Vol. 5 • November 2017
Helianti Hilman
Mengangkat Derajat Petani ArtisanalIrvan Helmi & Muhamad Abgari
Sertifikasi Itu Penting untuk Menyamakan FrekuensiMateusz Rybinski
Selalu Terinspirasi dari Makanan JalananAroma Kopi Nusantara
Gairah Bisnis Kuliner Melalui Food Startup Indonesia
C O V E R S T O R Y
Coffee espresso in cups
Foto: Mustipan / istock
08-09 | P R O F I L
HELIANTI HILMAN
MENGANGKAT
DERAJAT PETANI
ARTISANAL
10-11 | P R O F I L
IRVAN HELMI & MUHAMAD ABGARI
SERTIFIKASI ITU PENTING UNTUK MENYAMAKAN FREKUENSI
04-07 | W A C A N A
MENUJU INDONESIA SEBAGAI PRODUSEN KOPI TERBESAR DI DUNIA
Saat ini Indonesia kokoh sebagai produsen kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia. Ajang Food Startup Indonesia 2017 salah satu cara menuju Indonesia sebagai produsen nomer satu, sekaligus menggairahkan bisnis kuliner.
Helianti membuktikan, ekonomi berbasis komunitas bisa memberdayakan petani yang masih berkutat dengan masalah. Hingga kini, lima puluh ribuan petani sudah menjadi mitra perusahaannya di bawah brand Javara.
12-15 | P R O F I L
MATEUSZ RYBINSKI
SELALU TERINSPIRASI DARI MAKANAN JALANAN
18 | G A L E R I F O T O
D
o
kum
en
ta
si R
et
as
17 | B I S N I S
BISNIS KOPI
KATERING KOPI,
STRATEGI JEMPUT BOLA
Membawa kopi langsung ke pelanggan, seperti bisnis katering, tetapi fokus kepada kopi sebagai sajian utama.
16 | P R O F I L
AGATHA VIRDHI SAPUTRA
MENGAWINKAN KOPI DENGAN JAMUR
Ide usaha tidak selalu muncul dari cita-cita. Kadang, ia tak sengaja muncul dari rasa sakit. Kopi jamur IMYCO ini misalnya.
D A F T A R I S I
03
Triawan Munaf
Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia
Badan Ekonomi Kreatif adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang bertanggungjawab di bidang ekonomi kreatif dengan enam belas subsektor.
Kantor
Gedung Kementerian BUMN, Lt 15, 17, 18 Jl. Merdeka Selatan No. 13, Jakarta Pusat - 10110.
info@bekraf.go.id
@bekrafid
Pengelola Media
GRID
Kompas Gramedia
Nilai
Tambah
dalam
(Bisnis)
Kopi
www.bekraf.go.id
Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara gamblang mengungkapkan keinginannya membawa kopi Indonesia ke tingkat dunia. Pak Presiden menginginkan adanya perbaikan posisi Indonesia sebagai produsen kopi dunia. Seperti kita tahu, saat ini Indonesia berada di peringkat keempat negara penghasil kopi di dunia. Pak Presiden ingin Indonesia naik ke peringkat ketiga, lalu kedua, atau bahkan jadi nomor satu.
Tapi ada tantangan tambahan untuk mencapai hal itu. Kita harus melakukan apa yang namanya creating value added. Itu artinya, Indonesia tidak hanya sekadar menjadi produsen biji kopi. Tapi juga sebagai pemasar merek dan kedai kopi ke seluruh dunia. Ini akan memberi nilai tambah Indonesia sebagai produsen kopi secara internasional.
Bekraf sebagai sambungan tangan pemerintah memiliki strategi untuk pemasaran ini. Bekraf mendorong agar terjadi akselerasi terhadap eksistensi kopi sebagai nilai tambah di pasar internasional. Baik itu kopi sebagai sebuah brand atau merek, maupun kopi sebagai kedai.
Selama ini Bekraf sudah mengajak dan mendorong agar kopi menjadi bagian dari gaya hidup. Tentu saja, sebagai sebuah gaya hidup, dibutuhkan sentuhan kreativitas. Kreativitas ini penting karena dunia internasional harus tahu bahwa Indonesia adalah salah satu penghasil kopi terbaik di dunia.
Pengembangan bisnis kopi di sektor hilir juga harus mendapatkan perhatian khusus dari Bekraf. Contohnya soal barista. Dunia kopi membutuhkan barista yang tersertifikasi. Para barista yang tersertifikasi ini pada akhirnya akan membantu branding hulu kopi Indonesia. Dan, Bekraf sudah beberapa kali menggelar pelatihan sertifikasi untuk para barista. Kopi Indonesia akan naik peringkat dalam produsen kopi dunia jika memiliki nilai tambah.
Kopi Indonesia butuh nilai tambah untuk mencapai pasar internasional
Saat ini Indonesia kokoh sebagai
produsen kopi terbesar keempat
di dunia setelah Brasil, Vietnam,
dan Kolombia. Ajang Food Startup
Indonesia 2017 salah satu
cara menuju Indonesia sebagai
produsen nomer satu, sekaligus
menggairahkan bisnis kuliner.
Kopi kini sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Penikmat kopi tidak hanya lelaki tua, kini juga oleh kalangan muda, termasuk generasi milenial.
“Kalau dulu, yang minum kopi yang sudah sepuh-sepuh, bapak-bapak yang sudah tua, sekarang kan sudah menjadi lifestyle, gaya hidup.
Anak muda nongkrong di warung kopi sudah banyak, bawa laptop, bawa smartphone, minumnya kopi hitam,
cappucino dan rasanya juga sekarang macam-macam,” ungkap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara “Ngobrolin Kopi sambil Ngopi Bareng Presiden di Istana Bogor” (1/10).
