• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT | IRWANSYAH | Legal Opinion 9299 30389 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT | IRWANSYAH | Legal Opinion 9299 30389 1 PB"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS PERBUATAN MELAWAN HUKUM

DALAM PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

IRWANSYAH/ D 101 11 165

PEMBIMBING

I. DR. SAHLAN S.H,S.E,M.S

II. ABD. RAHMAN HAFID, S.H,M.H

ABSTRAK

Tinjauan yuridis perbuatan melawan hukum Dalam persaingan usaha tidak sehat dibimbing oleh Sahlan dan Abd. Rahman, tulisan ini mengangkat masalah tentang perbuatan melawan hukum dalam persaingan usaha tidak sehat, Persaingan sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas hidup manusia. Untuk terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak, persaingan yang harus dilakukan adalah persaingan yang sehat. Kegiatan ekonomi dan bisnis pun tidak luput dari sebuah persaingan, mengingat kegiatan ini dilakukan banyak pihak untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, hukum yang mengatur persaingan usaha dalam kegiatan ekonomi dan bisnis sangat diperlukan semua pihak supaya tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan, adapun rumusan masalah dalam tulisan ini untuk mengetahui sejauhmana atau syarat-syarat hukum apa yang harus dipenuhi suatu perbuatan Persaingan Usaha dapat dipandang sebagai perbuatan melawan hukum dan sejauhmana sanksi hukum ganti rugi dapat diterapkan sebagai akibat perbuatan melawan hukum dalam persaingan usaha, dengan menggunakan metode peneltian yuridis normatif, analisa yang penulis dapatkan bahwa harus ada perbuatan, yang dimaksud dengan perbuatan ini baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif, artinya setiap tingkah laku berbuah atau tidak berbuah, perbuatan itu harus melawan hukum, ada kerugian, ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian, dan ada kesalahan (schuld). Pembebanan ganti rugi terhadap pelaku usaha yang melakukan persaingan usaha tidak sehat mengacu pada ketentuan-ketentuan ganti rugi yang diatur dalam pembebanan ganti rugi karena wan prestasi.

Kata Kunci : Perbuatan Melawan Hukum, Persaingan Usaha Tidak Sehat

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Persaingan sangat dibutuhkan

dalam peningkatan kualitas hidup

manusia. Dunia yang kita kenal

sekarang ini adalah hasil dari

persaingan manusia dalam berbagai

aspek. Persaingan yang dilakukan

secara terus-menerus untuk saling

mengungguli membawa manusia

(2)

dalam kehidupan yang

berangsur-angsur menuju arah yang semakin

maju dari sebelumnya. Untuk

terciptanya keadilan dan

kesejahteraan bagi semua pihak,

persaingan yang harus dilakukan

adalah persaingan yang sehat.

Kegiatan ekonomi dan bisnis pun

tidak luput dari sebuah persaingan,

mengingat kegiatan ini dilakukan

banyak pihak untuk menunjang

kelangsungan hidupnya. Oleh karena

itu, hukum yang mengatur

persaingan usaha dalam kegiatan

ekonomi dan bisnis sangat

diperlukan semua pihak supaya tidak

ada pihak-pihak yang merasa

dirugikan.

Perkembangan hukum

persaingan usaha di Indonesia tidak

terlalu menggembirakan, bahkan

dapat dikatakan sangat buruk ketika

Indonesia masih berada di bawah

Pemerintahan Rezim Orde Baru.

Ketika itu, praktek-praktek monopoli

dan persaingan usaha tidak sehat

sangat subur terjadi di dalam dunia

usaha Indonesia disebabkan karena

adanya praktek-praktek kolusi,

korupsi dan nepotisme yang terjadi

antara kalangan dunia usaha dan

birokrat pemerintah.1

Menurut Munir Faudy,

perbuatan melawan hukum adalah

sebagai suatu kumpulan dari

prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk

mengontrol atau mengatur perilaku

bahaya, untuk memberikan tanggung

jawab atas suatu kerugian yang terbit

dari interaksi sosial, dan untuk

menyediakan ganti rugi terhadap

korban dengan suatu gugatan yang

tepat.2

Seiring dengan Era

Reformasi, telah terjadi perubahan

yang mendasar dalam bidang hukum

ekonomi dan bisnis, yang ditandai

antara lain dengan lahirnya

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktik Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,

yang di banyak negara disebut

Undang-Undang Antimonopoli.

