• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TEORI Theory of Reasoned Action (TRA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN TEORI Theory of Reasoned Action (TRA)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

7 TINJAUAN TEORI

Theory of Reasoned Action (TRA)

Berbagai maksud dan tujuan yang sering kali dapat memperkirakan perilaku secara akurat, tidak menyediakan keterangan yang banyak tentang berbagai alasan yang melatarbelakanginya. Fishbein dan Ajzen (1980. 116) menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku menentukan akan dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku tersebut dipengaruhi oleh dua faktor penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap (attitude towards behavior) dan yang kedua berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu norma subjektif (subjective norms). Lebih lanjut, Ajzen mengemukakan bahwa tindakan yang beralasan dirancang untuk menyelesaikan tujuan dengan tepat; yakni, teori yang berkaitan dengan sebab yang mendahului perilaku semaunya sendiri. Dalam upaya mengungkapkan pengaruh sikap dan norma subjektif terhadap niat untuk dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku, secara tidak langsung, tindakan yang beralasan berdasarkan kepada anggapan bahwa manusia biasanya berperilaku dengan cara yang pantas; yakni mereka mengambil berbagai keterangan secara langsung maupun tidak mempertimbangkan berbagai akibat dari perilakunya.

Sesuai dengan Theory of Reasoned Action, dan berbagai maksud dari sebuah tindakan adalah fungsi dari dua faktor dasar penentunya, yakni orang dalam sifat alaminya dan pancaran pengaruh sosial kepada orang tersebut menganggap bahwa, pentingnya sikap atas perilaku dan norma subyektif secara relatif, sebagian bergantung kepada maksud di balik penelitian yang dilakukan. Untuk beberapa maksud, berbagai pertimbangan atas sikap, lebih penting daripada pertimbangan normatif, sedangkan bagi sebagian lainnya pertimbangan normatif lebih penting. Sebagai tambahan, bobot relatif dari faktor pertimbangan atas sikap dapat bervariasi dari

(2)

8 seseorang kepada orang lain. figure theory of reasoned action (Icek and Ajzen, 1980. 117), yang mewakili teori tentang tindakan yang beralasan sebagaimana yang dijabarkan di dalam bagian ini.

Berbagai maksud dari sebuah tindakan yang menyediakan dukungan kuat bagi kaitan hipotesis di antara maksud sebagai variabel bebas dengan sikap atas kebiasaan dan norma subyektif sebagai variabel tidak bebas. Sebagian besar kajian tersebut, memiliki tata cara regresi linier ganda untuk memperkirakan, dalam kerangka korelasi ganda, kekuatan perkiraan secara terus menerus dari norma sikap dan subyektif, juga sumbangan relatif dua unsur peramal di dalam lingkup koefisien regresi yang dibakukan. Oleh karena itu pemilihan landasan teori ini dapat menjelaskan tekanan etis, kompetensi, komitmen profesional, dan situasi konflik audit terhadap skeptisisme profesional auditor.

Skeptisme Profesional Auditor

International Federation of Accountants (IFAC) mendefinisikan profesional skeptisme dalam konteks evidence assessment atau penilaian atas bukti audit (Tuanakota 2011, 78). IFAC mendefinisikan “skepticism means the auditor makes a critical assessment, with a questioning mind, of the validity of audit evidence obtained and is alert to audit evidence that

Attitude towart the behavior Subjective norm Intention Behavior

(3)

9

contradicts or brings into question the realibility of documents and responses to inquiries and other information obtained from management and those charged with governance” (ISA 200.16).

Di dalam SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik, 2011:230.06), menyatakan skeptisme profesional auditor sebagai suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Shaub dan Lawrence (1996) dalam Maghfirah et al. (2008) mengartikan skeptisisme profesional auditor sebagai berikut “professional scepticism is a choice to fulfill the professional auditor’s duty to prevent or reduce orharmful consequences of another person’s behavior…”.

