• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju Pertumbuhan Populasi Ikan Jurung (Tor tambra) di Hapa dengan Pemberian Pakan yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laju Pertumbuhan Populasi Ikan Jurung (Tor tambra) di Hapa dengan Pemberian Pakan yang Berbeda"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan jurung (Tor tambra) termasuk ke dalam famili Cyprinidae, ordo

Cypriniformes merupakan salah satu spesies ikan air tawar yang mempunyai nilai

ekonomis dan budidaya yang tinggi. Cyprinidae berasal dari Asia dan menyebar

ke benua Afrika serta Amerika. Famili ini memiliki sekitar 1600 spesies (Kotellat

et al, 1993). Populasi dari ikan jurung ini tergolong langka, meskipun upaya

konservasi dari ikan ini telah dilakukan oleh masyarakat di alam agar tetap

berkembang.

2.1. Klasifikasi Ikan Jurung (Tortambra)

Dalam ilmu biologi, ikan jurung diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Actinopterygii

Subclass : Neopterygii

Order : Cypriniformes

Family : Cyprinidae

Genus : Tor

Spesies : Tor tambra

(Kotellat, 2012)

2.2. Morfologi Ikan Jurung (Tor tambra)

Secara morfologis ikan Tor mempunyai bibir bawah yang berubah menjadi

tonjolan berdaging, atau paling sedikit dua lekukan yang membatasi posisi

tonjolan, lekukan di belakang bibir tidak terputus, tidak ada tulang keras pada

rahang bawah, sirip dubur lebih pendek daripada sirip punggung, bibir bawah

tanpa celah (Dinas Perikanan Daerah Sumatera Utara, 1994). Ikan Tor umumnya

(2)

bawah yang tidak mencapai sudut mulut dan jari-jari terakhir sirip punggung yang

mengeras memiliki panjang yang sama dengan panjang kepala tanpa moncong.

Bentuk tubuh pipih memanjang, dengan warna tubuh keperakan pada ikan muda

dan berangsur-angsur berubah menjadi kuning kehijauan yang tampak pada ikan

dewasa (Barabes, 2008).

Ikan tambra memiliki sirip dorsal yang memiliki 3 duri dan 8-9 jari-jari

lemah, sirip anal 3 duri dan 5 jari-jari lemah, sirip dada 1 duri dan 14-16 jari-jari

lemah, sirip perut 2 duri dan 8 jari-jari lemah, 24-28 sisik pada linea lateralis.

Tinggi tubuh 3,4-3,8 SL, 4,3-4,6 TL. Panjang kepala 4,3 SL dan 5,4 TL. Diameter

mata 4 HL, sekitar 1 1/3 terhadap moncong dan mendekati dua terhadap jarak

antar mata. Mulut inferior, bibir tebal, pada pertengahan bibir bawah tidak

terdapat cuping dan hanya berupa kulit. Sungut moncong hampir sama atau lebih

panjang dibandingkan mata, lebih pendek dibandingkan sungut rahang atas.

Panjang operkulum 1 ½ - 1 ¾ terhadap tingginya. Awal sirip dorsal sebelum sirip

perut, berhadapan dengan sisik ke 7 atau 8 dari linea lateralis, dan 8-9 sisik di

depan sirip dorsal. Sirip dorsal cekung, duri ketiga kuat dan lebih pendek daripada

panjang kepala tanpa moncong. Sirip anal membulat dan tidak mencapai ekor,

jari-jari sirip anal yang terpanjang lebih pendek dibandingkan duri sirip dorsal.

Sirip ventral lebih pendek dibandingkan sirip dada maupun sirip dorsal, terletak

jauh dari anus, berjarak dua baris sisik dari linea lateralis. Sirip ekor menggarpu,

ujungnya meruncing tajam. Batang ekor dikelilingi 12 sisik. Warna tubuh

keperakan, bagian belakang gelap (Haryono dan Tjakrawidjaja, 2005).