Undang-undang seperti ini sudah

sejak lama dinantikan oleh pelaku

usaha dalam rangka menciptakan

iklim usaha yang sehat dan bebas

dari praktik kolusi, korupsi, dan

nepotisme. Dalam Undang-Undang

1 Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia cet 1, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2004, hlm 1-4

2

(3)

Nomor 5 Tahun 1999 telah diatur

sejumlah larangan praktik monopoli

dan/atau persaingan usaha yang tidak

sehat lainnya, dengan harapan dapat

memberikan jaminan kepastian

hukum dan perlindungan yang sama

kepada setiap pelaku usaha atau

sekelompok pelaku usaha dalam

berusaha. Dengan adanya larangan

ini, pelaku usaha atau sekelompok

pelaku usaha dapat bersaing secara

wajar dan sehat, serta tidak

merugikan masyarakat banyak dalam

berusaha, sehingga pada gilirannya

penguasaan pasar yang terjadi timbul

secara kompetitif. Disamping itu

dalam rangka menyosong era

perdagangan bebas, kita juga dituntut

untuk menyiapkan dan

mengharmonisasikan rambu-rambu

hukum yang mengatur hubungan

ekonomi dan bisnis antar bangsa.

Dengan demikian dunia internasional

juga mempunyai andil dalam

mewujudkan lahirnya

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Hukum persaingan usaha

merupakan instrumen hukum yang

menentukan tentang segala aspek

yang berkaitan dengan persaingan

usaha yaitu mencakup hal-hal yang

dapat dan tidak dapat dilakukan oleh

pelaku usaha. Persaingan sehat

adalah persaingan yang pelaku

usahanya tidak terpusat pada tangan

tertentu dan tersentralisasi pada

beberapa pihak saja, akan tetapi

berjalan sesuai mekanisme pasar

yang sehat yaitu dalam dunia

ekonomi semua pelaku usaha

mempunyai hak dan kewajiban yang

sama. Sedangkan persaingan tidak

sehat adalah persaingan antar pelaku

usaha dalam menjalankan kegiatan

produksi dan/atau jasa yang

dilakukan dengan cara tidak jujur

atau melanggar hukum atau

menghambat persaingan usaha.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang

yang telah terurai di atas, maka dapat

dibuat suatu rumusan masalah yaitu:

1. Syarat-syarat hukum apa

yang harus dipenuhi suatu

perbuatan Persaingan Usaha

sehingga dapat dipandang

sebagai perbuatan melawan

hukum ?

2. Bagaimana sanksi hukum

ganti rugi dapat diterapkan

sebagai akibat perbuatan

melawan hukum dalam

(4)

II. PEMBAHASAN

A. Perbuatan Melawan Hukum sebagai akibat dalam Persaingan Usaha Tidak Sehat

Suatu persaingan usaha yang

dilakukan oleh pelaku usaha,

kemudian berdampak kepada

pengusaha lain dan atau bahkan

kepada warga masyarakat, maka

pelaku usaha yang melakukan

persaingan usaha tersebut dapat

dipertanggungjawabkan baik dari

segi hukum pidana (berupa

penjatuhan sanksi pidana pokok

dan/atau pidana tambahan), hukum

administrasi negara berupa sanksi

administratif, maupun dari segi

hukum perdata khususnya sebagai

suatu perbuatan melawan hukum

yang terhadap pelaku dibebani

kewajban untuk membayar ganti

kerugian.

Oleh karena dalam penulisan

karya ilmiah ini, penulis

berkehendak mengkaji aspek

perbuatan melawan hukum sebagai

suatu kajian hukum keperdataan

terhadap perbuatan pelaku usaha

yang melakukan persaingan usaha

tidak sehat, maka sepatutnyalah

diketengahkan terlebih dahulu

hal-hal yang berkaitan dengan

konsepsi-konsepsi hukum perbuatan melawan

hukum itu sendiri.

