• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI

VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT

MUHAMMAD BUWING

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Model Matematika Struktur Umur Infeksi Virus HIV dengan Kombinasi Terapi Obat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir thesis ini.

Bogor, 14 Agustus 2008

Muhammad Buwing NIM. G551060321

(3)

ABSTRACT

MUHAMMAD BUWING. Mathematical Model of Age Structure of HIV Virus Infection with Drugs Therapy Combination. Under direction of PAIAN SIANTURI and ALI KUSNANTO.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) is a virus that attacks blood cell leucocyt. Various anti viral drugs are applied for therapy: Reverse Transcriptase Inhibitor (RTI), Protease Inhibitor (PI) and Entry Inhibitor (EI). Here, three mathematical models are studied i.e. no drugs therapy, therapy combination of RTI and PI, and therapy combination of EI and PI. The reproduction number R is obtained from each model and it is studied to know the influence of therapy combination to viral population. The result shows that in the no drugs therapy, each virus may infect more than one cell. With high PI efficacy for therapy combination of RTI and PI as well as therapy combination of EI and PI, the viral population can be decreased. From two combination therapies with the smaller control value of virus replication r, it is shown that the therapy combination of EI and PI are more effective than therapy combination of RTI and PI. At the bigger value r, it is shown that therapy combination of RTI and PI are more effective than therapy combination of EI and PI.

Keywords: Human Immunodeficiency Virus, drugs therapy combination, reproduction number, viral population.

(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD BUWING. Model Matematika Struktur Umur Infeksi Virus HIV dengan Kombinasi Terapi Obat. Dibimbing oleh PAIAN SIANTURI dan ALI KUSNANTO.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sel

darah putih sebagai sistem kekebalan tubuh manusia. Waktu yang dilewati virus sejak masuk ke dalam sel darah putih sehat disebut dengan umur infeksi. Dari struktur umur infeksi inilah dibentuk suatu model matematika. Walau belum ditemukannya obat secara total bagi penderita HIV, namun berbagai macam terapi obat terhadap virus HIV telah banyak digunakan, diantaranya kombinasi terapi obat Reverse Transcriptase Inhibitor (RTI) dan Protease Inhibitor (PI) serta Entry

Inhibitor (EI) dan Protease Inhibitor (PI). Dalam penelitian ini, model struktur

umur infeksi virus HIV tanpa dan dengan kombinasi terapi obat dikaji dan dibandingkan melalui Bilangan Reproduksi untuk melihat pengaruh terapi terhadap populasi virus. Dampak kombinasi terapi dan perbandingan keefektifan dua kombinasi terapi dapat diketahui dengan mengkaji Bilangan Reproduksi R dan populasi virus V pada model struktur umur infeksi virus HIV dengan kombinasi terapi obat. Penelitian ini mengkaji tiga model matematika yakni Model I (tanpa terapi Obat), Model II (kombinasi terapi obat RTI dan PI) dan Model III (kombinasi terapi obat EI dan PI).

Hasil kajian menunjukkan bahwa dari Model I (tanpa terapi obat), virus akan menginfeksi lebih dari satu sel darah putih pada umur infeksi a > 0.412 hari, artinya jika tanpa terapi obat, maka virus akan menginfeksi populasi sel pada umur infeksi lebih dari 0.412 hari ( + 10 jam).

Pada Model II, terdapat nilai konstanta pengontrol replikasi virus r yang sangat memengaruhi besar kecilnya nilai kemujaraban obat yang digunakan. Kajian dilakukan dengan menggunakan alat bantu sofware komputer Matematica. Pada kombinasi terapi obat RTI dan PI untuk r = 1 dan dengan kemujaraban obat PI 40%, berakibat populasi virus cenderung menurun dengan kemujaraban obat RTI lebih besar atau sama dengan 84%. Pada kemujaraban obat PI 50%, populasi virus cenderung menurun dengan kemujaraban obat RTI lebih besar atau sama dengan 65%. Pada kemujaraban obat PI 60%, populasi virus cenderung menurun dengan kemujaraban obat RTI lebih besar atau sama dengan 16%.

Untuk r = 2 dengan kemujaraban obat PI 40% pada Model II, berakibat populasi virus cenderung menurun dengan kemujaraban obat RTI lebih besar atau sama dengan 58%. Pada kemujaraban obat PI 50%, populasi virus akan cenderung turun dengan kemujaraban obat RTI lebih besar atau sama dengan 41%. Pada kemujaraban obat PI 60%, populasi virus akan cenderung turun dengan kemujaraban obat RTI lebih besar atau sama dengan 7%.

Untuk r = 5 dengan kemujaraban obat PI 40%, berakibat populasi virus cenderung menurun dengan kemujaraban obat RTI lebih besar atau sama dengan 30%. Pada kemujaraban obat PI 50%, populasi virus akan cenderung menurun dengan kemujaraban obat RTI lebih besar atau sama dengan 19%. Pada kemujaraban obat PI 60%, populasi virus akan cenderung menurun dengan kemujaraban obat RTI lebih besar atau sama dengan 3%.

(5)

Jadi secara umum, pada Model II dengan nilai sebarang r, semakin besar nilai kemujaraban obat PI diberikan, maka semakin cepat populasi virus berkurang.

Pada Model III, pada kemujaraban obat PI 40%, berakibat populasi virus cenderung menurun dengan kemujaraban obat EI lebih besar atau sama dengan 37%. Pada kemujaraban obat PI 50%, virus cenderung menurun dengan kemujaraban obat EI lebih besar atau sama dengan 23%. Pada kemujaraban obat PI 60%, maka virus cenderung turun dengan kemujaraban obat EI lebih besar atau sama dengan 5%.

Jadi secara umum, pada Model III semakin besar nilai kemujaraban obat obat PI diberikan maka semakin cepat populasi virus berkurang sesuai dengan berjalannya waktu.

Hasil kajian perbandingan Model I, II dan III dengan penetapan r = 1, dan

nilai kemujaraban obat PI 50% menunjukkan bahwa tanpa terapi obat, berakibat virus akan menginfeksi populasi sel darah putih pada umur infeksi lebih dari 0.412 hari (lebih dari 10 jam), sedang dengan kombinasi terapi menunjukkan bahwa sesuai berjalannya waktu populasi virus cenderung menurun pada nilai kemujaraban RTI lebih besar atau sama dengan 65% dan EI lebih besar atau sama dengan 23%.

Keefektifan dua kombinasi terapi obat sangat bergantung pada nilai r. Hasil kajian menunjukkan pada r = 1 dan 2, Model III (kombinasi terapi obat EI dan PI) lebih efektif dari Model II (kombinasi terapi obat RTI dan PI), sedangkan pada

r = 5, kombinasi terapi obat Model II lebih efektif dari Model III. Jadi secara

umum bahwa semakin kecil nilai r diberikan menunjukkan bahwa Model III lebih efektif dari Model II, sebaliknya semakin besar nilai r diberikan maka Model II lebih efektif dari Model III.

Kata kunci : Human Immunodeficiency Virus, Kombinasi Terapi obat, Bilangan Reproduksi, Populasi virus.

(6)

©

Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh hasil karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilimiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.

(7)

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI

VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT

MUHAMMAD BUWING

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Matematika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Model Matematika Struktur Umur Infeksi Virus HIV dengan Kombinasi Terapi Obat

Nama : Muhammad Buwing

NIM : G551060321

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Paian Sianturi. Drs. Ali Kusnanto M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Matematika Dekan Sekolah Pasca Sarjana Terapan

Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2007 ini adalah Model Matematika Struktur Umur Infeksi Virus HIV dengan Kombinasi Terapi Obat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Paian Sianturi dan Bapak Drs. Ali Kusnanto M.Si selaku pembimbing yang telah banyak membimbing dan mengarahkan serta Bapak Ir. Ngakan Komang Kutha Ardana, M.Sc selaku penguji yang telah banyak memberikan saran. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Departemen Agama Republik Indonesia untuk beasiswa yang tersedia dan kepada rekan-rekan mahasiswa atas diskusinya. Semoga atas semua kebaikan dapat bernilai ibadah dan dibalas oleh Allah SWT dengan kebaikan yang berlipat.

Terakhir kepada ibu, istri, mertua dan seluruh keluarga yang memberikan motivasi, semangat, do’a dan kasih sayang penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih. Kepada Muhammad Raihan Alfaruq, Muhammad Farhan Ashiddiqi dan Muhammad Dzaky Ihsan Fachry penulis mohon maaf atas kurangnya waktu sebab kesibukan selama proses penulisan tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 14 Agustus 2008

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 15 Oktober 1969 dari Ayah Kromorejo dan Ibu Darni. Penulis merupakan putra ketujuh dari sepuluh bersaudara.

Tahun 1989 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Medan Sumatera Utara dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IAIN Medan melalui Seleksi Masuk IAIN. Penulis memilih Jurusan Tadris Matematika, Fakultas Tarbiyah. Kesempatan untuk melanjutkan program magister pada program studi Matematika Terapan dan pada perguruan tinggi IPB diperoleh pada tahun 2006.

