• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bimbingan dan Konseling Tugas Kuliah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Bimbingan dan Konseling Tugas Kuliah"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

1. Bimbingan dan konseling dalam Pendidikan a. Posisi Bimbingan dalam Proses Pendidikan

Posisi bimbingan (dan konseling) dalam pendidikan diatur atau setidaknya disinggung dalam beberapa peraturan negara. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah salah satu contohnya. Pasal 1 butir 6 dalam UU tersebut menyatakan bahwa konselor adalah pendidik. Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik. Berikutnya, dalam pasal 4 ayat 4, dinyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Terakhir, dalam Pasal 12 Ayat 1b, masih dalam UU yang sama, dinyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

Informasi yang dimuat dalam UU diatas sangat berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling. Pasal 1 butir 6 dalam UU tersebut memberikan penegasan mengenai peran pendidik, dimana pendidik juga berfungsi sebagai konselor. Istilah konselor inilah yang banyak digunakan dalam bidang layanan bimbingan dan konseling, dimana konselor merupakan pihak yang menjalankan fungsi bimbingan dan konseling (di sekolah). Pasal 3 menyinggung masalah pengembangan potensi peserta didik, yang erat kaitannya dengan fungsi dan prinsip bimbingan dan konseling itu sendiri. Pasal 4 ayat 4 berbicara mengenai penyelenggaraan pendidikan untuk membantu ketercapaian tujuan peserta didik yang berorientasi pada konsep diri, sedangkan konsep diri inilah yang menjadi fokus utama dalam layanan bimbingan dan konseling. Akhirnya, pasal 12 ayat 1b mengukuhkan esensi dari keberadaan layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan, dengan menyatakan bahwa layanan tersebut merupakan bagian dari hak peserta didik.

(2)

http://boharudin.blogspot.com/2011/05/keberadaan-bimbingan-dan

konseling.html, memuat peraturan-peratuan lain yang menggarisbahwahi posisi bimbingan dan konseling dalam pendidikan ini, diantaranya:

 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan, Pasal 5 s.d Pasal 18 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah

 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang

Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang memuat pengembangan diri peserta didik dalam struktur kurikulum setiap satuan pendidikan difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan

 Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 yang menghendaki ketercapaian SKL

oleh peserta didik melalui pengembangan kompetensi peserta didik melalui pelayanan bimbingan dan konseling untuk mewujudkan diri (self actualization) dan pengembangan kapasitasnya (capacity development). Sebaliknya, kesuksesan peserta didik dalam mencapai SKL akan secara signifikan menunjang terwujudnya pengembangan kemandirian.

 Dasar Standarisasi Profesi Konseling yang dikeluarkan oleh Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi Tahun 2004, yang memberi arah pengembangan profesi konseling di sekolah dan di luar sekolah.

(3)

Masih mengutip dari sumber web yang sama, penulis menemukan beberapa poin penting dalam mengarisbawahi esensi bimbingan dan konseling dalam pendidikan itu sendiri. Poin-poin inilah yang menjadi prinsip dalam membangun dan mengamankan posisi bimbingan dan konseling dalam pendidikan. Poin-poin tersebut adalah:

 Pengembangan diri bukan sebagai mata pelajaran, mengandung arti bahwa

bentuk, rancangan, dan metode pengembangan diri tidak dilaksanakan sebagai sebuah adegan mengajar seperti layaknya pembelajaran bidang studi. Namun, manakala masuk ke dalam pelayanan pengembangan minat dan bakat tak dapat dihindari akan terkait dengan substansi bidang studi dan/atau bahan ajar yang relevan dengan bakat dan minat konseli dan disitu adegan pembelajaran akan terjadi. Ini berarti bahwa pelayanan pengembangan diri tidak mata tugas konselor, dan tidak semata-mata sebagai wilayah bimbingan dan konseling.

 Pelayanan pengembangan diri dalam bentuk ekstra kurikuler mengandung

arti bahwa di dalamnya akan terjadi diversifikasi program berbasis minat dan bakat yang memerlukan pelayanan pembina khusus sesuai dengan keahliannya. Inipun berarti bahwa pelayanan pengem-bangan diri tidak semata-mata tugas konselor, dan tidak semata-mata sebagai wilayah bimbingan dan konseling.

 Kedua hal di atas menunjukkan bahwa pengembangan diri bukan

substitusi atau pengganti pelayanan bimbingan dan konseling, melainkan di dalamnya mengandung sebagian saja dari pelayanan (dasar, responsif, perencanaan individual) bimbingan dan konseling yang harus diperankan oleh konselor.

(4)

merupakan sebagian dari aktivitas pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan”.

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian diatas adalah bahwa kedudukan bimbingan di dalam pendidikan selalu dikaitkan dengan pengembangan peserta didik yang mencakup masalah pribadi, sosial, belajar, karir, serta minat dan bakat. Namun, bimbingan berbeda dari mata pelajaran, karena didalamnya tidak terdapat prosedur mengajar seperti di dalam kelas. Walaupun begitu, fungsi bimbingan memang berkaitan erat dengan masalah pelajaran.

Selain itu, fungsi bimbingan bukan hanya dilaksanakan oleh guru BK atau pihak tertentu saja, melainkan oleh berbagai pihak yang relevan. Dengan begitu, bimbingan lebih berupa layanan yang diberikan oleh pihak penyelenggara pendidikan kepada peserta didik dalam upaya mengembangkan dirinya.

b. Bimbingan, Pengajaran, dan Latihan

Istilah pengajaran, latihan, dan bimbingan memiliki beberapa kriteria yang serupa namun dengan pelaksanaan yang berbeda. Perbedaan antara ketiganya dapat ditinjau dari fokusnya, sasaran perilakunya, serta output yang diharapkannya. Di bawah ini uraiannya.

1) Bimbingan

(5)

Berkaitan dengan hal diatas, tidak ada salahnya untuk mengadopsi salah satu definisi bimbingan saja. Dalam hal ini, penulis memilih definisi yang dikemukakan oleh Djumhur dan Moh. Surya, (1975), yaitu “Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat”. Berdasarkan definisi bimbingan diatas, fokus utama bimbingan adalah pemberian layanan bantuan kepada peserta didik/anak dalam pengembangan diri. Hasil akhir yang diharapkan berkaitan dengan keberhasilan peserta didik dalam membuat keputusan yang terbaik bagi dirinya. Sasaran perilakunya adalah sikap dan pribadi yang kuat, toleran, kritis, cepat tanggap, dan pengambilan keputusan yang matang dan bijaksana.

2) Pengajaran

Seperti halnya bimbingan, pengajaran pun memiliki pengertian yang beragam dari berbagai pihak, namun nampaknya pengajaran lebih sulit diartikan secara eksplisit. Hal ini karena ada bias antara definisi pengajaran dan pendidikan, dimana keduanya berkaitan dengan bimbingan dalam mengembangkan anak. Menurut pengertian yang dimuat dalam situs web: http://insanicita.blogspot.com/2012/02/pengertian-pengajaran-defenisi.html, pengajaran ternyata dapat diartikan sebagai bagian dari pendidikan, walaupun pengajaran dan pendidikan itu sendiri tidak boleh disama-artikan.

(6)

dengan pengetahuan, meningkatkan kecakapan berpikir kritis mereka (sistematis dan obyektif), serta terampil dalam mengerjakan sesuatu. Dengan ini, maka tujuan pengajaran lebih mudah/sempit daripada tujuan pendidikan.

Di sisi lain, K.H Dewantoro berpendapat bahwa pengajaran itu adalah sebagian dari pendidikan. Pengajaran tidak lain merupakan pendidikan dengan cara memberikan ilmu atau pengetahuan kecakapan. Hal ini serupa dengan pendapat yang disampaikan oleh Sikun Pribadi. Keduanya menganggap bahwa mendidik ialah melaksanakan berbagai usaha untuk menolong anak dalam mencapai kedewasaan, dan salah satu di usaha yang dimaksud adalah mengajar.

Jika dianalisis, ternyata pandangan salah satu guru besar IKIP Bandung lebih menekankan perbedaan antara pendidikan dan pengajaran, yaitu bahwa pengajaran lebih bersifat spesifik dan sempit. Hal ini sebenarnya sejalan dengan yang disebutkan oleh K.H. Dewantara dan Sikun Pribadi, yaitu bahwa pengajaran merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Pandangan kedua tokoh tersebut memuat asumsi bahwa jika sesuatu merupakan bagian dari sesuatu yang lain, maka sesuatu tersebut lebih kecil atau spesifik dibandingkan dengan sesuatu yang mencakupnya. Dengan ini, maka dapat disimpulkan bahwa pengajaran adalah bagian kecil dari pendidikan, dan hal ini menjadikan pandangan K.H. Dewantara dan Sikun Pribadi sejalan dengan pandangan guru besar IKIP Bandung tersebut.

Walaupun begitu, kadang penafsiran terhadap maksud K.H. Dewantara dan Sikun Pribadi mengenai arti pengajaran dan pendidikan dibuat umum dengan melebur kedua istilah tersebut dalam satu arti. Hal inilah yang memunculkan paradigma bahwa pendidikan itu sama dengan mengajar, padahal sebenarnya pendidikan itu sendiri memiliki arti yang lebih luas, sedangkan pengajaran fokusnya lebih sempit, yaitu pada pengembangan keterampilan dan pengetahuan peserta didik saja.