Kee dan Knox’s (1970) dalam Maghfirah et. al (2008) menyatakan bahwa Skeptisme profesional auditor dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, faktor kecondongan etika memiliki pengaruh yang signifikan terhadap skeptisme profesional auditor. The American Heritage Directory menyatakan etika sebagai suatu aturan atau standar yang menentukan tingkah laku para anggota dari suatu profesi. Pengembangan kesadaran etis atau moral memainkan peranan kunci dalam semua area profesi akuntan (Louwers, 1997), termasuk dalam melatih sikap skeptisme profesional akuntan. Faktor situasi berperngaruh secara positif terhadap skeptisme profesional auditor. Faktor situasi seperti situasi audit yang memiliki risiko tinggi (situasi irregularities) mempengaruhi auditor untuk meningkatkan sikap skeptisme profesionalnya. Pengalaman yang dimaksudkan disini auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, maupun banyaknya penugasan yang pernah dilakukan. Butt (1988) memperlihatkan auditor yang berpengalaman akan membuat

(4)

10

judgement yang relatif lebih baik dalam tugas-tugas profesionalnya, daripada auditor yang kurang berpengalaman.

Berkaitan dengan skeptisme ini, penelitian yang dilakukan Kee dan Knox’s (1970) yang menggambarkan skeptisme profesional auditor sebagai fungsi dari disposisi etis, pengalaman dan faktor situasional. Shaub dan Lawrence (1996) mengindikasikan bahwa auditor yang menguasai etika situasi yang kurang lebih terkait dengan etika profesional dan kurang lebih dapat melaksanakan skeptisme profesionalnya. Faktor situasional merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan skeptisme profesional auditor. Tekanan Etis

Tekanan Etis merupakan “pressure to engage in unetical work activity” (Peterson, 2003) dalam Utami et al. (2006). Perilaku pegawai dipengaruhi faktor situasi dalam organisasi dan interaksi antara dua faktor tersebut (Trevino, 1986). Beberapa faktor individual termasuk gender, usia, pendidikan, personaliti, dan orientasi etis seseorang, sedangkan faktor situasional termasuk iklim organisasi, kesempatan untuk melakukan tindakan tidak etis, dan pengaruh dari atasannya (Peterson, 2003). Tekanan dari manajemen atas perilaku etis merupakan sumber banyak konflik (Shafer, 2002) dalam Utami et al. (2006). Leicht dan Fennel (1997) dalam Utami et al. (2006), menyatakan konflik etis selalu meliputi situasi di mana pegawai merasa tertekan oleh atasan supervisor dan anggota lain dalam organisasi untuk mengkompromikan nilai mereka dalam mencapai tujuan organisasi.

Kompetensi

Kompetensi dan independensi sangat menentukan kualitas audit yang dihasilkan seperti yang dikemukakan oleh AAA Financial Accounting Standard Committee (2000) yaitu;

(5)

11

“Good quality audits require both competence (expertise) and independence. These qualities have direct effects on actual audit quality, as well as potential interactive effects. In addition, financial statement users’ perception of audit quality are a function of their perceptions of both auditor indepndence and expertise“

Kompetensi auditor diukur melalui banyaknya ijasah atau sertifikat yang dimiliki serta jumlah atau banyaknya keikutsertaan yang bersangkutan dalam pelatihan-pelatihan, seminar atau simposium. Semakain banyak sertifikat yang dimiliki dan semakin sering mengikuti pelatihan diharapkan auditor yang bersangkutan akan semakin cakap dalam melakukan tugasnya.

Untuk memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional, auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup. Pelatihan ini harus secara memadai mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum. Dalam penelitian juga disimpulkan bahwa program pelatihan mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam peningkatan keahlian auditor. Penelitian secara empiris bahwa pengalaman akan mempengaruhi kemampuan auditor untuk mengetahui kekeliruan yang ada di perusahaan yang menjadi kliennya. Penelitian ini juga memberikan bukti bahwa pelatihan yang dilakukan oleh auditor akan meningkatkan keahlian mereka untuk melakukan audit. Keahlian audit dan kemampuan untuk mengetahui kekeliruan merupakan salah satu bagian dari kompetensi seorang auditor.

Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary (1983) dalam Lastanti (2005;88) mendefinisikan kompetensi sebagai ketrampilan dari seorang ahli. Dengan demikian ahli didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu dan tingkat ketrampilan prosedural yang luas dari pelatihan dan pengalaman audit. Kompetensi

(6)

12 umum yang perlu dimiliki oleh auditor adalah pemahaman mengenai akuntansi, khususnya akuntansi sektor publik dan pemerintahan termasuk pemahaman terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan dan pemahaman auditor mengenai sistem pengendalian intern, Cris (2009). Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi auditor adalah pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan auditor untuk dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama.

Komitmen Profesional

Komitmen profesional dapat diartikan sebagai intensitas identifikasi dan keterlibatan individu dengan profesi tertentu yang membutuhkan beberapa tingkat kesepakatan dengan tujuan dan nilai profesi termasuk nilai moral dan etika Modway et al., (1979) dalam Intiyas et al. (2007). Aranya et al. (1981), mendefinisikan komitmen sebagai suatu keyakinan akan penerimaan tujuan dan nilai organisasi atau profesi, kemauan untuk memainkan upaya tertentu atas nama organisasi atau profesi, dan gairah untuk mempertahankan keanggotaan dalam profesi.

Ponemon (1992) dalam Utami et al. (2007) mengatakan komitmen profesi bisa dihasilkan dari proses akulturasi dan asimilasi pada saat masuk dan memilih untuk tetap dalam profesi yang bersangkutan dan juga menyimpulkan bahwa perilaku etis akuntan publik berhubungan dengan tingginya komitmen akuntan pada profesi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa komitmen profesional mendasari perilaku, sikap, dan orientasi profesional seseorang dalam menjalankan tugasnya. Jeffrey dan Weatherholt (1996) menguji hubungan antara komitmen profesi, pemahaman etika, dan sikap ketaatan pada peraturan. Hasilnya menunjukkan bahwa akuntan publik dengan komitmen profesional yang kuat, perilakunya lebih mengarah pada ketaatan terhadap aturan dibanding akuntan publik dengan

(7)

13 komitmen profesional yang rendah. Khomsiyah dan Indriantoro (1998) juga mengungkapkan bahwa komitmen profesional mempengaruhi sensitivitas etika auditor pemerintah.

Situasi Konflik Audit

Perilaku auditor dalam menghadapi situasi konflik audit, perlu dipahami beberapa faktor, yaitu: etika, kompetensi, komitmen profesional, situasi konflik audit dan skeptisme profesional auditor. Dalam penugasan yang dilakukan atas klien, auditor seringkali dihadapkan pada dilema etis yang menyebabkan terjadinya situasi konflik audit. Akuntan publik dengan komitmen profesional yang tinggi akan memiliki kesadaran etis yang tinggi dalam merespon situasi konflik audit dengan mengabaikan tekanan sosial yang ada dibanding individu dengan komitmen profesional yang rendah. Tsui dan Gul (1996) dalam Utami et al. (2007). Menetapkan pengalaman berdasarkan kurun waktu empat tahun, karena dalam kurun waktu empat tahun akuntan publik dianggap telah berpengalaman dalam menghadapi situasi konflik audit.

