BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Undang-undang, Definisi, Asas, dan Fungsi Bank Syariah 2.1.1.1 Undang-undang Bank Syariah
Bank syariah di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat, hal tersebut menjadi perhatian bagi pemerintah sebagai regulator untuk secara aktif mengeluarkan undang-undang yang mengatur tentang perbankan syariah. Undang-undang tentang perbankan syariah dikeluarkan dengan tujuan agar bank syariah memiliki payung yang jelas mengenai pedoman, aturan dan tata cara pelaksanaan sistem syariah yang tepat. Puspasari (2012),menyatakan bahwa semakin jelasnya payung perbankan syariah di Indonesia, mendorong peranan perbankan syariah dalam menggerakan sektor riil dan membatasi spekulasi, pemenuhan kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak bisa menerima konsep bunga yang lebih mengarah kepada riba, sehingga tercipta dual banking
system yang sehat di atas nilai moral Islam.
Undang-Undang yang mengatur tentang perbankan syariah yaitu:
1. Undang-Undang No.7 Tahun 1992 yang mengatur tentang bank dengan sistem bagi hasil.UU ini tidak membahas secara rinci landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha apa saja yang diperbolehkan.
2. UU No.10 Tahun 1998. UU ini mengatur mengenai landasan hukum dan jenis-jenis usaha apa saja yang dapat dioperasikan serta dapat
diimplementasikan oleh bank syariah, dengan adanya UU ini posisi hukum bank syariah di Indonesia semakin kuat, dan lebih mempertegas
UU ini bertujuan untuk menampung keinginan dan kebutuhan yang berkembang di masyarakat, dimana mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mendirikan bank dengan prinsip syariah. Selain itu, dalam UU tersebut memberikan arahan terhadap bank-bank konvensional untuk membuka unit syariah atau bahkan mengkonversikan diri secara total menjadi bank syariah.
3. UU No.23 Tahun 1999. UU ini merupakan UU yang menegaskan bahwa Bank Indonesia sebagai otoritas pengawasan bank syariah yang memungkinkan pelaksanaan kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah.
4. UU No. 21 Tahun 2008. UU tersebut merupakan UU yang dimuat tersendiri, yang mengatur tentang Perbankan Syariah. UU ini secara khusus memuat hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah.
2.1.1.2 Definisi Bank
Pasal 1 dalam UU No. 21 Tahun 2008 menyebutkan bahwa, bank merupakan suatu badan usaha yang kegiatannya menghimpun dana yang berasal dari masyarakat, dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit maupun bentuk lainnya dengan tujuan meningkatkan taraf hidup rakyat. Bank terdiri dari dua jenis, yaitu seperti berikut ini.
1. Bank konvensional, yaitu suatu bank yang kegiatan usahanya dijalankan secara konvensional serta berdasarkan jenisnya terdiri atas bank umum konvensional dan bank perkreditan rakyat.
2. Bank syariah, yaitu suatu bank yang kegiatan usahanya dijalankan berdasarkan prinsip syariah dan berdasarkan jenisnya terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS) serta Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). BUS merupakan bank syariah yang kegiatannya memberi jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan BPRS merupakan bank syariah yang kegiatannya tidak memberi jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.1.1.3 Asas Perbankan Syariah
Pasal 2 dalam UU No. 21 Tahun 2008 menyebutkan bahwa, dalam menjalankan kegiatan usahanya, perbankan syariah harus berdasarkan atas prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.
2.1.1.4 Fungsi Bank Syariah
Pasal 4 dalam UU No. 21 Tahun 2008 menyebutkan bahwa, bank syariah wajib menjalankan fungsi menghimpun serta menyalurkan dana masyarakat. Bank Syariah juga menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitulmal, yaitu menyalurkan dana yang diterima dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya kepada organisasi pengelola zakat. Selain itu, bank syariah dapat menyalurkan dana sosial yang dihimpun dari wakaf uang kemudian menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
Yaya, Martawireja, dan Abdurahim (2009) menguraikan bahwa dalam beberapa literatur terdapat beberapa fungsi bank syariah seperti berikut ini.
1. Fungsi manager investasi
Dengan fungsi ini bank syariah bertindak sebgai manajer investasi dari pemilik dana (shahibul maal), yang manadalam dana tersebut disalurkan kembali pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang telah dihimpun akan menghasilkan keuntungan yang akan dibagi hasilkan antara bank syariah dengan pemilik dana.
2. Fungsi Investor
Dengan fungsi ini bank syariah berfungsi sebagai investor (pemilik dana). Selaku investor, bank syariah harus melakukan penananaman dana dengan risiko yang minim pada sektor-sektor yang produktif dan tidak melanggar pada ketentuan-ketentuan syariah serta menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syariah.
3. Fungsi Sosial
Fungsi sosial merupakan sesuatu yang melekat pada bank syariah. Terdapat dua instrumen yang digunakan bank syariah yaitu sebagai berikut ini.
1) Zakat, infak, sadakah, dan wakaf (ZISWAF)
Merupakan suatu instrumen untuk menghimpun ZISWAF dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri sebagai lembaga milik para investor kemudian disaluran kepada yang berhak dalam bentuk bantuan atau hibah.