Di dalam ilmu hukum, unsur

kesalahan dianggap ada jika

memenuhi salah satu di antara 3

(tiga) syarat sebagai berikut:

1. Ada unsur kesengajaan;

2. Ada unsur kelalaian

(negligence, culpa);

3. Tidak ada alasan pembenar

atau alasan pemaaf.

Kesalahan mencakup dua

pengertian, yakni kesalahan dalam

arti luas (terdapat kelalaian dan

kesengajaan) dan kesalahan dalam

arti sempit (hanya berupa

kesengajaan). Apabila seseorang

pada waktu melakukan perbuatan

melawan hukum itu tahu betul bahwa

perbuatannya akan berakibat suatu

keadaan tertentu yang merugikan

pihak lain maka dapat dikatakan

bahwa pada umumnya seseorang

tersebut dapat

dipertanggung-jawabkan. Syarat untuk dapat

dikatakan, bahwa seseorang itu tahu

betul akan adanya akibat itu, ialah

bahwa seseorang itu tahu hal adanya

keadaan-keadaan sekitar

(5)

keadaan-keadaan yang menyebabkan

kemungkinan akibat itu akan terjadi.

Dicantumkannya syarat

kesalahan dalam Pasal 1365

KUHPerdt., pembuat undang-undang

berkehendak menekankan bahwa

pelaku perbuatan melawan hukum

hanyalah bertanggung jawab atas

kerugian yang ditimbulkannya

apabila perbuatan tersebut dapat

dipersalahkan padanya. Vollmar

menyatakan bahwa pembuat

undang-undang menerapkan istilah schuld

(kesalahan) dalam beberapa arti

yaitu:

1) Pertanggungan jawab si

pelaku atas perbuatan dan

atas kerugian, yang

ditimbulkan karena perbuatan

tersebut;

2) Kealpaan sebagai lawan

kesengajaan;

3) Sifat melawan hukum.

Dari segi berat ringannya,

derajat kesalahan dari pelaku

perbuatan melawan hukum, maka

dibandingkan dengan perbuatan

melawan hukum yang dilakukan

dengan unsur kelalaian, maka

perbuatan melawan hukum yang

dilakukan dengan unsur kesengajaan

derajat kesalahannya lebih tinggi.

Jika seseorang yang dengan sengaja

merugikan orang lain (baik untuk

kepentingannya sendiri atau bukan),

berarti dia telah melakukan

perbuatan yang melanggar hukum

tersebut dalam arti yang sangat serius

ketimbang dilakukannya hanya

sekedar kelalaian belaka.3

1. Kesengajaan Dalam Unsur Kesalahan

Unsur kesengajaan dalam

perbuatan melawan hukum

dianggap ada apabila

dengan perbuatan yang

dilakukan dengan sengaja

tersebut telah menibulkan

konsekuensi tertentu

terhadap fisik dan/atau

mental atau harta benda

korban, meskipun belum

merupakan kesengajaan

untuk melukai (fisik atau

mental) dari korban

tersebut.4 Van Bemmelen

dan Van Hattum telah

mengemukakan adagium

“tiada hukuman tanpa kesalahan” dan Rutten telah

3

Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer) Cetakan. II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 45-46.

4

(6)

berusaha menerapkan

adagium tersebut dalam

bidnag perdata dengan

mengemukakan tiada

pertanggungan gugat atas

akibat-akibat daripada

perbuatannya yang melawan

hukum tanpa kesalahan atau

sebagaimana dikemukakan

oleh Meyers bahwa

perbuatan melawan hukum

mengharuskan adanya

kesalahan (een

onrechtmatige daad verlangt schuld).5

Unsur kesengajaan dianggap

eksis dalam suatu tindakan

manakala memenuhi

elemen-elemen sebagai

berikut:6

1) Adanya kesadaran

(state of mind) untuk melakukan;

2) Adanya

konsekuensi dari

perbuatan. Jadi,

bukan hanya

adanya perbuatan

saja;

5 Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, (Pradnya Paramita, Jakarta, 1982), hlm. 68

6 Munir Fuady, Op. Cit., hlm. 47

3) Kesadaran untuk

melakukan, bukan

hanya untuk

menimbulkan

konsekuensi,

melainkan juga

adanya

kepercayaan bahwa

dengan tindakan

tersebut “pasti”

dapat menimbulkan

konsekuensi

tersebut.