Pada dasarnya manusia akan keluar dari situasi yang tidak nyaman menuju situasi yang nyaman. Sikap tersebut akan mempengaruhi bagaimana seseorang tersebut akan menanggapi dengan tindakan selanjutnya (Festinger, 1957). Auditor sebagai profesi yang dituntut memberikan opini audit dengan tepat akan menghadapi serangkaian situasi-situasi yang mempengaruhi sikap dan keputusan yang ditetapkannya. Situasi tersebut termasuk lingkungan di mana auditor itu bekerja, situasi yang dialami oleh klien seperti klien yang baru pertama kali diaudit, situasi kemungkinan adanya motivasi manajemen untuk menarik investor diduga akan mempengaruhi auditor dalam memberikan opini. Oleh karena itu, serangkaian situasi yang dialami auditor

(8)

14 membuat auditor akan berusaha mencapai keselarasan antara sikap dan perilakunya agar selaras dengan perilaku yang seharusnya dilakukannya.

Kecurangan dapat disembunyikan dengan cara memalsukan dokumentasi, termasuk pemalsuan tanda tangan. Sebagai contoh, manajemen yang melakukan kecurangan dalam pelaporan keuangan dapat mencoba menyembunyikan salah saji dengan menciptakan faktur fiktif, karyawan atau manajemen yang memperlakukan kas secara tidak semestinya dapat mencoba menyembunyikan tindakan pencurian mereka dengan mamalsukan tanda tangan atau menciptakan pengesahan elektronik yang tidak sah diatas dokumen otorisasi pengeluaran kas. Kecurangan juga disembunyikan melalui kolusi diantara manajemen, karyawan atau pihak ketiga. Kolusi dapat menyebabkan auditor percaya bahwa bukti dapat meyakinkan, meskipun kenyataannya palsu (SPAP Seksi 316. Paragraph 08).

Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh: Silalahi (2013) etika, kompetensi, pengalaman audit dan situasi audit berpengaruh terhadap skeptisme profesional auditor. Maghfirah dan Syaril (2008) dalam penelitiannya disimpulkan skeptisme profesional auditor mempunyai hubungan dengan ketepatan pemberian opini, dan variabel situasi audit, etika, pengalaman dan keahlian, namun dalam kajian tersebut, hanya variabel situasi audit yang mempunya pengaruh dengan pemberian opini auditor publik. Utami et al. (2007) dalam penelitian pengaruh locus of control, komitmen profesional, pengalaman audit terhadap perilaku akuntan publik dalam konflik audit dengan kesadaran etis sebagai variabel pemoderasi. Locus of control dan komitmen profesional berpengaruh terhadap perilaku akuntan publik dalam situasi konflik, sedangkan pengalaman audit tidak berpengaruh terhadap perilaku akuntan publik dalam situasi konflik audit.

(9)

15 Dalam penelitian ini keterkaitan antara variabel variabel tersebut dimoderasi oleh kesadaran etis. Suraida (2005) menguji pengaruh etika, kompetensi, pengalaman audit dan risiko audit terhadap skeptisme professional audit, dan ketepatan pemberian opini publik. Hasil penelitian menunjukan bahwa etika, kompetensi, pengalaman audit, resiko audit dan skeptisme professional auditor secara parsial maupun simultan berpengaruh positif terhadap ketepatan pemberian opini akuntan.

KERANGKA PIKIR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Hubungan Tekanan Etis terhadap Skeptisme Profesional Auditor

Pegawai berharap menerima nilai-nilai etis atau norma perilaku organisasi, namun organisasi gagal untuk memenuhi standar moral personalnya. Satu penemuan yang konsisten dalam bidang etika bisnis adalah bahwa pegawai selalu menerima diri mereka sendiri lebih etis daripada atasannya (manajemen puncak, supervisor), Hunt et al. 1988 dalam Utami et al. (2006).

Dari perspektif auditor, konflik etis umumnya meliputi situasi auditor merasakan tekanan dari pihak atasannya untuk mengkompromikan nilai-nilai personal mereka dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi (Leicht dan Fennel, 1987). Jika karyawan tidak mempunyai komitmen yang tinggi atas standar etikanya, mereka merasionalkan perilaku tidak etis sebagai bagian yang diperlukan dalam pekerjaan atau lingkungan bisnis dan bisa menghindari konflik internal (Shafer, 2002). Untuk tetap mempertahankan sikap profesionalismenya kesadaran etis dan sikap profesional menjadi hal yang sangat penting bagi seorang akuntan (Louwers, et al 1997).