Penulis adalah Guru Tsanawiyah di MTsN Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara sejak Juli 2003. Mata pelajaran yang diajarkan adalah Matematika.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... ..xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... ...xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Persamaan Diferensial Linear ... 3

Titik Tetap ... 3

Titik Tetap Stabil... 3

Nilai Eigen dan Vektor Eigen ... 3

Analisis Kestabilan Titik Tetap ... 4

Bilangan Reproduksi ( R ) ... 4

MODEL MATEMATIKA Interaksi Virus Terhadap Sel Darah Putih Sehat ... 5

Kombinasi Terapi ... 7

Asumsi Model ... 8

Model ... 8

Model I : Tanpa Terapi Obat ... 8

Terapi Obat... 9

Model II : Kombinasi Terapi Obat RTI dan PI ··· 9

Model III : Kombinasi Terapi Obat EI dan PI ··· 10

Nilai Parameter... 10

PEMBAHASAN Model I : Tanpa Terapi Obat ... 13

Model II : Kombinasi Terapi Obat RTI dan PI ... 14

Model III : Kombinasi Terapi Obat EI dan PI ... 17

Perbandingan Model II dan III Terhadap Muatan Virus ... 19

Pemberian Nilai Konstanta ρ pada Bilangan Reproduksi Model II dan Model III ... 19

Perbandingan Model I, II dan III Terhadap Muatan Virus ... 21

Pemberian Nilai Konstanta ρ pada Populasi Virus ... 22

(13)

Populasi Virus Model III ... 24

Perbandingan Populasi Virus Model II dan III ... 26

KESIMPULAN ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Definisi Notasi Tanpa Terapi Obat ... 9

2 Nilai Parameter... 11

3 Pemberian Nilai r Terapi RTI dan PI ... 17

4 Pemberian Nilai εPI Terapi EI dan PI ... 18

5 Pemberian Nilai r pada Dua Bilangan Reproduksi ... 20

6 Pemberian Nilai r pada Populasi Virus terapi RTI dan PI ... 24

7 Pemberian Nilai εPI pada Populasi Virus Terapi EI dan PI ... 25

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Proses Infeksi Virus HIV Terhadap Sel Darah Putih Sehat ... 5

2 Diagram penyebaran virus ... 6

3 Peran Obat RTI dan PI terhadap virus HIV ... 7

4 Skema Model Struktur Umur Infeksi Virus HIV ... 8

5 Plot perubahan fungsi Laju Produksi Virus untuk nilai q = 10, 1, 0.1 ... 12

6 Plot Bilangan Reproduksi Virus Tanpa terapi Obat ... 14

7 Plot perubahan fungsi

η ε

( RTI)untuk r = 1, 2, 5 ... 15

8 Plot Bilangan Reproduksi Terapi kombinasi RTI dan PI dengan r = 1, 2 dan 5 serta εPI =0.4, 0.5 dan 0.6 ... 16

9 Plot Bilangan Reproduksi Terapi kombinasi EI dan PI dengan εPI =0.4, 0.5 dan 0.6 ... 18

10 Perbandingan terapi kombinasi Terhadap Bilangan Reproduksi II dan III .. 19

11 Perbandingan Model I, II dan III... 21

12 Nilai kemujaraban obat RTI dengan penetapan kemujaraban obat PI, εPI = 0.4, 0.5, 0.6 dan r = 1, 2, 5 ... 23

13 Nilai kemujaraban obat EI dengan penetapan kemujaraban obat PI, εPI = 0.4, 0.5 dan 0.6 ... 25

14 Perbandingan terapi kombinasi dengan penetapan kemujaraban obat PI, εPI = 0.5 ... 26

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Penurunan Bilangan Reproduksi Virus (R0) Tanpa Terapi Obat ... 31

2 Penyederhanaan Bilangan Reproduksi Virus HIV dari terapi kombinasi

RTI dan PI ... 33 3 Plot gambar dengan menggunakan software Mathematica ... 34

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Aquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) yang melumpuhkan sistem kekebalan

tubuh seseorang. Virus HIV ditemukan pada awal tahun 1980 dan dilaporkan bahwa penyakit AIDS sudah menyebar pada sebagian besar daerah di belahan bumi. Sudah lebih dari 60 juta orang terinfeksi, dan sepertiga dari mereka meninggal dunia (Fauci, 2003). Sampai saat ini, belum ditemukan obat penyembuhan secara total bagi penderita virus HIV. Walaupun begitu, telah ditemukan beberapa jenis terapi obat untuk menghambat laju pembentukan virus baru. Terapi tersebut berupa obat anti virus yakni Protease Inhibitor (PI), Entry

Inhibitor (EI), dan Reverse Transcriptase Inhibitor (RTI) ( Madigan dan

Martinko 2006).

Jika obat anti virus dengan kombinasi digunakan dengan benar, maka diharapkan terjadi penekanan bertambahnya virus HIV di dalam sel darah putih, sehingga kekebalan tubuh akan kembali meningkat ke tahap normal. Keteraturan mengonsumsi obat anti virus ini dapat mencegah resistensi virus terhadap obat tersebut (Zein 2006).

Infeksi Virus HIV dimulai dari penyerangan virus ke dalam sel darah putih. Waktu yang dilewati sejak virus menembus sel inilah yang disebut dengan umur infeksi. Berdasar umur infeksi lalu dibentuk model struktur umur infeksi virus HIV yang disusun oleh Nelson et al. (2004).

Dalam tulisan ini akan dibahas model struktur umur infeksi virus HIV dengan terapi kombinasi obat serta pengaruhnya terhadap dinamika virus, dengan membedakan kombinasi terapi obat menjadi dua tipe yakni:

1 Kombinasi I : Kombinasi RTI dan PI 2 Kombinasi II: Kombinasi EI dan PI.

Dua tipe diatas dimodelkan dalam sistem persamaan diferensial biasa dan parsial. Parameter yang digunakan dalam analisis akan diambil dari Rong et al. (2007).

(18)

2

Tujuan Penelitian

Penulisan ini bertujuan :

1 Mengkaji model struktur umur dengan dan tanpa kombinasi terapi obat. 2 Mengkaji persamaan Bilangan Reproduksi pada masing-masing model

dan populasi virus pada dua model kombinasi terapi obat dengan menggunakan parameter – parameter yang telah diberikan.

3 Melakukan kajian pada model terhadap persamaan Bilangan Reproduksi dan populasi virus dengan menggunakan software komputer

(19)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Persamaan Diferensial Linear

Jika suatu Sistem Persamaan Diferensial (SPD) dinyatakan sebagai

(1)

0

, (0) , n

x& =Ax +b x =x x ∈ℜ

Dengan A adalah matriks koefisien berukuran n×n dan vektor konstan , maka sistem tersebut dinamakan SPD linear orde 1 dengan kondisi awal

n

b∈ℜ

0

(0)

x =x . Sistem (1) disebut homogen, jika b=0 dan non homogen jika b0. [Tu 1994] Titik Tetap Diberikan SPD ( ); n dx x f x x dt = =& ∈ℜ (2)

Titik x* disebut titik tetap jika f(x*)=0. Titik tetap disebut juga titik kritis atau kesetimbangan.

[Tu 1994]

Titik Tetap Stabil

Misalkan x* adalah titik tetap sebuah persamaan diferensial dan x(t) adalah solusi dengan kondisi awal x(0)=x0, dimana x0 ≠ x*. Titik x* dikatakan titik tetap

stabil, jika untuk setiap ε > 0, terdapat r > 0, sedemikian sehingga x0x* < , r

maka x t( )−x* < untuk t > 0. ε

[Vershult 1990]

Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Jika A adalah matriks nä n, maka sebuah vektor taknol x di dalam Rn

disebut vektor eigen dari A, jika Ax adalah sebuah kelipatan skalar dari x; jelasnya:

Ax = λ x (3)

untuk skalar sebarang λ . Skalar λ disebut nilai eigen dari A, dan x disebut sebagai vektor eigen dari A terkait dengan λ .

(20)

4

Untuk memperoleh nilai eigen dari sebuah matriks A, nä n, persamaan (3)

dapat ditulis kembali sebagai

(A - λ I) x = 0 (4) dengan I matriks Identitas. Persamaan (4) mempunyai solusi tak nol jika dan hanya jika

det (A - λ I) = | A - λ I | = 0. (5) Persamaan (5) disebut persamaan karakteristik dari matriks A, skalar-skalar yang memenuhi persamaan ini adalah nilai-nilai eigen A.

[Anton 2000]

Analisis Kestabilan Titik Tetap

Analisa kestabilan untuk setiap titik tetap yang berbeda untuk setiap nilai

eigen yakni:

1 Sistem x& =A x adalah stabil jika dan hanya jika setiap nilai eigen dari A bernilai negatif.

2 Sistem x& =A x adalah tidak stabil jika dan hanya jika minimal satu nilai eigen dari A bernilai positif.

[Borrelli dan Coleman 1998]

Bilangan Reproduksi ( R )

Bilangan Reproduksi ( R ) adalah rata-rata banyaknya sel darah putih yang

terinfeksi oleh sebuah virus selama virus tersebut hidup, dengan asumsi semua sel bersifat rentan. Ketika

1 R < 1, berarti masing-masing virus menginfeksi kurang dari satu sel darah putih. Hal ini akan berakibat bahwa penyakit akan hilang dari populasi. 2 R > 1, berarti masing-masing virus menginfeksi lebih dari satu sel. Hal ini

berakibat bahwa penyakit akan menyerang populasi sel.

(21)

5

MODEL MATEMATIKA

Interaksi Virus Terhadap Sel Darah Putih Sehat

AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV. Virus ini merusak sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh mudah diserang berbagai penyakit lain yang dapat berakibat fatal. Berkurangnya kekebalan tubuh itu sendiri disebabkan berkurangnya sel darah putih sehat karena diserang oleh virus HIV.

Setelah virus HIV memasuki sel darah putih sehat dalam tubuh seseorang, maka tubuh itu terinfeksi dan virus mulai bekerja memperbanyak diri (replikasi). Menurut pemeriksaan laboratorium, selama masa infeksi 2-12 minggu, seseorang sangat infeksius, dan mudah menularkan kepada orang lain. Hampir 30-50% penderita HIV mengalami masa infeksi akut yakni demam, pembesaran kelenjar getah bening, keringat malam, ruam kulit, sakit kepala dan batuk (Zein 2006).