(7)

kognitif (pengetahuan) peserta didik. Kedua, hasil akhir yang diharapkan berupa siswa yang cerdas dan memiliki daya nalar yang tinggi. Mengenai sasaran perilaku, penulis tidak menemukan kesimpulan yang memuaskan atau mungkin relevan dengan sasaran perilaku yang diharapkan dari sebuah pengajaran. Untuk itu penulis berasumsi bahwa sasaran perilaku yang diharapkan dalam pengajaran adalah segala macam perilaku yang positif, karena perilaku yang positif akan mendukung efektivitas proses pengajaran.

3) Latihan/Pelatihan

Pelatihan dapat diartikan sebagai suatu bentuk pendidikan jangka pendek yang bertujuan untuk mendorong individu dalam mencapai kompetensi tertentu yang dapat diaplikasikan segera setelah pelatihan tersebut diadakan (berbagai sumber). Berkaitan dengan pengertian tersebut, latihan sebetulnya lebih bersifat praktis, karena yang menjadi sasarannya adalah kompetensi yang aplikatif. Sebagai tambahan, latihan berorientasi pada kegiatan yang dilakukan secara repetitif dan dalam frekuensi yang tinggi.

Dikutip dari salah satu karya tulis ilmiah (nama penulis tidak tercantum) yang penulis temukan, pelatihan pada dasarnya adalah suatu proses memberikan bantuan bagi para karyawan atau pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Dalam konteks pendidikan, subyek karyawan dan pekerja dapat diganti dengan peserta didik. Walaupun begitu, pelatihan seringkali lebih banyak digunakan dalam konteks pekerjaan.

(8)

Rangkuman

Dari uraian yang telah disajikan diatas mengenai definisi bimbingan, pengajaran, dan pelatihan, kita mampu melihat beberapa perbedaan yang mendasar sebagai perbandingan antara istilah bimbingan, pengajaran, dan pelatihan. Di bawah ini rangkumannya.

Tinjauan Bimbingan Pengajaran Pelatihan

Fokus Pemberian layanan bantuan kepada peserta didik. Peningkatan kognitif (pengetahuan) peserta didik. Peningkatan keterampilan karyawan/peserta didik. Hasil akhir

Peserta didik yang mampu membuat keputusan yang terbaik.

Peserta didik yang cerdas (berdaya nalar tinggi).

Peserta didik yang berkualitas dan terampil dalam menyelesaikan pekerjaan.

Sasaran perilaku

 Sikap dan pribadi yang kuat

 Toleran  Kritis

 Cepat tanggap  Bijaksana

Perilaku positif.  Respon yang reaktif  Efektif dan efisien  Cepat tanggap  Gesit

2. Eksistensi dan Esensi Layanan Bimbingan a. Fungsi, prinsip, dan contoh bimbingan

Konsep fungsi dan prinsip dapat memperjelas eksistensi sesuatu. Konsep kedua hal ini pun terdapat dalam subjek bimbingan. Dibawah ini disajikan fungsi dan prinsip bimbingan yang disadur dari beberapa sumber.

1) Fungsi bimbingan

(9)

Contoh penerapan fungsi pemahaman ini dapat dilihat di lingkungan keluarga, dimana orangtua mengajarkan anak-anak mereka sholat, bersalaman kepada anggota keluarga lain yang lebih tua, dsb. Pengajaran tersebut akan melahirkan sebuah sikap dan kebiasaan, dan berperan sebagai stimulus bagi anak dalam menyimpulkan sendiri nilai-nilai apa saja yang seharusnya dia anut dan amalkan. Contoh lain, anak-anak usia balita disekolahkan di taman kanak-kanak, dimana mereka diajari menggambar, menyanyi, dsb. Pengajaran tersebut berupaya untuk memperkenalkan anak-anak pada bidang-bidang yang mungkin menjadi minat dan bakat mereka di masa depan. Dengan begitu, anak-anak akan mampu menemukan potensi dirinya sendiri.

Fungsi Pencegahan (Preventif), yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli.

Contohnya, masalah pertikaian antar sekolah (tawuran). Dalam upaya pencegahan masalah yang sama terjadi, pihak-pihak yang bertanggung jawab dan berhubungan langsung dengan siswa akan memberikan semacam pengenalan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat yang beragam (hegemonous). Pihak-pihak yang dimaksud adalah pihak di dalam sekolah (seperti guru, wali kelas, dan guru BK), orangtua, atau bahkan teman sebaya. Untuk pihak yang terkait di dalam sekolah, maka fungsi bimbingan ini dapat dioptimalisasi dengan mengadakan jam khusus BK. Di beberapa sekolah, jam khusus BK ini memang diadakan.

(10)

sebelumnya, dan bimbingan ini turut andil dalam perbaikan masalah tersebut.

Contoh sederhananya, bimbingan belajar. Ketka seorang siswa salah dalam mengerjakan tugasnya, maka guru mata pelajaran yang bersangkutan akan membimbing siswa dalam memperbaiki kesalahan dalam pekerjaannya. Kenapa contoh ini dapat dimasukkan ke fungs perbaikan, karena kesalahan yang terjadi dalam pekerjaan siswa dapat menjadi indikasi kekeliruan dalam berpikir.

Contoh lain yang lebih luas dan mungkin lebih “pas” untuk fungsi bimbingan yang satu ini adalah masalah patah hati seorang siswa yang menyebabkan siswa tersebut memutuskan tindakan yang keliru. Misalnya, karena patah hati, siswa yang bersangkutan jadi jarang makan, jarang tidur (mungkin jarang mandi juga), atau memutuskan untuk tidak pergi ke sekolah atau minggat dari sekolah karena seseorang yang membuatnya patah hati ada di sekolah tersebut. jarang makan, jarang tidur, dsb tersebut merupakan gejala dari masalah yang sesungguhnya, dan mungkin juga merupakan suatu wujud keputusan yang keliru yang diambil oleh siswa tersebut.

Dalam hal ini, guru BK akan turun tangan dengan berbicara langsung dengan siswa bermasalah tersebut dan melakukan semacam tanya jawab/diskusi. Setelah berdiskusi, akhirnya guru BK akan memberikan motivasi baru terhadap siswa tersebut dan memberi keyakinan yang akan dipegang oleh siswa yang bersangkutan bahwa seseorang yang membuatnya patah hati itu bukan orang yang terbaik baginya, karena dia pantas mendapatkan seseorang yang lebih.

(11)

Fungsi ini hampir serupa dengan fungsi sebelumnya, yaitu fungsi perbaikan, bahkan mungkin fungsi ini berdampingan langsung dengan fungsi perbaikan tersebut. Setelah seorang siswa mendapat perbaikan, belum tentu dirinya sembuh dari masalah yang dihadapinya. Perbaikan merupakan langkah awal dalam penyembuhan yang menjadi tindakan lebih lanjut.

Contohnya, mengambil contoh siswa yang patah hati diatas. Siswa yang patah hati ini sekarang telah mendapatkan pemahaman dan keyakinan yang baru bahwa dia bisa “move on” tanpa orang yang sempat membuatnya sakit hati. Namun, dia masih dapat merasakan luka akibat kekecewaan yang dirasakannya. Untuk mengobati luka ini, siswa tersebut akan dibimbing oleh guru BK yang mengadakan semacam program “pengalihan”. Pengalihan yang dimaksud adalah pengalihan dari suasana sedih menuju suasana hangat dan penuh kegembiraan. Mungkin guru BK tersebut dapat menggunakan metode dan tehnik yang berbeda-beda dalam menghibur siswa yang terluka tersebut, seperti memberikan buku bacaan yang menyenangkan atau lain sebagainya.

Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya.

Fungsi ini dapat disandingkan juga dengan fungsi preventif atau pencegahan. Keduanya berusaha mempertahankan siswa dalam keadaan terbaik mereka.

(12)

Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli.

Melihat pengertiannya, fungsi bimbingan semacam ini lebih cocok digunakan oleh para guru mata pelajaran, karena merekalah yang aktif dalam mengembangkan siswa di sekolah. Guru BK hanyalah sebagai sosok yang berupaya memperluas pandangan siswa terhadap kesempatan-kesempatan untuk mengembangkan dirinya. Artinya, siswa sendirilah yag nantinya akan aktif memposiskan dirinya sendiri untuk dapat menerima kesempatan-kesempatan pengembangan dirinya tersebut.

Contohnya, guru mata pelajaran seni dalam setiap pelajarannya akan selalu membawa contoh model seni terapan yang hendak diajarkannya pada siswa. Selain itu, kadang dia juga membawa gitar sebagai alat musik yang akan dimainka bersama selama pelajaran berlangsung, jika pelajaran seninya berkaitan dengan seni musik.

Selain itu, ada juga beberapa fungsi bimbingan dan konseling yang lain, yaitu:

Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli. Fungsi ini menuntut adanya akses konseli terhadap aspek-aspek penting yang mendasari kehidupan konseli, terutama pendidikan, minat, dan bakat.

