• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Finansial Dan Strategi Pengembangan Usahatani Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Di Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Finansial Dan Strategi Pengembangan Usahatani Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Di Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir Chapter III VI"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara

purposive

sampling (sampling

dengan maksud tertentu), yaitu pemilihan sampel bertitik tolak pada penilaian

pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih benar-benar

representatif (Sugiarto, 2001).

Tabel 3.1.Luas Panen, Produksi, dan Produktifitas Tanaman Bawang

MerahKabupaten Samosir Tahun 2013

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

(2)

data luas panen, produksi, dan produktivitas bawang merah di Kabupaten Samosir

tahun 2005-2013 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2.Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Bawang Merah

Kabupaten Samosir Tahun 2005-2013

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

3.2.Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani bawang merah di Kecamatan

Simanindo yang di wakili oleh 3 desa yang dipilih secara purposive dengan alasan

bahwa desa tersebut memiliki luas panen terbesar. Pengambilan populasi petani

bawang merah dilakukan dengan metode sampel acak sederhana

(simple random

sampling)

dimana setiap elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang

sama untuk dipilih sebagai sampel serta tanpa memperhatikan strata yang ada

dalam populasi.

(3)

Desa Simanindo dengan 80 KK. Untuk mendapatkan jumlah sampel yang dapat

menggambarkan populasi maka dalam penentuan sampel penelitian ini digunakan

metode Slovin (1967) dalam Sevilla (1993) sebagai berikut:

Keterangan :

n = Besar sampel

N = Besar populasi

e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan(%)

Dengan taraf keyakinan 90 % atau tingkat ketidaktelitian sebesar 10 % , maka

denagn menggunakan rumus di atas diperoleh sampel:

untuk menentukan banyaknya sampel petani bawang merah yang akan di teliti

dari setiap desa dapat ditentukan dengan perhitungan berikut :

Desa Simanindo Sangkal

=

Desa Simanindo

=

Desa Cinta Damai

=

Jumlah

= 74 orang

3.3. Metode Pengumpulan Data

(4)

instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian, Badan

Penyuluh Pertanian Kecamatan Simanindo, serta instansi lain yang terkait dengan

penelitian.

3.4. Metode Analisis Data

Metode penelitian menurut Supriana (2016) adalah cara-cara melakukan

penelitian dengan menggambarkan serta menginterpretasi suatu objek berdasarkan

fakta secara ilmiah. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan,

disusun, dijelaskan, dan dianalisis agar dapat ditarik kesimpulan untuk

memperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti. Adapun

tahapan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

a.

Tahap pertama

Tahap pertama yang dilakukan adalah menyiapkan kuesioner. Kuesioner menurut

Hendri (2009) merupakan daftar pertanyaan yang akan digunakan oleh periset

untuk memperoleh data dari sumbernya secara langsung melalui proses

komunikasi atau dengan mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang terdapat dalam

kuesioner bertujuan untuk menjawab masalah yang dihadapi petani dalam

usahatani bawang merah di daerah penelitian.

b.

Tahap kedua

(5)

c.

Tahap ketiga

Tahap ketiga yaitu dengan melakukan pengumpulan data melalui kuesioner.

Kuesioner yang telah disiapkan dibagikan oleh peneliti kepada calon responden

secara pribadi atau melalui bantuan penyuluh.

d.

Tahap keempat

Setelah pengumpulan data, maka data tersebut ditabulasi berdasarkan variabelnya.

e.

Tahap kelima

Tahap akhir dalam melakukan penelitian adalah dengan membuat analisis sesuai

dengan tujuan penelitian.

Untuk tujuan 1,

yaitu untuk menganalisis Ketersediaan input usahatani bawang

merah di daerah penelitian digunakan metode deskriptif.

Untuk tujuan 2,

yaitu untuk mengetahui besarnya harga rata-rata input, harga

output, biaya produksi, penerimaan dan pendapatan petani bawang merah

perhektar dan perpetani.

Menurut Kasim(2004) untuk menghitung biaya usahatani di daerah penelitian

dianalisis menggunakan rumus:

1. Biaya

Keterangan :

TC = Total biaya usahatani dalam periode usahatani (Rp)

FC = Besarnya biaya yang berupa biaya tetap (Rp)

VC = Besarnya biaya yang berupa biaya variabel (Rp)

2. Penerimaan

(6)

Penerimaan usahatani bawang merah adalah hasil perkalian antara jumlah

keseluruhan hasil fisik yang diperoleh dikalikan dengan harganya masing-masing.

Secara umum untuk menghitung penerimaan usahatani bawang merah dengan

menggunakan rumus (Soekartawi, 1995):

Keterangan :

TR = Total penerimaan (Rp)

Y

= Jumlah produksi (Kg)

Py

= Harga per satuan produksi (Rp/Kg)

3. Pendapatan

Pendapatan usahatani bawang merah merupakan selisih antara penerimaan dengan

biaya yang dikeluarkan oleh petani bawang selama satu musim tanam. Secara

umum untuk menghitung pendapatan dianalisis menggunakan rumus (Soekartawi,

2001):

Keterangan :

Pd

= Pendapatan usahatani (Rp)

TR = Total penerimaan (Rp)

TC = Total biaya (Rp)

Untuk tujuan 3

, yaitu mengetahui kelayakan finansial usahatani bawang merah

di daerah penelitian.Metode yang digunakan yaitu dengan analisis R/C dan B/C

Ratio.

(7)

1. Analisis R/C Ratio

R/C (Revenue Cost Ratio) adalah pembagian antara penerimaan usaha dengan

biaya dari usaha tersebut. Analisa ini digunakan untuk melihat perbandingan total

penerimaan dengan total biaya usaha. Jika nilai R/C diatas satu rupiah yang

dikeluarkan akan memperoleh manfaat sehingga penerimaan lebih dari satu

rupiah. Secara sistematis R/C ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:

Analisis ini digunakan untuk melihat keuntungan dan kelayakan dari usahatani.

Usaha tersebut dikatakan menguntungkan jika nilai R/C ratio lebih besar dari satu

(R/C > 1). Hal ini menunjukkan bahwa setiap nilai rupiah yang dikeluarkan dalam

produksi akan memberikan manfaat sejumlah nilai penerimaan yang diperoleh

(Harmono dan Andoko, 2005).

2. Analisis BEP (

Break Even Point)

Break Event Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana produksi dalam suatu

usahatani bawang merah tidak ada untung tidak ada rugi, impas antara biaya yang

dikeluarkan usahatani bawang merah dengan pendapatan yang diterima.

Keterangan :

TC

= Total Cost/ Biaya Total (Rp)

P

= Harga Jual (Rp/Kg)

R/C Rasio =

otal enerimaan en ualan otal ia a

(8)

Keterangan :

TC

= Total Cost / Biaya Total (Rp)

Y

= Produksi Total (Kg)

Kriteria uji adalah sebagai berikut :

-

Jika produksi (Kg) > BEP produksi (Kg), maka usahatani bawang merah layak

untuk diusahakan

-

Jika harga (Rp/Kg) > BEP harga (Rp/Kg), maka usahatani bawang merah layak

untuk diusahakan

Untuk tujuan 4,

yaituuntuk mengetahui apa program-program pengembangan

usahatanibawang merah yang dapat direkomendasikan di daerah penelitian,diuji

dengan menggunakan matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan secara jelas

bagaimana faktor internal usaha yaitu kekuatan dan kelemahan dalam menghadapi

faktor eksternal usaha yaitu peluang dan ancaman. Berdasarkan hal tersebut, akan

dapat dilihat bagaimana strategi pengembanganusahatani bawang merah (Allium

ascalonicum) di daerah penelitian. Matriks ini menghasilkan empat sel

kemungkinan alternatif strategis.

Adapun langkah-langkah dalam pembuatan matriks SWOT adalah:

1. Terlebih dahulu dilakukan pen/gumpulan data faktor strategis internal dan

faktor strategis eksternal. Dengan pertimbangan:

a. Faktor internal, yaitu faktor yang dapat dikendalikan petani.

b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh petani.

BEP Harga (Rp/Kg) =

��

(9)

2. Setelah diklasifikasikan faktor-faktor internal dan eksternalnya, kemudian

disusun kuisioner untuk menentukan rating setiap faktor. Skor tersebut

menentukan apakah faktor tersebut masuk ke dalam faktor internal menjadi

kekuatan dan kelemahan atau faktor eksternal menjadi peluang dan ancaman.