Proses infeksi virus HIV terhadap sel darah putih sehat dapat dilihat pada Gambar 1.

1 Virus masuk ke dalam sel darah putih sehat, 2 Enzim virus yakni RT (Reverse

Transcriptase) pada genom RNA virus membuat salinan DNA, 3 DNA virus bergabung dengan DNA inang, membentuk RNA virus dalam jumlah banyak, 4 RNA virus membentuk protein virus, 5 Protein virus membentuk Protease virus, 6 Virus-virus matang keluar dari inang

Gambar 1 Proses Infeksi Virus HIV terhadap sel Darah Putih Sehat (Feng dan Rong 2006)

(22)

6

Proses infeksi diawali masuknya virus ke dalam sel darah putih sehat. Di dalam sel, enzim virus yakni Reverse Transcriptase (RT) pada genom Ribonucleic

Acid (RNA) virus, membuat suatu salinan Deoxyribonucleic Acid (DNA). DNA

virus akan bergabung dengan DNA inang membentuk RNA virus dalam jumlah banyak, lalu RNA virus akan membentuk protein virus. Dari protein virus dihasilkan protease virus untuk menghasilkan virus baru yang siap menyerang sel darah putih sehat lainnya. Perelson (2002) menunjukkan diagram penyebaran virus tersebut pada Gambar 2.

k

Laju Infeksi

p

Laju produksi virus

T* Sel Darah Putih sehat mati c m mati s V Virus

Sel darah putih terinfeksi

δ

mati

Gambar 2 Diagram penyebaran virus

Pada Gambar 2, sel darah putih sehat (T) terinfeksi Virus (V) dengan laju k sehingga terbentuk sel darah putih terinfeksi (T*). Sel darah putih diasumsikan diproduksi dengan laju s dan mati pada laju m . Sel terinfeksi akan mati secara alami dengan laju δ. Virus baru berkembang dengan laju p. Virus akan mati

secara alami dengan laju c.

Waktu yang dilewati sejak virus menembus sel darah putih disebut dengan umur infeksi. Berdasar umur infeksi inilah lalu dibentuk model struktur umur infeksi virus HIV ( Nelson et al. 2004 ).

(23)

7

Kombinasi Terapi

Kombinasi terapi obat diharapkan mampu menekan virus HIV dalam sel darah putih. Kombinasi obat meliputi RTI dan PI, serta EI dan PI. Peran dari RTI dan PI dapat dijelaskan pada Gambar 3.

1 Virus masuk ke dalam sel darah putih sehat

2 RTI menghalangi enzim virus yakni RT membuat salinan DNA

3 RNA virus tidak dihasilkan dalam jumlah banyak

4 RNA virusmembentuk protein virus yang tidak sempurna

5 PI menghalangi protein virus membentuk Protease virus

6 Virus mati

Gambar 3 Peran obat RTI dan PI terhadap virus HIV (Feng dan Rong 2006)

Selama proses enzim virus yakni RT membuat suatu salinan DNA dari genom RNA virus, jika ada RTI, maka genom RNA virus tidak akan dicopy ke

dalam DNA, dan virus baru tidak akan dihasilkan. Ketika virus mereplikat, DNA nya dibaca untuk menghasilkan protein-protein virus yang kemudian menghasilkan Protease virus. Protease virus diperlukan untuk menghasilkan virus. Jika protease virus dihambat dengan obat PI, maka virus baru tidak akan dihasilkan (Zein 2006).

Kombinasi terapi obat EI dan PI bermanfaat menghalangi masuknya virus ke dalam sel darah putih sehat dan menghalangi infeksi yang berkelanjutan (Zein 2006).

Untuk lebih memudahkan pemahaman tulisan ini, diberikan skema Model Struktur Umur Infeksi pada Gambar 4.

(24)

8

M

Mooddeell SSttrruukkttuurr UUmmuurr

T

Teerraappii OObbaatt

Gambar 4 Skema Model Struktur Umur Infeksi Virus HIV

Dalam tulisan ini yang dianalisis secara rinci adalah model struktur umur dengan menggunakan terapi kombinasi obat yakni kombinasi RTI dan PI serta EI dan PI.

Asumsi Model

Beberapa asumsi mendasar yang digunakan untuk penyusunan model matematika adalah :

1 Virus yang baru dihasilkan adalah virus terinfeksi.

2 Tidak ada mikro organisme lain yang menyerang sel darah putih sehat selain virus HIV.

3 Semua sel darah putih bersifat rentan terinfeksi.

Model

Model yang akan disusun berdasar asumsi di atas menggunakan tiga variabel yakni populasi sel darah putih sehat T, sel terinfeksi T*, dan virus V .

Model tersebut terdiri dari:

Model I : Tanpa Terapi Obat

Model struktur umur infeksi HIV tanpa terapi obat diberikan oleh Nelson

et al. (2004) : T TaannppaaTTeerraappiiOObbaatt K KoommbbiinnaassiiOObbaatt • •RReevveerrsseeTTrraannssccrriippttaasseeIInnhhiibbiittoorr ddaann P PrrootteeaasseeIInnhhiibbiittoorr • •EEnnttrryyIInnhhiibbiittoorrddaannPPrrootteeaasseeIInnhhiibbiittoorr

(25)

9 0 ( ) , * ( , ) *( , ) ( ) * ( , ), ( ) ( ) * ( , ) , *(0, ) , d T t s mT kV T dt T a t T a t a T a t t a d V t p a T a t da cV dt T t kV T δ ∞ = − − ∂ += − ∂ ∂ = − =

(6)

dengan penjelasan notasi diberikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Definisi Notasi Tanpa Terapi Obat

Notasi Keterangan ( )

T t Populasi sel darah putih sehat pada waktu t

*( , )

T a t Populasi sel darah putih terinfeksi dengan umur infeksi a (waktu yang telah dilewati sejak virus

menembus sel) pada waktu t

V(t) Virus yang terinfeksi pada waktu t

s Laju produksi sel darah putih sehat

m Laju kematian sel darah putih sehat ( )a

δ Laju kematian sel darah putih terinfeksi bergantung umur infeksi a

c Laju kematian virus

k Laju infeksi sel darah putih ( )

p a Laju produksi virus dengan umur infeksi a

Terapi Obat

Terapi obat dilakukan dengan kombinasi obat yang dimodelkan dengan Model II : Terapi Kombinasi Obat RTI dan PI dan Model III : Terapi Kombinasi Obat EI dan PI.

Model II : Kombinasi Terapi RTI dan PI

Rong et al. (2007) memberikan model struktur umur dengan terapi

(26)

10 0 0 ( ) ( ) ( ) * ( , ) , * ( , ) * ( , ) ( ) * ( , ) ( ) ( ) * ( , ), ( ) (1 )(1 ( )) ( ) *( , ) , *(0, ) , RTI RTI PI d T t s mT kV T a T a t da dt T a t T a t a T a t a T a t t a d V t a p a T a t da cV dt T t kV T η ε β δ η ε β ε β ∞ ∞ = − − + ∂ += − ∂ ∂ = − − − =

(7)

dengan ( )β a merupakan proporsi sel terinfeksi pada umur infeksi a, εRTI adalah

kemujaraban obat RTI, dan εPI menunjukkan kemujaraban obat PI.

RTI

ε , εPI œ [0,1].

Model III : Kombinasi Terapi Obat EI dan PI

Rong et al. (2007) memberikan model struktur umur dengan terapi

kombinasi EI dan PI yakni :

0 ( ) (1 ) * ( , ) * ( , ) ( ) * ( , ) ( ) (1 )(1 ( )) ( ) * ( , ) , *(0, ) (1 ) EI PI PI d T t s mT kV T dt T a t T a t a T a t t a d V t a p a T a t da cV dt T t kV T ε δ ε β ε ∞ = − − − ∂ += − ∂ ∂ = − − − = −

(8)

dengan εEI merupakan kemujaraban obat EI. εEI œ [0,1].

Nilai Parameter

Nilai parameter yang digunakan dalam simulasi diambil dari Rong et al.

(27)

11

Tabel 2 Nilai Parameter

Notasi Definisi Nilai

a1 Waktu ketika enzim virus (RT)

mulai membuat salinan DNA

0.25 hari

δ Laju kematian sel terinfeksi 1 hari-1

c Laju kematian virus 23 hari-1

s Laju pengerahan sel darah putih sehat

104 ml-1 hari-1

m Laju kematian sel darah putih sehat 0.01 hari-1

k Laju perubahan sel darah putih sehat menjadi terinfeksi

2.4ä10-8

ml hari-1

(28)

12

PEMBAHASAN

Untuk mengetahui perkembangan virus, dilakukan kajian terhadap Bilangan Reproduksi dan populasi virus. Bilangan Reproduksi tersebut meliputi Bilangan Reproduksi model tanpa terapi obat dan Bilangan Reproduksi model terapi kombinasi obat, sedangkan populasi virus hanya meliputi populasi virus model terapi kombinasi obat.

Kombinasi obat dilakukan dengan dua macam cara. Cara pertama dengan kombinasi obat RTI dan PI (Kombinasi I) dan cara kedua dengan kombinasi obat EI dan PI (Kombinasi II). Pada dua jenis kombinasi terapi tersebut akan dikaji keefektifannya.