2. Kelalaian Dalam Unsur Kesalahan

Perbuatan melawan

hukum dengan unsur

kelalaian berbeda dengan

perbuatan melawan hukum

dengan unsur kesengajaan.

Dengan kesengajaan, ada niat

dalam hati dari pihak pelaku

untuk menimbulkan kerugian

tertentu bagi korban, atau

paling tidak dapat

mengetahui secara pasti

bahwa akibat dari

perbuatannya tersebut akan

terjadi. Akan tetapi, dalam

kelalaian tidak ada niat dalam

hati dari pihak pelaku untuk

(7)

bahkan mungkin ada

keinginannya untuk

mencegah terjadinya kerugian

tersebut.

Dengan demikian,

dalam perbuatan melawan

hukum dengan unsur

kesengajaan, niat atau sikap

mental menjadi faktor

dominan, tetapi pada

kelalaian, yang dipentingkan

ialah sikap lahiriah dan

perbuatan yang dilakukan

tanpa terlalu

mempertimbangkan apa yang

ada dalam pikirannya.

Untuk mengimplementasikan

perbuatan melawan hukum diatas

dalam penyelesaian suatu kasus,

penulis mengetengahkan sengketa

antara PT Tirta Fresindo Jaya

(produsen Le Minerale) dengan PT Tirta Investama (produsen Aqua) dan Sengketa Dominan PT Forisa

Nusapersada (produsen Pop Ice) sebagai berikut:

Contoh Kasus I:7

Persaingan produsen air minum

dalam kemasan (AMDK)

7 disadur dari laman

http://kabar24.bisnis.com/read/20170711/16/ 670224/persaingan-usaha-tidak-sehat-asal-mula-kasus-aqua-vs.-le-minerale (diakses pada tanggal 27 Oktober 2017)

khusunya di wilayah

Jabodetabek tengah ramai

dengan kasus yang menyeret

penguasa pasar PT Tirta

Investama (terlapor I) dan

distributornya, PT Balina

Agung Perkasa (terlapor II).

Perkaranya tengah bergulir di

Komisi Pengawas Persaingan

Usaha (KPPU) yang terdaftar

dengan nomor perkara

No.22/KPPU-L/2016. Dalam

kasus ini produsen Aqua PT Tirta Investama diduga

melanggar tiga pasal sekaligus,

yaitu Pasal 15 ayat (3), Pasal

19 dan Pasal 25 UU No.

5/1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

“Aqua dituduh

melarang outlet di Jabetabek untuk menjual produk Le

Minerale. Hal itu tertuang

dalam surat perjanjian yang

harus disepakati oleh

pedagang outlet. Pedagang ini yang ramai-ramai melapor ke

KPPU,” ujar Direktur

Penindakan KPPU Gopprera

Panggabean. Perkara ini

bermula dari laporan para

(8)

ke Kantor KPPU pada

September 2016. Pedagang

mengaku dihalangi oleh pihak

PT Tirta Investama untuk

menjual produk Le Minerale

yang diproduksi PT Tirta

Fresindo Jaya (Mayora Group).

Salah satu klasul perjanjian

ritel menyebutkan, apabila

pedagang menjual produk Le

Minerale maka statusnya akan

diturunkan dari star outlet (SO) menjadi wholesaler (eceran). Atas perbuatan itu, PT Tirta

Fresindo Jaya ini melayangkan

somasi terbuka terhadap PT

Tirta Investama di surat kabar

pada 1 Oktober 2017. Somasi

ini selanjutnya ditanggapi oleh

otoritas persaingan usaha.

