• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Tentang Kedudukan Saksi Dalam Pembuatan Akta Notariil Menurut Hukum Islam Dan Undangundang Jabatan Notaris (UUJN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Tentang Kedudukan Saksi Dalam Pembuatan Akta Notariil Menurut Hukum Islam Dan Undangundang Jabatan Notaris (UUJN)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KEDUDUKAN SAKSI DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIIL MENURUT PANDANGAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG UNDANG-UNDANG

JABATAN NOTARIS

A. Saksi dalam Hukum Islam 1. Pengertian Saksi

Menurut etimologi (bahasa) kata saksi dalam bahasa arab dikenal dengan

Asy-syahadah adalah bentuk isim masdar dari kata syahida-yasyhadu yang artinya

menghadiri, menyaksikan (dengan mata kepala sendiri) dan mengetahui. Kata

syahadah juga bermakna al-bayinan (bukti), yamin (sumpah) dan iqrar

(pengakuan).36

Secara terminologi (istilah). Al-Jauhari menyatakan bahwa “kesaksian berarti

berita pasti.Musyahadahartinya sesuatu yang nyata, karena saksi adalah orang yang

menyaksikan sesuatu yang orang lain tidak mengetahuinya. Dikatakan juga bahwa

kesaksian berarti seseorang yang memberitahukan secara benar atas apa yang dilihat

dan didengarnya”.37

Saksi adalah sebuah kata benda dalam Bahasa Indonesia yang berarti “orang

yang melihat atau mengetahui”.38 Menurut istilah syar’i saksi adalah orang yang

36

A. Warson Moenawwir,Al-Munawir, Kamus Arab–Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif, 2002, Cet. ke-25, hal. 746-747.

37Ihsanudin, Mohammad Najib, Sri Hidayati (eds), hal. 94

(2)

mempertanggungjawabkan kesaksian dan mengemukakan, karena dia menyaksikan

sesuatu (peristiwa) yang orang lain tidak menyaksikan.

Dalam kamus Istilah fiqih, ”Saksi adalah orang atau orang-orang yang

mengemukakan keterangan untuk menetapkan hak atas orang lain. Dalam pengadilan,

pembuktian dengan saksi adalah penting sekali, apalagi ada kebiasaan di dalam

masyarakat bahwa perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan itu tidak dicatat”.39

Dalam kamus ilmiah populer, kata “saksi berarti orang yang melihat suatu

peristiwa orang yang diturutkan dalam suatu perjanjian”.

Dari berbagai definisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa saksi

(syahadah) adalah orang yang memberikan keterangan yang benar tentang apa yang

dilihat, dialami, disaksikan dan apa yang didengar tentang suatu peristiwa tertentu yang

disengketakan di depan sidang pengadilan dengan kata khusus yakni dimulai dengan

sumpah terlebih dahulu.

Islam sendiri mengatur masalah persaksian dalam firman Allah yang artinya:

“Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang

siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa

hatinya” (QS Al-Baqarah:283)40

Syarat – syarat saksi dalam Hukum Islam :

a. Islam

b. Laki-laki

c. Dewasa /baligh dan berakal

39M. Abdul Mujieb, Mabruri Tholhah dan Syafi’ah (

eds), Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994, hal. 306.

(3)

d. Adil

2. Persyaratan saksi menurut Hukum Islam

Untuk dapat diterimanya seorang saksi secara umum ada beberapa persyaratan

yang harus dipenuhi dan berlaku untuk semua perkara yang memerlukan saksi,

disamping syarat-syarat khusus sebagai tambahan terhadap suatu jenis perkara tertentu,

maka penggolongan saksi dalam hukum Islam adalah:

a. Islam

Prinsip utama yang telah disepakati oleh seluruh ahli Hukum Islam, saksi itu

harus beragama Islam. Prinsip ini berdasarkan firman Allah swt, yang artinya:

“Dan persaksikanlah dua orang saksi dari orang laki-laki (diantara kamu). Jika

tidak ada dua orang laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan dua orang

perempuan dari saksi-saksi yang kamu senangi”

Dari ayat diatas dapat diambil ketentuannya bahwa tidak dapat diterima kesaksian

orang kafir terhadap orang islam.

b. Dewasa/Baligh

Salah satu syarat untuk diterimanya kesaksian seseorang karena kedewasaan

yang menjadi ukuran terhadap kemampuan berpikir dan bertindak secara sadar

dan baik. Sebagaimana firman Allah swt, al-Baqarah ayat 282. Pemakaian lafadz

“ar-Rijaalu”menunjukan pengertian orang yang sudahbaligh, bukan anak-anak.

c. Berakal

Berakal adalah orang yang gila tidak dapat menjadi saksi, apalagi untuk

(4)

d. Adil

Persyaratan adil ini jelas termaktub dalam firman Allah swt, QS.At-Thalaq

ayat 2:

“ Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu”

Pengertian sifat adil dalam hal kesaksian, ada beberapa pendapat antara lain:

1. Menurut Imam Abu Hanifah, adanya sifat adil itu cukup dengan melihat

secara lahiriah bahwa seseorang itu Islam dan sepengetahuan kita, ia tidak

berbuat tindakan pidana.