Nelson et al. (2004) merumuskan laju produksi virus yakni :

p(a) = (9) 1 ( ) * (1 ) 0 a a p e−θ − ⎧ − ⎨ ⎩ 1 jika : lainnya aa

dengan q merupakan konstanta laju produksi virus. a1 adalah waktu ketika enzim

virus (RT) mulai membuat salinan DNA. Dengan mengambil a1=0.25 hari dan

p*=6.4201ä103 virus hari-1, diperoleh plot perubahan fungsi p(a) pada Gambar 5.

a 2 4 6 8 10 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 p(a) 0.25

Umur infeksi (hari)

q =0.1 q =1

q =10

(29)

13

Model I : Tanpa Terapi Obat

Dari Model I diperoleh titik kesetimbangan yakni E (T, T*, V) = (s/m, 0, 0)

(lihat lampiran1 halaman 31, 32). Pada titik kesetimbangan ini diperoleh Matriks

Jacobi: JE = 0 0 ( ) 0 ( ) ks m m ks a m . p a c δ − ⎡ ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦ (10)

Dengan penghitungan det (JE-λI) = 0 diperoleh nilai eigen yakni :

1 λ = −m 2,3 λ = 1( ( )) 1 ( ( ))2 4[ ( ) ( ) ]. 2 2 ks c a c a c a p a m δ δ δ − + ± + − − (11)

Kestabilan akan diperoleh jika semua nilai eigen bernilai negatif. Karena semua parameter bernilai positif, maka nilai eigenλ1 dan λ2akan bernilai negatif. Agar nilai eigen λ3 bernilai negatif maka haruslah

4[c ( )a p a( )ks] 0 m δ − > , sehingga ( ) ( )ks c a p a m δ > , ( ) 1. ( ) c a ks p a m δ > (12)

Dari (12) diperoleh Bilangan Reproduksi virus untuk Model I yang didefinisikan dengan R0 dan dirumuskan :

0 ( ) . ( ) kp a s R mcδ a = (13)

(30)

14 1 ( ) * 0 [1 ] 0 a a kp e R θ − − ⎧ − = ⎨ ⎩ (14) 1 untuk : lainnya. aa

Dengan mengambil q=1, a1=0.25 hari, p*=6.4201ä103 virus hari-1, k=2.4ä10-8 ml hari-1, s =104 ml-1 hari-1, c = 23 hari-1, δ(a) =1 hari-1 dan m = 0.01 hari-1, dihasilkan plot Bilangan Reproduksi virus tanpa terapi obat (14) pada Gambar 6. 1 2 3 4 5 6 a 1 2 3 4 5 6 7 8 R0 0.412

Umur Infeksi (a) dalam hari

Gambar 6 Plot Bilangan Reproduksi Virus tanpa terapi obat

Dari Gambar 6 diperoleh bahwa pada saat R0 > 1, berarti masing-masing

virus menginfeksi lebih dari satu sel darah putih yakni pada umur infeksi a > 0.412 hari.

Jadi pada kondisi tanpa terapi obat, virus dalam tubuh manusia dapat menginfeksi populasi sel darah putih pada umur infeksi a > 0.412, berarti penyakit dapat menyerang populasi sel darah putih dalam umur infeksi lebih besar dari 0.412 hari ( lebih besar dari 10 jam).

Model II : Kombinasi Terapi Obat RTI dan PI

Bilangan Reproduksi virus HIV dari kombinasi terapi obat RTI dan PI didefinisikan dengan R1 dan dirumuskan :

1 ( ) 1 , RTI a 0 R =e− η ε M (15)

(lihat Rong et al. 2007), dengan

(31)

15 1 * 0 (1 ) , ( ) a PI sk M cm δ p e θ ε δ θ δ − = − + (16) dan ( RTI)=- ln(1- RTI), η ε ρ ε (17)

dengan δ = δ(a) dan r konstanta pengontrol replikasi virus yang menentukan perubahan bentuk fungsi.

Dengan pemberian nilai r = 1, 2, 5 pada (17) diperoleh plot perubahan fungsi

η ε

( RTI) pada Gambar 7.

0.2 0.4 0.6 0.8 1 ∂RTI 2.5 5 7.5 10 12.5 15 17.5 20 ∂ η( RTI) r=5 r=1 r=2

Gambar 7 Plot perubahan fungsi

η ε

( RTI)untuk r = 1, 2 dan 5

Dari (15), (16) dan (17) diperoleh :

1

1 (1 )

a

RTI 0

R = −ε ρM . (18)

(Lihat lampiran 2 halaman 33).

Untuk melihat dampak kombinasi terapi obat RTI dan PI terhadap virus HIV ditetapkan nilai kemujaraban obat εPI = 0.4, 0.5 dan 0.6. Untuk mengetahui

kondisi bebas penyakit maka dipilih R1 lebih kecil dari satu.

Untuk menyelidiki apakah populasi virus akan turun dapat dikaji dengan pemberian nilai konstanta pengontrol replikasi virus (ρ) dengan nilai sebesar 1, 2 dan 5, dan nilai kemujaraban obat PI yang berbeda. Perbandingan model II

(32)

16

dengan pemberian nilai εPI = 0.4, 0.5 dan 0.6 penurunan populasi virus HIV dapat

dijelaskan dalam Gambar 8.

(i) Untuk ρ = 1 (ii) Untuk ρ = 2 0.2 0.4 0.6 0.8 1 ∂RTI 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 R1 0.2 0.4 0.6 0.8 1 ∂RTI 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 R1 (iii) Untuk ρ = 5 0.2 0.4 0.6 0.8 1 ∂RTI 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 R1 Keterangan: : εPI = 0.4 : εPI = 0.5 : εPI = 0.6

Gambar 8 Plot Bilangan Reproduksi terapi kombinasi RTI dan PI dengan ρ = 1, 2 dan 5, serta εPI = 0.4, 0.5 dan 0.6

(33)

17

Tabel 3 Pemberian Nilai ρ Terapi RTI dan PI

Gambar 8 ρ Nilai εRTI pada

εPI = 0.4

Nilai εRTI pada

εPI = 0.5

Nilai εRTI pada

εPI = 0.6

(i) 1 εRTI ≥ 0.84 εRTI 0.65 ≥ εRTI ≥ 0.16

(ii) 2 εRTI 0.58 ≥ εRTI 0.41 ≥ εRTI ≥ 0.07

(iii) 5 εRTI 0.30 ≥ εRTI 0.19 ≥ εRTI ≥ 0.03

Dari Gambar 8 dan Tabel 3 diperoleh bahwa pada kondisi bebas penyakit (R1 < 1), untuk :

1 Nilai εPI = 0.4 (40%), dengan ρ =1, R1 turun secara nonlinear pada nilai εRTI

lebih besar atau sama dengan 84%, dengan nilai ρ =2 R1 turun pada nilai εRTI

lebih besar atau sama dengan 58% dan dengan ρ =5 R1 turun pada nilai εRTI

lebih atau sama dengan 30%.

2 Nilai εPI = 0.5 (50%), dengan ρ =1, R1 turun secara nonlinear pada nilai εRTI

lebih besar atau sama dengan 65%, dengan nilai ρ =2 R1 turun pada nilai εRTI

lebih besar atau sama dengan 41% dan dengan ρ =5 R1 turun pada nilai εRTI

lebih besar atau sama dengan 19%.

3 Nilai εPI = 0.6 (60%), dengan ρ =1, R1 turun secara nonlinear pada nilai εRTI

lebih dari atau sama dengan 16%, dengan nilai ρ =2 R1 turun pada nilai εRTI

lebih besar atau sama dengan 7% dan dengan ρ =5 R1 turun pada nilai εRTI

lebih besar atau sama dengan 3%.

Pada kondisi tersebut di atas mengindikasikan bahwa populasi virus akan berkurang.

Model III : Kombinasi Terapi Obat EI dan PI

Bilangan Reproduksi virus HIV dari terapi kombinasi obat EI dan PI didefininisikan dengan R2 dan dirumuskan dengan :

2 (1 EI) 0

R = −ε M . (19)

(34)

18

Untuk melihat dampak kombinasi terapi obat EI dan PI terhadap virus HIV, diberikan nilai kemujaraban obat PI, εPI = 0.4, 0.5 dan 0.6. Bilangan

Reproduksi R2 dipilih lebih kecil satu untuk melihat kondisi bebas penyakit

(Heffernan et al. 2005). Dengan pemberian nilai kemujaraban obat εPI = 0.4, 0.5

dan 0.6, dari (16) dan (19) diperoleh plot Bilangan Reproduksi R2 pada Gambar 9.

0.2 0.4 0.6 0.8 1 ∂E I 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 R2 Keterangan : : εPI = 0.4 : εPI = 0.5 : εPI = 0.6

Gambar 9 Plot Bilangan Reproduksi kombinasi terapi EI dan PI dengan εPI = 0.4,

0.5 dan 0.6.

Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4 Pemberian Nilai εPI Terapi EI dan PI

Gambar 9 Pemberian εPI Nilai εEI

(i) 0.4 εEI≥ 0.37

(ii) 0.5 εEI ≥ 0.23

(iii) 0.6 εEI ≥ 0.05

Dari gambar 9 diperoleh bahwa dengan pemberian nilai kemujaraban obat:

1 εPI = 0.4 (40%), pada kondisi bebas penyakit (R2 < 1), R2 turun secara linear

pada nilai εEI lebih besar atau sama dengan 37%.

2 εPI = 0.5 (50%), pada kondisi bebas penyakit (R2 < 1), R2 turun secara linear

pada nilai εEI lebih besar atau sama dengan 23%.

3 εPI = 0.6 (60%), pada kondisi bebas penyakit (R2 < 1), R2 turun secara linear

pada nilai εEI lebih besar atau sama dengan 5%.

Pada kondisi tersebut di atas mengindikasikan bahwa populasi virus akan berkurang.

(35)

19

Perbandingan Model II dan III Terhadap Muatan Virus

Dari kedua jenis kombinasi terapi akan dibandingkan keefektifannya dikaji dari pemberian nilai konstanta ρ pada Bilangan Reproduksi Model II dan Model III.

