• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Potensi Erosi Pada DAS Deli Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Potensi Erosi Pada DAS Deli Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)"

Copied!
361
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POTENSI EROSI PADA DAS DELI MENGGUNAKAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

TESIS

Oleh

FAIZ ISMA

117016007/TS

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS POTENSI EROSI PADA DAS DELI MENGGUNAKAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

TESIS

Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Pada Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

FAIZ ISMA

117016007/TS

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : ANALISIS POTENSI EROSI PADA DAS DELI

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI

GEOGRAFIS Nama Mahasiswa : Faiz Isma Nomor Pokok : 117016007 Program Studi : Teknik Sipil

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir.A.Perwira Mulia Tarigan, M.Sc)

Ketua Anggota

(Medis Surbakti, ST. MT)

Anggota

(Medis Surbakti, ST. MT)

Ketua Program Studi Dekan

(4)

Telah diuji pada Tanggal 24 April 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Dr. Ir.Ahmad Perwira Mulia, M.Sc

ANGGOTA : Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE Ir. Rudi Iskandar, MT

(5)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis Potensi Erosi Pada DAS Deli Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)” adalah karya saya dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tesis ini dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka.

Medan, April 2014

Faiz Isma

(6)

A B S T R A K

Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli merupakan salah satu bagian satuan wilayah sungai (WS) Wampu – Ular – Padang yang memiliki luas 472,98 km2

Untuk mengatasi terjadinya erosi tanah yang terus menerus meningkat di DAS Deli, maka diperlukan suatu aplikasi teknologi mutakhir yang mampu menggambarkan informasi potensi erosi, tingkat bahaya erosi (TBE), endapan lahan, dan masuknya erosi tanah ke sungai. Sehingga nantinya berfungsi sebagai pedoman pembuat keputusan untuk penanggulangan dampak erosi dan pendangkalan sungai akibat erosi tanah pada DAS Deli, oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian dengan judul: “Analisis Potensi Erosi pada DAS Deli Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)”yang merupakan komposit antara metode Universal Soil Loss Equation (USLE) sebagai pendugaan potensi erosi, peraturan Menteri Kehutanan RI, 2009 sebagai pendugaan tingkat bahaya erosi (TBE), dan persamaan Verstraten, 2007 sebagai pendugaan kapasitas angkutan sedimen yang dipengaruhi vegetasi dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang menghasilkan basis data spasial menjadi lapisan informasi baru pada potensi erosi di DAS Deli.

dan terdiri dari tujuh sub DAS yang langsung melintasi jantung kota Medan, akibat interaksi manusia yang terus meningkat terhadap DAS Deli akan memberikan dampak erosi tanah terhadap DAS tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAS Deli mengalami 5 kejadian sebaran erosi, yaitu sangat ringan 3.138,312 ha (6,64 %), ringan 7.505,460 ha (15,87 %), sedang 24.019,166 ha (50,78 %), berat 12.013,670 ha (25,40 %), dan sangat berat 621,423 ha (1,31 %), dengan erosi rata – rata tahunan 138,808 ton/ha/tahun atau 6.565.344,948 ton/thn berada pada tolak ukur kelas erosi sedang, dengan adanya penerapan konservasi tanah di lahan DAS Deli terjadi penurunan erosi tanah sebesar 56,64 ton/ha/tahun atau terjadi persentasi penurunan akibat konservasi lahan sebesar 59,20 % dari besaran erosi sebelum konservasi tanah. Berdasarkan kategori tingkat bahaya erosi (TBE), DAS Deli didominasi pada kriteria sangat bahaya/lahan sangat kritis dengan sebaran luas 28.760,755 ha atau 60,81 % dari total luas DAS Deli. Perkiraan erosi yang masuk ke hilir sungai sub DAS Deli Petani berkisar 2,638 ton/ha/tahun, sub DAS Deli Deli berkisar 3,939 ton/ha/tahun, sub DAS Deli Paluh Besar berkisar 2,291 ton/ha/tahun, sub DAS Deli Sei Sekambing berkisar 0,158 ton/ha/tahun, sub DAS Deli Simaimai berkisar 2,141 ton/ha/tahun, sub DAS Deli Babura berkisar 7,121 ton/ha/tahun, dan sub DAS Deli Bekala berkisar 4,619 ton/ha/tahun. Kemudian pelepasan sedimen yang terjadi di sungai DAS Deli sebesar 162.288,818 ton/tahun yang menghasilkan volume sedimen 81.144,41 m3, maka dapat diperkirakan biaya pengambilan sedimen sungai akibat erosi tanah sebesar Rp . 1.282.081.662/year.

(7)

ABSTRACT

The Deli DAS (watershed) is a part of the river area unit of the Wampu River, the Ular River, and the Padang River which has the area of 472.98 square kilometers. It consists of seven sub-watersheds passing the downtown of Medan. The increasing human interaction with Deli watershed has brought about land erosion along the watershed.

A modern technological application which is able to provide the information about the potential erosion, TBE (dangerous erosion level), land sediment, and the flow of land erosion into the river are need in order to know the cause of the increasing incidence of land erosion along the Deli DAS. This information can be used as guidance for decision making in handling the effect of erosion and for discovering why the river is becoming shallow as the result of land erosion. Therefore, it is necessary to conduct a research, entitled, “The Analysis of the Potential Erosion along the Deli DAS (Watershed), Using SIG (Geographical Information System)” which constitutes the composite between Universal Soil Loss Equation (USLE) as the estimation for potential erosion and the Decree of the Minister of Forestry of the Republic of Indonesia in 2009 as the estimation for TBE and Verstraten equation 2007 as the estimation for the sediment flow capacity which was influenced by vegetation with SIG which yielded special data base to become a new information deposit in the potential erosion along the Deli DAS.

The result of the research showed that the Deli DAS underwent five incidences of erosion: very minor damaged (3,138,312 hectares or 6.64%), minor damaged (7,505,460 hectares or 15.87%), moderate (24.019, 166 hectares or 50.78%), heavily damaged (12,013,670 hectares or 25.40%), and seriously damaged (621,423, hectares or 1.31%) with the average erosion annually of 138.808 tons/ha/year or 6,565,344,948 tons/year was in the landmark of moderate erosion class. The implementation of land conservation along the Deli DAS had caused land erosion to decrease around 56.64 tons/ha/year or 59.20%, compared with the amount of land erosion prior to the land conservation. Based on the category of TBE, the Deli DAS was domineered by the criteria of serious danger/ very critical land with the area of 28,760,755 hectares or 60.81% of the total Deli DAS area. The estimation of erosion which flowed to the downstream of sub-Deli Petani DAS was around 2.638 tons/ha/year, Deli Deli DAS was around 3.99 tons/ha/year, sub-Deli Paluh Besar DAS was around 2.291 tons/ha/year, sub-sub-Deli Sei Sekambing DAS was around 0.158 tons/ha/year, sub-Deli Simaimai DAS was around 2.141 tons/ha/year, sub-Deli Babura DAS was around 7.121 tons/ha/year, and sub-Deli Bekala DAS was around 4.619 tons/ha/year. The flow of sediment that occurred along the Deli DAS was 162,288,818 tons/ha/year which yielded sediment volume of 81,144,41 cubic meters so that it was estimated that the cost for taking the river sediment caused by land erosion would be Rp.1, 282, 081,662 per year.

(8)

KATA PENGANTAR

Berkat Ridho dan Karunia Allah SWT saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Studi Potensi Erosi Pada DAS Deli Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)” sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Magister Bidang Manajemen Prasarana Publik di Program Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Dengan Selesainya tesis ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: Bapak Dr. Ir. A. Perwira Mulia Tarigan, M.Sc sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan pemahaman yang sangat diperlukan dalam penulisan tesis ini. Bapak Medis Sejatera Surbakti, ST, MT dan Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT. sebagai anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan yang berharga dalam penulisan tesis ini. Terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE selaku Ketua Program Studi dan Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT selaku Sekretaris Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Terima kasihku Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Program Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Seluruh Mahasiswa Program Magister Teknik Sipil Unversitas Sumatera Utara khususnya rekan seperjuangan angkatan 2011.

(9)

dengan baik. teman seperjuanganku Asril Zevri, ST dan ALexander Tuahta, ST yang telah begitu banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini. Hanya Allah SWT yang dapat membalas segala bentuk bantuan yang telah diberikan, semoga mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Amin.. Amin.. Ya Robbal Alamin.