MENUJU INDONESIA
SEBAGAI PRODUSEN KOPI
TERBESAR DI DUNIA
PRODUKSI KOPI INDONESIA
KOPI ROBUSTA
80,4%
(601 ribu ton)KOPI ARABIKA
19,6%
(147 ribu ton)LUAS LAHAN PERKEBUNAN KOPI
1,3
juta hektar
(ha)LUAS LAHAN PERKEBUNAN KOPI ROBUSTA
1
juta
(ha)LUAS LAHAN PERKEBUNAN KOPI ARABIKA
0,30
juta
(ha)sumber: kemenperin.go.id
KOPI ROBUSTA
700
kg
biji kopi/hektar/tahunKOPI ARABIKA
700
kg
biji kopi/hektar/tahunW A C A N A
05
Fakta menunjukkan Indonesia merupakan produsen kopi keempat terbesar di dunia. Urutan pertama dirajai oleh Brasil, disusul Vietnam, lalu Kolumbia. Inilah yang membuat Presiden Jokowi tertantang membawa Indonesia sebagai produsen kopi terbesar di dunia. Banyak daerah di Indonesia seperti Aceh (Gayo atau Bener Meriah), Jember, Toraja, dan daerah di Jawa Barat dan Papua, dikenal sebagai penghasil kopi berkualitas. Namun, untuk bisa mewujudkan tantangan ini, tak dipungkiri banyak yang harus dibenahi. Seperti yang ditegaskan Presiden Jokowi, para pelaku dan penggiat kopi jangan hanya terjebak di tahap budi daya saja. “Yang lebih penting, yang
keuntungannya jauh lebih banyak, adalah apabila kita bisa melihat proses bisnisnya sampai kopi itu betul-betul tersaji di pembeli atau konsumen,” ungkap Presiden Jokowi. Lebih lanjut, beliau menyebutkan tidak hanya penikmatnya saja yang anak muda, penggerak industrinya pun di tangan anak muda.
“Kenapa tidak ada step selanjutnya di atasnya? Atau malah step yang lebih di atasnya lagi? Ini satu peluang besar yang saya lihat kita miliki. Saya kira anak-anak muda kita dengan bangun sebuah pasca panen yang baik,
packaging yang baik, memprosesnya dengan barista-barista yang baik, dan menjualnya tidak lewat seperti yang lalu-lalu, bisa online store, saya kira ini akan lebih gampang untuk kita masuk ke dan bertarung di pasar-pasar dunia,” tambahnya.
Dalam tiga tahun ke depan, melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), pemerintah akan mulai membenahi
semua lini, dari hulu hingga hilir. Di sektor hulu, kesulitan para petani dalam mendistribusikan hasil panen. Hal ini dialami oleh Denny Manimbou, salah satu petani kopi Tolikara di Papua.
“Sekarang lahan ada 3000 hektar dan masih akan dibuka lahan lagi hingga 9000 hektar. Kebun kopi kita memang naik turun gunung. Ada di Waimena, Puncak Jaya, dan Tolikara. Semua bisa bekerja, tetapi tidak ada pasarannya. Belum ada jalur distribusi, hanya melalui kios-kios,” terang Denny.
Terlepas dari luasnya kebun kopi di Indonesia yang mencapai 163 hektar, Indonesia belum memiliki sekolah kopi yang dapat menciptakan
cupper (pencicip), barista, roaster, atau keahlian profesi yang berkaitan dengan kopi. Padahal keahlian ini sangat penting dalam meningkatkan atau mempertahankan kualitas kopi. “Kenapa kopi Panama Geisha menang beberapa kali lelang? Banyak yang membahas teknis, paska panennya. Padahal, intinya cuma satu, kedekatan roaster dari Amerika dengan petaninya. Logika kedekatan geografisnya itu menjadi satu keunggulan petani Amerika Selatan. Mereka reachout ke petani untuk ngomongin soal paska panen dan benar-benar memberi feedback mengenai taste atau cita rasanya,” terang Irvan Helmi, pemilik Anomali Coffee, soal pentingnya keahlian profesi untuk meningkatkan mutu.
Selain mencetak profesional kopi yang andal, pemerintah juga harus membantu membuka peluang bagi para penggiat atau pelaku industri ini bisa menciptakan inovasi baru untuk mengangkat nilai kopi Indonesia
lebih tinggi dan dapat bersaing di pasar internasional.
Salah satunya, sebagai contoh, soal izin yang sering menyulitkan para pengusaha perakit mesin pengolah kopi (mesin esspresso, mesin roasting/sanggrai, mesin penggiling bubuk kopi).
“Permohonan saya pada pemerintah agar men-support produk-produk lokal ini dari segi izin import dan ijin industrinya. Kadang izinnya ada
gap antara ijin PIRT dan ijin industri. Yang ditengah tidak ada. Itu juga bisa dibantu,” ujar Franky, mewakili penggiat kopi dari kubu produksi mesin kopi.
FOOD STARTUP INDONESIA
Di saat yang bersamaan dengan acara “Ngobrolin Kopi sambil Ngopi Bareng Presiden di Istana Bogor”, digelar juga Food Startup Indonesia 2017 di Jogjakarta. Melalui event ini, Bekraf ingin mengajak masyarakat bertransformasi dari saving society menjadi investing society. Kenapa Kuliner? Deputi Akses Permodalan Bekraf, Fadjar Hutomo, menyatakan bahwa kuliner merupakan satu di antara 16 sub sektor ekonomi kreatif yang memberikan sumbangan terbesar bagi pendapatan bruto nasional. Kuliner menyumbang pendapatan hingga 40 persen.
Selama ini, jika bicara permodalan di Indonesia, kebanyakan muaranya adalah perbankan. Padahal, perbankan menuntut persyaratan yang umumnya sulit dipenuhi para pelaku bisnis pemula. Pada umumnya, aset dan track
record para pelaku bisnis pemula masih minim. Namun, mereka sudah mulai melangkah. Oleh karena itu, Bekraf mengangkat program startup, di antara tujuannya adalah untuk menggairahkan dunia bisnis dengan membangun jembatan antara pelaku bisnis pemula dengan pemilik modal. Sebab, banyak di antara para perintis bisnis ini memiliki ide dan gagasan yang luar biasa, tapi minim dukungan.
Melalui program food start up ini, Bekraf ingin mengajak masyarakat untuk bertransformasi dari saving
society menuju investing society. Mengubah pola dari menyimpan uang menjadi investasi. Bekraf ingin menarik perhatian masyarakat pemilik modal yang selama ini dananya mengendap karena tidak tahu bagaimana harus mengolahnya.
“Ketika kita bicara terminologi
startup, orang hari ini masih mengasosiasikannya dengan aplikasi,
sotware, IT, atau dunia digital. Buat sebagian orang masih membingungkan model bisnisnya. Bagaimana caranya mendapatkan duitnya. Kelihatannya invest saja, kapan dapat duitnya. Food, menurut saya mudah dipahami, mudah dilihat model bisnisnya. Saya bikin makanan, konsepnya bagus, orang beli, duitnya masuk. Konsep ini mudah dipahami para calon investor. Ujung-ujungnya, akan terjadi transaksi investasi,” demikian menurut Fadjar. Meskipun demikian, nilai transaksi sebenarnya tidak diposisikan Fadjar sebagai tujuan utama. Akan tetapi, sebagai outcome. Jika masyarakat semakin mengerti dengan ekosistem
bisnis ini, transaksi investasi itu akan terjadi dengan sendirinya. Oleh karena itu, Fadjar tidak tertarik bicara target angka. Baginya, yang lebih penting adalah membangun kesadaran masyarakat permodalan Indonesia.
