• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENERAPAN TEKNOLOGI DAN PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT DI KECAMATAN KEBON PEDES, KABUPATEN SUKABUMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENERAPAN TEKNOLOGI DAN PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT DI KECAMATAN KEBON PEDES, KABUPATEN SUKABUMI"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENERAPAN

TEKNOLOGI DAN PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

DI KECAMATAN KEBON PEDES, KABUPATEN SUKABUMI

SKRIPSI RIDIYAWATI SUMARNA H34080072

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

RINGKASAN

RIDIYAWATI SUMARNA. Pengaruh Kemitraan terhadap Penerapan Teknologi dan Pendapatan Petani Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI).

Budidaya padi sehat adalah cara bercocok tanam padi ramah lingkungan dengan mengurangi atau tanpa menggunakan bahan-bahan kimia buatan seperti pestisida atau herbisida dan diganti dengan pestisida nabati atau agensi hayati. Padi sehat merupakan upaya untuk go organic, meningkatkan kualitas lingkungan, meningkatkan produksi padi, dan meningkatkan pendapatan petani. Namun, penerapan teknologi padi sehat ini masih sedikit yang melakukannya. Salah satu upaya untuk mengatasinya, yaitu dengan kemitraan. Petani padi sehat Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi telah melakukan kemitraan dengan PT. Medco Intidinamika.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan mekanisme pelaksanaan kemitraan antara PT. Medco Intidinamika dengan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi, (2) menganalisis pengaruh kemitraan terhadap penerapan teknologi padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi, dan (3) menganalisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi. Pengambilan data pada penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – April 2012. Responden penelitian ini adalah seluruh petani mitra di Kecamatan Kebon Pedes sebanyak 26 orang dan petani non mitra yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling sebanyak 30 orang. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, statistika deskriptif, skala likert, analisis linier sederhana dan berganda, analisis pendapatan usahatani, rasio R/C, serta Uji Mann Whitney.

Kemitraan yang berlangsung antara PT. Medco Intidinamika dengan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi termasuk dalam pola kemitraan dagang umum. Perusahaan mitra memberikan pinjaman benih dan modal kepada petani mitra, namun pendistribusiannya belum merata. Kemitraan ini dihubungkan oleh Gapoktan Mekar Tani yang bertugas menampung hasil produksi petani mitra dan mengatur pelaksanaan kemitraan lainnya. Pelaksanaan kemitraan di Gapokatan Mekar Tani hanya diatur oleh satu orang, yaitu ketua gapoktannya, sehingga pelaksanaan kemitraan belum maksimal. Persepsi petani mitra terhadap manfaat kemitraan yang diterimanya cukup positif. Secara umum petani mitra sudah merasa puas terhadap manfaat kemitraan (61,59 persen).

Kemitraan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat. Derajat penerapan teknologi padi sehat petani mitra dan non mitra berbeda signifikan, dengan perbedaan 18,44 persen. Selain kemitraan, ada faktor lainnya yang berpengaruh nyata terhadap penerapan teknologi padi sehat, yaitu pengalaman mengusahakan padi sehat. Pendapatan usahatani padi sehat dan rasio R/C petani mitra juga berbeda signifikan dengan petani non mitra, dengan perbedaan total pendapatan usahatani padi sehat petani mitra dengan petani non mitra sebesar 62,06 persen. Rasio R/C

(3)

atas biaya total petani mitra sebesar 1,79, sedangkan petani non mitra sebesar 1,30. Selain kemitraan, ada juga faktor lainnya yang mempengaruhi pendapatan petani padi sehat, yaitu pengalaman mengusahakan padi sehat, status kepemilikan lahan, pendidikan, dan luas lahan.

(4)

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENERAPAN

TEKNOLOGI DAN PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

DI KECAMATAN KEBON PEDES, KABUPATEN SUKABUMI

RIDIYAWATI SUMARNA H34080072

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Pengaruh Kemitraan terhadap Penerapan Teknologi dan Pendapatan Petani Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi

Nama : Ridiyawati Sumarna

NIM : H34080072

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Kemitraan terhadap Penerapan Teknologi dan Pendapatan Petani Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2012

Ridiyawati Sumarna H34080072

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Februari 1990. Penulis adalah anak bungsu dari empat bersaudara dari pasangan Ibunda Sukmawati dan Ayahanda Dedi Sumarna.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Kebon Pedes 1 Bogor pada tahun 2002, menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 5 Bogor pada tahun 2005, dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Bogor pada tahun 2008.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008.

Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai anggota Angklung Seni Sunda Gentra Kaheman IPB, Sekretaris Komisi 3 Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM) IPB, dan anggota Badan Pekerja Pemilihan Raya Majelis Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BP Pemira MPM KM) IPB periode 2009 – 2010, Sekretaris I Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FORMASI FEM) IPB periode 2010 – 2011, serta kepanitiaan lainnya. Penulis ikut serta dalam kegiatan Pekan Kreatifitas Mahasiswa Gagasan Tertulis dan Pengabdian Masyarakat (PKM GT dan PKM MM) yang mendapatkan dana hibah dari Dinas Pendidikan (Dikti), sebagai ketua kelompok pada tahun 2011. Penulis juga mengikuti kegiatan IPB Goes To Field yang diselengarakan oleh LPMM IPB selama bulan Juni tahun 2010.

Selama mengikuti pendidikan juga penulis menerima berbagai beasiswa, dari dalam maupun luar IPB, antara lain: Beasiswa LAZ Al Hurriyyah IPB periode 2008 – 2009, Beasiwa Bantuan Belajar (BBM) dari Dikti periode 2009 – 2010, Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dari Dikti periode 2010 – 2011, dan Beasiswa Perusahaan Gas Negara melalui Karya Salemba Empat (KSE) tahun 2011 – 2012.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Kemitraan terhadap Penerapan Teknologi dan Pendapatan Petani Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan mekanisme kemitraan, menganalisis pengaruh kemitraan terhadap penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan informasi mengenai kemitraan dan padi sehat.

Bogor, Juni 2012 Ridiyawati Sumarna

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis, arahan, dukungan, waktu, dan kesabaran selama penyusunan skripsi ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Saya mendapatkan lebih dari yang diharapkan. 2. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen penguji utama skripsi yang

memberikan banyak masukan dan arahan terhadap penyempurnaan skripsi ini.

3. Etriya, SP, MM selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang memberikan masukan mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.

4. Tintin Sarianti, SP, MM yang telah menjadi pembimbing akademik dan para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Agribisnis FEM-IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Agribisnis.

5. Kedua orangtuaku, Ibunda Sukmawati dan Ayahanda Dedi Sumarna tercinta, serta keluargaku tersayang yang telah memberikan perhatian, semangat, doa dan dukungan yang tak henti-hentinya kepada penulis selama ini.

6. Bapak Ujang Zaenal Mutaqin (Ketua Gapoktan Mekar Tani), Bapak H. Soheh (Ketua Gapoktan Desa Jambenenggang), Bapak Ujang Jaenudin (Ketua Gapoktan Kebon Pedes), Bapak Badri (Perwakilan Desa Sasagaran), Ibu Fajar Dewi A. (Koordinator Medco Pure Farming), serta seluruh petani responden yang telah membantu pengambilan data dan infomasi selama penulis turun lapang.

7. Sahabat-sahabatku seperjuangan Rima Mutiara Phoenna, Atika Permata Sari, Rara June Azni, Lutfiah Nur, dan Tubagus Fazlurrahman yang telah membuat perjalanan ini semakin berwarna dan selalu membantu penulis.

8. Teman-teman seperjuangan satu bimbingan Rendi Seftian, Arifah Qurrotu Aina, dan Nuniek Sudiningsih atas kebersamaan, motivasi, doa dan perjuangannya. Kita bisa sukses bersama di masa depan.

(10)

9. Sahabat-sahabat di Agribisnis angkatan 45 (Iriana Wahyuningsih, Tia Oktaviana, Yulinda Nasti, Nadia Nurul Akmala, Trisna Demiyati, Fatma Sari Ode, Ivo Rosita, dan lainnya) yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas segala bentuk bantuan, semangat dan doa bagi penulis serta kebersamaannya yang luar biasa. Serta Agribisnis angkatan 43, 44, 46, dan 47.