2. Menurut madzhab Syafi’i, seseorang itu dikatakan adil apabila telah

memenuhi dua persyaratan yaitu:

a) Tidak pernah berbuat dosa besar

b) Tidak selalu berbuat dosa kecil

Dari pendapat diatas yang berbeda-beda tentang adil dapat disimpulkan

bahwa adil itu adalah sifat kejiwaan yang mendorong seseorang untuk selalu

berbuat baik dan menjauhi perbuatan dosa serta selalu menjaga harga dirinya.

e. Dapat berbicara

Seorang saksi seharusnya orang yang dapat berbicara untuk dapat berbicara

untuk dapat menyampaikan dan menerangkan kepada Majelis Hakim tentang apa

yang telah disaksikannya. Oleh sebab itu dapatnya saksi berbicara merupakan hal

yang sangat penting.

f. Baik Ingatan dan Teliti

Kesaksian orang yang kemampuan daya ingatnya sudah tidak normal, pelupa

(5)

diragukan kebenarannya, sebab akan banyak sekali mempengaruhi ketelitiannya

baik dalam mengingat maupun mengemukakan kesaksiannya.

(6)

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah dengan cara tidak tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah (Tuhannya) dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya”. jika yang berhutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendikte sendiri, maka hendaklah walinya mendikte dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan untuk menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu lebih adil disisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidak raguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah. Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah maha mengetahui segala sesuatu(QS-Al Baqarah:282)

A. Penafsiran surat Al-Baqarah ayat 282 1. Hendaklah Dituliskan Segala Utang Piutang

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, danhendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya”

Kata “Dain” atau utang terdapat antara dua orang yang hendak berjual,

(7)

utang. Muamalah seperti ini diperbolehkan syara` dengan syarat ditangguhkannya

pembayaran itu sampai satu tempo yang ditentukan. Tidak sah menagguhkan

pembayaran itu dengan tidak jelas tempo pembayarannya.

Selanjutnya ayat itu menjelaskan, bahwa orang yang berutang sendiri

hendaklah mengucapkan utangnya dan tempo pembayarannya dengan cara imlak atau

didiktekan maka barulah juru tulis itu menuliskan apa yang telah diimlakkan yaitu,

dengan tidak merusak sedikit jua pun dari perjanjian dan jumlah utang yang telah

dikatakannya.41

Allah SWT memerintahkan kepada kaum muslimim agar memelihara

muamalah utang-utangnya masalah qiradh dan silm yaitu barangnya belakangan

tetapi uangnya dimuka yang menjual barang pada waktu yang telah ditentukan agar

menulis sangkutan tersebut. Juru tulis adalah orang yang adil yang tidak memihak

sebelah pihak saja. Hendaknya yang memberi utang mengutarakan maksudnya agar

ditulis oleh juru tulis dan tidak mengurangi sedikitpun hak orang lain demi

kepentingan pribadi.

2. Jika Yang Berutang Seorang Yang Dungu

“jika yang berhutang itu lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia

sendiri tidak mampu mengimlakannya dengan jujur”

Kata“safih” yaitu orang yang dungu, orang bodoh, yang otaknya mengalami

gangguan atau seorang boros dan mubazir yang memboroskan uangnya ketempat

yang tidak berguna. Orang“daif” yaitu orang yang sudah terlalu tua atau anak-anak

41

(8)

yang belum baligh. Dalam keadaan itu wali mereka itulah yang bertindak

mengimlakkan akad maka apabila tidak ada yaitu dengan hakim.

3. Dua Orang Saksi Dalam Utang Piutang

“Jika tak ada dua orang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya”

Ayat ini menerangkan, bahwa orang yang hendak mengadakan utang piutang

hendaklah menghadapkan kepada dua orang saksi laki-laki muslim atau satu orang

laki-laki dan dua orang perempuan. Kesaksian dua orang perempuan sama dengan

kesaksian seorang laki-laki menurut malik dan syafi`i. jika diantaranya terlupa maka

dapat diingatkan oleh orang yang lain yang disyaratkan kepada perempuan karena

perempuan itulah lebih lemah dari laki-laki.