Faktor dibagi menjadi 4 kategori yaitu 1 dan 2 nilai rendah dan 3 dan 4 nilai

tinggi. Pada faktor internal: 1 dan 2 = kelemahan, 3 dan 4 = kekuatan, sedangkan

pada faktor eksternal: 1 dan 2 = ancaman dan 3 dan 4 = peluang.

Setelah diperoleh rating setiap faktor, kemudian dilakukan pembobotan dalam tiap

faktor. Pembobotan ini dilakukan untuk dengan cara teknik komparasi

berpasangan (pairwise comparison) dengan memakai pembobotan yang dilakukan

oleh Saaty (1991) pada model AHP (Analytical Hierarchy process) yang

membandingkan faktor yang satu dengan faktor yang lainnya dalam satu tingkat

hierarki berpasangan sehingga diperoleh nilai kepentingan dari masing-masing

faktor.Nilai dari msing-masing faktor tidak lepas dari skala banding berpasangan

yang dikemukakan oleh Saaty (1991) dengan tingkat perbandingan:

Tabel 3.3. Skala Banding Secara Berpasangan (

Pairwise Comparison

)

kepentingan

Defenisi

Penjelasan

1

Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh

yang sama besar terhadap tujuan

3

Elemen yang satu sedikit lebih

penting daripada elemen yang

lain

Pengalaman dan penilaian sedikit

menyokong satu elemen dibanding

elemen lainnya

5

Elemen yang satu lebih penting

daripada elemen yang lain

(10)

9

Satu elemen mutlak lebih

penting daripada elemen yang

lain

Bukti yang mendukung elemen

yang satu terhadap elemen lain

5.

Setelah diperoleh nilai kepentingan masing-masing faktor dari tiap responden

dengan memakai teknik pembobotan yang dilakukan oleh Saaty (1991),

kemudian dibuat matrik penilaian tiap responden yang akan menjadi bobot

dari tiap faktor.

Tabel 3.4. Penilaian Bobot Faktor Strategi

Faktor

(11)

Keterangan :

X

1

= Nilai untuk responden 1

X

2

= Nilai untuk responden 2

X

3

= Nilai untuk responden 3

X

n

= Nilai untuk responden n

6. Setelah di ketahui nilai rata-rata geometris, kemudian nilai rata-rata tersebut di

normalisasi untuk mendapatkan nilai dari masing-masing fakor strategis. Nilai

inilah yang akan menjadi bobot faktor-faktor strategis.

7. Setelah diperoleh bobot tiap faktor strategis, dicari skor terbobot dengan cara

mengalikan rating dari tiap faktor dengan bobot yang diperoleh dalam tiap faktor.

Nilai dari skor terbobot ini digunakan untuk mengetahui bagaimana reaksi

perusahaan terhadap faktor strategis eksternal dan faktor strategis internalnya.

Dan disajikan dalam matriks internal factor evaluation (IFE) dan matriks (EFE).

Tabel 3.5. Matriks

Internal Factor Evaluation

(IFE)

Faktor Strategi

Internal

Rating

Bobot

Skor = Rating x bobot

A. Kekuatan

1.

2.

...

Jumlah (A)

A. Kelemahan

1.

2.

...

Jumlah (A)

(12)

Tabel 3.6. Matriks

Eksternal Factor Evaluation

(EFE)

Faktor Strategi

Internal

Rating

Bobot

Skor = Rating x bobot

A. Peluang

1.

2

.

...

Jumlah (A)

B. Ancaman

1.

2

.

...

Jumlah (B)

Total (A+B)

1,0

Sumber: David, 2006

8. Hasil dari matriks IFE dan EFE akan digabungkan ke dalam matriks IE.

Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu total nilai matriks IFE pada

sumbu-x dan total nilai matriks EFE pada sumbu-y. matriks IE digunakan untuk

memposisikan perusahaan ke dalam matriks yang terdiri atas Sembilan sel, yaitu:

I,II,IV yang merupakan daerah pertumbuhan. Strategis intensif seperti

market

penetration, market development

dan product development atau terintegrasi

seperti

backward integration, forward integration dan

horizontal integration

sangat tepat dgunakan pada daerah ini. Sel III, V VII merupakan daerah bertahan,

dimana penetrasi pasar dan pengembangan produk adalah dua strategi yang sangat

umum dikembangkan, sedangkan sel VI, VII, XI dapat menggunakan strategi

harvest atau divestiture.

(13)

alat yang digunakan untuk mencocokkan faktor-faktor kunci internal dan

eksternal.

Terdapat delapan langkah yang digunakan dalam penyusunan matriks SWOT

yaitu :

a. Menentukan faktor-faktor peluang eksternal perusahaan,

b. Menetukan faktor-faktor ancaman eksternal perusahaan,

c. Menetukan faktor-faktor kekuatan internal perusahaan,

d. Menetukan faktor-faktor kelemahan internal perusahaan,

e. Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat

hasilnya (strategi S-O),

f. Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat

hasilnya (strategi W-O),

g. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat

hasilnya (strategi S-T),

(14)

Diagram SWOT

Gambar 3.1 Diagram Swot

(15)

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penelitian ini maka

dibuat definisi batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1. Definisi

1.

Usahatani bawang merah adalah kegiatan yang dilakukan petani dengan

bawang merah sebagai komoditasnya.

2.

Petani adalah orang yang secara aktif melakukan usahatani.

3.

Petani bawang merah adalah petani yang mengusahakan bawang merah baik

secara komersial maupun sebagai sampingan.

4.

Penerimaan adalah total produksi bawang merah yang di hasilkan selama

masa produksi.

5.

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan usahatani bawang merah

dengan total biaya produksi.

6.

Strategi pengembangan dalam rangka peningkatan usaha tani bawang merah

adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan produksi bawang merah

untuk mencapai tujuan peningkatan pendapatan.

7.

Biaya produksi adalah biaya riil yang harus dikeluarkan oleh petani bawang

merah selama proses produksi berlangsung.

8.

Faktor internal adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi suatu kondisi yang

ada, dimana hal tersebut berasal dari kondisi itu sendiri.

9.

Faktor eksternal adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi suatu kondisi

yang ada, dimana hal tersebut berasal dari luar kondisi yang ada.

(16)

11.

Keuntungan adalah penerimaan dikurangi dengan biaya, dapat berupa

keuntungan normal, keuntungan super normal, atau keuntungan monopoli.

12.

Konsumen adalah orang yang memakai atau membeli barang hasil produksi

bawang merah.

13.

Produsen adalah orang yang menjual barang hasil produksi, dapat berjumlah

satu, beberapa, atau banyak.

3.5.2. Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Provinsi

Sumatera Utara.

(17)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1.Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Simanindo, Desa Simanindo Sangkal, serta Desa

Cinta Damai di Kecamatan Simanindo

4.1.1.Letak dan Geografis

Kecamatan Simanindo merupakan kecamatan tertinggi penghasil bawang merah

di Kabupaten Samosir. Kecamatan Simanindo terletak di antara 20 32’

-

20 45’

Lintang Utara dan di antara 980 44’

-

980 50’ Bujur Timur dengan luas wilayah

daratan adalah sebesar 198,20 km2.Luas wilayah Kecamatan Simanindo hanya

sebesar 13,72 persen dari total luas seluruh Kabupaten Samosir.Batas-batas

wilayah desa ini adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara

: Kecamatan Pangururan & Kecamatan Ronggur Nihuta

2. Sebelah selatan

:Danau Toba

3. Sebelah timur

:Danau Toba

4. Sebelah barat

:Kec. Onan Runggu, Kec. Palipi dan Danau Toba

(18)

Tabel 4.1.Topografi Wilayah Kecamatan Simanindo

Uraian

Satuan

2015

Luas

Daratan

Km

2

198,20

Ketinggian

m dpl

1539-1630

Desa Bukan Pesisir

desa

21

Desa di Puncak

desa

0

Desa di Lereng

desa

0

Desa di Lembah

desa

0

Desa di Hamparan

desa

21

Sumber: Simanindo Dalam Angka, 2015

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat kita ketahui bahwa tidak satu pun desa di

KecamatanSimanindo memiliki topografi berupa puncak,lereng atau lembah.

Keseluruhan desaterletak pada wilayah hamparan daratan.

4.1.2.Keadaan Penduduk

Penduduk Kecamatan Simanindo hinggatahun 2014 diperkirakan mencapai

20.069 jiwadengan rata-rata jumlah anggota rumahtanggaper rumahtangga

(average of household size)sebesar 4 jiwa per rumahtangga dan rasio jeniskelamin

(sex ratio)

98,31 yangberarti bahwadalam setiap 100 jiwa penduduk

perempuanterdapat 98 jiwa penduduk laki-laki.

