• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH INFUSA BUAH ASAM JAWA (Tamarindus indica L.) TERHADAP DAYA ANALGETIK ASETOSAL PADA MENCIT NASKAH PUBLIKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH INFUSA BUAH ASAM JAWA (Tamarindus indica L.) TERHADAP DAYA ANALGETIK ASETOSAL PADA MENCIT NASKAH PUBLIKASI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH INFUSA BUAH ASAM JAWA (Tamarindus indica L.)

TERHADAP DAYA ANALGETIK ASETOSAL PADA MENCIT

NASKAH PUBLIKASI

Oleh :

NURUL OCTAVIA ARIANY

K 100 080 008

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA

(2)
(3)

PENGARUH INFUSA BUAH ASAM JAWA (Tamarindus indica L.) TERHADAP DAYA ANALGETIK ASETOSAL PADA MENCIT THE INFLUENCE OF Tamarindus indica L. FRUIT INFUSA FOR

ANALGETICS POWER OF ACETOSAL IN MICE

Nurul Octavia Ariany dan Arifah Sri Wahyuni Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAK

Secara empirik, tanaman buah asam jawa (Tamarindus indica L.) telah digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat untuk berbagai macam pengobatan, seperti nyeri haid, sakit perut, dan rematik. Beberapa tanaman obat telah diteliti khasiatnya, namun masih ada kekhawatiran tentang keamanan penggunaan produk herbal bersama obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa buah asam jawa terhadap daya analgetik asetosal (Tamarindus indica L.) pada mencit. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu. Hewan uji yang digunakan sebanyak 20 ekor mencit, dibagi dalam 4 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Kelompok I diberi CMC-Na 0,5%. Kelompok II diberi 195 mg/kgBB. Kelompok III diberi infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB. Kelompok IV diberi kombinasi infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB-asetosal 195 mg/kgBB. Perlakuan awal diberi secara peroral, 30 menit kemudian diberi asam asetat 0,6% 157,5 mg/kgBB secara intraperitonial. Data diperoleh berupa jumlah kumulatif geliat mencit dan persen proteksi. Kemudian dianalisis dengan ANAVA satu jalan dan dilanjutkan dengan uji LSD. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi infusa buah asam jawa-asetosal mempunyai daya analgetika yang hampir sama dengan asetosal. Terlihat dari persen proteksi yang berbeda tidak bermakna (P > 0,05) terhadap asetosal.

Kata kunci: analgetik, infusa, buah asam jawa (Tamarindus indica L.) kombinasi

asetosal:

ABSTRACT

Empirically, Tamarindus indica L. had been used as traditional medicine by the public for a variety of treatments, such as menstrual pain, abdominal pain, and rheumatism. Some properties of medicinal plants had been studied, but there were still concern about the safety of the use of herbal products with drugs. This study aimed to determine the effect of giving tamarind fruit infusa of the analgesic acetosal in mice. This study was a quasi-experimental research. Test animals were used as much as 20, divided into 4 groups, each group consisted of 5 mice. Group I was given 0.5% CMC-Na. Group II was given 195 mg/kgBB. Group III was given infusa of tamarind fruit 300 mg/kgBW. Group IV were given a

(4)

combination of tamarind fruit infusa 300 mg/kgBW-acetosal 195 mg/kgBW. Pretreatment was given orally, 30 minutes later, they were given 0.6% acetic acid 157.5 mg/kgBW in intraperitonial. Data obtained in the form of the cumulative amount of stretching and percent protection of mice, then analyzed with SPSS ANAVA a road and LSD test. The results showed the combination of tamarind fruit infusa-acetosal that had a power of analgesic similar to acetosal. It could be seen from a different percent of protection was not significant (P > 0.05) for acetosal.