2) Qardhul hasan
Merupakan suatu instrumen untuk menghimpun dana dari penerima yang tidak memenuhi kriteria halal dan dana infak serta sedekah yang tidak ditentukan penyalurannya secara spesifik oleh yang memberi. Penyaluran dana ini untuk pengadaan atau perbaikan kualitas fasilitas sosial dan umum masyarakat, sumbangan atau hibah kepada yang berhak, pinjaman tanpa bunga yang diprioritaskan kepada masyarakat golongan ekonomi lemah. 4. Fungsi Jasa keuangan
Fungsi Jasa keuangan bank syariah sama halnya dengan bank konvensional seperti: layanan kliring, transfer, inkaso, dan lain-lain. Tetapi bank syariah tetap harus mengikuti skema yang sesuai dengan prinsip syariah dalam hal mekanisme mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
2.1.2 Peran BI dalam Perkembangan Perbankan Syariah
BI selaku regulator bagi perkembangan seluruh bank di Indonesia telah melakukan beberapa upaya dalam memberikan payung hukum untuk perkembangan bank syariah. Dengan diberikannya payung hukum yang jelas diharapkan dapat mengatasi segala permasalahan dan kendala yang mungkin akan muncul pada perbankan syariah. Upaya-upaya BI diantaranya adalah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Pasar Uang antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah, Kualitas Aset Produktif, Office Chanelling, dan lainnya. BI juga secara khusus membuat Cetak Biru Perbankan Syariah yang dijadikan sebagai acuan pengembangan bank syariah dari tahun 2003 sampai dengan 2011. Selain itu BI
menyediakan instrumen keuangan yang bertujuan untuk membantu bank syariah dalam menyimpan kelebihan likuiditasnya.
2.1.3 Sistem dan Prinsip Perbankan Syariah 2.1.3.1 Sistem Operasional Bank Syariah
Sistem operasional bank syariah terdiri atas sistem penghimpunan, sistem penyaluran dana yang dihimpun, dan sistem penyediaan jasa keuangan. Bank syariah memiliki sistem operasional yang berbeda dengan bank konvensional, dimana dalam mekanisme pemerolehan keuntungan pada pihak yang terlibat dalam kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana bank. Mekanisme pada bank konvensional menggunakan sistem bunga, yang menjanjikan keuntungan terhadap pihak yang menyimpan uang atau dananya. Penabung pada bank konvensional tidak memiliki keterkaitan terhadap pendapatan yang diperoleh bank dari aktivitas penyaluran dananya. Bertolak belakang dengan bank syariah dimana penabung terkait erat dengan hasil pemerolehan pendapatan atas aktivitas penyaluran dana oleh bank syariah (Yayaet al.,2009).
2.1.3.2 Prinsip-prinsip dalam Perbankan Syariah
Prinsip-prinsip pada bank syariah harus dilandaskan pada syariat Islam. Yayaet al. (2009) menguraikanprinsip yang digunakan pada bank syariah meliputi berikut ini.
1. Prinsip dalam Penghimpunan Dana Bank Syariah
Pada bank syariah klasifikasi penghimpunan dana tidak didasarkan pada jenis instrumen melainkan pada prinsip yang digunakan. Berdasarkan DSN penghimpunan dana yang digunakan bank syariah meliputi berikut ini.
a) Penghimpunan Dana dengan Prinsip Wadiah
Wadiahdapat diartikan sebagai suatu titipan yang berasal dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga serta dikembalikan kapan saja pada saat si penitip menghendaki. Wadiah terdiri atas dua jenis, yaitu sebagai berikut ini.
(1) Wadiah Yad-Amanah (Trustee Depository)
Prinsip wadiah yad-amanahadalahpenitipan dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan untuk memanfaatkan barang titipan tersebut sampai si penitip mengambil kembali titipannya.
(2) Wadiah Yad-Dhamanah (Guarantee Depository)
Prinsip wadiah yad-dhamanahadalah penitipan barang atau uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik dapat memanfaatkan barang atau uang titipan tersebut serta harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang atau uang titipan.
b) Penghimpunan Dana dengan Prinsip Mudharabah
Mudharabah merupakan suatu perjanjian atas jenis kerja sama usaha dimana ada pihak yang menyediakan dana, dan pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan dana.
2. Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah
Penyaluran dana bank syariah menggunakan skema jual beli, investasi dan sewa. Setiap skema mempunyai bentuk sendiri dalam aktivitasnya.
a) Prinsip Jual Beli
(1) Jual Beli dengan Skema Murabahah
Dalam jual beli ini, harga perolehan dan keuntungan yang disepakati dinyatakan dengan jelas oleh penjual dan pembeli.
(2)Jual Beli dengan Skema Salam
Dalam jual beli ini, sebelum barang pesanan diterima dilakukan pelunasan terlebih dahulu oleh pembeli.
(3) Jual Beli dengan Skema
Dalam jual beli ini berdasarkan penugasan oleh pembeli kepada penjual yang juga sebagai produsen untuk menyediakan suatu produk atau barang sesuai dengan spesifikasi yang telah disyaratkan pembeli kemudian menjualnya dengan harga yang telah disepakati bersama.
b) Prinsip Investasi
Prinsip investasi pada pembiayaan yang dilakukan bank syariah terdiri dari sebgai berikut ini.
(1) Investasi dengan Skema Mudharabah
Pada transaksi penyaluran dana dengan skema mudharabah, bank bertindak sebagai shahibul maal sedangkan nasabah adalah mudharib atau pengelola dana yang menerima pembiayaan, yang seluruh modalnya berasal dari bank.
(2) Investasi dengan Skema Musyarakah
Pada jenis investasi ini, adalah kerjasama yang dilakukan oleh para pemilik modal investasi dengan cara menggabungkan modal mereka pada suatu bentuk usaha tertentu dengan pembagian keuntungan didasarkan pada
nisbah yang telah disepakati, namun apabila terjadi kerugian, ditanggung secara bersama oleh semua pemilik modal.
c) Prinsip Sewa
Pada prinsip ini terdiri dari 2 jenis sebagai berikut ini. (1) Sewa dengan Skema Ijarah
Merupakan transaksi sewa menyewa,diantara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan suatu imbalan atas objek sewa yang disewakan.
(2) Sewa dengan Skema Ijarah Muntahiya Bittamlik
Merupakan transaksi sewa-menyewa untuk mendapatkan suatu imbalan atas objek sewa yang disediakannya dengan opsi perpindahan atas hak milik pada suatu saat tertentu sesuai dengan akad sewa diantara pemilik objek sewa dan penyewa.
3. Prinsip dalam Pelaksanaan Fungsi Jasa Keuangan Perbankan
Prinsip ini meliputi seluruh layanan nonpembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain seperti berikut ini.