4.1.2.1. Jumlah Penduduk Menurut Desa

Tingkat kepadatan penduduk selamaperiode tahun 2012 - 2014 cenderung

samayaitu sebesar 101 jiwa/km2 yang artinya bahwapada tahun 2014, setiap 1

km2 wilayah daratanKecamatan Simanindo ditempati olehpenduduk rata-rata

sekitar101 jiwa.

4.1.2.2. Sarana dan Prasana

(19)

perhubungan yaitu sarana transportasi yang tersedia. Berikut ini tabel yang berisi

keterangan mengenai kondisi jalan dan transportasi di Desa Cinta Dame,Desa

Simanindo, serta Desa Simanindo sangkal.

Tabel 4.2.Panjang Jalan Menurut Jenisnya (Km)di Desa Cinta Dame,Desa

Simanindo, serta Desa Simanindo Sangka

l

DiKecamatan Simanindo,

Kabupaten Samosir

Sumber : Samosir Dalam Angka, 2015

Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa jenis jalan aspal merupakanjenis jalan

terpanjang dibanding jenis jalan lainyaitu di Desa Cinta Dame sepanjang 7 Km

dari total 13 Km dan Desa Simanindo jalan aspal sepanjang 3 Km serta Desa

Simanindo Sangkal 2,5 Km.

Tabel 4.3.Sarana Transportasi di Kecamatan Simanindo,Kabupaten Samosir

Jenis Sarana Angkutan

Sumber : Samosir Dalam Angka, 2015

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sarana transportasi yang tersedia

digunakan yaitu kapal, bus, oplet, pickup, truk dan becak.

4.2.Karakteristik Sampel

(20)

4.2.1. Usia

Berikut ini merupakan tabel berisi keadaan usia petani bawang merah di Desa

Cinta Damai, Simanindo dan Simanindo Sangkal.Hasil penelitian menunjukkan

bahwa umur petani sampel berada antara 27 hingga 66tahun ke atas.

Tabel 4.4. Jumlah Petani Sampel Menurut Usia Produktif

No

Kelompok Usia (Tahun)

Jumlah(Org) Persentase (%)

1

Produktif (17-64)

72

97,2

2

Non-Produktif (<17; >64)

2

2,6

Total

74

100

Sumber : Diolah dari Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa petani bawang merah yang

berusia produktif (17-64 tahun) sebanyak 72orangdengan persentase sebesar

97,2% hal ini menunujukkan bahwa petani sampel terdiri dari masyarakat yang

berada pada usia produktif serta telah memiliki kematangan dan pengalaman

dalam bertani serta mengelola usahatani bawang merah.

4.2.2. Tingkat Pendidikan

Desa Cinta Damai

(21)

Tabel 4.5. Tingkat Pendidikan Petani Bawang Merah di Desa Cinta Dame,

Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

No

Tingkat Pendidikan

Jumlah (Org) Persentase (%)

1

Sekolah Dasar (SD)

7

26,9

2

Sekolah Menengah Pertama (SMP)

11

42,3

3

Sekolah Menengah Atas (SMA)

8

30,8

Total

26

100

Sumber : Diolah dari Data Primer, 2016

Desa Simanindo

Di Desa Simanindo tingkat pendidikan petani yang ditempuh beragam yaitu mulai

dari Sekolah Dasar (SD) hingga SMA. Namun tingkat pendidikan yang ditempuh

paling banyak petani sampel adalah SekolahDasar sebesar45,4%. Berikut ini

merupakan tabel tingkat pendidikan petani bawang merah Desa Simanindo:

Tabel 4.6. Tingkat Pendidikan Petani Bawang Merah di Desa Simanindo,

Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

No

Tingkat Pendidikan

Jumlah (Org) Persentase (%)

1

Sekolah Dasar (SD)

10

45,4

2

Sekolah Menengah Pertama (SMP)

9

40,9

3

Sekolah Menengah Atas (SMA)

3

13,7

Total

22

100

Sumber : Diolah dari Data Primer, 2016

Desa Simanindo Sangkal

(22)

Tabel 4.7. Tingkat Pendidikan Petani Bawang Merah di Desa Simanindo

Sumber : Diolah dari Data Primer, 2016

4.2.3. Pengalaman Berusahatani

Berikut ini merupakan tabel pengalaman berusahatani petani bawang merah, yaitu

sebagai berikut:

Tabel 4.8. Pengalaman Berusahatani Petani Bawang Merah di Daerah

Penelitian, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir

No

Pengalaman Berusahatani Jumlah (Orang)

Persentase (%)

(Tahun)

Sumber : Diolah dari Data Primer, 2016

Pengalaman berusahatani yang terlama adalah pada kisaran 11-20 tahun dengan

persentase 41,8%. Tentunya pengalaman ini mempengaruhi bagaimana usahatani

yang dilakukan oleh petani bawang merah di daerah penelitian dan menunjukkan

bahwa petani tersebut telah menjadikan komoditi bawang merah sebagai

usahatani yang potensial yang dapat dikelola terus menerus.

4.2.4. Status Kepemilikan Lahan

(23)

Tabel 4.9. Komposisi Petani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan

No.

Status Kepemilikan

Jumlah Sampel

Persentase

(Orang)

(%)

1.

Milik Sendiri

61

82,4

2.

Menyewa

13

17,6

Jumlah

74

100%

Sumber ; Diolah dari Data Primer, 2016

(24)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketersediaan Input Produksi Bawang Merah

Ketersediaan input produksi bawang merah meliputi ketersediaan input dan penggunaan

input produksi bawang merah yang meliputi lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk, serta

pestisida. Ketersediaan input produksi bawang merah merupakan input yang dibutuhkan

dalam usahatani bawang merah dan tersedia di daerah penelitian. Ketersediaan input

dilihat dari input yang tersedia dan input yang dibutuhkan untuk usahatani bawang

merah. Penggunaan input bawang merah dilihat dari jumlah input yang digunakan dan

biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan input tersebut.

Ketersediaan Input

Ketersediaan input produksi bawang merah di daerah penelitian secara tidak langsung

ikut mempengaruhi tingkat optimasi penggunaan input produksi bawang merah itu

sendiri. Input produksi yang dimaksud dalam hal ini adalah tenaga kerja, bibit, pupuk,

serta pestisida. Kebanyakan petani memperoleh input produksi dari petani dan kios-kios

pertanian yang ada di daerah sekitar daerah penelitian.

Input produksi tersebut dapat diperoleh dengan mudah kecuali bibit. Untuk bibit petani

memperolehnya dari petani lain baik yang berada di desa yang sama maupun petani dari

desa lain. Petani lebih memilih untuk membeli bibit dari petani disebabkan oleh harga

(25)

Ketersediaan input pada dasarnya dapat diketahui dengan melihat input yang tersedia di

daerah produksi dengan input yang dibutuhkan untuk proses produksi tersebut. Apabila

kebutuhan input produksi dapat dipenuhi atau tidak dapat dipenuhi sesuai dengan input

yang tersedia di daerah produksi maka dapat diketahui ketersediaan input tersebut.

Bibit

Ketersediaan bibit bawang merah di daerah penelitian tersedia karena petani

memanfaatkan hasil panen sebelumnya untuk digunakan sebagai bibit tetapi bagi petani

yang baru mulai berusahatani bawang merah harus mencari informasi dari petani-petani

lain yang dapat menyediakan bibit.Akibat petani yang baru mulai berusahatani bawang

merah memperoleh harga bibit yang relatif mahal. Namun ada juga petani yang membeli

bibit bawang merah dari kios pertanian, tetapi kualitas bibitnya tidak sebaik bibit yang

diperoleh dari petani.

Bibit dikatakan mudah diperoleh artinya saat petani membeli bibit, bibit sudah tersedia

baik di kios pertanian maupun dari petani tanpa harus menunggu untuk beberapa waktu.

Bibit dikatakan sulit diperoleh dimana para petani harus mencari informasi mengenai

ketersediaan bibit ke petani lain. Sebagian besar petani sampel di daerah penelitian

menyatakan mudah dalam memperoleh bibit.

