• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prospek Ozonasi Etil Ester dari Beberapa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Prospek Ozonasi Etil Ester dari Beberapa"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411 - 4216

Prospek Ozonasi Etil Ester dari Beberapa Minyak Nabati

untuk Bahan Bakar Mesin Diesel

Setijo Bismo

Departemen Teknik Gas dan Petrokimia FTUI Kampus UI Depok, 16424

Telp. (021) 7863156 Email: bismo@che.ui.edu

Abstrak

Penelitian ini merupakan studi awal dari proses-proses penjenuhan senyawa-senyawa etil ester dari minyak sawit (palm oil), minyak kelapa (coconut oil), minyak kedelai (soyabean oil) dan minyak bunga matahari (sunflower oil) yang dianggap cukup potensial untuk digunakan sebagai komplemen bahan-bakar ataupun aditif bahan bakar mesin-mesin diesel (diesel engines). Sebagai sumberdaya yang sangat mungkin dikembangkan di Indonesia, minyak-minyak nabati tersebut dikonversikan menjadi etil-ester melalui proses trans-esterifikasi menggunakan etanol dan kemudian diikuti dengan proses ozonasi. Selanjutnya, senyawa etil-ester tersebut direaksikan dengan ozon (O ) menjadi senyawa-senyawa ozonida, atau kemudian menjadi karboksilat atau senyawa hidrokarbon lain yang lebih pendek rantai karbonnya sehingga dapat meningkatkan karakteristik spesifiknya sebagai bahan bakar, termasuk juga sifat penyalaannya. Kendala utama dari konversi tersebut adalah efektifitas dari reaksi ozonasi itu sendiri. Beberapa materi utama yang disajikan dalam makalah ini sebagian besar merupakan hasil-hasil investigasi awal dari proses-proses atau konversi yang berlangsung, yaitu konversi reaksi ozonasi dari semua etil-ester yang berasal dari minyak nabati yang digunakan baik menjadi senyawa ozonida maupun senyawa karboksilat lainnya. Parameter-parameter yang diuji untuk investigasi tersebut, pada dasarnya adalah sifat-sifat fisika dan kimiawi dari campuran reaksi itu sendiri, seperti: densitas, viskositas, keasaman dan juga indeks setananya.

3

Pendahuluan

Saat ini, mesin-mesin diesel modern pada dasarnya dirancang untuk bahan-bahan bakar dari sumber fosil yang tidak sekental minyak nabati termasuk minyak kacang yang diperkenalkan pertamakali oleh Rudolf Diesel, sedemikian rupa sehingga bahan-bahan bakar dari minyak nabati cenderung mengalami fenomena dan kinerja yang kurang memuaskan bila diaplikasikan pada mesin-mesin diesel tersebut. Kendala utama dari kinerja dari minyak-minyak nabati tersebut adalah sifatnya yang tidak mudah dinyalakan pada keadaan dingin (poor cold-starting performance) dan adanya kecenderungan pembentukan getah atau gum formation (Sims, 1983; Harrington, 1983). Di samping itu juga, mesin-mesin diesel yang dirancang pada saat ini lebih memerlukan pembakaran yang jernih dan kestabilan operasi bahan bakar pada berbagai kondisi, terutama di negara-negara empat musim.

Pada pertengahan tahun 1970-an mulai dikembangkan penggunaan biodiesel atau ester minyak nabati (fatty ester) untuk bahan bakar mesin diesel sebagai alternatif dari bahan bakar minyak bumi. Kemudian, pada tahun 1990-an, daya tarik penggunaan biodiesel tersebut semakin meningkat karena kelebihannya dalam menekan dampak pencemaran lingkungan dibandingkan dengan bila menggunakan bahan bakar minyak bumi. Dewasa ini, di berbagai negara Eropa, Amerika Utara, Amerika Latin, Jepang, dan Malaysia, penggunaan biodisel telah diterapkan secara resmi karena didukung oleh undang-undang ataupun peraturan pemerintah. Bahkan, produksi biodiesel di negara-negara Eropa Barat sampai tahun 2003 yang lalu telah mencapai 2 juta ton per-tahun, dengan produsen terbesar berada di Jerman (sekitar 1 juta ton), Perancis (440.000 ton), dan Italia (350.000 ton) (Conneman, 1999; Brunskill, 2001, Bockey, 2002).

