• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit dan Mahoni Dengan Variasi Pelapis Bilah Bambu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit dan Mahoni Dengan Variasi Pelapis Bilah Bambu"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Papan Partikel

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk

partikel dengan menggunakan perekat termoseting melalui proses pengempaan

untuk membentuk papan. Maloney (1993) menyatakan pembandingan papan

partikel dengan kayu asalnya mempunyai beberapa kelebihan seperti papan

partikel bebas mata kayu, pecah dan retak, ukuran dan kerapatan papan partikel

dapat disesuaikan dengan kebutuhan, tebal dan kerapatannya seragam serta

mudah dikerjakan, memiliki sifat isotropis dan kualitasnya mudah diatur.

Bowyer dkk (2003) menerangkan bahwa salah satu kelemahan papan

partikel sebagai bahan bangunan adalah stabilitas dimensinya yang rendah,

sehingga kebanyakan papan partikel hanya digunakan untuk keperluan interior.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu papan partikel diantaranya yaitu jenis

partikel dan campuran jenis partikel, ukuran partikel dan perekat. Sifat-sifat papan

partikel dibagi menjadi dua yaitu sifat fisis dan sifat mekanis. Kemudian sifat fisis

papan partikel dipengaruhi oleh kerapatan, kadar air, daya serap air, dan

pengembangan tebal.

Maloney (1993) membagi kerapatan papan partikel ke dalam beberapa

kelompok, yaitu papan partikel kerapatan rendah (low density particleboard)

memiliki kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3, papan partikel kerapatan sedang

(medium density particleboard) memiliki kerapatan antara 0,4-0,8 g/cm3 dan

papan partikel kerapatan tinggi (hight density particleboard), memiliki kerapatan

(2)

Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel

Sifat fisis papan partikel merupakan sifat yang dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan keberadaan papan partikel. Sifat fisis papan partikel yakni kadar air,

daya serap air, pengembangan tebal dan kerapatan papan. Menurut Roza (2009)

kerapatan papan merupakan suatu ukuran kekompakan partikel dalam

perekatannya yang bergantung dalam pada besarnya tekanan kempa yang

diberikan pada pembentukan lembaran.

Semakin tinggi kerapatan suatu papan partikel akan mempengaruhi

kemampuan daya serap airnya. Menurut Ruhendi dkk (2007) kemampuan air

masuk kedalam papan komposit dipengaruhi oleh kerapatannya, yang

berhubungan erat dengan ikatan antar molekul partikel dengan molekul perekat

yang menyebabkan air sulit mengisi rongga papan partikel.

Pengembangan tebal merupakan sifat fisis yang menyatakan persentase

penambahan tebal papan partikel terhadap tebal awalnya yang dipengaruhi oleh

mudah tidaknya papan partikel dalam menyerap air pada keadaan basah dan suhu

udara lembab. Dalam hal ini, kadar air awal dan akhir papan saat perlakuan

berperan penting dalam persentase pengembangan papan partikel.

Sifat mekanis merupakan kemampuan papan partikel dalam menahan

reaksi, muatan serta gaya yang berasal dari luar papan. Keteguhan patah (modulus

of rupture), keteguhan lentur (modulus of elasticity) dan keteguhan tarik lurus

(internal bond) papan partikel merupakan beberapa sifat mekanis yang terdapat

pada papan partikel. Sifat-sifat tersebut merupakan tolak ukur dari kekuatan papan

(3)

Menurut Maloney (1993) modulus of rupture (MOR) merupakan nilai

keteguhan patah dari suatu balok yang dinyatakan dalam besarnya tegangan per

satuan luas, dihitung dengan cara menentukan besarnya tegangan pada permukaan

bagian atas dan bagian bawah dari balok pada beban maksimum. Demikian halnya

modulus of elasticity (MOE) yang merupakan nilai keteguhan lentur dan

ketahanan terhadap pembengkokan.

Sifat mekanis internal bond (IB)dari papan partikel menurut Standardisasi

Nasional Indonesia (2006) merupakan keteguhan tarik lurus permukaan lembaran

partikel. Nilai internal bond (IB) merupakan gambaran tentang kekuatan ikatan

antar partikel, dan merupakan petunjuk yang baik dalam menentukan kualitas

lembaran sehubungan dengan sistem pembuatan papan partikel. Peningkatan nilai

internal bond (IB) sebanding dengan peningkatan kerapatan papan.

Sifat Fisis dan Mekanis Batang Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaies guineensis jacq.) merupakan salah satu komoditas

unggulan nasional karena kontribusinya yang cukup besar terhadap perekonomian

Indonesia. Menurut Kementerian Pertanian (2014) pengembangan komoditas

kelapa sawit terus meningkat dari tahun ke tahun, terlihat dari rata-rata laju

pertumbuhan areal kelapa sawit selama 2004-2014 sebesar 7,67%, sedangkan

produksi kelapa sawit meningkat rata-rata 11,09% per tahun. Pada tahun 2014

luas areal komoditas kelapa sawit mencapai 10,9 juta ha dengan produksi 29,3

juta minyak sawit.