Pupuk

Pemupukan adalah proses yang dilakukan oleh petani dengan pemberian unsur hara baik

secara kimia maupun organik. Pemupukan yang baik adalah jika petani memupuk dengan

tepat waktu dan tepat dosis namun terkadang petani tidak melakukan pemupukan yang

sesuai dosis dan waktu karena terkendala pada biaya dan modal yang cukup besar. Sarana

produksi pupuk di daerah penelitian tersedia dimana petani dapat membeli pupuk dari

(26)

Pada dasarnya pupuk diberikan sebagai penambah unsur hara pada tanah sehingga

tumbuhan dapat berproduksi dengan baik, hingga dapat menghasilkan output sesuai

dengan yang diharapkan petani. Pemupukan biasa dilakukan oleh petani bawang merah

pada saat tanaman bawang merah berumur dua minggu yang bertujuan untuk merangsang

pertumbuhan bawang merah. Setelah itu pemupukan dilakukan pada saat tanaman

berumur 1 – 1,5 bulan dengan tujuan untuk merangsang pertumbuhan bunga dan buah

bawang merah. Adapun jenis-jenis pupuk yang tersedia dan pupuk yang dibutuhkan

disajikan pada Tabel 5.1 berikut:

Tabel 5.1. Pupuk yang Tersedia dan Pupuk yang Dibutuhkan di Kecamatan Simanindo Tahun 2016

No. Jenis Pupuk yang Tersedia Jenis Pupuk yang Dibutuhkan

1. NPK (kg) NPK (kg)

Berdasarkan Tabel 5.1 tersebut dapat diketahui bahwa jenis pupuk yang tersedia terdapat

15 jenis pupuk yang tersedia dan sebanyak 6 jenis pupuk yang dibutuhkan dengan merk

dagang tertentu.

Petani mendapatkan pupuk dari kios pertanian baik pupuk organik maupun pupuk

kimia.Kios yang tidak terlalu jauh dari daerah penelitian membuat petani dapat dengan

mudah mendapatkan pupuk.Kios yang ada di daerah penelitian selalu menyediakan pupuk

(27)

dengan kebutuhan petani.Kebutuhan pupuk di daerah penelitian tersedia dimana petani

dapat dengan mudah untuk mendapatkan pupuk dengan harga yang masih terjangkau

petani.

Tenaga Kerja

Ketersediaan tenaga kerja dapat diketahui dengan mengetahui jumlah tenaga kerja yang

tersedia yaitu masyarakat pada usia produktif yang berprofesi sebagai petani dan jumlah

tenaga kerja yang dibutuhkan pada produksi bawang merah. Adapun tenaga kerja yang

tersedia dengan usia produktif 15-65 tahun di daerah penelitian adalah 1802 HKP (BPS

Kec. Simanindo Dalam Angka (diolah)) dan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam

produksi bawang merah per hektarnya adalah 340 HKP. Hal tersebut menunjukkan

bahwa tenaga kerja yang tersedia daerah penelitian yaitu lebih banyak dari tenaga kerja

yang dibutuhkan dalam usahatani bawang merah per hektarnya. Tenaga kerja usahatani

bawang merah seluruhnya berasal dari Kecamatan Simanindo, atau dengan kata lain tidak

ada supply tenaga kerja dari daerah lain. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tenaga

kerja di daerah penelitian adalah sangat tersedia.

Pestisida

Pestisida merupakan pembasmi hama dan penyakit pada tanaman bawang merah yang

dapat mengganggu pertumbuhan tanaman bawang merah bahkan dapat membuat petani

menjadi gagal panen. Tanaman yang terserang hama dan penyakit juga akan menurunkan

kualitas dan produksi tanaman bawang merah sehingga dapat merugikan petani.

Kebutuhan pestisida di daerah penelitian yaitu juga dapat diketahui berdasarkan jumlah

pestisida yang tersedia di desa dengan jumlah pestisida yang dibutuhkan dalam produksi

bawang merah. Adapun jenis-jenis pestisida yang tersedia dan pestisida yang dibutuhkan

(28)

Tabel 5.2. Pestisida yang Tersedia dan Pestisida yang Dibutuhkan di Kecamatan Simanindo

No. Jenis Pestisida yang Tersedia Jenis Pestisida yang Dibutuhkan

1. Dursban (L) Seprin (L)

Adapun jenis-jenis pestisida yang digunakan oleh petani di daerah penelitian antara lain

adalah Sperin, Gandastar, Curacron, Antracol, Perclaim, Alica, Matador, Trigard,

Dithane, Agrimec. Pestisida tersebut ada yang ditujukan untuk hama tumbuhan maupun

hewan.

Petani bawang merah menggunakan jenis pestisida tertentu sesuai dengan jenis hama

yang menyerang tanaman bawang merah. Pestisida tersebut digunakan dapat dengan cara

dicampur dengan air sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan, kemudian disemprot ke

tanaman bawang merah.

Para petani sampel menyatakan bahwa mereka tidak mengalami kesulitan dalam

memperoleh pestisida, karena pestisida tersebut tersedia di desa yang disediakan melalui

(29)

5.2. Penggunaan Input Bawang Merah

a. Bibit

Bibit yang digunakan oleh petani di daerah penelitian merupakan varietas lokal. Bibit

yang digunakan petani diperoleh dengan cara dibeli di toko sarana produksi pertanian dan

ada juga yang menggunakan hasil panen dari usahatani bawang merah

sebelumnya.Biasanya petani membeli bibit bawang merah dibeli petani dengan harga Rp

30.000,-/kg sampai Rp 35.000,-/kg dengan rata-rata harga bibit sebesar Rp 33.081,-/kg.

Bibit bawang merah tersebut tersedia hanya pada saat musim tanam bawang merah,

namun harganya mahal dan selisih harga bibit juga jauh dibandingkan dengan harga jual

bawang merah. Rata-rata harga bibit bawang merah sebesar Rp 33.081,-/kg dan rata-rata

harga jual bawang merah adalah Rp 20.300,-/kg.Oleh karena itu petani mengharapkan

agar bibit bawang merah dapat tetap tersedia dengan harga yang lebih murah dari harga

bibit saat ini.Tabel berikut ini menjelaskan penggunaan bibit rata-rata per petani dan per

hektarnya untuk sekali musim tanam.

Tabel 5.3. Penggunaan dan Biaya Bibit Rata-Rata Per Petani dan Per Hektar

Uraian Penggunaan Bibit (Kg) Biaya Bibit (Rp)

Rata-Rata Per Petani 69 2.267.486 Rata-Rata Per Hektar 678 22.448.116

Sumber : Lampiran 3, 2016

Kebutuhan bibit bawang merah per hektar menurut Sunardi (2009) adalah 1,1 ton per

hektar hal ini menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan bibit di daerah penelitian relatif

rendah yaitu 678 kg per hektar dengan biaya sebesar Rp 22.448.116

dan 69 kg per petani dengan biaya sebesar Rp. 2.267.486. Hal ini disebabkan karena

jumlah bibit yang digunakan petani untuk usahatani bawang merah memiliki harga yang

cukup mahal.Harga rata-rata bibit bawang merah secara nasional pada tahun 2016 yaitu

(30)

Rp 33.081,-/kg. Untuk kebutuhan seluruh Kabupaten Samosir dengan luas lahan 1114 Ha

dibutuhkan bibit sebanyak 755.292 Kg/musim tanam dan kebutuhan Kecamatan

Simanindo dibutuhkan bibit Sebanyak 43.392 kg/musim tanam.

b. Pupuk

Di daerah penelitian pemupukan dilakukan dua kali dalam satu musim tanam, pemupukan

pertama disebut juga pupuk dasar yaitu sebelum bibit ditanam, pemupukan kedua disebut

juga pupuk susulan, dilakukan ketika tanaman sudah tumbuh. Pupuk dasar hanya

menggunakan pupuk organik saja atau kombinasi pupuk organik dan kimia. Sementara

pemupukan susulan hanya menggunakan campuran dari beberapa pupuk kimia.

Berikut adalah rata-rata harga pupuk di Kecamatan Simanindo:

Pupuk NPK Rp 3.000 – 5.000 /Kg

Pupuk ZA Rp 1.500 – 3.000 /Kg

Pupuk TSP Rp 2.500 – 4.000 /Kg

Pupuk Phonska Rp 3.000 – 5.000 /Kg

Pupuk Mabar Rp 1.000 – 2.000 /Kg

Pupuk Organik Rp 200 – 300 /Kg.