KPPU mengendus praktik

persaingan usaha tidak sehat

dalam industri AMDK. Dari

sidang-sidang diKPPU

diketahui bahwa tim

investigator setidaknya

memiliki tiga bukti. Salah satu

bukti yang dimiliki tim

investigator yakni bukti

komunikasi berupa e-mail. Investigator mengaku menemukan komunikasi dua

arah antara terlapor I dan II,

yang saling dikirim melalui

alamat e-mail kantor. E-mail yang ditemukan tim investigator berjudul

"Degradasi Star Outlet (SO) Menjadi Wholesaler." E-mail itu berisi sanksi yang diterapkan oleh terlapor II

kepada pedagang SO. Bahkan,

terlapor II disebut telah

mengeksekusi sanksi tersebut

kepada salah satu SO.

Menanggapi tuduhan itu kubu

PT Tirta Investasma melalui

kuasa hukumnya, Rikrik

Rizkiyana dari kantor hukum

Assegaf Hamzah & Partners,

mengatakan Aqua berbisnis

sesuai undang-undang. Diakui

memang ada hubungan antara

perseroan dengan terlapor II

berupa prinsipal dan ditributor.

Namun, Aqua tidak pernah

bersepakat menghambat

kompetitor lain untuk bersaing

di pasar yang sama. Sistem

distribusi Tirta Investasma

menganut sistem jual putus

kepada distributor, sehingga ketika perusahaan menjual

(9)

Sementara itu kubu PT Balina

Agung Perkasa, distributor Aqua, menganggap e-mail kantor juga dapat digunakan

untuk kepentingan pribadi,

sehingga bukti surat elektronik

tentang klausul penurunan

level pedagang merupakan

pertanggungjawaban pribadi.

Kuasa hukum PT Balina

Agung Perkasa Ketut Widya

mengatakan tugasnya

distributor adalah menjual produk, dan tidak seperti apa

yang dituduhkan lewat temuan

surat elektronik. Menurutnya,

di perusahaan penggunaan e-mail kantor juga dapat

dimungkinkan untuk

kepentingan pribadi. PT.

Inbisco Niagatama merupakan

perusahaan yang

mendistribusikan produk

Mayora, termasuk Le Minerale.

Contoh Kasus II:8

PT Forisa Nusapersada sebagai

produsen Pop Ice akhirnya dihukum Komisi Pengawas

8 Disadur dari laman

https://news.detik.com/berita/3287606/prom osi-tidak-sehat-pop-ice-didenda-rp-11-miliar (diakses pada tanggal 27 Oktober 2017)

Persaingan Usaha (KPPU)

sebesar Rp 11 miliar. Kasus ini

berawal dari strategi marketing

PT Forisa Nusapersada.

Perusahaan itu mewajibkan

kios minuman dan toko di

pasar untuk tidak memajang

dan/atau menjual produk

pesaing dengan cara

menjanjikan hadiah berupa 1

bal Pop Ice, kaos, dan blender.

PT Forisa Nusapersada

menukar 1 renceng produk

pesaing dengan 2 renceng

produk Pop Ice dalam program

bantu tukar. Tidak hanya itu,

PT Forisa Nusapersada juga

membuat perjanjian kontrak

eksklusif dengan kios minuman dan toko di pasar untuk

melarang menjual produk.

Strategi marketing itu

dilaporkan masyarakat ke

KPPU. Pop Ice lalu dikenakan

Pasal 19 huruf (a) dan (b) dan

Pasal 25 ayat 1 huruf (a) dan

(c) UU Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat. KPPU lalu

menurunkan tim investigator

dan menemukan bila PT Forisa

(10)

melakukan tindakan anti

persaingan usaha dan

menyalahgunakan posisi

dominan dengan mengeluarkan

Program Pop Ice The Real Ice Blender. Hal itu dibuktikan dengan adanya internal office memo yang berisi tiga program, yaitu program bantu tukar

produk pop ice, program

display kios minuman dan

program display toko pasar.

