7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1Kepustakaan yang Relevan
Dalam penulisan penelitian ini tidak terlepas dari buku-buku dan skripsi pendukung yang relevan dengan judul penelitian ini. Sesuai dengan judul penelitian Fungsi dan Makna Teks Dendang Lebah Masyarakat Melayu Tamiang, maka dari hasil penelusuran yang telah dilakukan ditemukan beberapa skripsi yang membahas tentang mantra. Adapun skripsi-skripsi tersebut adalah skripsi Tedy (2003) dengan judul Analisis Struktur dan Makna Mantra Dekut Dalam Masyarakat Melayu Serdang. Dalam penelitiannya, beliau menyebutkan bahwa mantra dapat digunakan
sebagai sarana pengungkap tata nilai sosial budaya dan sekaligus juga disebut tata kehidupan daerah yang sedang berkembang. Mantra yang beliau kaji adalah mantra yang digunakan pada saat akan melakukan perburuan terhadap burung-burung. Penelitiannya dikaji dari struktur dan makna mantra itu saja.
Kedua skripsi Maslinda (2000) dengan judul Analisis Struktur dan Nilai-nilai Psikologi Dalam Mantra Pekasih Masyarakat Melayu Aras. Mantra pekasih
8
mempengaruhi seseorang. Beliau mengkaji mantra ditinjau dari teori strukturalismenya serta teori psikologi.
Adapun penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah disebutkan di atas. Dalam hal ini, peneliti mengkaji mantra Dendang Lebah masyarakat Melayu Tamiang dari segi struktur, fungsi dan makna, yang membuat mantra Dendang Lebah ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah penulis mengkaji dari segi fungsi mantra itu sendiri bagi kehiduapan masyarakat Melayu Tamiang.
2.2 Teori yang Digunakan
Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah yang digarap, dengan landasan teori ini maka segala masalah yang timbul dalam penelitian ini akan terjawab (Fakhri 2013:13). Berdasarkan judul penelitian ini, maka ada tiga teori yang penulis gunakan untuk mengkaji teks Dendang Lebah atau Mantra Lebah, yaitu teori Struktural, teori fungsi dan teori makna. Berikut akan dijelaskan mengenai ketiga teori tersebut.
2.2.1 Teori Struktural
9
memiliki bagian-bagian yang kompleks, sehingga pemaknaan harus diarahkan ke dalam hubungan antar unsur-unsur secara keseluruhan. Keseluruhan akan lebih berarti dibandingkan bagian atau fragmen struktur (Endraswara, 2008:49)
Karya sastra merupakan struktur. Struktur disini dalam arti bahwa karya sastra merupakan susunan dari unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan tibal balik saling menentukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri, melainkan hal-hal itu saling terikat, saling berkaitan dan saling bergantung satu sama lain seperti sebuah ikat yang tidak dapat dipisahkan
( Pradopo, 1999:118)
Teori struktur pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur. Berdasarkan alur pikirannya maka teori ini lebih merupakan sususan suatu hubungan daripada susunan benda-benda. Oleh kerena itu kodrat tiap unsur dalam struktur itu tidak mempunyai makna dengan sendirinya, melainkan maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam struktur itu (Pradopo, 1999:119)
Berdasarkan penjelasan di atas puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, baik itu struktur fisik maupun struktur batinnya. Struktur fisik meliputi diksi, imajinasi, kata-kata kongkrit, gaya bahasa. Sedangkan struktur batin meliputi tema,
nada, perasaan dan amanat. Kemudian mengingat bahwa puisi terdiri dari struktur
10
yang paling tua adalah mantra (Waluyo, 1991:5) yang berisikan kekuatan magis sehingga nemimbulkan keyakinan diri bagi si pengguna dan pendengarnya.
Struktur fisik puisi sebagai metode pengucapan puisi meliputi:
1. Diksi (pilihan kata)
Diksi adalah pilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Pemilihan kata-kata dalam puisi berhubungan erat dengan makna, keselarasan bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. Oleh sebab itu, di samping memilih kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan katanya dan kekeatan atau daya magis dari kata-kata tersebut. Kata-kata diberi makna baru yang tidak bermakna diberi makna menurut kehendak penyair.
Karena pemilihan kata-kata mempertimbangkan berbagai aspek estetis, maka kata-kata yang sudah dipilih oleh penyair untuk puisinya bersifat absolut dan tidak bisa diganti dengan padan katanya, sekalipun maknanya tidak berbeda. Bahkan sekalipun unsur bunyinya hampir mirip dan maknanya sama, kata yang sudah dipilih itu tidak dapat diganti.