Sebagai manusia yang bersifat lemah, Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, saran dan masukan demi perbaikan sangat diharapkan, mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan ilmu

pengetahuan

Medan, April 2014

(10)

RIWAYAT HIDUP

A.DATA PRIBADI

Nama : Faiz Isma

Tempat Tanggal Lahir : Medan, 4 Maret 1987

Alamat : Komplek Damai Indah LK.III No.110 Jati Makmur Binjai Utara, kota Binjai

Agama : Islam

Anak ke : 1 (satu) Jenis Kelamin : Laki - laki

B.RIWAYAT PENDIDIKAN

- SD Negeri 4 Tanjung Pura : 1993 – 1999 - SLTP Negeri 11 Binjai : 1999 – 2002 - SMU Negeri 3 Binjai : 2002 – 2005 - Fakultas Teknik, Depatemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara (USU) : 2005 – 2010 - Fakultas Teknik Magister Teknik Sipil

Jurusan Manajemen Prasarana Publik

Universitas Sumatera Utara (USU) : 2011 – 2014

C.RIWAYAT PEKERJAAN

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRAK ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP v

PERNYATAAN vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR NOTASI xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Pembatasan Masalah 5

1.5 Manfaat Penelitian 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8

1.7 Sistematika Penulisan 6

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) 8

2.1.1 Pengertian DAS 8

2.1.2 Kesatuan dan Fungsi Daerah Aliran Sungai 10 2.1.3 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai 11

2.2 Erosi 15

(12)

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi 19 2.3 Metode USLE Sebagai Model Pendugaan Erosi 23

2.3.1 Erosivitas Hujan (R) 24

2.3.2 Erodibilitas Tanah (K) 25

2.3.3 Kemiringan Lereng (LS) 26

2.3.4 Indeks Tutupan Lahan (C) Faktor Konservasi Tanah (P) 27

2.3.5 Penentuan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) 29 2.4 Metode Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) 31

2.4.1 Metode Konservasi Tanah 31

2.4.2 Metode Sistem Pembayaran Jasa Lingkungan DAS 33 2.5 Endapan lahan dan Sedimen Sungai Akibat Erosi 36 2.5.1 Endapan lahan (Deposition Areas) 36 2.5.2 Nisabah Pelepasan Sedimen Akibat Erosi 41

2.6 Sistem Informasi Geografis (SIG) 45

2.6.1 Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis 45 2.6.2 Komponen Sistem Informasi Geografis 47 2.6.3 Data Sistem Informasi Geografis 48

2.6.4 Model Data Spasial 51

2.6.5 Pengenalan Perangkat Lunak Arcview 54

2.6.5.1 Gambaran Arcview 54

2.6.5.2 Data Atribut 57

(13)

2.6.6 Integrasi Model Erosi dan SIG 67

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 70

3.1 Tinjauan Lokasi Penelitian 70

3.2 Kondisi Fisik 73

3.3 Sumber Data dan Alat 77

3.4 Asumsi 78

3.5 Lingkup dan Tahap Penelitian 79

3.6 Pengolahan dan Analisis Data 80

3.7 Penentuan Nilai Faktor-Faktor Erosi 81 3.7.1 Faktor Erosivitas Hujan (R) 81 3.7.2 Faktor Erodibilitas Tanah (K) 82 3.7.3 Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) 82 3.7.4 Faktor Penggunaan dan Pengelolaan Lahan (CP) 84

3.7.5 Satuan Lahan 84

3.7.6 Analisis Spasial 85

3.8 Penentuan Kapasitas Angkutan Sedimen 88

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 91

4.1 Faktor Estimasi Erosi DAS Deli 91

(14)

4.1.3.3 Erodibilitas Tanah (K) Sub DAS Sei Sekambing 104 4.1.3.4 Erodibilitas Tanah (K) Sub DAS Babura 105 4.1.3.5 Erodibilitas Tanah (K) Sub DAS Bekala 106 4.1.3.6 Erodibilitas Tanah (K) Sub DAS Petani 106 4.1.3.7 Erodibilitas Tanah (K) Sub DAS Simaimai 107 4.1.4 Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng/Topografi (LS) 109

4.1.4.1 Kemiringan Lereng (LS) pada Sub DAS Deli

Deli 110

4.1.4.2 Kemiringan Lereng (LS) pada Sub DAS Deli

Paluh Besar 112

4.1.4.3 Kemiringan Lereng (LS) pada Sub DAS Deli

Sei Sekambing 114

4.1.4.4 Kemiringan Lereng (LS) pada Sub DAS Deli

Babura 115

4.1.4.5 Kemiringan Lereng (LS) pada Sub DAS Deli

Bekala 116

4.1.4.6 Kemiringan Lereng (LS) pada Sub DAS Deli

Petani 118

4.1.4.7 Kemiringan Lereng (LS) pada Sub DAS Deli

Simaimai 120

(15)

4.2.2 Analisis Estimasi Erosi Sub DAS Deli Paluh Besar 126 4.2.3 Analisis Estimasi Erosi Sub DAS Deli Sei Sekambing 128 4.2.4 Analisa Estimasi Erosi Sub DAS Deli Babura 129 4.2.5 Analisa Estimasi Erosi Sub DAS Deli Bekala 131 4.2.6 Analisa Estimasi Erosi Sub DAS Deli Petani 132 4.2.7 Analisa Estimasi Erosi Sub DAS Deli Simaimai 135 4.2.8 Analisa Estimasi Erosi pada DAS Deli 136 4.3 Analisis Tingkat Bahaya Erosi (TBE) 142 4.4 Potensi Erosi Kota Medan Pada DAS Deli 146 4.5 Kapasitas Angkutan Sedimen (Sediment Transport Capacity) 148

4.5.1 Endapan Lahan (D) SDAS Deli Petani 149 4.5.2 Endapan Lahan (D) SDAS Deli Deli 155 4.5.3 Endapan Lahan (D) SDAS Deli Paluh Besar 159 4.5.4 Endapan Lahan (D) SDAS Deli Sei Sekambing 164 4.5.5 Endapan Lahan (D) SDAS Deli Simaimai 165 4.5.6 Endapan Lahan (D) SDAS Deli Babura 169 4.5.7 Endapan Lahan (D) SDAS Deli Bekala 173 4.6 Teknik Konservasi Tanah Pengurangan Erosi DAS Deli 176 4.7 Sedimen Sungai dan Biaya Normalisasi Sedimen DAS Deli 177

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 180

5.1 Kesimpulan 180

5.2 Saran 182

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Nilai K untuk berbagai jenis tanah 26

2.2 Nilai LS untuk variasi kemiringan lereng 27 2.3 Nilai CP untuk berbagai faktor penggunaan lahan 28

2.4 Klasifikasi Erosi Tanah 29

2.5 Klasifikasi Kedalaman Tanah/Solum Tanah 30

2.6 Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi (TBE) 30 2.7 Tindakan Khusus Konservasi Tanah PadaLahan DAS 33

2.8 Indeks Vegetasilahan 39

2.9 Pengaruh daerah aliran sungai (DAS) terhadap nisbah pelepasan

sedimen (NPS) 43

3.1 Luas Sub DAS di DAS Deli Berdasarkan Wilayah Administrasi 71

3.2 Batas Kecamatan di kota Medan 72

3.3 Batas Kecamatankota Medan berada pada DAS Deli 73 3.4 Luas Sub DAS di DAS Deli Berdasarkan Morfologi Hulu, Tengah

dan Hilir 73

3.5 Luas Sub DAS di DAS Deli Berdasarkan Kemiringan Lereng 74 3.6 Luas Sub DAS di DAS Deli Berdasarkan Jenis Tanah Utama 74 3.7 Luas Sub DAS di DAS Deli Berdasarkan Penutupan Lahan 75 3.8 Luas Sub DAS di DAS Deli Berdasarkan Kawasan Hutan 77

(17)
(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Skemapenyajian grid darisuatu DAS 38

2.2 Usulanhubunganfungsionaldari KTC dengan NDVI 40

2.3 IlustrasiSistemInformasiGeografis 47

2.4 KomponenSistemInformasiGeografis (SIG) 48

2.5 Sumber Data DalamSistemInformasiGeografis (SIG) 49

2.6 Tampilan shortcut ArcView 55

2.7 Tampilan ArcView 56

2.8a Tampilan view baruPeta DAS Deli 56

2.8b Tampilan view baruPeta DAS Deli 57

2.9 Tampilan data atribut 59

2.10 Keterkaitan data atributdenganshapefile 60 2.11 Tampilan Extensions GeoprocessingdanProduknya 61

2.12 TampilanPerintah Dissolve 62

2.13 HasilSebelumdanSesudah Dissolve 62

2.14 TampilanGeoProcessing Marge Theme 63

2.15 Proses danHasilGeoProcessing Marge Theme 64

2.16 TampilanGeoProcessingClip on Theme 65

(19)
(20)

DAFTAR NOTASI

Asi

E/SE/PE = Erosi tanah (tn/ha/thn)

= Luas Sebaran lereng tiap iterasi

C = Indeks tutupan lahan

KTCi = Koefisien kapasitas angkutan sedimen (kg/m2

LS = Indeks panjang dan kemiringan lereng

/tahun)

NDVI = Normalized deifference vegetation index

NPS/SDR = Nisbah Pelepasan Sedimen P = Indeks upaya konservasi tanah

R = Erosivitas curah hujan tahunan rata-rata Rm

(Rain)

= Erosivitas curah hujan bulanan

m

S

= Curah hujan bulanan (cm)

i

SDAS = Sub Daearah Aliran Sungai = sebaran kemiringan lereng

TCi

T

= Kapasitas Angkutan Sedimen

outi

Y = Hasil sedimen per satuan luas (ton/tahun) = Angkutan sedimen keluar

Ws

(21)

A B S T R A K

Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli merupakan salah satu bagian satuan wilayah sungai (WS) Wampu – Ular – Padang yang memiliki luas 472,98 km2