Pemberian Nilai Konstanta ρ pada Bilangan Reproduksi Model II dan Model III

Dalam bagian ini akan dibandingkan pengaruh dari dua terapi kombinasi terhadap muatan virus. Untuk mengaji dampak kombinasi terapi obat terhadap virus HIV ditetapkan nilai kemujaraban obat PI εPI = 0.5. Bilangan Reproduksi

dipilih lebih kecil dari satu pada kondisi bebas penyakit dengan R1 lebih kecil

dari satu dan R2 juga lebih kecil satu. Untuk menyelidiki apakah virus akan mati

dapat dikaji pada pemberian nilai konstanta ρ dengan nilai sebesar 1, 2 dan 5. Kematian Virus dapat dijelaskan dalam kajian pada Gambar 10.

0.2 0.4 0.6 0.8 1 ∂RT

,

∂EI 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 R

,

Keterangan :

: Model II (RTI dan PI) dengan r=1

: Model II (RTI dan PI) dengan r=2

: Model II (RTI dan PI) dengan r=5

: Model III (EI dan PI)

R 2

1

Gambar 10 Perbandingan terapi kombinasi terhadap Bilangan Reproduksi Model II dan III (Rong et al. 2007)

(36)

20

Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5 Pemberian Nilai ρ pada Dua Bilangan Reproduksi

Gambar 10 εRTI untuk nilai R1 (εRTI) < 1 εEI untuk nilai R2 (εEI) < 1 ρ =1 εRTI ≥ 0.65 εEI ≥ 0.23

ρ =2 εRTI ≥ 0.41 εEI ≥ 0.23

ρ =5 εRTI ≥ 0.19 εEI ≥ 0.23

Dari ketiga kondisi di atas, dari Gambar 10 dan Tabel 5 diperoleh bahwa pada kondisi bebas penyakit (R1 < 1 dan R2 < 1) :

1 Pada ρ =1, R1 turun secara nonlinear pada nilai εRTI lebih besar atau sama

dengan 65% sedang R2 turun secara linear pada nilai εEI lebih besar atau sama

dengan 23%. Hal ini mengindikasikan bahwa populasi virus akan menurun. Jadi untuk menurunkan muatan virus, pada kondisi ini Model III lebih efektif dari Model II.

2 Pada ρ =2, R1 turun secara nonlinear pada nilai εRTI lebih besar atau sama

dengan 41% sedang R2 turun secara linear pada nilai εEI lebih besar atau sama

dengan 23%. Hal ini mengindikasikan bahwa populasi virus akan menurun. Jadi untuk menurunkan muatan virus, pada kondisi ini Model III lebih efektif dari Model II.

3 Pada ρ =5, R1 turun secara nonlinear pada nilai εRTI lebih besar atau sama

dengan 19% sedang R2 turun secara linear pada nilai εEI lebih besar atau sama

dengan 23%. Hal ini mengindikasikan bahwa populasi virus akan menurun. Jadi untuk menurunkan muatan virus, pada kondisi ini Model II lebih efektif dari Model III.

Dari kondisi tersebut diperoleh bahwa nilai ρ memengaruhi besar kecilnya kemujaraban obat RTI tetapi tidak berpengaruh pada besar kecilnya kemujaraban obat EI.

(37)

21

Perbandingan Model I, II dan III Terhadap Muatan Virus

Model I, II dan III, dibandingkan untuk melihat bagaimana muatan virus jika tanpa dan dengan terapi obat. Pada Model I, karena tidak ada terapi, Bilangan Reproduksi hanya dikaji dari umur infeksi virus, sedang pada Model II dan III karena kemujaraban obat εPI ditetapkan dengan pemberian nilai sebesar 0.5

(50%), maka Model II dengan r =1, Bilangan Reproduksi dikaji dari nilai kemujaraban obat RTI dan Model III, Bilangan Reproduksi dikaji dari nilai kemujaraban obat EI. Masing-masing Bilangan Reproduksi dari ketiga model dikaji pada kondisi bebas penyakit, R1<1, R2<1 dan kondisi populasi sel terjangkit

penyakit oleh populasi virus, R0>1.

Untuk mengetahui perbandingan model tanpa dan dengan terapi obat, yakni model I, II dan III digambarkan pada Gambar 11.

(i) Model I (ii) Model II (iii) Model III

0.5 1 1.5 2 2.5 3 a 1 2 3 4 5 6 7 8 R0 0.2 0.4 0.6 0.8 1∂RTI 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 R1 0.2 0.4 0.6 0.8 1∂EI 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 R2

Gambar 11 Perbandingan Model I, II dan III

Dari Gambar 11 diperoleh bahwa :

1 Tanpa terapi obat, virus akan menginfeksi lebih dari satu sel darah putih pada umur infeksi a > 0.412 hari, hal ini berakibat bahwa jika tanpa terapi obat, virus akan menginfeksi populasi sel darah putih pada umur infeksi lebih dari 0.412 hari ( lebih dari 10 jam).

2 Dengan terapi kombinasi obat RTI dan PI pada kemujaraban obat PI 50%, populasi virus akan cenderung menurun pada kemujaraban obat RTI lebih besar atau sama dengan 65%.

(38)

22

3 Dengan terapi kombinasi obat EI dan PI pada kemujaraban obat PI 50%, populasi virus akan cenderung menurun pada kemujaraban obat EI lebih besar atau sama dengan 23%.

Pemberian Nilai Konstanta ρ Pada Populasi Virus

Keefektifan dua kombinasi terapi dapat juga dijelaskan dengan mengkaji Populasi virus dari kedua jenis model terapi kombinasi :

1 Populasi Virus Model II 2 Populasi Virus Model III.

Populasi Virus Model II

Populasi virus dari kombinasi terapi obat Model II (RTI dan PI) didefinisikan dengan V2 dan dirumuskan :

1 2 1 ( 1) , (1 ) m R V k − = − K (20)

(lihat Rong et al. 2007), dengan 1 [ ( )] 1 ( ) [1 ] ( ) RTI a RTI RTI e δ η ε η ε δ η ε − + = − + K . (21)

Untuk menyelidiki seberapa besar nilai kemujaraban obat RTI berakibat virus akan mati, dilakukan pemberian nilai ρ. Dengan pemberian nilai kemujaraban obat PI 40%, 50% dan 60% serta nilai ρ = 1, 2 dan 5 pada (20) dan

(21), nilai kemujaraban obat RTI pada kematian virus dapat dijelaskan dalam Gambar 12.

(39)

23

Untuk ρ = 1

(i) εPI = 0.4 (ii) εPI = 0.5 (iii) εPI = 0.6

0.2 0.4 0.6 0.8 1 ∂ 50 100 150 200 250 V 2 (ä1000) RTI 80 0.2 0.4 0.6 0.8 1 ∂RTI 20 40 60 100 120 140 V2 0.2 0.4 0.6 0.8 1 ∂ 2.5 5 10 15 20 V2 12.5 17.5 7.5 (ä1000) RTI (ä1000 Untuk ρ = 2

(i) εPI = 0.4 (ii) εPI = 0.5 (iii) εPI = 0.6

Untuk ρ = 5

(i) εPI = 0.4 (ii) εPI = 0.5 (iii) εPI = 0.6

0.2 0.4 0.6 0.8 1 ∂ RTI 50 100 150 200 250 300 V 2 (×1000) 0.2 0.4 0.6 0.8 1∂ 20 40 60 80 100 120 140 V2 (×1000) 0.2 0.4 0.6 0.8 1 ∂ 2.5 5 7.5 10 12.5 15 17.5 20 V2 RTI 0.2 0.4 0.6 0.8 1∂RTI 50 100 150 200 250 V2 (×1000) 140 120 100 80 60 40 20 0.2 0.4 0.6 0.8 1∂RTI V2 ∂ RTI 0.2 0.4 0.6 0.8 1 2.5 5 7.5 10 12.5 15 17.5 20

V

2 (×1000) (×1000) (×1000) RTI

Gambar 12 Nilai kemujaraban obat RTI dengan penetapan kemujaraban obat PI,

(40)

24

Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6 Pemberian nilai ρ pada populasi virus terapi RTI dan PI

Gambar 12 ρ Nilai εRTI pada

εPI = 0.4

Nilai εRTI pada

εPI = 0.5

Nilai εRTI pada

εPI = 0.6

(i) 1 εRTI 0.84 ≥ εRTI ≥ 0.65 εRTI ≥ 0.16

(ii) 2 εRTI ≥ 0.58 εRTI ≥ 0.41 εRTI 0.07

(iii) 5 εRTI ≥ 0.30 εRTI ≥ 0.19 εRTI 0.03

Dari Gambar 12 dan Tabel 6 diperoleh bahwa untuk :

1 Nilai εPI = 0.4 (40%), pada ρ =1 populasi virus akan menurun dengan

kemujaraban obat RTI, εRTI lebih besar atau sama dengan 84%, pada ρ =2

populasi virus akan menurun dengan kemujaraban obat RTI, εRTI lebih besar

atau sama dengan 58%, pada ρ =5 populasi virus akan menurun dengan kemujaraban obat RTI, εRTI lebih besar atau sama dengan 30% .

2 Nilai εPI = 0.5 (50%), pada ρ =1 populasi virus akan menurun dengan

kemujaraban obat RTI, εRTI lebih besar atau sama dengan 65%, pada ρ =2

populasi virus akan menurun dengan kemujaraban obat RTI, εRTI lebih besar

atau sama dengan 41%, pada ρ =5 populasi virus akan menurun dengan kemujaraban obat RTI, εRTI lebih besar atau sama dengan 19% .