Kegunaan pupuk tersebut antara lain: NPK merupakan pupuk berunsur hara makro yaitu

nitrogen (N), Posfor (P), serta Kalium (K) yang berfungsi untuk memacu pertumbuhan

vegetatif serta menguatkan batang tanaman. ZA merupakan pupuk yang berfungsi untuk

memperbanyak umbi pada tanaman bawang merah.TSP merupakan pupuk yang berfungsi

untuk perbanyakan umbi, agar umbi bawang merah berbuah banyak.Phonska merupakan

pupuk untuk penguatan batang dan akar pada tanaman bawang merah.Pupuk Mabar

merupakan pupuk makro yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan unsur hara makro

(31)

organik tanah dan unsur hara pada tanah. Tabel berikut ini menjelaskan penggunaan

pupuk rata-rata per petani dan per hektarnya:

Tabel 5.4. Jumlah Penggunaan dan Biaya Pupuk Rata-Rata Per Petani dan Per

Menurut Andita (2014) penggunaan pupuk untuk tanaman bawang merah NPK, ZA serta

TSP sebanyak 500 kg, 300 kg, serta 200 kg setiap hektar.Penggunaan pupuk di daerah

penelitian terbilang kurang maksimal, terutama pupuk TSP sebesar 100 kg per

hektarnya.Rata-rata kebutuhan pupuk per petani adalah 163,02 kg dengan biaya rata-rata

Rp 385.122 per petanidan kebutuhan pupuk per hektar 1.164 kg dengan biaya rata-rata

Rp 3.783.004 dengan rata-rata harga pupuk per kilogramnya sebesar Rp 2.340/kg. Untuk

kebutuhan Seluruh kabupaten Samosir dengan luas lahan 1114 Ha di butuhkan pupuk

sebanyak 1.796 ton dan kebutuhan Kecamatan Simanindo dengan luas lahan 64 Ha

sebesar 10,3 ton.

c. Tenaga Kerja

Tenaga kerja di daerah penelitian digunakan untuk mempersiapkan lahan, penanaman,

pemupukan, perawatan hingga panen dan pascapanen. Tenaga kerja yang digunakan

(32)

dengan upah harian. Tabel berikut ini akan menjelaskan penggunaan tenaga kerja

rata-rata per petani dan per hektarnya:

Tabel 5.5. Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Merah Per Petani dan Per Hektar

No Kegiatan

Penggunaan tenaga kerja (HKP)

biaya

Per petani Per hektar Per petani Per hektar

1 Persiapan lahan 5,20 51,6 286.891 2.840.300

Penggunaan tenaga kerja usahatani bawang merah di daerah penelitian per pertani yaitu

34,8 HKP dengan biaya sebanyak Rp 1.918.081 dengan rincian biaya rata-rata tenaga

kerja Rp 55.000 per HKP. Sedangkan penggunaan tenaga kerja usahatani bawang merah

per hektar di daerah penelitian yaitu 344,9 HKP dengan biaya sebesar Rp 18.969.202.

Dari beberapa kegiatan, penggunaan tenaga kerja paling banyak adalah pada masa

perawatan dimana tenaga kerja yang digunakan per petani yaitu sebanyak 10,50 HKP

dengan biaya Rp 577.500 dan untuk per hektar yaitu sebanyak 103,4 HKP dengan biaya

Rp 5.717.250. Hal ini terjadi karena pada masa perawatan tanaman bawang merah harus

sering dilakukan penyiangan sehingga membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak.

d. Pestisida

Di daerah penelitian sering terjadi serangan hama dan penyakit. Hama yang sering

menyerang adalah Ulat Bawang (Spodoptera SPP) serangan hama ini di tandai dengan

bercak putih transparan pada daun. Sedangkan penyakit yang sering menyerang adalah

(33)

Berikut adalah rata-rata harga pestisida di Kecamatan Simanindo: Seprin

Rp 30.000/L, Grandastar Rp 30.000/L, Curacron Rp 450.000/L, Antracol Rp

110.000/L, Perclaim Rp 120.000/L, Alica Rp Rp 550.000/L, Matador,

Rp 90.000/L, Trigard Rp 120.000/L, Dithane Rp 85.000/L, Agrimec

Rp 650.000/L. Petani bawang merah pada umumnya membeli pestisida per botol dengan

ukuran berkisar 20 – 500 ml. Ukuran pemakaian pestisida masing–masing petani pada

umumnya dengan ukuran per botol tersebut. Rata-rata petani membeli pestisida untuk

hama tumbuhan ataupun gulma dan ulat pemakan daun bawang merah.

Penggunaan pestisida berupa pembasmian hama penyakit dilakukan dengan

penyemprotan sejak tanaman bawang merah berusia 2-3 minggu. Penyemprotan

dilakukan dengan pompa semprot berkapasitas 12 liter. Penyemprotan dilakukan 1-3 kali

dalam seminggu tergantung kondisi cuaca, apabila musim hujan dalam seminggu

penyemprotan dilakukan sampai 3 kali sebaliknya apabila tidak hujan penyemprotan

hanya dilakukan 1 kali seminggu.

Tabel 5.6.Penggunaan dan Biaya Pestisida Rata-Rata Per Petani dan Hektar

No Jenis

Pestisida yang paling banyak digunakan di daerah penelitian adalah Gandastar yaitu

(34)

pestisida jenis Gandastar sangat cocok untuk membasmi hama ulat bawang (Spodoptera

SPP). Biaya pestisida rata-rata yaitu 222.473 per petani dan Rp 2.202.483 per hektar

dengan biaya rata-rata pestisida sebesar Rp 61.456/liter. Untuk kebutuhan Seluruh

kabupaten Samosir dengan luas lahan 1114 Ha di butuhkan pestisida sebanyak 53.472

liter dan kebutuhan pestisida Kecamatan Simanindo sebanyak 3.072 liter.

5.3. Total Biaya Usahatani Bawang Merah

Total biaya usahatani bawang merah diperoleh dari penjumlahan Fixed Cost (biaya tetap)

dan Variable Cost (biaya variabel) usahatani bawang merah. Biaya tetap terdiri atas biaya

PBB lahan dan biaya penyusutan alat-alat pertanian. Biaya variabel terdiri atas biaya

tenaga kerja dan biaya saprodi yang terdiri atas biaya bibit, pupuk dan biaya pestisida.

Adapun rata-rata total biaya usahatani bawang merah petani sampel di daerah penelitian

disajikan pada Tabel 5.7 berikut:

Tabel 5.7. Rata-Rata Biaya Total Produksi Usahatani Bawang Merah di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir Per Musim Tanam Tahun 2016

No Jenis Biaya Rata-Rata Biaya Produksi Per Tahun Per-Petani Penyusutan 126.200 97.90 1,249,380 97.90

II. Variable Cost (VC) 4.788.162 97.38 47.402.806 97.38

Tenaga Kerja 1.916.081 40.01 18.969.203 40.01 Saprodi

Berdasarkan Tabel 5.7 tersebut dapat diketahui bahwa dari total presentase rata-rata biaya

total produksi, presentase rata-rata biaya variabel sebesar 97,38 % sangat jauh lebih besar

(35)

47.402.806 per hektar digunakan untuk biaya tenaga kerja dan sarana produksi (bibit,

pupuk, dan pestisida). Biaya tetap sebesar Rp 1.276.880 per hektar digunakan untuk

membiayai PBB dan biaya penyusutan (cangkul, garpu, pompa gendong, mesin

kompresor, selang, karung plastik). Biaya tenaga kerja merupakan biaya produksi yang

paling besar yaitu sebesar 40.01 % atau sebanyak Rp 18.969.203 per hektarnya. Biaya

sarana produksi terdiri atas biaya bibit, pupuk dan pestisida, dimana biaya bibit

merupakan biaya saprodi yang paling tinggi.

Biaya tetap terdiri atas biaya PBB dan biaya penyusutan per tahun. Biaya PBB berupa

pajak lahan oleh masing-masing petani sesuai dengan luas lahan masing-masing. Biaya

PBB merupakan biaya terkecil dalam usahatani bawang merah di daerah penelitian

sebesar Rp 27.500 per musim tanam per petani dengan presentase 2,10 % dari rata-rata

biaya tetap. Biaya penyusutan peralatan pertanian tergantung dari masing-masing alat

yang digunakan petani dalam usahatani bawang merah. Biaya penyusutan pada usahatani

bawang merah di daerah penelitian adalah sebesar Rp 126.200 per petani atau Rp

1,249,380 per hektar dari seluruh biaya usahatani bawang merah.