10. Teman-teman FORMASI FEM, Gladikarya Cibodas Moo (Adnan, Layra, Liber, dan Risma), Keluarga 266 (Traya, Yasmine, Rara, Halimah, Ambar, dan Nur), 80’s Family (Rr. Dewi Suci C.I.A, Nina Tri Lestari, dan lainnya), PALASDA Angkatan IX, WASILAS, dan DPM KM – MPM KM IPB 2009-2010 atas dukungan, bantuan, persaudaraan dan kebersamaannya kepada penulis yang terjalin selama ini.

11. LAZ Al-Hurriyyah, Dikti, dan Perusahaan Gas Negara (PGN) serta Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) yang telah membantu penulis secara finansial selama menempuh pendidikan di IPB.

12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat sibutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Juni 2012 Ridiyawati Sumarna

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 5 1.3. Tujuan Penelitian ... 7 1.4. Manfaat Penelitian ... 7 II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Penerapan Teknologi pada Padi ... 9

2.2. Pendapatan Petani Padi Sehat ... 10

2.3. Manfaat Kemitraan ... 12

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 18

3.1.1. Konsep Kemitraan ... 18

3.1.2. Pola Kemitraan Agribisnis ... 19

3.1.2.1. Pola Kemitraan Inti Plasma ... 19

3.1.2.2. Pola Kemitraan Subkontrak ... 20

3.1.2.3. Pola Kemitraan Dagang Umum ... 20

3.1.2.4. Pola Kemitraan Keagenan ... 22

3.1.2.5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) ... 22

3.1.3. Pengaruh Penerapan Teknologi Baru terhadap Produksi ... 24

3.1.4. Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Petani ... 26

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 27

IV METODE PENELITIAN ... 30

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 30

4.3. Metode Penentuan Sampel ... 30

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 31

4.4.1. Skala Likert ... 31

4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani ... 32

4.4.3. Analisis Imbangan Penerimaaan dan Biaya ... 33

4.4.4. Analisis Regresi Linier Sederhana ... 34

4.4.5. Analisis Regresi Linier Berganda ... 35

4.4.6. Uji Asumsi Analisis Regresi Linier Berganda ... 41

4.4.7. Uji Statistik Mann Whitney ... 43

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 44

5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi ... 44

(12)

5.1.1. Letak Geografis dan Tata Guna Lahan ... 44

5.1.2. Sumberdaya Manusia ... 48

5.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Responden ... 50

5.2.1. Umur dan Jenis Kelamin ... 51

5.2.2. Status dalam Rumah Tangga dan Jumlah Tanggungan Keluarga ... 51

5.2.3. Tingkat Pendidikan Responden ... 52

5.2.4. Pengalaman Usahatani Padi Sehat ... 53

5.2.5. Luas dan Status Penguasaan Lahan ... 54

5.2.6. Pekerjaan Utama dan Sampingan ... 55

5.2.7. Pendapatan Non Usahatani dan Pendapatan Usahatani Non Padi Sehat ... 57

VI PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. MEDCO INTIDINAMIKA DENGAN PETANI PADI SEHAT ... 59

6.1. Gambaran Umum Kemitraan ... 59

6.2. Mekanisme Kemitraan ... 62

6.3. Kontrak Kerjasama ... 64

6.3.1. Kontrak Kerjasama Perusahaan Mitra dengan Gapoktan Mekar Tani ... 65

6.3.2. Kontrak Kerjasama Gapoktan Mekar Tani dengan Petani Mitra ... 66

6.4. Karakteristik Petani dalam Kemitraan ... 66

6.4.1. Alasan Petani Bermitra ... 67

6.4.2. Tempat Petani Menjual Gabah Padi Sehat dan Perbedaaan Harga yang diterima ... 68

6.4.3. Lama Waktu Pembayaran kepada Petani Mitra ... 69

6.4.4. Keluhan, Saran, dan Harapan Petani dalam Kemitraan ... 70

6.5. Kendala Pelaksanaan Kemitraan ... 72

6.6. Manfaat Kemitraan ... 75

VII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENERAPAN TEKNOLOGI PADI SEHAT ... 80

7.1. Alasan Petani Mengusahakan Padi Sehat ... 80

7.2. Hambatan dalam Mengusahakan Padi Sehat ... 81

7.3. Bimbingan Teknologi ... 83

7.3.1. Materi Penyuluhan dan Pelatihan ... 83

7.3.2. Instansi yang Melaksanakan Penyuluhan dan Pelatihan ... 84

7.4. Penerapan Teknologi Padi Sehat ... 86

7.4.1. Pembuatan Pupuk Organik dan Pestisida Nabati .... 87

7.4.2. Persiapan Lahan ... 89 7.4.3. Pengadaan Benih ... 90 7.4.4. Persemaian ... 93 7.4.5. Penanaman ... 94 7.4.6. Penyiangan ... 97 7.4.7. Pemupukkan ... 98

(13)

7.4.9. Panen ... 100

7.5. Derajat Penerapan Teknologi Padi Sehat ... 101

7.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Teknologi Padi Sehat ... 102

VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT ... 109

8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat ... 109

8.2. Biaya Usahatani Padi Sehat ... 111

8.3. Pendapatan Usahatani Padi Sehat ... 115

8.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Sehat ... 117

IX KESIMPULAN DAN SARAN ... 122

9.1. Kesimpulan ... 122

9.2. Saran ... 123

DAFTAR PUSTAKA ... 125

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Penduduk Indonesia yang Berusia 15 Tahun Keatas Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Tahun

2007 - 2011 ... 1 2. Cara Perhitungan Pendapatan Usahatani ... 33 3. Luas Lahan Basah dan Lahan Kering

di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2011 ... 45 4. Luas Sawah di setiap Desa di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2011 ... 46 5. Jumlah Kepala Keluarga Berdasarkan Rata-rata

Kepemilikan Lahan di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2011 ... 47 6. Jumlah Petani Berdasarkan Penguasaan Lahan

di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2011 ... 48 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2011 ... 48 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di

Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2011 ... 49 9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2011 ... 50 10. Persentase Petani Responden Berdasarkan Umur dan Jenis

Kelamin di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 ... 51 11. Persentase Petani Responden Berdasarkan Status dalam

Rumah Tangga dan Jumlah Tanggungan Keluarga

di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 ... 52 12. Persentase Petani Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Terakhir di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2012 ... 53 13. Persentase Petani Responden Berdasarkan Pengalaman

Usahatani Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2012 ... 53 14. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Luas Penguasaan

Sawah di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 ... 54 15. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Status Penguasaan

(15)

16. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama

di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 ... 56 17. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Pekerjaan Sampingan

di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 ... 57 18. Persentase Petani Responden Berdasarkan Pendapatan Non

Usahatani dan Pendapatan Usahatani Non Padi Sehat

di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 ... 58 19. Tanggal Kirim dan Jumlah Beras Sehat yang Dikirim

Gapoktan Mekar Tani Setiap Bulan Tahun 2011-2012 ... 61 20. Jumlah Petani Mitra Berdasarkan Perbedaan Harga Gabah

Kering Giling (GKG) yang Diterima di Kecamatan

Kebon Pedes Tahun 2012 ... 69 21. Jumlah Petani Mitra Berdasarkan Lama Waktu Pembayaran

Hasil Penjualan Gabah di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2012 ... 69 22. Jumlah Petani Mitra Berdasarkan Keluhan dalam Kemitraan

di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 ... 70 23. Jumlah Petani Mitra Berdasarkan Saran yang Diberikan

dalam Kemitraan di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2012 ... 71 24. Manfaat Kemitraan yang Dihitung dengan Menggunakan

Skla Likert pada Petani Mitra di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2012 ... 75 25. Hasil Output SPSS Pengaruh Manfaat Kemitraan terhadap

Penerapan Teknologi dan Pendapatan Petani Padi Sehat

di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 ... 79 26. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Alasan Mengusahakan

Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 ... 80 27. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Hambatan dalam

Mengusahakan Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2012 ... 82 28. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam

Pelaksanaan Penyuluhan dan Pelatihan yang diadakan oleh

suatu Instansi di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 ... 85 29. Persentase Petani Responden Berdasarkan Standar

Pembuatan Pupuk Organik dan Pestisida Nabati

di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 ... 88 30. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Cara dan Tempat

Mendapatkan Benih Padi di Kecamatan Kebon Pedes

(16)