Key words: analgesic, infusa, combination of Tamarindus indica L. with acetosal: PENDAHULUAN

Nyeri erat kaitannya dengan inflamasi atau radang karena nyeri merupakan respon pertama munculnya peradangan. Rasa nyeri merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri merupakan gejala penyakit yang timbul jika terdapat rangsang mekanik, termal, kimia, atau listrik yang melampaui nilai ambang nyeri dan menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan mediator nyeri seperti bradikinin dan prostaglandin. Jaringan yang rusak kemudian merangsang reseptor nyeri di ujung syaraf perifer ataupun di tempat lain. Di tempat-tempat inilah selanjutnya rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh syaraf sensoris melalui sumsum tulang belakang dan talamus. Penelitian membuktikan bahwa prostaglandin menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimia. Kemudian prostaglandin menimbulkan hiperalgesia, sehingga mediator nyeri seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata. Penilaian rangsang nyeri yang dialami oleh tiap orang berbeda-beda (Mutschler, 1986; Tjay dan Rahardja, 2002; Wilmana, 1995).

Analgetik adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan rasa sakit (Tjay dan Rahardja, 2002). Obat analgetik antipiretik serta obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan (Wilmana, 1995). Frekuensi penggunaan obat-obat golongan AINS oleh masyarakat masih sangat tinggi misalnya asetosal, digunakan untuk menanggulangi penyakit sendi degeneratif dan rheumatoid arthritis serta mengatasi rasa nyeri (Price and Wilson, 1995). Asetosal merupakan salah satu

(5)

analgetika perifer yang mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri dengan cara merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer (Tjay dan Rahardja, 2002). Asetosal memiliki efek analgetik dan antipiretik yang cepat, yakni setelah 30 menit dan bertahan 3-6 jam. Mekanismenya yaitu melalui penghambatan biosintesis prostaglandin dengan memblok enzim siklooksigenase (COX), suatu enzim yang mengkonversi asam arakidonat menjadi prekursor endoperoksida dari prostaglandin dan tromboksan. Sintesis prostaglandin dapat terjadi bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, sehingga enzim fosofolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arakhidonat. Asam lemak poli tak jenuh ini kemudian diubah sebagian oleh enzim siklooksigenase menjadi asam endoperoksida dan menjadi zat-zat prostaglandin. Bagian lain dari arakhidonat diubah oleh enzim lipoksigenase menjadi zat-zat leukotrien. Baik prostaglandin maupun leukotrien bertanggung jawab atas sebagian besar gejala peradangan (Katzung, 1994; Tjay dan Rahardja, 2002; Wibowo dan Gofir, 2001). Asetosal 166 kali lebih kuat menghambat COX-1 daripada COX-2 (Wilmana, 1995).

Di Indonesia pengobatan dengan cara tradisional dan pemakaian obat tradisional masih banyak dilakukan oleh masyarakat secara luas (Heyne, 1950). Salah satu tanaman yang digunakan masyarakat dalam pengobatan tradisional sebagai pereda nyeri (analgetik) adalah buah asam jawa (Tamarindus indica L.). Daging buah asam jawa mengandung asam tartrat, asam maleat, asam sitrat, asam suksinat, asam asetat, pektin, dan gula invert, yang digunakan untuk nyeri haid, sakit perut, demam, dan rematik (Soedibyo, 1998). Skrining fitokimia ekstrak air

daging buah asam jawa menunjukkan adanya kandungan utama seperti saponin, alkaloid, antrakinon, dan glikosida (Abubakar, et. al., 2008). Beberapa alkaloida dan saponin yang diisolasi dari tumbuhan obat mempunyai aktivitas antinosiseptif yang penting dan/atau antiinflamasi yang signifikan (Farouk, et. al. 2008; Li and Shu, 1999). Komposisi kimia seperti minyak atsiri, juga ditemukan dalam buah asam jawa (Pino, 2004). Adanya kandungan minyak atsiri dan zat-zat terpenoid yang diteliti dari bahan nabati mempunyai khasiat sebagai analgetik, intiinflamasi, dan antirematik (Hargono, 2000). Pada skrining fitokimia buah asam jawa

(6)

ditemukan adanya flavonoid dan tanin (Daniyan and Muhammad, 2008). Mekanisme flavonoid diketahui mirip dengan asetosal, yakni melalui penghambatan biosintesis prostaglandin (Ebadi, 2002; Wibowo dan Gofir, 2001).