Adapun Average Fixed Cost (AFC) diperoleh dari hasil pembagian fixed cost dibagi

dengan total produksi. Average Variable Cost (AVC) diperoleh dari hasil pembagian

antara variable cost dibagi dengan total produksi. Average Cost (AC) yaitu biaya rata-rata

bawang merah per kilogram diperoleh dari hasil pembagian antara total biaya poduksi

(TC) dibagi dengan total produksi. Sedangkan Marginal Cost (MC) diperoleh dari hasil

perbandingan antara total biaya dengan total produksi bawang merah. Adapun rata-rata

(36)

Tabel 5.8. Rata-Rata Average Fixed Cost, Average Variable Cost dan Average Cost

Usahatani Bawang Merah di Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir Per Musim Tanam Tahun 2016

No. Kategori Per Petani Per Hektar

1. Total Produksi (kg) 382,63 3.759,00

2. Average Fixed Cost(Rp/kg) 393,40 353,36

3. Average Variable Cost(Rp/kg) 12.785,16 13.441,50

4. Average Cost (Rp/kg) 13.179,01 13.794,86

5. Marginal Cost (Rp/kg) 993,30 18,80

Sumber: Lampiran 9, 2016

Berdasarkan Tabel 5.8 tersebut, diperoleh bahwa average variable cost atau rata-rata

biaya variabel sebesar Rp 12.785/kg per petani atau Rp 13.441/kg per hektar lebih besar

dibandingkan dengan average fixed cost atau rata-rata biaya tetap yang sebesar Rp 393/kg

per petani atau Rp 353/kg per hektar dalam usahatani bawang merah di daerah penelitian.

Dimana rata-rata biaya variabel terdiri atas biaya tenaga kerja, bibit, pupuk dan pestisida,

sedangkan rata-rata biaya tetap usahatani bawang merah terdiri dari biaya PBB dan biaya

penyusutan (cangkul, garpu, pompa gendong, mesin kompresor, selang, karung plastik).

Adapun Average Cost (AC) yaitu rata-rata biaya produksi diperoleh dari hasil pembagian

total biaya produksi dibagi dengan total produksi. Maka rata-rata biaya rata-rata produksi

bawang merah per petani sebesar Rp 13.179,-/kg dan rata-rata biaya rata-rata produksi

bawang merah per hektar sebesar Rp 13.794,-/kg.

Marginal Cost (MC) atau biaya marjinal diperoleh dari perbandingan antara total biaya

dengan antara total produksi bawang merah. Maka rata-rata biaya marjinal per petani

sebesar Rp 993,-/kg yang artinya untuk memperoleh tambahan produksi bawang merah

sebanyak 1 kg diperlukan biaya sebesar Rp 993,- per petani. Rata-rata biaya marjinal per

hektar sebesar Rp 18,-/kg yang artinya untuk memperoleh tambahan produksi bawang

(37)

5.4. Pendapatan Bersih Petani

Pendapatan bersih merupakan hasil dari total penerimaan yang diperoleh dikurangi

dengan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung.

Adapun rata-rata harga jual, penerimaan dan pendapatan petani sampel dari usahatani

bawang merah disajikan pada Tabel 5.9 berikut:

Tabel 5.9. Biaya Rata-Rata Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir Per Musim Tanam Tahun 2016

No. Kategori Per Petani Per Hektar

1. Total Produksi (kg) 382 3.759 2. Harga Rata-Rata Output (Rp) 21.027 21.027 3. Penerimaan (Rp) 8.033.745 79.524.216 4. Biaya Produksi (Rp) 4.917.142 48.679.686 5. Pendapatan (Rp) 3.116.603 30.844.530

Sumber: Lampiran 11, 2016

Berdasarkan Tabel 5.9 di atas, diperoleh penerimaan sebesar Rp 8.033.745 per petani atau

Rp 79.524.216 per hektar dengan biaya yang dikeluarkan petani Rp 4.917.142 per

petani dan untuk per hektarnya sebesar Rp 48.679.686 sehingga pendapatan yang

diterima petani dalam usahatani bawang merah adalah sebesar Rp 3.116.603 per petani

atau sebesar Rp 30.844.530 per hektar.

Tabel 5.10. Analisis Usahatani Bawang Merah Berdasarkan Nilai R/C Ratio

No

Kategori

Penerimaan(Rp) Biaya Total

(Rp)

Nilai R/C (revenue per cost) dapat diketahui dengan perbandingan penerimaan (revenue)

(38)

sebesar 1,6 (>1) dan per hektar sebesar 1,6 (>1) yang artinya bahwa usahatani bawang

sehingga usahatani bawang merah layak untuk diusahakan. Pada BEP produksi memiliki

nilai sebesar 234 kilogram per petani dan 2.315 per hektar yang artinya produksi > BEP

produksi sehingga usahatani bawang merah layak untuk diusahakan.

5.5. Strategi Pengembangan Pendapatan Usahatani Bawang Merah

Strategi adalah perencanaan, arah dan pengelolaan untuk mencapai suatu tujuan. Strategi

merupakan rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan

keunggulan strategi dengan tantangan lingkungan. Strategi dirancang untuk mengetahui

apakah tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat.

Penyusunan strategi pengembangan usahatani bawang merah dilakukan melalui beberapa

tahapan dimana tahapan pertama dengan mengidentifikasikan faktor–faktor internal

(kekuatan dan kelemahan) dan faktor–faktor eksternal (peluang dan ancaman). Pada

tahapan pengidentifikasian faktor-faktor internal dan eksternal dilakukan dengan

(39)

Berikutnya adalah evaluasi strategi pengembangan usahatani bawang merah.Evaluasi

strategi internal dan eksternal dilakukan dengan membuat tabel matriks evaluasi faktor

internal dan faktor eksternal.Hal-hal yang dilakukan dalam evaluasi faktor internal dan

eksternal adalah menentukan pernyataan, menentukan nilai sesuai kriteria penilaian, dan

mencari penjumlahan dari semua nilai sesuai dari pernyataan sesuai dengan literatur yang

menjadi acuan.Selanjutnya adalah strategi pengembangan usahatani bawang

merah.Strategi pengembangannya dapat disusun dengan analisis SWOT yaitu dengan

melihat kekuatan (Strenght), kelemahan (Weakness), peluang (Oppurtunities), dan

ancaman (Threats). Penentuan strategi peningkatan penapatan petani bawang

merahadalah membuat matriks kombinasi keempat faktor tersebut yaitu kekuatan

(Strenght), kelemahan (Weakness), peluang (Oppurtunities), dan ancaman (Threats).

Strategi yang dibuat dari kombinasi keempat faktor tersebut adalah kekuatan-peluang

(S-O), kekuatan-ancaman (S-T), kelemahan-peluang (W-(S-O), dan kelemahan-ancaman(W-T).

1. Faktor Internal pada Strategi PengembanganUsahatani Bawang merah

Berdasarkan penelitian ke lapangan terdapat beberapa faktor internal yang telah di

identifikasi dalam menyusun strategi pengembangan usahatani bawang merah yaitu:

Beberapa Kekuatan yang Ada pada Usahatani Bawang Merah di Daerah Penelitian

Pengalaman petani

Di daerah penelitian rata-rata petani memiliki pengalaman yang lama dalam usahatani

bawang merah.Rata-rata pengalaman bertani petani bawang merah selama 13

tahun.Pengalaman petani yang paling lama bertani bawang merah adalah selama 40 tahun

dan terdapat petani yang baru mulai mengusahakan bawang merah sebagai komoditasnya

(40)

Jenis tanah yang baik untuk mengusahakan bawang merah.

Dari hasil pra survei penelitian diperoleh data bahwa daerah Samosir memiliki lahan yang

sesuai untuk bertanam bawang merah. Di Daerah Samosirbawang merah tumbuh dengan

baik karena terdapat jenis tanah lempung berpasir dengan pH antara 5,5-6,5 pada

ketinggian 0-1200 meter dengan penyinaran minimum 70%.

Cita rasa bawang merah Samosir

Dari hasil pra survei penelitian diperolehbahwa aroma bawang merah Samosir sangat

khas dan lebih menyengat, warna lebih merah dan mengkilat, serta kandungan air lebih

sedikit, mestipun ukurannya lebih kecil dibandingkan bawang merah lain sehingga

banyak masyarakat Sumatera Utara pada umumnya lebih menyukai bawang merah

Samosir dari pada bawang merah dari daerah lain.Bawang merah memiliki kelebihan

tidak mudah busuk setelah di panen. Bawang merah dapat disimpan dengan cara

menggantungkan ikatan-ikataan bawang merah pada suhu 25-30 derajat celcius sehingga

umbi bawang merah akan tahan selama 6 bulan.

Pemasaran yang mudah

Terdapat5 orang agen yang langsung datang ke lokasi usahatani untuk membeli hasil

panen petani sehingga petani mudah dalam menjual hasil panen bawang merah.

Motivasi petani

Motivasi yang dimiliki petani dalam berusahatani bawang merah tergolong baik, bahwa

ada keinginan yang besar dari petani untuk meningkatkan pendapatan usahataninya.

