• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Resistensi Watmuri Diaspora: Kajian terhadap Penolakan Masyarakat Watmuri Diaspora Ambon atas Pengrusakan Hutan Sakral di Watmuri T2 752015003 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Resistensi Watmuri Diaspora: Kajian terhadap Penolakan Masyarakat Watmuri Diaspora Ambon atas Pengrusakan Hutan Sakral di Watmuri T2 752015003 BAB II"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

13

BAB II

Resistensi Watmuri Diaspora Dari Perspektif Teori Gerakan Perlawanan

Teori yang dipakai sebagai pisau analisis pada penelitian ini yakni teori

gerakan perlawanan James Scott. James C. Scott lahir di Mount Holly-New Jersey

pada tahun 1936. Tahun 1976 ia Menerima gelar sarjana dari Williams College dan

gelar MA dan Ph.D dari Yale University. Kariernya meningkat menjadi seorang guru

besar ilmu politik dan mengajar di University of Yale. Penelitiannya menyangkut

ekonomi politik masyarakat agraris, teori hegemoni dan perlawanan dan politik petani

Asia Tenggara. Dua buku terkait perlawanan petani Asia Tenggara yang ia tulis yakni

The Moral Economy of the Peasant: Rebellion and Subsistence in Southeast Asia

yang diterbitkan tahun 1976 dan Perlawanan Kaum Tani tahun 1993. Temuannya

mengungkapkan bagaimana petani sebagai kaum subordinat menolak sistem

dominasi dari elit modal dan elit politik.1

Moral ekonomi yang terbentuk pada masyarakat petani di Asia Tenggara

yakni hubungan patron-klien. Patron secara etimologis berarti seseorang yang

memiliki kekuasaan (power) sedangkan klien berarti bawahan. Pola hubungan

patron-klien tentu menempatkan patron-klien pada posisi lebih rendah dan patron pada kedudukan

lebih tinggi. Patron sebagai komunitas yang mempunyai kekuasaan diharapkan dapat

melindungi klien-kliennya jika sewaktu-waktu mengalami perubahan pasar yang

mengancam sosial ekonomi petani subsisten. Akan tetapi, harapan kaum tani

ternihilkan oleh sikap eksploitatif petani kaya yang mengambil keuntungan dari

(2)

14

perubahan pasar yang dikuasai kapitalistik pascakolonial. Negara sebagai tempat

perlindungan turut berkonspirasi dengan petani kaya dengan menaikan pajak yang

makin tinggi sehingga tergoyahlah moral ekonomi petani. Penindasan dan

ketidakadilan yang dialami petani menyebabkan mereka berontak karena hubungan

patron-klien tidak lagi sebagai hubungan yang saling melindungi melainkan

pengambilan keuntungan.2

2.1. Resistensi dan Definisinya

Resistensi pada dasarnya menjelaskan terjadinya perlawanan oleh orang-orang

yang mengalami ketidakadilan.3 Perlawanan dapat berupa konflik, demonstrasi atau

penyampaian aspirasi melalui surat-menyurat pada pihak-pihak terkait untuk

menyuarakan keluhan yang mereka rasakan. Apapun bentuknya, resistensi adalah

pernyataan sikap yang diaplikasikan melalui tindakan untuk melawan segala bentuk

ketidakadilan.

Resistensi secara leksikal berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia adalah

penentangan atau perlawanan.4 Henry A Landsberger mengemukakan gerakan protes merupakan reaksi kolektif melawan kedudukan rendah yang rentan terhadap

ketidakadilan baik yang berhubungan dengan status sosial, ekonomi maupun politik.5 Sedangkan menurut Peter Burke, suatu kelompok yang simpati tehadap situasi sosial

2James C Scott, Perlawanan Kaum Tani (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993), 14. 3Aldfathri Adlin, Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realita (Yogyakarta: Jalasutra, 2006), 176. 4http://kbbi.web.id/resistensi> .