Untuk mengatasi terjadinya erosi tanah yang terus menerus meningkat di DAS Deli, maka diperlukan suatu aplikasi teknologi mutakhir yang mampu menggambarkan informasi potensi erosi, tingkat bahaya erosi (TBE), endapan lahan, dan masuknya erosi tanah ke sungai. Sehingga nantinya berfungsi sebagai pedoman pembuat keputusan untuk penanggulangan dampak erosi dan pendangkalan sungai akibat erosi tanah pada DAS Deli, oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian dengan judul: “Analisis Potensi Erosi pada DAS Deli Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)”yang merupakan komposit antara metode Universal Soil Loss Equation (USLE) sebagai pendugaan potensi erosi, peraturan Menteri Kehutanan RI, 2009 sebagai pendugaan tingkat bahaya erosi (TBE), dan persamaan Verstraten, 2007 sebagai pendugaan kapasitas angkutan sedimen yang dipengaruhi vegetasi dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang menghasilkan basis data spasial menjadi lapisan informasi baru pada potensi erosi di DAS Deli.

dan terdiri dari tujuh sub DAS yang langsung melintasi jantung kota Medan, akibat interaksi manusia yang terus meningkat terhadap DAS Deli akan memberikan dampak erosi tanah terhadap DAS tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAS Deli mengalami 5 kejadian sebaran erosi, yaitu sangat ringan 3.138,312 ha (6,64 %), ringan 7.505,460 ha (15,87 %), sedang 24.019,166 ha (50,78 %), berat 12.013,670 ha (25,40 %), dan sangat berat 621,423 ha (1,31 %), dengan erosi rata – rata tahunan 138,808 ton/ha/tahun atau 6.565.344,948 ton/thn berada pada tolak ukur kelas erosi sedang, dengan adanya penerapan konservasi tanah di lahan DAS Deli terjadi penurunan erosi tanah sebesar 56,64 ton/ha/tahun atau terjadi persentasi penurunan akibat konservasi lahan sebesar 59,20 % dari besaran erosi sebelum konservasi tanah. Berdasarkan kategori tingkat bahaya erosi (TBE), DAS Deli didominasi pada kriteria sangat bahaya/lahan sangat kritis dengan sebaran luas 28.760,755 ha atau 60,81 % dari total luas DAS Deli. Perkiraan erosi yang masuk ke hilir sungai sub DAS Deli Petani berkisar 2,638 ton/ha/tahun, sub DAS Deli Deli berkisar 3,939 ton/ha/tahun, sub DAS Deli Paluh Besar berkisar 2,291 ton/ha/tahun, sub DAS Deli Sei Sekambing berkisar 0,158 ton/ha/tahun, sub DAS Deli Simaimai berkisar 2,141 ton/ha/tahun, sub DAS Deli Babura berkisar 7,121 ton/ha/tahun, dan sub DAS Deli Bekala berkisar 4,619 ton/ha/tahun. Kemudian pelepasan sedimen yang terjadi di sungai DAS Deli sebesar 162.288,818 ton/tahun yang menghasilkan volume sedimen 81.144,41 m3, maka dapat diperkirakan biaya pengambilan sedimen sungai akibat erosi tanah sebesar Rp . 1.282.081.662/year.

(22)

ABSTRACT

The Deli DAS (watershed) is a part of the river area unit of the Wampu River, the Ular River, and the Padang River which has the area of 472.98 square kilometers. It consists of seven sub-watersheds passing the downtown of Medan. The increasing human interaction with Deli watershed has brought about land erosion along the watershed.

A modern technological application which is able to provide the information about the potential erosion, TBE (dangerous erosion level), land sediment, and the flow of land erosion into the river are need in order to know the cause of the increasing incidence of land erosion along the Deli DAS. This information can be used as guidance for decision making in handling the effect of erosion and for discovering why the river is becoming shallow as the result of land erosion. Therefore, it is necessary to conduct a research, entitled, “The Analysis of the Potential Erosion along the Deli DAS (Watershed), Using SIG (Geographical Information System)” which constitutes the composite between Universal Soil Loss Equation (USLE) as the estimation for potential erosion and the Decree of the Minister of Forestry of the Republic of Indonesia in 2009 as the estimation for TBE and Verstraten equation 2007 as the estimation for the sediment flow capacity which was influenced by vegetation with SIG which yielded special data base to become a new information deposit in the potential erosion along the Deli DAS.

The result of the research showed that the Deli DAS underwent five incidences of erosion: very minor damaged (3,138,312 hectares or 6.64%), minor damaged (7,505,460 hectares or 15.87%), moderate (24.019, 166 hectares or 50.78%), heavily damaged (12,013,670 hectares or 25.40%), and seriously damaged (621,423, hectares or 1.31%) with the average erosion annually of 138.808 tons/ha/year or 6,565,344,948 tons/year was in the landmark of moderate erosion class. The implementation of land conservation along the Deli DAS had caused land erosion to decrease around 56.64 tons/ha/year or 59.20%, compared with the amount of land erosion prior to the land conservation. Based on the category of TBE, the Deli DAS was domineered by the criteria of serious danger/ very critical land with the area of 28,760,755 hectares or 60.81% of the total Deli DAS area. The estimation of erosion which flowed to the downstream of sub-Deli Petani DAS was around 2.638 tons/ha/year, Deli Deli DAS was around 3.99 tons/ha/year, sub-Deli Paluh Besar DAS was around 2.291 tons/ha/year, sub-sub-Deli Sei Sekambing DAS was around 0.158 tons/ha/year, sub-Deli Simaimai DAS was around 2.141 tons/ha/year, sub-Deli Babura DAS was around 7.121 tons/ha/year, and sub-Deli Bekala DAS was around 4.619 tons/ha/year. The flow of sediment that occurred along the Deli DAS was 162,288,818 tons/ha/year which yielded sediment volume of 81,144,41 cubic meters so that it was estimated that the cost for taking the river sediment caused by land erosion would be Rp.1, 282, 081,662 per year.

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ada dua puluh Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dimiliki oleh Provinsi Sumatera Utara, enam di antaranya tergabung dalam satu Wilayah Sungai Belawan-Ular-Padang (WS BUP) dengan luasan 6.215,66 km2. Adapun cakupan wilayah studi penelitian ini berada pada DAS Deli yang merupakan salah satu bagian dari WS BUP yang memiliki luas 472,98 km2

(24)

manusia dengan DAS pada akhirnya menurunkan kualitas ekosistem DAS, khususnya dalam penurunan kualitas dan kuantitas airnya.

Kerusakan lingkungan DAS ini sudah sangat jelas dapat merusak sistem persediaan air di dalam tanah, karena pada saat terjadinya hujan air tidak dapat tersimpan di dalam tanah. Hal ini dikarenakan air hujan yang jatuh langsung mengalir dan mengikis permukaan tanah dan membawa butiran tanah yang sebagian larut dalam air dan sebagian lagi menjadi butiran kasar berupa pasir yang tersalurkan ke sungai di sekitarnya. Akibatnya air sungai menjadi keruh dan terbawa ke bagian hilir sungai hingga terjadi pengendapan sedimen. Di samping itu air yang tidak dapat disimpan di dalam tanah, akan menambah debit sungai yang sekaligus dapat menyebabkan banjir pada musim penghujan.

Kerusakan ekosistem DAS Deli di daerah hulu banyak diakibatkan oleh penebangan hutan, dan perubahan lahan menjadi lahan pertanian dan pemukiman. Kerusakan lingkungan DAS ini dapat menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap tanah di atasnya, sehingga pada saat musim hujan lapisan permukaan tanah bagian atas mengalami pengikisan/degradasi (erosi). Erosi ini kemudian menyebabkan butiran tanah yang terangkut air dan masuk ke sungai, sehingga mengurangi kapasitas daya tampung dari sungai–sungai di DAS Deli tersebut.

(25)

erosi lahan DAS Deli meningkat menjadi 77,211 ton/ha/tahun dengan kategori erosi sedang. Hal ini jelas memperlihatkan bahwa erosi lahan DAS Deli akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah manusia, sementara upaya sistematis untuk konservasi tanah baik secara vegetasi maupun secara mekanis pada DAS Deli belum terwujud.

Untuk melihat kondisi erosi secara lebih komprehensif, diperlukan suatu informasi baru yang dapat menggambarkan peran sistem informasi berbasis geografis menjadi sentral. Sistem informasi yang menunjukkan sebaran spasial dari erosi lahan, tingkat bahaya erosi (TBE), dan endapan lahan adalah krusial dalam mendukung keputusan yang perlu diambil dalam DAS. Hal ini sejalan dengan tuntutan undang – undang No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang mengamanatkan pada pasal 65 ayat (1) dan (2) bahwa “Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, Pemerintah dan pemerintah daerah

menyelenggarakan pengelolaan sistem informasi sumber daya air meliputi informasi

mengenai kondisi hidrologis, hidrome-teorologis, hidrogeologis, kebijakan sumber

daya air, prasarana sumber daya air, teknologi sumber daya air, lingkungan pada

sumber daya air dan sekitarnya, serta kegiatan sosial ekonomi budaya masyarakat

yang terkait dengan sumber daya air”.

