• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN GEREJA SEBAGAI AGEN MORALITAS DALA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN GEREJA SEBAGAI AGEN MORALITAS DALA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN GEREJA SEBAGAI AGEN MORALITAS

DALAM PUSARAN ARUS

KEKUASAAN POLITIK DAN KEUASAAN EKONOMI

Teguh Hindarto

Seseorang mengirimkan pesan kepada saya melalui aplikasi Whatsap yang intinye hendak mengatakan bahwa “Yesus dan para rasul-nya A-politik”. Saya mengamini pernyataan tersebut namun dengan catatan bahwa misi Yesus datang ke dunia memang bukan untuk memecahkan persoalan-persoalan politik. Rasul-rasul Yesus hanya meneruskan apa yang telah disabdakan, diajarkan dan

dilakukan Yesus melalui kitab-kitab dan surat-surat yang ditulis yang kita kenal sebagai Kitab Perjanjian Baru (Injil dan surat-surat rasuli).

(2)

sabda, ajaran serta teladan Yesus Sang Mesias-pun kerap berhadapan dengan kekuatan politik.

Ketika Yesus diadili sebelum dieksekusi di palang salib, Yesus ditanya oleh Pilatus yang mewakili kekuasaan politik Galilea dan Perea, "Engkaukah raja orang Yahudi?" Dan Yesus menjawab, "Engkau sendiri mengatakannya” (Luk 23:3). Yesus tidak menyangkal dirinya “Raja Yahudi” dengan menggunakan permainan kalimat, “Engkau sendiri mengatakannya” kepada Herodes. Pernyataan Yesus berimplikasi kepada kekuasaan politik Herodes. Bahkan ketika Yesus hendak dijebak dan dibenturkan dengan kekuatan politik Herodes oleh orang-orang Farisi – salah satu mazhab dalam Yudaisme – dengan menanyakan pada Yesus, “Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?" (Mat 22:17), Yesus memberikan jawaban cerdas, "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Tuhan apa yang wajib kamu berikan

kepada Tuhan” (Mat 22:21).

Seluruh kisah di atas memberikan benang merah pada kita bahwa ajaran dan teladan Yesus Sang Mesias kerap bersinggungan dengan

kekuasaan politik bahkan bisa berdampak terhadap kekuasaan politik tertentu, sekalipun Yesus tidak berpolitik.

Demikian pula rasul-rasul Yesus khususnya rasul Paul pernah pada suatu peristiwa harus berhadapan dengan kekuasaan politik mengenai misi yang diberitakannya tentang Yesus. Rasul Paul harus berhadapan dengan Feliks, Festus dan Agripa (Kis Ras 24-26). Saat Paul mengajukan pembelaan kepada Agripa secara panjang lebar perihal misi pemberitaan Injil, dengan berani Paulus mengeluarkan kalimat ajakan secara tidak langsung kepada Agripa untuk menganut keyakinan yang sama dengan dirinya dengan berkata: "Aku mau berdoa kepada Tuhan, supaya segera atau lama -kelamaan bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di sini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku, kecuali belenggu-belenggu ini” (Kis 26:29).

(3)

sang pembuka jalan bagi kedatangan Mesias harus berhadapan dengan kekuasaan politik saat tegurannya terhadap perilaku amoral anggota keluarga pemegang kekuasaan politik yaitu Herodias telah menyinggung perasaan Herodes hingga berakhir dengan pemenjaraan Yohanes Pembaptis sebagaimana dikatakan: “Dengan banyak nasihat lain Yohanes memberitakan Injil kepada orang banyak. Akan tetapi setelah ia menegor raja wilayah Herodes karena peristiwa Herodias, isteri saudaranya, dan karena segala kejahatan lain yang dilakukannya, raja itu menambah kejahatannya dengan memasukkan Yohanes ke dalam penjara” (Luk 3:18-20).

Berkaca dari sabda dan ajaran serta teladan Yesus, para rasul Yesus serta keberanian Yohanes Pembaptis, maka Gereja di mana di dalamnya terdiri dari pendeta, pastor dan umat Tuhan harus menyuarakan nilai-nilai moral, nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai keadilan sosial yang bersumber dari sabda dan ajaran Yesus Sang Mesias. Jika nilai-nilai tersebut diwartakan dengan benar, maka secara tidak langsung pasti akan bersentuhan dengan kekuasaan politik dan konstelasi politik sebagaimana dikatakan DR. J. Verkuyl (alm) sbb:

“Di dunia ini gereja adalah nabi (Tuhan). Gereja telah ditugaskan untuk memberitakan Hukum (Tuhan) dan Injil kepada jemaat Kristus dan dunia. Jika hal ini dilakukannya dengan setia dan sunguh-sunguh, maka itu berarti bahwa kehidupan masyarakat dan tata negara dihadapmukakan dengan perintah-perintah Tuhan. Gereja Yesus Kristus tidak menerima panggilan untuk melakukan pemberitaan politik. Tetapi jika gereja sungguh-sungguh memberitakan Firman Tuhan tanpa dikurangi sedikitpun, maka pemberitaannya itu akan menyinggung juga kehidupan politik dan juga menyinggung juga para pemerintah(Etika Kristen: Ras, Bangsa, Gereja dan Negara, Jakarta: BPK Gunung Mulia 1982, hal 256).