Setelah memanggil 36 pihak

yang terdiri dari saksi, ahli, dan

terlapor untuk diperiksa dalam

persidangan KPPU

memutuskan PT Forisa

Nusapersada bersalah

melanggar UU terkait. "Majelis

Komisi juga menghukum

terlapor PT Forisa Nusapersada

membayar denda sebesar Rp

11.467.500.000,00 untuk

disetorkan ke kas negara," kata

majelis KPPU sebagaimana

dilansir website KPPU, Rabu

(31/8/2016). Putusan itu

diketok pada Selasa (30/8)

dengan susunan majelis Nawir

Messi selaku ketua majelis,

Syarkawi Rauf dan Saidah

Sakwan masing-masing

sebagai anggota majelis. KPPU

menyatakan PT Forisa

Nusapersada melanggar Pasal

19 huruf (a) dan (b), dan Pasal

25 ayat 1 huruf (a) dan (c) UU

Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktik Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat. "Memerintahkan PT

Forisa Nusapersada untuk

menghentikan Program Pop Ice The Real Ice Blender dan mencabut Internal Office Memo Nomor 15/IOM/MKT-DB/XII/2014 tanggal 29

Desember 2014," putus

majelis.

Terlepas dari polemik di media

tersebut, hemat penulis bahwa

bilamana suatu pelaku usaha

melakukan perbuatan persaingan

usaha tidak sehat yang memenuhi

unsur ketentuan-ketentuan berkaitan

dengan perbuatan melawan hukum

yang diatur dalam buku III

KUHPerdata, maka pelaku usaha

tersebut dapat

dipertanggungjawabkan baik di

depan pengadilan (melalui

penyelesaian litigasi) maupun diluar

pengadilan (penyelesaian

(11)

B. Ganti Rugi Sebagai Akibat

Hukum Perbuatan

Melawan Hukum yang disebabkan oleh persaingan usaha tidak sehat

Hukum yang mengatur

mengenai ganti rugi perdata sudah

lama dikenal dalam sejarah hukum.

Dalam Pasal 1365 KUHPerdt,

menentukan kewajiban pelaku

perbuatan melawan hukum untuk

membayar ganti rugi namun tidak

ada pengaturan lebih lanjut mengenai

ganti kerugian tersebut. Dalam

hukum perdata dapat dipersoalkan

apakah ada perbedaan pengertian

antara (1) kerugian sebagai akibat

suatu perbuatan melawan hukum di

satu pihak; dan (2) kerugian sebagai

akibat tidak terlaksananya suatu

perjajian di lain pihak. Oleh karena

itu, Pasal 1365 KUHPerdt.

menamakan kerugian akibat

perbuatan melawan hukum sebagai

“schade” (rugi) saja, sedangkan kerugian akibat wanprestasi oleh

Pasal 1246 KUHPerdt. dinamakan

“kosten, scaden, en interesten” (biaya, kerugian, dan bunga).

Dalam undang-undang tidak

diatur tentang ganti kerugian yang

harus dibayar karena perbuatan

melawan hukum, sedang Pasal 1243

KUHPerdt. memuat ketentuan

tentang ganti kerugian yang harus

dibayar karena wanprestasi. Untuk

penentuan ganti kerugian karena

perbuatan melawan hukum dapat

diterapkan ketentuan-ketentuan yang

sama dengan ketentuan tentang ganti

kerugian karena wanprestasi. Pitlo

menegaskan bahwa biasanya dalam

menentukan besarnya kerugian

karena perbuatan melawan hukum

tidak diterapkan ketentuan-ketentuan

dalam Pasal 1243 KUHPerdt.,

melainkan paling tinggi ketentuan

dalam Pasal1243 KUHPerdt. secara

analogis. Sehubungan dengan hal

tersebut ketentuan dalam Pasal 1247

dan 1250 KUHPerdt. tidak dapat

diterapkan untuk perbuatan melawan

hukum karena:

1. Pasal 1247

KUHPerdt. mengenai

“perbuatan perikatan”

yang berarti bahwa

perikatan tersebut

dilahirkan dari

persetujuan, sedang

perbuatan melawan

hukum tidaklah

merupakan perikatan

yang lahir dari

(12)

2. Pasal 1250

KUHPerdt.

membebankan

pembayaran bunga

atas penggantian

biaya, rugi, dan bunga

dalam hal terjadi

kelambatan

pembayaran sejumlah

uang, sedang yang

dialami karena

perbuatan melawan

hukum bukan

disebabkan karena

tidak dilakukannya

pembayaran uang

tepat pada waktunya.