1) Wakalah
Wakalahadalah penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat oleh seseorang kepada yang lain.
2) Kafalah
Kafalahadalahjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi suatu kewajiban pihak kedua atau yang
3) Hawalah
Hawalahadalah pengalihan utang dari orang yang berutang (muhil) kepada orang lain yang wajib menanggungnya 2001, dalam Yaya et al., 2009).
4) Sharf
Sharfadalah prinsip yang digunakan dalam menjalankan transaksi jual beli mata uang, baik yang sejenis maupun antar mata uang yang berlainan jenis. 5) Ijarah
Ijarahadalah prinsip jasa keuangan syariah yang banyak digunakan, aplikasi dalam praktik perbankan contoh transaksi nya antara lain: sms banking, pembayaran tagihan, kartu ATM.
2.1.4 Pengertian Modal
Modal merupakan suatu instrumen penting bagi perusahaan dimana segala aktifitas perusahaan bergantung pada kecukupan modal yang dimiliki. Modal yang memadai adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tetap eksisnya sebuah perusahaan, didalam persaingan usaha yang semakin ketat saat ini. Dengan dimilikinya modal yang memadai aktivitas serta tujuan perusahaan dapat berjalan dengan lancar.
Menurut Bakkker, yang dikutip oleh Bambang Riyanto (1997),modal merupakan barang-barang yang berupa kongkret maupun yang masih tedapat dalam rumah tangga perusahaan yang terdaftar pada neraca sisi debit, maupun berupa daya beli atau nilai tukar atas barang-barang tersebut yang tercatat di sebelah kredit.
Permasalahan modal merupakan salah satu kesulitan yang sering dihadapi oleh para manajemen perusahaan. Pihak manajemen harus memikirkan secara baik sumber perolehan modal dan proporsi yang tepat agar perusahaan dapat memiliki modal yang optimal. Strategi dan tujuan perusahaan akan terlaksana dengan dimilikinya modal yang optimal. Oleh karena itu penting bagi perusahaan agar dapat merumuskan kebijakan sumber daya modal yang tepat. 2.1.5 Sumber Modal
Riyanto (2001), menyebutkan bahwa sumber-sumber penawaran modal dapat ditinjau dari dua aspek sebagai berikut ini.
1. Ditinjau dari asalnya
Ditinjau dari asalnya sumber modal dapatdibedakan dalam dua kategori, seperti berikut ini.
1. Sumber Internal (Internal Sources)
Merupakan modal atau dana perusahaan yang dihasilkan atau diperoleh sendiri di dalam perusahaan. Modal yang berasal dari sumber internal dapat berupa laba ditahan dandepresiasi.
2. Sumber eksternal (External Source)
Merupakan modal atau dana yang dihasilkan atau diperoleh dari luar perusahaan, yang dapat berasal dari kreditur yang biasanya berupa pemberian hutang dan disebut sebagai modal asing, serta modal yang berasal dari pemilik, dan pihak-pihak yang memiliki bagian di dalam perusahaan yang berupa penanaman modal atau dana yang bersifat tetap dan disebut sebagai modal sendiri.
3. Sumber Eksternal utama
Merupakan modal atau dana yang dihasilkan atau diperoleh dari luar perusahaan yang dapat digolongkan dalam 3 golongan sebagai berikut ini.
1) Suplier
Suplier merupakan pihak pemberi dana dalam suatu perusahaan yang biasanya berbentuk penjualan barang secara kredit, yang bersifat jangka pendek (kurang dari 1 tahun) dan jangka menengah (lebih dari 1 tahun serta kurang dari 10 tahun).
2) Bank
Bank adalah lembaga kredit yang memiliki tugas utama untuk memberikan kredit dan pemberian jasa-jasa lain dalam bidang keuangan. 3) Pasar modal
Pasar modal merupakan suatu tempat bertemunya antara penawaran dan permintaan dana yang bersifat jangka menengah maupun jangka panjang. 2. Ditinjau dari cara terjadinya
Ditinjau dari cara terjadinya sumber modal dapatdibedakan dalam dua kategori, yaitu sebagai berikut ini.
1. Tabungan
Tabungan merupakan suatu bentuk simpanan yang dapat digunakan untuk kepentingan konsumsi atau investasi. Tabungan dapat memperbesar modal apabila digunakan untuk keperluan investasi, sedangkan apabila digunakan untuk kepentingan konsumsi tidak dapat memperbesar modal.
2. Penciptaan atau kreasi uang/kredit oleh bank
Uang tidak hanya diciptakan oleh bank sirkulasi tetapi diciptakan juga olehbank-bank dagang dengan menciptakan uang giral, yang merupakan sumber kedua dari penawaran modal.
3. Intensifikasi penggunaan uang
Merupakan sumbermodal yang dilakukan oleh bank dengan meminjamkan kembali uang-uang yang disimpan oleh masyarakat di bank.
2.1.6 Pengertian Struktur Modal
Perumusaan penggunaan sumber modal merupakan hal yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Hal ini karena porsi modal yang akan digunakan perusahaan dapat mempengaruhi terhadap aktivitas operasi dan risiko yang mungkin terjadi dalam perusahaan. Perusahaan harus berhati-hati dalam memutuskan penggunaan modal yang akan digunakan untuk mendanani aktifitas perusahaan. Penggunaan modal baik yang bersal dari hutang maupun ekuitas keduanya memiliki kelebihan dan kelemahan.Keputusan mengenai penentuan struktur modal juga merupakan keputusan penting bagi manajemen perusahaan karena hal ini berkaitan dengan kelanjutan usaha perusahaan dalam jangka panjang (Astuti, 2012).
Struktur modal didefinisikan sebagai campuran utang dan ekuitas yang digunakan perusahaan dalam operasinya (Abor, 2005). Penenentuan sumber dana yang akan digunakan menjadi hal yang sangat penting karena hal tersebut berkaitan dengan keputusan penggunaan porsi modal yang akan diambil.
