BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklus Hidrologi
Hidrologi adalah suatu ilmu mempelajari tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan “siklus hidrologi”. Siklus Siklus hirdologi merupakan proses kontinyu di mana air bergerak dari bumi ke atmosfer dan kemudian kembali ke bumi lagi. Air di permukaan tanah dan laut menguap ke udara. Uap air mengalami kondensasi dan membentuk awan dan kemudian jatuh sebagai hujan ke permukaan laut dan darat. Sebagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) dan sebagian lainnya mengalir di atas permukaan tanah (surface runoff) hingga mengalir ke laut. Air yang meresap ketanah sebagian mengalir di dalam tanah (perkolasi) dan mengisi air tanah hingga keluar sebagai mata air atau mengalir ke sungai. Air di sungai akan sampai kelaut. Proses ini berlangsung terus menerus dan disebut dengan siklus hidrologi. (Bambang Triatmodjo,2008).
. Mekanisme terjadiya proses keseimbangan peubahan fasa air dan pergerakan massa air laut, darat, dan atmosfer (lihat gambar 2.1). Dalam skema tersebut terlihat adanya beberapa proses alami yang menjadi komponen utama dari siklus hidrologi.
Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut. Dengan adanya penyinaran matahari, maka semua air yang ada dipermukaan bumi akan berubah wujud berupa gas/uap akibat panas matahari dan disebut dengan penguapan atau evaporasi dan transpirasi. Uap ini bergerak di atmosfer (udara) kemudian akibat perbedaan temperatur di atmosfer dari panas menjadi dingin maka air akan terbentuk akibat kondensasi dari uap menjadi cairan (from air to liquid state). Bila temperatur berada di bawah titik beku (freezing point) kristal-kristal es terbentuk. Tetesan air kecil (tiny droplet) umbuh oleh kondensasi dan berbenturan dengan tetesan air lainnya dan terbawa oleh gerakan udara turbulen sampai pada kondisi yang cukup besar menjadi butir-butir air.
mengalir dan bergerak dengan berbagaicara. Pada retensi (tempat penyimpanan) air akan menetap untuk beberapa waktu. Retensi dapat berupa retensi alam seperti darah-daerah cekungan, danau tempattempat yang rendah dll., maupun retensi buatan seperti tampungan, sumur, embung, waduk dll.
Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar ke permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surfacerunoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi penguapan dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrologi. Penyimpanan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu. Kondisi tata guna lahan juga berpengaruh terhadap tampungan air tanah, misalnya lahan hutan yang beralih fungsi mejadi daerah pemukiman dan curah hujan daerah tersebut. Sebagai permulaan dari simulasi harus ditentukan penyimpangan awal ( initial storage ).
Secara umum evaluasi perencanaan pada embung merupakan salah satu bagian evaluasi awal dalam perencanaan atau perancangan bangunan-bangunan hidraulik. Pengertian yang terkandung didalam perencanaan embung adalah bahwa informasi dan besaran-besaran yang diperoleh dalam evaluasi perencanaan embung dikabupaten Simeulue Tengah ini merupakan masukan penting untuk mensejahterahkan kebutuhan irigasi setempat. Evaporasi yang lain dapat terjadi pada sistem sungai, embung, reservoir, waduk maupun air laut yang merupakan sumber air terbesar, tetapi tidak bisa langsung di manfaatkan sebagai sumber kehidupan karena mengandung garam atau air asin (salt water).
Menurut Takeda (hal:1) di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km3 air : 97,5 % adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di dataran sebagai air sungai ,air danau, air tanah dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara. 2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)
hujan yang jatuh didalamnya akan mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui outlet pada sungai tersebut, atau merupakan satuan hidrologi yang menggambarkan dan menggunakan satuan fisik-biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam. (Suripin, 2001).
( Sumber : google.com )
Gambar 2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Morfomeri Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan keadaan jaringan alur sungai secara kuantitatif. keadaan yang dimaksud untuk analisa aliran sungai antara lain meliputi:
 Luas
Garis batas antara DAS adalah punggung permukaan bumi yang dapat memisahkan dan membagia air hujan ke masing-masing DAS. Garis batas tersebut ditentukan berdasarkan perubahan kontur dari peta tofografi sedangkan luas DAS nya dapat diukur dengan alat planimeter.
 Panjang dan lebar
2.2.1 Pengertian Sungai
Dalam siklus hidrologi, aliran sungai digolongkan sebagai aliran permukaan. Air sungai bisa berasal dari air hujan (terutama di daerah tropis) dan bisa pula berasal dari es yang mencair di gunung atau pegunungan (terutama di daerah empat musim). Oleh karena itu, debit air sungai bisa sangat dipengaruhi oleh musim. Bagi kita di Indonesia yang berada di daerah tropis, debit air sungai akan tinggi bila musim hujan dan rendah di musim kemarau. Sementara itu, di daerah empat musim, debit aliran sungai meningkat ketika musim dingin berakhir karena salju mencair. Menurut Sandy (1985), dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu juga mengikis bumi sehingga akhirnya terbentuklah cekungan dimana air tertampung melalui saluran kecil atau besar yang disebut dengan istilah alur sungai.