Sumber nabati dari biodiesel yang terbanyak digunakan di dunia pada saat ini adalah minyak kanola (rapeseed oil) dan minyak bunga matahari (sunflower oil). Minyak-minyak nabati yang sumbernya banyak terdapat di negara kita, seperti minyak sawit (palm oil) dan minyak kelapa (coconut oil) masing belum banyak dikembangkan secara masal, walaupun di Malaysia hampir seluruhnya menggunakan minyak sawit dan di Filipina telah mulai digunakan minyak kelapa sejak beberapa tahun yang lalu. Untuk lebih jelasnya, proporsi dari sumber-sumber biodiesel tersebut, beserta komposisi empiris dari komponen asam lemaknya dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini (Harrington, 1983; Brunskill, 2001).

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK A-5-1

(2)

Tabel 1. Proporsi sumber biodisel yang dikembangkan di dunia.

Kandungan Asam Lemak (%) No Sumber Biodiesel

(Minyak Nabati) Porsi (%) Jenuh Jenuh Tunggal Jenuh Ganda

1. Kanola 84 6 58 36

Dari tabel di atas, terlihat bahwa ester-ester (terutama metil-ester) asam lemak tak jenuh lebih banyak mendominasi jenis biodiesel yang diproduksi oleh negara-negara Eropa Barat dan Amerika Utara, karena senyawa ester dari asam-asam lemak tak jenuh tersebut relatif lebih mudah dimurnikan dalam proses produksinya.Walaupun jenis biodiesel ini memiliki viskositas yang lebih mendekati bahan bakar diesel konvensional, namun kelemahannya adalah rentan terhadap beberapa fenomena yang sangat merugikan mesin, seperti: oksidasi, pembentukan asam dan formasi getah.

Jika dilihat dari bahan bakunya, saat ini methanol (sebagai bahan baku metil-ester) relatif masih lebih ekonomis dibandingkan dengan etanol yang digunakan sebagai bahan baku etil-ester. Namun, jika dikaji lebih mendalam lagi, sebenarnya penggunaan metanol tersebut juga mengandung resiko, terutama sifatnya yang lebih beracun dibandingkan etanol. Di samping itu juga, di masa depan sebenarnya etanol lebih menjanjikan, mengingat alkohol jenis ini dapat diproduksi dari berbagai jenis umbi-umbian atau produk karbohidrat lainnya (terutama melalui proses fermentasi) (Schumacher, 2001; Kay, 2001; Methanex, 2002). Oleh karena itulah, penggunaan bahan baku etanol untuk sintesis ester asam-asam lemak dari minyak nabati lebih diutamakan dalam penelitian ini.

Penelitian-penelitian tentang ozonasi metil-ester dari minyak nabati telah mulai banyak dilakukan oleh beberapa peneliti di Jepang, Eropa dan Amerika Utara (Ledea, 2001; Lee, 2002; Diaz, 2003; Soriano, Jr., 2003). Penelitian-penelitian tersebut umumnya lebih dititik-beratkan pada perbaikan kualitas bahan bakar mesin diesel yang berasal dari minyak-minyak nabati. Mekanisme reaksi ozonasi dari ester asam-asam lemak dalam penelitian-penelitian yang ada sampai saat ini, semuanya didasarkan oleh mekanisme reaksi adisi ozon yang diperkenalkan oleh Criegee (Diaz, 2003; Soriano, Jr., 2003), seperti dapat dilihat pada gambar 1.