Ciri kelamin sekunder (dimorfisme jenis kelamin) berguna untuk

membedakan jenis kelamin jantan dan betina secara morfologis tanpa harus

melakukan pembedahan terhadaporgan reproduksinya. Hasil pengamatan terhadap

dimorfisme jenis kelamin ikan tambra mempunyai penampakan yang

berbeda antara jantan dan betinanya, yang meliputi ciri primer antara ovarium dan

testes maupun ciri sekunder. Perbedaan secara morfologi antara ikan tambra

jantan dan betina, antara lain pada bentuk dan warna tubuh, terdapatnya tubus

pada pipi ikan jantan, bentuk papilla pada lubang genital. Ciri kelamin sekunder

merupakan pengamatan gabungan antara hasil pembedahan terhadap organ

(3)

perut ditekan keluar telur berarti betina dan jika keluar cairan putih susu/sperma

berarti jantan (Haryono, 2006)

2.3. Habitat Ikan Jurung (Tortambra)

Ikan tambra umumnya hidup di perairan air tawar dan merupakan tipikal ikan

yang menyukai arus air yang deras, berair jernih, dasar perairan berbatu, suhu air

relatif rendah, kandungan oksigen tinggi, dan lingkungan sekitar berupa hutan.

Masing-masing ukuran dari ikan Tor biasanya menempati tipe dari habitat

tertentu. Ikan kecil sampai remaja menyukai bagian sungai yang berarus dan

berbatuan. Sedangkan ikan dewasa menempati lubuk-lubuk sungai yang dalam.

Karakteristik ini menunjukkan bahwa ikan Tor merupakan tipikal ikan-ikan

penghuni dari perairan di kawasan pegunungan (Haryono, 2007).

Di habitat aslinya, ikan Tor memiliki gerakan yang sangat agresif, baik

saat mengejar mangsa maupun menghindar dari ancaman. Oleh karena itu, di

Malaysia dan India, ikan Tor menjadi favorit para pemancing. Begitu pula di

Pegunungan Muller, Kalteng, jika ikan terperangkap jala atau pukat, mereka akan

memberontak sekuat tenaga. Ikan Tor termasuk aktif di malam hari, sedangkan

siang hari lebih banyak sembunyi di balik batuan. Namun, jika mendengar atau

melihat buah jatuh ke air, mereka akan segera mengejarnya (Barabes, 2008).

Penyebaran dari ikan Tor meliputi Sumatera, Jawa, Malaysia, Birma, Thailand

dan Indocina (Kotellat et al, 1993).

Habitat ikan Tor dapat dibedakan menjadi tiga tipe berdasarkan

ukurannya, yaitu habitat untuk larva/juvenil, anakan sampai remaja, dan

dewasa dengan karakteristik sebagai berikut: (i) Habitat larva/juvenil umumnya

pada bagian tepi sungai yang ditandai oleh substrat/dasar perairan pasir, arus

tenang, warna air jernih, dan dangkal (<50 cm). Hal ini diduga terkait dengan

kemampuannya yang masih rendah untuk melawan arus air. Habitat

seperti ini juga merupakan tempat bertelurnya ikan (spawning ground). (ii) Habit

at ikan ukuran kecil sampai dengan sedang ataupun remaja dengan karakteristik

sebagai berikut dasar perairan batuan berdiameter <50 cm, arus air sedang sampai

deras, warna air jernih, lebar sungai 15-20 m, kedalaman air <1 m, substrat

tersusun dari kerikil dan pasir, penutupan kanopi 50-75%. (iii) Habitat ikan

(4)

antara 15-20 m, panjang 20-60 m, arus tenang sampai lambat, kedalaman air >1,5

m, dasar perairan batuan, substrat tersusun dari pasir dan kerikil, warna air jernih,

dan penutupan kanopi >75% (Haryono, 2007). Menurut Effendie (2002), habitat

pemijahan ikan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu phytophils (harus adanya

vegetasi), lithophils (harus di dasar perairan batuan dan pasir), dan pelagophils

(harus di perairan terbuka). Berdasarkan kriteria tersebut maka ikan tambra

termasuk ke dalam kelompok lithopils karena memijah pada sungai yang dasarnya

batuan dan bersubstrat pasir/kerikil.

2.4. Sistem Reproduksi Ikan Jurung (Tortambra)

2.4.1 Sistem Reproduksi Ikan Jantan

Organ reproduksi ikan jantan terdiri dari sepasang testis, seminal vesikel dan

saluran-saluran sperma. Dalam tubulus terdapat sel germinal dan sel sertoli,

sedangkan diluar tubulus terdapat sel intertisisal dan sel leydig. Sel germinal

terkumpul dalam kista-kista berupa spermatosit primer, spermatosit sekunder dan

spermatid pada tingkatan yang berbeda dan dibatasi oleh sel-sel sertoli. Sel-sel

sertoli merupakan sel yang berfungsi sebagai buffer dalam testikular berbentuk

pipih dan irregular, saling terpisah oleh lapisan sitoplasma (Chinabut et.al, 1991

dalam Tang dan Affandi, 2001).