11
Dalam pemilihan kata, penyair mempertimbangkan daya sugesti kata-kata itu. Sugesti itu ditimbulkan oleh makna kata-kata yang yang dipandang dangat tepat mewakili perasaan penyair. Karena ketepatan pilihan dan ketepatan penempatannya, maka katakata itu seolah memancarkan daya gaib yang mampu memberikan sugesti kepada pembaca untuk ikut sedih, terharu, bersemangat, marah, dan sebagainya (Waluyo,1991:77)
2. Imajinasi
Pengimajinasian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan (Waluyo,1991:78). Pengimajian dalam sajak dapat dijelaskan sebagai usaha penyair untuk menciptakan atau menggugah timbulnya imaji dalam diri pembacanya, sehingga pembaca tergugah untuk menggunakan mata hati untuk melihat benda-benda, warna, dengan telinga mendengar bunyi-bunyian, dan dengan perasaan hati kita menyentuh kesejukan dan keindahan benda dan warna Effendi (dalam Waluyo, 1991: 81).
Imajinasi dapat diambil pengertiannya sebagai intuisi, angan, daya khayal. Sifatnya abstrak sehingga hanya dapat diketahui wujud kongkretnya oleh orang-orang yang memahaminya.
Ada delapan macam pencitraan yang terdapat dalam imajinasi, yaitu (dalam maslinda, 1991)
12
2. Imajinasi pendengaran (auditory), yakni imajinasi yang menyebabkan pembaca seperti mendengar sendiri apa yang dikemukakan penyair.
3. Imajinasi articulatory, yakni imajinasi yang menyebabkan pembaca seperti mendengar bunyi-bunyi dengan artikulasi-artikulasi tertentu pada bagian mulut waktu kita membaca sajak itu seakan-akan kita melihat gerakan-gerakan mulut membunyikannya, sehingga ikut bagian-bagian mulut kita dengan sendirinya. 4. Imajinasi penciuman (olfatory), dengan membaca atau mendengar kata-kata
tertentu kita seperti mencium bau sesuatu.
5. Imajinasi pencicipan (gustatory), dengan membaca atau mendengar kata-kata atau kalimat-kalimat tertentu kita seperti mencicipi suatu benda yang menimbulkan rasa asin, pahit, asam dan sebagainya.
6. Imajinasi rasa kulit (tachtual),yang menyebabkan kita seperti merasakan di bagian kulit badan kita.
7. Imajinas gerakan tubuh (kinaestetik), dengan membaca atau mendengar kata-kata atau kalimat-kalimat dalam puisi melalui gerakan tubh atau otot menyebabkan kita merasakan atau melihat gerakan badan atau otot-otot tubuh itu.
8. Imajinasi organik, yakni imajinasi badan yang menyebabkan kita seperti melihat atau
merasakan badan yang capai, lesu, loyo, ngantuk, lapar, lemas, mual, pusing dan sebagainya Sayuti dan Situmorang (dalam Maslinda, 2000: 15-16).
3. Kata Konkrit
13
4. Gaya Bahasa (bahasa kiasan)
Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara langsung mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya bermakna kias atau makna lambang.
Pengiasan disebut juga simile atau persamaan, karena membandingkan atau menyamakan sesuatu hal dengan hal lain. Dalam pelambangan sesuatu hal diganti atau dilambangkan dengan hal lain. Tujuan pengunaan kiasan ialah untuk menciptakan efek lebih kaya , lebih efektif, lebih sugesti dalam bahasa puisi. Gaya bahasa atau majas merupakan komponen yang sangat penting bagi seorang penyair untuk mewujudkan maksud dari puisinya, sehingga gaya bahasa mampu nenambah daya ungkap atau daya pikat dari puisi tersebut.
Ada beberapa macam gaya bahasa (bahasa kiasan)
1. Metafora yaitu kiasa langsung dimana benda yang dikiaskan itu tidak disebutkan. Jadi ungakapan itu langsung berupa kiasan.
2. Perbandingan yaitu kiasan yang tidak langsung disebut perbandingan atau simile, karena benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasannya dan digunakan kata-kata perbandingan yaitu membandingkan sesuatu dengan yang lain.
3. Personifikasi adalah keadaan atau peristiwa alam sering dikiaskan sebagai keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia. Dalam hal ini benda mati dianggap dianggap sebagai manusia atau persona, atau di “personofikasi”kan. Hal ini digunakan untuk memperjelas pengga,baran peristiwa dalam keadaan itu.
