BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Independensi
2.1.1 Pengertian Independensi
Independensi merupakan terjemahan kata independence yang berasal dari
Bahasa Inggris, yang artinya “dalam keadaan independen”, adapun arti kata
independen bermakna ”tidak tergantung atau dikendalikan oleh (orang lain atau
benda), tidak mendasarkan pada diri pada orang lain, bertindak atau berpikir
sesuai dengan kehendak hati, bebas dari pengendalian orang lain, tidak
dipengaruhi oleh orang lain. Menurut Arens et al (2008:111), independensi dalam
audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias. Independensi sangat
penting bagi auditor untuk dijaga dalam melaksanakan tanggung jawabnya.
Menurut Halim (2008:46), independensi merupakan suatu cerminan sikap
dari seorang auditor untuk tidak memilih pihak siapapun dalam melakukan audit.
Independensi adalah sikap mental seorang auditor dimana ia dituntut untuk
bersikap jujur dan tidak memihak sepanjang pelaksaan audit dan dalam
memposisikan dirinya dengan auditee-nya. Independensi menurut Wirakusumah
dan Agoes (2003 : 8) merupakan pandangan yang tidak berprasangka dan tidak
memihak dalam melakukan test-test audit, evaluasi dan hasil-hasilnya, dan
penerbitan laporan, dan merupakan alasan utama kepercayaan masyarakat.
Dalam menjalankan tugasnya, auditor harus selalu mempertahankan sikap
mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur
Dalam Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa
setiap anggota harus mempertahankan integritas, objektivitas dan independensi
dalam melaksanakan tugasnya. Seorang auditor yang menegakkan
independensinya, tidak akan terpengaruh dan tidak dipengaruhi oleh berbagai
kekuatan yang berasal dari luar diri auditor dalam mempertimbangkan fakta yang
dijumpainya dalam pemeriksaan. Independensi dalam penampilan akuntan publik
dianggap rusak jika ia mengetahui atau patut mengetahui keadaan atau hubungan
yang mungkin mengkompromikan independensinya.
Menurut Ruchjat Kosasih (2000:47-48) ada empat jenis risiko yang dapat
merusak independensi akuntan publik , yaitu :
a. Self interest risk, yang terjadi apabila akuntan publik menerima manfaat
dari keterlibatan keuangan klien.
b. Self review r isk, yang terjadi apabila akuntan publik melaksanakan
penugasan pemberian jasa keyakinan yang menyangkut keputusan yang
dibuat untuk kepentingan klien atau melaksanakan jasa lain yang
mengarah pada produk atau pertimbangan yang mempengaruhi
informasi yang menjadi pokok bahasan dalam penugasan pemberian
jasa keyakinan.
c. Advocacy risk, yang terjadi apabila tindakan akuntan publik menjadi
terlalu erat kaitanya dengan kepentingan klien.
d. Client influence risk, yang terjadi apabila akuntan publik mempunyai
yang dapat mengakibatkan intimidasi oleh atau keramahtamahan
(familiarity) yang berlebihan dengan klien.
Menurut Siti (2009:51) independensi dapat dijabarkan sebagai cara
pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil
pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit. Sikap mental independen tersebut
harus meliputi Independence in fact dan independence in appearance.
Independensi dapat dibagi menjadi dua bagian yakni independence in fact
(independensi dalam kenyataan) dan independence in appearance (independensi
dalam penampilan). Sedangkan Independensi menurut pendapat Sukrisno Agoes
dan I Cenik Ardana (2009:146) adalah “Independensi mencerminkan sikap tidak
memihak serta tidak dibawah pengaruh atau tekanan pihak tertentu dalam
mengambil keputusan dan tindakan.”
Berdasarkan penjelasan di atas, maka Independensi auditor pemerintah
adalah sikap tidak memihak kepada kepentingan siapa pun dalam melakukan
pemeriksaan laporan keuangan yang dibuat oleh pihak manajemen. Auditor
pemerintah berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada pemerintah, namun juga
kepada lembaga perwakilan dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas
2.1.2 Klasifikasi Independensi Akuntan Publik
Arens (2003:83) mengkategorikan independensi kedalam dua aspek yaitu:
1. Independensi in Fact (Independensi dalam fakta)
Independensi dalam fakta (independen in fact) ada bila auditor benar-benar
mampu mempertahankan sikap yang tidak bias dan sikap yang tidak memihak
sepanjang pelaksanaan auditnya.