4. Saksi Janganlah Enggan

“Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka

dipanggil”

Sebagian ulama menerangkan, bahwa saksi-saksi yang dimaksud disini ialah

saksi-saksi yang telah menyaksikan utang piutang itu sejak dari awal. Jika seseorang

diminta akan menyaksikan suatu hal, maka janganlah mereka merasa enggan untuk

menjadi saksi. Maka apabila saksi itu diperlukan, terutama dalam permulaan

mengikat janji dan membuat surat janganlah hendaknya merasa enggan malahan dia

termasuk amalan yang baik yaitu turut memperlancar perjanjian antara dua orang

(9)

lain yang lebih tahu duduk soal daripada dirinya sendiri. Adapun dikemudian hari

terjadi kekacauan padahal umumnya sudah turut tertulis menjadi saksi sedangkan ia

tidak berhalangan untuk datang tentulah salah buat dirinya sendiri.

5. Jangan Bosan Mencatat

“Dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu,Maka tidak ada dosabagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli”

Jangan bosan menuliskan disini dimaksudkan yaitu menuliskan sekalian utang

piutang, baik yang kecil maupun yang besar. Dituliskan jumlahnya dan tempo

pembayarannya. Itulah yang lebih adil karena jika perselisihan tentulah kesaksian

yang tertulis itu lebih adil dan lebih dapat membantu menjelaskan kebenaran.

Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa tulisan merupakan bukti

yang dapat diterima apabila sudah memenuhi syarat, dan penulisan ini wajib untuk

urusan kecil maupun besar juga tidak boleh meremehkan hak sehingga tidak hilang.

6. Juru Tulis Janganlah Merugikan

“Jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah”

Kata “Wala Yudharra” dapat diartikan dengan dua makna yaitu, jangan

memberi mudarat dan jangan menanggung mudarat. Menurut arti yang pertama, juru

tulis atau saksi janganlah berlaku curang dalam menuliskan atau menyaksikannya

(10)

B. Asbabun Nuzul

Pada waktu Rasulullah SAW datang kemadinah pertama kali, orang-orang

penduduk asli biasa menyewakan kebunnya dalam waktu satu, dua atau tiga tahun.

Oleh sebab itu rosul bersabda:”Barang siapa menyewakan (mengutangkan)sesuatu

hendaklah dengan timbangan atau ukuran yang tertentu dan dalam jangka waktu

yang tertentu pula”sehubungan dengan itu Allah swt menurunkan ayat 282 sebagai

perintah apabila mereka utang piutang maupun muamalah dalam jangka waktu

tertentu hendaklah ditulis perjanjian dan mendatangkan saksi. Hal mana untuk

menjaga terjadinya sengketa pada waktu-waktu yang akan datang.(Hr. Bukhori dari

Sofyan Bin Uyainah dari IbnuAbi Najih dari Abdillah bin Katsir dari Minhal dari

ibnu Abbas).42

B. Saksi dalam Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 Jo Nomor 2 Tahun 2014

1. Pengertian Saksi

Suatu peresmian akta notaris mengharuskan adanya dua orang saksi

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l jo Pasal 40 ayat (1) UUJN.

Namun pada dasarnya dalam Undang-Undang Jabatan Notaris tidak mengatur tentang

jenis-jenis saksi yang diharuskan tersebut. Pengertian saksi yang ada di dalam

lembaga Notaris terdapat 2 (dua) jenis yaitu Saksi Attesterend dan Saksi

Instrumentair. Saksi yang diangkat dalam tesis ini adalah saksi Instrumentair.

(11)

Saksi Attesterend / saksi pengenal, yakni saksi yang memperkenalkan penghadap kepada Notaris dikarenakan penghadap tersebut tidak bisa dikenal oleh notaris atau dikarenakan tidak memiliki identitas atau Notaris meragukan identitasnya, maka Notaris minta diperkenalkan oleh saksi attesterend. Pengenalan penghadap tersebut harus dinyatakan dalam akta.43 Untuk seorang penghadap yang tidak dikenal maka disyaratkan ada satu orang saksi attesterend, sedangkan bila terdapat lebih dari 2 (dua) orang penghadap, maka mereka dapat saling memperkenalkan kepada Notaris.

Dengan demikian, dalam salah satu atap verlidjen yaitu pada saat penandatanganan akta, seorang saksi attesterend tidak diharuskan menandatangani, namun apabila mereka tetap ingin membubuhkan tandatangannya tidak ada larangan untuk hal tersebut.