(26)

itu unit spasial yang digunakan dalam studi ini lebih kecil, sehingga diharapkan menghasilkan analisis yang lebih baik.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil suatu perumusan masalah dari penelitian ini, yaitu:

1. Permasalahan erosi dan sedimentasi di DAS Deli perlu digambarkan secara spasial menggunakan data terkini dengan metode yang lebih sistematis. 2. Demi mengetahui besaran erosi yang terjadi di kawasan DAS Deli, maka

diperlukan teknologi sistem informasi geografis, yang dapat memberikan informasi terbaru terhadap besaran erosi, tingkat bahaya erosi (TBE), dan besaran sedimen yang disalurkan ke sungai yang berada pada DAS Deli. Informasi ini dibutuhkan sebagai panduan bagi pengambil keputusan dalam mengelola DAS Deli secara terpadu.

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk memodelkan erosi dan sedimentasi di DAS Deli secara kuantitatif dan sistematis. Untuk mencapai tujuan umum ini, studi ini mempunyai tujuan khusus, yaitu:

a. Untuk menganalisis besaran dan sebaran erosi, tingkat bahaya erosi (TBE), dan endapan lahan, serta arahan teknik konservasi tanah untuk pengurangan erosi pada DAS Deli.

(27)

c. Untuk mengetahui persentasi penurunan besaran erosi, dengan melakukan simulasi penerapan teknik konservasi tanah pada lahan DAS Deli.

d. Untuk mengestimasi laju erosi yang masuk ke sungai di bagian hilir DAS Deli dan biaya pengerukan pertahun bilamana diperlukan.

e. Untuk menyajikan hasil analisis spasial di atas dengan sistem informasi geografis (SIG).

1.4 Pembatasan Masalah

Dalam penulisan tesis ini, penulis memodelkan perkiraan besaran erosi pada DAS Deli dengan ruang lingkup pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini difokuskan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli yang terbentang antara 3° 13' 35,50'' – 3° 47' 06,05'' LU dan 98° 29' 22,52'' – 98° 42' 51,23'' BT.

2. Analisa perkiraan besar erosi menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation), Tingkat Bahaya Erosi (TBE) sesuai dengan peraturan KEMENHUT RI tahun 2009, dan endapan lahan pengaruh vegetasi menggunakan persamaan Verstraten, dkk 2007.

3. Hanya menganalisa perkiraan besaran erosi yang masuk kedalam sungai pada hilir sub DAS Deli tanpa meninjau pendangkalan akibat erosi tersebut.

(28)

5. Pengelolaan data spasial menggunakan aplikasi sistem informasi geografis (SIG) menggunakan Arcview Versi 3.3.

6. Estimasi erosi ini tidak dipengaruhi terhadap suatu proses bencana alam. 7. Penelitian ini tidak meninjau debit sungai di DAS Deli.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan banyak memberikan gambaran tentang karakteristik DAS khususnya yang berkenaan dengan tingkat erosi dan sedimentasi lahan yang berada pada DAS Deli yang mencakup jantung kota Medan. DAS Deli perlu mendapat perhatian serius agar mendapat perlindungan yang cukup baik, sehingga dapat berfungsi dalam menunjang kegiatan pembangunan yang ada. Secara terperinci hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Penelitian ini diharapkan dapat menyajikan suatu informasi baru terkait dengan besaran laju erosi, tingkat bahaya erosi, dan endapan lahan, serta erosi yang masuk ke sungai pada DAS Deli.

b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam proses pengambilan keputusan yang terkait dalam pengelolaan DAS secara terpadu pada DAS Deli.

1.6 Sistematika Penulisan

(29)

metodelogi yang dilakukan penulis gunakan dalam penelitian ini, dan urgensi yang menggambarkan tentang keutamaan dari penelitian ini.

BAB II, TINJAUAN PUSTAKA, membahas tentang teori–teori yang di butuhkan dalam lingkup pembahasan, dalam hal analisis hasil pada tesis ini. Adapun dasar teori yang digunakan pada tesis ini meliputi Daerah Aliran Sungai (DAS), Erosi, Penentuan Tingkat Bahaya Erosi (TBE), endapan lahan, serta erosi yang disalurkan ke sungai, dengan penerapan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) sebagai perangkat pendukung dalam penelitian ini.

BAB III, METODELOGI PENELITIAN, menguraikan tentang gambaran umum wilayah penelitian, yaitu gambaran umum terhadap DAS Deli, serta penguraian tentang pola pikir penelitian, teknik pengumpulan data, yang kemudian penganalisisan data, sehingga memperoleh hasil yang diharapkan sebagai tujuan yang

ingin dicapai dalam tesis ini.

Bab IV, HASIL DAN PEMBAHASAN, berisi tentang proses pembuatan peta mulai dari pembuatan lapisan–lapisan (layer) informasi yang dapat digunakan untuk analisis spasial, hingga dapat digambarkan suatu informasi mengenai besar dan sebaran erosi, tingkat bahaya erosi, dan endapan lahan, serta erosi yang tersalurkan ke sungai pada DAS Deli.

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) 2.1.1 Pengertian DAS

Berdasarkan UU No.7 tahun 2004 daerah aliran sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang mempunyai satu kesatuan dengan sungai dan anak–anak sungainya, dalam fungsinya untuk menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke satu outlet (danau atau laut) secara alami sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Dengan pengertian yang lebih kurang sama, Webster (1976) dalam rauf (2011) mendefenisikan DAS sebagai sebuah wilayah yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan curah hujan yang jatuh diatasnya menuju sungai utama yang bermuara ke danau atau lautan, pemisah topografi ialah punggung bukit. Di bawah tanah juga terdapat pemisah bawah tanah berupa batuan. Sebuah DAS merupakan kumpulan dari beberapa sub DAS yang lebih kecil. Ukuran dan bentuk DAS dengan sendirinya berbeda antara satu dengan lainnya.

(31)

larian, evaporasi dan air infiltrasi, yang kemudian akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran. Komponen-komponen utama ekosistem DAS, terdiri dari: manusia, hewan, vegetasi, tanah, iklim, dan air. Masing-masing komponen tersebut memiliki sifat yang khas dan keberadaannya tidak berdiri sendiri, namun berhubungan dengan komponen lainnya membentuk kesatuan system ekologis (ekosistem). Manusia memegang peranan yang penting dan dominan dalam mempengaruhi kualitas suatu DAS. Gangguan terhadap salah satu komponen ekosistem akan dirasakan oleh komponen lainnya dengan sifat dampak yang berantai. Keseimbangan ekosistem akan terjamin apabila kondisi hubungan timbal balik antar komponen berjalan dengan baik dan optimal.

Faktor penyebab kerusakan Derah Aliran Sungai (DAS) dapat ditandai dengan menurunnya kemampuan menyimpan, manampung, dan mengalirkan air hujan yang jatuh dipermukaan DAS, sehingga dapat menyebabkan tingginya laju erosi lahan dan debit dari sungai – sungainya. Adapun faktor utama penyebab kerusakan DAS adalah penutupan vegetasi lahan permanen/hutan yang mengalami kerusakan/kehilangan, pemanfaatan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, tidak tepatnya penerapan teknologi pengelolaan lahan di kawasan DAS (Sinukaban, 2007 dalam Hutapea.S, 2012), kerusakan DAS ini umumnya disebabkan oleh tangan manusia yang berada pada DAS tersebut.

(32)

perbandingan dengan jenis vegetasi non-irigasi lainnya. Tanah hutan memiliki lapisan seresah yang tebal, kandungan bahan organik tanah, dan jumlah makro porositas yang cukup tinggi sehingga laju infiltrasi air lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pertanian. Dari sisi lansekap, hutan tidak peka terhadap erosi karena memiliki filter berupa seresah pada lapisan tanahnya. Hutan dengan karakteristik tersebut di atas sering disebut mampu meredam tingginya debit sungai pada saat musim hujan dan menjaga kestabilan aliran air pada musim kemarau.

2.1.2 Kesatuan dan Fungsi Daerah Aliran Sungai

Fungsi hidrologis DAS sangat dipengaruhi jumlah curah hujan yang diterima, geologi yang mendasari dan bentuk lahan. Fungsi hidrologis yang dimaksud termasuk kapasitas DAS, aktivitas yang mempengaruhi komponen DAS di bagian hulu akan mempengaruhi kondisi DAS bagian tengah dan hilir. Batas DAS secara administratif hanya dapat tercakup dalam satu kabupaten hingga melintas batas provinsi dan negara. Suatu DAS yang sangat luas dapat terdiri dari beberapa sub DAS yang kemudian dapat dikelompokkan lagi menjadi DAS bagian hulu, DAS bagian tengah dan DAS bagian hilir. Fungsi dari setiap sub DAS tersebut adalah sebagai berikut:

(33)

mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen sistem aliran airnya.

Kedua, DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.

(34)

mempengaruhi fungsi dan manfaat DAS di bagian hilir, baik untuk pertanian, kehutanan maupun untuk kebutuhan air bersih bagi masyarakat secara keseluruhan.