Sebagian besar air hujan yang turun ke permukaan tanah mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah. Setelah mengalami bermacam macam perlawanan akibat gaya berat, air hujan akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai. Dan perpaduan antara alur sungai dan aliran air didalamnya disebut sungai. Suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, di mana air akan mengalir melalui sungai dan anak sungai disebut daerah aliran sungai (DAS). Dalam istilah bahasa inggris disebut Catchment Area, Watershed, atau River Basin.
meliputi badan sungai, tanggul sungai dan bantaran sungai. Gambar struktur koridor sungai secara rinci ditampilkan pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Struktur Koridor Sungai
Keterangan:
A: Penyangga tepian sungai. D: Batas tinggi air semu.
B: Dataran banjir. E: Dasar sungai.
C: Badan sungai. F: Vegetasi riparian.
Fungsi pokok sungai adalah untuk mengalirkan kelebihan air dari permukaan tanah, sedangkan fungsi lainnya adalah dapat digunakan untuk kesejahteraan manusia, seperti sumber air minum, PLTA, pengairan, transportasi air, untuk meninggikan tanah yang rendah dan mengatur suhu tanah. Menurut peraturan perundangan yang ada, fungsi sungai adalah:
b. Sungai harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan pemanfaatannya, dan dikendalikan daya rusaknya terhadap lingkungan.
2.3 Potensi Banjir 2.3.1 Pengertian Banjir
Dalam ilmu geografi istilah “banjir” tidak dapat di definisikan dengan memuaskan. Salah satu pengertian tentang banjir yang mendefinisikan bahwa peristiwa meluapnya air sungai melampaui tanggulnya sehingga menggenangi daratan disampingnya (Strahler, 1975). Pengertian ini tidak mempersalahkan apakah banjir adalah suatu bencana atau bukan. Pengertian ini memandang “banjir” sebagai suatu istilah yang bermakna sosial-budaya, karena suatu tempat dikatakan dilanda banjir jika tempat itu adalah daerah budi daya manusia yang tidak semestinya dilanda banjir, jika tempat itu adalah suatu hutan atau suatu permukiman yang terdiri atas rumah-rumah panggung yang dibuat untuk menghindari naiknya permukaan setiap musim, maka itu tidak dikatakan banjir oleh mereka. Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa istilah banjir itu tidak dipakai secara konsisten. Terkadang disamakan dengan “genangan”. padahal tidak semua genangan disebabkan oleh meluapnya sungai, misalnya genangan di ruas jalan yang cekung. Namun yang jelas kata “banjir” akan memunculkan kesan ”genangan” dipikiran kita.
mengakibatkan terjadinya genangan. Genangan air tidak dikatakan banjir apabila tidak menimbulkan masalah bagi manusia yang tinggal pada daerah genangan tersebut. Menurut Hasibuan (2004), banjir adalah jumlah debit air yang melebihi kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran.
Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat disebut sebagai genangan air yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh:
1. Perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS). 2. Pembuangan sampah.
3. Erosi dan sedimentasi.
4. Kawasan kumuh sepanjang jalur drainase.
5. Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat. 6. Curah hujan yang tinggi.
7. Pengaruh fisiografi/geofisik sungai.
8. Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai. 9. Pengaruh air pasang.
10.Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang surut air laut). 11.Drainase lahan.
12.Bendung dan bangunan air.
2.3.2 Daerah Rawan Banjir
Untuk mereduksi kerugian akibat banjir, maka lebih dulu harus diketahui secara pasti daerah rawan banjir. Daerah rawan banjir dapat dikenali berdasarkan karakter wilayah banjir yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. limpasan dari tepi sungai. 2. wilayah cekungan.
3. banjir akibat pasang surut.
Menurut Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang garis sempadan sungai, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai, daerah penguasaan sungai adalah dataran banjir, daerah retensi, bantaran atau daerah sempadan ditampilkan pada Gambar 2.7. Elevasi dan debit banjir daerah rawan banjir sekurang-kurangnya ditentukan berdasarkan analisis perioda ulang 50 tahunan.