Saksi instrumentair adalah saksi dalam akta Notaris yang merupakan para saksi yang ikut serta di dalam pembuatan terjadinya akta.44 Para saksi ikut serta di dalam pembuatan terjadinya akta (instrument) itu dan itulah sebabnya dinamakan saksi instrumentair (instrumentaire getuigen) dengan jalan membubuhkan tanda tangan, memberikan kesaksian tentang kebenaran adanya dilakukan dan dipenuhinya formalitas-formalitas yang diharuskan oleh undang-undang, yang disebutkan dalam akta itu dan yang disaksikan oleh para saksi.45

Syarat-syarat untuk menjadi saksi instrumentair diatur dalam suatu peraturan tersendiri, yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan

43Irenrera Putri,Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Karyawan Notaris sebagai Saksi dalam Peresmian Akta, diakses dari http:/www.google.com/lib.ui.ac.id/file digital/131194-T, pada tanggal 17 februari 2016

(12)

Staatblad1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris tersebut telah jelas diatur mengenai saksi instrumenter.

Saksi adalah merupakan orang ketiga yang ikut atau turut serta dalam pembuatan terjadinya akta dan saksi ini disebut juga dengan saksi instrumentair (instrumenter getugen). Mereka dengan membubuhkan tanda tangan mereka, memberikan kesaksian tentang kebenaran adanya, dilakukan, dan dipenuhinya formalitas-formalitas yang diharuskan oleh Undang-Undang, yang disebutkan dalam akta itu dan yang disaksikan oleh para saksi itu.

Saksi instrumentair harus cakap bertindak dalam hukum, mengerti bahasa akta, tidak boleh ada hubungan keluarga dekat dalam arti garis keatas dan kebawah tanpa batas dan garis kesamping sampai derajat ketiga baik dengan Notaris ataupun dengan para penghadap.46 Dalam praktek sekarang ini yang menjadi saksi instrumentair adalah karyawan Notaris sendiri.47

Para saksi instrumentair harus hadir pada pembuatan, yakni pembacaan dan penandatanganan akta itu. Hanya dengan hadirnya pada pembuatan akta, mereka dapat memberikan kesaksian, bahwa benar telah dipenuhi formalitas-formalitas yang ditentukan oleh undang-undang, yakni bahwa akta itu sebelum ditandatangani oleh para pihak, telah terlebih dahulu dibacakan oleh Notaris kepada para penghadap dan kemudian ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan, hal mana semuanya itu dilakukan oleh Notaris dan para pihak dihadapan para saksi-saksi.48

46Sutrisno,Komentar Undang-Undang Jabatan Notaris Buku II, (Medan,2007), hal. 37 47Khairulnas, Nilai Keberadaan Saksi Dalam Akta Notaris, majalan Renvoi (Maret 2014), hal. 89

48

(13)

Peran saksi instrumentair dalam setiap pembuatan akta Notaris tetap diperlukan. Karena keberadaan saksi instrumenter selain berfungsi sebagai alat bukti juga dapat membantu posisi seorang Notaris menjadi aman dalam hal akta yang dibuat oleh Notaris diperkarakan oleh salah satu pihak dalam akta atau pihak ketiga. 49

Sebagai saksi dalam akta Notaris, saksi instrumentair mempunyai tanggung jawab yang cukup besar, terutama dalam peresmian suatu akta Notaris. Seorang saksi instrumentair harus hadir dalam peresmian suatu akta Notaris. Dalam hal ini, tanggung jawab saksi instrumenter adalah menyaksikan apakah suatu akta Notaris tersebut telah dilakukan penyusunan, pembacaan dan penandatanganan para pihak dihadapan Notaris, sebagaimana disyaratkan oleh Undang-Undang sebagai syarat otentitas suatu akta.50

Dilihat dari sifat dan kedudukannya sebagai saksi, maka para saksi turut mendengarkan pembacaan dari akta itu, juga turut menyaksikan perbuatan atau kenyataan yang dikonstantir itu dan penandatanganan dari kata itu. Para saksi tidak perlu harus mengerti apa yang dibacakan itu dan juga bagi mereka tidak ada kewajiban untuk menyimpan isi dari akta itu dalam ingatannya. Para saksi tidak bertanggung jawab terhadap isi akta itu.

2. Persyaratan Saksi menurut Undang-Undang Jabatan Notaris

Persyaratan saksi terdapat dalam Pasal 40 Undang-Undang Jabatan saksi

harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sebelumnya telah

menikah

(14)

b. Cakap melakukan perbutan hukum

c. Mengerti bahasa yang digunakan dalam akta

d. Dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf

e. Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis

lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis kesamping

sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.