3 Nilai εPI = 0.6 (60%), pada ρ =1 populasi virus akan menurun dengan

kemujaraban obat RTI, εRTI lebih besar atau sama dengan 16%, pada ρ =2

populasi virus akan menurun dengan kemujaraban obat RTI, εRTI lebih besar

atau sama dengan 7%, pada ρ =5 populasi virus akan menurun dengan kemujaraban obat RTI, εRTI lebih besar atau sama dengan 3% .

Jadi kemujaraban obat RTI bergantung dari besar kecilnya ρ.

Populasi Virus Model III

Populasi virus dari kombinasi terapi obat EI dan PI didefinisikan dengan

(41)

25 2 3 ( 1 . (1 EI) m R V k ε − = − ) (22)

(lihat Rong et al. 2007).

Untuk menyelidiki seberapa besar nilai keakuratan obat EI berakibat virus akan mati, dapat dikaji dengan pemberian nilai keakuratan obat εPI = 0.4, 0.5 dan

0.6 pada (22). Pengkajian nilai keakuratan obat EI dapat dikaji pada Gambar 13.

(i) εPI = 0.4 (ii) εPI = 0.5 (iii) εPI = 0.6

10 ∂EI 0.2 0.4 0.6 0.8 1 2.5 5 7.5 V3 12.5 15 20 17.5 (×1000) ∂EI 0.2 0.4 0.6 0.8 1 20 40 60 80 100 120 140 V3 (×1000) 0.2 0.4 0.6 0.8 1 ∂EI 50 100 150 200 250 V3 (×1000)

Gambar 13 Nilai kemujaraban obat EI dengan penetapan kemujaraban obat PI,

εPI =0.4, 0.5 dan 0.6 (Rong et al. 2007)

Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7 Pemberian Nilai εPI Pada Populasi Virus Terapi EI dan PI

Gambar 13 Pemberian εPI Nilai εEI

(i) 0.4 εEI≥ 0.37

(ii) 0.5 εEI ≥ 0.23

(iii) 0.6 εEI ≥ 0.05

Dari gambar 13 dan Tabel 7 diperoleh bahwa dengan pemberian nilai kemujaraban obat:

(42)

26

1 εPI = 0.4 (40%), populasi virus akan menurun pada nilai εEI lebih besar atau

sama dengan 37%.

2 εPI = 0.5 (50%), populasi virus akan menurun pada nilai εEI lebih besar atau

sama dengan 23%.

3 εPI = 0.6 (60%), populasi virus akan menurun pada nilai εEI lebih besar atau

sama dengan 5%.

Perbandingan Populasi Virus Model II dan III

Dari populasi virus kedua model kombinasi terapi dibandingkan melalui kajian pada Gambar 14.

(i) r = 1 (ii) r = 2 0.2 0.4 0.6 0.8 1 ∂ 20 40 60 80 100 120 140 V2,V3 (×1000) RTI,∂EI 140 120 100 80 60 40 20 0.2 0.4 0.6 0.8 1 ∂ V2, V3 (×1000) RTI,∂EI (iii) r = 5 0.2 0.4 0.6 0.8 1 ∂ RTI,∂EI 20 40 60 80 100 120 140 V2,V3 Keterangan :

: Kombinasi terapi RTI dan PI

: Kombinasi terapi EI dan PI

(×1000)

Gambar 14 Perbandingan terapi kombinasi dengan penetapan kemujaraban obat PI, εPI = 0.5 (Rong et al. 2007)

(43)

27

Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 8 Pemberian Nilai ρ untuk Populasi Virus Pada Model II dan III Gambar 14 ρ Kemujaraban Obat EI Kemujaraban Obat RTI

(i) 1 εEI 0.23 ≥ εRTI 0.65 ≥

(ii) 2 εEI 0.23 ≥ εRTI 0.41 ≥

(iii) 5 εEI 0.23 ≥ εRTI 0.19 ≥

Dari Gambar 14 dan Tabel 8 di atas, diperoleh bahwa keefektifan obat kombinasi RTI dan PI serta EI dan PI sangat bergatung pada nilai ρ. Dari Terapi Kombinasi obat RTI dan PI dan Terapi obat EI dan PI, dengan asumsi penetapan kemanjuran obat PI 50% (εPI = 0.5) dan nilai ρ, hasil kajian menunjukkan :

1 Untuk nilai konstanta ρ =1 dan 2, Model III ( terapi kombinasi obat EI dan PI) lebih efektif dari Model II (terapi kombinasi obat RTI dan PI).

2 Untuk nilai konstanta ρ = 5, Model II (terapi kombinasi obat RTI dan PI) lebih efektif dari Model III (terapi kombinasi obat EI dan PI).

(44)

28

KESIMPULAN

Dengan melakukan kajian pada Bilangan Reproduksi terhadap Model I (tanpa terapi obat), Model II (kombinasi terapi obat RTI dan PI) dan Model III (kombinasi terapi obat EI dan PI) serta kajian populasi virus pada Model II dan III, dengan pemberian nilai kemujaraban obat PI 40%, 50% dan 60% serta pemberian nilai konstanta pengontrol replikasi virus r sebesar 1, 2 dan 5, dari hasil kajian dapat ditarik beberapa kesimpulan :

1 Pada Model I (tanpa terapi obat) , virus akan menginfeksi populasi sel darah putih pada umur infeksi a > 0.412 hari (a > 10 jam), artinya jika tanpa terapi obat, maka penyakit HIV akan terjangkit pada tubuh seseorang pada umur infeksi lebih dari 10 jam.

2 Pada Model II (kombinasi terapi obat RTI dan PI), diperoleh bahwa semakin besar pemberian nilai kemujaraban obat PI dengan nilai konstanta pengontrol replikasi virus r sebarang, sesuai dengan berjalannya waktu mengakibatkan semakin cepat populasi virus menurun.

3 Pada Model III (kombinasi terapi obat EI dan PI), menunjukkan bahwa semakin besar pemberian nilai kemujaraban obat PI, sesuai dengan berjalannya waktu mengakibatkan semakin cepat populasi virus menurun. 4 Untuk Keefektifan dua kombinasi terapi obat, dari kajian Bilangan Reproduksi

dan populasi virus diperoleh bahwa semakin kecil r maka Model III ( kombinasi terapi obat EI dan PI) lebih efektif dari Model II ( kombinasi

terapi obat RTI dan PI) dan semakin besar r diperoleh Model II lebih efektif dari Model III.

(45)

29

DAFTAR PUSTAKA

Anton H. 2000. Elementary Linear Algebra. Eighth edition. Lehigh Press, Inc. USA

Borrelli RL, Coleman CS. 1998. Differential Equations A Modeling Perspective. John Wiley and Sons, Inc. USA.

Fauci AS. 2003. HIV and AIDS: 20 years of science, Nat. Med., 9, pp. 839-843 Feng Z, Rong L. 2006. The influence of anti-viral drug therapy on the evolution

of HIV-1 pathogens, in Disease Evolution: Models, Concepts, and Data Analyses, Feng Z., Dieckmann U., and Levin S. A., eds., AMS, Providence,

RI, pp. 161-179.

Heffernan JM, Smith RJ, and Wahl LM. 2005. Perspectives on the basic reproductive ratio, Journal of The Royal Society Interface, pp. 1-13.

Madigan MT, Martinko JM. 2006. Brock Biology Of Microorganisms, eleventh edition, Pearson Education, USA.

Nelson PW, Gilchrist MA, Coombs D, Hyman JM, Perelson AS. 2004. An age-structured model of HIV infection that allows for variations in the production rate of viral particles and the death rate of productively infected cells, Math. Biosci., Eng., 1, pp. 267-288.

Perelson AS. 2002. Modelling viral and immune system dynamics, Nature Rev.

Immunol., 2, pp. 28-36.

Rong L, Feng Z, and Perelson AS. 2007. Mathematical Analysis Of Age-Structured HIV-1 Dynamics With Combination Antiretroviral Therapy,

SIAM J. APPL. MATH. Vol. 67, No. 3, pp. 731-756.

Tu PNV. 1994. Dynamical Systems. An Introduction with Applications in

Economics and Biology. Springer-Verlag, New York.

Verhulst F. 1990. Nonlinear Differential Equations and Dynamical Systems. Springer-Verlag, Berlin.

Zein U. 2006. 100 Pertanyaan Seputar HIV/AIDS yang Perlu Anda Ketahui. USU Press

(46)

30

(47)

31

Lampiran1.

Penurunan Bilangan Reproduksi Virus ( R0 )Tanpa terapi Obat

[Persamaan (13)]

Dari persamaan (6), titik kesetimbangan diperoleh jika d T t( ) 0,

dt = * ( , ) 0, T a t t= ∂ ( ) 0 d V t dt = dengan maka: * (0, ) T t =kV T

dari persamaan (6) dengan d T t( ) 0,

dt = tT * ( , )a t 0, ∂ = ∂ ( ) 0 d V t dt = , menjadi: 0= −s mTkV T, sehingga T s , m kV = + dan * ( , ) ( ) *( , ), d T a t a T a t da = −δ sehingga , ( ) * ( , ) a da T a t =kV Te−∫δ dan 0 0 p a T( ) *( , )a t da cV , ∞ =

− sehingga 0 ( ) *( , ) . p a T a t d a V c ∞ =

Titik kesetimbangan diperoleh E (T, T*, V)=( s

m , 0, 0).