2.1.3 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Pengelolaan DAS adalah upaya manusia untuk mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia dan segala aktivitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi kesejahteraan manusia. Prinsip dasar dalam pengelolaan DAS yaitu “satu DAS, satu perencanaan, satu pengelolaan”. Dengan prinsip ini pengelolaan DAS dilakukan dengan pendekatan ekosistem dengan asas keterpaduan, kemanfaatan, kelestarian, dan keadilan (Sumampouw et al. t.t, 2009).

(35)

1. Lahan yang produktif dan berkelanjutan sesuai dengan daya dukungnya; 2. DAS yang mempunyai tutupan vegetasi tetap yang memadai dan aliran

(debit) air sungai stabil dan jernih tanpa ada pencemaran air;

3. Kesadaran, kemampuan dan partisipasi aktif para pihak termasuk masyarakat di dalam pengelolaan DAS semakin lebih baik;

4. Kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.

Ruang lingkup kegiatan pengelolaan DAS sebagaimana dinyatakan oleh (Dephut 2008) meliputi:

1. Penatagunaan lahan (landuse planning) untuk memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa serta kelestarian lingkungan;

2. Penerapan konservasi sumberdaya air untuk menekan daya rusak air dan untuk memproduksi air (water yield) melalui optimalisasi penggunaan lahan;

3. Pengelolaan lahan dan vegetasi di dalam dan luar kawasan hutan (pemanfaatan, rehabilitasi, restorasi, reklamasi dan konservasi);

4. Pembangunan dan pengelolaan sumberdaya buatan terutama yang terkait dengan konservasi tanah dan air;

5. Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS.

(36)

lingkungan. Di lain pihak, aktivitas pengelolaan DAS untuk menurunkan laju erosi dan sedimentasi serta permasalahan yang berkaitan dengan sumber daya air dan tanah, seharusnya tidak mengabaikan pentingnya peranan DAS bagian hulu yang dapat meningkatkan pendapatan manusia yang menghuni DAS yang mampu mendapatkan sumber daya yang berwawasan lingkungan.

Pada umumnya sebagian besar petani di daerah aliran sungai menerapkan kegiatan becocok tanam bersifat multiguna, dengan adanya kegiatan tersebut, maka pemanfaatan DAS yang bercrikan multiguna melibatkan komoditas yang mereka butuhkan, seperti makanan ternak, tanaman pangan dan obat, kayu untuk bangunan, dan kayu bakar., sasaran pengelolaan DAS untuk tujuan multiguna adalah melakukan pengelolaan sumber daya pada tuingkat yang paling menguntungkan baik pengelolaan jangka pendek maupun jangka panjang.

Sasaran pengelolaan DAS yang ingin dicapai pada dasarnya adalah: a. Terciptanya hidrologi DAS secara optimal.

b. Meningkatnya produktivitas lahan yang diikuti oleh perbaikan kesejahteraan masyarakat.

c. Tertanya suatu kelembagaan formal dan informal dari masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS dan konservasi tanah

d. Adanya suatu kesadaran dari masyarakat dalam hal pengelolaan DAS secara berkelanjutan

(37)

2.2 Erosi

2.2.1 Pengertian Erosi

Menurut rauf.A, 2011 erosi merupakan peristiwa terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari satu tempat ke tempat lain oleh media alami. Media alami yang berperan adalah air dan angin erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air hujan yang jatuh diatas tanah.

Proses erosi dapat ditinjau dari tiga proses yang berurutan yaitu pengelupasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan sedimentasi (sedimentation) (Suripin, 2002). Tiga tahapan erosi adalah tahap pelepasan dari massa tanah, tahap pengangkutan oleh media yang erosive seperti aliran air dan angin, dan tahap pengendapan yang terjadi pada kondisi aliran yang melemah.

Erosi juga dapat disebut pengikisan atau pengelupasan yang merupakan proses penghanyutan oleh kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah maupun akibat perbuatan manusia. Pengertian yang lain juga menyebutkan bahwa erosi adalah hilangnya bagian – bagian tanah yang berpindah akibat air atau angin dari suatu tempat ke tempat yang lainnya.

(38)

proses erosi ini. erosi alamiah dapat terjadi karena adanya proses pembentukan tanah yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Sedangkan erosi akibat aktivitas manusia disebabkan oleh terkelupasnya lapisan permukaan tanah bagian atas akibat kegiatan manusia melakukan cara bercocok tanam yang tidak di dasarkan kaidah konservasi tanah serta kegiatan manusia dalam hal pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah.

Dua peristiwa utama erosi, yaitu pelepasan dan pengangkutan merupakan penyebab erosi tanah yang penting. Dalam proses erosi, pelepasan butir tanah mendahului peristiwa pengangkutan, tetapi pengangkutan tidak selalu diikuti oleh pelepasan. Agen pelepasan tanah yang penting adalah tetesan butir hujan yang jatuh di permukaan tanah. Tetesan air hujan akan memukul permukaan tanah, mengakibatkan gumpalan tanah menjadi butir-butir yang lebih kecil dan terlepas. Butir-butir tanah yang terlepas tersebut sebagian akan terlempar ke udara (splash) dan jatuh lagi di atas permukaan tanah, dan sebagian kecil akan mengisi pori-pori kapiler tanah, sehingga akan menghambat proses infiltrasi (Arsyad, 2010).

(39)

normal. Kemudian erosi dipercepat adalah terangkutnya suatu tanah dengan laju yang jauh lebih cepat dari erosi normal sehingga dapat menimbulkan kerusakan tanah lebih cepat, hal ini dikarenakan perbuatan manusia menghilangkan tumbuhan penutupan suatu lahan.

Aliran permukaan akan terjadi apabila air hujan yang masuk ke dalam tanah telah melampaui kapasitas infiltrasinya. Aliran tersebut mula-mula laminer, tetapi lama-kelamaan berubah menjadi turbulent karena pengaruh permukaan tanah yang dilaluinya. Turbulensi aliran ini digunakan untuk melepas lagi butir-butir tanah dengan cara mengangkat dari massanya dan menggulingkan butir – butir tanah tersebut, serta terjadi pula penggemburan butirbutir tanah dari masanya oleh butir-butir tanah yang terkandung dalam aliran permukaan. Aliran permukaan lama-kelamaan akan berkurang sejalan dengan berkurangnya curah hujan. Oleh karena itu, kemampuan pengangkutannya akan menyusut, dan pada suatu saat saja akan berhenti. Dalam keadaan inilah terjadi pengendapan butir-butir partikel tanah yang merupakan proses akhir terjadinya erosi.

Ada beberapa jenis erosi tanah yang disebabkan oleh air hujan yang umum dijumpai di daerah tropis, yaitu:

1. Erosi percikan (splash erosion)

(40)

antara ujung daun penetes (driptips) dan permukaan tanah (pada proses erosi di bawah tegakan vegetasi). Oleh karena itu, air lolos dari vegetasi dengan ujung penetes lebar memberikan tenaga kinetik yang besar, sehingga meningkatkan kecepatan air lolos sampai ke permukaan tanah.

2. Erosi Kulit (sheet erosion)

Erosi Kulit (sheet erosion) adalah erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air larian

(runoff). Tipe erosi ini disebabkan oleh kombinasi air hujan dan air larian yang mengalir ke tempat yang lebih rendah. Berdasarkan sumber tenaga penyebab erosi kulit, tenaga kinetis air hujan lebih penting karena kecepatan air jatuhan lebih besar, yaitu antara 0,3 sampai 0,6 m/dt (Schwab et al., 1981). Tenaga kinetik air hujan akan menyebabkan lepasnya partikel-partikel tanah dan bersama-sama dengan pengedapan sedimen di atas permukaan tanah, menyebabkan turunnya laju infiltrasi karena pori-pori tanah tertutup oleh kikisan partikel tanah. Bentang lahan dengan komposisi lapisan permukaan tanah atas yang rentan/lepas terletak di atas lapisan bawah permukaan yang solid merupakan bentang lahan dengan potensi terjidinya erosi kulit besar. Besar kecilnya tenaga penggerak terjadinya erosi kulit ditentukan oleh kecepatan dan kedalaman air larian.

3. Erosi alur (rill erosion)

(41)

permukaan tanah, kecepatan air larian meningkat dan akhirnya terjadilah transpor sedimen. Dalam hubungannya dengan faktor-faktor penyebab erosi ditegaskan bahwa tipe erosi ini terbentuk oleh tanah yang kehilangan daya ikat partikel-partikel tanah sejalan dengan meningkatnya kelembapan tanah di tempat tersebut. Kelembapan tanah yang berlebihan akan mengakibatkan tanah longsor. Bersama dengan longsornya tanah, kecepatan air larian ini mengangkut sedimen hasil erosi dan ini menandai awal dari terjadinya erosi parit.

4. Erosi parit/selokan (gully erosion)

Erosi parit/selokan membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur. Erosi parit dapat diklasifikasikan sebagai parit bersambungan dan parit terputus-putus. Erosi parit terputus dapat dijumpai di daerah yang bergunung. Erosi tipe ini biasanya diawali oleh adanya gerusan yang melabar di bagian atas hamparan tanah miring yang berlangsung dalam waktu relatif singkat akibat adanya air larian yang besar. Kedalaman erosi parit ini menjadi berkurang pada daerah yang kurang terjal. Erosi bersambungan berawal dari terbentuknya gerusan – gerusan permukaan tanah oleh air larian ke arah tempat yang lebih rendah dan cendrung berbentuk jari – jari tangan.