2. Independensi in Appearance (Independensi dalam penampilan)
Merupakan pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan
pelaksanaan audit. Meskipun auditor independen telah menjalankan audit secara
independen dan objektif, pendapatnya yang dinyatakan melalui laporan audit tidak
akan dipercaya oleh para pemakai jasa auditor independen bila tidak mampu
mempertahankan independensi dalam penampilan. Independensi dalam
penampilan ditentukan oleh kesan masyarakat terhadap independensi akuntan
publik secara maupun keseluruhan.
2.1.3 Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Independensi Faktor –faktor yang mempengaruhinya antara lain:
1. Ikatan kepentingan keuangan
Akuntan publik dapat kehilangan independensinya apabila mempunyai
kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien yang diauditnya.
Beberapa jenis ikatan keuangan dan hubungan usaha tersebut diantaranya selama
perjanjian kerja atau saat menyatakan opininya, akuntan publik atau kantornya
dalam perusahaan yang menjadi kliennya. Misalnya, memiliki utang atau piutang
pada perusahaan yang diaudit, menjadi trustee atau eksekutor atau administrator
atas satu atau beberapa estate memiliki kepentingan keuangan langsung, dan lain
sebagainya.
2. Jasa-jasa lain selain jasa audit
Aktivitas bisnis kantor akuntan publik selain memberikan jasa audit juga
memberikan jasa-jasa lain. Misalnya, jasa perpajakan, jasa konsultasi manajemen,
serta jasa akuntansi dan pembukuan. Pemberian jasa lain ini memungkinkan
hilangnya independensi akuntan publik karena akuntan publik akan cendrung
memihak kepada kliennya.
3. Lamanya hubungan atau penugasan audit
Lamanya penugasan audit digolongkan menjadi dua. Yaitu, lima tahun
atau kurang, atau lebih dari lima tahun. Penugasan lebih dari lima tahun dianggap
dapat mempengaruhi independensi akuntan publik secara negatif.
4. Ukuran kantor akuntan publik
Kantor akuntan publik yang lebih besar tidak begitu tergantung pada salah
satu klien saja. Hilangnya satu klien tidak akan begitu mempengaruhi
pendapatnya. Sehingga kantor akuntan publik yang lebih besar dipercaya akan
lebih independen dibandingkan dengan kantor akuntan publik yang kecil.
5. Persaingan antar kantor
Persaingan antar kantor akuntan publik yang tajam kemungkinan akan
berdampak secara signifikan terhadap independensi kantor akuntan publik sebab,
Kantor akuntan publik dihadapkan pada dua pilihan. Yaitu, akan kehilangan
kliennya karena klien mencari kantor akuntan publik lain atau mengeluarkan opini
sesuai dengan keinginan klien.
6. Audit Fee
Audit fee yang besar jumlahnya kemungkinan akan mengakibatkan
berkurangnya independensi akuntan publik. Hal ini setidaknya disebabkan oleh
dua hal. Pertama, kantor akuntan yang melakukan audit merasa tergantung pada
klien sehingga cenderung segan untuk menolak keinginan klien. Kedua, jika
memberikan opini yang tidak sesuai dengan keinginan klien, maka akan muncul
kekhawatiran kantor akuntan akan kehilangan kliennya mengingat pendapatan
yang diterima relatif besar.
7. Tekanan peran (Role Stress)
Tekanan peran yaitu seberapa luas ekspektasi serangkaian peran anggota
organisasi adalah tidak jelas/ membingungkan (ambiguous) atau tidak sesuai satu
dengan lainnya/ bertentangan (conflict). Tekanan peran mencakup konflik peran
(role conflict) dan ketidakjelasan peran (role ambiguity). Konflik peran
didefinisikan oleh Wolfe dan Snoke (1962) sebagai kejadian yang simultan dari
dua tekanan atau lebih seperti ketaatan pada satu hal akan membuat sulit atau
tidak mungkin untuk menaati yang lainnya. Sedangkan ketidakjelasan peran
adalah tidak adanya informasi yang memadai yang diperlukan seseorang untuk
8. Tekanan Kesesuaian (Confarmity Pressure)
Confarmity atau peneliti menyebutnya dengan pengaruh sosial yaitu,
mengacu kepada perilaku yang dipengaruhi oleh contoh-contoh yang diberikan
oleh rekan kerja, bukan oleh intruksi dari figur otoritas. Seseorang/auditor akan
menyesuaikan diri mereka dengan situasi pengaruh normatif karena mereka takut
terhadap konsekuensi negatif atas penampilan yang menyimpang.