Gambar 2.7: Daerah Penguasaan Sungai
(Sumber : google.com)
Gambar 2.4 Daerah Penguasaan Sungai
2.3.3 Tingkat Bahaya Banjir
Banjir terjadi sepanjang sistem sungai dan anak-anak sungainya yang mampu membanjiri wilayah luas dan mendorong peluapan air di dataran banjirnya (flood plain). Dataran banjir merupakan daerah rawan banjir yang dapat diklasifikasi berdasarkan kala ulang banjirnya. Dataran banjir di sekitar bantaran sungai yang masuk dalam daerah genangan pada debit banjir tahunan Q100 merupakan daerah rawan banjir yang sangat
Tabel 2.1 Tingkat Bahaya Banjir menurut Periode Kala Ulang
Kelas Kala Ulang Daerah Rawan
Banjir Debit Banjir
1 Q50 – Q100 Sangat Tinggi
2 Q30 – Q50 Tinggi
3 Q10 – Q30 Sedang
4 Q1 – Q10 Rendah
2.4 Curah Hujan
2.4.1 Faktor Curah Hujan
2.4.2 Analisa Frekuensi
Analisis frekuensi adalah prosedur memperkirakan frekuensi suatu kejadian pada masa lalu atau masa yang akan datang. Prosedur tersebut dapat digunakan menentukan hujan rancangan dalam berbagai kala ulang berdasarkan distribusi yang paling sesuai antara distribusi hujan secara teoritik dengan distribusi hujan secara empirik. Hujan rancangan ini digunakan untuk menentukan intensitas hujan yang diperlukan dalam perhitungan debit banjir menggunakan metode rasional. Dalam penelitian ini dihitung hujan harian rancangan dengan kala ulang 2, 3, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi metode yang dipakai dalam analisis frekuensi data curah hujan harian maksimum adalah sebagai berikut:
1. Distribusi Gumbel.
2. Distribusi Log Pearson Tipe III. 3. Distribusi Normal.
4. Distribusi Log Normal.
1. Distribusi Gumbel
Menurut Gumbel curah hujan untuk periode ulang tertentu (PUH) tertentu (Tr) dihitung berdasarkan persamaan berikut:
X Tr = + S
(2.1)
Y Tr = -Ln
Sn = ∑ ( – ) (2.3) di mana:
YTr = Reduced variate.
S = Standar deviasi data hujan.
Sn = Standar deviation yang juga tergantung pada jumlah sampel/data.
Tr = Fungsi waktu balik (tahun).
Yn = Reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n.
2. Distribusi Log Pearson Tipe II
K = Variabel standar untuk R yang besarnya tergantung dari nilai G.
5. Distribusi Normal
6. Distribusi normal disebut juga distribusi Gauss. Dalam pemakaian praktis umumnya digunakan persamaan sebagai berikut:
T = + KT S (2.9)
KT = (2.10)
di mana: T = Perkiraan nilai yang diharapkan akan terjadi dengan
periode ulang T– tahunan. = Nilai rata-rata hitung sampel.
KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau
yang digunakan periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang. 4. Metode Distribusi Log Normal
Logn xT =x +k ´n (2.11)
di mana: T = Intensitas curah hujan dengan periode ulang T tahun.
x = Harga rata rata dari populasi x. K = Faktor frekuensi.
n = Standar deviasi dari populasi x.2.4.3 Uji kecocokan (Goodness of fittest test)
dalam penelitian ini digunakan Metode Smirnov-Kolmogorof (secara analitis). Pengujian distribusi probabilitas dengan Metode Smirnov-Kolmograf dilakukan dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:
1. Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya.
2. Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut (Xi) dengan rumus tertentu, misalnya rumus weibull.
( ) = (2.12) di mana: n = Jumlah data
i = Nomor urut data setelah diurut dari besar ke kecil atau sebaliknya.
3. Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah di urut tersebut P’(Xi) berdasarkan persamaan distribusi probablitas yang dipilih (Gumbel,
Normal, dan sebagainya).
4. Hitung selisih (∆Pi) antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data yang sudah diurut.
∆ = ( ) − ’( ) (2.13)
5. Tentukan apakah ∆Pi <∆P kritis, jika “tidak” artinya Distribusi Probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya.
Tabel 2.4 Tabel Nilai ∆ Kritis Smirnov-Kolmogrov (Kamiana, 2011)
N (derajat kepercayaan)
0,20 0,10 0,05 0,01
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
N > 50
2.4.4 Intensitas Curah Hujan
intensitas hujan diturunkan dari data curah hujan harian. Menurut Lubis (1992) intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian (mm) empirik menggunakan metode mononobe sebagai berikut:
= (2.14)
di mana: I = Intensitas curah hujan (mm/jam). t = Lamanya curah hujan (jam).
R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).
2.4.5 Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluar DAS (Titik Kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Salah satu rumus untuk memperkirakan waktu konsentrasi (tc) adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich
(1940), yang dapat ditulis sebagai berikut:
Tc = 0.00025 (L/√S)0.8 (2.15)
di mana: L = Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras dalam km. S = Kemiringan rata-rata saluran utama dalam m/m.
Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakan menjadi dua komponen, yaitu:
1. Inlet time (t0) yakni waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampai saluran terdekat.
tc = t0 + td (2.16)
di mana: t0 = 23 x 3,28 x Ls x n (menit).
td = Ls 60 V (menit).
n = Angka kekasaran Manning.
Ls = Panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m).
2.3.6 Koefisien Limpasan
Tabel 2.5 Nilai Koefisien Limpasan
Sumber: SNI 03-2415—1991
2.5 Debit Banjir 2.5.1 Debit Banjir
Daerah dataran banjir diprediksi berdasarkan debit banjir dengan kala ulang tertentu. Debit banjir dengan kala ulang 100 tahun Q100 bermakna banjir yang memiliki
probabilitas kejadian 0.01 dalam setahun yang akan menggenangi daerah dataran banjir. Daerah dataran banjir Q100 tentu jauh lebih besar dari daerah dataran banjir Q10. Halaman, jalan kereta api dan sejenisnya 0.20-0.35
Mengingat banyak sungai di Indonesia yang tidak dilengkapi dengan alat pengukur debit, maka debit banjir biasanya dihitung berdasarkan curah hujan dengan menggunakan metode Gumbel, metode Log Pearson III, ataupun metode Normal. Dan perhitungan debit banjir digunakan dengan metode hidrograf sintetis (Nakayasu, Snyder, dll) untuk pemodelan unsteady flow dan metode rasional untuk steady flow.
2.5.2 Metode Perhitungan Debit Banjir 2.5.2.1 Metode Rasional
Besarnya debit rencana dihitung dengan memakai metode Rasional kalau daerah alirannya kurang dari 80 Ha. Untuk daerah yang alirannya lebih luas sampai dengan 5000 Ha, dapat digunakan metode rasional yang diubah. Untuk luas daerah yang lebih dari 5000 Ha, digunakan hidrograf satuan atau metode rasional yang diubah. Rumus metode rasional adalah sebagai berikut:
Q = f x C x I x A (2.20)
di mana: C = Koefisien pengaliran.
I = Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam). A = Luas daerah aliran (km2).
f = Faktor konversi = 0.278.
2.5.2.2 Metode Hidrograf Banjir
sembarang. Ini dikerjakan atas dasar anggapan bahwa transformasi hujan netto menjadi limpasan langsung tidak berubah karena waktu (time invariant). Dari sudut limpasan langsung semua hujan yang tidak memberikan sumbangan terhadap terjadinya banjir dipandang sebagai kehilangan. Kehilangan tersebut terdiri atas:
a. Air hujan yang tersangkut didahan pohon dan tumbuhan (interception).
b. Tampungan di cekungan (depression storage).
c. Pengisian lengas tanah (replenisment of soil moisture). d. Pengisian air tanah (recharge).
e. Evapotranspirasi.
Jadi hidrograf tersebut didefinisikan sebagai hubungan antara salah satu unsur aliran terhadap waktu. Berdasarkan definisi tersebut dikenal ada 2 macam hidrograf, yaitu hidrograf muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka air tidak lain adalah data atau garafik hasil rekaman AWLR (Automatic Water Level Recorder). Sedangkan hidrograf debit, yang dalam pengertian sehari hari disebut hidrograf, diperoleh dari hidrograf muka air dan lengkung debit. Hidrograf tersusun atas dua komponen, yaitu aliran permukaan, yang berasal dari aliran langsung air hujan, dan aliran dasar (base flow). Aliran dasar berasal dari air tanah yang pada umumnya tidak memberikan respon yang cepat terhadap hujan.
1. Hidrograf Satuan
dipilih adalah yang lamanya sama atau lebih pendek dari periode naik hidrograf (waktu dari titik permulaan aliran permukaan sampai puncak). Periode limpasan dari hujan satuan semuanya adalah kira kira sama dan tidak ada sangkut pautnya dengan intensitas hujan.
Hidrograf satuan merupakan model sederhana yang menyatakan respon DAS terhadap hujan. Tujuan dari hidrograf satuan adalah untuk memperkirakan hubungan antara hujan efektif dan aliran permukaan. Konsep hidrograf saatuan pertama kali dikemukakan oleh Sherman pada tahun 1932. Dia menyatakan bahwa suatu sistem DAS mempunyai sifat khas yang menyatakan respon DAS terhadap suatu masukan tertentu yang berdasarkan 3 prinsip:
a. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan limpasan dengan durasi sama, meskipun jumlahnya berbeda. Ini merupakan aturan empiris yang mendekati kebenaran.
c. Prinsip superposisi dipakai pada hidrograf yang dihasilkan oleh hujan efektif berintensitas seragam yang memiliki periode periode yang berdekatan atau tersendiri. Jadi, hidrograf yang merepresentasikan kombinasi beberapa kejadian aliran permukaan adalah jumlah dari ordinat hidrograf tunggal yang memberi kontribusi.