2.4.2 Sistem Reproduksi Ikan Betina

Organ reproduksi ikan betina berupa ovari (sepasang organ yang memanjang di

rongga tubuh). Perkembangan ovari terdiri dari oogonia, oosit yang mengelilingi

sel folikel, disokong oleh sel stroma dan jaringan pembuluh darah dan syaraf.

Permulaan perkembangan oosit berawal dari sel folikel yang mengganda karena

adanya pertumbuhan oosit yang kemudian secara kontinu ini yang akan

membentuk lapisan dalam folikel (sel granulosa). Kemudian pada lapisan luar

folikel terbentuk lapisan sel theca oleh jaringan stroma. Kedua lapisan sel folikel

ini dibatasi oleh membran yang jelas dan berfungsi dalam pembentukan kuning

(5)

2.5. Siklus Hidup Ikan Jurung (Tor tambra)

Ikan pada umumnya mengalami beberapa tahap yang terjadi pada siklus hidup

ikan.yaitu dari bentuk telur, larva, juvenil, dan dewasa. Pada tahap telur, terdapat

proses pembuahan yang dilakukan oleh sperma. Proses pembuahan ini

menyebabkan terjadinya proses embriologis pada telur yang kemudian akan

menetas menjadi larva. Tahap larva terbagi lagi menjadi tahap prolarva dan

postlarva. Pada tahap prolarva, ikan masih memiliki kuning telur, tubuh yang

transparan, beberapa pigmen yang belum diketahui fungsinya, sirip perut yang

berbentuk tonjolan, usus berupa tabung lurus. Pergerakan ikan pada tahap

prolarva ini sangat lambat dan terkadang berada pada posisi terbalik. Tahap

postlarva merupakan tahap akhir dari larva dimana organ luar dan dalam ikan

telah sempurna sehingga memiliki bentuk tubuh yang hampir sama dengan

induknya. Tahap juvenil adalah tahap dimana ikan telah melewati tahap postlarva.

Pada tahap ini ikan telah memiliki bentuk tubuh yang sama dengan induknya

(Barabes, 2008).

2.6. Kebiasaan Makan Ikan Jurung (Tor tambra)

Komponen pakan yang paling banyak ditemukan pada perut ikan Tor berupa

tumbuhan (>50%), serangga (6-8%), dan sisanya tidak teridentifikasi.

Lumut-lumutan banyak ditemukan yang mengidentifikasikan bahwa ikan ini banyak

memanfaatkan lumut yang menempel pada batuan dasar perairan sebagai habitat

yang disukai (Haryono, 2006). Menurut Mujiman (2000), bila panjang usus ikan

sedikit lebih panjang dibandingkan tubuhnya maka tergolong ke dalam ikan

omnivora atau pemakan segala. Pernyataan ini diperkuat dengan penelitian yang

dilakukan yang menunjukkan bahwa ikan jurung bersifat omnivora dan suka

memakan buah Ficus karena ditemukan pula pada usus ikan ini biji buah-buahan

yang keras (Kiat, 2004).

2.7. Pertumbuhan Ikan

Pertumbuhan dapat diartikan sebagai proses biologis yang kompleks dimana

banyak faktor yang mempengaruhinya. Pertumbuhan dalam individu ialah

pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis (Effendie, 2002).

(6)

maupun faktor eksternal ikan. Pertumbuhan merupakan parameter yang

mempunyai nilai ekonomi penting dalam budidaya. Parameter ini mudah diukur

sebagai bobot, panjang atau lingkaran pertumbuhan pada sisik. Ikan-ikan yang

berumur muda lebih cepat pertumbuhan panjangnya dari ikan-ikan yang berumur

tua (Effendie, 1997).

Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang

meliputi faktor genetik dan kondisi fisiologis ikan serta faktor eksternal yang

berhubungan dengan lingkungan. Faktor eksternal tersebut yaitu komposisi

kualitas kimia dan fisika air, bahan buangan metabolik, ketersediaan pakan dan

penyakit (Irawan et al. 2009).

Makanan merupakan salah satu faktor yang daat menunjang dalam

perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut.