Penelitian lain menyebutkan, pada tes pendahuluan fitokimia ditemukan adanya sterol dan triterpen pada ekstrak Tamarindus indica yang kemungkinan mempunyai efek analgetik (Bhadoriya, et.al, 2011). Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa hasil interaksi asam jawa dengan aspirin dapat meningkatkan bioavailabilitas dari aspirin (Mustapha, et al., 1996; Ebadi, 2002).

METODE PENELITIAN Bahan

Buah asam jawa (Tamarindus indica L.) (didapat dari desa Tanjung, Polokarto, Sukoharjo), asetosal, asam asetat, CMC-Na (Merck) (dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta) dan akuades. Sedangkan hewan uji yang digunakan berupa mencit putih sehat sebanyak 20 ekor, dengan berat badan 20-30 gram dan berumur 2-3 bulan (didapat dari Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Alat

Panci infus, kandang pengamatan, alat pengukur waktu, timbangan analitik untuk mencit (Triple Beam Balance, China), timbangan analitik bahan (OHAUS, USA), spuit injeksi (1 ml), jarum oral, jarum intra peritoneal, dan alat-alat gelas.

Pembuatan Infusa Buah Asam Jawa 300 mg/kgBB

Pembuatan infusa buah asam jawa (Tamarindus indica L.) 300 mg/kgBB (1,2% b/v) memerlukan buah asam jawa sebanyak 1,2 g. Infusa buah asam jawa (Tamarindus indica L.) dibuat dengan terlebih dahulu membuang biji asam jawa, lalu ditimbang, dan dimasukkan ke dalam panci infus. Ditambahkan air dan air ekstra (2x bobot simplisia) sebanyak 101,2 ml, kemudian dipanaskan di atas penangas air sambil sesekali diaduk. Waktu dihitung 15 menit setelah suhu mencapai 90oC. Infusa diserkai selagi dingin melalui kain flannel. Kemudian

(7)

ditambahkan air secukupnya melalui ampas infusa hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki.

Perlakuan Hewan Uji

1. Pengujian daya analgetik

Sebelum diperlakukan, mencit diadaptasikan pada tempat dan kondisi

yang sama sekurang-kurangnya 1 minggu. Setelah itu, mencit dipuasakan selama 18-24 jam dengan tetap diberi minum. Pada percobaan ini diperlukan 20 ekor mencit yang terbagi dalam 4 kelompok. Tiap kelompok terdiri atas 5 ekor mencit. Mencit kemudian ditimbang dan diberi perlakuan awal secara per oral, yakni: a. Kelompok I : kontrol negatif berupa larutan CMC-Na 0,5%

b. Kelompok II : kontrol positif berupa asetosal dengan dosis 195 mg/kgBB c. Kelompok III : sediaan infusa buah asam jawa (Tamarindus indica L.) 300

mg/kgBB

d. Kelompok IV : sediaan infusa buah asam jawa (Tamarindus indica L.) 300 mg/kgBB dan asetosal 195 mg/kgBB

Setelah diberi perlakuan secara per oral, 30 menit kemudian mencit diberi perangsang nyeri, yaitu dengan pemberian asam asetat 0,6% 0,5 ml secara intraperitoneal. Mencit kemudian diletakkan dalam kandang pengamatan kemudian diamati respon yang terjadi. Nyeri ditandai dengan timbulnya writhing (geliat), yaitu abdomen menyentuh dasar tempat berpijak dan kedua pasang kaki ditarik ke belakang. Dicatat jumlah karakteristik geliat, dihitung setelah pemberian asam asetat 0,6%, dilakukan tiap 5 menit selama 60 menit.