Fadjar mengakui bahwa untuk sampai ke situ, tidak bisa seperti membalik telapak tangan. Dia tidak ingin program ini dijalankan tergesa-gesa dan akhirnya justru mendatangkan salah persepsi. “Saya khawatir masyarakat tidak mengerti, dan menganggap ini adalah cara cepat mendapat banyak duit. Seperti yang terjadi pada kasus Reksadana, misalnya. Orang berbondong-bondong ke Reksadana,
tapi tidak mengerti investasi Reksadana itu apa. Mereka tahunya menaruh uang, lalu sebulan kemudian mereka mendapat keuntungan 10%. Begitu ternyata tidak, mereka panik. Kita tidak ingin seperti itu,” tutur Fadjar. Fadjar menyatakan bahwa program food startup ini ingin menginspirasi dan memberikan pemahaman tentang investasi yang benar. Harus dipahamkan bahwa investasi ini memang ada ekspektasi keuntungannya, tapi ada resikonya juga. Ini bukan soal hutang piutang. Bukan soal meminjamkan uang pada para pengusaha. Oleh karena itu, pada waktu pitch, diharapkan masyarakat (calon investor) mengerti resikonya apa. Dia boleh
bertanya dan mengkritisi apa yang dipaparkan para finalis. Mereka boleh memilih akan berinvestasi pada bisnis apa. Mereka boleh menyelidik sampai kemungkinan yang berpotensi membuat bisnis ini gagal. Bekraf ingin mengajak masyarakat permodalan terbiasa mengukur resiko bisnis dan menjadikannya sebagai kultur yang mendorong dinamika bisnis tanah air. Para peserta yang mengikuti kompetisi food startup Indonesia ini tidak berangkat dari nol. Mereka adalah pelaku bisnis pemula. Mereka sudah paham tentang kewirausahaan dan sudah melakukan startup. Oleh karena itu, dalam rangkaian pogram
food startup ini dibuat juga program kelas akselerasi. Mereka dimasukkan karantina, kemudian diberi berbagai pelatihan kewirausahaan, termasuk bagaimana cara bertransaksi dengan investor, mengelola keuangan, dan ketrampilan manajemen lainnya. Bekraf tidak ingin hanya menggelar kompetisi, setelah itu selesai. Bekraf juga melakukan follow up dan pendampingan. Termasuk memberikan pelatihan-pelatihan yang ditangani oleh ahli dalam berbagai bidang, seperti chef, business
development, branding, hak kekayaan intelektual, dan lainnya.
“Bekraf mendorong pengusaha dapat mengoptimalkan produk mereka. Kopi, misalnya. Kenapa kita mesti menikmati kopi terbaik di Starbucks? Kenapa bukan kedai kopi kita yang bisa terkenal di luar? Kalau bisa, Indonesia jangan hanya terkenal biji kopinya saja. Itu salah satu yang ingin kita bangun. Kita ingin mencari entitas bisnis yang sampai global quality,” demikian harapan Fadjar. Bekraf tidak terlalu muluk menetapkan target. Menurut Fadjar,
apa yang dilakukan sekarang adalah tahap membangun miniatur ekosistem.
“Saya ingin menunjukkan ini (food
startup Indonesia) sebagai contoh. Saya berharap, pada tahun-tahun yang akan datang, bukan hanya Bekraf yang membuat seperti ini. Tapi, masyarakat pun bisa membuatnya. Ketika ini sudah terbiasa, anak-anak mudanya sudah mengerti, begini cara membangun start up bisnis, maka program seperti ini akan berjalan sendiri. Masyarakat sebagai investor juga mengerti, saya akan mencari peluang investasi yang bagaimana. Kemudian, ada lembaga yang berinisiatif untuk mempertemukan mereka (calon pengusaha dan masyarakat investor). Jadi, ini hanya contoh. Harapannya seperti itu,” papar Fadjar.
Puncak rangkaian acara Food Start Up Indonesia 2017 adalah final pitching di hadapan juri dan investor. Acara ini diadakan di hall Royal Ambarukmo, Jogjakarta, pada 4 Oktober. Hadir pada acara tersebut enam deputi Badan Ekonomi Kreatif Indonesia. Masing-masing deputi menyampaikan apresiasi dan komitmen mereka untuk memberikan dukungan kepada pelaku bisnis kreatif, khususnya para finalis
food startup.
Pada inalpitching ini, para finalis masing-masing diberi waktu 3,5 menit untuk mempresentasikan model bisnis mereka di hadapan para juri. Setelah itu, juri akan mengkritisi model bisnis finalis dengan melontarkan pertanyaan kepada finalis selama 3,5 menit. Dalam situasi seperti itu, mental dan penguasaan finalis terhadap produk dan model bisnisnya benar-benar diuji. Melalui presentasinya, finalis juga harus bisa
menarik minat calon investor yang secara khusus diundang pada acara tersebut.
Menjelang pengumuman pemenang, Hanifah menyampaikan bocoran nama-nama investor yang menyatakan tertarik menjajagi kemungkinan kerja sama dengan para finalis. Ini adalah bagian yang menggembirakan para finalis di samping hadiah yang disediakan bagi pemenang kompetisi.
Pemenang telah dipilih. Namun, dalam pengantarnya, Fadjar berpesan bahwa kemenangan di Food Start Up Indonesia 2017 ini bukan langkah final. Tetapi, ini permulaan bagi finalis untuk memperbaiki sistem mereka dan bersiap menghadapi tantangan bisnis yang sesungguhnya di dunia luar. Namun demikian, Bekraf dengan keenam deputinya akan berusaha terus memberi follow up sebagaimana yang telah menjadi komitmen mereka. Fadjar menyatakan bahwa deputi yang ada dalam Bekraf menunjukkan sub ekosistem yang harus dibangun. Ada sub ekosistem permodalan, sub ekosistem riset/data, sub ekosistem pemasaran, sub ekosistem kekayaan intelektual (karena bicara ekonomi kreatif adalah bicara tentang
Helianti membuktikan, ekonomi berbasis
komunitas bisa memberdayakan petani
yang masih berkutat dengan masalah.
Hingga kini, lima puluh ribuan petani sudah
menjadi mitra perusahaannya di bawah
brand Javara.