Schade dapat dirumuskan

sebagai “penyusutan dari pemuas kebutuhan”. Kerugian

yang ditimbulkan oleh

perbuatan melawan hukum

dapat berupa kerugian

kekayaan (vermogensschade) atau kerugian yang bersifat

idiil. Kerugian selalu

memperkirakan kerugian atas

kekayaan yang berupa

kerugian uang. Hakim

berwenang untuk menentukan

berapa sepantasnya harus

dibayar ganti kerugian,

sekalipun penggugat menuntut

ganti kerugian dalam jumlah

yang tidak pantas. Tiap

perbuatan melawan hukum

tidak hanya mengakibatkan

kerugian uang saja, tapi juga

dapat menyebabkan kerugian

moril atau idiil, yakni

ketakutan, terkejut, sakit, dan

kehilangan kesenangan hidup.

Mengenai penggantian

kerugian idiil, Hoge Raad

dalam keputusan tanggal 21

Maret 1943 dalam kasus W.P.

Kreuningen vs. Van Bessum

cs. belumlah memutuskan

bahwa pelaku perbuatan

melawan hukum pada

umumnya berdasarkan Pasal

1365 KUHPerdt. diwajibkan

mengganti kerugian idiil.

Maka konsekuensi dari arrest

tersebut menurut Rutten ialah

bahwa dalam menerapkan

Pasal 1365 KUHPerdt. juga

dapat dituntut penggantian

kerugian idiil dengan catatan

akan diperhitungkan ex aequo et bono (menurut kelayakan dan kewajaran).

Menurut ketentuan Pasal 1246

KUHPerdt. kerugian yang

disebabkan karena tidak

(13)

umumnya harus diganti

dengan kerugian yang dialami

oleh penderita dan juga

dengan keuntungan yang

sekiranya dapat diharapkannya

(gederfdewinst). Maka itu dianut pendapat bahwa pelaku

perbuatan melawan hukum

harus mengganti kerugian

yang ditimbulkannya, maupun

keuntungan yang dapat

diharapkan diterima.

Mengenai penggantian atas

keuntungan yang sekiranya

dapat diharapkan diterimanya

tidaklah semudah diperkirakan

untuk menetapkan besarnya

jumlah ganti kerugian

tersebut. Besarnya ganti

kerugian ditetapkan dengan

penafsiran di mana diusahakan

agar si penderita sebanyak

mungkin dikembalikan pada

keadaan sebelum terjadinya

perbuatan melawan hukum.

Teori adequate (adequate veroorzaking) dari Von Kries mengajarkan bahwa perbuatan

yang harus dianggap sebagai

sebab dari akibat yang timbul

adalah perbuatan yang

seimbang dengan akibat.

Adapun dasarnya untuk

menentukan perbuatan yang

seimbang adalah perhitungan

yang layak. Kekuatan teori ini

ialah bahwa teori ini dapat

dipandang dari dua sisi baik

secara kenyataan maupun

secara normatif. Khususnya

setelah perang dunia,

peradilan berkembang

menurut cara terakhir di mana

pengertian “menurut apa yang layak” sangat bermanfaat.

Yang berlaku di sini ialah

semua dapat diduga apabila ini

sesuai dengan kebijaksanaan

hakim. Dalam teori Scholten

juga digunakan kriteria

“kemungkinan yang terbesar”

yang kemudian dilanjutkan

oleh Van Schellen. Hoge Raad

dalam berbagai arrest mulai

tahun 1927 berpendapat

bahwa soal kausalitas harus

diselesaikan dengan

berpegangan pada ajaran

(14)

III.PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada

pembahasan sebelumnya, dapat

disimpulkan:

1. Syarat-syarat hukum yang

harus dipenuhi untuk

menentukan perbuatan

persaingan usaha yang dapat

dipandang sebagai perbuatan

melawan hukum adalah :