Menurut Pasal 171 HIR bahwa yang diterangkan oleh saksi adalah apa yang dilihat, dengan atau rasakan sendiri, lagi pula tiap-tiap kesaksian harus disertai alasan-alasan apa sebabnya, bagaimana sampai mengetahui hal-hal yang diterangkan olehnya. Perasaan yang istimewa, yang terjadi karena akal, tidak dipandang sebagai penyaksian.

Penggolongan Saksi ada 4 (empat), yaitu:51

1. Saksi Mata, merupakan saksi yang melihat langsung suatu kejadian.

2. Saksi yang sengaja dihadirkan, merupakan sengaja saksi yang sengaja dihadirkan untuk melihat suatu kejadian atau seorang diminta untuk menjadi atas suatu kejadian yang akan dilakukan.

3. Saksi dengar, merupakan saksi yang tidak melihat suatu kejadian secara

langsung, tapi yang bersangkutan hanya mendengar dari orang lain.

4. Saksi akta, merupakan saksi yang mengetahui, memahami dan mengerti tata

cara dan prosedur suatu akta (akta Notaris) dibuat dan dicantumkan dalam

akta yang bersangkutan/saksi akta (Notaris dan PPAT).

51

(15)

3. Dasar Hukum

Di dalam Pasal 40 Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut telah jelas diatur

mengenai saksi dalam peresmian dan pembuatan akta notaris yang berupa persyaratan

bagi para saksi. Adapun ketentuan yang diatur dalam Pasal 40 UUJN, untuk menjadi

saksi diantaranya sebagai berikut :

a. Saksi paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah;

Dalam Pasal 40 ayat (2) UUJN dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan

dewasa adalah telah berumur 18 tahun atau telah menikah. Seseorang yang akan

menjadi saksi harus sudah dewasa. Dewasa dalam hal ini adalah sudah berumur

paling sedikit 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah, ketentuan tentang

usia dewasa ini diatur dalam Pasal 40 ayat (2) huruf (a) UUJN.

Usia dewasa yang ditentukan dalam UUJN tersebut selaras dengan ketentuan

dalam KUHPerdata. Namun demikian, batas usia menurut KUHPerdata untuk

menjadi saksi harus sudah dewasa dengan usia 15 tahun. Pada intinya kedua

Undang - Undang tersebut memiliki ketentuan yang sama untuk menjadi saksi,

yakni sudah dewasa. Tetapi untuk menjadi saksi dalam peresmian akta, dewasa

diartikan berumur 18 tahun atau lebih atau sudah menikah.

Dengan demikian apabila akta notaris terjadi masalah dan dibawa ke dalam

persidangan, maka saksi yang terdapat didalam akta yang bermasalah tersebut

tidak jadi hambatan untuk menjadi saksi dalam peradilan, oleh karena batas usia

(16)

b. Cakap melakukan perbuatan hukum;

Pada dasarnya setiap orang cakap untuk menjadi saksi, kecuali Undang

-Undang menyatakan orang tersebut tidak cakap untuk menjadi saksi. Dalam hal

peresmian akta untuk menjadi saksi juga harus memiliki kecakapan. Menurut

Pasal 40 ayat (2) huruf b UUJN, untuk menjadi saksi notaris, seseorang harus

memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum dan menurut Pasal 1909

KUHPerdata, saksi tersebut wajib untuk memberi kesaksiannya.

Namun demikian seseorang yang memilliki kecakapan untuk melakukan

perbuatan hukum tersebut tidak dengan sendirinya cakap untuk menjadi saksi.

Perlu diuraikan orang - orang yang tidak cakap menjadi saksi, dalam arti diluar

ketentuan orang - orang yang tidak cakap menjadi saksi adalah cakap menjadi

saksi. Dalam Pasal 40 ayat (2) UUJN tidak disebutkan dengan tegas para saksi

yang tidak cakap, namun tersirat ketidakcakapan orang menjadi saksi dari Pasal

40 ayat (2) huruf e UUJN tersebut. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan

bahwa orang yang tidak cakap menjadi saksi adalah orang yang mempunyai

hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke

bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat

ketiga dengan Notaris atau para pihak.

c. Mengerti bahasa yang digunakan dalam akta;

Dalam ketentuan Pasal 40 ayat (2) huruf c UUJN menyebutkan bahwa salah

satu syarat untuk menjadi saksi notaris adalah harus mengerti bahasa yang

(17)

agar dapat mengerti juga pembacaan akta yang akan dilakukan oleh notaris yang

berisi kehendak para pihak yang menghadap pada Notaris.