Ketiga asumsi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tanggapan DAS terhadap hujan adalah linier, walaupun sebenarnya kurang tepat. Namun demikian, penggunaan hidrograf satuan telah banyak memberikan hasil yang memuaskan untuk berbagai kondisi. Sehingga, teori hidrograf satuan banyak dipakai dalam menentukan debit atau banjir rencana.
2. Hidrograf satuan sintetik
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa untuk menurunkan hidrograf satuan diperlukan rekaman data limpasan dan data hujan, padahal sering kita jumpai ada beberapa DAS tidak memiliki sama sekali catatan limpasan. Dalam kasus ini, hidrograf satuan diturunkan berdasarkan data-data dari sungai pada DAS yang sama atau DAS terdekat yang mempunyai karakteristik yang sama. Karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu perlu dicari waktu, lebar dasar, luas, kemiringan, panjang, koefisien limpasan dan lain sebagainya. Hasil dari penurunan hidrograf satuan ini dinamakan hidrograf satuan sintetik (HSS). Ada tiga jenis hidrograf satuan sintetis, yaitu:
4. Hidrograf Satuan Sintetik SCS
Dalam penelitian ini hanya akan dibahas mengenai Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu. Hidrograf tersebut penulis rasa cocok dengan kedaan lokasi studi di DAS Deli dan DAS Belawan khususnya pada sungai utama dan anak sungainya di kedua DAS tersebut yaitu Sungai Deli, Sungai Babura, dan Sungai Belawan.
3. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Stasiun pengukur debit dan tinggi muka air sungai (stasiun hidrometri) pada umumnya hanya dipasang di tempat tempat tertentu yang dipandang oleh pengelolanya mempunyai arti yang cukup penting. Hal tersebut disebabkan karena tidak mungkin memasang stasiun hidrometri disembarang tempat dan biaya pemasangannya juga tidak murah. Namun masalah yang banyak timbul adalah ketidak-cocokan antara rencana pengembangan jaringan stasiun hidrometri. Pengembangan suatu daerah sering tidak dapat diketahui sebelumnya, atau kalau rencana itu diketahui tidak selekasnya diikuti dengan keiatan pengumpulan data. Hingga pada saat dibutuhkan untuk analisis data tidak tersedia, atau tersedia dalam jangka waktu yang sangat pendek.
karena pemakaian koefisien limpasan (runoff coefficient) mengundang subjektivitas yang sangat besar dan merupakan salah satu faktor penyebab penyimpangannya. Penyebab lainnya adalah koefisien reduksi (reduction coefficient).
Gambar 2.5 Kurva Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Nakayasu (1950) telah menyelidiki hidrograf satuan di Jepang dan memberikan seperangkat persamaan untuk membentuk suatu hidrograf satuan sebagai berikut:
1. Waktu kelambatan (tg), rumusnya:
untuk L > 15 : = 0,4 + 0,05 8 (2.18)
untuk L < 15 : = 0,2 1 , (2.19)
2. Waktu puncak dan debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut:
= + 0,8 (2.20)
3. Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak:
4. Waktu puncak :
= + 0,8 (2.22)
5. Debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut:
= , ( ,
, ) (2.23)
6. Bagian lengkung naik (0 < t < tp):
= , (2.24)
7. Bagian lengkung turun:
Jika < < ,
= 0,3 , (2.25)
Jika > > ,
= 0,3 , , , , (2.26)
Jika > 1,5 ,
= 0,3 , , , (2.37)
HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk pemodelan aliran saluran terbuka seperti drainase, sungai, dan penampang saluran terbuka lainnya. River Analysis System (RAS), dibuat oleh Hydrologic Engineering Center (HEC) yang merupakan satuan kerja di bawah US Army Corps of Engineers (USACE). HEC-RAS dapat menyajikan merupakan pemodelan satu dimensi aliran tunak maupun tak-tunak (steady and unsteady onedimensional flow model). HEC-RAS memiliki empat komponen model satu dimensi: (1) hitungan profil muka air aliran tunak, (2) simulasi aliran tak-tunak, (3) hitungan angkutan sedimen, dan (4) hitungan kualitas air. Dalam pemodelan, input HEC-RAS untuk pemodelan keempat komponen tersebut dapat memakai data geometri yang sama, routine hitungan hidraulika yang sama, serta beberapa fitur desain hidraulik yang dapat diakses setelah hitungan profil muka air dilakukan. HEC-RAS merupakan program aplikasi yang mengintegrasikan fitur graphical user interface, analisis hidraulik, manajemen dan penyimpanan data, grafik, serta pelaporan.