(13)

Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.

Fungsi penyesuaian ini pun memiliki peranan besar orangtua. Manusia dalam fase anak-anak cenderung mengenal dunia luar dengan mediasi sekolah dan kerabat jauh. Orangtua, dalam hal ini, menjembatani mereka pada masa-masa awal pengenalan mereka terhadap dunia luar, dimana proses adaptasi diperlukan.

Contohnya, saat anak berada di kelas 1-3 SD, orangtua biasanya akan mengantar mereka ke sekolah dan kadang menunggu mereka hingga pulang. Kehadiran orangtua akan memberi rasa aman terhadap anak-anak mereka yang menyadari kehadiran mereka, hingga anak-anak-anak-anak masih merasakan nuansa “rumah” di sekolah walaupun di saat bersamaan, anak-anak tersebut menerima asupan informasi megenai dunia yang lebih luas di sekolah. Dengan begitu, aak-anak tidak akan merasakan perubahan yang tiba-tiba dan mengejutkan terhadap dunia luar, karena nuansa rumah masih dibawa bahkan hingga ke sekolah.

Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakulikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadiian lainnya.

Fungsi ini bisa dilakukan oleh wali kelas yang secara langsung dapat mempengaruhi siswa. Selain itu, guru-guru mata pelajaran juga dapat memenuhi fungsi ini, karena merekalah yang paling tahu perkembangan siswa di dalam kelas, sehingga dapat mengenali karakter dan kebutuhan mereka lebih baik. guru BK, di sisi lain, di beberapa sekolah, kadang mensosialisasikan kepada siswa mengenai kesempatan karir atau jurusan yang terseida.

(14)

akan memaparkan informasi ini terhadap siswa, biasanya siswa yang tengah berada di semester akhir di SMA/MAK/MAN, atau hendak meneruskan studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membatu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli.

Fungsi ini didukung oleh pengumpulan data siswa yang dilakukan rutin setiap tahun (atau mungkin setiap periode tertentu). Data tersebut mencakup permasalahan siswa, latar belakang, dan juga kemampuan siswa, yang selanjutnya akan ditindaklanjuti.

Contohnya, data siswa diatas dijadikan acuan dalam pengelompokkan siswa ke dalam kelas-kelas berbeda. Misalnya, siswa yang telah melalui semester 1 dan 2 disebar kembali ke kelas-kelas lain saat mereka berada di semester 3, atau saat tahun ajaran baru dimulai, atau saat penjurusan program studi dilaksanakan, berdasarkan kriteria yang ditentukan pengambil kebijakan di sekolah. Mungkin kriteria yang dimaksud dapat berupa kemampuan dan minat siswa itu sendiri.

2) Prinsip bimbingan

(15)

Sumber pertama merinci prinsip-prinsip bimbingan seperti dibawah ini.

 Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Dalam

prinsip ini, pendekatan yang digunakan lebih bersifat pencegahan dan pengembangan daripada penyembuhan, serta lebih mengutamakan teknik kelompok daripada perseorangan.

 Bimbingan dan konseling sebagai proses individu. Prinsip ini

menekankan bahwa fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.

 Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam prinsip ini,

bimbingan bertujuan untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.

 Bimbingan dan konseling merupakan usaha bersama. Dalam hal ini,

bimbingan bukan hanya tanggung jawab konselor, tetapi juga tanggung jawab guru-guru dan kepala sekolah/madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing.

 Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam

bimbingan dan konseling. Artinya, bimbingan memfasilitasi konseli agar dapat memecahkan masalahnya sehingga dapat mengambil keputusan atau menetapkan pilihan dengan tepat.

 Bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai setting

(adegan) kehidupan. Artinya, bimbingan tidak hanya berfokus pada satu aspek kehidupan saja, namun berbagai aspek, seperti aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

(16)

prosedural, sedangkan prinsip khusus lebih melihat bimbingan dari sudut pandang dimensi-dimensi yang memuat keberadaan bimbingan itu sendiri.

a) Prinsip BK secara umum

Bimbingan berhubungan dengan sikap dan tingkah laku individu

yang terbentuk dari kepribadian yang berbagai macam.

Pemberian bimbingan dilakukan dengan tepat dan sesuai pada

individu yang bersangkutan.

Bimbingan berpusat pada indivudu yang dibimbing.

Masalah yang tak dapat diselesaikan di sekolah, diserahkan kepada

yang berwenang.

Memuat identifikasi kebutuhan.

Bersifat fleksibel.

Bimbingan dipimpin oleh ahli dalam bimbingan dan bekerjasama

dengan pembantunya serta mengunakan narasumber Terdapat evaluasi rutin terhadap program bimbingan.

b) Prinsip-prinsip BK secara khusus

 Prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan; (1) non

diskriminasi, (2) individu dinamis dan unik (3) tahap & aspek perkembangan individu, (4) perbedaan individual.

 Prinsip berkenaan dengan permasalahan individu; (1) kondisi

mental individu terhadap lingkungan sosialnya, (2) kesenjangan sosial, ekonomi, dan budaya.

 Prinsip berkenaan dengan program layanan; (1) bagian integral

pendidikan, (2) fleksibel & adaptif (3) berkelanjutan (4) penilaian teratur & terarah.

 Prinsip berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan; (1)

(17)

Prinsip-prinsip yang disajikan diatas nampaknya terangkum dalam perincian yang disajikan oleh Syamsu (1998). Syamsu mengajukkan lima prinsip bimbingan, yaitu:

 Bimbingan, baik konsep maupun proses, merupakan bagian integral

progam pendidikan di sekolah.

 Program bimbingan akan berlangsung dengan efektif apabila ada

upaya kerjasama antar personel sekolah, juga dibantu oleh personil luar sekolah.

 Layanan bimbingan didasarkan kepada asumsi bahwa individu

memiliki peluang yang lebih baik untuk berkembang melalui pemberian bantuan yang terencana

 Bimbingan berasumsi bahwa individu, termasuk anak-anak, memiliki

hak untuk menentukan sendiri pilihannya

 Bimbingan ditujukkan kepada perkembangan pribadi setiap siswa.

b. Kecenderungan guru BK dalam melaksanakan fungsi bimbingan dan konseling

Secara ideal, guru BK memiliki peranan dan tanggung jawab yang paling besar diantara semua pelaksana pendidikan yang lain di lingkungan sekolah dalam menjalankan berbagai fungsi bimbingan. Namun, secara faktual, keadaan yang terjadi di lapangan bisa berbeda dan beragam. hal tersebut bisa dipengaruhi oleh berbaai faktor, seperti kesadaran para pihak di sekolah yang berbeda-beda, paradigma terhadap fungsi bimbingan yang berbeda-beda, mutu para pendidik, atau bahkan pengalaman pendidikan mereka.

(18)

permainan-permainan semacam ice breaking dsb. Hanya itu yang bisa penulis ingat dengan cukup jelas, karena untuk selanjutnya, tidak tampak aktivitas yang terlalu mencolok untuk.

Guru BK kedua mulai terlihat fungsinya saat para siswa tengah mendekati akhir-akhir masa sekolahnya. Sampai tahap ini, penulis pun tidak yakin bahwa para siswa telah menyadari fungsi guru BK itu sendiri. Guru BK yang kedua ini berperan aktif dalam mensosialisasikan berbagai informasi terkait perguruan tinggi dan universitas yang membuka penerimaan mahasiswa baru. Dalam upaya tersebut, guru BK turut aktif mendorong siswa untuk mendaftar ke perguruan tinggi tertentu, terutama perguruan tinggi yang “mudah” menerima calon mahasiswa baru. Guru BK juga aktif dalam urusan prosedural pendaftaran para siswa tersebut, dan mereka siap menerima kedatagan para siswa untuk konsultasi mengenai informasi perguruan tinggi yang paling “up-date”.

Dari dua guru BK diatas, penulis mencoba menganalisis dan membuat kesimpulan mengenai fungsi yang mereka jalankan. Guru BK pertama terlihat memenuhi fungsi yang lebih bersifat mendidik, mengarahkan, memberi pemahama, dan elemen-elemen lain seputar psikologi siswa. Sehingga, fungsi yang digunakan adalah antara lain fungsi pemahaman, fungsi pemeliharaan dan pengembangan, fungsi preventif, fungsi perbaikan, dan fungsi penyembuhan, walaupun dua fungsi yang disebutkan terakhir tidak terlalu tereksplorasi lebih jauh.

(19)

yang paling tepat untuk siswa tertentu, dan cenderung memberikan informasi tersebut tanpa melihat kompetensi, minat, dan bakat yang telah diraih mahasiswa.

Tentu, jika kita melihatnya dari sudut pandang efektivitas, maka kita harus mengakui bahwa sulit untuk mengakomodasi kebutuhan siswa secara spesifik, karena akan banyak sekali siswa yang harus dibimbing satu-persatu dalam menentukan pilihan mereka. Dengan asumsi seperti itu, maka tak heran bahwa yang harus banyak aktif (dalam bertanya seputar informasi) adalah siswa kepada BK, dengan asumsi bahwa para siswa telah memiliki orientasi mereka sendiri-sendiri dalam menentukan perguruan tinggi yang emreka inginkan. Namun, justru kasus yang banyak terjadi adalah, bayak siswa yang justru bingung menentukan pilihan karena terlalu banyak informasi mengenai perguruan tinggi, dan semua informasi tersebut hanya memberikan gambaran-gambaran positifnya saja mengenai perguruan tinggi tersebut.