MENGANGKAT
DERAJAT
PETANI
ARTISANAL
Helianti Hilman
Helianti Hilman yang hobi memasak dan travelling, bertemu jaringan petani yang “diam-diam” masih membudidayakan tanaman pangan langka. Cara bertani mereka sangat artisanal: menghormati tradisi, memakai bibit asli, dan menjauhi yang kimiawi. Bagi Helianti sendiri, menemukan bahan-bahan pangan yang langka itu membuatnya seperti anak kecil yang masuk ke toko permen: Girang bukan kepalang! Helianti mendirikan PT Kampung Kearifan Indonesia (KKI) pada 2008, dan awalnya untuk memanggungkan kembali beras-beras indigenous Indonesia di bawah label Javara. Inilah bincang-bincang retas dengan Helianti Hilman di acara Trade Expo Indonesia 2017 di ICE, BSD City.
Sampai sekarang sudah ada berapa
varian produk yang dikeluarkan Javara
dan berapa yang bersertifikat organik?
Kurang lebih, 770-an produk. Kami sudah punya 240 produk yang tersertifikasi organik berdasarkan standard Amerika, Eropa, Jepang. Sebenarnya para petani kita banyak yang by
default menjalankan pertanian secara organik. Jadi, satu-satunya elemen yang kami tambahkan adalah mendokumentasikan proses keorganikan mereka dan mensertifikasi. Kalau ada
kontaminan yang berasal dari faktor eksternal, nah itu perlu waktu sebelum disertifikasi. Tapi kalau kita bicara tentang indigenous farmers Indonesia, mereka pasti organik. Zaman dulu,
kan, enggak ada cerita beli benih, beli pupuk, beli pestisida.
Bagaimana Anda melakukan assessment
terhadap petani-petani
indigenous
?
Kami melakukannya secara bertahap. Biasanya saya datang duluan, karena saya mewakili sudut pandang pasar, sudut pandang petani, dan sudut pandang pengembangan produk. Kebetulan saya memang hobinya travelling, jadi sebelum Javara berdiri pun saya sudah travelling ke 40 negara. Dari situ saya punya kecenderungan untuk memahami karakteristik pasar di masing-masing negara. Kemudian dari sisi product development karena saya hobinya masak, saya memang punya kebiasaan untuk berpikir oh ini bisa dibikin ini, yang artinya apakah ini berpotensi atau tidak. Kadang-kadang apa yang ditawarkan oleh petani ke kami dengan apa yang kira-kira bakal works
in the market itu berbeda. Makanya saya selalu menawarkan diri untuk melihat langsung.
Jika para petaninya tertarik, sejauh apa
keterlibatan mereka?
Kalau mereka tertarik, kami akan tanya sejauh mana mereka mau menjalankannya. Apakah mau mensuplai komoditas saja? Mau membuat sampai intermediary
product? Atau mau sampai ke membuat final product? Kalau mereka tertarik sampai ke intermediary atau final
product, maka kami akan membuatkan training dan
capacity building agar produksi itu bisa dilakukan di tingkat mereka.
Setelah itu, seperti apa bentuk kemitraannya?
Nah, di situ akan masuk konsep kemitraan kami yang tidak hanya membeli komoditi. Kami ingin apa yang mereka jual ada nilai tambahnya. Mereka mau sejauh mana?
P R O F I L
09 08
D
o
kum
en
ta
si R
et
Berapa biayanya? Berapa margin yang diharapkan? Berapa volume yang mau dijual? Semua masuk ke konsep itu. Termasuk kadang-kadang kita membahas sampai
packaging, karena packaging kami adalah packaging yang bercerita. Kami akan bertanya dari sisi petani, cerita apa yang mau diangkat pada kemasan? Jadi yang kami jual ini tidak semata-mata produk makanan, tapi lebih sebagai produk budaya, food culture, baik dari sisi keragaman hayati maupun dari sisi culinary culture-nya. Buat kami, value, filosofi, dan kisah di balik suatu produk lebih penting daripada produk itu sendiri.
Apa yang membedakan
Javara dari produk pangan
indigenous
lain?
Mungkin ada pihak lain yang niatannya sama tetapi eksekusinya berbeda, karena Javara sangat menjaga nilai-nilai: Pertama, kami sangat menekankankan pentingnya
food safety. Mau seempati apa pun orang terhadap value, cost, dan filosofi Javara, enggak ada orang yang mau keracunan atau sakit, kan? Untuk yang satu ini kami menerapkan zero tolerance. Kedua adalah nilai taste atau rasa. Taste menjadi penting, jangan sampai orang membeli produk kami karena kasihan. Cerita-cerita [tentang petani artisanal] yang indah ini mudah sekali membuat orang terjebak, sehingga membeli karena kasihan. Tapi at the end of the
day, kalau rasa kita enggak enak, orang itu enggak akan jadi repeat
buyer. Nilai ketiga adalah kualitas,
seperti tingkat kelembapan produk yang harus setara dengan standard kelembapan tingkat internasional, tidak terkena cemaran, dan umur
shelf life-nya minimal 12 bulan. Keempat adalah packaging. Beberapa waktu lalu Javara diajak Bekraf ke beberapa daerah untuk memberikan pelatihan
packaging. Saya lalu bilang, “Saya akan memberikan disclaimer sebelumnya, bahwa punya
packaging bagus tidak menjamin keberhasilan secara pasar.” Kenapa? Dengan packaging bagus mungkin orang akan beli sekali. Tapi kalau produknya jelek, rasanya enggak enak, packaging sebagus apa pun tidak akan memberi sukses di pasar. Artinya, packaging bukanlah
total solution. Kelima adalah
service excellence. Termasuk salah satunya how we communicate with
the buyer. Being honest dan being
transparent selama ini adalah formula terbaik kami.
Bagaimana dengan
permodalan Javara
selama ini?
Sudah pasti kami pernah
mengalami kesulitan, karena model usaha kami ini bukan yang punya
ixed asset collateral [aset tetap yang bisa diagunkan]. Makanya selama 8 tahun beroperasi, we are not
bankable. Jadi sumber pembiayaan kami ini datangnya dari pinjaman keluarga dan teman-teman. Sampai pada beberapa bulan lalu, kami sign up dengan Panin Dubai Syariah Bank. Ini adalah bank pertama yang mau melihat beyond
ixed asset collateral, karena brand
Javara quite leading di bidangnya. Kehadiran artisanal product kami paling luas di Indonesia. Kami mensuplai ke hampir 800 titik. Kami mengekspor ke 21 negara di empat benua.