Pengertian struktur modal juga disampaikan oleh beberapa ahli, yang diantaranya adalah:
Menurut Martono dan Agus Harjito (2003), bahwa:
Struktur modal adalah perbandingan atau imbalan pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri. Pemenuhan kebutuhan dana perusahaan yang bersumber dari sumber modal sendiri berasal dari modal saham, laba ditahan, dan cadangan. Jika dalam pendanaan perusahaan yang berasal dari modal sendiri masih mengalami kekurangan (defisit) maka perlu dipertimbangkan pendanaan perusahaan yang berasal dari luar, yaitu dari hutang (debt financing).
Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2006), terdapat empat faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal, seperti berikut ini.
1. Risiko Bisnis
Yaitu risiko yang melekat pada operasi perusahaan apabila perusahaan tidak mempergunakan hutang, semakin tinggi risiko bisnis perusahaan maka rasio hutang optimalnya semakin rendah.
2. Posisi Pajak Perusahaan
Yaitu dengan menggunakan hutang, maka biaya bunga hutang dapat digunakan sebagai pengurang pajak yang selanjutnya akan mengurangi biaya hutang efektif.
3. Fleksibilitas Keuangan
Yaitusuatu kemampuan untuk memperoleh modal dengan persyaratan yang wajar pada kondisi yang buruk. Manajer perusahaan mengetahui bahwa pasokan modal yang lancar dibutuhkan agar operasi dapat stabil, mereka juga mengetahui ketika perusahaan sedang mengalami kesulitan operasional, para
pemberi modal akan lebih menyukai memberikan dananya kepada perusahaan yang memiliki neraca yang kuat.
4. Konservatisme atau Agresivitas Manajemen
Yaitu situasi dimana lebih agresifnya beberapa manajer dari yang lainnya, sehingga beberapa perusahaan cenderung menggunakan hutang sebagai usaha untuk mendorong keuntungan.
2.1.7 Komponen Struktur Modal
Komponen struktur modal terdiri dari sebagai berikut ini. 1. Hutang jangka panjang
Hutang jangka panjang merupakan salah satu bentuk pembiayaan yang jatuh temponya lebih dari satu tahun, yang dapat berupa pinjaman berjangka dan penerbitan obligasi. Pinjaman berjangka merupakan pinjaman yang dapat digunakan untuk pembiayaan modal kerja, pelunasan terhadap hutang lainnya, atau untuk membeli peralatan dan mesin yang dapat mendukung proses produksi. Obligasi adalah surat pengakuan hutang kepada pihak lain yang diterbitkan perusahaan dengan nilai nominal dan jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
2. Modal Sendiri
Modal sendiri merupakan dana atau modal yang yang diperoleh dari pemilik perusahaan, yang disetorkan oleh pemilik, yang dapat berupa macam-macam saham dan laba ditahan. Sumber utama modal sendiri terdiri dari sebagai berikut ini.
a) Modal saham preferen
Saham preferen merupakan pendanaan yang memiliki sifat kombinasi antara utang dan saham biasa (Martono dan Agus, 2003).
b) Modal saham biasa
Pemegang saham biasa perusahaan merupakan pemilik akhir perusahaan. Secara kelompok mereka memiliki perusahaan dan menanggung risiko terakhir kepemilikan. Kewajiban mereka dibatasi sesuai jumlah investasi (Martono dan Agus, 2003).
2.1.8 Teori Struktur Modal
Terdapat beberapa teori mengenai struktur modal antara lain adalah sebagai berikut ini.
1. Modigliani-Miller (MM) Theory
Tahun 1958 Franco Modigliani dan Merton Miller mengajukan suatu teori ilmiah tentang struktur modal perusahaan. Teori ini merupakan teori struktur modal modern pertama, dalam teori ini MM menyatakan bahwa struktur modal tidak berpengaruh terhadap nilai sebuah perusahaan. MM menunjukan bahwa bagaimana cara sebuah perusahaan dalam mendanai operasinya tidak akan memiliki arti apa-apa, sehingga struktur modal merupakan suatu hal yang tidak relevan (Brigham dan Houston, 2006).
MM mengajukan dua model dalam teorinya, yaitu teori Modigliani dan Miller tanpa pajak dan dengan pajak. Atmaja (2008), menyatakan bahwa teori MM tanpa pajak menjelaskan dua preposisi. Preposisi I menjelaskan bahwa apabila tidak ada pajak maka nilai perusahaan tidak tergantung pada penggunaaan
hutang atau tidak. Preposisi II menjelaskan bahwa penggunaan hutang tidak akan merubah biaya modal perusahaan. Biaya hutang lebih kecil dibandingkan biaya modal sendiri. Tetapi penggunaan hutang yang semakin besar, menyebabkan semakin besar risiko, sehingga biaya modal sendiri bertambah. Oleh karena itu nilai perusahaan tidak dapat ditingkatkan oleh penggunaan hutang karena keuntungan dari biaya hutang yang lebih kecil ditutup dengan naiknya biaya modal sendiri.
Tahun 1963 MM menerbitkan kembali artikel sebagai lanjutan teori MM tahun 1958. MM mengajukan teori MM dengan pajak. Peraturan perpajakan memperbolehkan sebuah perusahaan untuk mengurangkan pembayaran bunga sebagai suatu beban, namun pembayaran dividen kepada pemegang saham tidak dapat sebagai pengurang pajak. Perbedaan perlakuan tersebut mendorong perusahaan untuk menggunakan hutang dalam struktur modalnya. MM mendemonstrasikan bahwa jika seluruh asumsi yang berlaku, maka akan mengarah pada perlakuan yang berbeda yaitu terjadi suatu situasi di mana perusahaan didanai oleh hutang 100 persen (Brigham dan Houston, 2006).