Penelitian ini merupakan studi awal dari proses-proses penjenuhan senyawa-senyawa etil ester dari beberapa jenis minyak nabati, yang sangat potensial untuk digunakan sebagai komplemen bahan-bakar mesin-mesin diesel (diesel engines). Minyak-minyak nabati yang digunakan dipilih berdasarkan beberapa faktor, seperti ketersediaan sumber-sumber dayanya, sifat kimia dan fisikanya, juga sifat-sifat mekaniknya untuk dapat digunakan sebagai bahan bakar ataupun aditif bahan bakar mesin diesel, seperti: minyak sawit (palm oil), minyak kelapa (coconut oil), minyak kedelai (soyabean oil) dan minyak bunga matahari (sunflower oil). Penggunaan etil-ester merupakan pilihan yang diambil terutama karena faktor-faktor lingkungan, yaitu faktor keberlanjutan atau kesinambungan (sustainibility) dan kurang berbahaya (less hazardous) dibandingkan metil-ester.

Asam lemak tak jenuh

1,2,4-trioksolan Karbonil oksida Senyawa karbonil

O

Senyawa karbonil Peroksida oligomer

Gambar 1. Skematis mekanisme Criegee untuk reaksi ozonasi ester asam lemak.

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK A-5-2

(3)

Sebagai studi awal, hasil-hasil penelitian yang disajikan dalam makalah ini sebenarnya merupakan investigasi sifat-sifat fisika dan kimiawi dari pereaksi dan produk yang ke dalamnya diaplikasi reaksi ozonasi. Sifat-sifat fisika dan kimiawi yang dianalisis adalah densitas (massa-jenis), viskositas, kadar air, pH, dan bilangan asam.

Bahan dan Metode Penelitian

Transesterifikasi. Semua reaksi transesterifaksi menggunakan pereaksi-pereaksi: (a). Minyak-minyak nabati (sawit, kelapa, kedelai, dan bunga matahari), (b). Etanol sebesar 2 kali jumlah mol minyak, (c). Katalis KOH sebesar 0,85 %-berat campuran minyak dan alkohol. Temperatur reaksi dipertahankan pada kisaran 60 – 70 ºC, diaduk secara homogen dengan putaran 125 – 150 rpm menggunakan pengaduk turbin, dan waktu reaksi yang diaplikasikan adalah selama 1 jam. Setelah reaksi selesai, campuran reaksi didinginkan selama sekitar 30 menit atau suhunya telah mencapai 45 – 50 ºC, kemudian ke dalamnya ditambahkan larutan asam asetat atau asam fosfat 25 % sebanyak 3 – 4 % volume campuran reaksi total, yang dimaksudkan untuk memisahkan alkohol, sabun, dan air dari produk ester nabati (EE = etil-ester) yang diinginkan. Kemudian, produk kotor EE yang diperoleh dimurnikan menggunkan air hangat pada suhu sekitar 60 – 65 ºC, dengan rasio volume yang setara antara keduanya. Cara pemisahannya adalah sebagai berikut: air hangat ditempatkan dalam gelas silinder (beaker) yang diaduk pada putaran 125 – 150 rpm, kemudian EE dituangkan secara perlahan-lahan ke dalam air hangat tersebut (sekitar 500 cc selama 1 menit) dan dibiarkan teraduk sampai sekitar 30 menit. Akan terbentuk cairan dengan 2 (dua) lapisan, yang dapat dipisahkan menggunakan teknik dekantasi ataupun menggunakan corong pisah.

Prosedur ozonasi. Setiap 100 mL EE (dari minyak nabati) diozonasi dalam bejana tertutup (reaktor semi-batch) dengan pengadukan magnet sebesar 400 – 500 rpm, dengan variasi suhu antara 30 – 50 ºC selama 1 jam. Secara sederhana, proses pelarutan ozon ke dalam badan cairan minyak dilakukan dengan cara melewatkan ozon dalam bentuk butiran atau gelembung gas yang relatif cukup halus. Pembentukan gas halus tersebut dilakukan dengan cara melewatkan ozon dalam bubbler atau penggelembung gas yang langsung diinjeksikan ke dalam cairan minyak. Setelah reaksi berlangsung selama 1 jam, cairan produk langsung disimpan dalam botol yang tertutup yang rapat untuk kemudian dianalisis pada keesokan harinya.