Pertumbuhan ikan yang baik membutuhkan sejumlah pakan yang melebihi

kebutuhan untuk pemeliharaan tubuhnya. Ikan dalam pertumbuhan dan

perkembangbiakannya memerlukan makanan baik makanan alami maupun

makanan buatan Ikan yang hidup di alam bebas (sungai) mengandalkan makanan

alami (Effendie, 1997).

Tidak semua makanan yang dimakan oleh ikan digunakan untuk

pertumbuhan. Sebagian besar energi dari makanan digunakan untuk pemeliharaan

dan sisanya digunakan untuk aktivitas, pertumbuhan, dan reproduksi. Ikan muda

yang sedang tumbuh lebih banyak menggunakan energi dibandingkan ikan

dewasa, karena energi dibutuhkan tidak saja untuk aktivitas dan pemeliharaan,

tetapi juga untuk pertumbuhan (Fujaya, 2004).

Pada beberapa organisme, suplai makanan dan oksigen tergantung pada

difusi permukaan sedangkan rasio permukaan dan seiring itu juga terjadi

penurunan volume. Jika terjadi pertambahan ukuran badan menjadi dua kali lipat,

maka rasio permukaan dan volume mnjadi setengahnya dan dengan demikian

penggunaan energi berkurang, yang ditandai dengan pengurangan konsumsi

oksigen per mg berat badan (Fujaya, 2004).

Faktor-faktor kimia perairan dalam keadaan ekstrim mempunyai pengaruh

(7)

adalah oksigen, karbon dioksida, hydrogen sulfide, keasaman dan alkalinitas,

dimana pada akhirnya akan mempengaruhi terhadap makanan (Effendi, 2002).

Faktor panjang, jenis kelamin, makanan, tingkat kematangan gonad dan

umur ikan saling berkorelasi. Perhitungan dari faktor ini didasarkan pada panjang

dan berat ikan, sehingga dapat digunakan sebagai indikator bagi pertumbuhan

ikan perairan (Effendie, 2002).

Pendugaan pertumbuhan ikan dapat diduga dengan menganalisis data

frekuensi panjang atau bobot, dimana pertumbuhan ikan ada setiap umur berbeda.

Ikan muda memiliki pertumbuhan yang cepat sedangkan akan terhenti pada saat

mencapai panjang maksimal. Pertambahan baik dalam bentuk panjang maupun

berat biasanya diukur dalam waktu tertentu. Hubungan pertumbuhan dengan

waktu bila digambarkan dalam suatu sistem koordinat menghasilkan suatu

diagram yang lebih dikenal dengan kurva pertumbuhan (Effendie, 1997).

Menurut Effendie (2002), jika dilihat dari hubungan panjang dan bobot

tubuh ikan, maka pada pertumbuhan ikan dapat dibagi atas 3 pola pertumbuhan:

1. Bila harga koefisien regresinya lebih kecil dari tiga, maka pertumbuhan panjang

ikan tersebut lebih cepat dari pertumbuhan bobotnya sehingga disebut

Allometrik negatif.

2. Bila harga koefisien regresinya sama dengan tiga, maka pertumbuhan panjang

ikan tersebut sama dengan pertumbuhan bobotnya sehingga disebut Isometrik.

3. Bila harga koefisien regresinya lebih besar dari tiga, maka pertumbuhan bobot

ikan tersebut lebih cepat dari pertumbuhan panjangnya sehingga disebut

Allometrik positif.

2.8 Pakan Ikan

Ikan membutuhkan zat gizi tertentu untuk kehidupannya, yaitu untuk

menghasilkan tenaga, menggantikan sel-sel yang rusak dan untuk tumbuh. Zat

gizi yang dibutuhkan adalah : protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan

air. Protein sangat diperlukan oleh tubuh ikan, baik untuk pertumbuhan maupun

untuk menghasilkan tenaga. Protein nabati (asal tumbuh-tumbuhan), lebih sulit

dicernakan daripada protein hewani (asal hewan), hal ini disebabkan karena

protein nabati terbungkus dalam dinding selulosa yang memang sukar dicerna.

(8)

ternak di darat (unggas dan mamalia). Selain itu, jenis dan umur ikan juga

berpengaruh pada kebutuhan protein. Ikan karnivora membutuhkan protein yang

lebih banyak daripada ikan herbivora, sedangkan ikan omnivora berada diantara

keduanya. Pada umumnya ikan membutuhkan protein sekitar 20 – 60%, dan

optimum 30 – 36% (http://www.smallcrab.com).