Seiring dengan semakin luasnya areal perkebunan kelapa sawit, potensi

limbah batang kelapa sawit (BKS) di Indonesia menjadi sangat besar. Pada

(4)

dilakukan pada umur 25 tahun. Berdasarkan penelitian Febrianto dan Bakar

(2004) pada saat umur peremajaan, tinggi batang sawit dapat mencapai 12 meter.

Apabila 1,5 m batang dari pangkal dan 1 m batang dari ujung dihilangkan, maka

dari setiap batang sawit dapat dihasilkan 9,5 m log sawit dengan diameter

rata-rata 40 cm. Dengan demikian dari setiap batang peremajaan akan dihasilkan

sebanyak 1,193 m3 log sawit. Bila dalam 1 ha terdapat 140 batang dengan jarak

tanam yang sudah ditentukan, maka dari setiap hektar didapati 167 m3 log sawit.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, didapati bahwa batang kelapa sawit

memiliki sifat yang sangat beragam dari bagian luar hingga ke pusat bagian

batang dan sedikit variasi dari bagian pangkal hingga ke ujung batang. Menurut

Rahayu (2001) pemanfaatan batang kelapa sawit menjadi bahan konstruksi

maupun furniture harus melalui tahapan pengetahuan tentang sifat-sifat dasar

batang kelapa sawit terutama sifat fisis dan mekanis.

Sifat dasar kayu kelapa sawit sangat berbeda dengan kayu yang lainnya

dalam hal berat jenis, kerapatan dan kadar air. Berdasarkan hasil penelitian dari

Hartono dkk (2011) mengemukakan bahwa kerapatan BKS adalah berkisar antara

0,23-0,74 g/cm3. Hal ini berpengaruh kepada kadar air yang terkandung di dalam

BKS. Kadar air batang kelapa sawit bervariasi antara 100-500 %. Kenaikan kadar

yang bertahap ini diindikasikan terhadap dan kedalaman posisi batang. Untuk

kerapatan, kelapa sawit memiliki nilai yang sangat bervariasi pada bagian yang

berbeda dari batang kelapa sawit yang memiliki sifat dasarnya merupakan jenis

monokotil.

Pada penelitian Bakar (2003) dalam menganalisis sifat dasar batang kelapa

(5)

dipengaruhi oleh oleh kelas awet batang kayu kelapa sawit yang terdapat pada

kelas awet V yang menyatakan bahwa tingkat keawetan batang kayu kelapa sawit

sangat rentan terhadap serangan hama perusak.

Kekuatan dan ketahanan terhadap perubahan bentuk suatu bahan disebut

sebagai sifat-sifat mekaniknya yang merupakan kemampuan untuk menahan

beban gaya luar yang bekerja padanya. Kekuatan tersebut terkandung dalam

nilai MOE dan MOR batang kelapa sawit. Pada penelitian Hartono dkk (2011)

menunjukkan adanya keragaman yang cukup lebar dari nilai sifat-sifat mekanik

yaitu MOE dan MOR yang disebabkan adanya perbedaan struktur dari kelapa

mulai bagian pangkal sampai bagian ujung batang. Hal ini merupakan salah satu

alasan mengapa batang kelapa sawit tidak efektif sebagai bahan bangunan.

Pada penelitian Endy dkk (2013) menyatakan nilai MOE batang kelapa

sawit berkisar antara 4456,77-10062,40 kg/cm2. Hal ini diikuti dengan nilai

rerataan MOR batang kelapa sawit antara 108,20-354,47 kg/cm2. Perubahan

dimensi yang cukup besar pada batang kelapa sawit berkisar 11,54-19,84 %

menyatakan bahwa batang kelapa sawit memiliki kadar air yang cukup tinggi.

Nilai tekan sejajar serat yang dihasilkan dari batang kelapa sawit bekisar antara

16,56-69,96 kg/cm2. Nilai-nilai tersebut didapatkan dari pengujian bagian batang

kelapa sawit pada pangkal, tengah dan bagian ujung batang.

Phenol Formaldehida (PF)

Phenol formaldehida merupakan jenis perekat thermosetting yang

digunakan untuk kepentingan eksterior dan struktural. Jenis perekat ini biasanya

memiliki berat molekul yang cukup tinggi dan menghasilkan garis rekat di antara

(6)

perekat phenol formaldehida dalam pembuatan papan partikel ini, menggunakan

suhu 170oC dan pengempaan selama 7 menit (Siregar, 2013).