Teknik Analisis

Dari penelitian akan didapatkan jumlah kumulatif geliat pada masing-masing kelompok perlakuan. Dari data tersebut kemudian digunakan untuk menghitung daya analgetik yang dinyatakan dalam % proteksi dengan rumus:

% Proteksi = 100 – ( x 100%) P = jumlah geliat kelompok perlakuan

(8)

Data % proteksi yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik dengan program SPSS versi 16,0 for windows, diawali dengan uji

Kolmogorov-Smimov (uji distribusi normal) dan uji Levene (tes homogenitas varian). Setelah

data normal dan homogen, dilanjutkan dengan analisis varian (ANAVA) satu jalan dengan taraf kepercayaan 95% dan uji LSD (Least Significant Difference).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan dosis infusa buah asam jawa yang digunakan pada uji utama dilakukan dengan melakukan orientasi dosis efektif dari infusa buah asam jawa. Data yang didapat berupa jumlah kumulatif geliat mencit tiap selang waktu 5 menit selama 1 jam setelah diberi perlakuan dan diinduksi asam asetat 0,6% (Khalid, et. al, 2009) secara intra peritoneal. Akibat pemberian asam asetat ini akan timbul rasa nyeri pada mencit yang ditandai dengan adanya respon karakteristik berupa geliat, meregangkan badan, dan adanya konstriksi pada abdominal (Domer, et. al., 1971). Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakan oleh hewan uji. Kemudian dihitung persen proteksinya, seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil orientasi dosis infusa buah asam jawa 100 dan 300 mg/kgBB serta asetosal 195 mg/kgBB

Jumlah kumulatif geliat

(M ± SE) Persen proteksi (M ± SE)

Kontrol negatif 29,67±1,21

Kontrol positif 5±1,15 87,8±2,43

Infusa dosis 100 mg/kgBB 18,33±0,88 55,28±1,86

Infusa dosis 300 mg/kgBB 12±1,15 70,73±2,44

Keterangan:

M ± SE : Mean ± Standart Error Kontrol negatif : CMC-Na 0,5% Kontrol positif : Asetosal 195 mg/kgBB

Adanya penurunan jumlah geliat ≥ 50% dibanding kontrol negatif kelompok perlakuan asetosal 195 mg/kgbb maupun infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB dapat dilihat pada tabel 1. Hal ini menunjukkan baik asetosal 195 mg/kgBB maupun infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB memiliki efek analgetik. Adanya aktivitas sebagai analgetika dinyatakan oleh kemampuan menurunkan jumlah geliat mencit sebesar ≥ 50% dari jumlah geliat pada kelompok kontrol negatif (KKI, 1991). Selain itu, adanya efek analgetik dapat pula dilihat dari nilai

(9)

persen proteksi sebesar > 50%, masing-masing yaitu 84,76% dan 63,41%. Hasil orientasi ini kemudian digunakan dalam uji utama aktivitas analgetika untuk kombinasi infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB-asetosal 195 mg/kgBB.

Kelompok kontrol positif, infusa asam jawa, dan kombinasi infusa buah asam jawa-asetosal mampu menurunkan jumlah geliat mencit sebesar ≥ 50% dari jumlah geliat pada kelompok kontrol negatif, dengan nilai rata-rata untuk masing-masing kelompok adalah 3,8; 12,6; dan 2,2 (tabel 2). Ini berarti pada kelompok kontrol positif, infusa buah asam jawa, dan kombinasi infusa buah asam jawa-asetosal mempunyai efek analgetik.

Tabel 2. Jumlah kumulatif geliat mencit tiap 5 menit selama 1 jam setelah diberi perlakuan kontol negatif, kontrol positif, infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB dan kombinasi infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB–asetosal 195 mg/kgBB, yang diinduksi dengan asam asetat

157,5 mg/kgBB Hewan

uji Kontrol negatif Kontrol positif asam jawa 300 Infusa buah mg/kgBB Kombinasi infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB-asetosal 195 mg/kgBB Jumlah 1 29 7 14 5 kumulatif 2 49 2 10 1 geliat 3 33 2 12 2 4 27 3 12 2 5 26 5 15 1 M ± SE 32,8 ± 4,72 3,8 ± 1,08 12,6 ± 0,97 2,2 ± 0,82 Keterangan:

M ± SD : Mean ± Standart Error Kontrol negatif : CMC-Na 0,5% Kontrol positif : Asetosal 195 mg/kgBB