Kalau Javara saja sulit,
bagaimana dengan UKM
start up
?
Cara pandang perbankan yang seperti itu sebenarnya bahaya buat industri kreatif, karena industri ini basisnya bukan aset. Bank memang belum siap dengan
creative based economy, sehingga Panin Dubai Syariah dengan keyakinan atas branding kami tadi mencari cara untuk bisa mengelola risiko. Kami adalah UKM pertama yang menerima pembiayaan bukan mikro kredit dari bank tanpa menyertakan fixed asset collateral. Makanya penandatanganannya dilakukan di Kemenko Bidang Perekonomian dengan mengundang pihak OJK dan Lembaga Pembiayan Ekspor Indonesia (LPEI). Uang yang turun memang belum banyak, baru 5 miliar, tetapi Panin Dubai Syariah Bank sudah mengalokasikan 50 miliar rupiah dengan jangka pengembalian 2 tahun.
Anda punya masukan untuk
Bekraf?
Bekraf seharusnya, kan, mengambil terobosan creative solutions bagi
creative businesses. Hanya saja,
creative solutions itu tidak bisa dilakukan segmented. Jadi kalau mau memberikan fasilitasi, intervensi dan segala macam tidak bisa sepotong-sepotong, seperti
training kemasan sendiri, training akses ke bank sendiri. Mengapa? Sebab nanti orang yang terima
training kemasan dan orang yang terima training ke bank bisa beda semua. Akhirnya semua tetap punya masalah. Jadi kalau mau
Irvan Helmi & Muhamad Abgari
Akibat sering menongkrong di kedai kopi internasional semasa
kuliah, dua sahabat Irvan Helmi dan Muhamad Abgari pun
terinspirasi untuk membuat kedai kopi yang menyuguhkan kopi
dari berbagai Indonesia.
“Di tahun 2005, kita mulai berencana untuk mencoba di kopi. Kayaknya seru nih! Pada saat itu, international
cofee change mulai masuk di Indonesia. Ngobrol sama Agam (Panggilan akrab Muhamad Abgari), kita mau merintis usaha apa ya? Kenapa tidak mulai dari
apa yang kita suka. Mulailah kepikiran untuk membuat kedai kopi. Tapi, dulu namanya belum ada. Kepikiran nama waktu itu macam-macam,” ujar Irvan yang saat ditemui di kedai kopinya di Senopati, Jakarta, tengah sibuk melakukan
cupping bersama Agam dan tim.
Saat memutuskan untuk terjun di bisnis kopi, Irvan dan Agam menyadari ada sektor yang tidak diurus sama orang. “Waktu itu, seingat saya, baru ada Bakoel Koffie dan itu bukan kedai kopi seperti yang kita mau.” “Saya melihatnya belum ada kedai kopi yang bisa bercerita banyak tentang kopi Indonesia. Belum ada petugas kurasi kopi Indonesia, seperti petugas kurasi sebuah museum, yang benar-benar mencari tahu sejarah, objek-objek yang berhubungan apa saja, dipajang dan diceritakan ke pengunjungnya. Kita pun berkeinginan mengisi posisi itu, menjadi kuratornya kopi Indonesia. Jadilah, kemudian Anomali. Nama ini dipakai karena kita ingin terlihat selalu berbeda dengan yang lain. Itu jadi
statement buat diri kita sendiri dan market jika kita berbeda. Banyak kendala dihadapi Irvan dan Agam saat pertama kali merintis usahanya. Banyak hal yang harus dipelajari dan dikenali terlebih dahulu seluk beluknya. Salah satunya adalah ketika mereka pertama kali mendapatkan mesin roasting kopi dan tidak tahu bagaimana mengoperasikannya.
“Ketika mesin roasting datang, kita tidak tahu bagaimana cara mengoperasikannya. Kita belum mengerti cara memproduksi. Lalu, kita dapat kontak petani kopi, Pak Sumarhum, di Bondowoso dari Disbun (Dinas Perkebunan). Dari situ, kita belajar banyak dari para petani. Waktu pertama datang, kita belum mendapatkan kualitas kopi seperti yang kita mau.
D
o
kum
en
ta
si R
et
as
SERTIFIKASI ITU
PENTING UNTUK
MENYAMAKAN
FREKUENSI
P R O F I L
11
Dua tahun setelahnya, kita akhirnya baru dapat dari beliau. Sebelum akhirnya mendapatkan itu, kita menghubungi sana sini. Kenalan dengan orang-orang yang biasa ekspor kopi. Ada tidak sisa-sisa ekspor yang memang bagus yang memang bisa kita beli. Cara mencarinya benar-benar militan. Ketok pintu satu satu. Pelan-pelan, akhirnya kita dapat. Dan, sekarang sangat bersyukur setiap minggu kita melakukan cofe
tasting untuk pengujian cita rasa (cupping) karena menerima banyak sample dari berbagai daerah. Sekarang perkembangannya luar biasa,” tutur Irvan.
Di Anomali Coffe, terdapat 8 orang
Q-Grader yang memiliki sertifikasi. Nilai yang dikeluarkan orang-orang yang telah Q-Graded, bisa dipercaya dan bisa di-submit ke Coffee Quality Institute.
Menurut Irvan, sertifikasi ini penting karena itu seperti menyamakan frekuensi, dan itu
crossed jabatan. Siapa pun yang
ingin mendalami seluk beluk cita rasa, perlu memiliki kemampuan sebagai Q-Grader. Owner, roaster, barista, sampai petani yang ingin mengetahui kualitas kopinya seperti apa. Kemampuan melakukan
cupping dengan protokol yang sama untuk mendapatkan kopi yang enak. Setelah lebih dari sepuluh tahun merintis bisnis kopi ini, Anomali Coffee kini telah tersebar di 9 lokasi. Dua di antaranya dibuka di Bali dan rencananya Oktober ini akan dibuka gerai yang ke-10 di Makassar. Saat ditanya oleh Presiden Jokowi di acara “Ngobrolin Kopi sambil Ngopi Bareng Presiden di Istana Bogor” awal Oktober lalu, soal tantangannya untuk membuka cepat banyak gerai, Irvan memang ingin perkembangan usahanya itu bertumbuh secara organik. “Kita percaya pertumbuhan yang organik. Kita tidak melihat keharusan buka 100 atau 1000 dalam waktu cepat, karena kopi itu
transferability skill para baristanya butuh waktu. Ada beberapa gerai internasional yang mengganti mesin kopi manual dengan mesin otomatis karena kendala itu. Untuk dunia
speciality cofee, grid kualitas cukup tinggi sehingga belum bisa di-copy sebanyak itu,” terangnya.