5Henry. A, Lansberger, Pergolakan Petani dan Perubahan Sosial. Trans. Aswab Mahasin

(3)

15

dan menampakan dirinya dalam perdebatan politik seperti demonstrasi atau

pemberontakan disebut gerakan.6 Latarbelakang bangkitnya perlawanan tidak lepas dari keresahan masyarakat terhadap otoritarian kaum elit politik maupun pemilik

modal yang merampas hak masyarakat. Ini yang bagi Sidney Tarrow, gerakan protes

merupakan tantangan kolektif sejumlah orang yang memiliki tujuan dan solidaritas

yang sama untuk melawan kelompok elite dan penguasa. Gerakan-gerakan itu

tumbuh untuk menyusun aksi mengacau atau melawan yang berakar pada rasa

solidaritas atau identitas kolektif dan dilakukan atas dasar tuntutan yang sama.7 Di

satu sisi gerakan-gerakan sosial merefleksikan ketidakmampuan lembaga-lembaga

dan mekanisme kontrol sosial untuk mereproduksi kohesi sosial, di sisi lain

gerakan-gerakan sosial menjadi upaya masyarakat untuk menanggapi situasi-situasi krisis

dengan jalan mengembangkan kepercayaan bersama sebagai dasar-dasar solidaritas

untuk bangkit dan melawan.8

Gamson menegaskan dorongan protes kolektif merupakan orientasi kolektif

yang tercipta dalam satu tekad bersama bahwa partisipasi dalam suatu gerakan akan

memberikan hasil dan berarti dalam pencapaiannya.9 Mereka yang berpartisipasi

dalam suatu gerakan adalah golongan orang-orang marginal yang akan bersedia untuk

melawan jika hasilnya akan menguntungkan mereka kelak. Bagi Sing, situasi

6Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,2003),134-135. 7Sidney Tarrow,Power in Movement: Social Movement Collective Action and Mass Politics in

the Modern State. (Cambridge: Cambridge University Press, 1994), 4.

8Tony Tampake, Redefinisi Tindakan Sosial dan Rekonstruksi Identitas Pasca Konflik Posso:

studi sosiologis terhadap gerakan jemaat Eli Salom Kele’i di Poso (Salatiga: Satya Wacana University Press, 2014), 56.

(4)

16

ketimpangan dan dominasi sosial jika terus dijalankan dan dipertahankan oleh

institusi dan lembaga-lembaga sosial maka perlawanan dan pemberontakan akan

bangkit untuk menolak sistem dominasi tersebut.10

Sementara itu, studi Scott atas perlawanan tani di Asia Tenggara menunjukan

geramnya kaum tani yang ditindas oleh penguasa terkait tingginya biaya sewa tanah

yang dibebani oleh tuan tanah kaya dan pajak oleh negara. Dua kewajiban yang harus

dibayar oleh kaum tani dianggap begitu memberatkan mereka. Akan tetapi demi

memenuhi kebutuhan subsisten, para petani rela menjual tanah dan bekerja pada tuan

tanah kaya. Hal ini menyebabkan hak atas tanah mulai terlepas dari tangan-tangan

petani lahan kecil karena dikuasai oleh petani kaya yang memiliki modal. Sulitnya

mempertahankan tanah dan memutuskan untuk menjualnya kepada tuan tanah kaya

tentu tidak lepas dari perubahan pasar global pascakolonial menuju modernisasi.

Pasar mulai dikuasai oleh paham kapitalistik yang membangkitkan munculnya

klas-klas dalam masyarakat. Bagi yang memiliki modal dapat bertahan dan yang tidak

tentu akan sulit untuk mengembangkan usahanya sedangkan petani lahan kecil hanya

mengembangkan usaha tani untuk memenuhi kebutuhan keluarga bukan mencari

keutungan sebanyak-banyaknya. Ketika petani menjual tanah dan bekerja pada tuan

tanah kaya atau menjadi penyewa tanah maka di sinilah terjadi ketimpangan sosial.

Pola hubungan patron-klien tidak untuk melindungi melainkan menindas dengan

memberikan harga sewa yang terlampau tinggi. Negara sebagai tempat perlindungan

bahkan memberikan pajak yang begitu memberatkan petani. Latarbelakang tersebut

(5)

17

yang menyebabkan kaum tani di Asia Tenggara berontak oleh karena elit politk dan

pemilik modal telah merusak moral ekonomi petani.11 Dinamika tersebut yang bagi Scott resistensi petani adalah respon masyarakat atas penindasan dan ketidakadilan

bagi kaum marginal.

2.2. Sifat dan Karakteristik Gerakan Perlawanan

Scott menggambarkan resistensi dalam dua cara yaitu pelawanan yang bersifat

sungguh-sungguh dan perlawanan yang bersifat insidental.12 Perlawanan yang

sungguh-sungguh sifatnya: sistematis, terorganisasi dan kooperatif berprinsip atau

tanpa pamrih, mempunyai akibat-akibat revolusioner atau mengandung gagasan dan

tujuan meniadakan dominasi penindasan. Sedangkan resistensi yang bersifat

insidental cenderung tidak terorganisasi, tidak sistematis dan individualistis, bersifat

untung-untungan dan berpamrih serta tidak mempunyai akibat-akibat revolusioner.