Data jumlah geliat kumulatif masing-masing mencit kemudian dihitung persen proteksinya (tabel 3). Setiap kelompok perlakuan pada tabel 3, mempunyai nilai persen proteksi yang berbeda-beda. Perbedaan persen proteksi tersebut menunjukkan adanya efek analgetik dengan tingkatan yang berbeda. Adanya efek analgetik dapat dilihat dari nilai persen proteksinya yakni sebesar ≥ 50%. Nilai rata-rata persen proteksi untuk asetosal, infusa buah asam jawa, dan kombinasi infusa buah asam jawa-asetosal, masing-masing sebesar 90,73; 69,27; dan 94,63%.

Persen proteksi tertinggi terlihat pada kelompok kombinasi infusa buah asam jawa-asetosal dan persentase proteksi terendah yakni pada kelompok infusa buah asam jawa. Menurut Ebadi (2002), adanya interaksi asam jawa dengan asetosal dapat meningkatkan bioavailabilitas dari asetosal. Dari pernyataan tersebut

(10)

menunjukkan bahwa efek analgetik asetosal akan meningkat jika penggunaannya dikombinasi dengan infusa buah asam jawa dibanding pemberian asetosal atau infusa buah asam jawa saja.

Tabel 3. Persen proteksi mencit kelompok kontrol positif, infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB dan kombinasi infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB–asetosal 195 mg/kgBB

Kelompok perlakuan Persen proteksi (M ± SE)

Kontrol positif 90,73 ± 2,64

Infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB 69,27 ±2,38

Kombinasi infusa buah asam jawa 300

mg/kgBB-asetosal 195 mg/kgBB 94,63 ± 2,00*

Keterangan:

Kontrol positif : Asetosal 195 mg/kgbb

* : berbeda tidak bermakna ( P > 0,05)

Data persen proteksi kemudian dianalisis dengan ANAVA satu jalan. Hasil ANAVA satu jalan menunjukkan adanya perbedaan persen proteksi, yang berarti ada perbedaan efek analgetik pada semua kelompok perlakuan. Hal ini dapat dilihat pada hasil ANAVA satu jalan menunjukkan hasil yang signifikansi (P < 0,05).

Kelompok infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB mempunyai daya analgetik yang lebih lemah dari kontrol positif (asetosal 195 mg/kgBB) yakni sebesar 69,27%. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi (P < 0,05) yakni adanya perbedaaan yang bermakna antara infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB dengan asetosal 195 mg/kgBB, sedangkan pada kelompok asetosal 195 mg/kgBB memiliki daya analgetik yang lebih kuat dibanding kelompok infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB dengan persen proteksi sebesar 90,73%.

Kelompok kombinasi infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB-asetosal 195 mg/kgBB menunjukkan adanya perbedaan yang tidak bermakna (p > 0,05) dengan kontrol positif (asetosal 195 mg/kgBB), berarti kelompok kombinasi infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB-asetosal 195 mg/kgBB mempunyai daya analgetika yang hampir sama dengan asetosal 195 mg/kgBB. Hal ini dapat dilihat dari nilai persen proteksi kelompok kombinasi infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB-asetosal 195 mg/kgBB yakni sebesar 94,63%. Berdasarkan penelitian sebelumnya, hasil interaksi asam jawa dengan asetosal dapat meningkatkan bioavailabilitas dari asetosal (Mustapha, et al., 1996; Ebadi, 2002). Asetosal memiliki efek analgetik

(11)

dan antipiretik yang cepat, yakni setelah 30 menit dan bertahan 3-6 jam (Tjay dan Rahardja, 2002), sehingga adanya kombinasi dengan infusa buah asam jawa dapat menambah efek analgetik dari asetosal. Pada skrining fitokimia ekstrak air daging