Kandungan lemak sangat dipengaruhi oleh faktor ukuran ikan, kondisi

lingkungan dan adanya sumber tenaga lain. Kebutuhan ikan akan lemak bervariasi

antara 4 – 18%. Kadar karbohidrat dalam pakan ikan, dapat berkisar antara 10 –

50%. Ikan karnivora biasanya membutuhkan karbohidrat sekitar 12%, sedangkan

untuk omnivora kadar karbohidratnya dapat mencapai 50%. Vitamin juga penting

bagi pertumbuhan ikan untuk itu suplai vitamin harus kontinyu. Kebutuhan akan

vitamin dipengaruhi oleh ukuran ikan, umur, kondisi lingkungan dan suhu air

(Warintek, 2010).

Ikan pemeliharaan mengkonsumsi pakan buatan yang disuplai dari pabrik

pakan. Dengan demikian, sebagian besar biaya operasional budidaya ikan adalah

biaya pakan. Karena itu, hubungan antara jumlah pakan yang dimakan dan

pertumbuhan perlu diukur untuk menentukan apakah pakan tersebut cocok untuk

pertumbuhan ikan atau tidak. Jika selama periode pemberian pakan, tidak

diperlihatkan perubahan pertumbuhan yang berarti maka jenis pakan yang

diberikan perlu dipertimbangkan (Fujaya, 2004).

Pemilihan bahan baku pakan ikan tergantung pada kandungan bahan

gizinya; kecernaannya (digestibility) dan daya serap (bioavailability) ikan; tidak

mengandung anti nutrisi dan zat racun; tersedia dalam jumlah banyak dan harga

relatif murah. Tujuan pemberian pakan pada ikan adalah menyediakan kebutuhan

gizi untuk kesehatan yang baik (Warintek, 2010). Jumlah pakan yang dikonsumsi

oleh ikan secara umum berkisar antara 5-10% dari bobot tubuhnya (Mudjiman,

1984). Dengan demikian sangat penting sekali untuk memperhatikan formulasi

dari pakan yang akan diberikan kepada induk. Selama masa pemeliharaan induk

diberi pakan pelet dengan kandungan protein antara 28-30% dan lemak sekitar

7%. Pakan diberikan sebanyak 2-3% bobot badan/hari (Cholik. dkk, 2005).

Pemberian pakan pada ikan dilakukan sebanyak tiga kali sehari yaitu pada pagi,

(9)

menyipon atau membuang kotoran dan sisa-sisa pakan yang tidak termakan

(Suharno, 2003)

2.9 Faktor Fisik Kimia Air

Parameter fisik dalam kualitas air merupakan parameter yang bersifat fisik,

artinya dapat dideteksi oleh panca indera manusia yaitu melalui visual,

penciuman, peraba dan perasa, sedangkan parameter kimia didefinisikan sebagai

sekumpulan bahan/zat kimia yang keberadaannya dalam air mempengaruhi

kualitas air. Faktor fisik kimia air diantaranya DO (oksigen terlarut), suhu, pH,

amonia dan nitrit (Irawan et al.2009).

Parameter kualitas air harus dijaga dan dikontrol dengan baik

karena perubahan kualitas air secara langsung akan memberikan pengaruh

terhadap kelangsungan hidup ikan. Perubahan kualitas air dapat menyebabkan

nafsu makan ikan menurun sehingga daya tahan tubuh ikan menjadi lemah bahkan

ikan dapat dengan mudah terserang penyakit dan mati. Selain kualitas air dan

kondisi lingkungan, kualitas pakan yang diberikan pada ikan juga dapat

memberikan pengaruh bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan.

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam lingkungan

perairan dan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Apabila suhu

mengalami kenaikan akan meningkatkan laju pertumbuhan sampai batas tertentu,

dan kenaikan suhu justru menurunkan laju pertumbuhan (Rahardjo et al. 2010).

Menurut Kordi (2000), perubahan suhu sebesar 5 derajat selsius di atas normal

dapat menyebabkan stres pada ikan bahkan kerusakan jaringan dan kematian.

Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu

penyebaran organisme baik di lautan maupun di perairan tawar dibatasi oleh suhu

perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan

ikan. Secara umum laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu,

dan dapat menekan kehidupan ikan bahkan menyebabkan kematian bila

peningkatan suhu sampai ekstrim (drastis). Kisaran suhu optimum bagi kehidupan

ikan adalah 25-280C. Bila suhu rendah ikan akan kehilangan nafsu makan,

(10)

oksigen. Baik suhu rendah maupun terlalu tinggi dapat membahayakan ikan,

karena beberapa patogen berkembang baik pada suhu tersebut (Kordi, 2004).