Sebagai saran, fungsi fasilitasi dan penyaluran seharusnya bukan hanya aktif pada akhir masa sekolah saja (aktif dalam menentukan jurusan studi siswa menuju perguruan tinggi saja), melainkan harus terdistribusi pada setiap tahun akademik, dengan tujuan siswa diharapkan lebih mampu dan siap mengorientasikan dirinya terhadap jurusan tertentu yang diminatinya.

(20)

3. Bidang Garapan Bimbingan dan Konseling

a. Bidang Garapan Bimbingan Disesuaikan dengan Fase Anak Usia Sekolah 1) Bimbingan sosial pribadi

Bimbingan ini memuat layanan bimbingan yang memuat pengembangan karakter anak didik. Konsep-konsep pemahaman akan dirinya sendiri dan juga orang lain adalah yang menjadi fokus dari bimbingan ini. Ruang lingkupnya adalah:

 Pemahaman diri.

 Mengembangkan sikap positif

 Membuat pilihan kegaiatan secara sehat

 Menghargai orang lain

 Mengembangkan rasa tanggungjawab

 Mengembangkan keterampilan hubungan antar pribadi

 Keterampilan menyelesaikan masalah

 Membuat keputusan secara baik

Sesuai dengan fungsinya, bimbingan sosial pribadi ini akan mengarahkan peserta didik dalam usia anak dan remaja dalam memahami arti dirinya sendiri dan orang lain. Hal ini akan membentuk karakternya sebagai manusia, dan memberikan pengarahan terhadap peran yang seharusnya dan sepantasnya dia laksanakan di dalam masyarakat.

(21)

2) Bimbingan Pengembangan Pendidikan

Bimbingan ini memuat layanan yang berkaitan dengan pengembangan prestasi belajar dan peserta didik. Fokusnya lebih kepada bagaimana peserta didik melaksanakan kegiatan belajarnya dengan efektif dan efisien. Ruag lingkupnya adalah:

 Belajar yang benar

 Menetapkan tujuan dan rencana pendidikan

 Mencapai prestasi belajar secara optimal sesuai dengan bakat dan

kemampuannya Keterampilan untuk menghadapi ujian

Pendidikan, bagi manusia dalam usia anak dan remaja tentulah sangat penting peranannya. Hal ini, selain mengacu pada fakta bahwa manusia dalam usia anak-anak dan remaja memang cenderung sedang menyenyam pendidikan, juga mengacu pada kesadaran bahwa pendidikan adalah media yang sangat penting bagi peserta didik untuk menentukan peta kehidupannya ke depan.

Pendidikan, dalam arti sempit, bisa diartikan sekolah. Walaupun definisi ini berada dalam perspektif yang sempit, namun implikasinya dapat dirasakan secara nyata dan berpengaruh langsung pada peserta didik. Selain itu, sekolah dipandang sebagai media paling signifikan dan besar dalam mengadakan fungsi pendidikan. Sekolah, dengan begitu, menjadi tempat yang sangat penting untuk diperhatikan. Bimbingan dalam konteks sekolah kemudian mulai memegang peranan dalam mengarahkan peserta didik usia anak dan remaja mencapai keberhasilan belajar yang efektif.

3) Bimbingan pengembangan karier

(22)

 Mengenali macam-macam dan ciri-ciri berbagai jenis pekerjaan

 Menentukan cita-cita dan merencanakan masa depan

 Mengeksplorasi arah pekerjaan

 Menyesuaikan keterampilan, kemampuan dan minat dengan jenis

pekerjaan

Bimbingan pengembangan karir ini memiliki fungsi dalam menentukan orientasi masa depan peserta didik yang sedang menyenyam pendidikan di sekolah. Umumnya, bimbingan ini lebih mengena pada peserta didik usia remaja, dimana mereka telah memiliki gambaran mengenai orientasi mereka. Bimbingan ini dapat ditujukkan pada peserta didik usia anak, namun fokusnya lebih kepada bagaimana anak-anak mendefinisikan cita-citanya di masa depan, dan eksplorasi terhadap apa yang saat itu menjadi minat dan bakat mereka. Eksplorasi terhadap minat dan bakat ini akan menjadi dasar pijakan untuk menentukan tempat mereka yang sesungguhnya di masa depan. Dalam menjalankan fungsi bimbingan semacam ini, maka peran orangtua atau pengasuh pun diikutsertakan, karena mereka akan memiliki semacam fungsi pengawasan dan pengamatan dimana mereka akan mengawasi perkembangan anak-anak mereka.

Pengamatan ini akan membuat orangtua menyadari potensi anak-anak mereka dan kemudian mengarahkannya. Hal ini diperlukan, karena anak-anak tidak mungkin mengamati diri mereka sendiri secara sadar, bahkan kita bisa mengasumsikan bahwa mungkin mereka sendiri pun belum sadar potensi yang mereka miliki. Dalam hal ini, oragtua akan mendorong mereka untuk menemukan jati diri mereka sendiri.

c. Peran Guru Bidang Studi dalam Bidang Garapan Tertentu Dilihat dari Sudut Pandang Psikologi dan Sosiologi

(23)

pendidikan. Hal ini dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, diantaranya sudut pandang psikologi dan sosiologi.

1) Dari sudut pandang psikologi

Sudut pandang psikologi disini sebenarnya lebih berperan dalam mengulas latar belakang kenapa guru bidang studi muncul ke permukaan dalam konteks pengembangan pendidikan ini. Bidang psikologi disini akan menguraikan gejolak jiwa yang terjadi dalam diri peserta didik yang mendorong para guru bidang studi untuk turun tangan. Gejolak jiwa yang dimaksud tentunya yang berhubungan dengan masalah belajar. Untuk itu, sub bab ini akan mengambil contoh masalah siswa dalam menghadapi ujian nasional, karena contoh ini dapat memberi gambaran yang parallel dengan uraian psikologi yang akan dijelaskan dan mencakup siswa, guru, dan pembelajaran yang menjadi elemen yang akan diselidiki.

Para siswa, ditengah kesibukan menghadapi ujian nasional, cenderung memiliki masalah-masalah yang terkait dengan belajar. Pertanyaan terbesar mereka adalah “bagaimana belajar secara efektif agar materi yang dipelajari bisa dipahami dengan jelas?”. Ketika pertanyaan ini tidak terjawab, maka mereka cenderung akan menghadapi kebingungan, kegelisahan, kekhawatiran, dan mungkin kegalauan, yang pada akhirnya menyebabkan mereka tertekan di dalam batin dan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap diri sendiri. Ketidakpercayaan inilah yang menjadi salah satu pendorong mereka melakukan kecurangan dalam ujian.

(24)

penting dalam memberikan layanan bimbingan berupa bimbingan aktivitas belajar yang efektif.

Ketika siswa memiliki cukup “tips dan trik” dalam belajar yang efektif, maka kepercayaan diri mereka akan kembali, atau setidaknya mereka tidak terlalu gelisah dengan ujian nasional. Bimbingan yang dilakukan oleh guru mereka telah memberikan dampak psikologis yag positif terhadap mereka, dan kemungkinan munculnya masalah kecurangan dalam ujian nasional di masa mendatang dapat ditekan hingga titik yang seminimal mungkin.

Pencegahan terhadap masalah-masalah ini merupakan hal yang penting dalam dunia pendidikan, karena jika terlalu banyak masalah yang muncul, maka siswa tidak akan memiliki kesempatan yang cukup untuk mengembangkan dirinya, atau pencegahan masalah itu sendiri sebenarnya dapat dirtikan sebagai salah satu bentuk pengembangan siswa itu sendiri, dan perkembangan siswalah yang memang menjadi tujuan utama pendidikan.

2) Dari sudut pandang sosiologi

Pendekatan sosiologis disini juga mengambil contoh kasu ujian nasional sebagai media uraiannya. Pendekatan sosiologis akan menguraikan bagaimana kehidupan sosial mempengaruhi kegiatan belajar, kecenderungan dalam mencontek, serta akan meninjau sejauh mana hubungan yang dapat terjalin antara guru dan siswanya dalam upaya peningkatan kualitas belajar.

(25)

belajar bersama dalam sebuah kelompok, maka efektivitas kegiatan belajar dapat tercapai dengan mudah. Sebaliknya, interaksi yang misalnya lebih bersifat hedonis, akan cenderung mendorong seorang individu untuk malas mengerjakan kegiatan yang lain selain kegiatan untuk memuaskan dirinya sendiri. Ketika individu tersebut dihadapkan pada fakta bahwa dia harus belajar, maka dia akan cenderung terkejut dan tidak siap. Pada akhirnya, siswa semacam inilah yang sering mendapat masalah.