2.2.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Erosi

Adapun beberapa faktor yang mepengaruhi erosi adalah: 1. Iklim

(42)

dibandingkan dengan negara beriklim sedang. Besarnya curah hujan menentukan kekuatan dispersi, daya pengangkutan dan kerusakan terhadap tanah (Arsyad, 2010). Intensitas dan besarnya curah hujan menentukan kekuatan dispersi terhadap tanah. Jumlah curah hujan rata-rata yang tinggi tidak menyebabkan erosi jika intensitasnya rendah, demikian pula intensitas hujan yang tinggi tidak akan menyebabkan erosi bila terjadi dalam waktu yang singkat karena tidak tersedianya air dalam jumlah besar untuk menghanyutkan tanah. Sebaliknya jika jumlah dan intensitasnya tinggi akan mengakibatkan erosi yang besar.

2. Tanah

Tanah merupakan faktor penting yang menentukan besarnya erosi yang terjadi. Faktor-faktor tanah yang berpengaruh antara lain adalah ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar baik oleh pukulan air hujan maupun limpasan permukaan dan kemampuan tanah untuk menyerap air hujan melalui perkolasi dan infiltrasi.

(43)

perkolasi mempengaruhi volume limpasan permukaan yang mengikis dan mengangkut hancuran masa tanah.

Sifat-sifat tanah yang penting pengaruhnya terhadap erosi adalah kemampuannya untuk menginfiltrasikan air hujan yang jatuh serta ketahanannya terhadap pengaruh pukulan butir-butir hujan dan aliran permukaan. Tanah dengan agregat yang stabil akan lebih tahan terhadap pukulan air hujan dan bahaya erosi. Kapasitas infiltrasi tanah sangat dinamis, dapat berubah atau diubah oleh waktu atau pengolahan tanah.

Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, dan sifat lapisan bawah tanah. Tanah dengan kandungan liat yang tinggi sukar tererosi, karena liat memiliki kemampuan memantapkan agregat tanah.

Struktur tanah mempengaruhi besarnya erosi, tanah-tanah yang berstruktur granuler lebih terbuka dan akan menyerap air lebih cepat daripada tanah yang berstruktur masif. Demikian pula peranan bahan organik penting terhadap stabilitas struktur tanah, karena bahan organik tanah berfungsi memperbaiki kemantapan agregat tanah, memperbaiki struktur tanah dan menaikkan daya pegang air tanah. Sifat lapisan bawah tanah yang menentukan kepekaan erosi adalah permeabilitas.

3. Topografi

(44)

tetapi erosi akan menurun dengan bertambahnya panjang lereng pada intensitas hujan yang rendah. Unsur lain yang berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng.

Bentuk lereng juga berpengaruh terhadap erosi. Bentuk lereng dibedakan atas lereng lurus, lereng cembung, lereng cekung dan lereng kompleks. Lereng lurus dicirikan oleh kemiringan yang seragam pada seluruh bagian lereng. Lereng cembung semakin curam ke arah lereng bawah, sedangkan lereng cekung semakin landai ke arah lereng bawah. Lereng yang cembung umumnya tererosi lebih besar daripada lereng cekung.

Perbedaan aspek lereng menimbulkan perbedaan besarnya erosi yang terjadi karena perbedaan penyinaran matahari dan kelembaban. Untuk daerah tropis, aspek lereng tidak terlalu menyebabkan perbedaan erosi yang besar karena matahari berada hampir tegak lurus dari permukaan.

4.Vegetasi

Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu: intersepsi hujan oleh tajuk tanaman, mempengaruhi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air, pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap porositas tanah, transpirasi yang mengakibatkan keringnya tanah.

(45)

tanaman masih dapat merusak tanah pada saat jatuh di permukaan tanah. Selain mengurangi pukulan butir-butir air hujan pada tanah, tanaman juga berpengaruh dalam menurunkan kecepatan aliran permukaan dan mengurangi kandungan air tanah

melalui transpirasi.

5. Manusia

Manusia dapat mencegah dan mempercepat terjadinya erosi, tergantung bagaimana manusia mengelolahnya. Manusialah yang menentukan apakah tanah yang dihasilkannya akan merusak dan tidak produktif atau menjadi baik dan produktif secara lestari. Banyak faktor yang menentukan apakah manusia akan mempertahankan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijaksana sehingga menjadi lebih baik dan dapat memberikan pendapatan yang cukup untuk jangka waktu yang tidak terbatas.

(46)

2.3 Metode USLE Sebagai Model Pendugaan Erosi

Pendugaan erosi adalah suatu prediksi besarnya erosi yang dipengaruhi oleh faktor iklim, tanah, topografi dan penggunaan lahan. Untuk kepentingan praktis nilai faktor erosi dapat mengacu pada penelitian dan penerapan rumus empiris yang telah dilakukan di Indonesia, yaitu dengan menggunakan persamaan umum kehilangan tanah USLE (Universal Soil Loss Equation) oleh Wischemeier & Smith (1978) dalam Suripin, 2002. Keunggulan dari metode ini adalah suatu metode pedugaan erosi yang mudah dikelola, relatif sederhana, layak digunakan di daerah tropis dan jumlah parameter yang relatif sedikit dibandingkan dengan metode lainnya yang lebih kompleks parameternya, seperti metode GUEST perlu mengetahui pelepasan butir – butir hujan serta volume aliran permukaan dan metode AGNPS yang memerlukan validasi untuk penerapannya di daerah tropis.

USLE adalah suatu model erosi yang di rancang untuk memprediksi rata – rata erosi jangka panjang dari erosi lembar atau alur dibawah keadaan tertentu. USLE dikembangkan di National Runoff and Soil Loss Data Centre yang didirikan pada tahun 1954 oleh the Science And Education Administration, Amerika Serikat Purdue. Proyek – proyek penelitian federal dan Negara bagian menyumbangkan lebih dari 10.000 petak tahun data erosi dan aliran permukaan untuk analisis statistic (Wischeimier & Smith, 1978 dalam Suripin, 2002).

Persamaan USLE dapat dinyatakan sebagai berikut :

P x C x LS x K x R

(47)

Dimana:

E = jumlah tanah hilang (ton/ha/tahun), R = erosivitas curah hujan tahunan rata-rata K = indeks erodibilitas tanah

LS = indeks panjang dan kemiringan lereng C = indeks pengelolaan tanaman

P = indeks upaya konservasi tanah/lahan

2.3.1 Erosivitas Hujan (R)

Kemampuan hujan untuk menimbulkan ataupun menyebabkan erosi pada suatu wilayah dikatakan erosivitas hujan. Faktor penentunya antara lain intensitas hujan, diameter butir-butir hujan, kecepatan jatuhnya butir hujan dan faktor kecepatan angin.

Berdasarkan data curah hujan bulanan maksimum, faktor erosivitas hujan (R) dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan Lenvain dalam Peraturan Menteri Kehutanan RI, Nomor: P. 32/MENHUT-II/2009 sebagai berikut:

36

Untuk memperoleh nilai R dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

=

(48)

(Rain)m = curah hujan bulanan (cm).

2.3.2 Erodibilitas Tanah (K)

Erodibilitas Tanah adalah tingkat kepekaan suatu jenis tanah terhadap erosi. Kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas) tanah dapat didefinisikan sebagai mudah tidaknya suatu tanah tererosi. Erodibilitas tanah dapat juga dikatakan mudah tidaknya tanah untuk dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan atau oleh kekuatan aliran permukaan. Erodibilitas alami tanah merupakan sifat kompleks yang tergantung pada laju infiltrasi tanah dan kapasitas tanah untuk bertahan terhadap penghancuran agregat (detachment) serta pengangkutan oleh hujan dan aliran permukaan.

(49)

Tabel 2.1 Nilai K untuk berbagai jenis tanah

Orde Sub Orde Great-Group K

Inceptisols (EPT)

Andepts

Dystrandepts 0,320 Eutrandepts 0,250 Hydrandepts 0,320

Tropepts Dystropepts 0,073

Eutropepts 0,073

Aquepts Tropaquepts 0,251

Entisols (ENT)

Aquents

Hydraquents 0,168 Sulfaquents 0,168 Tropaquents 0,214

Fluvents Troplofluvents 0,215 Sumber : Rauf,2011 dan BPDAS Wampu – Ular – Padang, 2013

2.3.3 Kemiringan Lereng (LS)

Kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Unsur lain yang mungkin berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng. Semakin miring suatu lahan dan semakin panjang lereng maka erosi akan semakin besar.