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam

ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian

besar organisme air. Pada ekosistem air tawar, pengaruh temperatur menjadi

sangat dominan (Barus, 2004). Menurut Watten (1994) dalam Hapsari (2001)

mengatakan bahwa oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang

merupakan faktor pembatas pada sistem tertutup dan semi tertutup. Stickney

(2000) dalam Hapsari (2001) mengatakan bahwa respirasi merupakan proses

fisiologi normal dari ikan. Menurut Stickney (2000) dalam Hapsari (2001)

kelarutan oksigen dalam air tergantung dari berbagai faktor diantaranya adalah

suhu, salinitas dan ketinggian. Untuk lingkungan air tawar oksigen terlarut

tergantung pada suhu dan ketinggian, sedangkan pada lingkungan air laut oksigen

terlarut tergantung pada salinitas dan suhu. Menurut Forteath (1993) dalam Husin

(2001) mengatakan bahwa bakteri nitrifikasi merupakan bakteri aerob yang tidak

bisa mengoksidasi amonia jika kandungan oksigen terlarut (DO) kurang dari 2

mg/L. Berikut ini Tabel Pengaruh Konsentrasi Oksigen Terlarut Terhadap Ikan.

Kandungan Oksigen Terlarut (Mg/L) Pengaruh Terhadap Ikan

<1 Letal atau menyababkan kematian dalam

beberapa jam.

1-5 Ikan dapat bertahan akan tetapi pertumbuhan

dan reproduksi terhambat.

>5 Ikan dapat tumbuh dan bereproduksi secara

normal.

(Boyd, 1990 dalam Hapsari, 2001).

Derajat keasaman (pH) merupakan suatu parameter penting untuk

menentukan kadar asam/basa dalam air. Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi

ion hydrogen di dalam suatu larutan. Organisme air dapat hidup dalam suatu

perairan mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah

sampai dengan basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air

antara 7 sampai 8,5 (Barus, 2004). Berdasarkan Boyd (1990) dalam Husin (2001),

jaringan merupakan target organ utama akibat stres asam. Ketika ikan berada pada

pH rendah, peningkatan lendir akan terlihat pada permukaan insang. Begitu juga

(11)

ikan. Akumulasi bahan kimia dalam sistem resirkulasi menyebabkan pH

mengalami depresi (asam), kecuali kalau sistem adalah buffer sehingga pH dapat

stabil. Pada saat air lebih asam, stress pada ikan budidaya terjadi dan jika pH.

Nilai pH air mempunyai efek yang sangat besar pada kesehatan organisme akuatik

yang ada dalam sistem resirkulasi (Forteath et al., dalam Husin 2001).

Dari semua parameter kualitas air yang mempengaruhi ikan, amonia

adalah yang paling penting setelah oksigen, terutama dalam sistem yang intensif.

Amonia menyebabkan stress dan bahkan kerusakan inang dan jaringan lain,

termasuk dalam jumlah yang kecil. Amonia mudah terakumulasi dalam sistem

perairan karena merupakan produk samping dari metabolisme ikan.

Keseimbangan dari amonium dan amoniak di dalam air sangat dipengaruhi oleh

nilai dari pH (Barus, 2002). Sumber ammonia di perairan adalah hasil pemecahan

nitrogen (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan

juga di dalam air (Effendi, 2002). Ammonia (NH3) adalah hasil utama dari

penguraian protein yang merupakan racun bagi ikan, karena itu kandungan NH3

perairan dianjurkan tidak lebih dari 1 ppm (Sundari, 2002).

Amonium dilepaskan ke dalam air oleh penguraian organik dan juga

sebagai buangan metabolik organisme perairan (Syukri, 2011). Konsentrasi

beracun amoniak terhadap ikan air tawar berkisar antara 0,7-0,4 mg/L (Boyd 1990

dalam Amrial 2009). Amonia dihasilkan oleh pemupukan, ekskresi ikan dan

dekomposisi mikrobial dari komponen nitrogen (Boyd 1982 dalam Hapsari 2001).