buah asam jawa menunjukkan adanya kandungan utama seperti saponin, alkaloid, antrakinon, dan glikosida (Abubakar, et. al., 2008). Beberapa alkaloida dan saponin yang diisolasi dari tumbuhan obat mempunyai aktivitas antinosiseptif yang penting dan/atau antiinflamasi yang signifikan (Farouk, et. al. 2008; Li and Shu, 1999). Komposisi kimia seperti minyak atsiri, juga ditemukan dalam buah asam jawa (Pino, 2004). Adanya kandungan minyak atsiri dan zat-zat terpenoid yang diteliti dari bahan nabati mempunyai khasiat sebagai analgetik, intiinflamasi, dan antirematik (Hargono, 2000). Pada skrining fitokimia buah asam jawa ditemukan pula adanya flavonoid dan tanin (Daniyan and Muhammad, 2008). Ditemukan pula adanya sterol dan triterpen pada ekstrak Tamarindus indica yang mungkin mempunyai efek analgetik (Bhadoriya, et.al, 2011). Adanya efek analgetik dari buah asam jawa dikarenakan adanya kandungan seperti minyak atsiri dan flavonoid, walaupun tidak menutup kemungkinan adanya kandungan lain. Mekanisme flavonoid diketahui mirip dengan asetosal, yakni melalui penghambatan biosintesis prostaglandin (Ebadi, 2002; Wibowo dan Gofir, 2001).

Berdasarkan hasil penguraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada penggunaan kombinasi infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB-asetosal 195 mg/kgBB memiliki efek analgetik yang hampir sama dengan asetosal 195 mg/kgBB. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi (P > 0,05), yang menunjukkan adanya perbedaan tetapi tidak bermakna.

KESIMPULAN

Infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB yang diberikan secara bersamaan dengan asetosal 195 mg/kgBB mempunyai pengaruh terhadap daya analgetik pada mencit putih dengan metode geliat. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa kelompok kombinasi infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB-asetosal 195 mg/kgBB mempunyai daya analgetika yang hampir sama dengan asetosal 195 mg/kgBB, dengan nilai persen proteksi sebesar 94,63%.

(12)

SARAN

1. Perlu dilakukan uji kandungan senyawa yang terdapat dalam infusa buah asam jawa (Tamarindus indica L.) untuk mengetahui zat aktif dari Tamarindus

indica L. yang bertanggung jawab pada efek analgetik.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efek lain dari kombinasi antara infusa buah asam jawa dengan asetosal, mengingat asetosal juga memiliki efek samping berupa iritasi mukosa lambung.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ibu Arifah Sri Wahyuni M. Si., Apt.

DAFTAR PUSTAKA

Abukakar, M.G., Ukwuani, A.N., and Shehu, R.A., 2008, Phytochemical screening and antibacterial activity of Tamarindus Indica pulp extract, Asian Journal of Biochem, 3(2), 134–138

Daniyan, S. Y., and Muhammad, H. B., Evaluation of the Antimicrobial Activities and Phytochemical Properties of Extracts of Tamarindus indica Againts Some Diseases Causing Bacteria, African Journal of Biotechnology, Vol 7 (14), 2451-2453 

Domer, F. R., Charles, C., Springfield, T., 1971, Animal Experimental in

Pharmacological Analysis, Edisi III, USA, 310-311

Ebadi, M. S., 2002, Pharmachodynamic Basic of Herbal Medicine, CRC Press, New York USA, 395

Farouk, L., Laroubi, A., Aboufatima, R., Benharref, A., and Chait, A., 2008,

Evaluation of the analgesic effect of alkaloid extract of Peganum harmala L.: possible mechanisms involved, http://www.ncbi.nlm.nih.gov (diakses

tanggal 4 Juli 2012)

Hargono, D., 2000, Obat Analgetik dan Antiinflamasi, Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta, 37-38

Heyne, K., 1950, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III, diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan Jakarta, Penerbit Yayasan Sarana Wanaraja, Jakarta

(13)

KKI, 1991, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik, Kelompok Kerja Ilmiah, Jakarta, 3-5

Khalid, S., Shaik Mossadeq W. M, Israf, D. A, Hashim, P., Rejab, S., Shaberi, A. M, Mohamad, A. S, Zakari,a Z. A, and Sulaiman, M.R, 2009, Cit Doughari, J.H., 2006, In Vivo Analgesic Effect of Aqueous Extract of