Bahasa dalam pembuatan akta notaris digunakan Bahasa Indonesia. Bahasa

Indonesia yang dimaksud dalam akta adalah Bahasa Indonesia yang tunduk pada

kaedah Bahasa Indonesia yang baku.52 Apabila notaris tidak bisa menjelaskan

atau menterjemahkannya, akta itu diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang

peterjemah resmi. Peterjemah resmi yang dimaksud adalah peterjemah yang

disumpah. Kemudian jika pihak yang berkepentingan menghendaki bahasa lain

dan dipahami oleh Notaris maka akta dapat dibuat dalam bahasa lain tersebut

sepanjang saksi juga memahami bahasa tersebut. Sehingga sewaktu akta

dibacakan, yang merupakan kewajiban notaris, bisa dipahami oleh saksi.

d. Dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf;

Segera setelah selesai dibacakan oleh Notaris, semua akta notaris harus

dibubuhi tandatangan oleh para penghadap. Selain itu juga ditandatangani oleh

Notaris dan para saksi pada akhir akta tersebut. Dari kalimat tersebut dengan

jelas dapat diketahui bahwa pembacaan dan penandatanganan akta merupakan

suatu perbuatan yang tidak terbagi - bagi dengan suatu hubungan yang tidak

terpisah - pisah. Dengan perkataan lain, tidak diperkenankan bahwa penghadap

yang satu menandatangani akta itu pada hari ini dan penghadap lainnya pada

esok harinya. Penandatanganan akta oleh para penghadap termasuk dalam yang

dinamakan“velijden yan de akte”(pembacaan dan penandatanganan akta).

(18)

Apabila penandatanganan akta itu dilakukan pada hari - hari yang berlainan,

maka tentunya pembacaan dan penandatanganannya itu dilakukan pada hari

-hari yang berlainan pula dan dengan demikian akta itu harus pula mempunyai

lebih dari satu tanggal, hal mana bertentangan dengan bunyi pasal 28 Peraturan

Jabatan Notaris yang mengatakan “segera setelah akta dibacakan”, persyaratan

mana tidak memungkinkan adanya dua tanggal.53Akta itu juga harus

ditandatangani oleh peterjemah apabila didalam pembuatan akta tersebut harus

ada penterjemah.54

Apabila dalam suatu pembuatan akta terdapat saksi pengenal (attesterend)

maka saksi pengenal tidak diwajibkan untuk menandatangani akta, akan tetapi

apabila saksi pengenal menghendaki untuk menandatangani akta itu, maka untuk

itu tidak terdapat keberatan. Sedangkan saksi instrumentair atau saksi dari

karyawan notaris wajib menandatangani akta tersebut.

Seperti diuraikan diatas, dalam pembuatan akta harus ditandatangani oleh

penghadap. notaris dan saksi. Saksi dan Notaris wajib membubuhi tandatangan

dalam akta tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (2) huruf d jo Pasal

44 UUJN. Jadi saksi wajib untuk bisa membubuhi tandatangan dan apabila tidak

bisa membubuhi tandatangan, tidak diperkenankan menjadi saksi dalam

pembuatan akta.

(19)

Para penghadap harus menandatangani sendiri, artinya tandatangan itu harus

dibubuhi oleh para penghadap sendiri dan tidak diwakilkan kecuali telah

dikuasakan kepada orang lain, karena akan berakibat tandatangan tersebut

dianggap tidak ada.

Dalam hal para penghadap tidak bisa membubuhkan tandatangan, maka

menurut Pasal 44 ayat (1) UUJN dibolehkan dengan menyebutkan alasannya, dan

alasan tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam akta. Sebagaimana telah

diuraikan, bahwa semua akta harus ditandatangani oleh Notaris dan

penandatanganan itu tidak dapat diwakilkan.

Dalam hal penandatanganan akta oleh notaris pengganti, pengertiannya bukan

pengganti pembubuhan tandatangan pada akta notaris yang digantikan,

melainkan akta notaris yang dibubuhi tandatangan oleh notaris pengganti adalah

akta yang dibuat oleh si notaris pengganti tersebut. Selanjutnya selain harus

membubuhi tandatangan, saksi juga harus mampu membubuhi paraf pada setiap

halaman minuta akta notaris.55 Dari uraian tersebut diatas, Nampak bahwa

apabila dalam suatu akta Notaris tidak terdapat kelengkapan ketentuan

tandatangan dan paraf dari saksi yang ditetapkan oleh UUJN, maka berakibat

akta notaris tersebut hanya memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah

tangan.

(20)

e. Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis

lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping

sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak;

Sebagaimana telah diuraikan terdahulu dalam point b diatas, serta tercantum

dalam Pasal 40 ayat (2) UUJN dan Pasal 1909 jo Pasal 1910 KUHPerdata, maka

tidak diperkenankan menjadi saksi orang yang mempunyai hubungan darah

dalam garis lurus keatas atau kebawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke

samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak. Ketentuan

tersebut cukup beralasan agar akta yang dibuat oleh notaris tidak akan

menimbulkan suatu keadaan yang berpihak pada salah satu penghadap, selain itu

untuk menjaga keadaan yang netral dari peresmian akta tersebut.

f. Saksi harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau

diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada notaris oleh

penghadap.