Menurut Zonneveld et al.,(1991) menyatakan bahwa Amonia merupakan hasil

akhir metabolisme protein dan amonia dalam bentuk yang tidak terionisasi (NH3)

merupakan racun bagi ikan sekalipun pada konsentrasi yang rendah. Menurut

Forteath (1993) dalam Hapsari (2001) amonia total terdiri dari amonia (NH3) dan

ion ammonium (NH4+), pada umumnya amonia yang berbentuk NH3lebih

bersifat racun bagi kehidupan ikan. Kadar amonia di dalam air baik dalam bentuk

NH3 ataupun dalam bentuk NH4+ tergantung dari besarnya pH di dalam perairan.

Air yang memiliki pH rendah mampunyai kandungan H+ yang tinggi sehingga

kandungan amonia dalam bentuk NH4+ akan lebih banyak dibandingkan dengan

kandungan NH3 yang lebih bersifat toksik bagi ikan, jika pH berada di atas 7,2

(12)

meningkat (Forteath 1993 dalam Hapsari 2001). Amonia dalam bentuk total

(NH3-N) merupakan amonia nitrogen dalam bentuk tidak terionisasi danpada

umumnya konsentrasi total amonia di lingkungan yang dapat ditoleransi oleh ikan

berada di bawah 0,5 mg/L. Amonia yang tinggi akan mempengaruhi permeabilitas

ikan terhadap air dan menurunkan konsentrasi ion dalam dalam tubuh, sehingga

meningkatkan konsumsi oksigen pada jaringan dan mengakibatkan kerusakan

pada insang serta mengurangi kemampuan darah dalam mentrasportasi oksigen

(Boyd 1982 dalam Hapsari 2001). Keberadaan amonia mempengaruhi

pertumbuhan, karena mereduksi masuknya oksigen yang disebabkan rusaknya

insang, sehingga menambah energi untuk keperluan detoksifikasi, mengganggu

osmoregulasi dan mengakibatkan kerusakan fisik pada jaringan (Tucker dan

Hargreaves 2004 dalam Amrial 2009).

Nitrat merupakan suatu unsur penting dalam sintesa protein tumbuhan,

namun pada badan perairan yang memiliki jumlah nitrat yang berlebih akan

menyebabkan kurangnya oksigen terlarut di perairan dan nitrit merupakan suatu

tahapan sementara dari proses oksidasi antara amonium dan nitrat yang dapat

terjadi pada badan-badan perairan (Fachrul, 2007). Kadar nitrit yang lebih dari

0.05 mg/L bersifat toksik bagi organism perairan (Effendi, 2003).

Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai bahan nutrient bagi

berbagai organisme akuatik. Fosfor merupakan salah satu nutrisi utama yang

sangat penting dalam pertumbuhan. Fosfor ditemukan sebagai fosfat dalam

beberapa mineral dan dalam pertukaran energi dari organism yang sangat

dibutuhkan dalam jumlah sedikit (mikronutrien) sehingga fosfor disebut sebagai

faktor pembatas bagi pertumbuhan organisme (Barus, 2004). Fosfat di dalam air

sebagai ortofosfat. Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan

secara langsung, bereda dengan polifosfat yang harus terlebih dahulu mengalami

(Effendie, 2002).

Ekosistem air fosfor terdapat dalam tiga bentuk yaitu senyawa fosfat

anorganik yaitu ortofosfat, senyawa organik dalam protoplasma dan sebagai

senyawa organik terlarut yang terbentuk dari proses penguraian tubuh organisme.

Fosfor berasal terutama dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi ke dalam

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Remaja Putri dalam menghadapi Perubahan body Image saat menarche di SMP Negeri 01 Ngluwar Magelang.

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun.Hak Asasi merupakan sebuah

Setiap pola memiliki beberapa kemungkinan posisi yang berbeda untuk mengisi ruang kosong yang masih tersedia pada plat. Kemungkinan ini dibuat dengan cara melakukan rotasi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perhitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT.Hirose Electric Indonesia dalam 2 tahun pajak terakhir telah

Secara khusus, kami sarnpaikan terima kasih kepada Pimpinan Proyek Pengkajian dan Penelitian Ilrnu Pengetahuan Terapan, Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada

@DdDjゥ [}。ゥ zD」Dゥ aIjFDcUゥ aIゥ anjpdIazゥ aDk}nuゥ

[r]

seems to cry out, however, for empirical data supporting such a statement. Although the statement alone suggests a 50% probability, the statement is based on