Persamaan (6) memiliki Matriks Jacobi: 0 0 ( ) 0 ( ) m kV kT J a kT p a c δ − − − ⎡ ⎤ ⎢ ⎥ = ⎢ − ⎥ ⎣ ⎦ Sehingga ( ,0,0) 0 0 ( ) 0 ( ) s m ks m m ks J a m . p a c δ ⎡ ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ = ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦

(48)

32 0 0 ( ) 0 ( ) ks m m ks a m p a c λ δ λ λ − − − − − = − − 0, sehingga: ( m )[( ( )a )( c ) ( ( )p a ks)] m λ δ λ λ − − − − − − − =0 2 ( m )[ [c ( )]a c ( )a p a( )ks] 0 m λ λ λ δ δ − − + + + − = 1 λ = −m 2,3 λ = 1[ ( )] 1 [ ( )]2 4[ ( ) ( ) ] 2 2 ks c a c a c a p a m δ δ δ − + ± + − −

Kestabilan diperoleh jika nilai eigen λ1, λ2 dan λ3 seluruhnya negatif. Dari Nilai

eigen λ3 jika: 4[ ( ) ( ) ] 0 ks c a p a m δ − = maka λ3 = 0, jika 4[ ( ) ( ) ] 0 ks c a p a m δ − >

maka λ3 < 0, dan jika 4[ ( ) ( ) ] 0 ks

c a p a

m

δ − < maka λ3 > 0.

Jadi agar λ3 bernilai negatif, maka haruslah 4[ ( ) ( ) ] 0 ks

c a p a

m

δ − > .

Untuk memperoleh Bilangan Reproduksi dipilih: 4[c ( )a p a( )ks] 0 m δ − > ( ) cδ a > ( )p a ks m sehingga ( ) 1. ( ) ks p a m cδ a >

Bilangan Reproduksi tanpa terapi obat diperoleh:

0 ( ) . ( ) kp a s R mcδ a =

(49)

33

Lampiran 2.

Penyederhanaan Bilangan Reproduksi virus HIV Pada Terapi Kombinasi RTI dan PI [Persamaan (18)]. 1 ( ) 1 , RTI a 0 R =e− η ε M ...lihat (15) Karena η(εRTI)= -ρln(1-εRTI), maka :

1[ ln(1 )] 1 0 RTI a R =e− −ρ −ε M 1 1 1 [ ln(1 )] 0 [ln(1 ) ] 0 ln(1 ) 0 [ ] RTI RTI RTI a a a e M e M e M ρ ρ ρ ε ε ε − − − = = = 1 ln(1 ) 1 [ ] 0 RTI a R = e −ε ρ M 1 0 (1 RTI) a M ρ ε = −

(50)

34 Lampiran 3. Program Matematica 1. Untuk gambar 5 p@a_, a1_,θ_D:=p∗I1−I −θHa−a1LMM ; p∗=6.4201 103; a=Plot[p[a,0.25,10],{a,0,10},PlotRange→{0 ,8000},Axes Origin → {0,0},PlotStyle→RGBColor[1,0,0]]; b=Plot[p[a,0.25,1],{a,0,10},PlotRange→{0 ,8000},AxesO rigin → {0,0},PlotStyle→RGBColor[1,0,0]]; c=Plot[p[a,0.25,0.1],{a,0,10},]; Show[{a,b,c},AxesLabel→{"a","p(a)"}] 2. Untuk gambar 6 R0@a_, a1_,θ_D:= k sHp∗H1−H −θH a−a1LLL L m cδ ; p∗=6.4201 103; k=2.4 10−8; s=104; m=0.01;δ =1; c=23; a=Plot[R0[a,0.25,1],{a,0,10},PlotRange→{0 ,8},AxesOri gin → {0,0},PlotStyle→RGBColor[0,0,1], AxesLabel→{"a","R0"}] G[a_]:=1; b=Plot[G[a],{a,0, 0.411662}] kons=Table[0.411662,{i,0,1,0.01}]; bts=Table[i,{i,0,1,0.01}]; m=Length[kons]; table1=Table[{kons[[i]],bts[[i]]},{i,1,m}]; c = ListPlot[table1] ; Show[{a,b,c}] 3. Untuk gambar 7 η[∂RT_]:=-ρ Log[1-∂RT ]; ρ=1; a=Plot[η[∂RT],{∂RT,0,1},PlotRange→{0 ,20},AxesOrigin → {0,0},PlotStyle→RGBColor[0,0,1], AxesLabel→{"∂RT","η∂RT"}] η[∂RT_]:=-ρ Log[1-∂RT ]; ρ=2;

b=Plot[η[∂RT],{∂RT,0,1},PlotRange→{0 ,20},AxesOrigin → {0,0},PlotStyle→RGBColor[0,0,1],

AxesLabel→{"∂RT","η∂RT"}] η[∂RT_]:=-ρ Log[1-∂RT ]; ρ=5;

c=Plot[η[∂RT],{∂RT,0,1},PlotRange→{0 ,20},AxesOrigin → {0,0},PlotStyle→RGBColor[0,0,1],

AxesLabel→{"∂RT","η∂RT"}] Show[{a,b,c}]

(51)

35 r1@∂RT_D:= −a1H−ρLog@1−∂RTDL ∗mo; mo= s kθ c mδHθ + δL ∗H1−∂PLp −δa1 ; a1=0.25; s=104; k=2.4 10−8;θ =1; c=23; m=0.01;δ =1; p=6.4201 103; ρ =1; ∂P=0.4; a=Plot[r1[∂RT],{∂RT,0,1},PlotStyle→{RGBColor[1,0,0],Th ickness[.0 1]}] 1 r11@∂RT_D:= −a1H−ρLog@1−∂RTDL ∗mo; mo= s kθ c mδHθ + δL ∗H1−∂PI1Lp −δa1; a1=0.25; s=104; k=2.4 10−8;θ =1; c=23; m=0.01;δ =1; p=6.4201 103;ρ =1; ∂PI1=0.5; b=Plot[r11[∂RT],{∂RT,0,1},PlotStyle→{RGBColor[0,0.5,0] ,Thickness[.011]}] r12@∂RT_D:= −a1H−ρLog@1−∂RTDLmo; mo= s kθ c mδHθ + δL ∗H1−∂PI2Lp −δa1 ; a1=0.25; s=104; k=2.4 10−8;θ =1; c=23; m=0.01;δ =1; p=6.4201 103;ρ =1; ∂PI2=0.6; c=Plot[r12[∂RT],{∂RT,0,1},PlotStyle→{RGBColor[1.,0,1], Thickness[.011]}] G[σ_]:=1; d=Plot[G[σ],{σ,0,1},PlotStyle→{RGBColor[0,0,1],Thickne ss[.011]}] bts=Table[i,{i,0,1,0.01}]; konstan=Table[0.23,{i,0,1,0.01}]; n=Length[konstan]; table1=Table[{konstan[[i]],bts[[i]]},{i,1,n}]; kons=Table[0.65,{i,0,1,0.01}]; m=Length[kons];table2=Table[{kons[[i]],bts[[i]]},{i,1,m }]; e = ListPlot[table2] ;kons1=Table[0.84,{i,0,1,0.01}]; m1=Length[kons]; table3=Table[{kons1[[i]],bts[[i]]},{i,1,m1}]; f = ListPlot[table3] ; kons2=Table[0.16,{i,0,1,0.01}]; m2=Length[kons]; table4=Table[{kons2[[i]],bts[[i]]},{i,1,m2}]; g = ListPlot[table4] ;

Show@8a, b, c, d, e, f, g , AxesLabel< →8"∂RTI", "R1"<D

(52)

36 r1@∂RT_D:= −a1H−ρLog@1−∂RTDL ∗mo; mo= s kθ c mδHθ + δL ∗H1−∂PLp −δa1 ; a1=0.25; s=104; k=2.4 10−8;θ =1; c=23; m=0.01;δ =1; p=6.4201 103; ρ =2; ∂P=0.4; a=Plot[r1[∂RT],{∂RT,0,1},PlotStyle→{RGBColor[1,0,0],Th ickness[.0 1]}] 1 r11@∂RT_D:= −a1H−ρLog@1−∂RTDL ∗mo; mo= s kθ c mδHθ + δL ∗H1−∂PI1Lp −δa1; a1=0.25; s=104; k=2.4 10−8;θ =1; c=23; m=0.01;δ =1; p=6.4201 103; ρ =2; ∂PI1=0.5; b=Plot[r11[∂RT],{∂RT,0,1},PlotStyle→{RGBColor[0,0.5,0] ,Thickness[.011]}] r12@∂RT_D:= −a1H−ρLog@1−∂RTDLmo; mo= s kθ c mδHθ + δL ∗H1−∂PI2Lp −δa1 ; a1=0.25; s=104; k=2.4 10−8;θ =1; c=23; m=0.01;δ =1; p=6.4201 103; ρ =2; ∂PI2=0.6; c=Plot[r12[∂RT],{∂RT,0,1},PlotStyle→{RGBColor[1.,0,1], Thickness[.011]}] G[σ_]:=1; d=Plot[G[σ],{σ,0,1},PlotStyle→{RGBColor[0,0,1],Thickne ss[.011]}] bts=Table[i,{i,0,1,0.01}]; konstan=Table[0.23,{i,0,1,0.01}]; n=Length[konstan]; table1=Table[{konstan[[i]],bts[[i]]},{i,1,n}]; kons=Table[0.58,{i,0,1,0.01}]; m=Length[kons]; table2=Table[{kons[[i]],bts[[i]]},{i,1,m}]; e = ListPlot[table2] ; kons1=Table[0.41,{i,0,1,0.01}]; m1=Length[kons]; table3=Table[{kons1[[i]],bts[[i]]},{i,1,m1}]; f = ListPlot[table3] ; kons2=Table[0.07,{i,0,1,0.01}]; m2=Length[kons]; table4=Table[{kons2[[i]],bts[[i]]},{i,1,m2}]; g = ListPlot[table4] ;

Show@8a, b, c, d, e, f, g , AxesLabel< →8"∂RTI", "R1"<D

(53)

