PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFE) DAN STUDENT
TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)
PADA MATERI
BILANGAN PECAHAN KELAS VII SMP NEGERI 16 CIREBON
JURNAL
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana pendidikan
Oleh
TRI KURNIA WULANDARI NPM. 109070125
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
LEMBAR PENGESAHAN
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFE) DAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) PADA MATERI BILANGAN PECAHAN KELAS VII SMP NEGERI 16
CIREBON
Oleh
TRI KURNIA WULANDARI
NPM. 109070125
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFE) DAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) PADA MATERI BILANGAN PECAHAN KELAS VII SMP NEGERI 16
CIREBON
Tri Kurnia Wulandari
(Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon)
Abstrak
Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa terhadap pembelajaran matematika. Salah satu penyebabnya yaitu adanya kecenderungan peranan guru, dimana proses pembelajaran masih didominasi oleh gurunya. Tujuan dari penelian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model SFE dan STAD. Berdasarkan hasil analisis data penelitian pada kelas eksperimen I diperoleh rata-rata tes awal adalah 25,38 dan tes akhir 77,47 sehingga terdapat peningkatan sebesar 52,09 sedangkan pada kelas eksperimen II mendapat rata-rata tes awal sebesar 24,85 dan tes akhir 71,03 sehingga mengalami peningkatan sebesar 46,18. Hal ini didukung oleh hasil uji
t pada taraf signifikan α = 5% diperoleh thitung < ttabel yaitu 2,09 > 1,99 maka H0 ditolak.
Artinya terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe SFE dengan yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model SFE lebih berhasil dibandingkan dengan model
STAD dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Kata Kunci: Model Pembelajaran tipe SFE, Model Pembelajaran tipe STAD, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis.
PENDAHULUAN
Pendidikan mempunyai peranan
yang sangat penting bagi perkembangan
dan perwujudan diri individu, terutama
bagi perkembangan bangsa dan negara.
Salah satu bidang studi yang mendukung
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah matematika.
Matematika merupakan bidang ilmu
yang memiliki kedudukan yang penting
dalam pengembangan dunia pendidikan.
Hal ini disebabkan karena matematika
merupakan ilmu dasar bagi
pengembangan disiplin ilmu yang lain.
Hasil belajar siswa pada bidang
studi matematika kurang
menggembirakan. Berdasarkan data
Institute of Education (2012), hasil
penelitian statistik yang dilakukan secara
internasional dalam Trends in
International Mathematics and Science
Study (TIMSS) menunjukan bahwa
Indonesia pada peringkat ke-38 dari 42
negara untuk penguasaan pelajaran di
belajar matematika bukan hanya
disebabkan karena matematika yang
sulit, melainkan disebabkan oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
antara lain: motivasi belajar siswa,
peranan guru dalam pembelajaran,
pemilihan metodelogi pembelajaran,
situasi dan kondisi lingkungan belajar.
Berdasarkan hasil observasi pada
saat melaksanakan PPL dan hasil
wawancara dengan guru matematika
SMPN 16 Cirebon tahun ajaran
2013/2014 mengindikasikan pada
umumnya kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa relatif masih
rendah. Kondisi tersebut pada saatnya
berpengaruh pada kemampuan siswa
dalam menyelesaikan soal-soal
pemecahan masalah. Pemecahan
masalah merupakan bagian dari
kurikulum matematika yang sangat
peting karena dalam proses
pembelajaran maupun penyelesaiannya,
siswa dimungkinkan memperoleh
pengalaman menggunakan pengetahuan
serta keterampilan yang sudah dimiliki
untuk diterapkan pada pemecahan
masalah yang bersifat tidak rutin.
Pada umumnya proses
pembelajaran yang terjadi di kelas hanya
berlangsung satu arah (one way system).
Proses pembelajaran hanya menekankan
pada penyampaian informasi yang
disampaikan guru kepada siswa,
sedangkan siswa hanya menerima
informasi yang diberikan oleh guru.
Kondisi tersebut berakibat pada
kemampuan siswa dalam penguasaan
konsep dan pemecahan masalah relatif
rendah. Salah satu alternatif
pembelajaran yang memungkinkan dapat
mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah
matematika seperti pada model
pembelajaran kooperatif tipe Student
Facilitator and Explaining (SFE) dan
sebagai pembanding dalam penelitian ini
adalah Student Teams Achievement
Divisions (STAD).