Generator ozon atau ozonator. Ozon yang digunakan dalam penelitian ini dihasilkan dari alat yang disebut generator ozon atau ozonator, yang dirancang di Departement TGP-FTUI khusus untuk tujuan penelitian ini. Bahan baku ozonator ini adalah udara dari kompresor yang terlebih dahulu dilewatkan dalam kolom zeolit dan gel silika (silica gel) untuk mengeringkan kandungan uap air dan atau polutan-polutan yang dikandung udara. Pada penelitian ini, ozonator dioperasikan untuk menghasilkan ozon sekitar 600 mg/jam, pada laju alir udara sebesar 125 liter/jam, sedemikian rupa sehingga dosis ozon yang diterapkan dapat mencapai 3,5 mg ozone/gram minyak per jam.

Pengukuran densitas. Semua EE yang digunakan, baik sebelum dan sesudah proses ozonasi, diukur densitasnya (dalam satuan gr/mL) menggunakan piknometer baku sesuai dengan prosedur pengukuran pada suhu 30 ºC, berdasarkan ASTM D1298.

Pengukuran viskositas. Pengukuran viskositas juga dilakukan untuk semua EE, baik sebelum dan sesudah proses ozonasi. Pengukuran viskositas ini mengunakan standar ASTM D445, dengan satuan cSt (centi-Stokes).

Pengukuran bilangan asam. Pada dasarnya, metode yang dipakai untuk mengukur bilangan asam adalah prosedur ASTM D974, yaitu prosedur titrasi larutan EE dalam pelarut alkohol absolut menggunakan penitrasi KOH, sehingga satuannya adalah mg-KOH/ g-EE.

0,88 0,90 0,92 0,94 0,96 0,98

Pra-Ozonasi Ozon-30ºC Ozon-40ºC Ozon-50ºC

Gambar 2. Perubahan densitas karena reaksi ozonasi.

g/mL EE-KL

EE-SW EE-BM

EE-KD

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK A-5-3

(4)

Di samping pengukuran sifat-sifat seperti di atas, dalam penelitian ini juga dilakukan pengukuran-pengukuran sifat intensif lainnya yang khas diterapkan untuk bahan bakar mesin diesel, seperti: pH, flash point, cetane index, pour point, dlsb. Namun, analisis dari pengukuran tersebut merupakan studi lanjut dari studi yang disajikan dalam tulisan ini.

Hasil dan Pembahasan

Densitas. Semua hasil pengukuran untuk etil-ester dari minyak kelapa KL), minyak sawit (EE-SW), minyak bunga matahari (EE-BM), dan minyak kedele (EE-KD) ditampilkan dalam grafik di bawah ini (gambar 2). Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa EE-KL memiliki kecenderungan yang paling kecil terhadap perubahan densitas karena direaksikan dengan ozon, seperti dapat difahami dari struktur molekul minyak kelapa yang memiliki ikatan rangkap yang paling kecil dibandingkan minyak-minyak lainnya (tabel 1).

Di sisi lain, EE-KD yang memiliki ikatan rangkap yang relatif besar, ternyata juga tidak memiliki perubahan densitas yang relatif signifikan. Fenomena ini masih belum dapat dijelaskan, karena studi lanjutan masih berjalan untuk sifat-sifat dan karakteristik etil-ester lainnya, termasuk analisis gugus fungsinya. Kedua ester lainnya, EE-SW dan EE-BM memiliki kecenderungan perubahan densitas yang cukup signifikan terhadap reaksi ozonasi.

Viskositas. Perubahan viskositas untuk semua ester yang diuji menunjukkan kecenderungan yang menaik, dengan perubahan paling signifikan dialami oleh etil-ester dari minyak sawit (EE-SW) dan yang hampir tidak mengalami perubahan secara signifikan adalah EE-KL (gambar 3). Parameter perubahan ini sangat berarti untuk menganalisis terjadinya reaksi ozonasi, yaitu reaksi ozonasi yang mengikuti mekanisme Criegee (Ledea, 2001; Diaz, 2003; Soriano, Jr., 2003). Dari perubahan-perubahan tersebut dapat difahami jika EE-KL tidak mengalami perubahan yang cukup berarti, mengingat ester ini secara struktur molekular hanya memiliki ikatan rangkap sekitar 8 % (tabel 1), sehingga kurang reaktif terhadap reaksi adisi oleh ozon. Fenomena yang dialami EE-SW dan EE-KD, sebagai yang paling sensitif berubah harga viskositasnya, merupakan hal yang cukup menarik. Hal ini, sebenarnya sangat konfirmatif terutama jika dikaji dari terjadinya produk-produk reaksi yang bersifat transisional, seperti: 1,2,4-trioksolan (ozonida Criegee), peroksida-peroksida kompleks (molekul yang teroligomerisasi), dan senyawa-senyawa karbonil lainnya (lihat gambar 1).