Resistensi yang bersifat insidental biasanya dilakukan secara perorangan dan

diwujudkan melalui aksi-aksi pembangkangan atau tindakan-tindakan yang

menimbulkan kekacauan karena tidak terorganisir secara baik. Sebagai pelengkapnya

Scott menggunakan istilah perlawanan publik atau terbuka dan perlawanan tertutup

atau yang dilakukan secara individual.13 Perlawanan terbuka yakni perlawanan yang terjadi berdasarkan proses mobilisasi partisipan, diatur dalam agenda-agenda yang

terarah dan memiliki tujuan dan sasaran yang tepat. Sedangkan perlawanan tertutup

11James C Scott, The Moral Economy of the Peasant: Rebellion and Subsistence in Southeast

Asia (London: Yale University 1976), 8.

12Scott, Perlawanan Kaum, 305.

(6)

18

berupa pembangkangan secara sembunyi-sembunyi dan dilakukan atas nama

individu.

Peter Burke membedakan sifat-sifat gerakan perlawanan sebagai berikut:14

1). Suatu gerakan dapat bertahan lama bergantung pada daya pendukungnya,

tentang siapa yang bergerak, siapa pemandunya dan mengapa orang-orang bersedia

untuk berpartisipasi dalam suatu gerakan. Daya dukung yang memadai menentukan

kualitas gerakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

2). Gerakan mudah dihancurkan atau ditransformasikan oleh generasi

berikutnya. Di Indonesia gerakan-gerakan perlawanan baik yang dipelopori oleh

mahasiswa maupun organisasi kemasyarakatan banyak mengalami jalan buntu karena

berhadapan dengan kekuasaan pemerintah. Contoh misalnya perjuangan mama

Yosepha sebagai aktivis perempuan asli suku Amugme yang bangkit melawan

pertambangan PT Freeport di Mimika-Papua. Perlawanan mereka tidak menghasilkan

dampak positif untuk menghentikan pertambangan sebab yang dilawan ialah

pemerintah yang memiliki power dan kekuasaan. Adakalanya ketika perjuangan tidak

mencapai hasil yang signifikan akan cenderung redup.

Sementara itu, Douglas dan Waskler mengemukakan ada 4 model-model

perlawanan: pertama, perlawanan terbuka, perlawanan yang dapat dilihat seperti

perkelahian, demonstrasi, konflik. Kedua perlawanan tersembunyi, biasanya

diwujudkan dengan perilaku mengancam. Ketiga, perlawanan agresif, perlawanan

(7)

19

yang dilakukan untuk mendapatkan sesuatu. Keempat, perlawanan defensif,

perlawanan yang dilakukan sebagai tindakan perlindungan diri.15

Karakteristik dari gerakan perlawanan oleh Tarrow yakni pertama, solidaritas

dan perasaan bersama, senasib dan rasa memiliki. Biasanya bangkitnya perasaan

bersama dapat digunakan untuk memahami partisipasi individu yang tergabung

dalam gerakan perlawanan. Kedua, konflik sebagai fokus aksi kolektif. Konflik

diartikan sebagai para pelaku yang sama mencoba untuk melakukan kontrol pada satu

objek yang sama. Di satu sisi pemerintah memperjuangkan sumber daya hutan untuk

kesejahteraan masyarakat, di sisi lain masyarakat melihatnya sebagai ancaman

terjadinya eksploitasi berlebih yang merusak alam. Ketiga, keberhasilan pada satu

pihak berkemungkinan besar merugikan pihak yang lain. Keempat, mengedepankan

bentuk-bentuk protes.16

2.3. Faktor-faktor Munculnya Gerakan Perlawanan

Scott menggambarkan transformasi tanah menjadi komoditas yang dijual telah

mempunyai efek mendalam bagi petani. Kontrol terhadap tanah semakin lepas dari

tangan-tangan masyarakat pedesaan, petani secara progresif kehilangan hak-hak

kebebasan, hak- hak guna hasil dan menjadi penyewa serta petani yang bekerja pada

tuan tanah kaya. Nilai-nilai yang diproduksi semakin diukur oleh fluktuasi pasar yang

15Jack D. Douglas & Waksler C. Frances, dalam Santoso. Teori-Teori Kekerasan, (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 2002), 11

(8)