Uraian diatas hanya merupakan contoh dan pendekatan yang sederhana tentang bagaimana interaksi sosial dapat mempengaruhi kegiatan belajar. Walaupun begitu, kadang-kadang fenomena yang terjadi di lapanga lebih bervariatif dan membutuhkan kacamata seorang ahli yang lebih tebal. Bisa saja, solidaritas yang terjalin dengan baik sebelumnya malah menjadikan kelompok siswa tertentu bukannya memanfaatkan solidaritas tersebut untuk belajar secara efektif, namun untuk “mencontek” secara efektif.

Atau, mungkin ada bentuk interaksi lain yang tidak saja berwujud persahabatan, melainkan permusuhan. Misalnya, seorang siswa di-bully oleh anak seusianya, dan anak tersebut selalu menuntut sang siswa untuk mengerjakan seluruh PR-nya. Karena takut dengan ancaman anak itu, maka siswa ini secara tidak langsung dan tidak disadarinya, telah menciptakan suatu sistem belajar yang efektif dalam mengerjakan tugas. Dalam kasus ini, sang siswa mengembangkan tehnik yang efektif dalam mengisi PR sang anak yang mengancamnya. Namun, saat bertemu dengan ujian nasional, siswa ini justru tidak dapat mengisi lembar jawaban dengan baik, karena tehnik yang dia terapkan hanya berlaku pada PR biasa saja, dan bisa jadi karena sepanjang jam diadakannya ujian, anak yang mengancamnya masih tetap mengancamnya untuk memberikan jawaban lewat SMS. Hal ini akan mengganggu proses sang siswa, dan pada akhirnya, sang siswa menyadari bahwa tehnik belajarnya salah.

(26)

mengarahkan siswa kepada permasalahan dalam belajar (jika konteksnya adalah pembelajaran). Tidak peduli bagaimana interaksinya, masalah yang muncul sama, yaitu siswa tidak memahami bagaimana cara belajar yang efektif, yang akhirnya akan melahirkan kecenderungan mereka untuk mencontek pada waktu ujian nasional. Dalam hal ini, peran guru akan berfungsi dengan baik sebagai seorang fasilitator belajar, dan dalam prosesnya, guru pun dapat membantu siswanya dalam memecahkan masalahnya terkait dengan interaksi-interaksi sosial yang dijelaskan diatas. Masalah yang kemudian muncul adalah, sejauh manakah hubungan yang harus dan dapat terjalin antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran tersebut.

Mungkin tidak ada pengukuran yang pasti untuk mengukur tingkat keakraban hubungan antar manusia, walaupun sebenarnya dalam ilmu psikologi lingkungan, ada pembahasan mengenai jarak antara seorang individu dengan individu lainnya (saat berkomunikasi) yang menunjukkan tingkat keintiman mereka. Contoh, jarak yang kurang dari 0.25 meter merupakan jarak sangat intim antara 2 orang. Namun, yang menjadi masalah bukan hanya intim atau tidaknya guru dan peserta didik, namun lebih kepada se-efektif apa komunikasi yang dibangun antara mereka. Hal ini muncul dari asumsi bahwa tidak selamanya jarak komunikasi yang dekat digunakan untuk berkomunikasi (yang efektif). Selain itu, kedekatan yang terlalu intim pun bukan hal yang bisa dikatakan baik antara guru dan siswa. Hal ini karena pembahasan mengenai jarak kedekatan ini cenderung muncul dalam studi yang berkaitan dengan aktivitas seksual.

(27)

komunikasi sangat berhubungan erat dengan istilah belajar, karena belajar sendiri adalah suatu proses menuju suatu perubahan. Dengan begitu, komunikasi dapat digunakan oleh seorang guru bidang studi dalam kegiatan mengajar-belajar.

Tentu saja, sebagai guru, komunikasi ini harus sesuai dengan kode etik dan kaidah yang berlaku, dan guru pun harus memperhatikan keberhasilan komunikasi yang dibangunnya dalam membangun pemahaman belajar yang lebih baik dalam pikiran peserta didiknya. Ketika komunikasi yang terjalin terlalu intim, maka yang ada adalah, guru mungkin menjadi orang yang dianggap peserta didik sebagai tempat yang menyenangkan, namun pemahaman mengenai konsep belajar yang efektifnya itu sendiri mungkin akan terlupakan. Begitupun jika komunikasinya terlalu formal, mungkin siswa akan merasa bosan dan itu berdampak pada responnnya dalam menerima penjelasan guru. Guru harus tetap akrab dengan siswa, namun dengan memperhatikan atributnya sebagai pengajar dan pendidik dalam ruang lingkup yang normal.

4. Permasalahan Individu dalam Fase Anak dan Remaja

(28)

Dibawah ini adalah fase perkembangan manusia sampai usia remaja (berbagai sumber):

 Masa kanak-kanak: 0-4

 Masa anak-anak: 4-8

 Masa muda: 8-12

 Masa remaja: 12-25

Fokus permasalahan yang akan dianalisis dalam tulisan ini adalah permasalahan individu usia anak-anak dan usia remaja. Untuk masing-masing permasalahan, satu buah artikel akan disajikan terlebih dahulu sebagai sumber bahan analisis. Baru kemudian disertakan analisisnya.

a. Permasalahan Anak

Judul Artikel : Masalah Anak Usia Dini

Sumber : http://www.psychologymania.com/2012/06/masalah-anak-usia-dini.html

Penulis : Anonim Tgl publikasi : -Tgl diakses : 7 Mei 2013

Masalah : Kenakalan anak (beragam)

Masalah anak usia dini merupakan hal yang umum terjadi. Semua orang tua dalam interaksinya dengan anak, merasa ada permasalahan yang dianggap kurang sesuai pada tingkah laku anaknya. Penilaian permasalahan anak usia dini ini seperti kenakalan, susah diatur, susah belajar, susah konsentrasi dan lain-lain.

Ada dua faktor yang menyebabkan masalah pada anak usia dini. Yaitu faktor dari orang tua sendiri dan fakfor dari anak. Kedua faktor ini saling mempengaruhi, bahkan dapat memperparah permasalahan anak jika seorang orang tua tidak dapat menempatkan diri pada tempat yang tepat dalam menangai masalah anak usia dini.

Faktor dari orang tua yang menyebabkan permasalahan anak usia dini antara lain:

1. Kurangnya pengetahuan tentang perkembangan anak 2. Kurang sabar dalam mendidik dan melatih anak

3. Orang tua yang kurang perhatian

(29)

5. Bias dalam penilaian

6. Orang tua kurang memberikan support dan rasa penerimaan yang cukup terhadap anak

7. Kondisi keluarga yang tidak mendukung perkembangan anak (sering terjadi percekcokan antara ayah dan ibu yang langsung di perhatikan oleh anak).

8. Keluarga yang broken home (anak dari keluarga bercerai)

Faktor-faktor diatas bahkan bisa menjadi penyebab timbulnya permasalahan pada anak usia dini. Bisa di bayangkan, bagaimana pengaruh orang tua terhadap perilaku anak yang memang sudah mengalami masalah. Hal ini bisa memperparah keadaan anak.

Seorang anak yang pada mulanya di lihat baik-baik saja, tetapi beberapa hari/bulan kemudian memunculkan perilaku yang bermasalah, seorang orang tua harus cepat tanggap terhadap permasalahan tersebut. Masalah perilaku pada anak yang menyimpang biasanya akan mudah di selesaikan/dihilangkan jika orang tua cepat menanganinya.

Apa ciri-ciri perilaku anak bermasalah? Sebenarnya, ciri-ciri perilaku anak yang bermasalah sangat luas, dan secara feeling (perasaan), orang tua sudah mengetahui jika ada sesuatu perilaku yang bermasalah pada anaknya.

Dibawah ini diberikan ciri-ciri umum yang biasa dialami oleh anak. Seorang orang tua harus mendeteksi secepatnya permasalahan tingkah laku anak jika ciri-ciri tersebut timbul sebelum muncul tingkah laku yang menyimpang lainnya yang jauh lebih besar dan susah di selesaikan.

Ciri-ciri anak yang bermasalah (di kutip dari http://www.timothywibowo.com):

Susah diatur dan diajak kerja sama

Hal yang paling sering tampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada “pemberontakan” dari dalam dirinya. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang.

Kurang terbuka pada pada Orang Tua

Saat orang tua bertanya “Gimana sekolahnya?” anak menjawab “biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Aneh bukan? Ini adalah ciri ke 2, nah pada saat ini dapat dikatakan figure orang tua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan kita.

Menanggapi negatif

(30)

adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak.

Menarik diri

Saat anak terbiasa dan sering Menyendiri, asyik dengan dunianya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya.

Menolak kenyataan

Pernah mendengar quote seperti “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, “Aku ngga bisa, aku ini tolol”. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: “masak gitu aja nga bisa sih, kan mama da kasih contoh berulang-ulang”.

Menjadi pelawak

Suatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulang-ulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah.

Artikel diatas sebenarnya tidak memiliki fokus yang mengerucut terhadap satu permasalahan tertentu yang dimiliki anak usia dini. Fokus dalam artikel tersebut lebih kepada menempatkan orangtua/keluarga sebagai salah satu faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi perkembangan anak, baik secara positif maupun negatif. Permasalahan yang dihadapi anak, disisi lain, tidak dijelaskan secara rinci apa tepatnya, karena dalam bagian selanjutnya, yang dielaborasi lebih jauh juga ternyata adalah “ciri-ciri” anak yang bermasalah, seperti susah diatur, kurang terbuka kepada orangtua, menarik diri, dsb. Artinya, hal-hal tersebut merupakan gejala dari permasalahan yang sesungguhnya.