2.6.1 Graphical user interface
Interface ini berfungsi sebagai penghubung antara pemakai dan HEC-RAS. Graphical interface dibuat untuk memudahkan pemakaian HEC-RAS dengan tetap mempertahankan efisiensi. Melalui graphical interface ini, dimungkinkan untuk melakukan hal-hal berikut ini:
1. Manajemen file.
4. Menampilkan data masukan maupun hasil analisis dalam bentuk tabel dan grafik.
5. Penyusunan laporan. 6. Mengakses On-Line help.
2.6.2 Analisis Hidraulika
Steady Flow Water Surface Component. Modul ini berfungsi untuk menghitung profil muka air aliran permanen berubah beraturan (steady gradually varied flow). Program ini mampu memodelkan jaringan sungai, sungai dendritik, maupun sungai tunggal. Regime aliran yang dapat dimodelkan adalah aliran sub-kritik, super- kritik, maupun campuran antara keduanya.
Modul aliran permanen HEC-RAS mampu memperhitungkan pengaruh berbagai hambatan aliran, seperti jembatan (bridges), gorong-gorong (culverts), bendung (weirs), ataupun hambatan di bantaran sungai. Modul aliran permanen dirancang untuk dipakai pada permasalahan pengelolaan bantaran sungai dan penetapan asuransi resiko banjir berkenaan dengan penetapan bantaran sungai dan dataran banjir. Modul aliran permanen dapat pula dipakai untuk perkiraan perubahan muka air akibat perbaikan alur atau pembangunan tanggul.
limpasan melalui tanggul dan tanggul jebol, pompa, operasi dam navigasi, serta aliran tekan dalam pipa.
Sediment Transport/ Movable Boundary Computations. Modul ini mampu mensimulasikan transport sedimen satu dimensi (simulasi perubahan dasar sungai) akibat gerusan atau deposisi dalam waktu yang cukup panjang (umumnya tahunan, namun dapat pula dilakukan simulasi perubahan dasar sungai akibat sejumlah banjir tunggal). Potensi transpor sedimen dihitung berdasarkan fraksi ukuran butir sedimen sehingga memungkinkan simulasi armoring dan sorting. Fitur utama modul transport sedimen mencakup kemampuan untuk memodelkan suatu jaring (network) sungai, dredging, berbagai alternatif tanggul, dan pemakaian berbagai persamaan (empiris) transport sedimen.
Modul transport sedimen dirancang untuk mensimulasikan trend jangka panjang gerusan dan deposisi yang diakibatkan oleh perubahan frekuensi dan durasi debit atau muka air, ataupun perubahan geometri sungai. Modul ini dapat pula dipakai untuk memprediksi deposisi didalam reservoir, desain kontraksi untuk keperluan navigasi, mengkaji pengaruh dredging terhadap laju deposisi, memperkirakan kedalaman gerusan akibat banjir, serta mengkaji sedimentasi di suatu saluran.
2.6.3 Penyimpanan Data dan Manajemen Data
Penyimpanan data dilakukan ke dalam “flat” files (format ASCII dan biner), serta file HEC-DSS. Data masukan dari pemakai HEC-RAS disimpan kedalam file-file yang dikelompokkan menjadi: project, plan, geometry, steady flow, unsteady flow, dan sediment data. Hasil keluaran model disimpan kedalam binary file. Data dapat ditransfer dari HEC-RAS ke program aplikasi lain melalui HEC-DSS file. Manajemen data dilakukan melalui user interface. Pemakai diminta untuk menuliskan satu nama file untuk project yang sedang dia buat. HEC-RAS akan menciptakan beberapa file secara automatik (file-file: plan, geometry, steady flow, unsteady flow, output, etc.) dan menamainya sesuai dengan nama file project yang dituliskan oleh pemakai. Penggantian nama file, pemindahan lokasi penyimpanan file, penghapusan file dilakukan oleh pemakai melalui fasilitas interface; operasi tersebut dilakukan berdasarkan project-by-project. Penggantian nama, pemindahan lokasi penyimpanan, ataupun penghapusan file yang dilakukan dari luar HEC-RAS (dilakukan langsung pada folder), biasanya akan menyebabkan kesulitan pada saat pemakaian HEC-RAS mengingat pengubahan tersebut kemungkinan besar tidak dikenali oleh HEC-RAS. Oleh karena itu, operasi atau modifikasi file-file harus dilakukan melalui perintah dari dalam HEC-RAS.