Model pembelajaran kooperatif
tipe SFE merupakan suatu model
pembelajaran dimana siswa
mempresentasikan ide atau pendapat
pada siswa lainnya. Menurut Suprijono,
(2009: 128) model SFE mempunyai arti
model yang menjadikan siswa dapat
membuat peta konsep maupun bagan
untuk meningkatkan kreatifitas siswa
dan prestasi belajar siswa. Model
pembelajaran SFE menjadikan siswa
sebagai fasilitator dan di ajak berpikir
secara kreatif sehingga menghasilkan
mendalam dan lebih menarik serta
menimbulkan rasa percaya diri pada
siswa. Model pembelajaran kooperatif
STAD merupakan salah satu dari tipe
model pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan kelompok-kelompok kecil
dengan jumlah anggota tiap kelompok
4-5 orang siswa secara heterogen (Trianto,
2009: 68). Dalam pembelajaran
kooperatif model STAD memberikan
kesempatan kepada siswa untuk
berdiskusi dalam kelompok kelas
sehingga akan tercipta suasana belajar
yang lebih aktif, efektif dan
menyenangkan.
Model pembelajaran SFE dan
STAD diharapkan dapat menjadi solusi
bagi guru dalam upaya meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan hasil kajian dari beberapa
penelitian yang relevan dengan model
pembelajaran SFE dan STAD
diantaranya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Tika Mufrika (2011)
dalam penelitiannya yang berjudul
“Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Metode Student Facilitator
and Explaining (SFE) Terhadap
Kemampuan Komunikasi Matematika
Siswa”. Dalam hasil penelitiannya, Tika
Mufrika melaporkan bahwa penggunaan
metode Student Facilitator and
Explaining (SFE) memberikan pengaruh
positif terhadap kemampuan komunikasi
matematika siswa. Selanjutnya
penelitian yang dilakukan oleh Erniwati
(2011) berjudul “Upaya Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 2 Depok dengan Menggunakan
LKS Berbasis PMR Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pada Pokok Bahasan Panjang Garis
Singgung Lingkaran”. Hasilnya, secara
keseluruhan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa di setiap
siklusnya terjadi peningkatan yang
sangat baik. Sehingga dapat dikatakan
bahwa model pembelajaran yang telah
dittetapkan mampu meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa.
Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut.
a. Apakah terdapat perbedaan
kemampuan pemecahan masalah
antara siswa yang pembelajarannya
menggunakan model SFE dan
STAD?
b. Apakah terdapat peningkatan yang
pembelajarannya menggunakan
model SFE dan STAD?
c. Bagaimana respons siswa terhadap
pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran
SFE?
d. Bagaimana respons siswa terhadap
pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran
STAD?
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini yang menjadi
populasi adalah seluruh kelas VII SMP
Negeri 16 Cirebon tahun pelajaran
2013/2014 yang terdiri dari delapan
kelas. Teknik pengambilan sampel yang
dilakukan adalah purposive sampling.
Pengambilan sampel dilakukan dengan
cara mengambil subjek bukan
didasarkan atas random/daerah, tetapi
adanya tujuan tertentu yaitu sesuai
dengan pertimbangan peneliti sendiri
sehingga dapat mewakili populasi.
Karena itu dicari dua kelas yang
memiliki kemampuan yang relatif sama,
yaitu kelas VII A dan VII B. Kelas VII
A sebagai kelas eksperimen I yang
pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Student
Facilitator and Explaining (SFE) dan
kelas VII B sebagai kelas eksperimen II
yang pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe
Student Teams Achievement Divisions
(STAD).
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian
eksperimen yang melibatkan dua
kelompok atau dua kelas. Menurut
Arikunto (2010: 9), “Metode eksperimen
adalah suatu cara untuk mencari
hubungan sebab akibat (hubungan
kausal) antara dua faktor yang sengaja
ditimbulkan oleh peneliti dengan
mengeliminasi atau mengurangi atau
menyisihkan faktor-faktor lain yang
mengganggu. Dengan kata lain,
penelitian eksperimen mencoba meneliti
ada tidaknya hubungan sebab-akibat.