Namun, kendala itu tidak
menghentikan Anomali Coffee terus berkembang. Formulasi franchise terus digarap. “Ada beberapa model
franchise yang baru ditemukan dan sekarang kita baru mulai membuka
franchise tersebut.”
Diversifikasi Anomali Coffee pun tidak hanya menambah cabang kedai kopi. Sejak dua tahun yang lalu, Anomali membuka Indonesia Cofee Academy, pusat pelatihan bagi mereka yang tertarik memperdalam keahlian dalam mengolah atau meracik kopi.
“Awalnya, akademi ini dibuat hanya untuk kalangan internal kita saja, untuk mengajarkan pada barista kita saja. Tapi, akhirnya kita buka untuk klien eksternal dan akhirnya untuk umum karena ternyata ada peminatnya.”
Ambisi ke depannya Anomali pun akan tetap konsisten mengembangkan usahanya di speciality cofee dari Indonesia. Mimpi Ivan dan tim adalah membuat speciality cofee dari Indonesia menjadi sangat accesible bagi masyarakat. Caranya bisa dengan membuka kafe atau menjual minuman botolan, misalnya.
Tidak dipungkiri, akses itu juga hingga lintas negara alias go
international. “Kita sebagai negara penghasil kopi, rasanya normal jika berkeinginan untuk go international. Masa brand dari negara lain yang dikenal tidak penghasil kopi bisa masuk ke sini. Malah, aneh kalau orang dari negara yang dikenal sebagai salah satu penghasil terbesar tapi tidak bisa bermain di hilir?” pungkas Muhamad Abgari atau yang biasa dipanggil dengan nama Agam itu.
P R O F I L
1312
Kecintaannya terhadap makanan Indonesia membuat
Mateusz Rybinski mendirikan Warung Jakarta
di kampung halamannya, Warsawa, Polandia.
SELALU
TERINSPIRASI
DARI MAKANAN
JALANAN
Mateusz Rybinski
D
o
kum
en
ta
si R
et
Butuh waktu tiga tahun buat Mateusz Rybinski untuk menyelami seluk beluk makanan Indonesia, sebelum kembali ke Warsawa dan mewujudkan keinginannya membuka restoran yang menyajikan masakan Indonesia. Semua diungkapkan Mateusz saat menyempatkan diri menemui Retas di sela-sela kesibukannya mengawasi sekolah programming di PIK Avenue Mall, Jakarta Utara.
Bagaimana akhirnya
memutuskan membuka
restoran Indonesia di
Warsawa, Polandia?
Pada 2009, saya datang ke Indonesia dalam program pertukaran pelajar Erasmus. Selama 6 bulan, saya tinggal di Surabaya dan belajar di Universitas Airlangga. Saya mencoba banyak makanan Indonesia yang saya anggap makanannya sangat enak. Beberapa jenis makanan mungkin sulit untuk diterima oleh orang asing tetapi yang lainnya sangat bagus. Saya pikir makanan Indonesia mirip seperti makanan Italia. Selain itu, belum ada restoran Indonesia di Polandia. Banyak yang belum pernah mencobanya.
Saya berpikir mungkin suatu hari, saya akan membuka restoran. Ide itu tidak pernah hilang dalam pikiran saya. Atas berbagai alasan, saya juga kerap kembali ke Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara. Dari situlah, saya mulai belajar mengenai gastronomi Indonesia. Saya mengunjungi dari satu warung, ke warung lainnya. Keluar masuk dari satu restoran, ke restoran lain, mencoba dan mengenal lebih dalam mengenai masakan Indonesia.
Berapa lama persiapan untuk
membuka restoran Indonesia
di kampung halaman Anda?
Saya beruntung bertemu dengan partner bisnis, Yudhi Harijono dan Mario Juniartho, yang juga berminat dengan ide ini. Saya juga memiliki mentor di sini yang bekerja di bisnis makanan, Hendy Setiono. Dari beliau, saya banyak belajar bagaimana menjalankan bisnis sebuah restoran dan juga yang memperkenalkan saya dengan partner bisnis saya.
Konsep restoran Indonesia
seperti apa yang terlintas
dalam bayangan Anda
saat itu?
Inspirasi saya selalu datang dari makanan jalanan. Saya selalu kagum dengan makanan pinggir jalan yang saya temui. Saya suka keseluruhan dinamika dan suasananya, terutama konsep warung. Saya pernah baca dalam sebuah artikel jika warung memiliki social impact dalam kehidupan orang Indonesia. Saya sering bertemu dengan orang kaya, mereka sering berceletuk jika makanan warung (warnas/warteg) lah yang terbaik. Walau mereka mampu membayar bersantap di restoran mewah, tetapi mereka juga suka makan di warung. Di warung, orang kaya dan miskin dapat makan dalam satu meja. Tidak ada pembatas.
Jadi, itu sebabnya nama
restorannya Warung Jakarta?
Iya. Saya juga kurang mengerti soal
ine dining restaurant. Itu sebabnya suasana dalam restoran kasual dan
raw karena desain interiornya street
art. Makanan yang disajikan sebisa mungkin as healthy as possible dengan harga yang masuk akal. Pengunjung bisa nyaman dan santai.
Sedangkan kenapa memilih kata “Jakarta”, karena bagi orang asing dua kota Indonesia yang paling popular adalah Bali dan Jakarta sebagai
ibu kota negara. Saya tidak mau menggunakan Bali, itu sebabnya saya menggunakan Jakarta.
November 2016 adalah pembukan resmi Warung Jakarta. Sejauh ini, responnya bagus. Kemajuannya berjalan selangkah demi selangkah. Awalnya, memang berat karena jenis masakan yang baru. Bulan Mei yang lalu berlangsung Restaurant’s Week di Polandia. Mereka mengkurasi 60 restoran dari Warsawa dan restoran kita terpilih sebagai restoran terbaik. Semenjak itu, respon pengunjung sangat bagus. Makanan favorit di Warung Jakarta adalah rendang, sate, nasi goreng dan mi goreng.
Apa tantangannya saat
membuka Warung Jakarta?