(31)

dipengaruhi oleh faktor orangtua. Kita dapat mulai menganalisis dengan pertama, menguraikan terlebih dahulu peran orangtua, atau esensi utama dari keberadaan orangtua bagi anak. Kedua, menguraikan ciri-ciri permasalahan anak yang disediakan dalam artikel diatas, kemudian men-generalisir ciri-ciri tersebut berdasarkan justifikasi yang sesuai.

Pertama, peran orangtua. Orangtua merupakan individu-individu pertama yang memiliki kontak dengan seorang anak saat lahir ke dunia. Merekalah yang paling dekat dengan anak, dan kehidupan anak selanjutnya akan sangat bergantung pada peran orangtua dalam memastikan semua kebutuhan anak tersebut untuk hidup.

Kebutuhan anak dapat dipandang dari berbagai macam segi, diantaranya fisik dan psikis. Dari segi fisik, orangtua harus bertanggungjawab dalam memastikan pertumbuhan tubuh anak berjalan dengan baik dan normal, dan jauh dari bahaya yang mengancamnya. Dari segi psikis, orangtua harus memastikan keadaan mental dan jiwa anak stabil dan terus menguat. Dengan begitu, wajar sekali jika dikatakan bahwa masa depan seorang manusia adalah tanggung jawab utama dan pertama seorang orangtua.

Kini, kita berbicara mengenai permasalahan anak. Secara umum, permasalahan yang terjadi terhadap anak lebih cenderung melibatkan hal-hal yang terkait psikologi ketimbang hal-hal yang bersifat fisik. Hal ini bukan karena frekuensi kemunculan permasalahan psikologis lebih tinggi daripada frekuensi kemunculan permasalahan fisik, namun lebih kepada fakta bahwa permasalahan psikologis cenderung lebih bertahan lama pengaruhnya, dan hal tersebut menunjukkan tingkat kesulitan dalam penanganannya. Maka wajar saja jika sekarang orang ditanya mengenai permasalahan anak, jawaban mereka akan langsung tertuju pada masalah anak yang berhubungan dengan sisi psikologis.

(32)

dalam menanggapi sesuatu, menarik diri, menolak kenyataan, dan cenderung menjadi pelawak.

Susah diatur dan diajak kerjasama, menurut artikel diatas, merupakan suatu bentuk pemberontakan dari dalam diri anak untuk melawan atau menolak keadaan diluar dirinya yang mengikatnya, salah satunya orangtua. Dalam hal ini, penulis yakin bahwa ciri anak bermasalah yang lain, yaitu anak kurang terbuka pada orangtua dan anak sering menarik diri dari lingkungannya, memiliki sifat yang serupa dengan ciri anak bermasalah yang pertama. Ternyata, ketiga kecenderungan anak tersebut (susah diatur, kurang terbuka, dan menarik diri) berawal dari satu sumber yang sama, yaitu “transisi”.

Telah dikatakan sebelumnya bahwa manusia berkembang dengan melewati berbagai fase yang memiliki ciri khas dan implikasi tertentu. Dalam tiap fase, selalu ada transisi yang dialami individu dalam aspek sosial, fisiologi, psikologis, dll. Hal-hal inilah yang mempengaruhi pandangan anak terhadap berbagai hal, termasuk nila-nilai yang ada di sekitarnya. Mereka akan mulai melihat nilai sesuatu dengan berbeda dan menciptakan nilai baru yang disesuaikan dengan keinginan/hasrat mereka sendiri, hasrat yang sebelumnya tidak ada.

Fase transisi ini juga dapat dikatakan sebagai fase pembentukan kesadaran anak, karena anak akan mulai melakukan eksplorasi terhadap berbagai hal dimana mereka menyadari fakta-fakta yang baru, yang boleh jadi bertentangan dengan apa yang dahulu mereka yakini. Kemudian, hal inilah yang menimbulkan bias antara apa yang harus diyakini oleh anak setelah kesadaran tersebut muncul, dan pada akhirnya, mereka akan memilih yang menurut mereka paling sesuai dengan keingingan mereka. Pada fase ini, anak belum memiliki pertimbangan tentang konsekuensi yang mungkin mereka dapatkan di masa depan.

(33)

melihatnya sebagai sesuatu yang harus dipertimbangkan matang-matang. Kemudian, ketika kesadaran mengenai penemuan-penemuan baru ini muncul, anak akan memiliki kecenderungan untuk menyimpannya dan meyakininya sendiri daripada mempercayakannya pada orangtua dengan memberitahu mereka, karena mereka ternyata menyadari bahwa orangtua merekalah yang justru menyembunyikan semua penemuan tersebut selama ini. Dengan begitu, anak menjadi tidak terbuka pada orangtua, cenderung menarik diri, dan kadang susah diatur atau diajak bekerjasama.

Sedangkan penemuan yang berhasil mereka temukan akan mereka gunakan untuk melakukan hal lain, misalnya mencari jati diri dengan mencari perhatian teman-teman sebayanya. Contohnya (seperti yang dimuat dalam artikel juga), ketika di kelas, sebagian dari para “penemu” ini akan menarik perhatian dengan bertingkah atau berulah sedemikian rupa sehingga mengundang tawa anak-anak yang lain, dan hal inilah yang mereka suka. Mungkin masih banyak lagi tingkah mereka yang menjadi cerminan dari ekspresi mereka terhadap penemuan baru mereka. Hal ini, untuk beberapa poin dapat dianggap wajar, namun pada beberapa poin yang lain, hal ini bisa berujung serius, karena dapat memunculkan semacam kenakalan anak.

Dari uraian mengenai transisi individual diatas, kita menyadari bahwa ternyata sebagian masalah anak dapat diakibatkan karena transisi atau perubahan terhadap berbagai hal. Namun, kadang perubahan tidak selalu menjadi motor utama permasalahn anak. Kadang, hal yang tidak berubah dan selalu melekat dalam individual sejak kecil dapat menjadi pemicu masalah-masalah mereka itu sendiri. Contohnya, ketika anak cenderung merendahkan orang lain demi mengangkat dirinya sendiri, atau ketika anak menolak kenyataan atau kemampuan dirinya sendiri.

(34)

dengan anak lain yang dibuat seolah-olah tidak lebih baik darinya. Kegiatan seperti ini akan menanamkan dogma pada anak bahwa dia harus selalu pantas menjadi yang lebih baik dalam hal apapun.

Disisi lain, ada fenomena yang terjadi sebaliknya, yaitu ketika anak menolak untuk percaya bahwa dirinya dapat menjadi lebih baik. Hal ini pun diakibatkan oleh metode yang mungkin dilakukan orangtuanya yang selalu mendidiknya dengan sistem kedisiplinan yang kruang tepat. Kadang, orangtua malah menjelek-jelekkan anak mereka sendiri, menunjukkan semua kelemahan anak mereka, sehingga menekan anak pada titik tertentu dimana dia “menyerah” dengan semuanya.

Kesimpulannya, berbagai macam faktor yang dianggap sumber masalah yang terlibat dalam ciri-ciri anak bermasalah dapat dipersempit menjadi dua faktor utama, pertama yaitu transisi atau sesuatu yang berubah dari individu, dan kedua sesuatu yang stagnan atau menetap dalam diri individu. Transisi akan memperkenalkan individu pada berbagai macam hal baru yang membiaskan standar dalam dirinya akan sesuatu yang baik dan yang tidak, yang pada akhirnya mereka simpan dan coba sendiri. Dalam proses percobaan itu, mereka akan cederung menarik diri dari orangtua mereka, membuat barrier antara dirinya dengan orangtua dalam bentuk ketertutupan dirinya dalam menyampaikan sesuatu, dan mencoba bertingkah dengan gaya baru dalam usahanya mendapat tempat di dunia yang baru dan asing bagi mereka.

Di sisi lain, stagnansi akan cenderung membentuk individu kaku, dimana permasalahan utamanya adalah, apa yang dia yakini dan pahami mengenai dirinya sendiri adalah apa yang mereka lihat pada dirinya saat itu, bukan pada apa yang mereka lihat pada dirinya di masa depan. Hal ini tidak mendukung dirinya dalam menjadi individu yang berkembang menuju titik yang lebih baik.