Syarat-syarat tersebut ialah

harus ada perbuatan. Yang

dimaksud dengan perbuatan

ini baik yang bersifat positif

maupun yang bersifat

negatif, artinya setiap

tingkah laku berbuah atau

tidak berbuah. Perbuatan itu

harus melawan hukum. Ada

kerugian. Ada hubungan

sebab akibat antara

perbuatan melawan hukum

itu dengan kerugian. Ada

kesalahan (schuld)

2. Pembebanan ganti rugi

terhadap pelaku usaha yang

melakukan persaingan usaha

tidak sehat mengacu pada

ketentuan-ketentuan ganti

rugi yang diatur dalam

pembebanan ganti rugi

karena wan prestasi.

B. Saran-Saran

1. Disarankan kepada setiap

pelaku usaha untuk tidak

melakukan perbuatan

persaingan usaha tidak sehat

yang terindikasi dengan

perbuatan melawan hukum,

karena akan berdampak

kerugian kepada pelaku

usaha lainnya dan/atau

warga masyarakat.

2. Diharapkan pengadilan

benar-benar memeriksa,

mengadili perkara

persaingan usaha tidak sehat

yang diajukan oleh pelaku

usaha yang menderita

kerugian, untuk memutus

berdasar atas ketentuan baik

yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 tentang Larangan

Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak

Sehat, maupun ketentuan

buku III KUHPerdata dan

rasa keadilan hukum

(15)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama cet 1,Jakarta, 2004.

Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2002)

Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), Cetakan. II,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.

Rosa Agustina, PerbuatanMelawanHukumCet. I, Program Pascasarjana FHUI, Jakarta, 2003

MoegniDjojodirjo, PerbuatanMelawanHukum, PradnyaParamita, Jakarta, 1982

B. BAHAN INTERNET

http://kabar24.bisnis.com/read/20170711/16/670224/persaingan-usaha-tidak-sehat-asal-mula-kasus-aqua-vs.-le-minerale (diakses pada tanggal 27 Oktober 2017)

https://news.detik.com/berita/3287606/promosi-tidak-sehat-pop-ice-didenda-rp-11-miliar (diakses pada tanggal 27 Oktober 2017)

C. PERUNDANG-UNDANGAN

(16)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA : IRWANSYAH

TEMPAT/ TANGGAL LAHIR : PALU, 23 MARET 1993

AGAMA : ISLAM

ALAMAT : JL. MALONDA NO.53

PEKERJAAN : MAHASISWA

STATUS : BELUM KAWIN

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD. TAHUN 1999 LULUS TAHUN 2005

2. SMPN TAHUN 2005 LULUS TAHUN 2008

3. SMAN TAHUN 2008 LULUS TAHUN 2011

4. MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

TADULAKO

Palu, 25 September2017

YANG MEMBUAT,

Referensi

Dokumen terkait

Ketika penampungan air laut sebagai bahan baku pembuatan garam telah cukup banyak dan terjaga ketersediannya pada sekitar pertengahan musim kemarau sebagian kolam

Berdasarkan hasil penelitian tentang studi pengguaan kombinasi oral antidiabetes dengan insulin pada pasien diabetes melitus tipe 2 periode Januari 2017 –

Untuk menjelaskan masalah peran negara, yaitu campur tangan pemerintah dalam mengatur mekanisme pasar (Myint, 1971, hal. 291) maka yang menarik dilihat adalah intervensi

Kesimpulan yang diperoleh bahwa, teknologi budidaya ternak kelinci telah diterapkan oleh Kelompok tani dengan baik; pendampingan teknologi dari BPTP Yogyakarta agar

Spesies dan kelimpahan serangga predator Aphis gossypii di pertanaman cabai Soak Palembang.. gossypii di pertanaman cabai Soak

Penelitian ini akan menganalisa performansi jaringan optik dari sentral office hingga ke pelanggan di daerah Yogyakarta dengan parameter meliputi nilai redaman,

Tabela 7: Število samozaposlitev po občinah v obdobju 2001 – 2004 Oddelek za prestrukturiranje RTH, 2006 Tabela 8: Število prezaposlitev in samozaposlitev skupaj po občinah v