(50)

Tabel 2.2 Nilai LS untuk variasi kemiringan lereng

No

Kemiringan rata-rata

Nilai LS

1 0 - 8% 0,4

2 > 8 % - 15 % 1,4 3 > 15 % - 25 % 3,1 4 > 25 % - 45 % 6,8

5 > 45 % 9,5

Sumber: Arsyad (1989) dan Asdak (1995) dalam Jayusri, 2012

2.3.4 Faktor Tutupan Lahan (C) dan Konservasi Tanah (P)

Faktor C ditunjukan sebagai angka perbandingan yang berhubungan dengan tanah hilang tahunan pada areal yang bervegetasi dengan areal yang sama, jika suatu areal kosong dan ditanami secara teratur, maka niilai faktor C berkisar antara 0,001 pada hutan tak terganggu hingga 1,0 pada tanah kosong yang tidak ditanami. penentuan Indeks tutupan lahan ini ditentukan dari peta tutupan lahan (landcover)

dan keterangan tutupan lahan pada peta sebagai satuan lahan ataupun data yang langsung diperoleh dari lapangan.

(51)

dengan 1 dan kurang dari 1 untuk penggunaan lahan dengan penangan secara mekanis (Segel dan Putuhena, 2005 dalam Hasibuan. R, 2009). Indeks penutupan lahan (C) dan Indeks pengolahan lahan atau tindakan konservasi tanah (P) dapat digabung menjadi faktor CP. Tabel di bawah ini menunjukkan Nilai CP untuk berbagai faktor penggunaan lahan.

Tabel 2.3 Nilai CP untuk berbagai faktor penggunaan lahan

No Jenis Tata Guna Lahan CP

1 Belukar Rawa 0.010

2 Rawa 0.010

3 Semak/Belukar 0.300

4 Pertanian Lahan Kering Campur 0.190

5 Pertanian Lahan Kering 0.280

6 Perkebunan 0,500

7 Pemukiman 0.950

8 Hutan Lahan Kering Sekunder 0,010

9 Hutan Mangrove Sekunder 0.010

10 Hutan Rawa Sekunder 0.010

11 Hutan Tanaman 0.050

12 Sawah 0,010

13 Tambak 0.001

14 Tanah Terbuka 0.950

(52)

Model pendugaan potensi erosi dapat dilihat dari besaran erosi yang dinyatakan dalam jumlah tanah yang hilang dalam ton perhektar pertahun (ton/ha/thn) yang dapat dihitung dengan formula USLE. Tabel 2.4 menunjukkan potensi erosi yang diklasifikasikan telah diusulkan oleh Rauf (2011) seperti berikut ini.

Tabel 2.4 Klasifikasi Erosi Tanah

Kelas Besaran Erosi

(ton/ha/tahun) Keterangan

1 < 15 Sangat

Rendah

2 15 – 60 Rendah

3 60 – 180 Sedang

4 180 – 480 Berat

5 > 480 Sangat Berat Sumber : Abdul Rauf (2011)

2.3.5 Penentuan Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

Teknik pelaksanaan pemetaan TBE dilakukan dengan cara menumpang tindihkan peta kelas erosi (USLE) dan peta kedalaman solum tanah, maka diperoleh sebaran solum tanah yang paling besar dari suatu lahan dan tingkat bahaya erosi ditentukan berdasarkan peraturan yang diberikan oleh Menteri Kehutan Republik Indonesia nomor : P.32/MENHUT – II/2009.

(53)

lapuk, rempah vulkanik dan endapan penutup lainnya. Klasifikasi kedalaman tanah yang akan digunakan diberikan pada tabel 2.5 yang menggambarkan kelas solum tanah dengan deskripsi dan besaran kedalaman tanah yang sesuai dengan kelasnya, semakin dalam solum tanah, maka semakin baik kemampuan tanah dalam menahan erosi tanah.

Tabel 2.5 Klasifikasi Kedalaman Tanah/Solum Tanah

Kelas Deskripsi

Kedalaman Tanah (cm)

0 Dalam > 90

1 Cukup Dalam 60 – 90

2 Cukup Dangkal 30 – 60

3 Dangkal 15 – 30

4

Sangat Dangkal

10 – 15

5 Dangkal Sekali < 10

Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia tahun 2009

(54)

Tabel 2.6Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

Erosi Kelas Bahaya Erosi (ton/ha/tahun)

Solum Tanah I (<15) II (15-60) III (60-180)

IV (180-480) V (>480)

Dalam (>90) SR R S B SB

Sedang (60-90) R S B SB SB

Dangkal (30-60) S B SB SB SB

Sangat dangkal (<30) B BS SB SB SB

Sumber : Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia tahun 2009

Keterangan :

Kelas : 0 – SR : Sangat Ringan 1 – R : Ringan

2 – S : Sedang 3 – B : Bahaya

4 – SB : Sangat Bahaya

2.4 Metode Pengeloaan Daerah Aliran Sungai (DAS) 2.4.1 Metode Konservasi Tanah

(55)

tidak mungkin dan bahkan dianggap tidak perlu oleh karenanya hal yang dianggap realistik adalah menjaga agar besarnya erosi masi diambang batas.

Mempertahankan keberadaan vegetasi penutup tanah adalah cara yang paling efektif dan ekonomis dalam usaha mencegah terjadinya dan meluasnya erosi permukaan pemahaman mekanisme terjadinya erosi sangatlah penting sebagai pengetahuan awal untuk melaksanakan program konservasi tanah. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:

a. Menghindari praktek bercocok tanam yang bersifat menurunkan permeabilitas tanah

b. Mengusahakan agar permukaan tanah sedapat mungkin dilindungi oleh vegetasi berumput atau semak selama dan serapat mungkin

c. Menghindari pembalakan hutan penggembalaan ternak yang berlebihan didaerah dengan kemiringan lereng terjal

d. Merencankan dengan baik pembuatan jalan didaerah rawan erosi atau tanah longsor sehingga aliran air permkaan tidak mengalir ke selokan-selokan ditempat yang rawan tersebut

e. Menerapkan teknik-teknik pengendalian erosi di lahan pertanian dan mengusahakan peningkatan laju infiltrasi.

Dengan memahami proses dan mekanisme terjadinya erosi, suatu tindakan konservasi tanah dapat dilaksanakan dengan mamfaat langsung menurunkan laju erosi. Beberapa usaha yang dapat dirancang antaran lain untuk:

(56)

b. Meningkan kekasaran permukaan tanah untuk menurunkan kecepatan aliran air permukaan

c. Memperpendek panjang lereng dan mengurangi kemiringan lereng, dan dengan demikian mereduksi kekuatan aliran permukaan

d. Memperbesar laju infiltrasi air hujan sehingga dapat memeperkecil jumlah dan kecepatan air larian.

e. Mencegah terkonsentrasinya aliran permukaan membentuk saluran-saluran air yang kondusif terhadap tebentuknya erosi parit.

Faktor tindakan konservasi tanah dan air adalah seluruh bentuk tindakan pengelolaan yang ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kelestarian sumberdaya lahan dan lingkungan sehingga kegiatan usaha pengelolaan lahan terutama wilayah pertanian dapat dilakukan secara berkelanjutan. Tabel Berikut ini merupakan nilai faktor P berbagai aktivitas konservasi tanah:

Tabel 2.7Tindakan Khusus Konservasi Tanah Pada Lahan DAS

No Tindakan Khusus Konservasi Tanah Nilai

P

1 Terras Bangku :

Kontruksi Baik 0,04

Kontruksi Sedang 0,15

Kontruksi Kurang Baik 0,35

Kontruksi Tradisional 0,40

2 Strip Tanaman Rumput Bahia 0,40

3 Pengolahan Tanah dan Penanaman Menurut Garis

Kontur:

Kemiringan 0% - 8% 0,50

Kemiringan 9% - 20% 0,75

Kemiringan 20% 0,90

4 Tanpa Tindakan Konservasi 1,00

(57)

2.4.2 Metode Sistem Pembayaran Jasa Lingkungan dalam DAS

Dalam pengelolaan suatu DAS dikenal istilah Payment of Enviromental Service (PES) sebagai suatu transaksi sukarela dimana jasa lingkungan harus dibayar oleh kurang lebih satu perusahaan pemanfaat dari jasa lingkungan kepada kurang lebih satu penyedia jasa lingkungan di suatu kawasan DAS (Abdul Rauf, 2011), pembayaran jasa lingkungan oleh perusahaan pemanfaat jasa lingkungan merupakan insentif yang diharapkan mampu mendorong pemeliharaan/perubahan/perbaikan lingkungan dalam jangka panjang. Beberapa Negara maju diberbagai benua telah merealisasikan pembayaran jasa lingkungan dan di Indonesia telah ada yang dipelopori oleh PT. Karakatau Steel di serang Banten (DAS Cidanau). Proses pembayaran jasa lingkungan dilakukan dengan cara kontrak antara pemanfaat dan penyedia jasa lingkungan yang diawali negoisasi untuk masa/priode tertentu dengan memungkinkan dilakukan negoisasi kembali pada akhir priode.