31. Persentase Petani Responden Berdasarkan Kualitas Benih yang digunakan di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2012 ... 91 32. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Warna Label

Benih yang Digunakan di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2012 ... 92 33. Persentase Petani Responden Berdasarkan Jumlah Benih

yang Digunakan dan Perlakuan pada Benih di Kecamatan

Kebon Pedes Tahun 2012 ... 93 34. Persentase Petani Responden Berdasarkan Standar

Persemaian yang Dilakukan di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2012 ... 94 35. Persentase Petani Responden Berdasarkan Standar

Penanaman yang Dilakukan di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2012 ... 96 36. Persentase Petani Responden Berdasarkan Standar

Penyiangan yang Dilakukan di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2012 ... 98 37. Persentase Petani Responden Berdasarkan Standar

Pemupukkan yang Dilakukan di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2012 ... 98 38. Hasil Output SPSS Uji Mann Whitney Derajat Penerapan

Teknologi Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2012 ... 102 39. Hasil Perhitungan Uji-t Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Derajat Penerapan Teknologi Padi Sehat

di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 ... 103 40. Rata-rata Penerimaan Usahatani Padi Sehat per hektar di

Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 ... 110 41. Hasil Output SPSS Uji Mann Whitney Penerimaan

Usahatani Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2012 ... 111 42. Biaya Rata-rata Usahatani Padi Sehat per hektar

di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 ... 111 43. Hasil Output SPSS Uji Mann Whitney Penerimaan

Usahatani Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes

Tahun 2012 ... 115 44. Perhitungan Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani

Padi Sehat per hektar di Kecamatan Kebon Pedes

(17)

45. Hasil Output SPSS Uji Mann Whitney Pendapatan Usahatani

Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 ... 117 46. Hasil Output SPSS Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Pendapatan Petani Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pola Kemitraan Inti-Plasma ... 19

2. Pola Kemitraan Subkontrak ... 20

3. Pola Kemitraan Dagang Umum ... 21

4. Pola Kemitraan Keagenan ... 22

5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional ... 23

6. Pengaruh Teknologi Baru terhadap Produksi ... 25

7. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ... 29

8. Kemasan Beras Sehat ... 62

9. Padi Sehat yang Terkena Penyakit Tungro ... 81

10. Pembuatan Parit pada Sawah ... 89

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Luas Panen, Hasil per hektar, dan Produksi Padi dalam bentuk Gabah Kering Giling (GKG) di Provinsi

Jawa Barat Tahun 2009/2010 ... 129

2. Kuisioner Penelitian ... 130

3. Karakteristik Petani Responden ... 144

4. Karakteristik Petani Mitra ... 148

5. Hasil Perhitungan Skala Likert untuk Mengukur Derajat Kemitraan ... 150

6. Kegiatan Mengusahakan Padi Sehat dan Bimbingan Teknologi ... 152

7. Perhitungan Derajat Penerapan Teknologi Padi Sehat... 156

8. Output SPSS dari Model Regresi Berganda Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Teknologi Padi Sehat ... 162

9. Hasil SPSS dari Model Regresi Berganda Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Sehat ... 163

(20)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peranan tersebut antara lain, meningkatkan devisa negara, penyediaan lapangan kerja, meningkatkan daya saing, sebagai pemenuhan kebutuhan dalam negeri, sebagai bahan baku industri dalam negeri serta pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya kontribusi sektor pertanian di saat Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997-1998. Satu-satunya sektor yang menjadi penyelamat saat itu adalah sektor pertanian.1 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 40 juta penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya dalam sektor pertanian secara luas, yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Indonesia yang Berusia 15 Tahun Keatas Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2007-2011

No. Lapangan Pekerjaan Utama

Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

Jumlah (orang) 1 Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan

Perikanan 41.206.474 41.331.706 41.611.840 41.494.941 39.328.915

2 Pertambangan dan Penggalian 994.614 1.070.540 1.155.233 1.254.501 1.465.376 3 Industri Pengolahan 12.368.729 12.549.376 12839.800 13.824.251 14.542.081

4 Listrik, Gas, dan Air 174.884 201.114 223.054 234.070 239.636

5 Bangunan 5.252.581 5.438.965 5.486.817 5.592.897 6.339.811

6 Perdagangan Besar, Eceran, Rumah

Makan, dan Hotel 20.554.650 21.221.744 21.947.823 22.492.176 23.396.537 7 Angkutan, Pergudangan dan

Komunikasi 5.958.811 6 179.503 6.117.985 5.619.022 5.078.822

8 Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan

1.399.940 1.459.985 1.486.596 1.739.486 2.633.362

9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan

Perorangan 12.019.984 13.099.817 14.001.515 15.956.423 16.645.859

Total 99.930.217 102.552.750 104.870.663 108.207.767 109.670.399

Sumber: Badan Pusat Statistik (2012), Diolah 2

1 Lubis, F.A. 2012. Agribisnis Membangun Pertanian dan Ekonomi.

http://www.analisadaily.com/news/read/2012/06/18/57084/agribisnis_membangun_pertanian_dan_ekonomi/ #.T9_CGIFlfMw [19 Juni 2012]

2

[BPS] Badan Pusat Statistik. 20012. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011.

(21)

Penduduk Indonesia lebih banyak yang bekerja pada sektor pertanian dibandingkan sektor yang lainnya. Bahkan lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan sektor perdagangan. Berarti bekerja di sektor pertanian paling diminati oleh penduduk Indonesia, salah satunya sebagai petani. Namun, pendapatan rumah tangga petani tanaman pangan, terutama padi, hanya Rp 300.000,00 per bulan dengan rata-rata kepemilikan lahan dibawah 0,25 ha. Itu pun bila panenya dalam kondisi bagus.3 Pemberdayaan atau empowerment adalah langkah yang harus diambil untuk meningkatkan posisi petani. Pemberdayaan berarti membuat petani berdaya, mampu, kuat, dan mandiri (Sumardjo et al. 2004). Untuk meningkatkan pendapatan petani di Indonesia diperlukan berbagai upaya strategis, salah satunya dengan kemitraan. Kemitraan diharapkan dapat memberi keuntungan kepada kedua belah pihak yang bermitra dan juga berkelanjutan. Hal ini akan tercapai jika ada transparansi, kejujuran, dan saling percaya di antara kedua belah pihak.

Kemitraan diharapkan dapat mengatasi berbagai kendala yang dihadapi oleh petani seperti keterbatasan modal dan teknologi, mutu produk yang masih rendah, dan masalah pemasaran. Berbagai alasan melatarbelakangi petani melakukan kemitraan dengan pihak lain. Alasan yang paling mendasari petani melakukan kemitraan yaitu terjaminnya pasar. Alasan-alasan lainnya, yaitu tersedianya bibit atau benih, produktivitas lebih tinggi, ada kegiatan pendampingan, mengikuti petani lain, tersedianya pupuk, dan diajak petugas pendamping. Namun pada kenyataannya, penerapan kemitraan di lapangan sering menghadapi masalah, baik yang berasal dari petani maupun dari pihak perusahaan yang menyebabkan kemitraan yang dibangun tidak dapat berlanjut karena ada pihak yang dirugikan (Purnaningsih 2007).4

Kemitraan antara industri dan masyarakat telah tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993. Dalam GBHN tersebut tertera bahwa tata hubungan dan kerjasama kemitraan antara pengusaha besar dengan pengusaha skala kecil atau menengah yang masih tertinggal perlu dibina, dijalani

3

Maspary. 2011. Petani Indonesia Masih Miskin.

http://www.gerbangpertanian.com/2011/07/petani-indonesia-masih-miskin.html [ 19 Juni 2012]

4 Purnaningsih N. 2007. Strategi Kemitraan Agribisnis Berkelanjutan.

(22)

dalam suasana saling membantu serta saling menguntungkan sebagai suatu perwujudan suatu kesatuan ekonomi nasional. Berbagai kesuksesan pernah diraih, namun juga berbagai program kemitraan gagal dijalankan. Studi objektif tentang keberhasilan dan kegagalan tentunya sangat dibutuhkan untuk dijadikan bahan masukkan bagi perbaikan program kemitraan selanjutnya (Sumardjo et al. 2004).

