wesley (1977) disebutkan kapasitas dukung tiang ijin untuk tiang yang dipancang sampai lapisan pasir :

Qijin = (qc . Aujung)/3 + (Tf . O)/5 Qujung Qfriksi

2.5.2.1 Perhitungan Pile Cap

Menurut Hardiyatmo (2011) mengemukakan bahwa pelat penutup tiang (pile cap) berfungsi untuk menyebarkan beban dari kolom ke tiang-tiang. Jumlah minimum tiang dalam satu pelat penutup tiang umumnya 3 tiang. Bila tiang hanya berjumlah 2 tiang dalam 1 kolom, maka pelat harus dihubungkan dengan balok sloof yang dihubungkan dengan kolom lain. Balok sloof dibuat yang melewati pusat berat tiang-tiang kea rah tegak lurus

(29)

deretan tiang (tegak lurus pelat penutup tiang). Demikian pula, bila pelat penutup tiang hanya melayani satu tiang, maka dibutuhkan balok sloof yang menghubungkan ke kolom kolom yang lain. Bila kolom dilayani hanya 1 tiang yang besar, maka bias tidak digunakan pelat penutup tiang.

Tebal pelat penutup tiang dipengaruhi tegangan geser ijin beton. Tegangan geser harus dihitung pada potongan terkritis. Momen lentur pada pelat penutup tiang harus dihitung dengan menganggap momen tersebut pada pusat tiang ke permukaan kolom terdekat. Bila kondisi memungkinkan, guna menanggulangi tegangan pada pelat penutup tiang yang terlalu besar, tiang tiang sebaliknya dipasang dengan bentuk geometri yang baik. Bila beban sentris, tiang tiang di dalam kelompoknya akan mendukung beban aksial yang sama. Dalam hitungan, tanah dibawah pelat penutup tiang dianggap tidak mendukung beban sama sekali. Perancangan pelat penutup tiang dilakukan dengan anggapan sebaga berikut (Teng, 1962) :

1. Pelat penutup tiang sangat kaku.

2. Ujung atas tiang menggantung pada pelat penutup tiang (pile cap). Karena itu tidak ada momen lentur yang diakibatkan oleh pelat penutup ke tiang.

3. Tiang merupakan kolom pendek dan elastis. Karena itu deformasi dan distribusi tegangan memebentuk bidang rata.

Untuk Tanah Non-Kohesif

1. End Bearing Piles Eg Diasumsikan 1,0

2. Floating Atau Friction Piles Eg Diasumsikan 1,0 Untuk Tanah Kohesif

Untuk Kondisi Jarak Antar Pile (Pusat Ke Pusat) ≥ 3.D : 1. End Bearing Piles Eg Diasumsikan 1,0

2. Floating Atau Friction Piles 0,7 ≤ Eg ≤ 1,0

Nilai Eg bertambah linear dari 0,7 untuk s = 3d hingga 1,0 untuk s = 8d, untuk kondisi jarak antar pile (pusat ke pusat) < 3.D : Kapasitas p ijin dihitung dengan keruntuhan blok sf = 3. Distribusi beban struktur atas ke kelompok tiang beban yang didukung oleh tiang ke-I (Qi) Akibat beban P, Mx dan My dalam sebuah pile cap adalah :

(30)

Gambar 2.11. Hitungan Reaksi Tiang

Sumber: Hardiyatmo (2011)

Jika momen yang bekerja dua arah yaitu arah sumbu x dan y, maka persamaan untuk menghitung tekanan aksial pada masing masing tiang adalah sebagai berikut :

N = jumlah tiang dalam satu pile cap.

Σ (x2) = jumlah kuadrat jarak x terhadap titik pusat berat kelompok tiang (O). Σ (y2) = jumlah kuadrat jarak y terhadap titik pusat berat kelompok tiang (O). xi = jarak tiang ke-i terhadap titik O searah sumbu x.

yi = jarak tiang ke-i terhadap titik O searah sumbu y.

2.5.2.2 Perhitungan Tie Beam 1. Pengikat Fondasi

Pur (pile-cap) tiang individu, pier bor, atau kaison harus dihubungkan satu sama lain dengan pengikat. Semua pengikat harus mempunyai kuat tarik atau tekan desain paling sedikit sama dengan gaya yang sama dengan 10 persen SDS kali beban mati terfaktor ditambah beban hidup terfaktor pur tiang atau kolom yang lebih besar. 2. Persyaratan Pengangkuran Tiang

Desain pengangkuran tiang ke dalam pur (pile-cap) tiang harus memperhitungkan pengaruh gaya aksial terkombinasi akibat gaya ke atas dan momen lentur akibat

(31)

penjepitan pada pur (pile-cap) tiang. Untuk tiang yang disyaratkan untuk menahan gaya ke atas atau menyediakan kekangan rotasi, pengangkuran ke dalam pur (pile-cap) tiang harus memenuhi hal berikut ini:

1) Dalam kasus gaya ke atas, pengangkuran harus mampu mengembangkan kekuatan sebesar yang terkecil di antara kuat tarik nominal tulangan longitudinal dalam tiang beton, atau kuat tarik nominal tiang baja, atau 1,3 kali tahanan cabut tiang, atau gaya tarik aksial yang dihasilkan dari pengaruh beban gempa termasuk faktor kuat-lebih Tahanan cabut tiang harus diambil sebagai gaya friksi atau lekatan ultimat yang dapat disalurkan antara tanah dan tiang ditambah dengan berat tiang dan pur;

2) Dalam kasus kekangan rotasi, pengangkuran harus didesain untuk menahan gaya aksial dan geser dan momen yang dihasilkan dari pengaruh beban gempa termasuk faktor kuatlebih atau harus mampu mengembangkan kuat nominal aksial, lentur, dan geser penuh dari tiang.

3. Tulangan untuk tiang beton tanpa pembungkus (kategori desain Seismik D sampai dengan F)

Tulangan harus disediakan bila disyaratkan oleh analisis. Untuk tiang beton bor cor setempat tanpa pembungkus, minimum empat batang tulangan longitudinal dengan rasio tulangan longitudinal minimum 0,005 dan tulangan pengekangan tranversal sesuai dengan tata cara yang berlaku harus disediakan sepanjang panjang tiang bertulangan minimum seperti didefinisikan di bawah mulai dari ujung atas tiang.

Tulangan longitudinal harus menerus melewati panjang tiang bertulangan minimum dengan panjang penyaluran tarik. Panjang tiang bertulangan minimum harus diambil yang lebih besar dari:

1) Setengah panjang tiang. 2) Sejarak 3 m.

3) Tiga kali diameter tiang

4) Panjang lentur tiang, di mana harus diambil sebagai panjang dari sisi bawah penutup tiang.

Sampai suatu titik di mana momen retak penampang beton dikalikan dengan faktor tahanan 0,4 melebihi momen terfaktor perlu di titik tersebut. Sebagai tambahan, untuk tiang yang berlokasi dalam kelas situs SE atau SF, tulangan longitudinal dan tulangan pengekangan tranversal, seperti dijelaskan di atas, harus menerus sepanjang

(32)

tiang. Bila tulangan tranversal disyaratkan, pengikat tulangan tranversal harus minimum batang tulangan ulir D10 untuk tiang sampai dengan diameter 500 mm dan batang tulangan ulir D13 untuk tiang dengan diameter lebih besar.

Tulangan longitudinal dan tulangan pengekangan tranversal, seperti didefiniskan di atas, juga harus menerus dengan minimum tujuh kali diameter tiang di atas dan di bawah permukaan kontak lapisan lempung teguh,lunak sampai setengah teguh atau lapisan yang dapat mencair (liquefiable) kecuali tulangan tranversal tidak ditempatkan dalam panjang bertulangan minimum harus diijinkan untuk menggunakan rasio tulangan spiral transversal dengan tidak kurang dari setengah yang disyaratkan dalam tata cara yang berlaku. Spasi penulangan tranversal yang tidak ditempatkan dalam panjang bertulangan minimum diijinkan untuk ditingkatkan, Seperti yang dikemukakan oleh Ardiyanto et al (2015). tetapi harus tidak melebihi dari yang terkecil dari berikut ini:

1) 12 diameter batang tulangan longitudinal. 2) Setengah diameter tiang.

Gambar

Tabel 2.1. Elemen dan Mutu Beton
Tabel 2.3. Berat Jenis Bahan Bangunan
Tabel 2.5. Elemen dan Mutu Tulangan
Gambar 2.1. Gording Pembebanan:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji disintegrasi dan uji disolusi dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa waktu hancur (desintegrasi) yang singkat tidak menjamin laju

Lembar tugas yang diselesaikan siswa secara individu, dimaksudkan untuk mengetahui proses berpikir siswa dalam pemahaman matematis sebelum mendapatkan bantuan dari

(2) Pengelolaan database kependudukan oleh satuan kerja perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan kependudukan dan pencatatan sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40

Perilaku birokrasi adalah suatu hasil dari interaksi antara pegawai Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Bandung dengan Badan atau organisasi itu sendiri,

Table matrik ini untuk !etiap pa!angan kriteria-kriteria, ukuran Table matrik ini untuk !etiap pa!angan kriteria-kriteria, ukuran kuantitati dan kualitati dari eek yang

Penelitian serupa tentang permainan edukatif yang terkait dalam pengembangan permaian Go-Moku seri dunia tumbuhan antara lain oleh penelitian Susanto (2012) yang

Penelitian terdahulu pertama yang di lakukan oleh (Mohammad Doostar, Maryam Kazemi Iman Abadi, Reza Kazemi Iman Abadi) yang berjudul “Impact of Brand Equity on Purchase

Pola spasial indikator pembangunan berkelanjutan dapat diketahui dengan cara menghitung nilai autokorelasi spasial indikator pembangunan berkelanjutan antar daerah, dan