2. Trade off Theory
Kebijakan struktur modal melibatkan perimbangan trade off antara risiko dengan tingkat pengembalian. Trade off Theory menerangkan bahwa struktur modal optimal ditemukan dengan menyeimbangkan keuntungan pajak dengan biaya tekanan finansial (the cost of financial distress) dari penambahan hutang, sehingga biaya dan keuntungan dari penambahan hutang di trade off (saling tukar) satu sama lain. Dalam teori trade off, setiap perusahaan harus menetapkan target
struktur modalnya, yaitu pada posisi keseimbangan biaya dan keuntungan marginal dari pendanaan hutang, sebab pada posisi itu nilai perusahaan menjadi maksimum. Berdasarkan teori ini juga, menggunakan semakin banyak hutang berarti memperbesar risiko yang ditanggung pemegang saham (ekuitas) dan juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan (Setiana dan Rahayu, 2012). 3. Financial Distress dan Agency Costs
Financial distressadalah kondisi dimana perusahaan terancam bangkrut dan
mengalami suatu masalah yaitu kesulitan keuangan. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka akan timbul suatu biaya kebangkrutan yang dikarenakan oleh keterpaksaan untuk menjual aktiva dibawah harga pasar, biaya likuidasi perusahaan, dan sebagainya. Pada umumnya, semakin meningkatnya kemungkinan terjadinya financial distress ditandai dengan semakin meningkatnya penggunaan hutang. Hal ini karena semakin besar penggunaan hutang, semakin besar pula beban biaya bunga, semakin besar probabilitas bahwa penurunan penghasilan akan menyebabkan financial distress.
Agency costsadalahbiaya yang timbul yang disebabkankarena perusahaan
menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antar pemilik perusahaan dan kreditur. Biaya keagenan muncul dari problem keagenan. Jika perusahaan menggunakan hutang, terdapat kemungkinan pemilik perusahaan menggunakan hutang dan melakukan tindakan yang merugikan kreditur. Agency costs terdiri dari biaya kehilangan kebebasan atau efisiensi dan biaya untuk memonitor perusahaan (Atmaja, 2008).
4. Asymmetric Information Theory
Gordon Donaldson mengajukan teori tentang Asymmetric Information
Theorypada awal tahun 1960 an. Asymmetric information merupakan kondisi
dimana suatu pihak memiliki porsi informasi yang lebih banyak dari pihak yang lain. Karena asymmetric information, manajemen perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dibandingkan dengan investor di pasar modal. Apabila manajemen perusahaan ingin memaksimumkan nilai untuk memegang saham saat ini, bukan pemegang saham baru, maka ada kecenderungan bahwa: pertama jika perusahaan memiliki prospek yang cerah, manajemen tidak akan menerbitkan saham baru tetapi menggunakan laba ditahan, dan yang kedua jika prospek kurang baik, manajemen menerbitkan saham baru untuk memperoleh dana. Hal ini akan menguntungkan current stockholder karena tanggung jawab mereka berkurang.
Masalahnya adalah para investor tahu kecenderungan ini sehingga mereka melihat penawaran saham baru sebagai sinyal berita buruk sehingga harga saham perusahaan cenderung turun jika saham baru diterbitkan. Hal ini menyebabkan biaya modal sendiri menjadi tinggi, biaya modal perusahaan semakin tinggi dan nilai perusahaan cenderung turun. Hal ini mendorong perusahaan untuk menerbitkan obligasi atau berhutang daripada menerbitkan saham baru. Karena adanya asymmetric information, perusahaan cenderung memelihara kemungkinan berhutang untuk dapat mengambil keuntungan dari kesempatan investasi yang baik tanpa harus menerbitkan saham baru pada harga yang sedang turun akibat
2.1.9 Pengertian Kinerja Keuangan
Dalam kamus istilah akuntansi kinerja didefinisikansebagai kuantifikasi dari keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama periode tertentu. Kinerja dapat menunjukan sesuatu yang berhubungan dengan kekuatan serta kelemahan suatu perusahaan atau organisasi. Pengukuran kinerja dalam suatu perusahaan atau organisasi dapat didasarkan pada dua informasi, yaitu informasi keuangan dan non keuangan. Kinerja yang didasarkan pada informasi keuangan disebut dengan kinerja keuangan. Kinerja keuangan bank adalah gambaran prestasi kerja dalam bidang keuangan suatu bank yang dapat mencakup aspek penghimpunan dan penyaluran dana bank.
Pengukuran kinerja keuangan dapat dilakukan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan. Rasio keuangan digunakan sebagai alat untuk menganalisis laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan atau organisasi. Menurut Hassan dan Bashir(2002, dalam Puspasari, 2012) proses evaluasi terhadap kinerja keuangan merupakan suatu proses yang komplek, dengan menilai interaksi di antara, lingkungan, operasi dan aktivitas operasi.Rasio keuangan umumnya menyediakan pemahaman yang lebih luas atas kondisi keuangan perusahaan karena terbentuk dari data-data akuntansi.
2.1.10 Jenis-jenis Rasio Keuangan
Rasio keuangan dapat menggambarkan hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dalam suatu laporan keuangan. Kondisi baik maupun buruknya aktivitas operasional dan tingkat kesehatan bank dapat diketahui dengan menggunakan analisis rasio. Analisis rasio
dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kinerja bank. Pada umumnya terdapat tiga tipe dasar rasio keuangan yang digunakan untuk menilai kinerja suatu bank, salah satunya yaitu rasio profitabilitas.
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Rasio-rasio profitabilitas terdiri atas beberapa rasio seperti berikut ini(Faisol, 2007).
a. Return on Asset (ROA), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, menunjukan semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank dan semakin baik pula posisi bank dalam penggunaan asset. b. Return on Equity (ROE), yaitu perbandingan diantara laba bersih
bankdengan modal sendiri. Bagi para pemegang saham serta calon investor, ROE merupakan indikator yang amat penting karena digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh keuntungan (laba) yang dikaitkan dengan pembagian dividen. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan.
c. Net Profit Margin (NPM), adalah rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan bank, dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Rasio NPM pun mengacu kepada pendapatan operasional bank yang terutama berasal dari kegiatan pemberian kredit yang dalam prakteknya memiliki berbagai risiko
seperti risiko kredit (kredit bermasalah dan kredit macet), serta Kurs Valas (jika kredit diberikan dalam bentuk valas).