(10)

16 Dimensi etika yang sering digunakan dalam penelitian adalah 1) kepribadian yang terdiri dari locus of control external dan locus of control internal; 2) kesadaran etis dan 3) kepedulian pada etika profesi, yaitu kepedulian pada Kode Etik IAI yang merupakan panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai Akuntan Publik, bekerja dilingkungan usaha pada instansi pemerintah maupun dilingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya. Untuk tujuan itu terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi yaitu kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa dan kepercayaan. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik IAI adalah sebagai berikut: 1) Tanggung jawab profesional; 2) Kepentingan publik; 3) Integritas; 4) Objektifitas; 5) Kompetensi dan kehati-hatian profesional; 6) Kerahasiaan; 7) Perilaku profesional; 8) Standar teknis, harus melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis penelitian H1 sebagai berikut:

H1: Semakin tinggi tekanan etis auditor maka skeptisme profesional semakin tinggi.

Pengaruh Kompetensi terhadap Skeptisme Profesional Auditor

Kompetensi merupakan keahlian profesional yang dimiliki oleh auditor sebagai hasil dari pendidikan formal, ujian profesional maupun keikutsertaan dalam pelatihan, seminar, simposium seperti; CPA (Certified Public Accountant) USAP (Ujian Sertifikat Akuntan Publik) dan QIA (Qualified Internal Audit).

Auditor harus menggunakan kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilaksanakan dan standar yang akan diterapkan terhadap pemeriksaan; menentukan lingkup pemeriksaan, memilih metodologi, menentukan jenis dan jumlah

(11)

17 bukti yang akan dikumpulkan, atau dalam memilih pengujian dan prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan. Kemahiran profesional harus diterapkan juga dalam melakukan pengujian dan prosedur, serta dalam melakukan penilaian dan pelaporan hasil pemeriksaan. Adapun Bedard (1986) dalam Lastanti (2005) mengartikan keahlian atau kompetensi sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit. Kompetensi umum yang perlu dimiliki oleh auditor adalah pemahaman mengenai akuntansi, khususnya akuntansi sektor publik dan pemerintahan termasuk pemahaman terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan dan pemahaman auditor mengenai sistem pengendalian intern, Cris (2009). Hal tersebut menjadi dasar yang kuat untuk merumuskan hipotesis pengaruh kompetensi terhadap skeptisme profesional auditor. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dan penelitian dapat dinyatakan sebagai berikut:

H2: Semakin tinggi kompetensi auditor maka skeptisme profesional semakin tinggi.

Hubungan Komitmen Profesional terhadap Skeptisme Profesional Auditor.

Auditor dalam pelaksanaan audit sudah seharusnya menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Sesuai dengan definisi yang telah dikemukakan, komitmen profesional mengacu pada kekuatan identifikasi individual dengan profesi. Oleh karena itu, tingginya komitmen profesional auditor diharapkan seorang auditor dapat berusaha sekuat tenaga atas nama profesi untuk menggunakan kemahiran profesionalnya dalam mempertanyakan dan melakukan evaluasi kritis terhadap bukti-bukti audit.

(12)

18 Komitmen profesional merupakan suatu format fokus karir pada komitmen pekerjaan yang menekankan pentingnya suatu profesi di masa hidup seseorang, Wang dan Armstrong (2001) dalam Utami et al. (2007). Komitmen profesi perlu dikembangkan selama proses sosialisasi ke dalam profesi yang dipilih dengan penekanan-penekanan pada nilai-nilai profesi, karena masyarakat profesional memiliki karakteristik berbeda dalam memanfaatkan suatu organisasi. Januarti (2011), menemukan bahwa komitmen profesional tidak berpengaruh signifikan terhadap persepsi dan pertimbangan etis auditor, meski tidak berpengaruh signifikan, hal ini menunjukkan bahwa komitmen profesional yang tinggi untuk mempersepsikan dan mempertimbangkan keputusan etis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin berpengalaman, maka auditor tersebut akan semakin baik komitmen profesionalnya. Oleh karena itu, hipotesis yang dibangun sebagai berikut:

H3: Semakin tinggi komitmen profesional maka skeptisme profesional semakin tinggi.