9. Audit Delay
Audit delay yaitu rentang waktu penyelesaian pelaksanaan audit laporan
keuangan tahunan, yang biasanya diukur berdasarkan lamanya hari yang
dibutuhkan untuk memperoleh laporan independen atas audit laporan keuangan
tahunan perusahaan sejak penugasan audit sampai dengan pelaporan audit
independen diterbitkan. Suksesnya audit sangat erat terkait dengan kinerja tim
audit serta supervisi oleh pengendali teknis dan pengendali mutu tim audit
dituntut untuk dapat memenuhi standar waktu sebagaimana yang tertuang dalam
program audit yang sudah ditetapkan.
2.1.4 Gangguan Independensi
Di dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), juga dijelaskan bahwa
terdapat tiga macam gangguan terhadap independensi, yaitu:
1. Gangguan Pribadi
Gangguan pribadi adalah gangguan yang disebabkan oleh suatu hubungan
dan pandangan pribadi yang mungkin mengakibatkan auditor membatasi lingkup
Gangguan pribadi meliputi antara lain:
a. Memiliki kepentingan keuangan baik secara langsung maupun tidak
langsung pada entitas atau program yang diperiksa.
b. Memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda
sampai dengan derajat kedua dengan jajaran manajemen entitas atau
program yang diperiksa atau sebagai pegawai dari entitas yang diperiksa,
dalam posisi yang dapat memberikan pengaruh langsung dan signifikan
terhadap entitas atau program yang diperiksa.
c. Pernah bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program yang
diperiksa dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
d. Mempunyai hubungan kerjasama dengan entitas atau program yang
diperiksa.
2. Gangguan Ekstern
Gangguan ekstern adalah gangguan yang berasal dari pihak ekstern yang dapat
membatasi pelaksanaan pemeriksaan atau mempengaruhi kemampuan auditor
dalam menyatakan pendapat atau simpulan hasil pemeriksaan secara independen
dan objektif. Gangguan ekstern meliputi antara lain:
a. Campur tangan atau pengaruh pihak ekstern yang membatasi atau mengubah
lingkup audit secara tidak semestinya.
b. Campur tangan pihak ekstern terhadap pemilihan dan penerapan prosedur audit
atau pemilihan sampel audit.
d. Campur tangan pihak ekstern mengenai penugasan, penunjukan, dan promosi
pemeriksa.
3. Gangguan Organisasi
Auditor yang ditugasi oleh organisasi pemeriksa dapat dipandang bebas dari
gangguan terhadap independensi secara organisasi, apabila melakukan
pemeriksaan di luar entitas tempat ia bekerja.
2.2 Budaya Organisasi
2.2.1 Pengertian Budaya Organisasi
Budaya merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan
perilaku anggota organisasi. Setiap anggota akan berperilaku sesuai dengan
budaya yang berlaku agar diterima di lingkungan tersebut. Budaya dapat dipecah
menjadi tiga faktor mendasar, yaitu struktural, politis, dan emosional. Budaya
memengaruhi pola teladan perilaku manusia yang teratur karena budaya
menggambarkan perilaku yang sesuai untuk situasi tertentu. Aspek budaya yang
terpenting adalah memastikan kehidupan manusia baik secara fisik maupun secara
sosial. Dengan demikian, seorang akuntan perilaku harus menyadari akan gagasan
untuk budaya (Ikhsan dan Ishak, 2005:32).
Secara terminologis, budaya berarti suatu hasil dari budi dan atau daya,
cipta, karya, karsa, pikiran dan adat istiadat manusia yang secara sadar maupun
tidak, dapat diterima sebagai suatu perilaku yang beradab. Budaya merupakan
nilai-nilai dan kebiasaan yang diterima sebagai acuan bersama yang diikuti dan
budaya adalah kompleksitas menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan,
keyakinan, seni, moral, hukum, adat kebiasaan dan berbagai kapabilitas lainnya
serta kebiasaan apa saja yang diperoleh manusia sebagai bagian dari sebuah
masyarakat.
Pengertian budaya organisasi yang diturunkan dari pengertian ”corporate
culture” merupakan nilai-nilai dominan atau kebiasaan dalam suatu organisasi
perusahaan yang disebarluaskan dan diacu sebagai filosofi kerja karyawan.
Budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut
anggota-anggota yang membedakan perusahaan itu terhadap perusahaan lain
(Trisnaningsih 2004:13). Ikhsan dan Ishak (2005:33), budaya organisasi adalah
suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu, sehingga
persepsi tersebut menjadi suatu sistem dan makna bersama di antara para
anggotanya.Salah satu implikasi manajerial yang penting dari budaya organisasi
berkaitan dengan keputusan seleksi.
Michael Armstrong (2009) dalam Sari (2013) budaya organisasi atau
budaya perusahaan adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang
merupakan bentuk bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilaku dan
melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan. Nilai adalah apa yang diyakini bagi
orang-orang dalam berperilaku dalam organisasi. Norma adalah aturan yang tidak
tertulis dalam mengatur perilaku seseorang.
Budaya organisasi terdiri atas dua lapisan, lapisan pertama adalah lapisan
yang umumnya mudah dilihat dan sering dianggap mewakili budaya perusahaan
dapat dilihat secara kasatmata ini terdiri dari cara orang berperilaku, berbicara,
berdandan, serta simbol-simbol seperti logo perusahaan, lambang merek, slogan,
ritual, figure, dan bahasa serta cerita-cerita yang sering dibicarakan oleh para
anggota. Lapisan kedua yang lebih dalam itulah yang sesungguhnya disebut
budaya. Ini terdiri atas nilai-nilai pokok, filosofi, asumsi, kepercayaan, sejarah
korporat, dan proses berpikir dalam organisasi. (Kasali, 2006: 286).
2.2.2 Karakteristik Budaya Organisasi
Robbins (2006) mengatakan bahwa budaya organisasi mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
1. Inovasi dan pengembalian resiko: Sejauh mana karyawan didukung untuk
menjadi inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap detail: Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan
kecermatan, analisis, dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi ke hasil: Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil
bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
4. Orientasi ke orang: Sejauh mana keputusankeputusan yang diambil manajemen
ikut memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi.
5. Orientasi tim: Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja lebih diorganisasi berdasar
tim bukannya berdasarkan individu.
6. Keagresifan: Sejauh mana orang-orang lebih agresif dan kompetitif daripada
7. Kemantapan: Sejauh mana kegiatan-kegiatan keorganisasian lebih menekankan
dipertahankannya status quo bukannya pertumbuhan.
2.3 Good Governance
2.3.1 Pengertian Good Governance
Good governance adalah tata kelola yang baik pada suatu usaha yang
dilandasi oleh etika profesional dalam berusaha/berkarya. Good Governance juga
dimaksudkan sebagai suatu kemampuan manajerial untuk mengelola sumber daya
dan urusan suatu negara dengan cara-cara terbuka, transparan, akuntabel,
equitable, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat (Widyananda, 2008).
Good governance merupakan tata kelola yang baik pada suatu usaha yang
dilandasi oleh etika profesional dalam berusaha/berkarya. Pemahaman good
governance merupakan wujud penerimaan akan pentingnya suatu perangkat
peraturan atau tata kelola yang baik untuk mengatur hubungan, fungsi dan
kepentingan berbagai pihak dalam urusan bisnis maupun pelayanan publik.
Pemahaman atas good governance adalah untuk menciptakan keunggulan
manajemen kinerja baik pada perusahaan bisnis manufaktur (good corporate
governance) ataupun perusahaan jasa, serta lembaga pelayanan
publik/pemerintahan (good government governance).
Pemahaman good governance merupakan wujud respek terhadap sistem
dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan
produktivitas usaha. Pemahaman tentang aturan organisasi (good governance)
dalam melakukan tugas audit sesuai aturan yang telah ditetapkan. Aturan yang
mengacu prinsip aturan organisasi tidak hanya akan mencegah skandal tetapi juga
bisa mendongkrak kinerja korporat (Trisnaningsih, 2004:11).
Badjuri dan Trihapsari (2004), dalam pemerintahan yang baik atau good
governance ditandai dengan tiga pilar utama yang merupakan elemen dasar yang
saling berkaitan. Ketiga elemen dasar tersebut adalah partisipasi, transparansi dan
akuntabilitas. Suatu pemerintahan yang baik harus membuka pintu yang
seluas-luasnya agar semua pihak yang terkait dalam pemerintahan tersebut dapat
berperan serta atau berpartisipasi secara aktif, jalannya pemerintahan harus
diselenggarakan secara transparan dan pelaksanaan pemerintahan tersebut harus
dapat dipertanggungjawabkan.