(35)

sehingga transisi pandangan mengenai nilai-nilai sesuatu yang ada di dunia ini tidak akan terlalu mengejutkan. Anak akan tetap mengalami transisi dalam menyadari fakta-fakta baru terkait keyakinan yang sebelumnya (ketika di lingkungan keluarga) dia pegang, namun transisi tersebut tidak akan terlalu besar, dan anak masih akan cenderung mempercayai keyakinan lamanya, karena keyakinan lamanya sudah cukup memberinya paradigma yang memuaskan mengenai fakta-fakta baru di dunia sekitarnya. Minimalisir pertanyaan yang tidak terjawab oleh anak mengenai keadaan dunia yang sebenarnya, namun usahakan dikemas dengan pengertian yang memuaskan rasa dahaga mereka serta tidak kaku, sehingga masih membuka lahan yang luas bagi mereka untuk berkembang sesuai dengan nilai kebenaran yang telah mereka yakini dengan kuat sebelumnya.

b. Permasalahan Remaja

Judul Artikel : Masalah-masalah Remaja

Sumber : http://dikajaya.wordpress.com/2012/05/05/masalah-masalah-remaja/

Penulis : Anonim

Tgl publikasi : 5 Mei 2012 Tgl diakses : 5 Mei 2013

Masalah :Cinta

Remaja merupakan tahap pendewasaan dimana seseorang mulai menggunakan pemikiran yang lebih fokus daripada sebelumnya. Berfikir mengenai kata “remaja” sering muncul konsep dalam pikiran kita bahwa tahap tersebut merupakan tahap yang paling indah yang hanya muncul satu kali, mengapa demikian? Tahap remaja tanpa disadari sering menghampiri diri kita dengan berbagai pengalaman yang indah, contohnya adalah saat – saat remaja sering kali setiap orang mengenal lebih banyak orang lain melalui komunikasi terlebih lagi saat ini telah muncul berbagai media jejaring social, atau dimasa remaja kita lebih mengenal lawan jenis dengan berbagai macam kepribadian mereka, dan yang sering terjadi adalah disaat remaja lebih mendorong seseorang untuk mencoba hal – hal yang baru denan harapan agar segala kemampuan yang dimiliki remaja dapat dieksplorasi lebih baik dari masa – masa sebelumnya .

(36)

globalisasi saat ini. Adapun masalah tersebut adalah sebagai berikut;

1. Masalah Cinta 2. Masalah Orang tua 3. Masalah keuangan 4. Masalah pendidikan

5. Masalah pertemanan atau pergaulan Masalah cinta

Cinta merupakan kata yang sering muncul dikalangan remaja saat ini, kata tersebut sering digunakan oleh remaja terhadap lawan jenisnya bahkan sebagai penulis blog ini . Terkadang sering kita mendengar remaja menyebutkan, “ aku cinta kamu, yang!!”, atau kata cinta digunakan remaja seperti berikut ini, “sumpah, sampai saat ini aku loh masih cinta kamu gag ada yang lain kog”, atau yang sering muncul di media jejaring social facebook adalah kalimat berikut ini, “hari ini aku senang jalan ma kamu, LOVE U XXXX”, atau kalimat berikut ini, “ gag pernah q berfikir tuk ninggalin kamu XXXXX, YYYYY selalu cinta XXXXX.,, mmmmuaaacchhhh”, bahkan kata berikut ini muncul di berbagai lagu seperti lagu ciptaan Ahmad Dhani “ cinta mati” dan lagu – lagu lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kata “cinta” memang merupakan kata umum yang gemar digunakan remaja untuk mendapatkan lawan jenisnya atau untuk mengungkapkan perasaan terhadap sang pujaan hati para remaja.

Selanjutnya lebih jauh “cinta” digunakan untuk lebih kearah ekspresi seseorang terhadap perasaannya baik terhadap pacar, guru, orang tua, teman, club olahraga, maupun orang yang ingin kita miliki namun kita tak mampu mewujudkannya, akan tetapi hati-hatilah para remaja saat ini muncul fakta bahwa “cinta” sering menjadi masalah-masalah yang terkadang sulit diatasi. Salah satu contohnya adalah cinta sering membawa perasaan remaja kearah gundah gulana, mungkin sebagian dari kalian para pembaca blog ini yang telah atau sedang dalam masa remaja pernah berfikir “padahal kemarin dia bilang cinta aku, tapi knapa hari ini dia gg ada kabar ya???”, ekspresi tersebut menunjukkan remaja sedang gundah memikirkan orang lain, memang benar cinta merupakan sesuatu yang indah akan tetapi terkadang membuat perasaan seseorang menjadi terluka bahkan sakit yang mendalam seperti hal yang mungkin pernah dialami pembaca blog ini yaitu permasalahan putus cinta para remaja dengan lawan jenis yang kerap membuat beberapa remaja menjadi terluka dan melupakan segala hal –hal lainnya. Apakah ini yang dimaksud dengan cinta yang sesungguhnya?

(37)

adanya masalah yang menjadi faktor penyebabnya. Berarti, yang harus diselidiki sebenarnya adalah, apa yang menyebabkan seseorang gundah gulana, atau dalam ekspresi yang lebih modern kita mengenalnya dengan istilah “galau”. Hal yang mengakibatkan galau itulah masalah sejatinya.

Kini, untuk dapat menganalisis apa itu masalah yang menjadikan seseorang galau, maka perlu didefinisikan terlebih dahulu apa itu galau. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap lingkungan masyarakat masa kini, khususunya lingkungan tempat banyak remaja terlibat, istilah galau sering digunakan untuk mengekspresikan perasaan gelisah karena bimbang yang diakibatkan dari kebingungan akan ketidakpastian mengenai permasalahan yang sedang dihadapi saat itu.

Menurut pengalaman penulis, galau biasanya muncul ketika mahasiswa contohnya, menghadapi tugas atau UTS yang mengandung soal-soal yang ambigu atau membingungkan serta membutuhkan pendalaman yang benar-benar kompleks. Atau, sebenar-benarnya tugasnya tidak terlalu rumit, namun jumlahnya banyak, dan tiap soalnya kemudian mengandung soal-soal yang lain, sehingga mahasiswa butuh waktu lebih banyak. Namun pada faktaya, waktu yag mereka miliki benar-benar terbatas. Di situasi-situasi seperti itulah kadang-kadang galau muncul, karena mahasiswa akan cenderung berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan dirinya di masa depan, termasuk kemungkinan terburuk, dimana mereka kehilngan kesempatan untuk mengerjakan tugas yang mengakibatkan mereka mendapat nilai yang akhir yang tidak memuaskan. Ilustrasi ini merupakan contoh bagaimana kegalauan individu muncul. Sebenarnya masih lebih banyak lagi hal-hal lain yang “di-galaukan” oleh remaja dan mahasiswa.

(38)

namun mereka hanyalah keadaan dari luar individu yang mempengaruhi dan menghubungkan individu tersebut dengan masalah yang sebenarnya. Ketika tugas dan UTS tersebut tidak dapat menghubungkan individu dengan masalah sebenarnya, maka kegalauan tidak akan muncul. Ini juga dapat berarti bahwa masalah semacam tugas dan UTS tersebut tidak akan mutlak menyebabkan seseorang terkena penyakit “galau”, karena masih ada kemungkinan seseorang tidak akan galau sama sekali. Dengan demikian, maka masalah tugas dan UTS bukan merupakan masalah sejati penyebab kegalauan, termasukk cinta.

Untuk memahami apa itu masalaah yang sebenarnya, kita kembali kepada pengertian bahwa galau adalah keadaan dimana seseorang bimbang atas ketidakpastian di masa depan, membuatnya gelisah dan takut. Dalam pengertian itu terdapat istilah “ketidakpastian”. Pertanyaan selanjutnya yang muncul bukanlah “apa saja ketidakpastian tersebut?”, melainkan “kenapa sejak semula seorang individu menganggap bahwa ada ketidakpastian yang aka dihadapinya?”. Hal ini berkaitan dengan paradigma individu itu sendiri dimana dia tidak yakin terhadap apapun saat dia menghadapi masalah tertentu, dan justru satu-satunya yang diyakininya adalah bahwa disana terdapat ketidakpastian untuk dirinya.

Ketika individu meyakini hal ini, maka penjelasan yang paling masuk akal adalah, individu tersebut menganggap bahwa dirinya tidak mampu, tidak layak, atau tidak “capable” dalam menghadapi permasalahan yang menghampiri dirinya. Kenapa anggapan ini muncul. Bisa jadi karena individu tersebut merasa tidak memiliki persiapan dan skill yang memadai dan cukup dalam bidang yang dihadapinya.

(39)

Soal manapun disikatnya, sehingga dia tidak galau sama sekali. Masalahnya dengan galau hanya tinggal kenangan.

Namun, ilustrasi ini mengindikasikan bahwa galau itu sendiri terjadi saat UTS nya berlangsung, buka sebelum UTS nya berlangsung. Jika galaunya muncul sebelum UTS berlangsung, maka inilah yang dimaksud dengan mahasiswa tersebut “merasa” tidak mampu dalam mengahadapi UTS, walaupun mungkin sebenarnya dia punya persiapan yang matang. Jika begitu kasusnya, maka kata kunci yang harus ditelaah lebih dalam adalah kata “merasa” nya itu sendiri. Kenapa sejak awal ada perasaan tidak yakin tersebut. Bahasan tentang perasaan ini akan berkaitan erat dengan faktor-faktor luar, karena perasaan hanya bisa muncul jika ada stimulus. Dalam konteks ini, stimulus yang dimaksud adalah yang berhasil menempatkan individu pada keadaan dimana dia merasa tidak yakin dengan kemampuannya sendiri. Maka, stimulus yang penulis rasa paling tepat menjelaskan kemunculan kecenderungann ini adalah “stereotip”.