Ada beberapa. Pertama, makanan Indonesia di mata warga Polandia adalah sesuatu yang baru. Untuk mendapatkan pengunjung restoran tidaklah mudah. Ada sekolompok grup di Polandia yang selalu mengunjungi dan mencoba setiap kali ada restoran baru dibuka. Tetapi, tetap saja, orang lebih sering bertanya-tanya apa itu masakan Indonesia. Apalagi, rata-rata warga Polandia hanya mengunjungi restoran 5 sampai 6 kali setiap bulannya. Jadi, pada saat mereka makan di luar, mereka tidak mau melewati satu kesempatan menikmati makanan yang mereka tidak sukai. Jadi, tantangan terbesar pertama saya adalah memperkenalkan dan mempromosikan masakan Indonesia sehingga mereka tidak merasa asing dan mau bersantap di sana.
atau Vietnam. Bayangkan, toko Indonesia yang terdekat dengan Warsawa berada di Berlin, Jerman. Kadang, saya malah harus mencari sampai di Amsterdam, Belanda. Sebagai jalan keluarnya, saya pun harus mengimpor bahan-bahan dasar itu dari Belanda dan beberapa saya ganti dengan bumbu dasar dari Thailand.
Tantangan lain adalah beberapa bahan dasar ini memang agak mahal sehingga mempengaruhi harga produksi makanan tetapi di situlah tantangannya. Saya harus bisa bersaing dengan restoran lainnya.
Bagaimana dengan koki di
restoran Anda? Apakah Anda
menggunakan koki orang
Indonesia atau melatih koki lokal
memasak makanan Indonesia?
Saya menggunakan koki orang Indonesia. Dia masih muda dan berasal dari Bandung. Dia sangat bagus. Kebetulan juga, salah satu partner saya pernah membuka restoran Indonesia di Amerika. Kedua partner saya inilah yang terus menyempurnakan resep. Mereka juga yang mengadaptasi rasa agar sesuai dengan lidah orang Barat.
Yang kita suguhkan tidak hanya makanan tetapi juga minuman. Saya menemukan satu perusahaan di Polandia yang mengimpor kopi Indonesia, dari Sumatera dan Jawa. Saya menggunakan kopi yang dari Jawa. Saya menoba sebisa mungkin selalu menggunakan unsur Indonesia.
Baru-baru ini, saya diperkenalkan dengan seorang wanita oleh gubernur Banda Aceh yang ingin mempromosikan kopinya. Saya mungkin akan membeli kopi langsung darinya sehingga sudah pasti kopi asli Indonesia. Apalagi, saya baca buku biografi pendiri Starbucks kalau dia
D
o
kum
en
ta
si R
et
as
15
menyebutkan kopi terbaik di dunia adalah kopi dari Sumatera.
Saya sempat menyajikan bir Bintang dan itu terjual dengan bagus, padahal harga sedikit lebih mahal dibanding bir lainnya. Bir menjadi favorit, terutama buat mereka yang pernah berlibur ke Bali. Masalahnya, karena saya satu-satunya restoran Indonesia di Polandia, sementara untuk memesan bir Bintang, ada minimum order sekitar 300 - 400 botol bir dimana saya harus membayar di muka. Jumlah ini juga akan menjadi masalah stok untuk restoran karena
belum tentu dalam seminggu, 100 botol bisa terjual. Tapi, saya ingin jika ada kesempatan lagi, bisa menyajikan bir Bintang.
Apa rencana ke depannya
untuk Warung Jakarta?
Melalui kedutaan (Indonesia), saya dikenalkan oleh pihak Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Ini masih hubungan yang baru. Mungkin dari sana akan ada banyak peluang yang bisa digali lagi.
Secara menu, kita juga berusaha mengaplikasikan apa yang sedang
populer di sana seperti sekarang ini pola makanan vegan. Jadi, tiap akhir pekan, kita menawarkan makanan Indonesia yang bisa dikonsumsi
vegan seperti bakso vegan, rendang
vegan, dan sate tempe. Atau fusion
food. Menawarkan menu makanan Indonesia yang difusion dengan makanan Meksiko, seperti Rendang Burito.
Juga dengan adanya dua partner bisnis, saya datang ke Indonesia setidaknya dua atau tiga bulan sekali.
Ke depannya, kita berencana untuk ekspansi. Kita lagi merancang konsep dan formula franchise Warung Jakarta yang kuat dan
sustainable. Jika sudah rangkum, saya ingin Warung Jakarta juga buka di kota dan negara lain.
Hal apa yang paling
berkesan dan mungkin bisa
disarankan kepada yang
lain jika ingin melakukan hal
yang sama?
Kesulitan saya adalah menjelaskan makanan Indonesia. Oke, makanan Indonesia memang ada tetapi Indonesia sangat luas. Jadi, begitu menyebutkan makanan Indonesia, itu makanan dari mana? Karena bisa dari Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Manado, atau Toraja? Semuanya berbeda. Dan, jujur saja, sebagian cocok untuk orang Barat, tetapi ada yang tidak bisa diterima. Salah satu contohnya makanan yang menggunakan terasi. Banyak orang Eropa yang kurang menyukai.
Hal lain adalah keragaman itu juga kadang membuat saya bingung. Kalau di Jakarta, rendang yang populer mungkin rendang Minangkabau. Tetapi, ketika saya ke Sumatera, rendang bisa ada 18 macam dengan resep yang berbeda-beda.
“Saya ini penggemar kopi. Tapi, sejak terkena asam lambung akut, saya jadi galau karena tidak lagi leluasa ngopi seperti dulu,” tutur Agatha, founder IMYCO kepada Retas.
“Saya sering membaca jurnal penelitian ketika kuliah. Saya tahu, di dalam jamur, ada senyawa yang dapat melemahkan asam kafein pada kopi. Tapi, saya baru meneliti dan mengaplikasikan hasil penelitian itu ketika saya terkena asam lambung akut.”
Alumni Fakultas MIPA , jurusan Pendidikan Biologi, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jember ini kemudian melakukan uji coba untuk mengawinkan kopi dengan jamur, untuk menemukan formula kopi yang aman bagi penderita asam lambung.
MENGAWINKAN KOPI
DENGAN JAMUR
Ide usaha tidak selalu muncul dari cita-cita. Kadang, ia tak
sengaja muncul dari rasa sakit. Kopi jamur IMYCO ini misalnya.
Agatha Virdhi Saputra
Melakukan Riset Kopi
Uji coba Agatha dilakukan
berdasarkan riset. Dia menggandeng laboratorium lokal untuk
melemahkan asam kafein kopi tanpa merusak cita rasanya. Agatha menjelaskan bahwa uji cobanya tidak langsung berhasil. Bahkan, sampai hari ini pun dia masih terus melakukan berbagai penyempurnaan, meskipun kopi jamurnya sudah diterima masyarakat penggemar kopi.