Berkaitan dengan good governance, Mardiasmo (Tangkilisan, 2005:114)
mengemukakan bahwa orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk
menciptakan good governance, dimana pengertian dasarnya adalah pemerintahan
yang baik. Kondisi ini berupaya untuk menciptakan suatu penyelenggaraan
pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip
demokrasi, efesiensi, pencegahan korupsi, baik secara politik maupun
administrasi.
Sedangkan World Bank mendefinisikan good governance adalah suatu
penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab
yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah
administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political
framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
2.3.2 Prinsip-prinsip Good Governance
Secara umum ada empat prinsip utama good governance, yaitu: fairness,
transparency, accountability, dan responsibility.
1. Fairness (kewajaran) didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di
dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta
peraturan perundangan yang berlaku.
2. Tranparency (keterbukaan informasi) diartikan sebagai keterbukaan informasi,
baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan
informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
3. Accountability (dapat dipertanggungjawabkan) adalah kejelasan fungsi,
struktur, sistem dan pertangungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif.
4. Responsibility (pertanggungjawaban) adalah kesesuaian (patuh) di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan
perundangan yang berlaku.
2.3.3 Tujuan dan Manfaat Good Governance
Adapun tujuan dari Good Governance diperlukan dalam rangka:
1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang
didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi
2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan menadirian masing-masing organ
perusahaan, yaitu Dewan Komosaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.
3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi
agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai
moral yang tinggi dan kepatuahn terhadap peraturan perundang-undangan.
4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.
5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap
memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun inetrnasional,
sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi
dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
2.4 Tingkatan Jabatan
2.4.1 Pengertian Tingkatan Jabatan
Jabatan adalah sekumpulan pekerjaan yang berisi tugas-tugas yang sama
atau berhubungan satu dengan yang lain, dan yang pelaksanaannya meminta
kecakapan, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang juga sama meskipun
tersebar di berbagai tempat. Pekerjaan yang dilakukan secara tim yang terdiri
beberapa staf diketuai supervisor. Hasil kerja tim ditinjau oleh manajer, kemudian
Semakin tinggi level jabatannya, maka semakin tinggi profesionalisme.
Tingkatan jabatan yang banyak dijumpai di KAP di indonesia yaitu mengacu pada
Simamora (2002) yaitu partner, manajer, senior auditor, serta junior auditor.
2.4.2 Klasifikasi Jabatan
Dalam birokrasi pemerintah dikenal jabatan karier, yakni jabatan dalam
lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karier dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur
organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang
terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh jabatan
struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala
Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah adalah:
sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala
seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah.
2. Jabatan Fungsional, yaitu jabatan teknis yang tidak tercantum dalam
struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya sangat diperlukan dalam
pelaksansaan tugas-tugas pokok organisasi, misalnya: auditor (Jabatan Fungsional
Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti,
perencana, pranata komputer, statistisi, pranata laboratorium pendidikan, dan
2.5 Akuntansi Keperilakuan
Akuntansi keperilakuan menyediakan seperangkat konsep pengukuran dan
inovasi pencapaian kinerja dari seperangkat proses bisnis dan kebijakan
pengambilan keputusan. Menurut Robbins (2003), “Ketiga hal Perspektif
Berdasarkan Perilaku Manusia, yaitu psikologi, sosiologi dan psikologi sosial
sekaligus menjadi kontribusi utama dari ilmu keperilakuan”. Psikologi terutama
adalah disiplin ilmu dengan kajian bagaimana cara seorang individu bertindak. Di
pihak lain, sosiologi dan psikologi sosial, memusatkan perhatian pada perilaku
kelompok sosial. Penekanan keduanya adalah pada interaksi antara orang – orang,
dan bukan pada rangsangan fisik. Perilaku diterangkan dalam kaitannya dengan
hubungan sosial, pengaruh sosial dan dinamika kelompok. Akuntansi
keperilakuan lebih fokus kepada hubungan antara perilaku manusia dan sistem
akuntansi (Ikhsan dan Ishak, 2005, dalam Menezes, 2008). Ruang lingkup
akuntansi keperilakuan terdiri dari:
1. Aplikasi dari konsep ilmu keperilakuan terhadap disain dan konstruksi sistem
akuntansi ;
2. Studi tentang reaksi manusia terhadap format dan isi laporan akuntansi;
3. Cara dengan mana informasi diproses untuk membantu dalam pengambilan
keputusan ;
4. Pengembangan teknik yang dapat mengkomunikasikan perilaku parapemakai
data ;
5. Pengembangan strategi untuk memotivasi dan mempengaruhi perilaku,
2.6 Kinerja Auditor 2.6.1 Pengertian Kinerja
Pengertian kinerja berasal dari kata job perfomance atau actual
performance (prestasi kerja atau prestasi yang dicapai oleh seseorang). Kinerja
merupakan prestasi kerja, yakni membandingkan hasil kerja yang dapat dilihat
secara nyata dengan standar kerja yang telah ditetapkan organisasi (Dessler, 2006:
322).