Subsektor pertanian secara luas sudah pernah dijalankan dengan kemitraan, seperti kehutanan dan perkebunan, peternakan, hortikultura, perikanan dan lainnya. Contoh kemitraan yang dilakukan pada subsektor kehutanan dan perkebunan yaitu antara PT. Surya Hutani dan PT. Pasir Kutai Agroforesy dengan masyarakat dalam rangkan pengembangan hutan tanaman industry (HTI) di Kalimantan Timur. Kemitraan pada subsektor kehutanan dan perkebunan telah didukung oleh Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 318/Kpts-II/1999 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pengusaan Hutan dan No. 107/Kpts-II/1999 tentang Perizinan Usaha Perkebunan, yang menekankan mengenai pola kemitraan.

Di Indonesia kemitraan usaha telah tumbuh sejak pertengahan tahun 70-an. Namun perkembangannya sangat lambat. Penyebabnya adalah kondisi dan struktur perekonomian Indonesia yang masih diwarnai oleh mekanisme pasar yang belum efesien dan efektif, juga masih banyaknya bentuk kesenjangan yang terjadi seperti kesenjangan antardaerah, kesenjangan pendapatan, kesenjangan antarsektor, kesenjangan antarpelaku ekonomi, dan sebagainya. 5

Kemitraan dalam komoditi tanaman pangan khususnya padi telah dilakukan di Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan data BPS Jawa Barat pada Lampiran 1, Kabupaten Sukabumi menempati posisi keempat terbesar di Jawa Barat yang memproduksi padi pada tahun 2009/2010 sebanyak 0,8 juta ton. Padi yang telah dikembangkan dalam kemitraan di Kabupaten Sukabumi bukan padi konvensional, namun padi sehat. Budidaya padi sehat adalah cara bercocok tanam padi ramah lingkungan dengan mengurangi atau tanpa menggunakan bahan-bahan kimia buatan seperti pestisida atau herbisida dan diganti dengan pestisida nabati atau agensi hayati. Penggunaan pupuk kimia juga dikurangi sebanyak mungkin

5 Anonim. Bab IV Kemitraan Sebagai Usaha Strategis Memasuki Pasar Global.

(23)

dan menggantikannya dengan pupuk kompos. Budidaya padi sehat ini sama seperti budidaya padi organik, tetapi padi sehat belum seluruhnya bebas dari bahan kimia karena masih adanya kemungkinan residu kimia pada lahan. Pengurangan bahan kimia dan diganti dengan bahan ramah lingkungan akan menghasilkan padi yang lebih aman untuk lingkungan dan hewan, terutama untuk manusia karena sehat untuk dikonsumsi. Kualitas dan rasa pun lebih enak dan pulen. Padi sehat merupakan upaya untuk go organic, meningkatkan kualitas lingkungan, meningkatkan produksi padi, dan meningkatkan pendapatan petani.

Budidaya padi sehat di Kabupaten Sukabumi sudah dilakukan dengan menggunakan teknik budidaya System of Rice Intensification (SRI). Pola SRI organik pertama kali diperkenalkan di Indonesia tahun 1999 yaitu cara bertanam padi tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia. Pupuk yang digunakan berasal dari jerami, limbah gergaji, sekam, pohon pisang, pupuk kandang yang diolah untuk pupuk dasar. Pupuk kompos ini kaya mikroorganisme yang dibutuhkan untuk menyuburkan tanah, sekaligus menjaga kesehatan tanaman sehingga lebih tahan terhadap serangan hama. Padi sehat menggunakan pupuk kimia yang jumlahnya setengah lebih rendah dari pupuk konvensional. Bahkan, dua sampai tiga tahun kemudian, kebutuhan pupuk kimia akan menjadi nol.

Padi sehat di Kecamatan Sukabumi masih dalam tahap pengembangan. Diperlukan dukungan dari berbagai pihak agar pengembangan padi sehat di Kecamatan Sukabumi berjalan dengan cepat. Diperlukan juga langkah-langkah yang strategis untuk mengkomunikasikan penerapan teknologi ini secara luas kepada petani agar lebih lebih banyak yang menggunakannya, salah satunya dengan kemitraan.

Pengembangan padi sehat dengan teknik budidaya SRI ini tidak hanya didukung oleh pemerintah tetapi juga oleh swasta. Perusahaan yang sudah melakukan pengembangan padi sehat salah satunya adalah PT. Medco Intidinamika yang telah berhasil melakukan uji coba penanaman SRI di lahan 7,5 ha dan akan memperluas lahan penanaman SRI dengan konsep kemitraan dengan petani dan perbankan di lahan 100 ribu ha dengan anggaran Rp 100 miliyar.6

6 Anonim. Padi Organik : Petani Untung, Lingkungan Sehat. http://bumiganesa.com/?p=310 [06

(24)

Salah satu daerah yang menjalin kemitraan dengan perusahaan ini adalah Kecamatan Kebon Pedes di Kabupaten Sukabumi.

Kemitraan seharusnya dapat meningkatkan efesiensi dan efektifitas usahatani padi sehat melalui penerapan teknologi budidaya yang benar sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Selain adanya potensi dalam penerapan kemitraan juga adanya tantangan. Kemitraan merupakan suatu inovasi untuk meningkatkan penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat. Maka perlu dilakukannya analisis pengaruh kemitraan terhadap penerapan teknologi dan pendapatan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dengan PT. Medco Intidinamika melalui proyek yang bernama Medco Pure Farming (MPF). Proyek tersebut akan dievaluasi pada akhir tahun 2012. Dengan diadakannya penelitian ini, dapat diketahui manfaat yang dirasakan oleh petani selama kemitraan sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan penilaian evaluasi proyek tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Kemitraan pada komoditi padi sehat masih jarang yang melakukannya. Hal ini dikarenakan padi sehat termasuk komoditi baru yang dikembangkan di Indonesia setelah dilaksanakannya revolusi hijau. Pengetahuan dan penerapan teknologi dalam usahatani padi sehat yang masih kurang di masyarakat, menjadikan komoditi ini lebih berisiko untuk dikembangkan, sehingga masih sedikit kerjasama yang dilakukan pada komoditi ini. Perkembangan padi sehat yang masih baru ini, diperlukan berbagai penelitian agar risiko yang dihadapi oleh berbagai pihak dalam kemitraan dapat berkurang.

Pada bulan Juni 2011, Kabupaten Sukabumi telah melakukan panen padi sehat System of Rice Intensification (SRI) di Kecamatan Kebon Pedes.7 Kecamatan ini merupakan daerah penghasil padi sehat terbesar di Kabupaten Sukabumi. Petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes telah melakukan kemitraan dengan PT. Medco Intidinamika melalui proyek yang bernama Medco Pure Farming (MPF). MPF merupakan suatu proyek yang dilakukan oleh PT. Medco Intidinamika melalui Business Development Department sejak tahun 2010.

(25)

Pada akhir tahun 2012, proyek ini akan dievaluasi dengan berbagai penilaian perusahaan. Bila MPF lolos evaluasi maka proyek ini akan dijadikan unit bisnis.

Kemitraan ini tidak dilakukan secara langsung antara petani dengan perusahaan mitra, namun dihubungkan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mekar Tani yang berada di Desa Jambenenggang, Kecamatan Kebon Pedes. Gapoktan Mekar Tani merupakan gapoktan di Kecamatan Kebon Pedes yang telah mengembangkan padi sehat. Gapoktan ini telah disahkan oleh SK Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.273/KTSP/OT/4/2007. Kemitraan ini sudah dilakukan sejak tahun 2010 namun belum dibuat dalam kontrak tertulis. Selama kemitraan tahun 2010, Gapoktan Mekar Tani dan MPF mulai menyusun pembuatan kontrak kerjasama dengan melakukan negosiasi bisnis. Baru pada awal tahun 2011, kemitraan berjalan sesuai dengan kontak kerjasama tertulis yang disetujui bersama.

Saat ini Gapoktan Mekar Tani belum dapat memenuhi pasokan beras sehat kepada PT. Medco Intidinamika karena keterbatasan lahan di Desa Jambenenggang. Luas sawah di Desa Jambenenggang sebesar 100 ha atau hanya 14,31 persen dari total sawah di Kecamatan Kebon Pedes. Desa ini merupakan desa dengan luas sawah yang tersempit di Kecamatan Kebon Pedes. Itupun hanya sebagian kecil yang ditanam padi sehat. Sedangkan PT. Medco Intidinamika memerlukan pasokan beras sehat rata-rata sebesar empat ton beras sehat per bulan. Maka gapoktan ini melakukan kerjasama dengan gapoktan atau kelompok tani (poktan) di dalam maupun di luar Kecamatan Kebon Pedes, terkait pasokan gabah padi sehat dengan membuat MOU (memorandum of understanding).