Caranya adalah dengan membandingkan
satu atau lebih kelompok eksperimen
yang diberikan perlakuan dengan satu
atau lebih kelompok pembanding yang
tidak menerima perlakuan.
Sebagai upaya untuk mendapatkan
data dan informasi yang lengkap
mengenai hal-hal yang ingin dikaji
melalui penelitian ini, maka dibuatlah
seperangkat instrumen yang meliputi
instrumen tes maupun non tes. Instrumen
tes dalam penelitian ini yaitu soal uraian
yang telah diujicobakan sebanyak 10
pretes dan postes. Soal tersebut
diujicobakan terlebih dahulu pada kelas
lain, yang berguna untuk mengetahui
validitas, reabilitas, indeks kesukaran,
dan daya pembeda. Instrumen non tes
dalam penelitian ini berupa angket
siswa. Angket bertujuan untuk
mengetahui respons siswa terhadap
pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran SFE
dan STAD.
Setelah data terkumpul dilanjutkan
dengan pengolahan data tes awal dan tes
akhir dimana kedua kelompok telah
diberikan perlakuan yang berbeda.
Pengolahan data yang digunakan untuk
menguji hipotesis dalam penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Menghitung statistik deskriptif,
untuk mengetahui nilai maksimum,
nilai minimum, rata-rata dan standar
deviasi dari kemampuan pemecahan
masalah matematis berdasarkan nilai
pretes dan postesdan menghitung
skor kemampuan pemecahan
masalah awal dan skor pemecahan
masalah akhir pada masing –masing
kelas yang menjadi sampel
penelitian.
2. Melakukan uji normalitas data
pretes dan postes untuk menentukan
apakah data yang diperoleh dari
masing-masing kelompok sampel
berasal dari populasi yang
berdistribusi normal atau tidak.
3. Melakukan uji homogenitas data
pretes dan postes. Uji homogenitas
varians digunakan untuk mengetahui
apakah kedua kelas yaitu kelas
eksperimen I dan eksperimen II
mempunyai varians yang sama atau
tidak. Jika kedua kelompok
mempunyai varians yang sama
maka dikatakan kedua kelompok
homogen.
4. Melakukan uji t untuk mengetahui
ada tidaknya perbedaan kemampuan
pemecahan masalah matematis
siswa pada kelas eksperimen I dan
eksperimen II setelah dilakukan
pembelajaran.
5. Untuk melihat peningkatan
kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa pada kelas
eksperimen I dan kelas eksperimen
II maka dilakukan analisis terhadap
data gain. Data gain yang diolah
diperoleh dari selisih antara skor
pretes dan postes kelas eksperimen.
Dengan rumus sebagai berikut.
Meltzer (2002: 3)
Indeks gain tersebut
menggunakan kriteria yang
6. Mengkaji peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis
siswa melalui uji signifikan nilai
pretes dan postes. Untuk
menganalisis hasil eksperimen yang
menggunakan pre-test dan post-test
one group design menurut Arikunto
kemampuan pemecahan masalah
matematis signifikan.
PEMBAHASAN
Sebelum kegiatan belajar mengajar
dengan model pembelajaran SFE dan
STAD terlebih dahulu diadakan pretes
dan postes setelah kegiatan belajar
mengajar tersebut dilaksanakan.
Berdasarkan hasil perhitungan kedua
data tersebut dapat diketahui nilai
tertinggi, nilai terendah, rata-rata nilai,
varians dan simpangan baku yang
disajikan dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2
Deskripsi Hasil Penelitian Data
Statistik
Eksperimen I Eksperimen II
Pretes Postes Pretes Postes
Jumlah siswa 34 34 34 34
eksperimen I sebesar 25,38 dan tes akhir
77,47 sehingga dari rata-rata hasil tes
awal dan tes akhir mengalami
peningkatan sebesar 52,09 sedangkan
rata-rata tes awal kelompok eksperimen
II sebesar 24,85 dan tes akhir 71,03
sehingga dari rata-rata hasil tes awal dan
tes akhir mengalami peningkatan sebesar
46,18. Artinya terdapat perbedaan
rata-rata kenaikan kelas eksperimen I dengan
kelas eksperimen II. Hal ini diperkuat
dengan uji t diperoleh thitung > ttabel yaitu
2,09 > 1,99 maka H0 ditolak. Ini berarti
terdapat perbedaan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa
yang mendapat pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatif tipe SFE
dengan yang mendapat pembelajaran
dengan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD, yaitu kemampuan pemecahan
0
pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe SFE lebih
baik dibanding dengan yang mendapat
pembelajaran dengan model kooperatif
tipe STAD.
