• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Ekspresi NF-KB pada astrositoma dengan sistem klasifikasi WHO dan Luaran di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Ekspresi NF-KB pada astrositoma dengan sistem klasifikasi WHO dan Luaran di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2015."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Glioma dan bentuk epitel paling malignan, glioblastoma, merupakan sekumpulan

tumor otak primer, dimana pengobatannya belum dapat ditemukan hingga saat ini. Meskipun

dengan terapi paling radikal saat ini, nilai median ketahanan hidup penderitanya hanya 14,8

bulan. Tanpa terapi apapun nilai median ketahanan hidup penderitanya antara 1 hingga 3

bulan. Ilmu sains telah mencapai batasan terbaiknya dalam menemukan sebuah taget

terapeutik yang berpotensial menyembuhkan, dimana obat kemoterapi saat ini tidak terlalu

bermanfaat di otak dalam hal penyembuhan. Jalur NF-κB merupakan sinyal utama yang

meregulasi progresi dan resistensi tumor serta memegang peran penting dalam merespon

cedera dan inflamasi sehingga memperlihatkan target potensial dalam menjadi terapi

kedepannya (Omuro, 2013).

NF-κB pada glioma sendiri dan aktifasi secara berkesinambungan merupakan faktor

utama dalam progresi tumor, proliferasi sel tumor, kemampuan invasif dan transisi terhadap

fenotipe mesenkim yang lebih agresif, namun, masih belum dapat diketahui pasti dalam

tingkatan apa NF-κB mengirim sinyal dalam cakupan mikro tumor yang nantinya

berkontribusi ke progresi glioma. Lingkungan mikro GBM terdiri atas endotelium, makrofag/

mikroglia yang berhubungan dengan tumor, neuroglia, sel-sel neural dan matriks

ekstraseluler sekitarnya (Puliyappadamba et al., 2014).

Sebuah penelitian memeriksa efek defisiensi NF-κB stromal pada pertumbuhan dan

invasi GBM dengan cara menggunakan tikus transgenik yang mempunyai reseptor 1 faktor

nekrosis tumor yang kurang (TNFR-/-) dan berupa keturunan yang memiliki faktor

transkripsi RelA/p65 (p65+/-) dan dibandingkan dengan tikus yang serupa namun akan

(2)

lebih rendah dari tikus lainnya. Dari sudut imunohistokimianya ditemukan adanya penurunan

reaktifitas astroglial dan berkurangnya infiltrasi makrofag/mikroglia yang berkaitan dengan

tumor (TAM) ini meskipun adanya argumentasi mengenai densitas mikrovaskularnya.

Makrofag ini menunjukkan pengurangan Arginase secara drastis, yaitu penanda alternatif

mikroglia yang teraktifasi (M2), berhubungan dengan TAM. Dalam menganalisa astrosit

dengan defisiensi NF-κB dapat menunjukkan pengurangan migrasi dan peningkatan produksi

proteoglikan ECM yang dapat dikonfirmasi secara in vivo. Peneliti menemukan ECM yang

terakumulasi lebih banyak terinhibisi pada otak dengan defisiensi NF-κB, hal ini dapat

menjadi alasan lain dipilihnya fenotipe ini. Kesimpulannya, hasil – hasil ini menunjukkan

bahwa inhibisi sinyal NF-κB pada stroma otak menciptakan lingkungan mikro yang kurang

reaktif namun lebih tidak teratur untuk progresi tumor, menggaris bawahi relevansi jalur ini

sebagai target penting dalam terapi GBM (Atkinson, Nozell, & Benveniste, 2010).

Glioma merupakan tumor otak primer malignan paling sering terjadi pada orang dewasa.

Tumor ini dapat tumbuh dimana saja pada sistem saraf pusat (SSP), baik di otak maupun di

tulang belakang, namun paling sering di otak. Glioma berasal dari dari jaringan glial dan

merupakan kelompok neoplasma yang bersifat heterogen didalam SSP, dalam morfologi,

potensi pertumbuhan dan kemampuan invasif, penyebaran berdasarkan usia dan jenis

kelamin, kemampuan progresi dan dalam reaksi menerima obat-obatan terbaru (Omuro,

2013).