Petani padi sehat mitra di Kecamatan Kebon Pedes dan PT. Medco Intidinamika memiliki kekuatan dan kelemahan yang jika digabungkan maka akan saling sinergi. Dengan kemitraan yang baik, akan ada transfer pengetahuan, teknologi, serta modal dari PT. Medco Intidinamika ke petani sehingga penerapan teknologi budidaya padi sehat semakin baik dan pendapatan petani meningkat. PT. Medco Intidinamika juga akan mendapatkan pasokan beras sehat sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan.

(26)

Dari pemaparan tersebut maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana mekanisme proses kemitraan antara PT. Medco Intidinamika dengan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi? 2. Bagaimana pengaruh kemitraan terhadap penerapan teknologi padi sehat di

Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi ?

3. Bagaimana pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi ?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan mekanisme proses kemitraan antara PT. Medco Intidinamika dengan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi. 2. Menjelaskan pengaruh kemitraan terhadap penerapan teknologi padi sehat di

Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi.

3. Menjelaskan pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapat dari penelitian ini antara lain: 1. Bagi Petani

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi mengenai pengaruh kemitraan yang dilakukan terhadap penerapan teknologi dan pendapatan agar menjadi bahan pertimbangan keberlanjutan pelaksanaan kemitraan. 2. Bagi Perusahaan

Penelitian ini sebagai masukan yang berguna bagi pihak perusahaan dalam pelaksanaan kemitraan yang dapat diterapkan dalam menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan petani padi sehat.

3. Bagi Penulis

Penelitian ini sebagai sarana menambah pengetahuan dan pembelajaran penulis mengenai usahatani padi sehat dan kemitraan.

(27)

4. Bagi Pembaca

Penelitian ini sebagai referensi bagi penelitian lain yang terkait dengan padi sehat dan kemitraan.

5. Bagi Pemerintah

Penelitian ini dapat memberikan rekomendasi bagi pemerintah dalam membuat kebijakan yang terkait dengan pengembangan kemitraan.

(28)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penerapan Teknologi pada Padi

Berbagai teknologi tanaman padi telah diterapkan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Penerapan teknologi pada padi yang sudah dilakukan oleh petani, yaitu System of Rice Intensification (SRI), teknologi padi hibrida, dan pengendalian hama terpadu. Penelitian mengenai penerapan teknologi tersebut sudah dilakukan. Astuti (2007) dan Putri (2011) telah melakukan penelitian mengenai penerapan teknologi padi System of Rice Intensification (SRI). Sedangkan penelitian mengenai penerapan teknologi padi hibrida dan metode pengendalian hama terpadu pada padi telah dilakukan oleh Basuki (2008) dan Surya (2002).

Penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2007) dan Putri (2011) mengenai penerapan teknologi SRI mempunyai tujuan penelitian mereka berbeda. Tujuan penelitian Astuti (2007) adalah mengevaluasi penerapan teknologi SRI, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan teknologi SRI, menganalisis pendapatan, dan efesiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi SRI. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2011) mempunyai tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi penerapan pertanian organik dan persepsi petani tentang karakteristik pertanian organik serta pengaruhnya terhadap penerapan teknologi. Astuti (2007) yang melakukan penelitian di Desa Margahayu Kabupaten Tasikmalaya menjelaskan pada umumnya petani responden sudah melaksanakan sebagian besar unsur-unsur teknologi SRI sesuai anjuran karena lebih dari setengah jumlah responden melakukan unsur-unsur teknologi SRI, antara lain pengelolaan air secara terputus-putus, penanaman dengan satu bibit muda per rumpun, penyiangan minimal sebanyak tiga kali, penanaman dangkal, dan posisi perakaran seperti huruf L dengan jarak tanam minimal 25 x 25 cm. Sedangkan hasil penelitian Putri (2011) adalah semakin positif persepsi petani terhadap penerapan teknologi maka budidaya yang dilakukan mengarah pada penerapan pertanian organik, semakin luas lahan yang dikelola maka semakin positif persepsinya terhadap pertanian organik, serta semakin petani berani mengambil risiko, terbuka dengan informasi, dan semakin

(29)

kosmopolit petani maka semakin positif persepsinya tentang karakteristik inovasi pertanian organik.

Selain penerapan teknologi padi SRI, penelitian mengenai penerapan teknologi padi hibrida dan metode pengendalian hama terpadu pada padi telah dilakukan oleh Basuki (2008) dan Surya (2002). Penelitian ini sama-sama dilakukan di Kabupaten Karawang. Penelitian yang dilakukan oleh Basuki (2008) dilakukan di Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang dengan menggunakan regresi logistik untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi benih padi hibrida. Hasil penelitian ini menunjukan ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan benih padi hibrida, yaitu luas lahan, status lahan, rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, dan umur. Luas lahan dan status lahan bukan milik berpengaruh positif, sedangkan rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total dan umur, berpengaruh negatif.

Penelitian yang dilakukan oleh Surya (2002) mengenai metode pengendalian hama terpadu (PHT). Sama seperti Basuki (2008), penelitian ini menggunakan regresi logistik karena ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi petani menerapkan usahatani padi metode PHT, yaitu mengikuti kursus Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), luas lahan, dan biaya tenaga kerja. Penelitian ini menunjukkan bahwa usahatani padi metode PHT lebih rendah melakukan aplikasi pestisida kimia dalam satu musim tanam. Pengendalian hama secara mekanis melalui pengamatan lebih diutamakan dalam metode PHT, dengan tujuan pengendalian akhir (tindakan kuratif), sedangkan tujuan aplikasi kimia dalam metode konvensional, yaitu untuk pencegahan terhadap serangan hama (tindakan preventif).

2.2. Pendapatan Petani Petani Padi Sehat

Padi sehat sudah dikembangkan tidak hanya di daerah Sukabumi tetapi juga di daerah lainnya di Indonesia. Namun penelitian mengenai padi sehat masih sedikit yang melakukannya. Penelitian mengenai pendapatan padi sehat sudah dilakukan oleh Fatullah (2010), Permatasari (2011), dan Gultom (2011). Permatasari (2011) melakukan juga analisis efesiensi teknis dan peran kelembagaan, sedangkan Gultom (2011) meneliti juga mengenai faktor-faktor

(30)

yang mempengaruhi produksi usahatani padi sehat. Tempat penelitian ketiganya sama-sama dilakukan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) karena desa ini merupakan salah satu sentra produksi padi dan telah menerapkan pertanian padi sehat.

Fatullah (2010) membandingkan usahatani padi sehat dengan padi konvensional dilihat dari teknis budidaya dan analisis pendapatan. Perbedaan yang paling mendasar pada teknis budidaya usahatani padi sehat dan padi konvensional terletak pada kegiatan budidaya yang lebih banyak dilakukan pada padi sehat, seperti kegiatan persiapan benih, pembuatan pupuk kompos, pembuatan pestisida nabati, dan pembuatan pupuk cair yang lebih sering dilakukan daripada usahatani konvensional.

Hasil analisis usahatani yang dilakukan oleh Fatullah (2010), Gultom (2011), dan Permatasari (2011) berbeda. Hasil analisis Fatullah (2010) menunjukkan pendapatan atas biaya tunai usahatani padi sehat lebih besar dibandingkan petani padi konvensional. Petani sehat dapat memperoleh penerimaan bersih Rp 6.032.222,22 dari pendapatan total usahatani. Sementara petani padi konvensional memperoleh sebesar Rp 5.042.342,53 dari pendapatan total usahatani. Sedangkan hasil analisis yang dilakukan oleh Gultom (2011), pendapatan atas biaya total petani padi sehat sebesar Rp 2.405.039,56. Adanya perbedaan hasil analisis antara Fatullah dan Gultom pada pendapatan atas biaya tunai usahatani padi sehat karena biaya tunai dari sewa lahan pada petani yang menjadi responden Gultom biayanya lebih besar. Hasil analisis Permatasari (2011) menunjukkan bahwa pendapatan usahatani atas biaya tunai dan biaya total yang paling besar diperoleh petani pemilik, sedangkan petani penyakap memperoleh pendapatan paling kecil dibandingkan petani lain.