Gambar 3. Perubahan viskositas karena reaksi ozonasi. cSt

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK A-5-4

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Gambar 4. Perubahan bilangan asam karena ozonasi.

[mg-KOH/g-EE]

(5)

Dari pengamatan di atas, fenomena perubahan viskositas dari ester-ester tersebut sangat berkaitan dengan terbentuknya reaksi oligomerisasi senyawa-senyawa peroksida dalam campuran reaksi. Kecenderungan ini juga semakin besar bila dalam campuran reaksi tersebut tidak ada penambahan atau keterlibatan molekul-molekul air (Ledea, 2001; Diaz, 2003; Soriano, Jr., 2003).

Bilangan Asam. Investigasi yang dilakukan terhadap ke empat jenis etil ester (KL, SW, EE-BM, dan EE-KD) juga memberikan informasi yang semakin jelas tentang terjadinya reaksi ozonasi terutama untuk ester-ester EE-SW, EE-BM, dan EE-KD. Jika diperhatikan lebih seksama lagi, akan diperoleh informasi yang semakin jelas tentang terjadinya reaksi ozonasi pada ester-ester EE-KD dan EE-BM. Dalam hal ini, ada kemungkinan terjadinya asam-asam karboksilat secara langsung dari keduanya. Dapat diamati pula, bahwa suhu reaksi ozonasi yang semakin tinggi ternyata lebih cenderung menaikkan harga bilangan asam sedangkan suhu yang semakin rendah lebih cenderung menurunkan densitas.

Asam-asam karboksilat yang terbentuk dari reaksi ozonasi umumnya dari jenis dikarboksilat (asam berbasa dua), yang sebenarnya sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan baku pelumas-pelumas mesin. Di sisi lain, terbentuknya oligomer-oligomer peroksida juga dapat meningkatkan bilangan asam karena adanya gugus-gugus fungsi yang relatif atraktif terhadap basa (OH ).

-Kesimpulan

Reaksi ozonasi yang diterapkan pada ke empat jenis etil ester di atas memberikan gambaran dan prospek yang sangat jelas untuk mengubah sifat-sifat dan atau karakteristik dari ester yang berasal dari minyak-minyak nabati kelapa sawit, kedele, dan bunga matahari. Adanya konfirmasi terjadinya reaksi ozonasi tersebut berarti juga adanya reaksi pemutusan ikatan rangkap, terutama ikatan rangkap tunggal, yang pada akhirnya akan dihasilkan senyawa-senyawa dengan rantai karbon yang lebih sederhana dibandingkan senyawa asalnya. Senyawa-senyawa hidrokarbon yang terbentuk tersebut diharapkan dapat juga memperbaiki karakteriskik ester-ester tersebut jika digunakan sebagai bahan bakar ataupun juga sebagai aditif bahan bakar mesin diesel.

Walaupun belum menggunakan reaktor (kontaktor) ozonator yang standar, dalam penelitian ini telah dibuktikan bahwa reaksi ozonasi pada senyawa-senyawa etil-ester nabati yang dilakukan telah memberikan prospek yang cukup berguna. Di samping itu juga, diperoleh informasi tentang suhu reaksi yang terlalu tinggi (di atas 40 ºC) ternyata tidak memberikan peranan yang cukup signifikan bahkan lebih cenderung kontra produktif atau ada kemungkinan menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak tepat untuk digunakan sebagai bahan bakar ataupun aditif bahan bakar mesin diesel.

Sebagai bahan nabati yang jumlahnya sangat melimpah di negara kita, ternyata minyak sawit sangat potensial untuk dikembangkan lebih lanjut, baik sebagai turunan-turunan esternya ataupun untuk senyawa-senyawa lain yang dapat menggantikan peranan bahan-bahan kimia yang berasal dari minyak bumi.