Stereotip dapat diartikan sebagai standar penilaian terhadap sesuatu yang mendasarkan penilaian tersebut pada beberapa kriteria yang kaku (tidak dapat diubah), dan kriteria inilah yang mempengaruhi pandangan banyak orang untuk menyetujui bahwa penilaian tersebut adalah satu-satunya kebenaran yang valid terhadap sesuatu yang mereka nilai. Secara sederhananya, stereotip adalah kecenderungan orang memandang suatu objek dan menyimpulkan nilai objek tersebut. Contohnya, ketika ada orang yang memiliki tato di sekujur tubuhnya, maka stereotip kita akan otomatis menganggap bahwa orang tersbebut adalah berandalan atau preman, walaupun mungkin sebenarnya orang tersebut justru berandalan yang sudah insyaf dan hendak memperbaiki diri. Ini terjadi karena kita cenderung mengasosiasikan tato dengan perilaku buruk.

(40)

itu bukanlah apapun selain masalah besar yang akan mempersulitnya.. Hal ini akan membentuk rasa takut pada diri individu yang bersangkutan, dimana dia mempertanyakan “apakah saya ini sudah cukup baik dalam mengatasi masalah tersebut?”, dan disinilah kemudian ketidakyakinan atau galau mengambil alih.

Uraian diatas merupakan analisis penulis mengenai bagaimana galau terbentuk. Walaupun begitu, jika kita berbicara mengenai hal-hal yang berkaitan sisi psikologis manusia, termasuk bagaimana perasaan manusia bekerja, kita tidak akan pernah mencapai titik akhir, karena satu jawaban akan terus melahirkan pertanyaan yang lain. Dalam hal ini, kita akan terus berrtanya “kenapa” dan menjawab “karena”, dan begitu seterusnya, seperti sebuah roda yang tidak pernah berhenti berputar. Jadi, apa yang penulis uraikan sebagai proses pembentukan perasaan galau disini pun merupakan uraian yang sangat terbatas, terlebih karena penulis tidak berusaha menguraikannya dengan mngacu pada berbagai sumber, namun alih-alih hanya mengandalkan daya nalar penulis yang terbatas saja.

(41)

lelaki dan wanita (yang sebaya) saling sms-an atau berkomunikasi secara intensif, maka mereka memiliki perasaan cinta, padahal sebenarnya tidak selamanya begitu.

Kesimpulan dari analisis ini adalah, bahwa ketika seorang remaja memiliki masalah kegalauan dalam kehidupan percintaannya, akar masalah itu sebenarnya bukanlah cinta itu sendiri. Akar masalahnya adalah terlalu banyaknya seorang remaja menganut stereotip yang keliru atau belum tentu kebenarannya, sehingga membuatnya galau dan gelisah. Kegelisahan ini, memang tidak digolongkan ke dalam kategori permasalahan yang terlalu rumit atau serius. Namun, jika kegelisahan ini terus berlanjut dan berkembang, maka dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dimana remaja-remaja yang bermasalah tersebut cenderung melakukan sesuatu dengan nekat.

(42)

SUMBER KUTIPAN DAN BACAAN:

Agustina, Yogi. 2010. “Orientasi dan Ruang Lingkup BP/BK”

http://yogiagustina.blogspot.com/2010/11/orientasi-dan-ruang-lingkup-bpbk.html (diakses tanggal 7 April 2013).

Anonim. “Masalah Anak Usia Dini”.

http://www.psychologymania.com/2012/06/masalah-anak-usia-dini.html (diakses tanggal 7 Mei 2013).

Anonim. 2011. “Hakikat Bimbingan Konseling: Orientasi, Ruang Lingkup, Kesalahpahaman Bimbingan Konseling”.

http://sefrian92.blogspot.com/2011/02/hakikat-bimbingan-konseling-orientasi.html (diakses tanggal 5 April 2013).

Anonim. 2011. “Landasan Sosiologi Bimbingan Konseling”.

http://elvinasarisaragaki.blogspot.com/2011/07/landasan-sosiologi-bimbingan-konseling.html (diakses tanggal 8 April 2013).

Anonim. 2011. “Latar Belakang Bimbingan dan Konseling”

http://izubed.blogspot.com/2011/12/latar-belakang-bimbingan-dan-konseling.html (diakses tanggal 5 April 2013).

Anonim. 2012. “Definisi Bimbingan dan Konseling Menurut Beberapa Ahli”.

http://idhammonorose.blogspot.com/2012/07/definisi-bimbingan-konseling.html (diakses tanggal 6 April 2013).

Anonim. 2012. “Masalah – masalah remaja (Teenager problems)”.

(43)

Anonim. 2012. “Sosiologi Pendidikan”.

http://dyahrahayuarmanto.wordpress.com/tag/fungsi-kajian-sosiologi-pendidikan/ (diakses tanggal 8 April 2013).

Anonim. 2012. “Urgensi Bimbingan Konseling dalam Pendidikan “. http://akademi-pendidikan.blogspot.com/2012/10/urgensi-bimbingan-konseling-dalam.html (diakses tanggal 7 April 2013).

Anonim. 2013. “Fungsi dan Prinsip Bimbingan dan Konseling”. http://warnaa-warnii.blogspot.com/2013/01/fungsi-dan-prinsip-bimbingan-dan.html (diakses tanggal 7 April 2013).

Anonim. 2013. “Fungsi Prinsip Bimbingan Konseling”.

http://iwaragill.blogspot.com/2013/02/fungsi-prinsip-bimbingan-konseling.html (diakses tanggal 5 April 2013).

Anonim. 2013. “Pengertian Pengajaran: Definisi Pengajaran”.

http://insanicita.blogspot.com/2012/02/pengertian-pengajaran-defenisi.html (diakses tanggal 5 April 2013)

Boharudin. 2011. “Keberadaan Bimbingan dan Konseling Dalam konteks Pendidikan di Indonesia”. http://boharudin.blogspot.com/2011/05/keberadaan-bimbingan-dan konseling.html (diakses tanggal 5 April 2013).

Dimas, Setiawan. 2011. “Definisi Pelatihan”.

http://definisimu.blogspot.com/2012/08/definisi-pelatihan.html (diakses tanggal 5 April 2013).

Hadi, Abdul dan Rusma Herawati. 2010. “Landasan filosofis sosiologis (Makalah Bimbingan Konseling)”. http://bpi-uinsuskariau3.blogspot.com/2010/10/landasan-filosofis-sosiologis-makalah.html (diakses tanggal 8 April 2013).

Hariyanto. 2010. “Pengertian Psikologi Pendidikan”.

http://belajarpsikologi.com/pengertian-psikologi-pendidikan/ (diakses tanggal 6 April 2013).

Pagiarsih, Wahyu. 2011. “Pengertian Bimbingan Konseling dan Ruang Lingkup Bimbingan Konseling”. http://guruperlulaptop.blogspot.com/2011/06/pengertian-bimbingan-konseling-dan.html (diakses tanggal 7 April 2013).

Sudrajat, Akhmad. 2008. “Arti Penting Psikologi Pendidikan Bagi Guru”.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/psikologi-pendidikan-dan-guru/ (diakses tanggal 6 April 2013).

Sudrajat, Akhmad. 2008. “Fungsi, Prinsip dan Asas Bimbingan dan Konseling”. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/14/fungsi-prinsip-dan-asas-bimbingan-dan-konseling/ (Diakses tanggal 7 April 2013).

Sudrajat, Akhmad. 2008. “Landasan Bimbingan dan Konseling”.

(44)

Supriadi. 2006. “Psikologi Pendidikan”.

http://www.andragogi.com/document/psikologi_pendidikan.htm (diakses tanggal 6 April 2013).

Referensi

Dokumen terkait

MySQL dilengkapi dengan berbagai peralatan (tool) yang dapat digunakan untuk administrasi basis data, agar mempermudah admin dalam mengelola basis data tersebut

3) dilaporkan dalam neraca dengan klasifikasi (classification) akun yang tepat dan periode akuntansi yang sesuai dengan terjadinya transaksi (cutoff). Bagian flowchart yang

membuat objek yang sederhana (Permanahadi, 2007). Visualisasi Primitivebased modelling dapat dilihat pada Gambar 2. tiga dimensi biasanya dibagi menjadi tiga bagian

Menggunakan Perangkat lunak pengolah angka untuk menyajikan informasi : 2.1 Mengidentifikasi menu pada ikon pada perangkat lunak pengolah angka.. 1c

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus karena skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan, Kompensasi, Corporate Governance terhadap Manajemen Laba (Studi

Planning: tahap pertama yaitu tahapan rencana, dalam tahap ini peneliti mengidentifikasi masalah yang dihadapi peserta didik kemudian mencoba memikirkan strategi

Kebutuhan system pencahayaan alami (matahari) dan buatan pada suatu ruangan harus di pertimbangkan karena berkaitan erat dengan kegiatan yang di

Peelotnau PcrrLrlisen Kur\ll Ilm[th l, PI ]t)l-l.. analisis data berupa laporan secara rinci tahaptahap analisis data, serta teknik yang dipakai dalam analisis data itu