Berdasarkan hasil analisis Gultom (2011), nilai imbangan penerimaan atas biaya atau R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total yaitu sebesar 2,10 dan 1,22. Efesiensi usahatani melalui R/C atas biaya yang dilakukan oleh Fatullah (2010), nilai R/C usahatani padi sehat memiliki nilai yang lebih kecil dari R/C usahatani padi konvensional, hanya berselisih 0,03. Hasil analisis Permatasari (2011), petani penggadai memiliki R/C yang paling besar dibandingkan petani

(31)

lain. Sementara petani penyangkap yang merupakan mayoritas petani di lokasi penelitian memperoleh nilai R/C yang paling kecil dibandingkan petani yang lain. Hal ini diduga dikarenakan sistem bagi hasil yang tidak adil sehingga merugikan petani penyakap.

Selain analisis pendapatan usahatani berbagai penelitian mengenai padi sehat juga pernah dilakukan, seperti analisis efesiensi, kelembagaan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi. Hasil analisis efesiensi teknis berdasarkan estimasi dari parameter Maximum Likelihood untuk fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier yang dilakukan oleh Permatasari (2011), menunjukkan bahwa variabel luas lahan, pupuk kompos, dan pupuk urea berpengaruh pada peningkatan produksi padi sehat. Tingkat efesiensi teknis rata-rata usahatani padi sehat adalah 62 persen dari produksi maksimum. Faktor-faktor inefesiensi teknis yang berpengaruh pada peningkatan efesiensi teknis adalah dummy status kepemilikan lahan yang dibedakan menjadi petani pemilik, penyewa, penyakap, dan penggadai. Sedangkan hasil analisis peranan kelembagaan menunjukkan bahwa adanya kelembagaan petani di Desa Ciburuy seperti kelompok tani dan koperasi, keberadaannya telah dirasakan efektif oleh para petani. Manfaat yang paling banyak dirasakan dari adanya kelompok tani adalah kemudahan mendapat modal. Sementara manfaat yang paling banyak dirasakan oleh anggota koperasi adalah kemudahan mendapatkan modal dan memperoleh input produksi. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi sehat yang dianalisis oleh Gultom (2011) adalah pupuk kompos, pupuk urea, pupuk phonska, pestisida nabati, sedangkan faktor produksi benih dan tenaga kerja tidak berpengatuh nyata baik pada selang kepercayaan 85 persen dan 95 persen.

2.3. Manfaat Kemitraan

Kemitraan terjalin antara dua pihak atau lebih yang saling bekerjasama untuk mencapai tujuan masing-masing yang akhirnya kedua belah pihak mendapatkan manfaat dari kemitraan tersebut. Kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi berbagai masalah dalam sistem agribisnis di Indonesia. Dengan kemitraan diharapkan terjadi transfer informasi, teknologi, modal, dan sumberdaya lainnya dari pihak satu ke pihak lainnya.

(32)

Manfaat kemitraan telah banyak dirasakan oleh para petani. Manfaat kemitraan yang dirasakan oleh petani kacang tanah di Desa Palarang, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur yang bekerjasama dengan PT. Garudafood, yaitu adanya jaminan pasar, kepastian harga, meningkatkan pendapatan petani, dan menambah pengetahuan mengenai budidaya kacang tanah (Aryani 2009). Peternak ayam boiler di Cibinong, Bogor yang melakukan kemitraan dengan CV. Tunas Mekar Farm mendapatkan jaminan pasar, jaminan harga, jaminan teknis, dan bantuan operasional. Kemitraan yang dijalankan dengan pola inti plasma ini telah berjalan selama 6 tahun, lebih menekankan pada kerjasama hasil dan bimbingan teknis. Peternak juga mendapatkan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan seperti bimbingan teknis dan pemberian sarana produksi ternak. (Febridinia 2010). CV. Bimandiri yang bekerjasama dengan petani semangka di Kabupaten Kebumen Jawa Tengah tidak menyediakan bantuan dalam bentuk modal, tetapi memberikan bantuan dalam bentuk suplai bibit dan pembinaan petani, serta penjaminan pasar (Damayanti 2009).

Petani tebu yang bermitra dengan pabrik gula (PG) Karangsuwung mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah melalui bank kepada petani seperti kredit ketahanan pangan (KKP) untuk pengadaan input (Astria 2011). Petani tebu di Kecamatan Trangkil, Pati, Jawa Tengah juga mendapatkan KKP dengan melakukan kemitraan dengan PG milik PT. Kebon Agung. Petani tebu responden yang diteliti oleh Najmudinrohman (2010), memanfaatkan fasilitas kredit sebanyak 81,8 persen, sisanya tidak mengambil kredit karena tidak ingin menanggung hutang. Dalam pengajuan kredit, PG berperan sebagai avalis yaitu penanggung jawab risiko kegagalan pengembalian kredit. Petani pun mendapatkan kredit akselerasi dari Dinas Perkebunan yang dikhususkan bagi penanaman tebu baru. Bunga kredit tersebut tujuh persen per tahun. Pembayaran kredit dipotong dari pembayaran nota gula saat musim giling. Seluruh petani tebu mitra yang menjadi responden juga menerima pupuk bersubsidi.

Pembinaan pada petani mitra tidak hanya dilakukan oleh perusahaan mitra tetapi juga oleh pihak lain yang masih berhubungan. Seperti petani pembuat gula kelapa di Kabupaten Ciamis yang bekerjasama dengan PT. Samudera Jaya Abadi (SJA) mendapatkan pembinaan tidak hanya dari perusahaan mitra tetapi juga dari

(33)

Asosiasi Gula Kelapa Priangan (AGKP) dan Yayasan Cikal Sinergi (Rahmat 2011).

Manfaat kemitraan tidak hanya dirasakan oleh petani tetapi juga oleh perusahaan mitra. Manfaat bagi perusahaan yang diteliti oleh Febridinia (2010) adalah mendapatkan pasokan, menghemat biaya produksi, dan bertambahnya mitra usaha yang loyal terhadap perusahaan. Sedangkan manfaat yang diterima oleh PT. Aqua Farm Nusantara yang diteliti oleh Cahyono et al. (2007) yang bermitra dengan kelompok tani ikan di Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta adalah untuk untuk menjaga keberlanjutan suplai bahan baku produk olahan ikan nila serta untuk mendapatkan ikan yang mempunyai daya tahan yang baik terhadap perubahan lingkungan pada saat pembesaran ikan.

Petani yang melakukan kemitraan seharusnya mempunyai pendapatan yang lebih besar dari pada petani yang tidak melakukan kemitraan. Hal ini dikarenakan telah adanya transfer informasi, teknologi, modal, atau sumberdaya lainnya sehingga usahatani yang dilakukan dapat lebih efesien dan efektif. Petani tebu yang melakukan kemitraan mempunyai penerimaan lebih tinggi dan biaya lebih rendah dibandingkan petani yang tidak melakukan kemitraan (Najmudinrohman 2010). Produksi rata-rata petani mitra sebesar 780,55 kwintal per ha. Biaya petani mitra lebih rendah karena pengalokasian input produksi lebih efisien, misalnya petani mitra memiliki tenaga kerja tetap sehingga upah tenaga kerja lebih rendah karena adanya keberlangsungan pekerjaan bagi tenaga kerja tersebut.

Petani semangka yang melakukan kemitraan, pendapatan atas biaya total lebih besar dibandingkan petani non mitra (Damayanti 2009). Hal ini disebabkan karena harga jual semangka petani mitra lebih besar dibandingkan harga jual semangka petani non mitra. Keuntungan petani mitra ini juga disebabkan karena harga jual semangka petani mitra tidak terkena fluktuasi harga. R/C atas biaya total petani mitra relatif lebih besar dibandingkan dengan petani non mitra. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani yang dilakukan oleh Aryani (2009), petani mitra memperoleh pendapatan usahatani lebih besar dari pada petani non mitra, baik untuk pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas

(34)

biaya total. Hasil R/C rasio pun jauh lebih besar petani mitra. R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total petani mitra yaitu 2,77 dan 1,47. Sedangkan hasil perhitungan R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total petani non mitra adalah 1,92 dan 0,96.