20

tidak menentu.17 Studi Scott menunjukan hilangnya hak kaum tani atas tanah

disebabkan oleh perubahan pasar yang dikuasai kapitalistik. Pemilik lahan kecil

sering bergantung pada elit bertanah misalnya untuk urusan pembelian benih,

peralatan, transportasi dan pemasaran serta kadang-kadang kebutuhan kredit. Dengan

begitu pemilik lahan kecil akan berhutang pada pemilik lahan besar yang lama

kelaman kehilangan tanahnya karena tidak mampu membayar hutang pada elit

bertanah.18 Setelah kehilangan tanah sudah tentu mereka akan mengabdi dan bekerja pada tuan tanah atau menyewa tanah untuk bercocok tanam demi mencukupi

kebutuhan subsisten mereka. Tingginya biaya sewa dan pajak menggerakan para

petani berontak karena ketidakadilan tersebut telah merusak moral ekonomi petani

yang mengolah tanah untuk kelangsungan hidup keluarganya bukan untuk mencari

keutungan sebesar-besarnya.19

Scott menjelaskan petani dalam dua tipologi yaitu: a) Petani adalah pencocok

tanam yang tinggal di pedesaan, fokus usahanya demi pemenuhan ekonomi keluarga

dan terus berputar pada periodik siklus tanam dan panen. b) Petani adalah masyarakat

yang menggantungkan hidupnya pada pengelolaan hasil pertanian.20 Tipologi ini

menerangkan secara jelas akan pentingnya tanah bagi para petani sebagai lahan

komoditi. Barangsiapa mengancam atau mengubah pola yang telah terbentuk sejak

(9)

21

dahulu tentu akan membangkitkan perlawanan untuk menentang pihak-pihak

tersebut.

Situmorang mengemukakan bangkitnya gerakan perlawanan dipengaruhi oleh

tinggi tidaknya sekelompok masyarakat merasakan dampak negatif dari aktifitas

perusahaan mengelola sumber daya alam.21 Pengelolaan sumber daya alam yang mengabaikan dampak ekologis akan membangkitkan resistensi masyarakat. Bagi

Arif Budiman pembangunan yang dianggap berhasil ternyata tidak memiliki daya

kelestarian yang memadai.22 Berbagai kasus yang terjadi di Indonesia misalnya

lumpur lapindo, limbah industri yang mencemarkan air dan lingkungan, pengundulan

hutan oleh kebijakan pembangunan kehutanan yang mengabaikan rehabilitasi hutan

dan berbagai kerusakan lingkungan lainnya adalah efek dari pembangunan yang

kurang terkontrol secara baik. Borrong menegaskan, kerusakan lingkungan terjadi

sebagai akibat dari pengelolaan sumber-sumber daya yang tidak mempedulikan

etika.23 Kerusakan alam sebagai akibat dari pandangan bahwa sumber daya alam

sebagai kumpulan sumber daya untuk manusia yang dapat dipakai secara bebas untuk

memenuhi kebutuhan manusia. Pandangan demikian jika tidak ditindaklanjuti akan

mempengaruhi makluk hidup yang menempati bumi. Selain itu, munculnya gerakan

perlawanan tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor yang mempengaruhi

kemunculan dan perkembangannya.

21Abdul Wahib Situmorang, Gerakan Sosial: Studi Beberapa Perlawanan (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2007), 104

22Arief Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1996), 6-7.

(10)

22

2.3.1 Faktor Ekonomi Politik

Pemerintah Indonesia mulai memberi perhatian pada sektor kehutanan akhir

tahun 1960-an ketika rezim orde baru menghadapi masalah ekonomi. Hutan menjadi

stigma bagi keuntungan dan devisa negara sementara sektor tradisional masyarakat

dianggap konservatif, statis sehingga harus diubah agar seluruh masyarakat dapat

berkembang lebih maju. Aksentuasinya mengarah pada pengelolaan sumber daya

hutan demi mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar hutan sehingga

dikeluarkanlah UU pokok kehutanan dan pertambangan serta UU Investasi tahun

1967 yang memberikan peluang bagi investor untuk menanamkan modal di

Indonesia. Peraturan no. 21 tahun 1970 tentang pengusahaan hutan merupakan

instrument legal untuk memulai pemanfaatan hutan dengan model HPH (hak

pengusahaan hutan).24

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2002 tentangTata

Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan

Penggunaan Kawasan Hutan, HPH berubah namanya menjadi IUPHHK-HA Ijin

Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam. Cara kerjanya tetap sama

yakni ijin untuk memanfaatkan kayu alam pada hutan produksi yang kegiatannya

terdiri atas pemanenan atau penebangan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan dan

pemasaran hasil hutan kayu. Jangka waktu IUPHHK-Ha pada hutan produksi

sebagaimana dimaksud dalam Peraturan pemerintah RI Pasal 34 ayat (1) huruf a

24Abdul Wahib Situmorang, Dinamika Protes Kolektif Lingkungan Hidup Di Indonesia

(11)

23

diberikan paling lama 55 (lima puluh lima) tahun. IUPHHK dalam hutan alam dapat

diperpanjang berdasarkan evaluasi yang dilakukan setiap 5 (lima) tahun oleh menteri

kehutanan.25 Akan tetapi kebijakan pemerintah mengelola sumber daya hutan untuk

pengembangan ekonomi dan kesejahteraan dinilai merugikan masyarakat lokal.