Dari hasil penelitian yang
diperoleh adanya peningkatan
kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang signifikan
menggunakan model pembelajaran SFE
dan STAD. Hal ini terlihat dari
peningkatan nilai rata-rata hasil pretes ke
hasil postes sebesar 52,09 yaitu dari 25,8
menjadi 77,47 pada kelas eksperimen I.
Hal ini juga diperkuat dengan
berdasarkan uji gain diperoleh rata-rata
peningkatan uji gain sebesar 0,68 dengan
interpretasi peningkatannya sedang.
Berdasarkan uji signifikan diperoleh
thitung > ttabel yaitu 22,67 > 2,04.
Sedangkan pada kelas eksperimen II
terlihat dari peningkatan nilai rata-rata
hasil pretes ke hasil postes sebesar 46,18
yaitu dari 24,85 menjadi 71,03 pada
kelas eksperimen II. Hal ini juga
diperkuat dengan berdasarkan uji gain
diperoleh rata-rata peningkatan uji gain
sebesar 0,67 dengan interpretasi
peningkatannya sedang. Berdasarkan uji
signifikan diperoleh thitung > ttabel yaitu
33,5 > 2,04. Hal ini berarti terdapat
peningkatan yang signifikan pada siswa
yang pembelajarannya menggunakan
model SFE dan STAD. Hal itu
disebabkan karena adanya hubungan
dengan proses pembelajaran yang
menggunakan model pembelajaran SFE
dengan model pembelajaran STAD
dimana setiap siswa dilibatkan langsung
dalam proses pembelajaran sesuai
dengan gaya belajar yang dimiliki siswa
masing-masing.
Diagram 1
Persentase respon siswa kelas eksperimen I
Diagram 2
Persentase respon siswa kelas eksperimen II
Dari hasil rekapitulasi jawaban
angket pada diagram 1 dan diagram 2
menunjukkan bahwa siswa memberikan
respons yang cukup baik terhadap
pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe SFE dan STAD. Pada
model pembelajaran SFE banyak siswa
yang menjawab sangat setuju dan setuju
pada pernyataan positif serta hasil
rata-rata persentase respons siswa pada
kelompok eksperimen I yaitu 81,12%
dengan kriteria sangat kuat, yang artinya
respons siswa terhadap pembelajaran
dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe SFE adalah
baik. Hal tersebut disebabkan karena
dalam proses pembelajaran SFE
memberikan siswa keberanian untuk
mengeluarkan ide dan pendapatnya
kemudian memberikan penjelasan
terhadap siswa lain sehingga siswa lebih
memahami materi. Sedangkan Pada
model pembelajaran STAD banyak siswa
yang menjawab sangat setuju dan setuju
pada pernyataan positif serta untuk hasil
rata-rata persentase respons siswa pada
kelompok eksperimen II yaitu 79,90%
dengan kriteria kuat, yang artinya
respons siswa terhadap pembelajaran
dengan menggunakan model
pembelajaran STAD adalah baik. Hal
tersebut disebabkan karena dalam proses
pembelajaran STAD menekankan pada
aktifitas siswa pada proses belajar
sehingga siswa menjadi lebih aktif.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan hasil penelitian maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang mendapat
pembelajaran dengan model
pembelajaran SFE (kelas
eksperimen I) mendapat rata-rata tes
awal adalah 25,38 dan tes akhir
77,47 sehingga rata-rata tes awal
dan tes akhir terdapat peningkatan
sebesar 52,09 sedangkan dengan
model pembelajaran STAD (kelas
eksperimen II) mendapat rata-rata
tes awal sebesar 24,85 dan tes akhir
71,03 sehingga rata-rata tes awal
dan tes akhir mengalami
peningkatan sebesar 46,18. Selain
itu diperkuat dengan uji t diperoleh
thitung > ttabel yaitu 2,09 > 1,99 maka
H0 ditolak. Ini berarti terdapat
perbedaan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa yang
mendapat pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatif tipe
SFE dengan yang mendapat
pembelajaran dengan model
2. Dari hasil penelitian yang diperoleh
adanya peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis
siswa yang signifikan menggunakan
model pembelajaran SFE dan STAD.