(4)

Gereja telah menghadirkan Kerajaan Tuhan di bumi. Kedua, Gereja memiliki peran sosial sebagaimana teladan Yesus Sang Mesias saat berkata: “Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Kitab Suci. Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka -Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: "Roh YHWH ada pada -Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku. untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat YHWH telah datang” (Luk 4:16-19).

Peran sosial Gereja tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai moralitas, nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai keadilan sosial karena kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat kerap menerima perlakuan tidak adil, tidak bermoral, tidak manusiawi yaitu orang-orang miskin, orang tawanan, orang-orang tertindas, dimana Yesus Sang Mesias telah datang untuk mereka. Ketiga, Karena dalam banyak kasus, kekuasaan politik yang berkolaborasi dengan kekuasaan

ekonomi kerap menampilkan perilaku tidak bermoral dan menodai nilai-nilai keadilan sosial dalam berbagai regulasi atau kebijakkan yang dikeluarkannya. Regulasi atau kebijakkan yang menimbulkan kerugian atau bahkan kemiskinan bagi kelompok sosial dan ekonomi lemah inilah yang kerap disebut dengan “kemiskinan struktural”. Kemiskinan struktural dihasilkan dari sejumlah regulasi yang menodai nilai-nilai keadilan sosial, nilai-nilai moral, nilai-nilai kemanusiaan.

Ketika para petani kehilangan lahan dan mata pencahariannya atau kerusakan ekologis yang dialami sekelompok penduduk dikarenakan sejumlah regulasi yang memberikan keleluasaan perusahaan tertentu untuk membangun kegiatan usaha baik di bidang pertambangan (karst, timah, emas dll), proyek bendungan, perumahan modern, pusat perbelanjaan modern, pusat hiburan modern di lahan di mana mereka mempertahankan kehidupan bahkan dengan ganti rugi yang tidak memadai, bukankah di sana sudah terjadi kebijakkan-kebijakkan yang menodai nilai moralitas, menodai nilai keadilan sosial serta menodai nilai kemanusiaan?

(5)

moral Herodias, istri saudara Herodes, maka Gereja sudah seharusnya menyuarakan teguran dan kritik sosial terhadap pelanggaran moral dan pelanggaran keadilan sosial serta pelanggaran kemanusiaan yang terkandung dalam sejumlah regulasi dan kebijakkan yang dibuat baik oleh kekuasaan politik maupun kekuasaan ekonomi. Meminjam istilah Max Regus dalam kata pengantar buku karya Beny Denar, Mengapa Gereja (Harus) Tolak Tambang?, bahwa, “Gereja harus berani melakukan institutional adjustment untuk menjadi pemain penting dalam ruang sosial, ekonomi dan politik” (Ledalero 2015:16). George Aditjondro menggunakan istilah “Diakonia Palang Pintu” sebagai lawan “Diakonia Palang Marah”. Yang dimaksudkan “Diakonia Palang Pintu” adalah, “diakonia yang melayani semua pihak dan mencegah terjadinya korban” (Frans Angal, Diakonia Palang Pintu, http://frans-anggal.blogspot.co.id/2009/04/diako nia-palang-pintu.html)

Bagaimana cara Gereja melakukan teguran dan kritik sosial sebagai bagian dari tugas dan tanggung jawabnya sebagai penampakkan Tubuh Yesus di bumi? Pertama, para teolog atau aktivis Kristen yang concern dengan persoalan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dapat menuangkan

kritik sosialnya ke ruang publik baik melalui artikel atau buku yang dimuat di media cetak maupun media on line. Kedua, melakukan pendampingan dan advokasi terhadap mereka yang menjadi korban regulasi kekuasaan politik dan kekuasaan ekonomi sehingga memarjinalkan mereka dari pemenuhan kebutuhan ekonomi. Ketiga, memberikan pendidikan kritis kepada kelompok-kelompok masyarakat yang mengalami dampak regulasi yang merugikan kehidupan ekonomi mereka. Pendidikan kritis ini dimaksudkan sebagai bentuk penyadaran dan penyingkapan bahwa dibalik berbagai regulasi yang kelihatan rasional secara ekonomi, terkandung sejumlah dampak sosial ekonomi yang merugikan kelompok masyarakat tertentu sehingga dengan pendidikan kritis, masyarakat dapat menilai dengan kritis setiap regulasi dan memiliki posisi tawar ketika berhadapan dengan kekuasaan politik dan kekuasaan ekonomi.