Pada kenyataannya tidak semua petani atau peternak yang melakukan kemitraan mempunyai pendapatan yang lebih besar dibandingkan non mitra. Walaupun pendapatan atas biaya total yang diterima oleh peternak mitra lebih besar Rp 1.037.398 daripada yang diterima peternak non mitra yang diteliti oleh Febridinia (2010), namun biaya yang dikeluarkan peternak non mitra baik biaya tunai ataupun biaya diperhitungkan dan R/C, tidak berbeda jauh dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh peternak mitra. Sedangkan Penelitian yang dilakukan oleh Deshinta (2006) mengenai kemitraan yang dilakukan oleh PT. Sierad Produce dengan Peternak Ayam Boiler di Kabupaten Sukabumi dengan menggunakan uji-t menunjukkan hasil bahwa kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak. Walaupun demikian, peternak memperoleh banyak manfaat dari keikutsertaannya di dalam kemitraan seperti bantuan modal, bimbingan dan penyuluhan serta pemasaran hasil.

Ada juga petani yang mengalami kerugian setelah melakukan kemitraan. Astria (2011) telah melakukan analisis kemitraan antara petani tebu dengan pabrik gula (PG) Karangsuwung. Usahatani tebu yang dilakukan petani mitra menguntungkan berdasarkan hasil analisis R/C rasio atas biaya tunai petani mitra sebesar 1,52. Tetapi berdasarkan perhitungan R/C atas biaya total didapatkan hasil sebesar 0,60. Dilihat dari R/C rasio atas biaya total dapat disimpulkan bahwa kemitraan yang diikuti oleh petani mengalami kerugian. Hal ini dikarenakan adanya biaya transaksi yang mahal. Kemitraan pada usaha gula kelapa yang diteliti oleh Rahmat (2011) merugikan petani karena harga yang diterima lebih rendah dari harga pasar. Walaupun demikian, petani masih sangat tergantung dengan pinjaman modal dari perusahaan mitra.

Diperlukan suatu perencanaan yang baik dan kesepakatan kedua belah pihak dalam suatu perjanjian tertulis yang menjelaskan hak dan kewajiban agar semua pihak yang menjalin kerjasama dalam bingkai kemitraan dapat merasakan manfaatnya. Kemitraan yang dijalankan oleh CV. Bimandiri dengan petani

(35)

semangka telah dirumuskan dalam sebuah memo kesepakatan antara kedua belah pihak yang memuat hak dan kewajibannya masing-masing. Dalam pelaksanaan program kemitraan, kedua belah pihak telah menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan kesepakatan bersama (Damayanti 2009). Sedangkan kajian kemitraan yang dilakukan Suci (2011) pada PT. Agrowiyana Kabupaten Tanjung Barat Provinsi Jambi yang melakukan kemitraan dengan petani kelapa sawit dengan pola kemitraan yang berbeda, yaitu Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) dan Perkebunan Inti Rakyar (PIR) Trans. Mekanisme pelaksanaan kemitraan pola KKPA dan PIR Trans tidak terlalu berbeda. Secara keseluruhan mekanisme kerjasama dengan petani KKPA dan PIR Trans meliputi penyediaan sarana produksi sebelum masa konvensi, pembinaan, sistem panen, sistem sortasi, penetapan harga, dan pembayaran tandan buah segar. Pelaksanaan kemitraan dibuat berdasarkan perjanjian kerjasama yang berisi hak dan kewajiban serta hasil kesepakatan kedua belah pihak sehingga pihak inti sudah merasa cukup dipercaya dan diterima oleh petani plasma.

Kemitraan dalam pelaksanaanya ada yang terjadi ketidaksesuaian antara hak dan kewajiban walaupun sudah terdapat kontrak tertulis. Budiningrum (2011) melakukan penelitian mengenai kemitraan petani padi dengan Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa Republika (LPS-DDR) di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Kemitraan yang terjalin berupa kemitraan dalam pengadaan beras sae (sehat, aman, dan enak) yang merupakan beras semi organik. Kendala kemitraan yaitu ketidaksesuaian hak dan kewajiban, pelaksanaan cenderung top down, dan ketiadaan penjaminan risiko produksi. Namun secara keseluruhan kemitraan telah berlangsung dengan cukup baik yaitu sebesar 61,5 persen hak dan kewajiban sudah sesuai dengan kesepakatan. Berdasarkan hasil perhitungan customer satisfication index (CSI) diperoleh hasil keseluruhan atribut pelayanan kemitraan adalah sebesar 77,55 persen. Nilai tersebut mengindikasi bahwa secara umum petani mitra sudah puas dengan pelaksanaan kemitraan.

Penelitian mengenai analisis kepuasan peternak plasma terhadap pola kemitraan ayam broiler studi kasus kemitraan Dramaga Unggas Farm (DUF) di Kabupaten Bogor telah dilakukan oleh Saputra (2011). Pola kemitraan yang

(36)

dijalankan adalah inti plasma, dimana masing-masing memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian kemitraan. Inti berperan membatu plasma dalam hal permodalan, sedangkan plasma menyediakan kandang dan biaya pemeliharaan. Pemasaran hasil panen dilakukan oleh inti dengan harga yang telah ditetapkan dalam kontrak. Namun dalam kenyataannya peternak plasma menjadi pihak yang lebih lemah posisinya karena kontrak kemitraan yang disepakati merupakan aturan baku yang dibuat oleh inti tanpa adanya perundingan mengenai isi kontrak tersebut. Secara umum peternak plasma sudah merasa puas dengan kinerja-kinerja atribut kemitraan DUF, dimana hasil perhitungan CSI sebesar 69,68 persen.

Pada penerapan kemitraan, ada juga yang belum disertai dengan kontrak tertulis seperti penelitian yang dilakukan oleh Rahmat (2011). Perencanaan kemitraan hanya dilakukan oleh perusahaan mitra saja. Tidak ada kejelasan mengenai peranan masing-masing pihak yang bermitra. Penentuan harga produk (gula kelapa) belum melibatkan semua pihak yang bermitra dan pelaksanaan kemitraan tidak dilakukan secara transparan.

(37)

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan teknologi baru terhadap produksi, dan pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani.

3.1.1. Konsep Kemitraan

Konsep kemitraan berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Konsep tersebut diperjelas pada Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 yang menerangkan bahwa bentuk kemitraan yang ideal adalah yang saling memperkuat, saling menguntungkan, dan saling menghidupi.

Brinkerhoff et al. (1990) dalam Sumardjo et al. (2004) mengatakan kemitraan sebagai sebuah sistem, harus memiliki unsur-unsur berikut ini:

1. Input (sumberdaya), yaitu material, uang, manusia, informasi, dan pengetahuan merupakan hal yang didapat dari lingkungannya dan akan memiliki kontribusi pada produksi output.

2. Output, seperti produk dan pelayanan adalah hasil dari suatu kelompok atau organisasi.

3. Teknologi, yaitu metode dan proses dalam transformasi input menjadi output. 4. Lingkungan, yaitu keadaan di sekitar kelompok mitra dan perusahaan mitra

yang dapat mempengaruhi jalannya kemitraan.

5. Keinginan, yaitu strategi, tujuan, rencana dari pengambil keputusan.

6. Perilaku dan proses, yaitu pola perilaku, hubungan antar kelompok atau organisasi dalam proses kemitraan.

7. Budaya, yaitu norma, kepercayaan, dan nilai dalam kelompok mitra dan perusahaan mitra.

(38)

3.1.2. Pola Kemitraan Agribisnis

Dalam sistem agribisnis di Indonesia, terdapat lima bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha besar. Adapun bentuk-bentuk kemitraan yang dimaksud adalah Pola Kemitraan Inti Plasma, Pola Kemitraan Subkontrak, Pola Kemitraan Dagang Umum, Pola Kemitraan Keagenan, dan Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (Sumardjo et al, 2004).

3.1.2.1. Pola Kemitraan Inti Plasma

Pola kemitraan inti plasma merupakan hubungan antar petani, kelompok tani, atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah, serta memasarkan hasil hasil produksi. Sementara itu, kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Untuk lebih jelas pola kemitraan inti plasma dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pola Kemitraan Inti-Plasma Sumber : Sumardjo et al. (2004)

Keunggulan dari pola kemitraan ini yaitu tercipta saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan, tercipta peningkatan usaha, dan dapat mendorong perkembangan ekonomi. Sedangkan kelemahan dari pola ini yaitu pihak plasma masih kurang memahami hak dan kewajibannya, komitmen perusahaan inti masih lemah dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang diharapkan oleh plasma, dan belum ada kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma sehingga terkadang perusahaan inti mempermainkan harga komoditas plasma.