Dalam kerja HPH, hutan menjadi sepenuhnya hak pengusaha sedangkan masyarakat

tidak berhak atas hutannya sendiri. Sistem eksploitasi hutan oleh HPH bahkan tidak

terkontrol secara baik oleh pemerintah sehingga menyebabkan kerusakan hutan yang

berujung pada deforestasi (pengundulan). HPH melakukan pengrusakan namun tidak

dikenakan sanksi dari pemerintah, sebaliknya jika masyarakat yang melakukan

pengrusakan maka pemerintah dengan cepat mengambil tindakan bahkan sampai

pada menjadikan kawasan hutan sebagai area konservasi. Salah satu kewajiban utama

negara yang merupakan cerminan dari hakekat keberadaannya ialah melindungi

warga negaranya agar tetap aman. Perlindungan tersebut pada intinya bertujuan

memberi jaminan agar warga negara tidak saja mengalami rasa aman dalam

kehidupannya dan bebas dari rasa takut tetapi merasakan iklim politik yang terbuka

sehingga dapat mengekspresikan diri dan hak asasinya secara leluasa dan merdeka.

Jaminan terhadap pengungkapan diri tersebut merupakan modal utama dalam

mengurus kepentingan diri dan masyarakatnya sehingga mereka bisa bertahan dan

25

(12)

24

berkembang.26 Pada konteks ini, jika pemerintah melakukan monopoli pada hak

rakyat atas hutan ulayat yang diakui secara turun-temurun apakah negara telah sesuai

dengan hakekatnya? Demikian yang dikemukakan oleh Scott, faktor ekonomi pada

akhirnya mengarah pada untung dan rugi. Siapa yang diuntungkan dan pihak mana

yang dirugikan. Tentu kedua aspek ini akan menggambarkan kecenderungan dari dua

sosok yang berbeda yakni yang diuntungkan adalah pihak yang memiliki kekuasaan

dan yang rugi ialah masyarakat yang marginal.27 Atas dasar ketidakadilan yang berkaitan dengan untung rugi inilah yang membangkitkan resistensi, karena pada

dasarnya yang disebut keadilan ialah kedua pihak sama-sama menikmati hasil yang

sama untuk tujuan kemakmuran.

2.3.2. Faktor Budaya

Secara empiris citra lingkungan masyarakat adat bersifat mistis karena selain

bertalian dengan kehidupan di alam nyata juga erat kaitannya dengan pemeliharaan

keseimbangan hubungan dengan alam gaib. Masyarakat yang menghargai

adat-istiadat akan melihat alam sebagai kesatuan kosmos yang tidak boleh dimanfaatkan

secara berlebihan. Jika dalam pemanfaatannya menyebabkan kerusakan pada

lingkungan maka akan menimbulkan berbagai bencana baik banjir, tanah longsor,

kekeringan dan lain sebagainya. Bencana-bencana itu akan dilihat sebagai

pengejawantahan dari kemarahan roh-roh penjaga alam. Bagi Elliade perjumpaan

26Dewan Pengurus YLBHI,Demokrasi Antara Represi Dan Resistensi Catatan Keadaan Hak

Asasi Manusia Di Indonesia 1993 (Jakarta:Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1994), 224.

(13)

25

dengan yang sakral dirasakan seperti bersentuhan dengan sesuatu yang bersifat dasyat

menggetarkan, sangat berbeda, transenden dan suci. Tidak hanya batu, pohon, tetapi

bagi mereka yang memiliki pengalaman religius, seluruh alam dapat mengungkapkan

dirinya sebagai sakralitas kosmik.28

Ajaran agama dan kepercayaan masyarakat lokal menjiwai dan

mempengaruhi sikap dan perilaku manusia terhadap lingkungannya. Ia memberi

tuntutan kepada manusia untuk berprilaku yang serasi dan selaras dengan irama alam

semesta sehingga tercipta keseimbangan hubungan antar manusia dengan alam

lingkungannya.29 Kendati tampak tidak rasional dan tidak logis namun secara faktual

perilaku terhadap alam dengan sikap yang bercorak mistis dan magis kadangkala

menciptakan kelestarian dan keberlanjutan yang harmonis dengan lingkungan hidup.