Perekat phenol formaldehida (PF) untuk perekatan memiliki berat molekul

yang cukup baik. Perekat ini tetap berada pada bagian permukaan partikel dan

dapat tahan lama, keras dan tahan terhadap air. Menurut Sumardi (2000) resin

phenol formaldehida dapat masuk dan mengembangkan dinding sel kayu, dan

setelah dimatangkan dengan panas akan menghasilkan stabilitas dimensi yang

tinggi. Kelemahan phenol formaldehida yaitu memberikan warna gelap, kadar air

kayu harus lebih rendah daripada perekat urea formaldehida atau perekat lainnya

dan garis perekatan yang relatif tebal.

Kayu Mahoni

Kadar selulosa pada kayu mahoni sebesar 46,8% dan lignin 26,9%.

Keberadaan ekstraktif biasanya menjadi kendala dalam proses perekatan pada

pembuatan papan komposit. Hal ini disebabkan antara perekat dan ekstraktif

sering mempunyai sifat yang tidak bisa menyatu (compatible) sehingga

mengakibatkan proses perekatan berjalan dengan tidak baik. Pada pembuatan

papan partikel tanpa menggunakan perekat, kekuatan rekatnya dihasilkan dari

aktivasi komponen-komponen kimia yang terkandung di dalamnya selama proses

perlakuan panas, terutama pada komponen-komponen hemiselulosa dan lignin

(Widyorini dkk, 2005).

Penelitian sifat fisis dan mekanis kayu mahoni dari tegakan berumur 19,

22, 29, 33 dan 37 tahun menunjukkan bahwa sifat fisis dan mekanis kayu tersebut

cenderung meningkat dari umur 19 sampai 29 dan 32 tahun, tetapi kemudian tidak

(7)

kayu mahoni yang diteliti berkisar antara 0,507-0,583 g/cm3 dengan rata-rata

0,55 g/cm3, sedangkan penyusutan tangensial dari keadaan basah sampai kering

udara berkisar antara 1,951-2,534% dengan rata-rata 2,187%. Rata-rata modulus

elastisitas berkisar antara 68657,82-74732,59 kg/cm2 terendah pada pada kayu

umur 19 tahun dan tertinggi pada umur 37 tahun. Kayu mahoni yang diteliti

tergolong kelas kuat III (Hajib, 2011).

Bilik Bambu

Bambu termasuk suku Graminae, mempunyai pertumbuhan pimer tanpa

diikuti pertumbuhan sekunder. Batangnya berbuku-buku dan beruas-ruas. Pada

ruasnya tidak terdapat elemen-elemen sel radial, seperti jari-jari. Kulit bagian luar

batang tersusun sel epidermis dan kulit bagian dalam berupa sel-sel sklerenkim.

Batang bambu tersusun kurang lebih 50% parenkim, 40% serabut sklerekim dan

10% berkas pengangkut. Jaringan parenkim yang cukup banyak, memberikan

ketahanan yang baik pada bambu (Darupratomo, 2008).

Pada penelitian ini, digunakan bilah bambu talang (Schizostachyum

brachycladum Kurz.) sebagai pelapis pada bagian permukaannya, dan papan

partikel pada bagian tengahnya. Hasil penelitian Anggrahini (2009) menyatakan

bahwa papan komposit khususnya papan partikel memiliki kelemahan yaitu sifat

mekanisnya yang lebih rendah dibandingkan kayu solid. Untuk meningkatkan

kekuatan papan komposit, telah dikembangkan produk yang permukaannya

dilapisi bilik bambu, produk dengan konstruksi demikian disebut comply.

Sehingga, diharapkan dapat meningkatkan kekuatan papan komposit secara

Referensi

Dokumen terkait

Namun dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007

Bagi usul Pendirian dan Perubahan PTS serta Pembukaan Program Studi program Doktor, Spesialis, Profesi, dan PJJ yang dinyatakan Disetujui, Direktorat Jenderal Kelembagaan IPTEK

Pra Student Day (Pra OSPEK) dilaksanakan di AULA STIEKEN Blitar (Hari dan Tanggal diinfokan kemudian) 3. Student Day (OSPEK) (Hari dan Tanggal

Sebagai bagian integral dari Rencana Strategis Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk mendorong perkembangan kapasitas perguruan tinggi Indonesia

Perguruan tinggi (PT) sebagai pelaksana sistem pendidikan tinggi yang telah menunjukkan unjuk kerja internasionalisasi sesuai dengan kebijakan pemerintah Indonesia

A switch trade is the purchase by a third party of one country’s clearing agreement balance for hard currency...

Masih pakai alat tulis seperti ini??... Cobalah yang

The camera pose is computed using the entire images intensities under a photometric visual and virtual servoing (VVS) framework1. The camera extrinsic and intrinsic parameters