2.1.11 Ukuran Bank Syariah (Islamic Bank size)
Ukuran perusahaan memiliki peran penting dalam penentuan struktur modal pada suatu perusahaan. Abor dan Biekpe (2005), menyatakan bahwa ukuran perusahaan memberikan kontribusi terhadap profitabilitas perusahaan, perusahaan besar memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mengambil lebih banyak hutang dalam membiayai operasi mereka. Pernyataan tersebut didukung oleh teori struktur modal trade off. Trade off theory menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung untuk menggunakan lebih banyak hutang dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini karenauntuk membiayai aktivitasnya, perusahaan besar membutuhkan dana yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan kecil. Sehingga perusahaan besar cenderung lebih memilih untuk menggunakan modal atau dana yang berasal dari sumber eksternal perusahaan dalam membiayai aktivitas mereka.
Ukuran besar kecilnya perusahaan dapat diklasifikasikan menurut berbagai cara yang salah satunya adalah dengan melihat total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Besarnya total aset yang dimiliki perusahaan dapat mencerminkan tingkat kemapanan suatu perusahaan. Perusahaan yang sudah mapan biasanya memiliki kondisi keuangan yang stabil. Pada perusahaan perbankan, bank yang memiliki ukuran perusahaan yang besar juga lebih diharapkan. Dengan ukuran bank yang besar, bank akan lebih memungkinkan untuk menyediakan jasa-jasa keuangan yang lebih luas.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan struktur modal yang dihubungkan dengan kinerja keuangan telah dilakukan oleh beberapa peneliti.Gatsi (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan pada bank Ghana. Penelitian tersebut menggunakan rasio struktur utang mengingat struktur utang merupakan komponen penting dari struktur modal. Periode penelitian tahun 2000-2010, dengan menggunakan model analisis regresi. Variabel dependen adalah profitabilitas yang diukur dengan menggunakan Return
on Equity (ROE), Return on Asset (ROA) dan Net Interest Margin (NIM),
variabel independen adalah rasio hutang (hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan total hutang), sedangkan variabel kontrol terdiri dari ukuran perusahaan, pertumbuhan penjualan, nilai tukar, inflasi, dan gross domestic
product (GDP). Gatsi (2012) menunjukan bahwa profitabilitas yang diukur
menggunakan ROE memiliki hubungan positif dengan rasio hutang jangka pendek, total hutang, pertumbuhan penjualan dan inflasi. Sedangkan ROE memiliki hubungan negatif dengan rasio hutang jangka panjang, nilai tukar, ukuran perusahaan dan gross domestic product (GDP). Profitabilitas yang diukur menggunakan ROA dan NIM memiliki hubungan negatif dengan rasio hutang jangka pendek, total hutang, niali tukar, dan ukuran perusahaan. Kemudian rasio hutang jangka panjang memiliki hubungan positif pada ROA, sedangkan pada NIM memiliki hubungan negatif. ROA memiliki hubungan negatif pada gross
memiliki hubungan negatif pada pertumbuhan penjualan, sedangkan pada ROA memiliki hubungan positif.
Saeed et al. (2013) melakukan penelitian yang berkaitan dengan dampak struktur modal terhadap kinerja bank di Pakistan. Periode penelitian tahun 2007-2011, dengan menggunakan model analisis regresi. Variabel penelitian terdiri atas variabel dependen yaitu profitabilitas yang meliputi Return on Equity (ROE),
Return on Asset (ROA) dan Earnings per Share (EPS). Variabel independen
terdiri dari rasio hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan total hutang, sedangkan variabel kontrol terdiri dari ukuran perusahaan dan pertumbuhan asset. Saeed et al. (2013), menunjukan bahwa terdapat hubungan positif antara rasio hutang jangka pendek, total hutang dan ukuran perusahaan terhadap profitabilitas (ROE, ROA, dan EPS). Sedangkan terdapat hubungan negatif antara hutang jangka panjang terhadap profitabilitas (ROE, ROA, dan EPS). Pertumbuhan aset memiliki hubungan negatif dengan ROE, ROA, dan EPS. Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan positif antara struktur modal dan profitabilitas bank Pakistan.
Amidu (2007) melakukan penelitian yang berkaitan dengan penentu struktur modal bank di Ghana. Periode penelitian tahun 1998-2003, dengan menggunakan model analisis regresi. Variabel dependen penelitian adalah struktur modal yang terdiri dari rasio hutang yang meliputi leverage, hutang jangka pendek, dan hutang jangka panjang, sedangkan variabel independennya adalah profitabilitas, risiko, struktur aktiva, pajak, ukuran perusahaan, dan pertumbuhan penjualan. Hasil penelitian menunjukan bahwa struktur modal yang diukur
menggunakan leverage dan hutang jangka pendek memiliki hubungan positif dengan pajak, ukuran perusahaan, dan pertumbuhan penjualan. Sedangkan profitabilitas, risiko, dan struktur aktiva memiliki hubungan negatif dengan leverage dan hutang jangka pendek. Berbeda dengan hutang jangka panjang yang memiliki hubungan positif dengan profitabilitas dan struktur aktiva, sedangkan risiko, pajak, pertumbuhan penjualan, dan ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif.
Abor (2005) melakukan penelitian mengenai pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Ghana. Periode penelitian tahun 1998-2002, dengan menggunakan model analisis regresi. Variabel dependen penelitian adalah profitabilitas yang diukur dengan menggunakan ROE, variabel independen adalah rasio hutang yang terdiri atas hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan total hutang dengan variabel kontrol ukuran perusahaan dan pertumbuhan penjualan. Hasil penelitian menunjukan bahwa profitabilitas yang diukur menggunakan ROE memiliki hubungan positif dengan rasio hutang jangka pendek, total hutang, ukuran perusahaan, dan pertumbuhan penjualan. Sedangkan rasio hutang jangka panjang memiliki hubungan negatif dengan profitabilitas (ROE).