Masyarakat desa yang masih melestarikan adat-istiadat warisan leluhur kadangkala

ditemukan kesejukan lingkungan yang dikelilingi oleh hutan yang menghijau.

Filosofi alam yang dibangun baik tentang air, gunung, batu dan hutan menjadi dasar

melindungi alam dari keserakahan. Air melambangkan darah, hutan sebagai pori-pori

atau urat nadi, tanah sebagai daging dan batu sebagai tulang adalah kelengkapan yang

berhubungan satu sama lainnya.30 Merusak atau menghancurkan salah satu dari

28Mircea. Eliade,The Sacred And The Profane, trans. Wiliam R. Trask (San Diego

New York – London: A Harvest/HBJ Book, 1959), 8-11. 29Ibid, 6-7

30Penjelasan dalam wawancara wartawan Net News dengan mama Aleta Baun yang

(14)

26

unsur-unsur itu akan menyebabkan ketidakseimbangan pada makluk hidup yang

bergantung pada alam.

Kendati demikian, pada masyarakat adat pasti menemui filosofi tentang

tempat, benda, hewan, pohon yang dianggap mengandung unsur kesakralan yang

memiliki kekuatan dibalik elemen-elemen itu. Bagi Emile Durkheim seluruh

keyakinan manusia baik yang religius (agama suku) maupun Beragama (diakui oleh

negara) tentu membagi dunia mereka dalam dua elemen terpisah yakni yang sakral

dan yang profan. Ciri-ciri yang sakral yakni superior, berkuasa, terlarang, suci

sedangkan profan lebih pada kebiasaan sehari-hari, tidak memiliki kekuatan dan

tampak biasa.31 Menentukan area, benda maupun hewan sebagai dewa bersama memberi kesan pelestarian bagi objek tersebut. Hal ini tidak saja berhubungan dengan

agama bersama yang diciptakan masyarakat lebih dari itu yakni upaya melestarikan

alam dan lingkungan hidup yang dapat memberikan dampak positif bagi manusia di

bumi.

Untuk meminimalisir penggunaan hutan dari ancaman kerusakan, masyarakat

kadangkala mengembangkan local knowledge atau pengetahuan lokal. Pengetahuan

ini tumbuh dan berkembang dalam budaya atau kelompok etnik tertentu untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya secara subsisten sesuai kondisi lingkungan yang ada.

Mereka mengumpulkan informasi terhadap kondisi alam untuk memecahkan masalah

produksi pertanian dan disampaikan secara oral dari generasi ke generasi sehingga

31Emile Durkheim, The Elementary Forms Of Religious Life : Sejarah Bentuk-Bentuk Agama

(15)

27

terjadi pemahaman yang mendalam terhadap sumber daya lokal dan proses-proses

yang berlangsung.32 Pengetahuan lokal memberikan kesan positif bagi masyarakat dalam memanfaatkan hutan secara bijaksana sehingga minim dari kerusakan. Jika

sewaktu-waktu hutan masyarakat dikelola berdasarkan pembangunan kehutanan

maka rehabilitasi (pemulihan) menjadi kewajiban pengelola agar tidak mengancam

masyarakat sekitar hutan yang bergantung terhadapnya. Apabila kewajiban tersebut

tidak terealisasi maka akan membangkitkan resistensi sebab hutan yang rusak akan

berdampak bagi masyarakat yang berada di sekitarnya.

2.3.3. Faktor Ekologi

Ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos berarti rumah atau tempat tinggal

atau tempat hidup atau habitat dan logos yakni ilmu, studi atau kajian. Secara harfiah

ekologi berarti ilmu tentang makluk hidup dalam rumahnya atau ilmu tentang habitat

makluk hidup.33 Menurut Haskarlianus Pasang ,ekologi mencakup; a) pengetahuan

mengenai hubungan antara organisme dan lingkungannya, b) studi atau telaah

mengenai hubungan antara organisme dengan lingkungan mereka.34 Secara umum

ekologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara

makluk hidup dan lingkungannya. Ekologi menaruh perhatian pada cara-cara

bagaimana semua aspek alam mengadakan interaksi satu sama lain. Inti ekologi ialah

32 Sulistyaningsih, Perlawanan Petani Hutan: Studi Atas Resistensi Berbasis Pengetahuan

Lokal (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2013), 15.

33Otto Soemarwoto, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Djambatan,

1991).19.