Kinerja merupakan hasil yang telah dicapai oleh pegawai
setelahmelaksanakan tugas-tugas serta tanggung jawab yang dimilikinya. Butuh
prosesdan usaha yang maksimal dalam menjalankan suatu pekerjaan agar kinerja
dapatdikatakan baik dan sukses. Kinerja diartikan sebagai kesuksesan yang
dicapaiseseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
Kesuksesan yang dimaksudtersebut ukurannya tidak dapat disamakan pada
semua orang, namun lebihmerupakan hasil yang dicapai oleh seseorang menurut
ukuran yang berlaku sesuaidengan pekerjaan yang ditekuninya (Marier dalam
Suartana, 2000). (Dunham,1984 dalam Maryanti, 2005) menjelaskan bahwa
kinerja adalah tingkatan dimanatujuan secara aktual dicapai. Kinerja bisa
melibatkan perilaku yang abstrak(supervisi, perencanaan, pengambilan
keputusan). Kinerja adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya
(Sastrohadiwiryo, 2005:235).Kinerja adalah fungsi dari usaha. Tanpa usaha,
2.6.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Sutrisno (2011:176) faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja,
antara lain:
1. Efektivitas dan Efisiensi
Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik
buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Dikatakan efektif bila
mencapai tujuan sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sedangkan efisien
berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai
tujuan organisasi.
2. Otoritas dan Tanggung Jawab
Dalam organisasi yang baik wewenang dan tanggung jawab telah
didelegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang – tindih tugas. Kejelasan
wewenang dan tanggung jawab setiap orang dalam suatu organisasi akan
mendukung kinerja karyawan tersebut.
3. Disiplin Kerja
Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri
karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Kinerja organisasi akan
tercapai apabila didukung oleh disiplin kerja yang tinggi dari para karyawan
dalam melaksanakan tugas.
4. Inisiatif
Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk
karyawan yang ada di dalam organisasi merupakan daya dorong kemajuan yang
akhirnya akan mempengaruhi kinerja.
Menurut Simanjuntak (2005:10) Kinerja setiap orang dipengaruhi oleh
banyak faktor yang dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu:
1. Kompetensi Individu
Kompetensi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan
kerja. Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
dikelompokkan dua golongan, yaitu:
a. Kemampuan dan keterampilan kerja. Kemampuan dan keterampilan kerja setiap
orang dipengaruhi oleh kebugaran fisik dan kesehatan jiwa individu yang
bersangkutan, pendidikan, akumulasi pelatihan dan pengalaman kerjanya.
b. Motivasi dan etos kerja. Motivasi dan etos kerja sangat penting mendorong
semangat kerja. Motivasi dan etos kerja dipengaruhi oleh latar belakang
keluarga, lingkungan masyarakat, budaya dan nilai – nilai agama yang
dianutnya. Seseorang yang melihat pekerjaan sebagai beban dan keterpaksaan
untuk memperoleh uang, akan mempunyai kinerja yang rendah. Sebaliknya
seseorang yang memandang pekerjaan sebagai kebutuhan, pengabdian,
tantangan dan prestasi, akan menghasilkan kinerja yang tinggi.
2. Dukungan Organisasi
Kinerja setiap orang juga tergantung dari lingkungan organisasi dalam
bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja, serta kondisi dan
keselamatan dan kesehatan kerja, syarat – syarat kerja, sistem pengupahan dan
jaminan sosial serta keamanan dan keharmonisan hubungan industrial.
3. Dukungan Manajemen
Kinerja perusahaan dan kinerja setiap orang sangat tergantung pada
kemampuan manajerial para manajemen atau pimpinan, baik dengan membangun
sistem kerja dan hubungan industrial yang aman dan harmonis, maupun dengan
mengembangkan kompetensi pekerja.