(6)

terhadap sejumlah ilmu penunjang dalam hal ini ilmu Sosiologi, Politik dan Ekonomi. Tanpa perlengkapan keilmuan tersebut, Gereja hanya berkutat pada dalil-dalil teologis tanpa memahami struktur sosial masyarakat, kekerasan struktural dibalik sejumlah regulasi, peta persoalan yang kompleks saat terjadi konflik sosial dll. Tanpa perlengkapan keilmuan sosial yang memadai, berbagai persoalan sosial, ekonomi dan politik hanya akan dipahami secara sederhana oleh Gereja khususnya para teolog atau rohaniawan Kristen sebagai sebuah penyakit yang dapat diusir hanya dengan berdoa. Kesadaran palsu ini dapat terbaca melalui slogan dan iklan-iklan dalam kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani dengan kalimat-kalimat bombastis sbb: “KKR Mukjizat dan Akhir Zaman, Tuhan Yesus Penyembuh, Sembuh Dari Penyakit, Hubungan Keluarga, Kemiskinan dan Usaha”. Lalu di tempat lain ditulis, “KKR Kuasa dan Mujizat di Singgapura. Kesembuhan dan dan Pelepasan Resesi Ekonomi”, dll. Apa yang salah dengan pernyataan-pernyataan publikasi yang bombastis di atas? Bukan hanya tidak memiliki dasar teologis yang kuat dengan menyetarakan resesi ekonomi dan kemiskinansebagai penyakit yang dapat sembuh dengan didoakan oleh sang penyembuh namun juga memperlihatkan kebutaan

pengetahuan mengenai penyebab persoalan-persoalan sosial baik resesi ekonomi maupun kemiskinan dimana persoalan-persoalan tersebut dapat dipahami jika para teolog atau pendeta mengembangkan wawasan keilmuannya dengan membaca ilmu-ilmu sosial, ekonomi, politik sehingga melahirkan pemikiran teologis yang kaya karena melibatkan keilmuan lain. Menarik membaca pernyataan Robert Bellah dalam bukunya, Beyond Belief: Essays on Religion in a Post-Traditional World sbb: "The absolute separation of social science and theology is imposible. Every theology implies a sociology and a psychology and so on. And every sociology implies a theology, or, at least any definite theological position limits the variety of sociological positions compatible with it and vice versa"(1970:206).

(7)

INDONESIAN JUDEOCHRISTIANITY INSTITUTE

Indonesian Judeochristianity Institute (IJI) adalah organisasi yang didirikan dengan maksud dan tujuan sbb:

1. Menghadirkan Kekristenan dengan corak Semitik Yudaik sebagai akar historisnya. Corak Semitik Yudaik tersebut dijabarkan dalam Pokok Keimanan (Akidah/Emunah) dan Tata Peribadatan (Ibadah/Avodah) serta Perilaku Hidup (Akhlaq/Halakah)

2. Mengisi kesenjangan materi terkait Yudaisme sebagai akar Kekristenan awal, dalam berbagai kajian dan kurikulum Teologi

3. Melakukan berbagai kajian kritis dan teologis terhadap Kitab Suci dengan pola pikir Ibrani

4. Menghadirkan penafsiran baru terhadap Torah dan relevansinya terhadap Kekristenan masa kini

5. Melakukan kajian-kajian mengenai hubungan Kekristenan awal dengan kebudayaan Semitik

6. Memperkokoh Teologi Judeochristianity

(8)

Sebelumnya organisasi ini bernama Forum Studi Mesianika (FSM). Berdasarkan rapat anggota yang diselenggarakan pada tanggal 29 Juli 2012 lalu, maka Forum Studi Mesianika (FSM) berganti nama menjadi Indonesian Judeochristianity Institute (IJI).

Indonesian Judeochristianity Institute (IJI) bekerjasama dan berafiliasi dengan Hebraic Root Teaching Institute (HRTI) yang berdomisili di Afrika Selatan dengan pimpinan Prof. Liebenberg.

Salah satu usaha untuk mencapai beberapa tujuan di atas diantaranya adalah menerbitkan buletin berkala sebagai wujud komunikasi dan pembelajaran anggota IJI.

Indonesian Judeochristianity Institute (IJI)

Email: derekhatov@gmail.com

Website: www.messianic-indonesia.com (www.hrti.co.za)

Facebook:Messianic Indonesia (Indonesian Judeochristianity Institute)

Referensi

Dokumen terkait

Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil

Guru membentuk siswa kedalam kelompok untuk memecahkan permasalahan, setiap siswa dibentuk dalam 6 kelompok tiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa, kemudian siswa

Hubungan Hasil Belajar Aspek Kognitif Bidang Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Dengan Akhlak Siswa Kelas V SD Negeri 2 Rejosari Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal.. IAIN

kendala yang dialami oleh mahasiswa praktikan sendiri ialah adanya. rasa malas dan mudah bosan sehingga hafalan tak

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan untuk memenuhi permasalahan yang ada pada rumusan masalah, hasil dari perancangan dan implementasi sistem, serta

Alasan investor mau menanamkan modalnya pada pembangunan Jalan Tol Trans Jawa dikarenakan meskipun membutuhkan modal investasi yang besar di awal,

Kewajiban adalah kemungkinan pengorbanan masa depan atas manfaat ekonomi yang muncul dari kewajiban saat ini, entitas tertentu untuk mentransfer aktiva atau menyediakan jasa kepada

Konsulat Jenderal AS di Surabaya bertugas dalam mempererat hubungan bilateral dalam bidang Pendidikan dan Kebudayaan, sama halnya dengan Konsulat AS di Medan, sedangkan Konsuler AS