2.1. Epidemiologi

Tumor otak primer diderita sebanyak 2 persen dari seluruh jenis kanker pada orang

dewasa di AS, dari 17.000 tumor primer otak yang terdiagnosis tiap tahunnya, sekitar 60-80%

merupakan glioma. Nilai insidensi glioma berdasarkan usia (ICD-O-3 morphology codes

(3)

codes 9380-9384, 9391-9460, 9480) didapati mencapai 28% dari seluruh tumor SSP dan 80%

dari tumor malignan (Ostrom et al., 2013). Glioblastoma dapat dikategorikan sebagai tumor

primer ataupun sekunder, melalui dua jalur, yaitu de novo dan progresif (gambar 1).

Astrositoma yang melalui jalur de novo berarti berasal dari fokus primer (astrosit itu sendiri).

Gambar 1. Mekanisme terjadinya glioma (Ohgaki & Kleihues, 2013)

Glioblastoma primer mencakup mayoritas daripada kasus (60%) pada orang dewasa

usia lebih dari 50 tahun. GBM primer muncul tanpa gejala klinis atau histopatologi yang

spesifik, dengan lesi yang terlihat tidak terlalu malignan dan riwayat gejala klinis yang

pendek, biasanya kurang dari 3 bulan (Ohgaki & Kleihues, 2013).

Pada pasien dengan usia dibawah 45 tahun (40% dari keseluruhan) GBM sekunder

berkembang melalui progresi dari astrositoma derajat rendah (WHO Gr.II) ataupun

astrositoma anaplastik (WHO Gr.III). Terdapat sebuah variasi berhubungan yang dengan

(4)

dengan interval nilai mean 4-5 tahun. Glioblastoma primer dan sekunder membentuk cakupan

penyakit khusus yang berkembang melalui jalur-jalur berbeda, mengenai kelompok umur

berbeda, dan merespon secara berbeda terhadap terapi standar. Sebagai hasil perhitungan dari

mutasi multipel glioblastoma, didapatkan jumlah perubahan genetik yang tertinggi jika

dibandingkan dengan astrositoma jenis lainnya. Namun, kedua tumor ini tidak dapat

dibedakan secara morfologis dan klinis, terlihat hanya dari persamaan prognosisnya yang

buruk jika diukur berdasarkan usia pasien (Ohgaki & Kleihues, 2013).

2.2. Grading WHO

Diagnosis glioma malignan berdasarkan tampilan histopatologi dan sitopatologinya,

kebanyakan dilakukan dengan pemeriksaan menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin

pada lesi. Dalam beberapa tahun ini banyak cara yang telah digunakan dan dikembangkan

untuk mengklasifikasikan dan menghitung derajatnya. WHO mengkategorikan glioma

berdasarkan ICD-O-3 (International Classification of Diseases - Oncology, version 3)

terbarunya, baik yang berasal dari oligodendrositik, astrositik ataupun gabungan keduanya,

dan sekarang diklasifikasikan luas dengan kalsifikasi Mayo, yang mempunyai banyak

keuntungan prognostik dibandingkan dengan kriteria Kernohan (Louis et al., 2007).

St.Anne/Mayo (SA/M) mempelajari empat kriteria histologi tentang

neoplasma-neoplasma astrositik, termasuk atypia nuklear, mitosis, sel endotelial dan nekrosis yang

berhubungan dengan ketahanan hidup pasien. Atypia nuklear menjelaskan tentang

hiperkromatasia dan/atau variasi bentuk dan ukuran. SA/M mengkarakteristikkan konfigurasi

normal atau abnormal dalam mitosis dan membedakan proliferasi endotelial apakah terdapat

sel endotelial yang “piled-up” disekitar lumina vaskular, tidak termasuk terjadinya

hipervaskularisasi. Bentuk nekrosis hanya dimasukkan jika terlihat secara jelas,

(5)

ditentukan jika tidak adanya (0) fitur, grade 2 dengan 1 fitur, grade 3 dengan 2 fitur dan grade

4 dengan 3 atau 4 fitur. Proliferasi nekrosis dan endotelial merupakan kriteria tunggal untuk

glioblastoma dimana hal ini hanya ditemukan 8% dari astrositoma grade 3 (Louis et al.,

2007).