2.6.3 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Dessler (2006:325) tujuan dari penilaian kinerja antara lain
sebagai berikut:
1. Sebagai dasar pengambilan keputusan yang digunakan sebagai promosi,
pemberhentian, penetapan besarnya balas jasa yang akan diberikan.
2. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan dapat sukses dalam
pekerjaanya.
3. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai
tujuan perusahaan untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
4. Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan untuk
mengobservasi perilaku bawahan supaya diketahui minat dan kebutuhan
karyawan.
2.6.4 Metode Penilaian Kinerja
Menurut Mondy (2008:264) metode penilaian kinerja antara lain sebagai
berikut:
1. Metode Penilaian Umpan Balik 360 – Derajat
Metode penilaian kinerja yang populer yang melibatkan masukan evaluasi
dari banyak level dalam perusahaan sebagaimana pula dari sumber –
sumber eksternal.
2. Metode Skala Penilaian
Metode penilaian kinerja yang menilai para kayawan berdasarkan faktor –
faktor yang telah ditetapkan.
3. Metode Insiden Kritis
Metode penilaian kinerja yang membutuhkan pemeliharaan dokumen –
dokumen tertulis mengenai tindakan – tindakan karyawan yang sangat
positif dan sangat negatif.
4. Metode Esai
Metode penilaian kinerja di mana penilai menulis narasi singkat yang
menggambarkan kinerja karyawan.
5. Metode Standar Kerja
Metode penilaian kinerja yang membandingkan kinerja setiap karyawan
dengan standar yang telah ditetapkan atau tingkat output yang diharapkan.
Metode penilaian kinerja di mana penilai menempatkan seluruh karyawan
dari sebuah kelompok dalam urutan kinerja keseluruhan.
7. Metode Distribusi Dipaksakan
Metode penilaian kinerja di mana penilai diharuskan membagi orang –
orang dalam sebuah kelompok kerja ke dalam sejumlah kategori terbatas,
mirip suatu distribusi frekuensi normal.
8. Metode Skala Penilaian Berjangkar Keperilakuan
Metode penilaian kinerja yang menggabungkan unsur – unsur skala
penilaian tradisional dengan metode insiden kritis: berbagai tingkat kinerja
ditunjukkan sepanjang sebuah skala dengan masing – masing
dideskripsikan menurut perilaku kerja spesifik seorang karyawan.
9. Sistem Berbasis – Hasil
Metode Penilaian kinerja di mana manajer dan bawahan secara bersama –
sama menyepakati tujuan – tujuan untuk periode penilaian berikutnya; di
2.7 Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan
penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian 1. Andi
Ikhlas (2014)
Independensi Auditor dan Komitmen
Organisasi
sebagai Mediasi Pengaruh
Pemahaman Good Governance, Gaya
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Terhadap Kinerja Auditor. Independen: Pemahaman Good Governance Gaya Kepemimpin an Budaya Organisasi Independensi Komitmen Organisasi Dependen: Kinerja Auditor
Berdasarkan hasil analisis data, Variabel Good Governance dan gaya Kepemimpinan tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan. Namun, variabel Budaya Organisasi memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap Kinerja Auditor. Variabel
Independensi, Komitmen
Organisasi dapat dikatakan sebagai variabel pemediasi/ intervening.
2. Nenni Yulistiyani (2014)
Pengaruh Independensi Auditor, Gaya Kepemimpinan, Komitmen
Organisasi dan Budaya
Organisasi
Terhadap Kinerja Auditor Independen: Independensi Gaya Kepemimpin an Komitmen Organisasi Budaya Organisasi Dependen: Kinerja Auditor
Penelitian ini menyimpulkan bahwa independensi Auditor, Gaya Kepemimpinan, Komitmen
Organisasi dan Budaya Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Auditor.
3. Wulandari, Pengaruh Independen:
Kurnianto (2011)
Independensi dan Komitmen
Organisasi
terhadap Kinerja Auditor pada BPKP Perwakilan DIY Independensi Affective Commitment Continuence Commitment Normatif Commitment Dependen: Kinerja Auditor Affective Commitment, Continuence Commitment, Normatif
Commitment secara bersama-sama
berpengaruh positif terhadap kinerja auditor.
4. Elya, Lismawati, Nila (2010) Pengaruh Independensi, Gaya Kepemimpinan, Komitmen
Organisasi dan Pemahaman Good Governance terhadap Kinerja Auditor Pemerintah Independen: Independensi Gaya Kepemimpin an Komitmen Organisasi Pemahaman Good Governance Dependen: Kinerja Auditor
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Variabel
Independensi, Gaya Kepemimpinan, Komitmen
Organisasi dan Pemahaman Good Governance
berpengaruh positif terhadap Kinerja Auditor Pemerintah.