(16)

28

manusia menyesuaikan diri dengan sistem alam, tidak eksploitatif, tidak merusak

sehingga ekosistem terpelihara.35

Bagi steward, kajian ekologi umumnya memposisikan manusia dan

lingkungan dalam satu ekosistem yang tidak dapat dipisahkan dan saling

ketergantungan. Perubahan lingkungan akan mempengaruhi pola hidup manusia dan

makluk hidup lainnya oleh karena itu, pengelolaan hasil alam baik untuk bercocok

tanam, pertambangan, perkebunan skala besar dan berbagai bentuk pembangunan

kehutanan lainnya mesti mempertimbangkan dampak yang akan timbul dikemudian

hari.36 Alam dieksploitasi secara berlebihan akan berbuntut pada ketidaseimbangan

ekosistem yang ada.

Selain itu, Penggunaan ekologi dalam perencanaan pembangunan memiliki

dua tujuan yakni meningkatkan mutu pencapaian pembangunan serta

memperhitungkan pengaruh aktivitas pembangunan pada daerah sumber daya yang

akan dieksploitasi. Pertimbangan terhadap prinsip-prinsip ekologi yang tepat akan

membantu minimnya dampak dari pembangunan terhadap lingkungan dan manusia.

Pembangunan acapkali membawa tingkat perubahan yang bervariasi terhadap

lingkungan sehingga pembangunan yang ditentukan oleh batasan-batasan ekologi

akan menghindari dampak bagi masyarakat di sekitarnya.37

35Raymond F Dasmann dkk, trans. Idjah Soemarwoto, Prinsip Ekologi Untuk Pembangunan

Ekonomi (Jakarta: Gramedia, 1977), 2.

36 Julian, H Steward, Theory Of Culture Change: The Methodology Of Multiliniar Evolution

(Urbana: University Of Illinois Press. 1955), 39-42.

(17)

29

AMDAL atau analisis mengenai dampak lingkungan sangat penting dalam

mengelola sumber daya hutan. Analisis tersebut merupakan hasil studi yang

terintegrasi dari rencana kegiatan pembangunan meliputi komponen ekologis,

sosio-ekonomis dan budaya. Langkah awal dari prosedur tersebut adalah penyusunan PIL

(penyajian informasi lingkungan) atau PEL (Penyajian Evaluasi lingkungan) yang

mendeskripsikan apakah suatu proyek berpengaruh bagi lingkungan, selanjutnya

dilakukan SEL (studi evaluasi lingkungan). AMDAL maupun SEL meliputi: kajian

secara mendalam tentang dampak lingkungan potensial dari suatu kegiatan yang

direncanakan. AMDAL dirumuskan sebagai suatu analisis mengenai dampak

lingkungan dari suatu proyek yang meliputi evaluasi dan pendugaan dampak proyek,

prosesnya maupun sistem proyek terhadap lingkungan yang berlanjut ke lingkungan

hidup manusia.38 Pendugaan dampak dapat di definisikan sebagai aktivitas untuk menduga dampak yang akan terjadi di masa yang akan datang akibat suatu aktivitas

manusia (proyek). Dampak yang diduga menjadi ukuran untuk membedakan antara

lingkungan yang tanpa proyek dan lingkungan dengan proyek.39 Oleh karena itu, sebelum menjalankan suatu proyek sangat penting bagi setiap pemegang ijin

melakukan AMDAL di lokasi pembangunan.

Dari sudut ekologis ada dua faktor mekanis yang menjadi penyebab bencana.

Pertama, faktor kekacauan ekosistem yaitu bencana yang disebabkan oleh manusia

38Goltenboth Friedhelm dkk, Ekologi Asia Tenggara: Kepulauan Indonesia(Jakarta:Salemba

Teknika, 2012), 488.

39Gunarwan Suratmo, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Yogyakarta: Gajah Mada

(18)

30

misalnya kesalahan dalam pemanfaatan sumber daya alam dan penataan lingkungan

atau tata ruang yang mengakibatkan terjadinya kerusakan alam. Kedua deforestasi

atau pengundulan hutan yang menyebabkan perubahan iklim global sebagai dampak

banyaknya emisi gas karbon dioksida (C02) dan gas buangan yang tidak terhisap oleh

tumbuhan karena pohon-pohon yang terus berkurang.40 Diantara kedua aspek ini, deforestasi merupakan ancaman yang tampak terasa oleh masyarakat sekitar hutan.