2.6.4 Grafik dan Pelaporan
HEC-RAS atau membuat/mengedit tabel sesuai kebutuhan. Grafik dan tabel dapat ditampilkan di layar, dicetak, atau dicopy ke clipboard untuk dimasukkan kedalam program aplikasi lain (word processor, spreadsheet). Fasilitas pelaporan pada HEC-RAS dapat berupa pencetakan data masukan dan keluaran hasil pada printer atau plotter.
Dalam penggunaan program HEC-RAS, yang perlu diperhatkan yaitu input data untuk HEC-RAS. Setiap data yang berhubungan dengan kondisi kajian sudah tentu merupakan input pada pemodelan. Data geometri untuk model saluran dan bangunan air menggunakan data lapangan hasil survei dan data ketinggian elevasi. Data perhitungan hidrologi berupa data debit banjir dengan periode ulang tertentu. Pemodelan dibuat dengan memanfaatkan data debit berdasarkan kurva hidrograf untuk mengetahui pergerakan air. Data kecepatan air sesaat yang tercatat dan sudah dianalisis secara hidrolis dapat menjadi input pada syarat batas.
Gambar 2.6 Tampilan HEC-RAS Versi 4.0
2.6.5 HEC-RAS dalam Analisa Potensi Banjir
program HEC-RAS dapat diprediksi sampai setinggi mana profil muka air banjir yang terjadi. Hasil daripada prediksi tersebut dapat ditampilkan menurut periode ulang banjir tahunan baik itu Q25 sampai Q100 yang terjadi sepanjang daerah aliran sungai baik itu di badan sungai, bantaran sungai bagian kiri dan kanan, sampai daerah dataran tinggi yaitu daerah pemukiman dan fasilitas-fasilitas infrastruktur yang ada disekitar sungai. Dengan adanya simulasi pemodelan seperti ini banjir dapat di analisa dan dapat memprediksi banjir tahunan yang sering terjadi akibat curah hujan yang sangat tinggi dan akibat saluran penampang sungai yang tidak dapat menampung debit banjir yang melebihi kapasitas tampang saluran. Dan hasil dari prediksi pemodelan tersebut dapat diintegrasi dengan sistem informasi geografis yang nantinya dapat menampilkan informasi daripada daerah genangan banjir dan luas genangan yang terjadi menurut periode kala ulangnya.
2.7 Sistem Informasi Geografis (SIG)
2.7.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG)
Banyak definisi SIG telah diajukan dari waktu ke waktu, namun tidak ada
satupun yang dapat sepenuhnya memuaskan. Meskipun banyak yang mendefinisikan
sebagai sesuatu yang lebih dari sebuah teknologi, saat ini label SIG disandingkan dengan
berbagai macam hal, diantaranya yaitu sejenis perangkat lunak yang dapat dibeli dari
sebuah vendor untuk menjalankan peralatan untuk mengolah fungsi-fungsi kompleks
(perangkat lunak SIG), representasi digital dari berbagai aspek dunia geografis dalam
bentuk rangkaian data (data SIG); komunitas orang-orang yang menggunakan dan
aktivitas menggunakan SIG untuk memberikan solusi terhadap permasalahan atau ilmu
pengetahuan lanjutan (melakukan SIG). Penamaan berlaku pada semua hal tersebut dan
pengertiannya bergantung pada konteks di mana iadigunakan (Longley, 2005).
Banyak penulis mendefinisikan (SIG) dengan karakteristik yang sedikit berbeda, namun ada kesepakatan bersama bahwa kemampuan kunci dari SIG adalah kemampuannya membuat suatu basis data geografis dan data di dalamnya dapat dimanipulasi, diintegrasikan, dianalisis dan ditampilkan (Gregory & Pell, 2007).
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah basis data yang biasanya mempunyai komponen spasial dalam pengolahan dan penyimpanannya. Karenanya SIG mempunyai potensi untuk menyimpan dan menghasilkan produk-produk peta dan sejenisnya. Ia juga menawarkan potensi untuk menjalankan analisis berganda ataupun mengevaluasi suatu skenario sebagaimana simulasi model (Lyon, 2003).
SIG dalam esensinya adalah sebuah pusat penyimpanan dan perangkat -
perangkat analisis bagi data yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Pengembang
dapat menumpangtindihkan informasi dari berbagai sumber data tersebut melalui
berbagai theme dan layer, melaksanakan analisis data secara menyeluruh dan
menggambarkannya secara grafis bagi pengguna (Albrecht, 2007).