Beberapa Kelemahan yang Ada pada Usahatani Bawang Merah di Daerah Penelitian

Tingkat adopsi teknologi

Kemajuan teknologi seharusnya dapat menjadi peluang bagi petani untuk memanfaatkan

(41)

pendapatan,tetapi rata-rata petani di daerah penelitian tidak menggunakan teknologi

untuk usahataninya, hanya menggunakan alat seperti cangkul, garpu dan lain sebagainya.

Penggunaan pupuk yang kurang maksimal

Dari hasil penelitian banyak petani yang menggunakan pupuk tidak sesuai dosisnya atau

kurang optimal sehingga menyebabkan produksi menjadi rendah. Menurut Andita (2014)

penggunaan pupuk untuk tanaman bawang merah NPK, ZA serta TSP sebanyak 600 kg,

300 kg, serta 200 kg setiap hektar. Sedangkan petani di daerah penelitian hanya

menggunakan NPK sebanyak 502 kg, ZA sebanyak 240 kg dan TSP sebanyak 100 kg

untuk setiap hektarnya.

Luas lahan yang sempit

Petani didaerah penelitian rata-rata petanimemiliki lahan dibawah 0.5 hektar.Dari hasil

pra survei penelitian diperoleh data bahwa rata-rata petani hanya menanam bawang

merah seluas 0.10 hektar. Hal ini menyebabkan produksi bawang merah masih rendah

sehingga mempengaruhi pendapatan petani tersebut.

2. Faktor Eksternal pada Strategi Pengembangan Usahatani Bawang Merah

Berdasarkan penelitian ke lapangan terdapat beberapa faktor internal yang telah

diidentifikasi dalam menyusun strategi peningkatan pendapatan usahatani bawang merah

yaitu:

Beberapa Peluang yang Ada pada Usahatani Bawang Merah di Daerah Penelitian

Adanya akses kredit

Pinjaman modal sangat dibutuhkan petani dalam hal memenuhi kebutuhan sarana

produksi.Dengan adanya program kredit usaha rakyat seharusnya dapat menjadi peluang

(42)

Peningkatan kebutuhan konsumen

Permintaan komoditas bawang merah dari tahun ke tahun cenderung mengalami

peningkatan, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.Hal ini bisa dimengerti

karena bawang merah merupakan kebutuhan pokok manusia yang sangat dibutuhkan

dalam kehidupan sehari-hari, terutama sebagai bumbu dari hampir setiap jenis masakan.

Keadaan ini tentu merupakan peluang yang sangat baik dalam pengembangan bawang

merah, karena komoditas ini akan selalu dibutuhkan setiap waktu.

Tabel 5.12. Kebutuhan Bawang Merah Sumatera Utara 2013-2015

Tahun Kebutuhan Bawang Merah (Ton) Jumlah Produksi (Ton)

2013 38.835 13.164

2014 39.278 11.247

2015 39.735 10.863

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016

Kebutuhan bawang merah dari tahun ke tahun terus meningkat dan jumlah produksi tidak

cukup untuk memenuhi permintaan bawang merah untuk setiap tahunnya. Untuk tahun

2015 kebutuhan bawang merah Sumatera Utara sebanyak 39.735 ton/tahun dan jumlah

produksi hanya sebanyak 10.863 ton/tahun.Hal ini yang menjadi peluang petani dalam

memenuhi kebutuhan bawang merah khususnya Sumatera Utara.

Ketersediaan pestisida dan pupuk

Kemudahan petani untuk mendapatkan pestisida dan pupuk didaerah penelitian menjadi

peluang petani untuk meningkatkan produksi dan pendapatannya.Di daerah penelitian

petani dapat dengan mudah mendapatkan pupuk dan pestisida sesuai dengan

kebutuhannya. Kemudahan petani untuk mendapatkan pupuk dan pestisida di daerah

(43)

Adanya pemasaran yang baik

Pemasaran yang baik akan meninggkatkan penjualan dan meningkatkan penerimaan

petani bawang merah. Oleh karena itu Pemasaran yang baik menjadi salah satu faktor

peluang dalam mengusakan bawang merah.

b. Beberapa Ancaman yang Ada pada Usahatani Bawang Merah di Daerah Penelitian

1.Serangan hama dan penyakit

Serangan hama dan penyakit sering menyerang tanaman bawang merah di daerah

penelitian hal ini menjadi ancaman petani karena dapat menyebabkan terjadinya gagal

panen yang membuat petani rugi. Di daerah penelitian sering terjadi serangan hama dan

penyakit. Hama yang sering menyerang adalah Ulat Bawang (Spodoptera SPP) serangan

hama ini ditandai dengan bercak putih transparan pada daun. Sedangkan penyakit yang

sering menyerang adalah penyakit layu Fusarium gejala yang ditandai dengan

menguningnya daun bawang.

2. Masuknya bawang merah impor

Masuknya bawang merah impor ini tentu merupakan pesaing yang dapat mengancam

keberadaan bawang merah lokal, mengingat bahwa mutu dari bawang merah impor

biasanya mempunyai kualitas rata-rata di atas bawang merah lokal.Oleh karena itu, untuk

dapat bersaing dengan bawang merah impor, perbaikan kualitas bawang merah lokal

(44)

Tabel 5.13. Matriks Evaluasi Faktor Strategi Internal dan Eksternal Usahatani Bawang Merah di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir

Faktor Strategi Internal Rating Bobot Skor

Kekuatan

Tingkat Adopsi Teknologi 2.22 20 44.40 Penggunaan Pupuk Kurang Optimal 2.18 16 34.88 Luas Lahan Yang Sempit 1.34 14 18.76

Total Skor 5.74 50 98.04

Selisih Kekuatan Dengan Kelemahan 100.14

Faktor Strategi Internal Rating Bobot Skor

Peluang

Adanya Akses Kredit 3.12 16 49.92 Peningkatan kebutuhan Konsumen 3.20 12 38.40 Ketersediaan Pestisida dan Pupuk 3.76 22 82.72

total skor 10.08 50 171.04

Ancaman

Serangan Hama Penyakit 2.22 26 57.72 Pengaruh Bawang Impor 2.99 24 71.76

Total Skor 5.11 50 129.48

Selisih peluang dengan ancaman 41.56

Sumber : Data diolah dari lampiran 16, 2016

Tabel 5.13 menunjukkan hasil selisih antara masing-masing faktor internal dan faktor

eksternal dari peningkatan pendapatan petani bawang merah. Setelah diperoleh hasil

selisih dari pengurangan faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal dari usahatani

bawang merah. Tujuan dari penjumlahan nilai faktor internal dan faktor eksternal yaitu

untuk melihat bagaimana matriks posisi dari pengembangan usahatani bawang merah di

perhitungannya yaitu penjumlahan hasil selisih faktor internal dari setiap pengembangan

usahatani bawang merah. Penjumlahan hasil selisih faktor eksternal pengembangan

(45)

Setelah melakukan perhitungan dari hasil penjumlahan masing-masing faktor internal

maupun eksternal kemudian dianalisis dengan menggunakan matriks posisi.Matriks ini

digunakan untuk melihat posisi strategi pengembangan usahatani bawang

merah.Diperoleh nilai X > 0 yaitu 100.14 dan nilai Y >0yaitu 41.56. Posisi titik

koordinatnya dapat dilihat pada koordinat Cartesius berikut ini:

Gambar 5.1 Matriks Posisi SWOT Pengembangan Usahatani Bawang Merah

Dari hasil matriks internal-eksternal yang diperoleh dari nilai total kemudian hasil

penjumlahan pada pengembangan usahatani bawang merahdiperoleh faktor internal

bernilai 100.14 yang artinya nilai ini merupakan selisih antara kekuatan dan kelemahan,

dimana kekuatan lebih besar dibandingkan dengan kelemahan. Dan untuk faktor

eksternal, bernilai 41.56 yang artinya nilai ini merupakan selisih antara peluang dan

ancaman, dimana nilai peluang lebih besar daripada ancaman.

Hasil ini menunjukkan bagaimana usahatani bawang merah tersebut memperoleh strategi

lebih detail dan mengetahui reaksi besar kecilnya usaha pengembangan bawang merah.

Dari diagram diperoleh usaha pengembangan usahatani bawang merah berada pada

daerah I (Strategi Agresif). Situasi pada daerah I merupakan situasi yang masih

menguntungkan.Usahatani bawang merah memiliki kekuatan internal yang berpotensi

(46)

memiliki beberapa ancaman yang lebih dominan dari peluang. Oleh karena itu, kekuatan

internal yang dimiliki tersebut harus dapat mengatasi berbagai ancaman–ancaman yang

muncul dengan beberapa strategi yang tepat. Strategi agresif ini lebih fokus kepada

strategi SO (Strenght-Opportunity), yaitu dengan mengoptimalkan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang yang ada.Adapun program yang akan direkomendasikan kepada

petani adalah:

Program peningkatkanproduksi bawang merah.