Tamarindus indica L. Fruits, Medical Principles and Practice, Malaysia

255-259

Li, S. H., and Chu, Y., 1999, Anti-inflammatory effect of total saponins of Panax

notoginseng. Acta Pharmacol Sin, 20: 551–554   

Mustapha A., Yakasai I. A., and Aguye I. A., 1996, Effect of Tamarindus indica

L. on the bioavailability of aspirin in healthy human volunteers, (online),

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed, diakses tanggal 17 Juni 2011) Mutschler, 1986, Dinamika Obat, diterjemahkan oleh Widianto, M.B dan Ranti,

E.S., edisi V, Penerbit ITB, Bandung

Pino, J.A., Marbot, R., and Vazquez, C., 2004, Volatile components of tamarind

(Tamarindus indica L.) grown in Cuba, Journal of essential oil research : JEOR, vol. 16, no. 4

Price, S.A. & Wilson, L.M. 1995, Patofisiologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

 

Soedibyo, M., 1998, Alam Sumber Kesehatan, Balai Pustaka, Jakarta, 104-105 Sulaiman, M. R., Perimal, E. K., Zakaria, Z. A., Mokhtar, F., Akhtar, M. N., Lajis,

N. H., and Israf, D.A., 2009, Preliminary analysis of the antinociceptive

activity of zerumbone, http://www.ncbi.nlm.nih.gov (diakses tanggal 4 Juli

2012)

Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting Khasiat Penggunaan dan

Efek-Efek Sampingnya, Edisi 5, PT. Elex Media Komputer, Jakarta,

295-299

Turner, R.A., 1965, Screening Methods in Pharmacology, Academic Press, New York

Wibowo, S., dan Gofir, A., 2001, Farmakoterapi Dalam Neurologi Edisi

Pertama, Salemba Medika, Jakarta, hal 114-115

Williamson, E.M., Okpako, D.T., Evans, F.J., 1996, Pharmacological Methods in

(14)

Evaluation of Plant Material, Volume 1, John Wiley & Sons Ltd.,

England, 145

Wilmana, P.F., 1995, Analgesik-Antipiretik, Analgesik-Antiinflamasi Nonsteroid dan Obat Piral, dalam Ganiswara, S.G., Setiabudy, R., Suyatna, F, D., Purwantyastuti, Nafrialdi, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta, 207- 220

Gambar

Tabel 1. Hasil orientasi dosis infusa buah asam jawa 100 dan 300 mg/kgBB serta asetosal 195  mg/kgBB
Tabel 2. Jumlah kumulatif geliat mencit tiap 5 menit selama 1 jam setelah diberi perlakuan  kontol negatif, kontrol positif, infusa buah asam jawa 300 mg/kgBB dan kombinasi infusa  buah asam jawa 300 mg/kgBB–asetosal 195 mg/kgBB, yang diinduksi dengan asam

Referensi

Dokumen terkait

Nilai rasio harga cabe merah per harga beras pada Tabel 21 bernilai negatif, yang menunjukkan bahwa penurunan harga cabe akan berpengaruh pada peningkatan tingkat diversifikasi

[r]

[r]

Hasil penelitian uji bivariat dengan Chi Square menunjukkan ada hubungan antara breeding place (p=0,001) dan ada hubungan antara perilaku masyarakat (p=0,022)

Penelitian pada skripsi ini difokuskan pada perancangan dan pengujian karakteristik transmitter dan receiver laser hijau sebagai modul saklar cahaya yang merupakan salah

Proses kerja flexografi menggunakan sistem cetak rotary dan langsung Proses kerja flexografi , menggunakan sistem cetak rotary dan langsung, dimana tinta yang ada pada plat

Selaras dengan itu pembelajaran mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (Penjaskes), dimana siswa dituntut harus mampu menguasai 3 aspek domain yaitu

Jika terdapat bukti obyektif bahwa penurunan nilai telah terjadi atas aset dalam kategori pinjaman yang diberikan dan piutang atau investasi dimiliki hingga jatuh tempo,