Gill et al. (2011)melakukan penelitian mengenai pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas perusahaan jasa dan manufaktur di Amerika. Periode penelitian tahun 2005-2007, dengan menggunakan model analisis regresi. Variabel dependen penelitian ini adalah profitabilitas yang diukur menggunakan ROE, variabel independen adalah rasio hutang jangka pendek, hutang jangka
panjang, total hutang dengan variabel kontrol ukuran perusahaan dan pertumbuhan penjualan. Hasil penelitian menunjukan bahwa profitabilitas yang diukur menggunakan ROE memiliki hubungan positif dengan rasio hutang jangka pendek dan total hutang pada perusahaan manufaktur dan jasa. Rasio hutang jangka panjang memiliki hubungan positif dengan ROE pada perusahaan manufakturdan perusahaan jasa. Untuk ukuran perusahaan dan pertumbuhan perusahaan menunjukan tidak terdapat hubungan dengan ROE pada perusahaan jasa maupun manufaktur. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi akan bergantung pada hutang dalam pembiayaan utama.
Shubita dan Alsawalhah (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Amman. Periode penelitian tahun 2004-2009, dengan menggunakan model analisis regresi. Variabel dependen penelitian adalah profitabilitas yang diukur menggunakan ROE, variabel independen adalah rasio hutang yang terdiri atas hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, total hutang dengan variabel kontrol pertumbuhan penjualan dan ukuran perusahaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa profitabilitas yang diukur menggunakan ROE memiliki hubungan negatif dengan rasio hutang (hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan total hutang). Sedangkan ukuran perusahaan dan pertumbuhan perusahaan memiliki hubungan positif. Penelitian ini menunjukan bahwa peningkatan porsi hutang akan menyebabkan penurunan pada profitabilitas perusahaan.
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran toeritis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
Struktur modal didefinisikan sebagai campuran hutang dan ekuitas yang digunakan perusahaan dalam operasinya. Secara umum, perusahaan dapat memilih beberapa alternatif dalam menentukan struktur modal (Abor, 2005). Perusahaan dapat memilih untuk menggunakan hutang atau modal dalam menjalankan kegiatannya. Seperti halnya lembaga keuangan lainnya, bank umum syariah juga memiliki alternatif untuk menggunakan beberapa sumber modal yang tepat. Kesulitan yang dihadapi adalah ketika menentukan bagaimana penggunaan sumber modal yang tepat agar struktur modal yang dirumuskan optimal. Sumber pendanaan bank syariah dapat berasal dari modal inti maupun modal asing (pinjaman dari pihak ketiga).
Variabel Independen : Struktur Modal dengan proxy
Rasio Hutang Jangka Pendek / STD (X )
Rasio Hutang Jangka Panjang / LTD (X )
Kinerja Keuangan (ROA) Dana Syirkah Temporer / DST
Variabel Kontrol :
Modal inti merupakan dana atau modal yang diperoleh dari pemilik perusahaan, yang disetorkan oleh pemilik, yang dapat berupa macam-macam saham dan laba ditahan. Laba ditahan dapat berupa cadangan sebagian laba yang tidak dibagikan dan disishkan untuk mengantisipasi adanya suatu risiko yang mungkin timbul, serta laba yang seharusnya dibagikan namun sengaja ditahan untuk ditanam kembali. Selain modal inti, kegiatan dan aktivitas bank syariah juga dapat didanai oleh hutang dan dana syirkah temporer, hutang tersebut dapat berupa hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang. Hutang jangka panjang merupakan hutang yang jatuh temponya lebih dari satu tahun, sedangkan hutang jangka pendek adalah hutang yang memiliki jatuh tempo dalam satu tahun atau kurang dari satu tahun. Sedangkan dana syirkah temporer merupakan dana yang dititipkan oleh pihak ketiga dimana enitas syariah memiliki hak untuk menggunakan atau menginvestasikan dana tersebut.
Pada penelitian ini, struktur modal diukur dengan menggunakan rasio hutang dan dana syirkah temporer yang didukung dengan variabel kontrol. Rasio hutang diukur dengan menggunakan rasio hutang jangka pendek atas total modal, dan rasio hutang jangkapanjang atas total modal. Dana syirkah temporer diukur atas total modal dan variabel kontrol terdiri dari ukuran bank syariah. Abor dan Biekpe (2005), menyatakan bahwa ukuran perusahaan dapat memberikan kontribusi terhadap profitabilitas perusahaan. Perusahaan besar memiliki kesempatan yang lebih besar dalam mengambil lebih banyak hutang untuk membiayai operasi perusahaan.
Ravid dan Sarig (1991, dalam Gatsi, 2012), menjelaskan bahwa Return on
Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE) adalah metrik profitabilitas kunci
perusahaan. Dalam penelitian ini rasio hutang dan dana syirkah temporer akan diuji terhadap rasio profitabilitas yang diproksi dengan Return on Asset (ROA). ROA merupakan raasio profitabilitas yang dapat berfungsi sebagai ukuran penting dari kinerja keuangan dan efisiensi manajemen.
2.4 Perumusan Hipotesis
2.4.1 Pengaruh Hutang Jangka Pendek Terhadap Profitabilitas
Financial distress merupakan kondisi dimana perusahaan terancam
bangkrut dan mengalami suatu masalah yaitu kesulitan keuangan. Kebangkrutan suatu perusahaan biasanya berhubungan dengan masalah-maslah yang kemungkinan besar ditimbulkan karena perusahaan memasukkan hutang lebih banyak pada struktur modalnya. Teori trade off menjelaskan bahwa penggunaan hutang dapat meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya sampai pada titik tertentu, setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru dapat menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan hutang tidak sebanding dengan kenaikan dari biaya financial distress dan agency problem (Atmaja, 2008). Pada umumnya, perusahaan jarang mempergunakan hutang 100 (seratus) persen dalam struktur modalnya, hal tersebut karena perusahaan menjaga agar biaya-biaya yang berhubungan dengan kebangkrutan rendah. Sehingga, apabila biaya-biaya yang berhubungan dengan kebangkrutan perusahaan rendah tingkat profitabilitas perusahaan dapat meningkat.