Pasal 40 ayat (3) UUJN menyebutkan bahwa saksi harus dikenal oleh Notaris

atau diperkenalkan kepada notaris atau diterangkan tentang identitas dan

kewenangannya kepada notaris oleh penghadap. Pengertian dari istilah dikenal

tidak dijelaskan secara tegas dalam UUJN. Ahli hukum Tan Thong Kie mengutip

pendapat J.C.H. Mellis bahwa pengertian dari istilah dikenal dalam arti yuridis,

artinya ada kesesuaian antara nama dan alamat yang disebutkan oleh yang

bersangkutan di hadapan notaris dan juga dengan bukti - bukti atau identitas atas

(21)

orang dalam akta harus sama dengan penunjukkannya, yang dengannya ia dapat

dibedakan dan diindividualisasim dari orang – orang dalam masyarakat.56

G.H.S. Lumban Tobing memberikan pengertian dari istilah dikenal tersebut

ialah bahwa nama dari orang orang yang dicantumkan dalam akta itu benar

-benar adalah sama dengan orang - orang yang bertindak sebagai saksi - saksi

pada pembuatan akta itu; mereka yang nama namanya disebut dalam akta itu

harus sesuai dengan orang - orang, sebagaimana mereka itu dikenal didalam

masyarakat, nama - nama yang memperkenalkan saksi kepada notaris dalam

pembuatan akta harus dinyatakan dalam akta tersebut. Jadi pengenalan oleh

notaris atau memperkenalkan kepada notaris harus diberitahukan dalam akta

yang bersangkutan.57 Bahwa yang dimaksud sebenarnya (menghadap) adalah

kehadiran yang nyata(verschijnen)secara fisik atau digunakan kata menghadap,

terjemahan dari verschijnen.58 Selanjutnya sebagaimana telah diuraikan diatas

dalam hal Notaris tidak mengenal saksi yang kemudian penghadap

memperkenalkan saksi tersebut kepadanya, maka Notaris memperoleh data dari

penghadap yang menerangkan tentang identitas dan kewenangannya dari para

saksi tersebut. Notaris dalam upaya memperoleh keterangan tentang identitas dan

keterangan para saksi harus melihat kebenaran dari identitas orang tersebut,

karena menurut ketentuan Pasal 40 ayat (3) UUJN harus menyebutkan identitas

dan kewenangan dalan akta. Khususnya nama, alamat dan pekerjaan dari saksi.

56Habib Adjie,

(22)

Jadi Notaris harus dapat memperoleh jaminan bahwa keterangan tentang

identitas dan kewenangan dari saksi adalah benar dari saksi yang menghadap

kepadanya bukan identitas dan kewenangan orang lain. Selanjutnya pengenal

atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi harus dicantumkan

secara tegas dalam akta.59

Keberadaan saksi di Indonesia diatur di dalam beberapa peraturan

perundang-undangan, diantaranya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata,

yakni Pasal 164 sampai Pasal 172 Bab kesembilan HIR stb.1941 Nomor 44, yang

mengatur tentang saksi dalam suatu pemeriksaan perkara dalam proses

persidangan untuk perkara perdata yang menjadi wewenang Pengadilan Negeri.

Selain itu terdapat pula dalam Rbg. Stb.1927 No.227 tentang saksi pada bab

keempat tentang tata cara mengadili perkara perdata dalam tingkat pertama

menjadi wewenang Pengadilan Negeri serta Bab kelima tentang bukti dalam

perkara perdata. Selanjutnya tentang saksi juga diatur di dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata pada Buku keempat Bab ketiga tentang pembuktian dan

saksi dalam Pasal 1895 KUHPerdata, 1902 KUHPerdata, dan Pasal 1904 sampai

1912 KUHPerdata.

Dalam buku keempat bab ke satu Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata menyebutkan bahwa keterangan saksi adalah alat bukti yang sah.60