37 r1@∂RT_D:= −a1H−ρLog@1−∂RTDL ∗mo; mo= s kθ c mδHθ + δL ∗H1−∂PLp −δa1 ; a1=0.25; s=104; k=2.4 10−8;θ =1; c=23; m=0.01;δ =1; p=6.4201 103; ρ =5; ∂P=0.4; a=Plot[r1[∂RT],{∂RT,0,1},PlotStyle→{RGBColor[1,0,0],Th ickness[.0 1]}] 1 r11@∂RT_D:= −a1H−ρLog@1−∂RTDL ∗mo; mo= s kθ c mδHθ + δL ∗H1−∂PI1Lp −δa1; a1=0.25; s=104; k=2.4 10−8;θ =1; c=23; m=0.01;δ =1; p=6.4201 103;ρ =5; ∂PI1=0.5; b=Plot[r11[∂RT],{∂RT,0,1},PlotStyle→{RGBColor[0,0.5,0] ,Thickness[.011]}] r12@∂RT_D:= −a1H−ρLog@1−∂RTDLmo; mo= s kθ c mδHθ + δL ∗H1−∂PI2Lp −δa1 ; a1=0.25; s=104; k=2.4 10−8;θ =1; c=23; m=0.01;δ =1; p=6.4201 103;ρ =5; ∂PI2=0.6; c=Plot[r12[∂RT],{∂RT,0,1},PlotStyle→{RGBColor[1.,0,1], Thickness[.011]}] h=Show[{a,b,c}] G[σ_]:=1; d=Plot[G[σ],{σ,0,1},PlotStyle→{RGBColor[0,0,1],Thickne ss[.011]}] i=Show[{h,d}] bts=Table[i,{i,0,1,0.01}]; kons=Table[0.30,{i,0,1,0.01}]; m=Length[kons]; table2=Table[{kons[[i]],bts[[i]]},{i,1,m}]; e = ListPlot[table2] ; kons1=Table[0.19,{i,0,1,0.01}]; m1=Length[kons]; table3=Table[{kons1[[i]],bts[[i]]},{i,1,m1}]; f = ListPlot[table3] ; kons2=Table[0.03,{i,0,1,0.01}]; m2=Length[kons]; table4=Table[{kons2[[i]],bts[[i]]},{i,1,m2}]; g = ListPlot[table4] ;

Show@8i, e, f, g , AxesLabel< →8"∂RTI", "R1"<D

(54)

38 r2@∂EI_D:=H1−∂EILmo; mo= s kθ c mδHθ + δL ∗H1−∂PLp −δa1 ; a1=0.25; s=104; k=2.4 10−8;θ =1; c=23; m=0.01;δ =1; p=6.4201 103; ∂P=0.4; a=Plot[r2[∂EI],{∂EI,0,1},PlotStyle→{RGBColor[0,1,0],Th ickness[.011]}] r21@∂EI_D:=H1−∂EILmo; mo= s kθ c mδHθ + δL ∗H1−∂PILp −δa1 ; a1=0.25; s=104; k=2.4 10−8;θ =1; c=23; m=0.01;δ =1; p=6.4201 103; ∂PI=0.5; b=Plot[r21[∂EI],{∂EI,0,1},PlotStyle→{RGBColor[1,0,0],T hickness[.011]}] r22@∂EI_D:=H1−∂EILmo; mo= s kθ c mδHθ + δL ∗H1−∂PILp −δ a1; a1=0.25; s=104; k=2.4 10−8;θ =1; c=23; m=0.01;δ =1; p=6.4201 103; ∂PI=0.6; c=Plot[r22[∂EI],{∂EI,0,1},PlotStyle→{RGBColor[1.,0,1], Thickness[.011]}] G[σ_]:=1; d=Plot[G[σ],{σ,0,1},PlotStyle→{RGBColor[0,0,1],Thickne ss[.011]}]; bts=Table[i,{i,0,1,0.01}]; konstan=Table[0.37,{i,0,1,0.01}]; n=Length[konstan]; table1=Table[{konstan[[i]],bts[[i]]},{i,1,n}]; e = ListPlot[table1] ; bts=Table[i,{i,0,1,0.01}]; konstan=Table[0.23,{i,0,1,0.01}]; n=Length[konstan]; table1=Table[{konstan[[i]],bts[[i]]},{i,1,n}]; f = ListPlot[table1] ; bts=Table[i,{i,0,1,0.01}]; konstan=Table[0.05,{i,0,1,0.01}]; n=Length[konstan]; table1=Table[{konstan[[i]],bts[[i]]},{i,1,n}]; g = ListPlot[table1] ; Show@8a, b, c, d, e, f, g , AxesLabel< →8"∂EI", "R2"<D 8. Gambar 10

(55)

39 r1@∂RT_D:= −a1H−ρLog@1−∂RTDLmo; r2@∂EI_D:=H1−∂EILmo; mo= s kθ c mδHθ + δL ∗H1−∂PILp −δa1; a1=0.25; s=104; k=2.4 10−8;θ =1; c=23; m=0.01;δ =1; p=6.4201 103; ∂PI=0.5; ρ =1; a=Plot[r1[∂RT],{∂RT,0,1},PlotStyle→{RGBColor[1,0,0],Th ickness[.011]}] b=Plot[r2[∂EI],{∂EI,0,1},PlotStyle→{RGBColor[0,1,0],Th ickness[.011]}] G[σ_]:=1; c=Plot[G[σ],{σ,0,1},PlotStyle→{RGBColor[0,0,1],Thickne ss[.011]}];

Show@8a, b, c , AxesLabel< →8"∂RT,∂EI", "R1, R2"<D z1@∂RT_D:= −0.25H−2 Log@1−∂RTDL 104 2.4 10−81 23 0.01 1 H1+1L∗ H1−∂PIL6.4201 103 −0.25; d=Plot[z1[∂RT],{∂RT,0,1},PlotStyle→{RGBColor[1.,0,1],T hickness[.011]}] z2@∂RT_D:= −0.25H−5 Log@1−∂RTDL 104 2.4 10−81 23 0.01 1H1+1L∗ H L e=Plot[z2[∂RT],{∂RT,0,1},PlotStyle→{RGBColor[0,1,1],Th ickness[.011]}] 1−∂PI 6.4201 103 −0.25;

Show@8a, b, c, d, e , AxesLabel< →8"∂RT,∂EI", "R1, R2"<D

9. Gambar 12 (i) untuk r =1

a1=0.25; s=104; k=2.4 10−8;θ =1; c=23; m=0.01;δ =1; p∗=6.4201 103;∂PI=0.4;ρ =1; v2@∂RT_D:= m∗JJHH1−∂RTLa1∗ρL∗J s kθ c mδHθ+δL∗H1−∂PILp −δ ∗a1NN −1N k∗J1−J H−ρLog@1−∂RTDL δ+H−ρLog@1−∂RTDL∗H1− −Hδ +H−ρLog@1−∂RTDLL∗a1LNN a=PlotAv2@∂RTD,8∂RT, 0, 1<,

PlotStyle→8RGBColor@1, 0, 0D<, AxesOrigin→80, 0<, PlotRange→90, 2.5 105=, AxesLabel→8"∂RT", "V2"<E;

10. Gambar 12 (ii) untuk r =1

a1=0.25; s=104; k=2.4 10−8;θ =1; c=23; m=0.01; δ =1; p∗=6.4201 103;∂PI=0.5;ρ =1; v2@∂RT_D:= m∗JJHH1−∂RTLa1∗ρL∗J s kθ c mδHθ+δL∗H1−∂PILp −δ ∗a1NN −1N k∗J1−J H−ρLog@1−∂RTDL δ+H−ρLog@1−∂RTDL∗H1− −Hδ +H−ρLog@1−∂RTDLL∗a1LNN a=PlotAv2@∂RTD,8∂RT, 0, 1<,

PlotStyle→8RGBColor@1, 0, 0D<, AxesOrigin→80, 0<, PlotRange→90, 1.5 105=, AxesLabel→8"∂RT", "V2"<E;

Gambar

Gambar 1 Proses Infeksi Virus HIV terhadap sel Darah Putih Sehat (Feng dan  Rong 2006)
Gambar 2  Diagram penyebaran virus
Gambar 3  Peran obat RTI dan PI terhadap virus HIV (Feng dan Rong 2006)
Gambar 4  Skema Model Struktur Umur Infeksi Virus HIV
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengidentifikasi potensi lahan padi digunakan analisis kesesuaian lahan metode FAO (1976) yang berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk padi sawah (LREP II,

Kajian yang digunakan dalam skripsi ini adalah kajian yang bersifat analisis, yaitu analisis terhadap prakiraan daya beban listrik yang tersambung pada Gardu

serta banyak memberikan masukkan – masukkan untuk saya ketika berada di lokasi proyek. Tak lupa juga, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada teman – teman

Sebagai guru, kita perlu memahami peserta didik lebih baik agar mereka dapat belajar bagaimana mengakses pembelajaran mereka dengan berbagai cara.

Pendekatan terhadap bentuk bangunan mengambil bentuk-bentuk dasar ruang, baik untuk ruang luarnya yang mencakup ruang latihan terbuka serta ruang dalamnya, mencakup

Tujuan penelitian ini adalah perbandingan pemberian terapi kompres hangat dan senam dismenorea terhadap tingkat dismenorea pada remaja di wilayah Gamping Sleman

Selain itu, dokumen LKjIP juga menyajikan dokumen perencanan dan kinerja lain seperti Rencana Strategis (Renstra), Indikator Kinerja Utama (IKU), Rencana Kinerja Tahunan

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES (SW-MI) PADA MATERI FLUIDA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA SMA/MA Abstrak