5. Hasamukti, atmi (2008)
Pengaruh
Tingkatan Jabatan Dan Pengalaman Kerja Auditor Terhadap
Komitmen Profesi (Survey Pada Kantor Akuntan
Publik Di
Surakarta Dan Yogyakarta) Independen: Tingkatan Jabatan Pengalaman Kerja Dependen: Komitmen Profesi
2.8 Kerangka Konseptual
Menurut Sekaran (2000:91) “Kerangka konseptual adalah model
konseptual tentang bagaimana seseorang mendefinisikan atau membuat logika
dari suatu hubungan-hubungan diantara banyak faktor yang telah diidentifikasi
sebagai hal yang penting bagi suatu masalah”. Kerangka konseptual akan
menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian, yaitu antara
variabel independen dengan variabel dependen. Pada penelitian ini variabel
independen adalah Independensi, Budaya Organisasi, Good Governance, dan
Tingkatan Jabatan sedangkan variabel dependen adalah Kinerja Auditor.
Independensi merupakan suatu cerminan sikap dari seorang auditor untuk
tidak memilih pihak siapapun dalam melakukan audit. Independensi adalah sikap
mental seorang auditor dimana ia dituntut untuk bersikap jujur dan tidak memihak
sepanjang pelaksaan audit dan dalam memposisikan dirinya dengan auditee-nya.
Seorang auditor yang memiliki independensi yang tinggi maka dia tidak akan
mudah terpengaruh dan tidak mudah dikendalikan oleh pihak lain dalam
mempertimbangkan fakta yang dijumpai saat pemeriksaan dan dalam
merumuskan serta menyatakan pendapatnya.
Dengan semakin independensinya seorang auditor maka akan
mempengaruhi tingkat pencapaian pelaksanaan suatu pekerjaan yang semakin
baik atau dengan kata lain kinerjanya akan menjadi lebih baik. Dilihat dari
Budaya organisasi pada sisi internal karyawan akan memberikan sugesti kepada
semua perilaku yang diusulkan oleh organisasi agar dapat dikerjakan,
karyawan itu sendiri. Akibatnya karyawan akan memiliki kepercayaan pada diri
sendiri, kemandirian dan mengagumi dirinya sendiri. Sifat-sifat ini akan dapat
meningkatkan harapan karyawan agar kinerjanya semakin meningkat.
Variabel good governance juga bepengaruh terhadap hasil kinerja auditor
pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik pemahaman good
governance seorang auditor dalam bekerja maka akan semakin mempengaruhi
kinerja auditor tersebut. Seorang auditor yang memahami good governance secara
benar maka akan mempengaruhi perilakunya dalam melaksanakan pekerjaannya
dengan orientasi memperoleh hasil yang baik sehingga kinerjanya akan
meningkat.
Demikian halnya dengan Tingkatan Jabatan yang juga mempengaruhi
kinerja dari seorang Auditor.Hal tersebut mengindikasikan dengan semakin tinggi
level jabatannya, maka semakin tinggi profesionalisme. Kecakapan profesional
yang harus dimiliki oleh seorang auditor, semakin banyak pelatihan-pelatihan
khususnya dalam bidang akuntansi yang dilakukan oleh auditor akan semakin
mendukung proses pertimbangan tingkat jabatan. Tidak hanya itu pengalaman
yang memiliki kesan yang kuat juga akan membentuk sikap skeptisisme
profesional auditor yang pada akhirnya juga mendukung pertimbangan tingkat
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konseptual penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual
2.9 Hipotesis
Menurut Kuncoro (2009:47), Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara
tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan
terjadi. Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap masalah yang akan diuji
kebenarannya, melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan
diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka
konseptual yang diuraikan sebelumnya. Budaya Organisasi
(X2)
Good Governance (X3)
Independensi (X1)
Tingkatan Jabatan (X4)
Kinerja Auditor Pemerintah
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
H1 : Independensi, Budaya organisasi, Good governance, Tingkatan jabatan
berpengaruh secara parsial terhadap kinerja auditor pemerintah pada BPK
Perwakilan Sumatera Utara.
H2 : Independensi, Budaya Organisasi, Good Governance, dan Tingkatan
Jabatan secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap kinerja