(58)

atau mendapatkan beras bersubsidi (Sun and Liqiao, 2006 dalam Abdul Rauf, 2011). Sedangkan di Indonesia sendiri telah dilakukan kontrak pembayaran jasa lingkungan berjangka pendek dilakukan oleh PT. Krakatau Tirta Industri (KTI) di DAS Cidanau. PT. KTI membayar jasa lingkungan untuk jenis jasa pemanfaatan sumber daya air

(water resources) sebagai perusahaan penjernihan air untuk keperluan air baku bagi perusahaan induknya PT. Krakatau Steel dan perusahaan air yang membutuhkan air bersih di wilayah tersebut, serta untuk sumber air konsumtif bagi warga kota cilegon serang Banten. Pembayaran jasa lingkungan dilakukan dengan landasan sukarela

(Voluntary) yang disalurkan melalui Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC). Pada tahun 2005 – 2006 PT. KTI membayar jasa lingkungan sebesar Rp. 175.000.000 per tahun sehingga total selama dua tahun sebesar Rp. 175.000.000 per tahun sehingga total selama dua tahun sebesar Rp. 350.000.000. pada tiga tahun berikutnya (2007 – 2009) PT. KTI meningkatkan nilai pembayaran jasa lingkungan sebesar Rp. 200.000.000 per tahun, sehingga total pembayaran selama tiga tahun ini sebesar Rp. 600.000.000. dengan demikian selama lima tahun (2005 – 2009), PT. KTI telah melakukan pembayaran jasa lingkungan sebesar Rp. 950.000.000.

Forum komunikasi DAS Cidanau (FKCD) sebagai perantara penerima jasa lingkungan melakukan negosiasi dengan kelompok tani calon penerima (penyedia) jasa lingkungan. Hasil negosiasi dan kesepakatan FKDC dengan kelompok tani penerima (penyedia) jasa lingkungan (seller) sebagai berikut:

(59)

b. Kelompok tani wajib menanam dan mempertahankan (tidak menebang) sedikitnya 500 pohon/hektar pada tahun pertama dari 200 pohon/hektar pada akhir tahun ke lima.

c. Apabila salah satu anggota kelompok melanggar ketentuan yang telah disepakati, maka seluruh anggota kelompok tidak akan menerima pembayaran jasa lingkungan yang sudah jatuh tempo (tanggung renteng). Pembayaran jasa lingkungan oleh PT. KTI ternyata memberikan dampak positif, diantaranya:

a. Kelompok tani menanam dan mempertahankan tegakan pohon melampaui jumlah yang disyaratkan. Kelompok Tani Karya Muda di Desa Citaman misalnya, menanam dan mempertahankan tegakan pohon sebanyak 14.500 batang. Sedangkan kelompok Tani Maju Bersama di Desa Cibojong menanam dan mempertahankan tegakan pohon sebanyak 13.500 batang b. Kelompok Tani mengembangkan usaha berbasis kelompok dengan

melakukan pembenahan jaringan air bersih dan menyepakati tata kelola air bersih dengan menggunakan kas kelompok yang dibangun dari kesepakatan anggota untuk dipotong sebesar 5% dari pembayaran jasa lingkungan yang diterimanya.

(60)

2.5 Endapan lahan dan Sedimen Sungai Akibat Erosi 2.5.1 Endapan lahan (Deposition Areas)

Menurut Foster dan Meyer (1977) dalam Jain,K.M, 2010 menyatakan bahwa erosi sebagai penyebab timbulnya sedimentasi yang disebabkan oleh air terutama meliputi proses pelepasan (detachment), penghanyutan (transportation),

pengendapan (deposition), dan sedimentasi dari partikel-partikel tanah yang terjadi akibat tumbukan air hujan dan aliran air.

Proses sedimentasi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu : a. Proses sedimentasi secara geologis

Sedimentasi secara geologis merupakan proses erosi tanah yang berjalan secara normal, artinya proses pengendapan yang berlangsung masih dalam batas-batas yang diperkenankan atau dalam keseimbangan alam dari proses degradasi dan agradasi pada perataan kulit bumi akibat pelapukan.

b. Proses sedimentasi yang dipercepat

Sedimentasi yang dipercepat merupakan proses terjadinya sedimentasi yang menyimpang dari proses secara geologi dan berlangsung dalam waktu yang cepat, bersifat merusak atau merugikan dan dapat mengganggu keseimbangan alam atau kelestarian lingkungan hidup. Kejadian tersebut biasanya disebabkan oleh kegiatan manusia dalam mengolah tanah. Cara mengolah tanah yang salah dapat menyebabkan erosi tanah dan sedimentasi yang tinggi.

(61)

a. Pukulan air hujan (rainfall detachment) terhadap bahan sedimen yang terdapat diatas tanah sebagai hasil dari erosi percikan (splash erosion)

dapat menggerakkan partikel – partikel tanah tersebut dan akan terangkut bersama-sama limpasan permukaan (overland flow).

b. Limpasan permukaan (overland flow) juga mengangkat bahan sedimen yang terdapat di permukaan tanah, selanjutnya dihanyutkan masuk kedalam alur-alur (rills), dan seterusnya masuk kedalam selokan dan akhirnya ke sungai.

c. Pengendapan sedimen, terjadi pada saat kecepatan aliran yang dapat mengangkat (pick up velocity) dan mengangkut bahan sedimen mencapai kecepatan pengendapan (settling velocity) yang dipengaruhi oleh besarnya partikel-partikel sedimen dan kecepatan aliran.

(62)

Gambar 2.1 Skema penyajian grid dari suatu DAS (Jain,K.M, 2010)

Penyaluran sedimen dari hulu DAS hingga hilir DAS (Outlet) dilakukan dengan pemberian grid – grid di luasan DAS yang akan di tinjau, dengan membuat homogenitas besaran erosi pada masing – masing grid, selanjutnya di buatkan alur angkutan sedimen dri grid hulu menuju grid hilir yang berikutnya. Proses angkutan erosi tanah ini berdasarkan kapasitas angkutan sedimen dari suatu grid.

Kapasitas angkutan sedimen merupakan kemampuan suatu aliran untuk mengalirkan butiran tanah akibat erosi dari suatu daerah ke daerah lainnya berdasarkan dengan jenis vegatasi yang akan dilalui aliran tersebut serta pengaruh kemiringan lerengnya.

Verstraten, dkk 2007 dalam Jain,K.M, 2010 memberikan suatu persamaan untuk memprediksi rata – rata kapasitas angkutan sedimen di suatu lahan adalah sebagai berikut:

44 , 1 44 , 1

i si i TC

i K RK A S

TC i

(63)

Dimana:

KTCi = koefisien kapasitas angkutan sedimen (kg/m2

i = iterasi tiap grid

/tahun)

Si = sebaran kemiringan lereng.

Koefisien vegetasi berdasarkan jenis kelas vegetasi yang terjadi pada masing – masing grid berdasarkan Normalized deifference vegetation index (NDVI) berdasarkan Kidwell, 1990. Jenis kelas vegatasi dan indeks vegetasi di perlihatkan pada tabel berikut ini.

Tabel 2.8 Indeks Vegetasi lahan Kelas

Persamaan koefisien merupakan fungsi eksponensial dari NDVI di suatu daerah diperlihatkan pada persamaan yang diberikan oleh (Kidwell, 1990) dalam

Jain,K.M, 2010 berikut ini.



(64)

Gambar 2.2 Usulan hubungan fungsional dari KTC dengan NDVI (Jain,K.M, 2010)

Meyer dan Wischmeier 1969 dalam Jain,K.M, 2010 menyatakan:

1. jika besaran erosi tanah (SE) yang terjadi lebih besar dari kapasitas angkutan sedimen (TCi

Di = SEi – TC

) pada area grid hulu, maka akan terjadi endapan (D) pada grid sebesar :

i

Maka erosi yang tertinggal sama dengan endapan yang terjadi pada grid (SE = D)

(2.6)

Angkutan sedimen keluar (Touti

T

) yang keluar melalui alur ke grid hilir yang terdekat sesuai dengan alur angkutan sebesar :

outi = TCi

Gambar

Gambar
Tabel 2.1 Nilai K untuk berbagai jenis tanah
Tabel 2.3 Nilai CP untuk berbagai faktor penggunaan lahan
Tabel 2.7 Tindakan Khusus Konservasi Tanah Pada Lahan DAS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kelas bahaya erosi (Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan RTL – RLKT Jakarta, 1986 dalam Rencana Tehnik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah DAS Belawan, 2003). Penentuan

Data profil sungai dan data curah hujan digunakan untuk analisa debit banjir menurut periode kala ulang yang diinput ke dalam software HEC-RAS untuk menganalisa

Hasil perhitungan erosi dengan raster calculator pada peta curah hujan, peta jenis tanah, peta panjang dan kemiringan lereng, peta tutupan lahan menghasilkan peta bahaya

Potensi banjir yang terjadi pada saat tingginya curah hujan yaitu tinggi banjir. dan dataran banjir pada

Foto Banjir Akibat Luapan Sungai Belawan. Universitas

Untuk periode Q 50 tahun akibat luapan Sungai Deli menimbulkan banjir mencapai ketinggian 1-3 meter ditampilkan pada lampiran Gambar 4, luas dataran banjir

Sebaran Nilai Rerata Erosi Lahan Bulanan DAS Krueng Tiro Dari hasil simulasi pemodelan dapat dilihat bahwa erosi lahan paling besar terjadi pada Sub DAS 4 yaitu sebesar 53,40 ton/ha..

Pada Sub DAS Sail, nilai kapasitas angkutan lebih besar dibandingkan dengan nilai erosi yang terjadi, sehingga hasil erosi yang ada pada lahan akan terbawa masuk ke dalam sungai..