4. Hiperbola adalah kiasan yang yang berlebih-lebihan. Penyair merasa perlu melebih-lebihkan hal yang dibandingkan itu agar mendapat perhatian yang lebih seksama dari pembaca.
14
6. Ironi adalah kata-kata yang bersifat berlawanan untuk memberikan sindiran . ironi dapat berubah menjadi sinisme dan sarkasme, yakni penggunakan kata-kata yang keras dan kasar untuk menyindir dan mengkritik. Jika ironi harus mengatakan kebalikan dari apa yang hendak dikatakan, maka sinisme dan sarkasme sebaliknya. Tetap ketiganya mempunyai maksud yang sama, yakni memberikan kritik atau sindiran (Waluyo, 1991: 84-86).
Struktur batin puisi yang meliputi:
1. Tema
Tema adalah gagasan pokok atau subject-metter yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat dan mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Dalam penulisan puisi, seorang penyair harus memiliki landasan pokok atau landasan utama dalam membuat puisi. Tema adalah ide dasar dari suatu puisi yang menjadi inti dari keseluruhan dalam suatu puisi (Aminuddin, 1987:151).
Tema adalah gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatar belakangi ciptaannya. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan sangat beragam (Fananie, 2000:84). Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, sosial budaya , teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan.
15
Dengan latar belakang pengetahuan yang sama, penafsir-penafsir puisi, akan memberikan tafsiran tema yang sama bagi sebuah puisi, karena tema puisi bersifat lugas, obyektif, dan khusus. Tema puisi harus dihubungkan dengan penyairnya, dengan konsep-konsepnya yang terimajinasikan. Oleh sebab itu, tema bersifat khusus (penyair), tetapi objektif (bagi semua penafsir), dan lugas (tidak dibuat-buat).
Namun mencari tema tidak semudah yang dibayangkan, karena puisi memiliki bagian-bagian kata yang terkadang tidak saling berhubungan dan kata-kata terpisah dibagian lain mempunyai makna lain lagi dalam kata-kata sebelumnya, sehingga sulit untuk mencari makna seluruhnya.
2. Nada dan Suasana
Nada puisi adalah sikap penyair yang ingin diungkapkan kepada pembaca. Sikap tersebut seperti menggurui, manasehati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Suasana adalah keadaan kejiwaan pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Nada dan suasana puisi saling berhubungan kerena nada puisi menimbulkan suasana terhadap pembacanya.
3. Perasaan
16
sama dilukiskan dengan persaan yang berbeda akan menghasilkan puisi yang berbeda pula.
4. Amanat
Amanat adalah maksud yang hendak disampaikan oleh penyair kepada pembaca di dalam puisinya. Amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisi. Amanat dapat dipahami setelah pembaca memahai tema, rasa dan nada puisi. Amanat tersirat di samping kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang di ungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair mungkin secara sadar berada dalam pikiran penyair, namun lebih banyak penyair tidak sadar akan amanat yang disampaikan.
2.2.2 Teori Fungsi
Fungsi menurut Bascom (dalam Danandjaja, 1984: 19) ada empat yaitu: 1. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencerminan angan-angan
suatu kolektif.
2. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan. 3. Sebagai alat pendidikan anak.
4. Sebagai alat pemaksa dan pengawasan agar norma-norma masyarakat agar selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya.
17
sebagai wadah pemelihar pertahan
2.2.3 Teori Makna
Makna mengacu pada arti teks dalam kaitannya dengan suatu konteks yang lebih besar. Konteks itu antara lain adalah pikiran lain, zaman lain, materi pokok yang lain,dan sistem nilai lain. Dengan kata lain makna adalah arti teks yang dihubungkan dengan suatu konteks (Sugihastuti, 2002: 24).
Makna dalam pemakaian sehari-hari digunakan dalam berbagai bidang maupun konteks pemakaian, sehingga makna juga disejajarkan pengertiannya dengan arti, gagasan, konsep pernyataan, pesan, informasi, maksud, isi, dan pikiran. Dari sekian banyak pengertian yang diberikan itu, hanya arti yang paling dekat pengertiannya dengan makna. Namun bukan berarti keduanya sinonim mutlak, disebut demikian karena arti adalah kata yang telah mencakup makna dan pengertian (Kridalaksana dalam Tedy, 2003: 17) Dari pengertian fungsi di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa makna adalah arti atau maksud yang tekandung dalam suatu kata dimana makna itu akan terealisasikan sesuai dengan konteks dimana kata itu digunakan.
18