Mengapa? hutan yang dipenuhi pohon-pohon besar adalah aset penyimpan air bagi

kesuburan tanah sekaligus pemberi oksigen bagi makluk hidup, dapat dibayangkan

ketika yang berdiri hanya sisa-sisa dari tumbangan pohon tentu akan memberikan

pengaruh besar bagi para para petani juga manusia yang berada di sekitar hutan.

resiko yang dialami masyarakat dari suatu pembangunan yang tidak efektif justru

pemicu bangkitnya perlawanan-perlawanan. Oleh karena itu, sebelum menjalankan

suatu proyek pembangunan di pedesaan yang harus didahulukan yakni mengetahui

sistem sosial, ekonomi dan budaya dari masyarakat setempat agar tidak menimbulkan

berbagai keluhan di kalangan masyarakat.

2.4. Kesimpulan

Perlawanan sosial oleh James Scoot mengungkapkan ketidakadilan yang

dialami subordinat (kaum tani) dari kelompok superordinat (elit modal dan negara).

Tingginya pajak dan biaya sewa tanah menekan keberadaan kelompok tani dalam

mempertahankan hidup. Negara sebagai perlindungan warga yang bernaung di

40Fachruddin M Mangunjaya, Hidup Harmonis Dengan Alam: Esai-Esai Pembangunan

(19)

31

dalamnya justru tidak menunjukan sikap keberpihakan sehingga bangkitlah

perlawanan. Bagi scott, protes individu atau kelompok yang menyebar dalam

kekerasan maupun pemberontakan adalah rentetan dari cara petani untuk mandiri dan

keluar dari pemaksaaan dan penindasan para penguasa. Perubahan pasar yang

bercorak kapitalistik menyebabkan elit modal dan elit politik mengambil keuntungan

sebanyak-banyaknya dari kelemahan kaum tani. Bangkitnya perlawanan kaum tani

adalah cara mereka mengekspresikan diri atas berbagai ketimpangan yang dialami.

Tujuan yang diharapkan yakni kembalikan moral ekonomi petani yang dihancurkan

oleh para penguasa agar mereka secara leluasa dapat mengembangkan diri untuk

hidup secara adil.

Indonesia ketika menghadapi ketimpangan ekonomi pada rezim orde baru,

berbagai upaya dilakukan untuk keseimbangan perekonomian negara. Salah satu

kebijakan yang tampak terlaksana yakni pembangunan berbasis sumber daya alam.

Paradigma UUD 1945 pasal 33 ayat 3 “Bumi, air dan kekayaan alam yang

terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” menjadi kekuatan negara mengembangkan

pembangunan tersebut. Seiring jalannya kebijakan itu, berbagai resistensi masyarakat

bangkit melawannya karena faktanya pembangunan kehutanan tidak mensejahterakan

masyarakat melainkan memuaskan para penguasa. Kembalikan tanah dan hutan ke

tangan masyarakat lokal jika ingin meretas munculnya protes-protes kolektif. Lebih

(20)

32

keadilan. Pembangunan yang efektif ialah suatu proyek yang tidak mengabaikan

sosial budaya, ekonomi dan dampak ekologi bagi masyarakat di sekitar hutan. Pada

akhirnya masyarakat yang akan menuai berbagai kerugian dan dampak dari suatu

proyek jika terjadi kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, pemegang ijin proyek

mesti melakukan AMDAL sebelum mengadakan suatu pembangunan serta

mengetahui sosial budaya masyarakat setempat agar tidak menguntungkan elit modal

Referensi

Dokumen terkait

Bencana alam banjir menempati urutan teratas dari segi kejadian yaitu sebanyak 3.450. kejadian, banjir tidak dapat dicegah, namun hanya dapat dikendalikan dan

Selama proses pembelajaran melalui metode bercerita dengan menggunakan media audio-visual dengan peneliti dibantu oleh guru kelas TK Kelompok B selaku mitra

Islamic decorative designs were interpreted as a visual manifestation of the Islamic philosophy. Others considered arabesque and Islamic pattern as a “special state

dari prestasi belajar matematika siswa, mendeskripsikan pengaruh pembelajaran ekspositori terhadap kemampan berpikir kreatif siswa dan mendeskripsikan pengaruh yang

The elucidation of the normative and historical realm is not restricted to a single book, in some of his works Amin Abdullah frequently emphasizes the two domains in religious

Disemprotkan ( Jet Application of Fluid ), pada proses pendinginan dengan cara ini cairan pendingin disemprotkan langsung ke daerah pemotongan (pertemuan antara

Selain tiga perwakilan dari UMM peserta lain berasal antara lain dari Universitas Airlangga, Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Makassar, Universitas Cendrawasih,

Kehadiran relawan dari salah satu lembaga bentukan pemerintah Amerika Serikat ini akan difungsikan untuk meningkatkan pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah-sekolah menengah,