Hal ini terlihat dari peningkatan
nilai rata-rata hasil pretes ke hasil
postes sebesar 52,09 yaitu dari 25,8
menjadi 77,47 pada kelas
eksperimen I. Hal ini juga diperkuat
dengan berdasarkan uji gain
diperoleh rata-rata peningkatan uji
gain sebesar 0,68 dengan
interpretasi peningkatannya sedang.
Berdasarkan uji signifikan diperoleh
thitung > ttabel yaitu 22,67 > 2,04.
Sedangkan pada kelas eksperimen II
terlihat dari peningkatan nilai
rata-rata hasil pretes ke hasil postes
sebesar 46,18 yaitu dari 24,85
menjadi 71,03 pada kelas
eksperimen II. Hal ini juga
diperkuat dengan berdasarkan uji
gain diperoleh rata-rata peningkatan
uji gain sebesar 0,67 dengan
interpretasi peningkatannya sedang.
Berdasarkan uji signifikan diperoleh
thitung > ttabel yaitu 33,5 > 2,04. Hal
ini berarti terdapat peningkatan yang
signifikan pada siswa yang
pembelajarannya menggunakan
model SFE dan STAD.
3. Berdasarkan hasil persentase tiap
item pernyataan pada angket
respons siswa diperoleh hasil
rata-rata persentase respons siswa pada
kelompok eksperimen I yaitu
81,12% dengan kriteria sangat kuat,
yang artinya respons siswa terhadap
pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe
SFE adalah baik. Artinya siswa
menyukai pembelajaran matematika
dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe SFE.
4. Berdasarkan hasil persentase tiap
item pernyataan pada angket
respons siswa diperoleh hasil
rata-rata persentase respons siswa pada
kelompok eksperimen II yaitu
79,90% dengan kriteria kuat, yang
artinya respons siswa terhadap
pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran STAD adalah
baik. Artinya siswa menyukai
pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
Berdasarkan pembahasan dari
kesimpulan di atas, maka terdapat
beberapa saran sebagai berikut.
1. Model pembelajaran kooperatif tipe
SFE dapat digunakan sebagai
matematika di kelas, karena hasil
penelitian menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan model
kooperatif tipe SFE lebih dapat
meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematis
siswa dibandingkan dengan
pembelajaran yang menggunakan
model kooperatif tipe STAD.
2. Pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe SFE dan STAD dapat
digunakan guru sebagai salah satu
alternatif dalam pembelajaran
matematika, karena hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan yang signifikan pada
kelas yang pembelajarannya
menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe SFE dan STAD.
3. Mengingat sebagian besar siswa
memberikan respons yang positif
terhadap pembelajaran matematika
dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe SFE
dan STAD, maka diharapkan kepada
guru agar dapat memanfaatkan
kondisi tersebut dan menjadikan
motivasi kepada siswa untuk selalu
aktif dan tidak takut lagi dalam
belajar matematika, agar
kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa dapat meningkat.
4. Mengingat siswa memberikan
respons yang positif terhadap
penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe SFE dan STAD
dalam pembelajaran matematika
pada pokok bahasan bilangan
pecahan. Maka diharapkan kepada
guru dapat menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe SFE
dan STAD tidak hanya diterapkan
pada pokok bahasan bilangan
pecahan saja tetapi juga pada pokok
bahasan lain.
DAFTAR PUSTAKA
Meltzer. (2002). Gain Ternomalisasi. Terdapat di
http://docstos.com/docs/68059517/ normalisasi-homogenitasuji-
tvaliditas-teliaditas-teliasbilitasigain. (29 mei 2013)
Hake, R. R. (1998). Analyzing Change/Gain Scores. Woodland Hills: Dept. of Physics, Indiana Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suprijono,A. (2009). Cooperative Learning: Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.