Perusahaan Plasma

Plasma

Plasma

(39)

3.1.2.2. Pola Kemitraan Subkontrak

Pola kemitraan subkontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Keunggulan dari pola ini adalah adanya kesepakatan tentang kontrak bersama yang mencangkup volume, harga, mutu, dan waktu. Dalam banyak kasus, pola subkontrak sangat bermanfaat juga kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan, dan produktivitas, serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra. Hubungan kemitraan pola subkontrak dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pola Kemitraan Subkontrak Sumber : Sumardjo et al. (2004) Sedangkan kelemahan pada pola ini antara lain :

a. Hubungan subkontrak yang terjalin semakin lama cenderung mengisolasi produsen kecil dan menengah mengarah ke monopoli atau monopsoni, terutama pada penyediaan bahan baku serta dalam hal pemasaran.

b. Berkurangnya nilai-nilai kemitraan antara kedua belah pihak. Perasaan saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling menghidupi berubah menjadi penekanan terhadap harga input yang tinggi atau pembelian produk dengan harga rendah.

c. Kontrol kualitas produk ketat, tetapi tidak diimbangi dengan sistem pembayaran yang tepat. Dalam kondisi ini, pembayaran produk perusahaan inti sering terlambat bahkan cenderung dilakukan secara konsinyasi.

3.1.2.3. Pola Kemitraan Dagang Umum

Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak

Pengusaha Mitra

Kelompok Mitra Kelompok Mitra

(40)

pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. Dalam kegiatan agribisnis pola ini telah dilakukan, khususnya hortikultura. Beberapa petani atau kelompok tani bergabung dalam bentuk koperasi atau badan usaha lainnya kemudian bermitra dengan toko swalayan atau mitra usaha lainnya. Kelompok mitra tersebut bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan mitra sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama. Pola hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Memasok

Memasarkan Produk Kelompok Mitra

Gambar 3. Pola Kemitraan Dagang Umum Sumber : Sumardjo et al. (2004)

Keunggulan dari pola ini yaitu kelompok mitra atau koperasi tani berperan sebagai pemasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra dan perusahaan mitra memasarkan produk kelompok mitra ke konsumen. Kondisi tersebut menguntungkan pihak kelompok mitra karena tidak perlu bersusah payah memasarkan hasil produknya sampai ke tangan konsumen. Keuntungan dalam pola kemitraan ini berasal dari margin harga dan jaminan harga produk yang diperjual-belikan, serta kualitas produk sesuai dengan kesepakatan pihak yang bermitra.

Sedangkan kelemahan yang ditemukan dalam implementasi pola kemitraan dagang ini antara lain :

a. Dalam praktiknya harga dan volume produk sering ditentukan secara sepihak oleh perusahaan mitra sehingga merugikan pihak kelompok mitra.

b. Sistem perdagangan sering ditemukan berubah menjadi bentuk konsinyasi. Dalam sistem ini pembayaran barang-barang pada kelompok mitra tertunda sehingga beban modal pemasaran produk harus ditanggung oleh kelompok

Kelompok Mitra Perusahaan Mitra

(41)

mitra. Kondisi seperti ini sangat merugikan perputaran uang pada kelompok mitra yang memiliki keterbatasan modal.

3.1.2.4. Pola Kemitraan Keagenan

Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau perusahaan kecil mitra. Pihak perusahaan mitra (perusahaan besar) memberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh perusahaan besar mitra. Perusahaan besar atau menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang atau jasa), sedangkan usaha kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa. Diantara pihak-pihak yang bermitra terdapat kesepakatan tentang target-target yang harus dicapai dan besarnya fee atau komisi yang diterima oleh pihak yang memasarkan produk. Untuk lebih memahami pola ini, dapat dilihat pada Gambar 4.

Memasok

Memasarkan produk kelompok mitra

Gambar 4. Pola Kemitraan Keagenan Sumber : Sumardjo et al. (2004)

Keunggulan pola ini yaitu mudah dilaksanakan oleh para perusaha kecil yang kurang kuat modalnya karena biasanya menggunakan sistem mirip konsinyasi. Kelemahan pola ini adalah kelompok mitra menetapkan harga produk secara sepihak sehingga harganya menjadi tinggi di tingkat konsumen dan sering memasarkan produk dari beberapa mitra usaha sehingga kurang mampu membaca segmen pasar dan tidak memenuhi target.

3.1.2.5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya,

Kelompok Mitra Perusahaan Mitra

(42)

modal, manajemen, dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Disamping itu, perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. KOA telah dilakukan pada usaha perkebunan, seperti perkebunan tebu, tembakau, sayuran, dan usaha perikanan tambak. Dalam pelaksanaannya, KOA terdapat kesepakatan tentang pembagian hasil dan risiko dalam usaha komoditas pertanian yang dimitrakan. Pola kemitraan ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Memasok

Gambar 5. Pola Kemitraaan Kerjasama Operasional Agribisnis Sumber : Sumardjo et al. (2004)

Keunggulan pola KOA ini sama dengan keunggulan sistem inti plasma. Pola KOA paling banyak ditemukan pada masyarakat pedesaan, antara usaha kecil di desa dengan usaha rumah tangga dalam bentuk sistem bagi hasil. Pola ini memiliki kelemahan pada pelaksanaannya, antara lain:

a. Pengambilan untung oleh perusahaan mitra yang menangani aspek pemasaran dan pengolahan produk terlalu besar sehingga dirasakan kurang adil bagi kelompok usaha kecil mitranya.

b. Perusahaan mitra cenderung monopsoni sehingga memperkecil keuntungan yang diperoleh pengusaha kecil mitranya.

c. Belum ada pihak ketiga yang berperan efektif dalam memecahkan permasalahan diatas.

Kelompok Mitra Perusahaan Mitra

Lahan Sarana Teknologi Biaya Modal Teknologi Manajemen

Gambar

Gambar 6. Pengaruh Teknologi Baru terhadap Produksi  Sumber : Halcrow (1992) Teknologi Baru Teknologi Lama  Teknologi Baru  Teknologi Lama Teknologi Lama Teknologi  Baru
Gambar 7. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Petani Padi Sehat
Tabel  5.  Jumlah  Kepala  Keluarga  Berdasarkan  Rata-rata  Kepemilikan  Lahan  di  Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2011
Tabel  7.  Jumlah  Penduduk  Berdasarkan  Umur  dan  Jenis  Kelamin  di  Kecamatan  Kebon Pedes Tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan berpedoman pada pasal 185 ayat (2).. KUHAP terlihat adanya adagium Unus testis, nullus testis yang artinya satu saksi bukan lah saksi. Maksudnya keterangan

Hasil dari penelitian menyebutkan bahwa terdapat 9 perusahaan dalam 5 tahun penelitian yang tergolong memiliki kinerja keuangan baik menurut prediksi manipulasi laba dan

Salah satu bentuk kerjasama yang dijalin pihak Indonesia adalah hubungan antara Negara Indonesia dengan negara Swiss melalui suatu perjanjian Internasional mengenai

Bursa Efek Indonesia mulai awal tahun 2007 telah memberikan kesempatan untuk memperdagangkan ETF (Exchange Traded Fund) di Pasar Modal Indonesia. Instrumen ini merupakan

Seorang laki-laki, umur 20 tahun, selalu bersin-bersin di pagi hari, keluar ingus encer, gatal di hidung dan mata. Keluhan juga timbul bila udara berdebu. Keluhan ini sudah

2 minggu sebelum dilakukan splenektomi, penyandang diberikan vaksin berupa Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza tipe B karena berdasarkan penelitian

Bagi mencapai objektif dalam kajian yang telahpun dikenalpasti, terdapat beberapa metodologi kajian yang telah digunakan. i) Membuat kajian literatur dalam bidang subjek yang

Hasil uji terbaik dari ketiga pelarut yang digunakan yaitu etil asetat yang bersifat membunuh bakteri dengan hasil uji aktivitas zona hambatan sebesar 4,73 mm