2.7.2 Kelebihan Sistem Informasi Geografis (SIG)
Hampir semua yang terjadi di suatu tempat. Umumnya, aktivitas-aktivitas
manusia terbatas pada ruang yang berada di dekat atau di permukaan bumi. Mengetahui
di mana suatu hal terjadi adalah kepentingan yang mendesak, apabila kita hendak
lain terhadap sebuah tempat, atau menginformasikan kepada seseorang yang tinggal
dekat tempat tersebut. Oleh karenanya, lokasi geografis merupakan atribut penting dari
beragam aktivitas, kebijakan, strategi dan perencanaan. Sistem Informasi Geografis
adalah sebuah kelas khusus sistem informasi yang merekam, bukan hanya kejadian,
aktivitas dan sesuatu, tetapi juga di mana kejadian, aktivitas dan sesuatu tersebut terjadi
atau berada (Longley, 2005).
Terdapat sejumlah kelebihan yang dibawa oleh teknologi SIG bagi penelitian sumber daya air. SIG memungkinkan penataan dan penyimpanan data yang lebih baik. Tujuan dari studi DAS diantaranya adalah pembagian DAS, identifikasi pembagian drainase dan jaringan alur sungai, karakterisasi lereng dan hadapan, konfigurasi daerah tangkapan air dan perilaku aliran air yang menghasilkan variabel-variabel tersebut sulit dilakukan dari peta-peta cetak dan foto udara. Metode-metode tradisional tersebut menjadi pokok terjadinya kesalahan akibat operasi manual dan terbukti membutuhkan waktu yang lama (Lyon, 2003).
2.7.3 Data Spasial
tersebut. Atribut yang diasosiasikan dengan suatu data geografis harus valid bagi seluruh koordinat yang menjadi bagian dari objek geografis (Albrecht, 2007).
Menurut McCoy dan Johnston, 2001, ada dua jenis model dalam kerangka analisa spasial, yaitu : (1) Model berbasis reprsentasi (Representation model) (2) Model berbasis proses ( proses model). Model yang pertama merepresentasikan objek di permukaan bumi (landscape). Model yang kedua mensimulasikan proses yang ada di permukaan bumi (indiarto, 2012)
2.7.4 Penginderaan jauh
Dewasa ini, foto udara skala kecil dan citra satelit telah digunakan untuk pemetaan penggunaan lahan/penutup lahan bagi wilayah yang luas (Lillesand dan Kiefer, 1990). Data penginderaan jauh dan SIG saling melengkapi satu sama lain dengan saling menambahkan informasi. Data SIG membantu analisis citra dalam mengelompokkan pixel-pixel yang meragukan, sedangkan citra yang digunakan sebagai latar belakang bagi data vektor khusus menyediakan orientasi dan tata letak situasional (Albrecht, 2007).
2.7.5 Overlay
data yang terdapat dalam sebuah kelas fitur dan data yang terdapat dalam kelas fitur lain digabungkan menjadi sebuah set data hasil dan membentuk geometri yang sebelumnya tidak ada, sehingga menghasilkan data yang benar-benar baru (Albrecht, 2007).
Gambar 2.7 Integrasi Model dengan SIG
ArcView dan MapInfo akan bekerja dengan optimal apabila digunakan data peta DEM (Digital Elevation Model) yang umumnya dibangkitkan berdasarkan data radar atau foto udara yang akurat. Sedangkan data tutupan lahan dapat secara baik digunakan peta berdasarkan citra satelit terlebih lagi dengan menggunakan Ikonos.
Kemampuan SIG dalam mengukur potensi banjir pada suatu DAS untuk menentukan resiko banjir di perkotaan dengan menumpangtindihkan lapisan peta sarana kota, peta jalan, peta alur sungai dan peta daerah dataran banjir untuk Q100. Dengan
model SIGnya ia dapat mengidentifikasi sarana-sarana publik penting yang masuk ke dalam daerah rawan banjir untuk kala ulang 100 tahun tersebut. Model seperti ini dapat pula dijadikan dasar untuk proses mitigasi dan rencana tanggap darurat saat banjir terjadi.
Ghani, dkk (2000) mengembangkan model integrasi antara ArcView 3.2 dengan HEC-6, Fluvial 12 dan HEC-RAS. Model integrasi ini digunakan untuk meramal perubahan arus air sungai, sehingga dapat diketahui luapan air sungai yang akan terjadi. Lebih lanjut hasil hitungan model ini kemudian digambarkan dalam bentuk poligon dengan bantuan HEC-GeoRAS dan kemudian diekspor kedalam sistem informasi geografis. Kedua gambar tersebut dapat dilihat bahwa luasan dan kedalaman daerah genangan. Hal ini merupakan overlay antar peta dasar lokasi dengan hasil hitungan model yang digambarkan secara spasial pada ArcView. Overlay ini memberikan penampakkan yang jelas akan daerah rawan banjir .
kemudian dapat diekplorasi lebih lanjut mengenai resiko banjir yang akan terjadi seperti beberapa banyak rumah atau bangunan yang akan terendam, kerusakan lahan pertanian atau peruntukan lain, beberapa jiwa yang harus diungsikan dan lain-lain.