Pengaruh Situasi Konflik Audit terhadap Skeptisme Profesional Auditor

Secara historis, investasi publik telah bergantung kepada laporan keuangan yang telah diaudit ketika membuat keputusan untuk investasi dan sehigga mereka tergantung kepada akuntan publik yang profesional untuk mengkonfirmasikan akurasi dan kelengkapan informasi laporan keuangan tersebut. Oleh karena itu auditor dipandang sebagai pihak yang dapat melindungi para investor. Akuntan publik dipandang sebagai profesi penawar jasa yang memiliki standar integritas sangat tinggi, namun pada awal abad dua puluh satu ada perhatian yang meningkat dari para ahli bahwa auditor mengkompromikan independensinya sehingga menyebabkan

(13)

19 objektivitas auditor dan akurasi laporan keuangan klien menjadi dipertanyakan, oleh karena itu standar etika diperlukan dengan maksud untuk mengarahkan akuntan dalam melayani publik, klien, dan tenaga kerja (Luz 2012). Namun demikian hubungan dekat antara akuntan dan klien telah mengarahkan auditor kepada pilihan-pilihan yang sulit.

Tsui dan Gul (1996) dalam Utami et al. (2007). Menetapkan pengalaman berdasarkan kurun waktu empat tahun, karena dalam kurun waktu empat tahun akuntan publik dianggap telah berpengalaman dalam situasi konflik audit. Hal tersebut menjadi dasar yang kuat untuk merumuskan hipotesis pengaruh situasi konflik audit terhadap skeptisme profesional auditor oleh akuntan publik. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis penelitian H4 sebagai berikut :

H4: Situasi konflik audit berpengaruh signifikan terhadap skeptisme profesional auditor.

Model Penelitian

Gambar 2. Model Penelitian

H2

H3 Skeptisme Profesional Auditor (Y)

Tekanan Etis (X1)

Kompetensi (X2)

Komitmen Profesional (X3)

Situasi Konflik Audit (X4)

H2 H3 H1

Gambar

Gambar -1. Theory Of Reasoned Action (Icek and Ajzen, 1980)
Gambar 2. Model Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Dahar dalam proses belajar mengajar pertanyaan yang diajukan guru tidak hanya berfungsi untuk menguji kemampuan siswa tetapi dapat juga digunakan untuk

• Interpretasi awal hasil survey Sub-Bottom Profiling Selat Sunda menunjukan bahwa akibat arus yang kuat telah terjadi penggerusan sedimen di dasar Selat Sunda sehingga dasar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial pengetahuan akuntansi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan informasi akuntansi dalam pembuatan

Setelah diterapkannya sistem keamanan menggunakan Filtering MAC Address maka setiap client yang akan terhubung kedalam jaringan komputer LPSE POLRI harus mendaftarkan MAC Address

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

mencapai nilai error yang paling kecil. Oleh karenanya backpropagation sesuai untuk mengklasifikasi pola yang kompleks [8]. Klasifikasi batik dengan backpropagation

dapat mengkonsumsi ice cream yang terbuat dari susu sapi dikarenakan adanya laktosa pada susu sapi tersebut Pemanf:1atan sari kacang hijau sebagai bahan baku ice

Hasil dari penelitian ini, didapatkan bahwa metode morfologi dengan operasi Dilasi, Filling Holes, dan Opening dapat diterapkan dalam proses pendeteksian posisi plat nomor