Sebagai alat bukti yang sah, saksi adalah seorang yang memberikan kesaksian,

(23)

baik dengan lisan maupun secara tertulis atau tanda tangan, yakni menerangkan

apa yang ia saksikan sendiri (waarnemen), baik itu berupa perbuatan atau

tindakan dari orang lain atau suatu kejadian.61

Saksi adalah seseorang yang memberikan kesaksian, baik secara lisan maupun

secara tertulis, yaitu menerangkan apa yang ia saksikan sendiri (waarnemen),

baik itu berupa perbuatan atau tindakan dari orang lain atau suatu keadaan

ataupun suatu kejadian; orang yang memberi penjelasan di dalam sidang

pengadilan untuk kepentingan semua pihak yang terlibat di dalam perkara

terutama terdakwa dan pendakwa; orang yang dapat memberikan keterangan

tentang segala sesuatu yang didengar, dilihat dan dialami sendiri untuk

kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan mengenai suatu perkara

pidana.62

Semua orang cakap dapat bertindak sebagai saksi. Sebagaimana yang

dimaksud didalam pasal 1909 KUHPerdata, dan apabila telah dipanggil dengan

sah dan patut menurut hukum, wajiblah ia mengemukakan kesaksiannya di muka

pengadilan. Apabila tidak mau datang atau datang tetapi tidak mau memberikan

kesaksian, ia dapat dikenakan sanksi-sanksi. Selanjutnya di dalam Pasal 1909

KUHPerdata, Pasal 146 HIR, Pasal 174 RBg terdapat beberapa kelompok yang

mempunyai hak mengundurkan diri (verschoningsrecht) sebagai saksi. Pada

dasarnya mereka cakap (capable) jadi saksi, oleh karena itu memikul kewajiban

(24)

hukum (legal obligation) menjadi saksi, dan terhadap mereka berlaku tindakan

pemaksaan (compellable) untuk hadir dalam persidangan. Pasal 146 HIR

menentukan terdiri dari:63

Saudara laki-laki dan saudara perempuan, dan ipar laki-laki dan perempuan

dari salah satu pihak.

a. Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan

perempuan dari laki-laki atau istri dari salah satu pihak.

b. Semua orang yang karena kedudukan pekerjaan atau jabatannya yang sah

diwajibkan menyimpan rahasia, tetapi semata-mata hanya mengenai hal.

demikian yang dipercayakan padanya.

Seperti yang dijelaskan, pada dasarnya kelompok ini cakap sebagai saksi

sehingga secara yuridis pada diri mereka melekat kewajiban hukum dan

sekaligus dapat dipaksa menjadi saksi. Namun pasal 146 HIR, Pasal 1909

KUHPerdata, memberi hak mengundurkan diri (verschoningsrecht) untuk

menjadi saksi. Secara spesifik orang yang termasuk dalam kelompok ini terdiri

dari orang-orang:

a. Karena kedudukan,

b. Karena pekerjaan, atau

c. Karena jabatan.

Orang-orang ini dibenarkan hukum mengundurkan diri sebagai saksi. Artinya

mereka dapat menyatakan dengan tegas kepada Hakim dalam sidang pengadilan,

(25)

mengundurkan diri sebagai saksi. Berdasarkan pernyataan itu, Hakim dapat

membebaskan yang bersangkutan dari kewajiban hukum menjadi saksi. Semua

orang yang cakap untuk menjadi saksi diwajibkan memberikan kesaksian. Bahwa

memberikan kesaksian itu merupakan suatu kewajiban, dapat dilihat dari

diadakannya sanksi-sanksi terhadap seorang yang tidak memenuhi panggilan

untuk dijadikan saksi. Menurut Undang-Undang orang itu dapat dihukum untuk

membayar biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memanggil saksi, secara

paksa dibawa ke Pengadilan, dan dimasukkan dalam penyanderaan(gijzeling).64

64Irenrera Putri,

Referensi

Dokumen terkait

• Pengaruh asap rokok bisa menyebabkan bayi mengalami penyakit jantung bawaan hingga keguguran Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia, termasuk zat yang sering

a.. b) Bila tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau lebih, tulangan pada lapis atas harus diletakkan tepat di atas tulangan di bawahnya dengan

Materi yang digunakan oleh penyuluh yaitu dengan memberi beberapa masukan supaya ternak tidak hanya dipelihara sebagai usaha sampingan sehingga hasilnya dapat meningkat

Menurut Idris Ramulyo, “bagian mutlak atau legitime portie adalah suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Sifat kimia dan fisik buah bligo dan pepaya dan aplikasinya dalam pembuatan produk sejenis jam.. Sifat kimia dan fisik buah bligo dan pepaya

Dari penelitian penulis, dapat disimpulkan bahwa Bank Danamon sebagai salah satu bank yang menyalurkan kredit kepada masyarakat melalui proses perjanjian kredit dengan

Bapak Aditya Akbar Riadi, S.Kom, M.Kom, selaku pembimbing 2 yang telah membimbing dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai!. Orang tua tercinta yang telah banyak memberikan