Rencana aksi yang akan direkomendasikan dalam menjalankan program yaitu:

Melakukan pola tanam bawang merah bertujuan untuk menyesuiakan waktu tanam dengan

musim pada sistem budidaya bawang merah.

Melakukan perbaikan cara melakukan usahatani dalam pelaksanaan pengolahan tanah.

Melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan mengikuti sistem 5T (tepat cara, tepat

waktu, tepat sasaran, tepat dosis, tepat jenis).

Melakukan perlakuan pascapanen bawang merah sehingga bawang merah tersebut

memiliki kualitas lebih baik dan tidak mudah busuk.

Melakukan penyuluhan dengan penyuluh pertanian setempat mengenai cara pemberian

pupuk, cara pemakaian pupuk, pengapuran, serta pengairan.

Melakukan perbaikan kesuburan tanah dengan menggunakan ameloran organik seperti

kompos, pupuk kandang, pupuk hijau, dan sisa tanaman.

Melakukan penggunaan bibit bawang merah yang unggul dan berkualitas baik.

Menggunakan sarana dan prasarana produksi tanaman bawang merah dengan efektif dan

efisien.

Melakukan perawatan tanaman bawang merah yang intensif.

Melakukan pengarahan kegiatan pengendalian OPT dan pengembangan perbenihan untuk

kegiatan perbenihan untuk kegiatan non operasional (obat-obatan, peralatan, sumber

(47)

Melakukan penerapan SPO (Standar Prosedur Operasional) bawang merah spesifik lokasi

yang berbasis GAP (Good Agricultural Practices) yang terintegrasi dengan pelayanan

pasar input serta industri pengolahan.

Program pengembangan sarana dan prasarana agribisnis bawang merah.

Rencana aksi yang akan direkomendasikan dalam menjalankan program yaitu:

Melakukan pengadaan dan perbaikan jaringan irigasi.

Melalukan pembangunan gudang-gudang penyimpanan, perbaikan dan penyediaan

fasilitas pasar.

Melakukan pembangunan jaringan informasi (periode panen, prediksi pasokan,

kelas/varietas, dan harga). sarana diseminasi dan transfer teknologi (sumberdaya manusia

dan fisik).

Melakukan pembinaan dan penguatan sistem perbenihan mencakup produsen dan

penangkaran benih.

Pembenahan sistem perbenihan bawang merah yang dimulai dari fase perakitan varietas

dengan rangkaian kegiatan pemuliaan dilakukan berdasarkan pendekatan program

pemuliaan yang disusun oleh lembaga penyelenggara pemuliaan.

Penyediaan sarana produksi di setiap kelompok tani berupa bibit, pupuk, pestisida dan

alat-alat pertanian.

Merencanakan kebutuhan sarana produksi bawang merah yang dikoordinasikan dengan

penyuluh pertanian setempat

Melaksanakan pembinaan alat dan mesin pertanian melalui UPTD Balai

PengelolaanALSINTAN.

Melakukan inventarisasi potensi sumber daya lahan dan air dalam pengembangan

komoditi bawang merah

Melaksanakan pengembangan, pemantauan, dan pengendalian di bidang sarana dan

(48)

Program perluasan sentra produksi usahatani bawang merah.

Rencana aksi yang akan direkomendasikan dalam menjalankan program yaitu:

Mengajak petani untuk ikut Perluasan Areal Tanam (PAT) tanaman bawang merah.

Melakukan sosialisasi KUR (Kredit Usaha Rakyat) dengan pihak bank atau lembaga

keuangan terkait sebagai pemberi pinjaman modal bagi petani sehingga petani dapat

memperluas lahan produksi bawang merah.

Melakukan intensifikasi pertanian agar mendapatkan hasil yang maksimal.

Melakukan ekstensifikasi dengan manfaatkan lahan yang tidak terpakai.

Melakukan diversifikasi dengan memperbanyak cabang pertanian yang dikelola salah

satunya tanaman bawang merah.

Merehabilitasi lahan yang rusak sehingga dapat digunakan petani dalam bercocok tanam

tanaman bawang merah.

Melakukan pemanfaatan lahan pasca panen dengan langsung melakukan pengolahan

lahan.

Melakukan perluasan sentra produksi/agribisnis baru yang ditempuh dengan mengacu

pada kesesuaian agroklimat bawang merah dan pemanfaatan lahan marjinal.

Melakukan peningkatan produktivitas dengan menggunakan sarana produksi yang

berkualitas.

Melakukan pemanfaatan lahan tidur untuk bercocok tanam bawang merah.

Program perbaikan tingkat adopsi teknologi petani.

Rencana aksi yang akan direkomendasikan dalam menjalankan program yaitu:

Mensosialisasikan kepada petani mengenai penggunaan teknologi seperti penggunaan

springkel untuk mempermudah petani dalam melakukan penyiraman.

Melakukan penyuluhan kepada petani dengan mengikut sertakan penyuluh pertanian

(49)

Melakukan pengolahan produk bawang merah untuk meningkatkan nilai tambah melalui

diversifikasi produk, dengan menggunakan bahan baku berkualitas prima (sesuai

persyaratan olah).

Melakukan peningkatan kemampuan dan kapasitas penggunaan teknologi petani.

Pembenahan sistem perbenihan bawang merah yang sesuai agar mendapat mendapatkan

benih bawang merah yang unggul.

Melakukan kegiatan peningkatan kapasitas petani bawang merah melalui kegiatan

pelatihan secara berkala.

Menggunakan teknologi sarana prasarana yang modern untuk meningkatkan produktifitas

petani.

Menggunaan traktor dalam pengolahan lahan sehingga dapat mengurangi penggunaan

tenaga kerja luar keluarga.

Menerapkan teknologi budidaya sinergis dengan menggunakan benih, pupuk dan

(50)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ketersediaan input bawang merah yang terdiri atas tenaga kerja, bibit, pupuk,

serta pestisida bersifat tersedia.

Besar harga rata-rata input per petani per hektar yaitu: (a) harga rata-rata bibit

sebesar Rp 33.000/kg, (b) harga rata-rata pupuk sebesar Rp 2.340/kg,

(c) harga rata-rata pestisida sebesar Rp. 42.533/liter, (d) harga rata-rata tenaga kerja

sebesar Rp 55.000/HKP. Rata-rata biaya produksi petani bawang merah sebesar

Rp 4.917.142 per petani dan Rp 48,679,686 per hektar. Rata-rata penerimaan

petani bawang merah sebesar Rp 8.033.745 per petani dan Rp

79.524.216 per hektar. Dan rata-rata pendapatan yang di terima petani bawang

merah sebesar Rp 3.116.603 per petani danRp 30.844.530 per hektar.

Gambar

Tabel 3.1.Luas Panen, Produksi, dan Produktifitas Tanaman Bawang
Tabel 3.2.Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Bawang Merah Kabupaten Samosir Tahun 2005-2013
Tabel 3.3. Skala Banding Secara Berpasangan (Pairwise Comparison)
Tabel 3.4. Penilaian Bobot Faktor Strategi
+7

Referensi

Dokumen terkait

verifik*si dan kiaritikasi terhadap Fenewera&amp; s$t$k pkerjaa* dimaks*4 decrga* ini Faniria rt?irrg$Eirlrrrrkarr Fvrneiang l,*Iaiig cnt*k

Prinsip-prinsip latihan yang telah diterapkan secara optimal oleh setiap pelatih baik untuk latihan penguasaan teknik dasar (kihon) karate akan memperlihatkan suatu hasil

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 34 Pontianak Kota, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Nilai rata-rata siswa kelas

JUDUL : NYERI PANGGUNG, JANGAN ASAL TERAPI. MEDIA : BERNAS JOGJA TANGGAL : 14

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan upaya pemerintah kota Salatiga dalam penataan dan pengelolaan pedagang kaki lima, dan menjelaskan pola

Berdasarkan beberapa hal yang disampaikan di atas, kami selaku penulis dengan judul “Pola Perilaku Anak pada Jalur Sirkulasi Horisontal dan Vertikal di Rusunawa Cibeureum Cimahi”

JUDUL : BATASI JUAL BELI TERNAK MEDIA : KOMPAS. TANGGAL : 22

Dari kajian dan hasil analisa teori yang terkait terhadap kondisi eksisting di lapangan dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 fungsi pada bangunan The Bellagio Jakarta yaitu