Daftar Pustaka

1. Sims, R.E.H., (1983), “The Potential for Rapeseed Oil and Tallow Esters as Fuels for Compression Ignition Engines.” Paper No. 83014, 2 National Conference on Fuels from Crops, SAE Australasia, Melbourne, Australia.

nd

2. Methanex, (2002), “Current World Methanol Prices”, http://ww.methanex.com/ methanol/currentprice.htm

3. Brunskill, A., (2001), “World Oleochemicals and Oil Prices – Cause or Effect”. Asean Oleochemicals Manufacturers Group. http://ww.aomg.org

4. Harrington, K., (1983), “Chemical and Physical Properties of Vegetable Oil Esters and their Effect on Diesel Engine performance”, Paper No. 83012, 2nd National Conference of Fuels from Crops, Melbourne, Australia.

5. Schumacher, L.G., et al,. (2001), “Engine Oil Analysis of Diesel engines fuelled with Biodiesel Blends.” Paper No. 01-6053, Annual International Meeting Sponsored by ASAE Sacramento, California, USA.

6. Bockey, D., (2002), “Biodiesel Production and Marketing in Germany”., UFOP, http://www.biodiesel.org/resources/reports_database/reports/gen/071002_biod_in_germany.pdf.

7. Kay, J., (2001), “Biodiesel Revolution begins in S.F. - First Retail Outlet for Vegetable Fuel Opens”, San Francisco Chronicle, page A-15, San Francisco, USA, http://www. worldenergy.net/world_energy_news.html

8. Diaz, M.F., et al, (2003), “1H NMR Study of Methyl Linoleate Ozonation”, Ozone Science & Engng., Vol. 25, pp 121-126.

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK A-5-5

(6)

9. Ledea, O., et al, (2001), Volatile Components of Ozonized Sunflower Oil “OLEOZON®”, Ozone Science & Engng., Vol. 23, pp 121-126.

10. Soriano, Jr, N.U., et al, (2003), “Functional Group Analysis during Ozonation of Sunflower Oil Methyl Esters by FT-IR and NMR”, Chemistry and Physics of Lipids., Vol. 126, pp 133-140.

11. Lee, B-T., and Kyoung-Woong Kim, (2002), “Ozonation of Diesel Fuel in Unsaturated Porous Media”, Applied Geochemistry, Vol. 17, pp 1165-1170.

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK A-5-6

Gambar

Tabel 1. Proporsi sumber biodisel yang dikembangkan di dunia.
Gambar 2. Perubahan densitas karena reaksi ozonasi.
Gambar 3. Perubahan viskositas karena reaksi ozonasi.

Referensi

Dokumen terkait

a) Dengan naiknya derajat korelasi di antara variabel-variabel bebas, penaksir-penaksir OLS masih bisa diperoleh, namun kesalahan- kesalahan baku (standard

Upah tenaga kerja langsung (bagian produksi) dan biaya :

Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca elastik yang besar secara berulang kali dan bolak balik akibat beban gempa di atas beban gempa

o Menjelaskan berdasarkan hasil pengamatan bahwa bahwa tingkat perubahan benda dipengaruhi oleh berbagai kondisi, misalnya: suhu, kelembaban, ada tidaknya kuman, dan waktu..

Bahwa untuk melaksanakan tugas pendidikan dan pengajaran perlu ditetapkan dosen pengajar dan penguji mata kuliah di lingkungan6. Fakultas llmu Pendidikan UNY semester

Keterkaitan antara prostitusi dengan penggunaan internet sebagai sarana untuk mencari pelanggan menjadikan kejahatan prostitusi online sebagai suatu kejahatan atau

After conducting a research in teaching English reading comprehension of descriptive texts using comic strips to Year- 7 students of “SMPN 22 Pontianak” in Academic Year

About a quarter of these subjects had inadequate vitamin B-6 status as indicated by their plasma pyridoxal-5 ′ -phosphate concentrations, erythrocyte alanine aminotransferase