Melakukan riset memerlukan biaya dan waktu. Untuk itu, Agatha melakukan subsidi silang. Sebelum mengembangkan kopi jamur, Agatha sudah memproduksi penyedap rasa organik berbahan dasar jamur. Produk ini terhitung laris manis dengan omset belasan hingga puluhan juta per bulan.
Sebagian pendapatannya dari produk penyedap rasa itu ia gunakan untuk membiayai riset kopinya. Selain itu,pembiayaan riset juga ia dapatkan dari hadiah kompetisi bisnis yang rajin ia ikuti.
Dalam menjalankan bisnisnya, Agatha sempat mengalami kendala yang cukup membuatnya kerepotan. Ia pernah mengalami turn over yang cukup sering. Penyebabnya adalah perbedaan visi dan misi. Agatha memiliki prinsip tidak mengapa mengambil margin keuntungan kecil, yang penting produk mereka dikenal luas di masyarakat. Namun, ia pernah mendapati bagian manajemen menaikkan harga tanpa meminta persetujuannya, atau bermasalah dalam hal menjaga kejujuran.
Setelah beberapa kali sempat ganti manajemen, akhirnya Agatha sampai pada suatu kesimpulan bahwa mencari partner bisnis tidak semata-mata menimbang kemampuan bisnisnya. Jauh lebih penting dari itu adalah karakternya.
Partner itu harus paham dan sepakat dengan visi misi perusahaan. Kemudian, dia haruslah orang yang dapat dipercaya.
Saat ini, Agatha menggandeng Ahmad Fathoni, sahabatnya semasa kuliah, menjadi co-founder IMYCO. Ahmad dipercaya mengelola bagian manajemen. Sementara, Agatha fokus pada pengembangan teknologi dan produk.
“Sasaran terdekat kami saat ini adalah pecinta kopi di kafe-kafe. Selain itu, kami ingin menjangkau masyarakat yang lebih luas. Kami sedang berencana membuat kopi jamur kemasan sachet. Dalam waktu satu tahun ke depan, kami berharap produk kami sudah dikenal di Jawa dan Bali,” demikian harapan Agatha.
B I S N I S
17Saat ini kopi telah menjadi bagian dari hidup masyakarat modern. Istilah “ngopi-ngopi cantik” pun menjadi sangat populer. Seiring dengan itu, kedai kopi modern menjamur dengan pesat. Baik yang berstatus waralaba dari luar negeri, maupun brand lokal. Semua hadir dengan ciri khasnya masing-masing. Akan tetapi, banyaknya pemain membuat suhu kompetisi menjadi semakin tinggi. Strategi pun harus disusun. Tidak bisa lagi pasif menunggu pelanggan. Bola mesti dijemput.
Caranya dengan membawa kopi langsung ke pelanggan. Seperti bisnis katering, tetapi fokus kepada kopi sebagai sajian utama. Andalannya tentu kekhasan kopi dari masing-masing cofee shop. Sajian kopi berkualitas pun dibawa ke
acara-KATERING KOPI,
STRATEGI JEMPUT BOLA
Membawa kopi langsung ke pelanggan, seperti bisnis katering,
tetapi fokus kepada kopi sebagai sajian utama.
acara kantor, seminar, atau pelatihan.
Papous Cofee salah satu kafe yang melakukan katering kopi. Papous memang merupakan kopi yang berasal dari pegunungan Lembah Baliem Wamena, Papua. Pertama memulai bisnisnya, Prawito Adi Nugroho tidak langsung mendirikan
Cofee Bar melainkan murni menjual biji kopi olahan asal Papua. Green
Bean Cofee dan Roasted Bean
Cofee merupakan beberapa produk unggulan yang ditawarkan oleh Prawito.
Semua benar-benar diawali dengan otodidak. Mulai dari mengenal seluk beluk biji kopi, pengolahan, pengemasan, hingga pemasarannya. Seiring omzet yang terus meningkat, ia pun memberanikan diri membuka sebuah cofee bar. Layaknya kedai kopi lain, tempatnya sering menjadi
lokasi kongkow, bekerja, hingga
business meeting. Ia pun memperluas cakupan bisnisnya sebagai
penyelenggara cofee bar catering. Lain lagi strategi yang dilakukan Kopi Boutique, sebuah brand yang didedikasikan untuk mengembangkan kopi-kopi Indonesia. Yudhi Wirawan, pemilik Kopi Boutique menuturkan, ia ingin menonjolkan kopi-kopi Indonesia yang variannya banyak. “Kopi-kopi kita tak kalah dari kopi mancanegara seperti Brazil dan negara lainnya,” kata Yudhi.
Varian kopi yang dijual antara lain dari Sumatera Utara ada kopi Gayo, Lintong, Mandailing. Juga ada dari Jambi, dan Robusta dari Lampung. Di Jawa Barat ada Mekarwangi, Preanger. Jawa Tengah ada Temanggung. Sulawesi ada Toraja. “Sampai Papua juga ada. Kira-kira sekitar 50 varian kalau lagi lengkap, “ ungkap Yudhi.
Dengan kopi-kopi Indonesia yang variannya banyak ini, Yudhi memasarkan produknya dengan beragam cara. Khusus melayani konsumen secara langsung, ia membuka Kopi Boutique di jalan Pangeran Antasari No.36, Jakarta Selatan Lalu, ada layanan online, bisa beli kopi pakai layanan ojek online. Menurut Yudi, selain melayani orang untuk minum di Kopi Boutique, mereka juga menyalurkan kopinya ke beberapa kafe di Jakarta, Lombok, Cirebon, dan daerah lainnya. “Juga kirim ke hotel. Bentuknya kopi jadi,” ungkap Yudhi.
Beragam Kegiatan Bekraf dalam
Membangkitkan Ekonomi Kreatif Indonesia
Minum kopi bersama di acara Kreatifood 2017 di Palembang.
G A L E R I F O T O
19
18
Penandatanganan kesepakatan bersama antara Pemprov DKI Jakarta dengan Bekraf.
Triawan Munaf, Kepala Bekraf, mengagumi kopi Indonesia di acara “Ngobrolin Kopi sambil Ngopi Bareng Presiden di Istana Bogor”.
Puncak rangkaian acara
Food Startup Indonesia 2017 adalah final
pitching di hadapan juri dan investor.
Presiden Jokowi memberi arahan di acara “Ngobrolin Kopi sambil Ngopi Bareng Presiden di Istana Bogor” (1/10).
F
o
to-f
o
to D
o
kum
en
ta
si B
ek
ra
f
Presiden Jokowi menghadiri Synchronize Festival 2017.
Asistensi pembuatan laporan keuangan bagi UKM kreatif di Lampung.