Verhaak et al mengintegrasi analisis genomik dan mengkategorikannya dalam subtipe

yang berhubungan klinis kedepannya yaitu klasikal videlicet, neural, proneural dan

mesenkimal. Mutasi GBM yang paling sering terjadi didalam TP53. Pada GBM tipe klasikal

dapat ditemukan amplifikasi kromosom 7 dan delesi kromosom 10, sebagaimana dengan

amplifikasi EGFR digabungkan dengan mutasi EGFRvIII dan delesi Ink4a/ARF. Di lain hal

mutasi TP 53 berkurang. Subtipe mesenkim dijelaskan dengan mutasi/delesi

neurofibromatosis (NF1) dan munculnya CHI3LI, MET dimana keduanya penting dalam

faktor nekrosis dan NF-kappaB15. GBM proneural menjadi mayoritas pada TP53 LOHs dan

menunjukkan PDGFRa (Platelet Growth Factor Receptor a) yang berbeda, baik secara

menahan fenotipe G-CIMP (Glioma CpG island methylator) yang berhubungan dengan

mutasi di IDH ½ (isocitrate dehydrogenase) ataupun secara tanpa G-CIMP dan mutasi IDH

½. Diferensiasi ini menentukan dua subkelas lanjutan pada subkelas16 proneural. Pada

subkelas neural tidak ada abnormalitas molekuler martikular yang bisa ditemukan (Verhaak

et al., 2010).

Klasifikasi genetik mempunyai banyak implikasi, sebagaimana mutasi dan amplifikasi

spesifik dapat digunakan sebagai terapi molekular yang kemudian mempengaruhi

(6)

2.3. Lokasi

Glioblastoma multiform paling sering timbul di area subkortikal bagian white matter

dari hemisfer otak. Lokasi tumor paling sering adalah di lobus temporal (31%), parietal

(24%), frontal (23%), dan lobus oksipital (16%). Lebih tepatnya paling sering di lobus

frontotemporal. Infiltrasi tumor sering berekstensi ke korteks didekatnya atau ke ganglia

basalis. Ketika tumor di korteks frontal menyebar melewati korpus kalosum menuju ke

hemisfer kontralateralnya, akan menciptakan gambaran lesi yang simetris bilateral, yang

disebut juga dengan glioma kupu-kupu (Omuro, 2013).

2.4. Presentasi Klinis

Gejala dan tanda klinis pasien dengan tumor otak primer dapat berupa general ataupun

fokal. Pada tahap inisial penyakit ini (tumor derajat rendah), kebanyakan gejala terlihat secara

fokal; hanya pada tumor dengan pertambahan ukuran maka gejala generalnya muncul lebih

sering. Gejala general yang paling sering muncul ialah sakit kepala, mual, muntah – muntah,

kejang, dan gangguan fungsi mental (Omuro, 2013).

2.5. Komorbid

Fisher et.al melakukan analisis komorbid sebelum dan sesudah diagnosis dan

melapokan bahwa kejang merupakan komorbid yang paling sering ditemukan.Schwartzbaum

et. al. menunjukkan resiko epilepsi dalam tujuh tahun sebelum diagnosis

ditegakkan.Tindakan operasi meningkatkan resiko thrombosis vena dalam dan emboli paru,

(7)

2.6. Diagnosis

Untuk diagnosis astrositoma, radiologi memegang peranan penting. Hingga sekarang

tidak ada pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis. Menggunakan CT atau

MRI konvensional sangat sulit untuk melakukan klasifikasi.Perkembangan MRI saaat ini

sudah memungkinkan melakukan klasifikasi secara non invasif, mengevaluasi perkembangan

tumor, atau menilai kesuksesan terapi (Omuro, 2013).

Pada CT scan, gambaran khas adalah masa yang menyangat kontras pada bagian tepi

dengan nekrosis sentral atau kista. Bentuk lesi biasanya tidak beraturan disertai dengan

penumbra. Green et.al menunjukkan sel tumor dapat ditemukan sampai sejauh 15 mm diluar

cincin (Omuro, 2013).

Pada MRI penyangatan ini dapat terlihat pada T1 karena bagian ini merupakan bagian

yang pada dengan sel tumor disertai pembuluh darah yang abnormal.Inti yang nekrosis

tampak sebagai daerah hipointens dan sinyal yang berkurang dibagian tepi menunjukkan

edema (Omuro, 2013).

Positron emission tomografi (PET) dapat digunakan untuk membedakan nekrosis

dengan perdarahan dan memiliki nilai prognosis. Peningkatan metabolism glukosa

berhubungan dengan harapan hidup yang lebih rendah dan berguna untuk menentukan

volume tumor yang tersisa setelah operasi (Omuro, 2013).

MR Spectroscopy (MRS) menunjukkan penurunan N-asetil aspartate (NAA)

dibandingkan jaringan saraf normal. Peningkatan laktat ditemukan pada daerah yang nekrosis

dan hipoksia.Pemingkatan rasio kolin-kreatin menunjukkan proliferasi seluler dan

(8)

2.7. Terapi

Modalitas terapi yang ada saat ini tidak bersifat kuratif. Tantangan terbesar adalah

tumor yang heterogen dan agesif, disertai sulitnya melakukan kontrol local (Ishkanian, 2011).

Penatalaksanaan standar meliputi pembedahan radikal diikuti dengan radioterapi maupun

kemoterapi (Ishkanian, 2011). Secara umum, kombinasi temozolamide dan kemoterapi

terbukti memberikan keuntungan. Didapati peningkatan harapan hidup sebesar tiga bulan dan

kemungkinan harapan hidup sebesar 17% (Omuro, 2013).

Terapi yang kurang agresif, biasanya berupa radiasi atau kemoterapi saja

kadang-kadang dianjurkan pada kelompok usia tua atau dengan resiko tinggi. Pada kelompok pasien

dengan usia diatas 70 tahun, radioterapi saja meningkatkan harapan hidup dibandingkan

kelompok yang tidak menjalani radioterapi. Secara umum, rerata harapan hidup penderita

GBM yang hanya mendapat pembedahan adalah sebesar 6,9 bulan (Omuro, 2013).

2.7.1. Terapi molekular

Reseptor tirosin kinase selama ini diketahui memegang peranan penting dalam

proses terjadinya tumor. PDGFR, VEGFR, dan EGFR akan mengaktifasi jalur

PI3K/AKT dan memfasilitasi tumbuhnya tumor. Amplifikasi gen EGFR dan mutasi

menjadi fenotip EGFR III terjadi pada 40-50% kasus glioma. Mutasi ini akan

meingkatkan efek onkogenik dari EFGR. Sayangnya, inhibitor EGFR tirosin kinase

tidak menunjukkan hasil yang menjanjikan seperti pada tumor paru.Meskipun

demikian, Gacomitinib, generasi kedua inhibitor EGFR tirosin kinase sepertinya

cukup menjanjikan dan saat ini sedang diujicobakan pada ujin klinis fase II (Omuro,

2013).

EGFR akan menyebabkan peningkatan aktivitas STAT3. Selain itu, EGFR akan

(9)

resistensi terhadap temozolamide. Karena itu, NF-κB dapat menjadi salah satu target

terapi molekuler (Omuro, 2013).

2.7.2. Pembedahan

Prinsip pembedahan pada GBM bukanlah kuratif, meskipun luasnya pembedahan

dan jumlah sisa tumor setelah operasi akan mempengaruhi harapan hidup secara

signifikan. Pada kelompok pasien dengan sisa masa yang menyangat kontras, harapan

hidup adalah sebesar 11,8 bulan. Sementara itu, jika masa yang menyangat kontras

tidak terlihat pada MRI kontras, harapan hidup adalah 16,7 bulan. Reseksi total pada

prinsipnya akan memberikan keuntungan yang lebih jika dibandingkan reseksi

subtotal. Dua meta-analis menunjukkan rata – rata harapan hidup lebih panjang tiga

bulan pada kelompok yang mendapat reseksi total. Reseksi subtotal akan

meningkatkan resiko perdarahan setelah operasi dan kemungkinan herniasi, disebut

wounded glioma syndrome. Karena itu luasnya pembedahan harus ditentukan sebelum

operasi karena hal ini dipengaruhi loksasi tumor.Fado et.al menunjukkan korelasi

antara morbiditas dan mortalitas dengan lokasi tumor.Mortalitas dan komplikasi

setelah operasi lebih banyak terjadi pada lesi yang berlokasi di garis tengah dan otak

dalam (Y.-H. Kim & Kim, 2012)

Kontraindikasi relatif untuk pembedahan adalah lesi luas pada sisi dominan, lesi

dengan keterlibatan bilateral yang hebat, GBM multipel, usia tua, dan karnofsky

dibawah 70. Sebagai alternatif Piepmeyer dan Quigley menyarankan bahwa tujuan

operasi adalah mengurangi efek masa, bukan hanya sitoreduksi (Hentschel & Lang,

2003).

Kualitas hidup harus selalu menjadi pertimbangan.Dengan bantuan radiologi

modern, kualitas hidup lebih mungkin untuk dipertahankan tanpa menyebabkan

(10)

cm disekitar tumor.Operasi kembali pada kasus ini sebaiknya dipertimbangkan hanya

pada kasus dengan efek masa yang jelas. PET scan dan MR spektroskopi akan

berguna untuk membedakan tumor rekuren dengan nekrosis setelah radiasi. PET scan

dilaporkan lebih superior dibandingkan MR spektroskopi untuk menyingkirkan perlu

tidaknya dilakukan operasi kembali (Y.-H. Kim & Kim, 2012)

2.7.3. Radioterapi

Radioterapi menunjukkan meningkatnya angka harapan hidup 3 – 4 bulan sampai

7 – 12 bulan dibandingkan dengan operasi saja. Dosis 60 Gy sebanyak 5 hari dalam

seminggu dengan dosis terbagi 1,8-2,0 Gy selama 6 minggu adalah dosis lazim yang

digunakan. Dosis dibawah 45 Gy tidak dianjurkan karena angka median survival yang

rendah yaitu 4 bulan dibandingkan dengan radiasi standar (Taw, Gorgulho, Selch, &

De Salles, 2012).

Respon radiasi terhadap glioblastoma ditemukan bervariasi.Karakteristik GBM

adalah fase remisi terjadi hanya dalam jangka waktu pendek. Rekurensi terutama

terjadi pada satu tahun pertama dan berhubungan dengan perburukan klinis.meskipun

demikian, pada dasarnya radioterapi akan menyebabkan fase remisi dengan perbaikan

difisit neurologis serta berkurangnya masa yang menyangat kontras. Fokal radioterapi

digunakan untuk mengurangi kerusakan jaringan disekitar otak. Hal ini didukung oleh

dua studi yang membandingkan radiasi whole-brain dan rekurensi tumor dimana

rekurensi tumor terjadi 2 cm dari tempat tumor awal sebanyak 90% dan terjadi pada

78% pasien. Meskipun demikian resiko terjadinya efek samping lebih tinggi pada

pasien yang menjalani radiasi whole-brain (Taw et al., 2012).

Untuk mengurangi kerusakan pada jaringan otak yang sehat, brakiterapi mungkin

dapat menjadi pilihan. Sayangnya, brakiterapi tidak terbukti meningkatkan harapan

(11)

hidup dua bulan lenih panjang pada kelompok brakiterapi.Kelemahan utama

brakiterapi adalah lebih dari separuhnya memerlukan pembedahan tambahan untuk

membuang jaringan sudah rusak akibat radiasi.Waters et.al hanya mampu

menbuktikan perbaikan progression free survival, tetapi overall survival tidak

berbeeda dengan kelompok radioterapi konvensional (Taw et al., 2012).

Pada GBM yang rekuren, peranan radioterapi masih diperdebatkan. Beberapa

penelitian membuktikan stereotaktik radiosurgery akan bermanfaat, tetapi beberapa

penelitian lain tidak mendukung hal tersebut. Harapan pada masa depan antara lain

adalah dengan penggunaan radio sensitizer atau kemoterapi dengan target molekuler

(Taw et al., 2012).

2.7.4. Kemoterapi

Sekitar seperempat pasien mengalami peningkatan harapan hidup signifikan

setelah pemberian kemoterapi adjuvant. Dalam meta-analisisnya, Stewart et.al

menyimpulkan kemoterapi meningkatkan survival rate satu tahun pada 6 sampai 10

persen kasus (Nagasawa et al., 2012).

Kemoterapi yang paling banyak digunakan saat ini adalah temozolamide.

Temozolamide merupakan kemoterapi oral yang digunkan pada penderita yang baru

pertama kali didiagnosis dengan GBM.Kemoterapi ini disetujui penggunaanya oleh

FDA pada tahun 2005 dan telah terbukti meningkatkan harapan hidup. Pemberian

temozolamide bersamaan dengan radiasi berhubungan dengan peningkatan

progression free survival (6,9 dibandingakn 5 bulan), overall survival (14,6

dibandingkan 12,1 bulan), serta kecenderungan untuk tetap hidup setelah dua tahun

(26% dibandingkan 10%) (Nagasawa et al., 2012).

Temozolamide akan memetilasi rantai DNA, membentuk N-3-metil adenine,

(12)

menyebabkan terjadinya apoptosis. Sayangnya, 60% sel glioma memiliki

O-6-metil-guanin metil transferase (MGMT) yang menghalangi metilasi ini dan menyebabkan

resistensi terhadap temozolomide. Jika gen ini dapat dihambat, misalnya melalui

metilasi gen promoter MGMT, akan terjadi gangguan sintesis enzim perbaikan tumor

pada 40% kasus. Ini terbukti meningkatkan harapan hidup menjadi 21,7 bulan

(dibandingkan 12,7 bulan) dan harapan hidup dua tahun menjadi 46% (dibandingkan

13%). Penggunaan kortikosteroid ditakutkan akan menghalangi aktifitas metilasi

MGMT dan menyebabkan MGMT lebih stabil. Hal lain yang dapat menyebabkan

resistensi terhadap temozolomide adalah base excision repair (BER) dan poly

(ADP-ribose) polymerase (PARP) (Nagasawa et al., 2012).

Obat-obatan yang dapat mengatasi permasalahan MGMT ini antara lain

O6-benzilguanin, inhibitor PARP. Selain itu, pSTAT3 kelihatannya dapat menjadi target

yang potensial karena berperan dalam peningkatan MGMT setelah transkripsi dan

terlihat ikut meningkat bersama MGMT pada kasus glioblastoma rekuren (Nagasawa

et al., 2012).

Meskipun temozolamide merupakan terapi glioblastoma lini pertama, penelitian

lebih lanjut masih diperlukan untuk menentukan kelompok mana yang paling banyak

mendapatkan manfaat dari kemoterpi ini (Nagasawa et al., 2012).

Selain temozolomide, kemoterapi lain yang banyak digunakan adalah nitrosourea,

terutama carmustine (BCNU). BCNU merupakan polimer yang ditanamkan pada

dasar tumor.BCNU meningkatkan harapan hidup sebesar dua bulan dengan respon

maksimum sebesar 30 sampai 40%.Sayangnya, penggunaan BCNU berhubungan

dengan peningkatan resiko kebocoran CSF dan peningkatan TIK akibat edema dan

(13)

Pembedahan yang dilanjutkan dengan radioterapi meningkatkan harapan hidup

satu tahun (44%), 3 tahun (6%) dan 5 tahun (0%). Sebagai perbandingan, jika

dilakukan penambahan BCNU atau cisplatin sebagai adjuvant, harapan hidup satu

tahun menjadi 46%, 3 tahun menjadi 18%, dan 5 tahun menjadi 18% (Nagasawa et

al., 2012).

Pada kasus glioblastoma rekuren, kemoterapi belum terbukti meningkatkan

harapan hidup. Pada kasus rekuren, kemoterapi antiangiogenik memberikan sedikit

keuntungan.Kombinasi Bevacizumab dengan irinotecan memperbaiki survival 6 bulan

menjadi 46% (dibandingkan 21% pada kelompok yang hanya mendapatkan

temozolamide).Keuntungan tambahan dari penggunaan bevacizumab adalah

berkurangnya edema disekitar tumor (Nagasawa et al., 2012).

Hambatan terbesar dari kemoterapi pada SSP adalah sawar darah otak. Sawar

darah otak akan sangat menghalangi masuknya kemoterapi pada SSP. Salah satu cara

mengatasinya adalah dengan pemberian intraventrikel. Meskipun demikian, belum

ada penelitian yang membuktikan efektivitas metode ini (Nagasawa et al., 2012).

2.8. Harapan hidup

Pada glioma ganas ada tiga faktor independen yang mempengaruhi harapan hidup.

Derajat keganasan glioma akan mempengaruhi harapan hidup. Pada kelompok anaplastik

astrositoma harapan hidup adalah 2-3 tahun.Sementara itu pada GBM harapan hidup

kebanyakan pasien adalah dibawah satu tahun (Colen & Allcut, 2012).

Faktor kedua adalah usia. Separuh penderita berusia dibawah 40 tahun memiliki harapan

hidup sampai 18 bulan, sementara pada kelompok usia diatas 60 tahun, harapan hidup 18

(14)

Faktor ketiga adalah keadaan umum pasien.Kebanyakan penilaian dilakukan dengan skor

karnofsky.Jika skor karnofsky diatas 70, harapan hidup 18 bulan mencapai 34%.Sebaliknya

jika karnofsky dibawah 60, harapan hidup 18 bulan hanyalah 13% (Colen & Allcut, 2012).

Pemberian terapi termutakhir sekalipun hanya akan meningkatkan harapan hidup satu

tahun pendertita GBM menjadi 36% dan harapan hidup dua tahun menjadi 12%. Dalam

analisisnya, Burger et.al menemukan empat kelompok resiko yang berbeda.Kelompok resiko

rendah adalah pasien berusia dibawah 40 tahun dan tumor berlokasi di frontal.Rerata hidup

pada kelompok ini adalah 33 bulan dengan kemungkinan bertahan hidup selama 2 tahun

mencapai 65%.Jika tumor berada di luar lobus frontal, harapan hidup turun menjadi 18 bulan

dengan kemungkinan bertahan hidup dua tahun menjadi 35%. Pada usia diatas 40 tahun,

status pasien akan menjadi lebih menentukan. Jika skor karnnofsky diatas 70, harpan hidup

16 bulan tetapi dengan emungkinan berthan hidup dua tahun sebesar 17%.Kelompok resiko

tinggi merupakan pasien berusia 65 tahun atau pasien berusia dibawah 65 tahun dengan skor

karnofsky dibawah 80. Selain itu kelompok resiko tingggi lain adalah kelompok pasien yang

hanya mendapatkan tindakan biopsy. Harapan hidup kelompok ini adalah 9 bulan dengan

kemungkinan berthan hidup selama dua tahun sebesar 4% (Colen & Allcut, 2012).

2.9. NF-κB

NF-κB adalah kelompok faktor transkripsi yang berikatan dengan rantai ringan

immunoglobulin kappa pada sel B yang aktif. Secara structural, NF-κB terdiri dari

homodimer dan heterodimer berupa NF-κB1, NF-κB2, REL A, dan c-REL. pada sel yang

tidak aktif, NF-κB biasanya tidak aktif akibat peranan inhibitor IκBa. Jika terjadi stimulus

berupa sitokin maupun kerusakan DNA, terjadi fosforilasi IkBa, dan pada akhirnya

menyebabkan lepasnya NF-κB.NF-κB yang sudah bebas kemudian bergerak menuju nucleus

dan berperan sebagai faktor transkripsi. Sitokin-sitokin yang dapat mengaktifkan NF-κB ini

(15)

2.9.1. NF-κB dan GBM

Beberapa penelitian menunjukkan adanya aktifasi NF-κB pada GBM. Pada

glioma, target NF-κB antara lain adalah gen pengatur siklus sel, sitokin inflamasi, dan

molekul perlekatan sel yang mengatur tumbuhnya tumor dan metastasis. Target utama

tersebut adalah cyclin B1, protein pengatur siklus sel, XIAP1, protein anti apoptosis,

serta protein inflamasi seperti IL6, IL8, dan MMP9 (Puliyappadamba et al., 2014).

2.9.2. Mekanisme Utama Aktifasi NF-κB

Aktifasi NF-kB bisa melalui dua cara yaitu jalur klasik dan jalur alternatif. Pada

jalur klasik aktivasi NF-kB terjadi melalui heterodimer p50 & p65 selanjutnya NF-kB

dimer diinaktifkan oleh protein I-kB. Signal reseptor cenderung mengaktivasi

multisubunit I-kB kinase (IKK) kompleks yang akan memfosforilasi I-kB dalam dua

kunci serin. Fosforilasi I-kB menandainya untuk degradasi translokasi ke dalam inti,

mengikat DNA dan terjadi aktivasi transkripsi. Sementara pada jalur alternatif, NF-kB

dimer dalam kondisi inaktif oleh adanya pemanjangan domain C-terminal pada salah

satu bentuk prekursor, p50 atau p52. p50 & p52 disintesis sebagai prekursor yg lebih

panjang menjadi p105 dan p100. Pemanjangan domain C-terminal pada prekursor

(strukturnya homolog dengan I-kB dan memiliki fungsi yang sama). Jika prekursor

p105 diproses menjadi p50, maka p100 tidaklah demikian, tetapi disimpan sebagai

partner regulator pada NF-kB heterodimer. Pada jalur survival sel B terlihat ikatan

heterodimer p100-RelB

Pada tingkatan molekul, sistem imun

yg akan menjadi inaktif oleh adanya pemanjangan domain

C-terminal sampai p100 diaktifkan oleh molekul famili TNF (B -cell activating factor,

BAFF) (Furnari, 2007).

innate yang dipusatkan pada aktivasi dari

(16)

proinflamasi, kemokin, molekul adesi, NO dalam merespon stimulasi oleh sinyal yang

berhubungan dengan patogen atau stres. Selain itu NF-kB mengontrol ekspresi dari

banyak gen adaptif seperti MHC dan gen penting untuk regulasi apoptosis (Furnari,

2007).

Gambar

Gambar 1. Mekanisme terjadinya glioma (Ohgaki & Kleihues, 2013)
Gambar 2.Mekanisme aktivasi NF-κB.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan dari penelitiann ini adalah (1) Tersedianya aplikasi pemetaan atau informasi geografis SMP Negeri di Kecamatan Tampan yang berbasis Mobile untuk

Seluruh kegiatan yang dilakukan Hizbut Tahrir Indonesia adalah kegiatan yang.

terhadap keputusan mahasiswa memilih pada Fakultas Pertanian dan Bisnis

Teknik steganografi dari Penelitian sebelumnya masih banyak penyisipan pesan berupa text kalimat saja dan beberapa menggunakan file berformat txt, beberapa

Tim HizbutTahrir, 2009, Manifesto Hizbut Tahrir Untuk Indonesia: Indonesia, Khilafah dan Penyatuan Kembali Dunia Islam, Jakarta: HTI Press. Tim HizbutTahrir, 2007,Mengenal

Menurut responden jurusan yang ditawarkan Fakultas Pertanian dan Bisnis UKSW sudah sesuai dengan kebutuhan karena menurut mereka jurusan yang

tertagih akan berdampak pada besarnya pendapatan yang merupakan indikator keberhasilan perusahaan. Keberhasilan perusahaan dalam pengendalian piutang tak tertagih

Telah dilakukan percobaan penentuan kadar Karoten dan bilangan DOBI pada CPO limbah buah kelapa sawit dengan alat spektrofotometer UV-Visible.. Pada penentuan kadar