Gatsi (2012) dan Amidu (2007) menemukan adanya hubungan negatif antara hutang jangka pendek atas total modal dengan profitabilitas. Gatsi (2012) dan Amidu (2007) melakukan penelitian pada lembaga perbankan konvensional di negara Ghana. Berdasarkan penjelasan tersebut, penelitian ini bertujuan ingin menguji kembali pengaruh hutang jangka pendek terhadap kinerja keuangan yang menggunakan tolak ukur profitabilitas bank syariah dengan menggunakan indikator Return on Asset (ROA), dengan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Hutang jangka pendek berpengaruh negatif terhadap profitabilitas
2.4.2 Pengaruh Hutang Jangka Panjang Terhadap Profitabilitas
Hutang jangka panjang merupakan salah satu bentuk pembiayaan yang jatuh temponya lebih dari satu tahun. Pada umumnya jumlah hutang jangka panjang bernilai besar, sehingga biaya bunga dari hutang jangka panjang cenderung bernilai besar. Penggunaan hutang yang tinggi memaksa manajer agar lebih berhati-hati dengan uang para pemegang saham, namun perusahaan-perusahaan yang dikelola dengan baik pun dapat mengalami kebangkrutan jika terjadi suatu peristiwa di luar kendali perusahaan seperti gempa bumi, perang, pemogokan, atau resesi (Brigham dan Houston, 2006). Pada umumnya, semakin meningkatnya kemungkinan terjadinya financial distress ditandai dengan semakin meningkatnya penggunaan hutang. Hal ini karena semakin besar penggunaan hutang, semakin besar pula beban biaya bunga, yang menyebabkan semakin besar pula probabilitas bahwa dapat terjadinya penurunan penghasilan.
Penggunaan hutang dapat digunakan sebagai pengurang pajak, namun apabila perusahaan menggunakan hutang jauh lebih besar dari manfaat yang dapat
diterima perusahaan, dikhawatirkan perusahaan tidak mampu untuk memenuhi kewajiban serta biaya bunga hutang tersebut. Sehingga, peningkatan hutang dalam perusahaan dapat menurunkan profitabilitas perusahaan karena perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang tinggi menanggung biaya financial distress dan biaya agensi yang besar.
Abor (2005) menemukan adanya hubungan negatif antara hutang jangka panjang atas total asset dengan profitabilitas. Penelitian tersebut dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Ghana. Hal yang serupa juga disampaikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Rafnida, Kirmizi, dan Rofika (2011, dalam Purwitasari, 2013) yang menunjukan adanya pengaruh negatif antara struktur modal terhadap profitabilitas yang diukur menggunakan ROA. Penelitian tersebut diakukan pada Perusahaan Mining dan Mining Service.
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini bermaksud untuk menguji kembali pengaruh hutang jangka panjang terhadap kinerja keuangan pada bank umum syariah. Dengan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Hutang jangka panjang berpengaruh negatif terhadap profitabilitas 2.4.3 Pengaruh Dana Syirkah Temporer Terhadap Profitabilitas
Dana syirkah temporer merupakan dana yang diterima oleh entitas syariah dari entitas atau pihak lain sebagai bentuk simpanan dimana entitas syariah memiliki kewenangan untuk mengelola, menggunakan, dan menginvestasikan dana tersebut berdasarkan kebijakan dari kedua belah pihak. Keuntungan dari pengelolaan dana syirkah temporer akan dibagikan sesuai dengan kesepakatan bersama, sedangkan apabila terjadi kerugian dari pengelolaan
dana syirkah temporer yang terjadi akibat kegiatan normal, entitas syariah tidak memiliki kewajiban untuk mengganti atau mengembalikan dana tersebut.
Dana syirkah temporer sendiri tidak dapat digolongkan sebagai kewajiban maupun ekuitas. Hal tersebut karena entitas syariah tidak memiliki kewajiban untuk mengganti apabila terjadi kerugian yang bukan berasal dari kelalaian, kesalahan yang disengaja atau pelanggaran kesepakatan. Sementara itu, tidak dapat digolongkan sebagai ekuitas karena dana syirkah temporer memiliki masa jatuh tempo, dan pemilik dana tidak memiliki hak kepemilikan yang sama seperti pemegang saham.
Pada umumnya dana syirkah temporer dimanfaatkan oleh bank umum syariah untuk dikelola dan digunakan untuk menjalankan pembiayaan bagi hasil. Namun, pembiayaan berbasis bagi hasil cenderung mempunyai peranan lemah dalam operasional bank syariah, hal tersebut karena pihak bank cenderung lebih intens dalam melakukan pemantauan terhadap setiap investasi yang diberikan yang menyebabkan tidak efisiennya sistem operasional bank. Kemudian pembiayaan berbasis bagi hasil membutukan suatu kewaspadaan yang tinggi pada pihak bank, sehingga bank perlu melakukan pengeluaran atau biaya yang tinggi untuk melatih serta mempekerjakan para teknisi dan ahli managemen untuk mengevaluasi proyek usaha yang dilakukan mudharib (Puspasari, 2012).
Selain itu, dana syirkah temporer juga tidak selalu dapat memberikan keuntungan bagi entitas syariah. Hal tersebut karena, pembiayaan yang disalurkan oleh entitas syariah tidak selalu dapat berjalan dengan baik. Entitas syariah harus mengeluarkan biaya yang cukup tinggi dalam pengelolalaan bagi hasil, sedangkan
pendapatan yang diperoleh dari pembiayaan bagi hasil belum tentu dapat diperoleh secara optimal (Rachman dan Rochmanika, 2012).
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini bermaksud untuk menguji kembali pengaruh dana syirkah temporer terhadap kinerja keuangan pada bank umum syariah. Dengan hipotesis sebagai berikut: