• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH. pdf"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFE) DAN STUDENT

TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)

PADA MATERI

BILANGAN PECAHAN KELAS VII SMP NEGERI 16 CIREBON

JURNAL

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana pendidikan

Oleh

TRI KURNIA WULANDARI NPM. 109070125

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFE) DAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) PADA MATERI BILANGAN PECAHAN KELAS VII SMP NEGERI 16

CIREBON

Oleh

TRI KURNIA WULANDARI

NPM. 109070125

(3)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFE) DAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) PADA MATERI BILANGAN PECAHAN KELAS VII SMP NEGERI 16

CIREBON

Tri Kurnia Wulandari

(Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon)

Abstrak

Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa terhadap pembelajaran matematika. Salah satu penyebabnya yaitu adanya kecenderungan peranan guru, dimana proses pembelajaran masih didominasi oleh gurunya. Tujuan dari penelian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model SFE dan STAD. Berdasarkan hasil analisis data penelitian pada kelas eksperimen I diperoleh rata-rata tes awal adalah 25,38 dan tes akhir 77,47 sehingga terdapat peningkatan sebesar 52,09 sedangkan pada kelas eksperimen II mendapat rata-rata tes awal sebesar 24,85 dan tes akhir 71,03 sehingga mengalami peningkatan sebesar 46,18. Hal ini didukung oleh hasil uji

t pada taraf signifikan α = 5% diperoleh thitung < ttabel yaitu 2,09 > 1,99 maka H0 ditolak.

Artinya terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe SFE dengan yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model SFE lebih berhasil dibandingkan dengan model

STAD dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

Kata Kunci: Model Pembelajaran tipe SFE, Model Pembelajaran tipe STAD, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis.

PENDAHULUAN

Pendidikan mempunyai peranan

yang sangat penting bagi perkembangan

dan perwujudan diri individu, terutama

bagi perkembangan bangsa dan negara.

Salah satu bidang studi yang mendukung

perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi adalah matematika.

Matematika merupakan bidang ilmu

yang memiliki kedudukan yang penting

dalam pengembangan dunia pendidikan.

Hal ini disebabkan karena matematika

merupakan ilmu dasar bagi

pengembangan disiplin ilmu yang lain.

Hasil belajar siswa pada bidang

studi matematika kurang

menggembirakan. Berdasarkan data

Institute of Education (2012), hasil

penelitian statistik yang dilakukan secara

internasional dalam Trends in

International Mathematics and Science

Study (TIMSS) menunjukan bahwa

Indonesia pada peringkat ke-38 dari 42

negara untuk penguasaan pelajaran di

(4)

belajar matematika bukan hanya

disebabkan karena matematika yang

sulit, melainkan disebabkan oleh

beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut

antara lain: motivasi belajar siswa,

peranan guru dalam pembelajaran,

pemilihan metodelogi pembelajaran,

situasi dan kondisi lingkungan belajar.

Berdasarkan hasil observasi pada

saat melaksanakan PPL dan hasil

wawancara dengan guru matematika

SMPN 16 Cirebon tahun ajaran

2013/2014 mengindikasikan pada

umumnya kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa relatif masih

rendah. Kondisi tersebut pada saatnya

berpengaruh pada kemampuan siswa

dalam menyelesaikan soal-soal

pemecahan masalah. Pemecahan

masalah merupakan bagian dari

kurikulum matematika yang sangat

peting karena dalam proses

pembelajaran maupun penyelesaiannya,

siswa dimungkinkan memperoleh

pengalaman menggunakan pengetahuan

serta keterampilan yang sudah dimiliki

untuk diterapkan pada pemecahan

masalah yang bersifat tidak rutin.

Pada umumnya proses

pembelajaran yang terjadi di kelas hanya

berlangsung satu arah (one way system).

Proses pembelajaran hanya menekankan

pada penyampaian informasi yang

disampaikan guru kepada siswa,

sedangkan siswa hanya menerima

informasi yang diberikan oleh guru.

Kondisi tersebut berakibat pada

kemampuan siswa dalam penguasaan

konsep dan pemecahan masalah relatif

rendah. Salah satu alternatif

pembelajaran yang memungkinkan dapat

mengembangkan dan meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah

matematika seperti pada model

pembelajaran kooperatif tipe Student

Facilitator and Explaining (SFE) dan

sebagai pembanding dalam penelitian ini

adalah Student Teams Achievement

Divisions (STAD).

Model pembelajaran kooperatif

tipe SFE merupakan suatu model

pembelajaran dimana siswa

mempresentasikan ide atau pendapat

pada siswa lainnya. Menurut Suprijono,

(2009: 128) model SFE mempunyai arti

model yang menjadikan siswa dapat

membuat peta konsep maupun bagan

untuk meningkatkan kreatifitas siswa

dan prestasi belajar siswa. Model

pembelajaran SFE menjadikan siswa

sebagai fasilitator dan di ajak berpikir

secara kreatif sehingga menghasilkan

(5)

mendalam dan lebih menarik serta

menimbulkan rasa percaya diri pada

siswa. Model pembelajaran kooperatif

STAD merupakan salah satu dari tipe

model pembelajaran kooperatif dengan

menggunakan kelompok-kelompok kecil

dengan jumlah anggota tiap kelompok

4-5 orang siswa secara heterogen (Trianto,

2009: 68). Dalam pembelajaran

kooperatif model STAD memberikan

kesempatan kepada siswa untuk

berdiskusi dalam kelompok kelas

sehingga akan tercipta suasana belajar

yang lebih aktif, efektif dan

menyenangkan.

Model pembelajaran SFE dan

STAD diharapkan dapat menjadi solusi

bagi guru dalam upaya meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa. Hal ini dapat dilihat

berdasarkan hasil kajian dari beberapa

penelitian yang relevan dengan model

pembelajaran SFE dan STAD

diantaranya adalah penelitian yang

dilakukan oleh Tika Mufrika (2011)

dalam penelitiannya yang berjudul

“Pengaruh Model Pembelajaran

Kooperatif Metode Student Facilitator

and Explaining (SFE) Terhadap

Kemampuan Komunikasi Matematika

Siswa”. Dalam hasil penelitiannya, Tika

Mufrika melaporkan bahwa penggunaan

metode Student Facilitator and

Explaining (SFE) memberikan pengaruh

positif terhadap kemampuan komunikasi

matematika siswa. Selanjutnya

penelitian yang dilakukan oleh Erniwati

(2011) berjudul “Upaya Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Kelas VIII SMP

Negeri 2 Depok dengan Menggunakan

LKS Berbasis PMR Melalui Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pada Pokok Bahasan Panjang Garis

Singgung Lingkaran”. Hasilnya, secara

keseluruhan kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa di setiap

siklusnya terjadi peningkatan yang

sangat baik. Sehingga dapat dikatakan

bahwa model pembelajaran yang telah

dittetapkan mampu meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa.

Berdasarkan latar belakang

masalah yang telah dikemukakan di atas,

maka masalah dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut.

a. Apakah terdapat perbedaan

kemampuan pemecahan masalah

antara siswa yang pembelajarannya

menggunakan model SFE dan

STAD?

b. Apakah terdapat peningkatan yang

(6)

pembelajarannya menggunakan

model SFE dan STAD?

c. Bagaimana respons siswa terhadap

pembelajaran matematika dengan

menggunakan model pembelajaran

SFE?

d. Bagaimana respons siswa terhadap

pembelajaran matematika dengan

menggunakan model pembelajaran

STAD?

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini yang menjadi

populasi adalah seluruh kelas VII SMP

Negeri 16 Cirebon tahun pelajaran

2013/2014 yang terdiri dari delapan

kelas. Teknik pengambilan sampel yang

dilakukan adalah purposive sampling.

Pengambilan sampel dilakukan dengan

cara mengambil subjek bukan

didasarkan atas random/daerah, tetapi

adanya tujuan tertentu yaitu sesuai

dengan pertimbangan peneliti sendiri

sehingga dapat mewakili populasi.

Karena itu dicari dua kelas yang

memiliki kemampuan yang relatif sama,

yaitu kelas VII A dan VII B. Kelas VII

A sebagai kelas eksperimen I yang

pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Student

Facilitator and Explaining (SFE) dan

kelas VII B sebagai kelas eksperimen II

yang pembelajarannya menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe

Student Teams Achievement Divisions

(STAD).

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode penelitian

eksperimen yang melibatkan dua

kelompok atau dua kelas. Menurut

Arikunto (2010: 9), “Metode eksperimen

adalah suatu cara untuk mencari

hubungan sebab akibat (hubungan

kausal) antara dua faktor yang sengaja

ditimbulkan oleh peneliti dengan

mengeliminasi atau mengurangi atau

menyisihkan faktor-faktor lain yang

mengganggu. Dengan kata lain,

penelitian eksperimen mencoba meneliti

ada tidaknya hubungan sebab-akibat.

Caranya adalah dengan membandingkan

satu atau lebih kelompok eksperimen

yang diberikan perlakuan dengan satu

atau lebih kelompok pembanding yang

tidak menerima perlakuan.

Sebagai upaya untuk mendapatkan

data dan informasi yang lengkap

mengenai hal-hal yang ingin dikaji

melalui penelitian ini, maka dibuatlah

seperangkat instrumen yang meliputi

instrumen tes maupun non tes. Instrumen

tes dalam penelitian ini yaitu soal uraian

yang telah diujicobakan sebanyak 10

(7)

pretes dan postes. Soal tersebut

diujicobakan terlebih dahulu pada kelas

lain, yang berguna untuk mengetahui

validitas, reabilitas, indeks kesukaran,

dan daya pembeda. Instrumen non tes

dalam penelitian ini berupa angket

siswa. Angket bertujuan untuk

mengetahui respons siswa terhadap

pembelajaran matematika dengan

menggunakan model pembelajaran SFE

dan STAD.

Setelah data terkumpul dilanjutkan

dengan pengolahan data tes awal dan tes

akhir dimana kedua kelompok telah

diberikan perlakuan yang berbeda.

Pengolahan data yang digunakan untuk

menguji hipotesis dalam penelitian

adalah sebagai berikut:

1. Menghitung statistik deskriptif,

untuk mengetahui nilai maksimum,

nilai minimum, rata-rata dan standar

deviasi dari kemampuan pemecahan

masalah matematis berdasarkan nilai

pretes dan postesdan menghitung

skor kemampuan pemecahan

masalah awal dan skor pemecahan

masalah akhir pada masing –masing

kelas yang menjadi sampel

penelitian.

2. Melakukan uji normalitas data

pretes dan postes untuk menentukan

apakah data yang diperoleh dari

masing-masing kelompok sampel

berasal dari populasi yang

berdistribusi normal atau tidak.

3. Melakukan uji homogenitas data

pretes dan postes. Uji homogenitas

varians digunakan untuk mengetahui

apakah kedua kelas yaitu kelas

eksperimen I dan eksperimen II

mempunyai varians yang sama atau

tidak. Jika kedua kelompok

mempunyai varians yang sama

maka dikatakan kedua kelompok

homogen.

4. Melakukan uji t untuk mengetahui

ada tidaknya perbedaan kemampuan

pemecahan masalah matematis

siswa pada kelas eksperimen I dan

eksperimen II setelah dilakukan

pembelajaran.

5. Untuk melihat peningkatan

kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa pada kelas

eksperimen I dan kelas eksperimen

II maka dilakukan analisis terhadap

data gain. Data gain yang diolah

diperoleh dari selisih antara skor

pretes dan postes kelas eksperimen.

Dengan rumus sebagai berikut.

Meltzer (2002: 3)

Indeks gain tersebut

(8)

menggunakan kriteria yang

6. Mengkaji peningkatan kemampuan

pemecahan masalah matematis

siswa melalui uji signifikan nilai

pretes dan postes. Untuk

menganalisis hasil eksperimen yang

menggunakan pre-test dan post-test

one group design menurut Arikunto

kemampuan pemecahan masalah

matematis signifikan.

PEMBAHASAN

Sebelum kegiatan belajar mengajar

dengan model pembelajaran SFE dan

STAD terlebih dahulu diadakan pretes

dan postes setelah kegiatan belajar

mengajar tersebut dilaksanakan.

Berdasarkan hasil perhitungan kedua

data tersebut dapat diketahui nilai

tertinggi, nilai terendah, rata-rata nilai,

varians dan simpangan baku yang

disajikan dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2

Deskripsi Hasil Penelitian Data

Statistik

Eksperimen I Eksperimen II

Pretes Postes Pretes Postes

Jumlah siswa 34 34 34 34

eksperimen I sebesar 25,38 dan tes akhir

77,47 sehingga dari rata-rata hasil tes

awal dan tes akhir mengalami

peningkatan sebesar 52,09 sedangkan

rata-rata tes awal kelompok eksperimen

II sebesar 24,85 dan tes akhir 71,03

sehingga dari rata-rata hasil tes awal dan

tes akhir mengalami peningkatan sebesar

46,18. Artinya terdapat perbedaan

rata-rata kenaikan kelas eksperimen I dengan

kelas eksperimen II. Hal ini diperkuat

dengan uji t diperoleh thitung > ttabel yaitu

2,09 > 1,99 maka H0 ditolak. Ini berarti

terdapat perbedaan kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa

yang mendapat pembelajaran dengan

model pembelajaran kooperatif tipe SFE

dengan yang mendapat pembelajaran

dengan model pembelajaran kooperatif

tipe STAD, yaitu kemampuan pemecahan

(9)

0

pembelajaran dengan model

pembelajaran kooperatif tipe SFE lebih

baik dibanding dengan yang mendapat

pembelajaran dengan model kooperatif

tipe STAD.

Dari hasil penelitian yang

diperoleh adanya peningkatan

kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa yang signifikan

menggunakan model pembelajaran SFE

dan STAD. Hal ini terlihat dari

peningkatan nilai rata-rata hasil pretes ke

hasil postes sebesar 52,09 yaitu dari 25,8

menjadi 77,47 pada kelas eksperimen I.

Hal ini juga diperkuat dengan

berdasarkan uji gain diperoleh rata-rata

peningkatan uji gain sebesar 0,68 dengan

interpretasi peningkatannya sedang.

Berdasarkan uji signifikan diperoleh

thitung > ttabel yaitu 22,67 > 2,04.

Sedangkan pada kelas eksperimen II

terlihat dari peningkatan nilai rata-rata

hasil pretes ke hasil postes sebesar 46,18

yaitu dari 24,85 menjadi 71,03 pada

kelas eksperimen II. Hal ini juga

diperkuat dengan berdasarkan uji gain

diperoleh rata-rata peningkatan uji gain

sebesar 0,67 dengan interpretasi

peningkatannya sedang. Berdasarkan uji

signifikan diperoleh thitung > ttabel yaitu

33,5 > 2,04. Hal ini berarti terdapat

peningkatan yang signifikan pada siswa

yang pembelajarannya menggunakan

model SFE dan STAD. Hal itu

disebabkan karena adanya hubungan

dengan proses pembelajaran yang

menggunakan model pembelajaran SFE

dengan model pembelajaran STAD

dimana setiap siswa dilibatkan langsung

dalam proses pembelajaran sesuai

dengan gaya belajar yang dimiliki siswa

masing-masing.

Diagram 1

Persentase respon siswa kelas eksperimen I

Diagram 2

Persentase respon siswa kelas eksperimen II

Dari hasil rekapitulasi jawaban

angket pada diagram 1 dan diagram 2

menunjukkan bahwa siswa memberikan

(10)

respons yang cukup baik terhadap

pembelajaran matematika dengan

menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe SFE dan STAD. Pada

model pembelajaran SFE banyak siswa

yang menjawab sangat setuju dan setuju

pada pernyataan positif serta hasil

rata-rata persentase respons siswa pada

kelompok eksperimen I yaitu 81,12%

dengan kriteria sangat kuat, yang artinya

respons siswa terhadap pembelajaran

dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe SFE adalah

baik. Hal tersebut disebabkan karena

dalam proses pembelajaran SFE

memberikan siswa keberanian untuk

mengeluarkan ide dan pendapatnya

kemudian memberikan penjelasan

terhadap siswa lain sehingga siswa lebih

memahami materi. Sedangkan Pada

model pembelajaran STAD banyak siswa

yang menjawab sangat setuju dan setuju

pada pernyataan positif serta untuk hasil

rata-rata persentase respons siswa pada

kelompok eksperimen II yaitu 79,90%

dengan kriteria kuat, yang artinya

respons siswa terhadap pembelajaran

dengan menggunakan model

pembelajaran STAD adalah baik. Hal

tersebut disebabkan karena dalam proses

pembelajaran STAD menekankan pada

aktifitas siswa pada proses belajar

sehingga siswa menjadi lebih aktif.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan

pembahasan hasil penelitian maka

diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa yang mendapat

pembelajaran dengan model

pembelajaran SFE (kelas

eksperimen I) mendapat rata-rata tes

awal adalah 25,38 dan tes akhir

77,47 sehingga rata-rata tes awal

dan tes akhir terdapat peningkatan

sebesar 52,09 sedangkan dengan

model pembelajaran STAD (kelas

eksperimen II) mendapat rata-rata

tes awal sebesar 24,85 dan tes akhir

71,03 sehingga rata-rata tes awal

dan tes akhir mengalami

peningkatan sebesar 46,18. Selain

itu diperkuat dengan uji t diperoleh

thitung > ttabel yaitu 2,09 > 1,99 maka

H0 ditolak. Ini berarti terdapat

perbedaan kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa yang

mendapat pembelajaran dengan

model pembelajaran kooperatif tipe

SFE dengan yang mendapat

pembelajaran dengan model

(11)

2. Dari hasil penelitian yang diperoleh

adanya peningkatan kemampuan

pemecahan masalah matematis

siswa yang signifikan menggunakan

model pembelajaran SFE dan STAD.

Hal ini terlihat dari peningkatan

nilai rata-rata hasil pretes ke hasil

postes sebesar 52,09 yaitu dari 25,8

menjadi 77,47 pada kelas

eksperimen I. Hal ini juga diperkuat

dengan berdasarkan uji gain

diperoleh rata-rata peningkatan uji

gain sebesar 0,68 dengan

interpretasi peningkatannya sedang.

Berdasarkan uji signifikan diperoleh

thitung > ttabel yaitu 22,67 > 2,04.

Sedangkan pada kelas eksperimen II

terlihat dari peningkatan nilai

rata-rata hasil pretes ke hasil postes

sebesar 46,18 yaitu dari 24,85

menjadi 71,03 pada kelas

eksperimen II. Hal ini juga

diperkuat dengan berdasarkan uji

gain diperoleh rata-rata peningkatan

uji gain sebesar 0,67 dengan

interpretasi peningkatannya sedang.

Berdasarkan uji signifikan diperoleh

thitung > ttabel yaitu 33,5 > 2,04. Hal

ini berarti terdapat peningkatan yang

signifikan pada siswa yang

pembelajarannya menggunakan

model SFE dan STAD.

3. Berdasarkan hasil persentase tiap

item pernyataan pada angket

respons siswa diperoleh hasil

rata-rata persentase respons siswa pada

kelompok eksperimen I yaitu

81,12% dengan kriteria sangat kuat,

yang artinya respons siswa terhadap

pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe

SFE adalah baik. Artinya siswa

menyukai pembelajaran matematika

dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe SFE.

4. Berdasarkan hasil persentase tiap

item pernyataan pada angket

respons siswa diperoleh hasil

rata-rata persentase respons siswa pada

kelompok eksperimen II yaitu

79,90% dengan kriteria kuat, yang

artinya respons siswa terhadap

pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran STAD adalah

baik. Artinya siswa menyukai

pembelajaran matematika dengan

menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD.

Berdasarkan pembahasan dari

kesimpulan di atas, maka terdapat

beberapa saran sebagai berikut.

1. Model pembelajaran kooperatif tipe

SFE dapat digunakan sebagai

(12)

matematika di kelas, karena hasil

penelitian menunjukkan bahwa

pembelajaran dengan model

kooperatif tipe SFE lebih dapat

meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematis

siswa dibandingkan dengan

pembelajaran yang menggunakan

model kooperatif tipe STAD.

2. Pembelajaran matematika dengan

menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe SFE dan STAD dapat

digunakan guru sebagai salah satu

alternatif dalam pembelajaran

matematika, karena hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat

peningkatan yang signifikan pada

kelas yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe SFE dan STAD.

3. Mengingat sebagian besar siswa

memberikan respons yang positif

terhadap pembelajaran matematika

dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe SFE

dan STAD, maka diharapkan kepada

guru agar dapat memanfaatkan

kondisi tersebut dan menjadikan

motivasi kepada siswa untuk selalu

aktif dan tidak takut lagi dalam

belajar matematika, agar

kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa dapat meningkat.

4. Mengingat siswa memberikan

respons yang positif terhadap

penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe SFE dan STAD

dalam pembelajaran matematika

pada pokok bahasan bilangan

pecahan. Maka diharapkan kepada

guru dapat menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe SFE

dan STAD tidak hanya diterapkan

pada pokok bahasan bilangan

pecahan saja tetapi juga pada pokok

bahasan lain.

DAFTAR PUSTAKA

Meltzer. (2002). Gain Ternomalisasi. Terdapat di

http://docstos.com/docs/68059517/ normalisasi-homogenitasuji-

tvaliditas-teliaditas-teliasbilitasigain. (29 mei 2013)

Hake, R. R. (1998). Analyzing Change/Gain Scores. Woodland Hills: Dept. of Physics, Indiana Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Suprijono,A. (2009). Cooperative Learning: Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(13)

Gambar

Tabel 2 Deskripsi Hasil Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan perbedaan bendi di Kota Pariaman dengan delman di Yogyakarta dapat diketahui bahwa bendi Kota Pariaman belum membuat penumpang nyaman dan dilihat

Hasil perhitungan dengan pendekatan data hasil kajian keseimbangan nitrogen tubuh (kebutuhan protein dari data review berbagai kajian klinis) tidak konsisten dengan hasil

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, evaluasi teknis, evaluasi harga untuk penaw aran paket pekerjaan tersebut diatas, dengan ini kami sampaikan bahw

Dari hasil pengukuran geolistrik untuk air tanah dalam , akifer berada pada kedalaman 38,10 – &gt; 138,40 - 200 meter dengan tahanan jenis vertikal batuan sebenarnya

Clause 16.3.4 -- In the event of termination of this Agreement after the Financing Date pursuant to Section 16.1.4 due to a PLN Event of Default or pursuant to Section 16.2.4(a), PLN

Menurut Triyanto (1991), karton gelombang merupakan bahan kemasan distribusi yang paling umum dan paling banyak digunakan untuk berbagai jenis produk, mulai dari buah-buahan

Dengan ini saya menyatakan bahwa isi intelektual Skripsi saya yang berjudul “IDENTIFIKASI BATUAN DASAR (BEDROCK) MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI DI LOKASI

Terlihat dari Gambar 2 menjelaskan bahwa ketika melakukan scan rfid maka id number akan di proses di dalam database id number yang terdapat di dalam raspberry, jika id