• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADA PENYULUHAN DI BALI K ANGKLUNG. Oleh : Endang Dwi Hastuti* Musik angklung merupakan kesenian tradisional asli dari Jawa Barat yang sudah dikenal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ADA PENYULUHAN DI BALI K ANGKLUNG. Oleh : Endang Dwi Hastuti* Musik angklung merupakan kesenian tradisional asli dari Jawa Barat yang sudah dikenal"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

P

ADA PENYULUHAN DI BALI K ANGKLUNG

Oleh : Endang Dwi Hastuti*

Musik angklung merupakan kesenian tradisional asli dari Jawa Barat yang sudah dikenal di seluruh dunia sebagai warisan budaya Indonesia, terbuat dari bambu yang merupakan salah satu produk hasil hutan bukan kayu (HHBK). Permainan musik angklung ini dapat digunakan sebagai salah satu metoda penyuluhan karena beberapa alasan. Terinspirasi oleh Pentas Musik Angklung Karyawan-Karyawati Pusbinluh pada Hari Bakti Rimbawan Tahun 2009, saya mencoba menggunakan angklung sebagai salah satu alat untuk menyampaikan materi penyuluhan. Tulisan ini merupakan pengalaman pribadi saya dalam memberikan penyuluhan menggunakan metode permainan musik angklung dalam kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Penyuluh Pendamping KUP, SPKP dan PKSM pada tahun 2010 di Cisarua Bogor.

Mengapa Angklung??

Permainan musik angklung merupakan salah satu pilihan metoda dalam penyampaian materi kepada peserta pelatihan saat itu, tentu ada beberapa alasan. Pertama, karena saya sangat menyukai permainan musik angklung karena bermain angklung itu asyik, ceria, menumbuhkan rasa kebersamaan dan tidak membosankan. Kedua, mengapa saya memilih angklung karena saya bukan orang yang punya rasa humor yang tinggi. Seorang penyuluh perlu cerdas memilih metode yang sesuai dengan karakteristik sasaran. Ketika kita dihadapkan pada sasaran yang sangat beragam dalam usia, asal usul dan kultur mereka, maka perhatian perlu ditujukan agar sasaran tertarik dengan materi yang akan kita sampaikan, bagaimana agar tidak mengantuk, tidak keluar masuk ruangan dsb. Memperhatikan peserta pelatihan waktu itu yang sangat beragam, dimana mereka berasal dari desa dari berbagai daerah di seluruh Indonesia yang memiliki latar belakang dan kultur yang berbeda. Usianya juga beragam kebanyakan diatas 40 tahun bahkan ada pula yang berusia ± 60 tahun. Juga waktu yang dijadwalkan oleh panitiapun siang hari, jamnya orang mengantuk sehingga saya pikir kalau

(2)

Q

menyampaikan materi penyuluhan dengan ceramah tanpa diselingi dengan humor-humor ringan peserta pasti akan bosan dan mengantuk, sehingga kita perlu strategi lain.

Kedua, main angklung itu asyiik lho! Orang yang belum pernah memegang angklung, bahkan belum pernah melihatpun dalam waktu 30 menit InsyaAllah bisa memainkan angklung. Hal ini sangat sesuai diterapkan pada peserta pelatihan tersebut yang berusia diatas 40 tahun yang pada umumnya dalam menerima materi melalui ceramah sudah kurang efektif.

Ketiga, permainan musik angklung dapat membangkitkan rasa kebersamaan dan motivasi belajar. Selain mudah dipelajari, permainan musik angklung juga menarik dan mampu membangkitkan rasa kebersamaan dan semangat belajar sehingga dapat memotivasi peserta untuk aktif ingin tahu, dapat mengidentifikasi masalah, , menganalisis, menarik kesimpulan, serta mengambil keputusan tanpa merasa digurui. Permainan musik angklung juga dapat digunakan sebagai media bagi peserta untuk membuat kesepakatan dan menjunjung komitmen yang kuat untuk meningkatkan kinerjanya, sehingga angklung dapat efektif digunakan untuk memperkuat kelembagaan kelompok sasaran.

Keempat, bermain musik angklung mengajak peserta untuk kreatif. Dalam permainan musik angklung peserta diajak untuk mampu mengembangkan kreativitasnya. Penyuluh mengawali kegiatannya dengan mengajak peserta bermain musik angklung. Penyuluh menjadi “conductor”. Dengan teknik tertentu Penyuluh memimpin permainan musik angklung mengajak peserta memainkan beberapa lagu yang mudah, ceria dan telah dikenal oleh peserta, sehingga peserta akan merasa terhibur dan suasana kaku akan mencair.Tanpa disadari dalam hal ini Penyuluh telah melakukan “ice breaking”, yang sangat diperlukan untuk mencairkan suasana peserta yang semula masih kaku, malu-malu, menjadi suasana yang akrab dan kondusif. Kalau suasana kaku sudah cair, Penyuluh dengan mudah menyampaikan pesan-pesan/ materi pembelajaran dan peserta tidak merasa digurui. Pesan-pesan akan diterima peserta dengan efektif dan selanjutnya merangsang peserta untuk berkreasi, misalnya ingin tahu lebih dalam tentang materi yang disampaikan terkait dengan implementasinya di lapangan, peserta tidak

(3)

R

sungkan untuk bertanya, berbagi pengalaman dengan peserta lainnya, bahkan menyampaikan saran perbaikan .

Kelima, musik angklung merupakan Media Komunikasi yang Efektif. Permainan musik angklung menciptakan hubungan yang akrab antara peserta dengan Penyuluh dan rasa kebersamaan sesama peserta juga dengan Penyuluh. . Keakraban hubungan dan kebersamaan antara Penyuluh dengan peserta ini menjadi sangat penting karena akan menciptakan suatu keterbukaan dalam berkomunikasi dan mengemukakan masalah serta menyampaikan pendapat. Pesan-pesan , saran dan masukan peserta yang disampaikan kepada Penyuluh maupun kepada peserta lainnya dapat diterima dengan senang hati layaknya saran dan masukan dari seorang sahabat .

Setelah permainan musik angklung Penyuluh dapat berdiskusi dengan peserta , menggali potensi dan permasalahan yang dihadapi peserta dalam melaksanakan kegiatannya. Kepada peserta, Penyuluh dapat menunjukkan contoh-contoh nyata tentang masalah dan potensi serta peluang yang dapat ditemukan di lingkungan pekerjaannya sendiri, sehingga mudah dipahami. Sebaliknya, peserta dapat “curhat” kepada Penyuluh mengemukakan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya tanpa hambatan komunikasi . Disinilah terjadi komunikasi efektif antara peserta dan Penyuluh juga dengan peserta lainnya menuju kesepahaman dalam peningkatan kinerjanya.

Bagaimana Caranya?

Melalui permainan musik angklung Penyuluh menyampaikan pesan/ materi penyuluhan dengan mengajak peserta mengidentifikasi pengalaman yang dialami dan dirasakannya ketika bermain musik angklung. Materi pembelajaran disisipkan oleh Penyuluh melalui permainan musik angklung dengan harapan peserta dapat belajar dengan gembira dan tidak merasa digurui. Yang tak kalah pentingnya adalah peserta menjadi tertarik dengan materi yang disampaikan oleh Penyuluh.

(4)

S

Sebagai contoh, ketika itu saya menyampaikan materi tentang penguatan kelembagaan kelompok tani hutan. Saya menyisipkan sebagaian materi ini melalui permainan musik angklung dan sebagian lagi materi dijadikan sebagai bahan diskusi.

Dalam rangka penguatan kelembagaan kelompok tani hutan , materi yang waktu itu saya sisipkan dalam permainan musik angklung adalah : Pertama sikap moral yang perlu dimiliki oleh anggota dan pengurus kelompok tani hutan, Kedua, perlunya seorang pemimpin yang baik dalam kelompok tani hutan, Ketiga, perlunya aturan-aturan yang disepakati dan harus dipatuhi oleh setiap anggota dan pengurus kelompok. Semua materi ini disisipkan dalam nada-nada musik angklung menggantikan do, re, mi, fa, sol, la, si, do dan hasilnya sangat di luar dugaan.

A. Bagaimana Mengajak Peserta untuk Memiliki Sikap Moral Yang Baik?

Setiap anggota dan pengurus kelompok tani diharapkan perlu memiliki sikap moral yang baik, yaitu : Jujur, memiliki komitmen, disiplin, mampu berkomunikasi dengan baik, memiliki integritas, dapat bersinergi, inovatif yang semuanya itu dapat menghasilkan kinerja yang luar biasa (exelence). Pesan-pesan sikap moral tersebut disisipkan dalam setiap angklung yang dimainkan peserta menggantikan nada-nada do, re, mi, fa, sol, la, si, do’ , dan ditulis pada angklung.

Penyuluh memimpin peserta belajar memainkan alat musik angklung dengan membuat aturan-aturan yang harus dipatuhi peserta sehingga semua peserta dapat memainkan angklung. Selanjutnya Penyuluh mengajak peserta memainkan lagu-lagu dari berbagai daerah yang riang dan sudah dikenal oleh peserta Dengan demikian sambil bermain musik angklung diharapkan setiap peserta dengan perasaan senang akan mampu mengidentifikasi , memahami dan menerapkan dalam dirinya masing-masing sikap moral yang baik yang perlu dimilikinya untuk mendukung peningkatan kinerja kelompoknya dengan kesadarannya sendiri, tanpa dipaksa dan tanpa merasa digurui.

(5)

T

B. Bagaimana Mengajarkan Peserta tentang Pentingnya Seorang Pemimpin Dalam Kelompok ? Dalam permainan musik angklung adanya pemimpin ditunjukkan oleh seorang “Conductor”. Dalam penyampaian materi ini tugas sebagai “conductor” dilaksanakan oleh Penyuluh. Conduktor memegang komando atau mengarahkan seluruh peserta untuk memainkan alat musik angklungnya masing-masing sesuai aturan main yang diberikannya sehingga terwujud harmonisasi dalam bentuk lagu. Pesan yang ingin disampaikan dalam hal ini adalah : Pertama , bahwa di setiap organisasi/ kelompok diperlukan seorang pemimpin yang baik untuk memimpin anggota dan pengurus dalam mewujudkan tujuan kelompoknya. Kedua, seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk mengorganisir dan mengendalikan anggotanya dengan baik. Ketiga, seorang pemimpin harus mampu memprakarsai dan menerapkan secara konsisten aturan-aturan yang telah disepakati bersama dalam kelompok. Dalam permainan musik angklung ketiga hal tersebut dilakukan melaui aba-aba penyuluh dengan gerakan-gerakan tangannya yang harus diikuti oleh seluruh peserta.

C. Bagaimana Menyadarkan Peserta tentang Pentingnya Aturan-Aturan Dalam Organisasi Dalam setiap kelompok pasti ada aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh setiap anggotanya. Aturan-aturan tersebut dibuat untuk mengendalikan pencapaian tujuan suatu kelompok. Dalam pemainan musik angklung, Penyuluh membuat aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh peserta, misalnya apabila tangan Penyuluhg mengepal maka peserta yang membawa angklung yang bertuliskan “jujur” harus membunyikan angklungnya. Apabila jari-jari tangan Penyuluh terbuka kedepan maka peserta yang membawa angklung yang bertuliskan “komitmen” harus membunyikan angklungnya, dan seterusnya ada aturan-aturan dimana angklung yang bertuliskan “jujur”, “komitmen“, “disiplin”, “komunikasi”, “integritas”, “sinergi”, “inovatif”, dan “exelence” semuanya punya giliran untuk dimainkan sehingga tercapai tujuan yaitu harmoni untuk menghasilkan sebuah lagu. Sebuah lagu adalah cerminan dari tujuan suatu keloompok yang dalam permainan musik angklung dapat terwujud karena adanya kesepahaman, kebersamaan dan tanggung jawab setiap peserta untuk mematuhi aturan yang

(6)

U

diberikan oleh pemimpin (Conductor), juga adanya seorang pemimpin yang mampu menggerakkan peserta dengan baik untuk mencapai tujuan organisasi.

Semoga tulisan ini dapat menjadi inspirasi bagi teman-teman Penyuluh dalam memilih metode penyuluhan dengan menggunakan kesenian lainnya, karena kita kaya dengan kesenian dan menggunakan kesenian sebagai metode penyuluhan ternyata menarik dan efektif. Selamat berkreasi!!

(7)

ADA YANG BERBEDA DENGAN AGROFORESTRI SUKSESI ALAMI BERKELANJUTAN

Oleh Indri Puji Rianti dan Victor Winarto

Deforestasi diduga menjadi salah satu penyumbang emisi karbon dioksida terbesar di dunia. Berkurangnya luas tutupan hutan dan meningkatnya aktifitas manusia menyebabkan emisi CO2 di permukaan bumi yang terperangkap dalam atmosfer semakin besar jumlahnya sehingga memicu terjadinya pemanasan global. Strategi pemerintah dalam menurunkan emisi karbon dioksida sebesar 26% per tahun salah satunya menjadi tugas dan tanggung jawab Kementerian Kehutanan. Bersama seluruh stakeholder dan masyarakat, setiap tahunnya Kementerian Kehutanan berupaya untuk menyelamatkan hutan dan membangun hutan melalui program-programnya. Program penyelamatan hutan yang tersisa dilakukan melalui jalur pengelolaan Taman Nasional yang dari waktu kewaktu semakin meningkat jumlahnya. Selain itu, program Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat dan Hutan Kemasyarakatan juga menjadi salah satu strategi dalam menyelamatkan hutan melalui pengelolaan oleh masyarakat. Sementara upaya lain yang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan dalam memenuhi komitmen untuk terus menurunkan emisi CO2 yaitu melalui program penanaman satu milyar pohon yang dilaksanakan setiap tahunnya.

Kenapa Harus Agroforestri

Penerapan penanaman 1 milyar pohon yang rutin dilaksanakan setiap tahun hanya dianggap sebagai seremonial dan program tahunan pemerintah saja tanpa diikuti tindak lanjut pada waktu-waktu berikutnya menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia. Padahal pada hakekatnya Kementerian Kehutanan ingin membentuk kepribadian masyarakat Indonesia untuk terbiasa menanm pohon sebagai salah satu upaya untuk mengurangi pemanasan global. Program seperti HKm, HTR, HR, HD yang memiliki stigma menanam pohon untuk membangun hutan memang sudah berkembang di beberapa daerah di I ndonesia. Namun stigma hanya dengan menanam pohon saja menjadi sesuatu hal yang kurang menarik bagi sebagian masyarakat Indonesia khususnya para petani yang terbiasa bercocok tananam dengan tanaman pangan. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dengan menanam pohon patani hanya dapat menikmati hasil minimal dalam 5 tahun kedepan, sementara kebutuhan hidup tidak dapat ditunda bahkan walaupun hanya sampai 1 minggu kedepan.

Oleh karena itu diperlukan suatu pola penggunaan lahan yang tidak hanya dapat membangun hutan namun juga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi petani dan masyarakat disekitarnya. Melalui pola tanam agroforestri yang memadukan tanaman

(8)

keras dengan tanaman pangan, petani yang mengembangkan Hutan Rakyat maupun masyarakat lain yang ikut terlibat dalam pengelolaan HKm, HTR maupun HD dapat menikmati hasil harian dari tanaman pangan dan dapat memetik hasil yang menguntungkan dari kayu yang dihasilkan tanaman keras.

Agroforestri dapat menjadi salah satu alternatif untuk membantu menurunkan emisi karbon dioksida. Pengelolaan lahan di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh petani, namun komoditi tanaman pertanian sebagian besar merupakan tanaman pangan semusim yang tidak memiliki kambium yang cukup untuk menyerap dan menyimpan karbon. Sebagai negara agraris dengan mata pencaharian penduduk terbesar adalah petani, maka suatu kesempatan yang strategis untuk memperkenalkan pola penggunaan lahan agroforestri kepada petani sehingga tujuan penurunan emisi CO2 dapat tercapai. Dengan menanam tanaman berkayu pada lahan pertanian oleh petani secara swadaya dan sukarela melalui sistem agroforestri, maka program pemerintah dalam mencanangkan penanaman satu milyar pohon untuk menurunkan emisi sangat terbantukan.

Dengan pola tanam agroforestri diharapkan dapat memperoleh dua keuntungan sekaligus yaitu yaitu produksi (ekonomi) dan pelayanan lingkungan (ekologi), seperti yang dinyatakan oleh Ong dalam Suprayogo et al (2003) bahwa “Sistem agroforestri dapat menggantikan fungsi ekosistem hutan sebagai pengatur siklus hara dan pengaruh positif terhadap lingkungan lainnya, dan di sisi lain dapat memberikan keluaran hasil yang diberikan dalam sistem pertanian tanaman semusim”.

Pengenalan Agroforestri Suksesi Alami Berkelanjutan dalam Sekolah Lapang

Agroforestri sebagai salah satu pola penggunaan lahan yang mengintegrasikan antara tanaman keras dan tanaman pangan atau tanaman semusim sudah banyak diterapkan di Indonesia. Namun agroforestri yang mengacu pada sistem suksesi alami berkelanjutan mungkin belum banyak diketahui dan diterapkan di Indonesia. Adalah FORCLIME-GIZ yang tengah memperkenalkan agroforestri dengan sistem suksesi alami berkelanjutan. FORCLIME-GIZ merupakan sebuah bentuk kerjasama antara pemerintah Federal Jerman dan pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kehutanan.

FORCLIME memiliki program yang mendukung pemerintah Indonesia dalam menurunkan emisi CO2. Melalui salah satu bidang yang ditangani yaitu Green Economy Program, FORCLIME-GIZ melaksanakan sekolah lapang suksesi agroforestri berkelanjutan di Kabupaten Malinau Kalimantan Utara pada bulan Mei 2013 lalu. Sekolah lapang ini diikuti oleh penyuluh yaitu penyuluh kehutanan pusat (Pusluh), penyuluh kehutanan Balai Taman Nasional Kayan Mentarang dan penyuluh perkebunan Kabupaten. Peserta lain yang turut

(9)

ambil bagian dalam sekolah lapang ini yaitu para petani kakao dan karet baik yang berasal dari Kabupaten Malinau sendiri maupun petani yang berasal dari luar kabupaten yaitu Kabupaten Berau dan Kabupaten Kapuas Hulu.

Sekolah lapang agroforestri yang diselenggarakan oleh FORCLIME kali ini mengambil objek penerapan agroforestri pada kebun kakao dimana kebun kakao adalah salah satu perkebunan yang mendominasi di kabupaten Malinau. Bebera perkebunan kakao milik petani sudah menerapkan konsep kebun campur namun masih belum kearah agroforestri yang sesungguhnya. Sekolah lapang yang dilaksanakan selama 6 hari penuh ini sebagian besar waktunya dilaksanakan di lapangan, yaitu 5 hari di lapangan dan 1 hari di dalam kelas.

Melalui fasilitator yang didatangkan langsung dari Bolivia, dengan didampingi penerjemah dari FORCLIME dan petani kakao yang memiliki keahlian dalam bidang okulasi tanaman kakao, sekolah lapang agroforestri suksesi alami berkelanjutan di kebun kakao berjalan dengan baik. Selain konsep ilmu pengetahuan agroforestri yang dimiliki oleh fasilitator, pengalaman agroforestri yang ia terapkan sendiri di kebunnya serta pengalaman penerapan agroforestri di beberapa negara lainnya juga melengkapi transfer pengetahuan yang terjadi di sekolah lapang sehingga petani kakao dari beberapa kabupaten dapat menerima teori dan praktek yang langsung disampaikan dalam sekolah lapang ini.

Agroforestri dalam Hutan Rakyat

Agroforestri merupakan sebuah konsep yang sudah diketahui oleh sebagian besar masyarakat termasuk pendidik, praktisi maupun petani yang bergelut dengan bidang kehutanan bahkan sudah banyak diterapkan dan juga menjadi salah satu program pembangunan kehutanan di Kementerian Kehutanan. Namun apakah konsep agroforestri ini

f M?PM o¡‹„\«fi\ \‹?s¡›‒ ? \‹? ¤· ?

(10)

S

juga dapat di terima oleh pemerhati bidang pertanian? Terlepas dari hal tersebut, kegiatan penyuluhan kehutanan di lapangan tentunya sudah tidak asing lagi dengan pola tanam agroforestri. Di beberapa tempat di Pulau Jawa khususnya, agroforestri ini sudah dikenal dan diterapkan oleh para patani sejak lama dengan istilah lain yaitu kebun campur atau tumpang sari yang memadukan tanaman keras dengan tanman sayur-sayuran maupun tanaman semusim.

Namun pada saat itu kebun campur/ tumpang sari yang dimiliki petani sebagian besar ditanami oleh tanaman keras penghasil buah-buahan. Para petani belum banyak memahami pentingnya tanaman keras atau tanaman berkayu dalam sebuah kebun. Maraknya isu pemanasan global yang terjadi dewasa ini, memacu pemerintah dan aktivis lain di bidang kehutanan untuk menggalakkan penanaman pohon. Sehingga saat ini, agroforestri yang dikembangkan oleh petani diharapkan diselingi dengan tanaman berkayu yang tidak hanya dapat menghasilkan buah namun juga dari segi ekologis dapat menyerap lebih banyak karbon dioksida untuk menurunkan emisi. Selain itu, beberapa jenis tanaman penghasil kayu bernilai ekonomi dan banyak diminati pasar seperti jati, jabon, sengon dan akasia menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat dan petani untuk menanam tanaman berkayu.

Melalui kegiatan pendampingan dari penyuluh kehutanan, saat ini telah banyak program-program pembangunan kehutanan seperti HR, HD, HKm dan HTR yang dikelola dengan sistem agroforestri seperti yang telah berkembang di Pulau Jawa. Pola agroforestri yang dikembangkan di pulau jawa diantaranya agroforestri sengon dengan empon-empon seperti kunyit, jahe, kapulaga, porang dan sebagainya. Namun hutan rakyat yang dikembangkan di luar pulau jawa seperti di Kalimantan Barat belum menggunakan pola agroforestri. Lahan kosong yang terhampar di sela-sela tegakan tidak dimanfaatkan oleh petani melainkan hanya ditumbuhi rumput dan gulma saja. Pola monokultur yang sebagian besar dikembangkan di Kalimantan tidak hanya terdapat pada pengembangan hutan rakyat, pengembangan kakao di Kabupaten Malinau Kalimantan Utara juga sebagian besar dikembangkan dengan pola monokultur.

(11)

T

Agroforestri Suksesi Alami Be

Pola tanam agroforestri ya terutama di pulau Jawa saat in tanaman semusim baik empon-em pengelolaan agroforestri ini mun suksesi alami berkelanjutan.

Agroforestri suksesi alami konsep suksesi alami dan konse suatu proses pergantian komunit terjadi pada suatu kondisi hutan primer yang sudah berakhir in

f M?RM g· \‹ q\¤„\ ? ¡‹£\‹?o› \ `£‒›¢›‒¡ ‒ c ?b ‒¡ ›‹K?i\•\?a\‒\ f M?TM g· \‹?q\¤„\ l›‹›¤· ·‒ ?j· · q\„\K?j\ «\‹ \‹?a\‒\ f M?SM g· \‹?q\¤„\ ? ¡‹£\‹?o› \ `£‒›¢›‒¡ ‒ c ?b ‒¡ ›‹K?i\•\?a\‒\ f M?UM j¡ ·‹?j\¤\›? ¡‹£\‹ o› \ l›‹›¤· ·‒? l\ ‹\·K?j\ «\‹ \‹ t \‒\ T Berkelanjutan

i yang banyak dikembangkan di beberapa daerah t ini memang sudah memadukan tanaman ke -empon, sayur mayur, maupun buah-buahan la ungkin belum banyak yang menerapkannya de

mi berkelanjutan merupakan perpaduan dari dua konsep berkelanjutan atau dinamis. Suksesi alam nitas tumbuhan atau regenerasi komunitas tu tan primer yang sudah habis. Proses regeneras

ini kemudian akan mulai ditumbuhi denga

f M?RM g· \‹ q\¤„\ ? ¡‹£\‹?o› \ `£‒›¢›‒¡ ‒ c ?b ‒¡ ›‹K?i\•\?a\‒\ f M?TM g· \‹?q\¤„\ l›‹›¤· ·‒ ?j· · q\„\K?j\ «\‹ \‹?a\‒\ f M?SM g· \‹?q\¤„\ ? ¡‹£\‹?o› \ `£‒›¢›‒¡ ‒ c ?b ‒¡ ›‹K?i\•\?a\‒\ f M?UM j¡ ·‹?j\¤\›? ¡‹£\‹ o› \ l›‹›¤· ·‒? l\ ‹\·K?j\ «\‹ \‹ t \‒\ T rah di Indonesia keras dengan lainnya. Namun dengan konsep

dua konsep yaitu lami merupakan tumbuhan yang rasi pada hutan ngan jenis-jenis f M?RM g· \‹ q\¤„\ ? ¡‹£\‹?o› \ `£‒›¢›‒¡ ‒ c ?b ‒¡ ›‹K?i\•\?a\‒\ f M?TM g· \‹?q\¤„\ l›‹›¤· ·‒ ?j· · q\„\K?j\ «\‹ \‹?a\‒\ f M?SM g· \‹?q\¤„\ ? ¡‹£\‹?o› \ `£‒›¢›‒¡ ‒ c ?b ‒¡ ›‹K?i\•\?a\‒\ f M?UM j¡ ·‹?j\¤\›? ¡‹£\‹ o› \ l›‹›¤· ·‒? l\ ‹\·K?j\ «\‹ \‹ t \‒\

(12)

U

tumbuhan primitive seperti lumut yang berangsur-angsur ditumbuhi dengan jenis yang lebih sempurna seperti rumput, liana, perdu, semak dan pohon. Diantara beberapa tipe dan jenis tumbuhan tersbut juga muncul pioner-pioner yang berasal dari benih peninggalan hutan primer yang tersisa di lantai hutan.

Konsep suksesi alami ini kemudian diterapkan pada pola tanam agroforestri. Beberapa jenis tanaman dengan stratum yang berbeda mualai dari perdu, semak, liana hingga pohon dipadukan dalam pola tanam ini. Proses tumbuh kembang tanaman juga dibiarkan secara alami beregenerasi hingga mencapai kepadatan tertentu menyerupai proses suksesi alami. Namun demikian konsep ini juga tetap memerlukan pengelolaan lahan dan pemeliharaan tanaman.

Konsep agroforestri berkelanjutan juga dikenal dengan istilah agroforestri dinamis (Dynamic Agroforestry Systems). Berikut adalah kaidah dasar agroforestri berkelanjutan/ dinamis:

Bekerja pada keragaman jenis yang tinggi dengan siklus hidup dan strata yang berbeda

Kerapatan tinggi

Menutupi semua lahan kosong Bekerja dengan jenis-jenis lokal Menghargai regenerasi alam

Intervensi (campur tangan) berkelanjutan dalam pemeliharaan Memahami siklus hidup jenis

Mengetahui tingkatan/ lapisan yang ditempati oleh jenis Mengamati secara cermat dan belajar dari perkembangan plot

Berkelanjutan dalam hal ini diartikan bahwa dengan konsep agroforestri yang menyerupai bentukan hutan secara alami degan kelimpahan jenis dan strata tajuk yang lengkap dapat mempertahankan keberlangsungan hidup jenis tanaman inti dan tanaman penunjang yang menghasilkan profit ekonomi. Jika pola tanam agroforestri dikondisikan menyerupai hutan dengan berbagai jenis tanaman dari jenis pionir, sekunder 1, sekunder 2 dan 3 hingga primer, maka usia kebun agroforestri paling tidak dapat mencapai 80 tahun dengan produksi yang berkelanjutan.

(13)

V

Memperhatikan Siklus Hidup dan Strata Tajuk Setiap Jenis Tanaman

Agroforestri konvensional pada prakteknya memang memadukan jenis-jenis tanaman keras dan tanaman semusim. Campuran 2 hingga 3 jenis tanaman saja sudah dapat dikatakan pola agroforestri. Berbeda dengan agroforestri suksesi alami berkelanjutan yang menerapkan sistem kelimpahan jenis hingga menyerupai hutan primer, sehingga untuk menerapkan pola ini petani harus memperhatikan siklus hidup dan strata tajuk setiap jenis tanaman.

Aplikasi agroforestri ini harus membedakan setiap jenis tanaman dari silus hidup dan strata tajuknya. Hal ini dimaksudkan agar jenis tanaman yang satu dengan yang lain tidak saling mengganggu dan bersinggungan (dilihat dari tajuknya) dan dapat berkelanjutan (dari segi usia tanaman). Dengan memeprhatikan siklus hidup, misal tanaman semusim dan tanaman tahunan akan memberikan hasil yang berkelanjutan secara bergantian.

Sistem Agroforestri Dinamis Sistem Monokultur/ seragam

Sistem kelimpahan jenis dan

kepadatan/ ambundance: pertumbuhan yang kompleks dan ko habitat

Krisis dalam sistem akumulasi: wabah dan penyakit, kemiskinan jenis tumbuhan dan hara tanah

(14)

W

Menghindari Pengelolaan I ntensifikasi

Pengelolaan lahan dan pemeliharaan tanaman pada agroforestri suksesi alami berkelanjutan tetap diterapkan untuk mengontrol pertumbuhan setiap jenis tanaman. Pada sistem suksesi alami ini, pengelolaan lahan sedapat mungkin tidak menggunakan pupuk kimia. Demikian juga dengan pemeliharaan tanaman yang tidak menggunakan pestisida maupun insektisida kimia. Pada dasarnya pola agroferestri sangat menghindari pengelolaan intensifikasi dengan meminimalisisr input pupuk, pestisida dan insektisida kimaiwi. Penggunaan pupuk, insektisida dan pestisida kimaiwi ini secara singkat dapat meningkatkan produktifitas lahan yang berdampak pada peningkatan produksi tanaman inti. Namun pemakaian yang terus-menerus dan berulang-ulang secara intensif dalam jangka panjang berdampak pada pemiskinan hara alami tanah. Sehingga pada waktu tertentu tanah akan melewati kapsitas kesuburannya hingga tidak dapat mendukung pertumbuhan tanaman termasuk dalam memproduksi buah maupun bagian lain yang diharapkan dari tanaman.

Pengelolaan lahan untuk menjaga kesuburan lahan pada pola agroforestri suksesi alami ini dilakukan dengan menanam jenis-jenis tumbuhan yang berfungsi mengikat unsur nitrogen dalam tanah dan udara. Jenis tanaman ini biasanya berupa perdu dan semak. Tanaman kacang koro (Canavalia ensiformis) bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan mulsa yang mengganggu tanaman pokok. Selain itu, jenis-jenis tanaman yang mengandung potasium juga sangat berguna untuk mendukung kesuburan tanah dan kualitas lahan seperti pisang (Musa sp). Tanaman lain yang juga berfungsi untuk meningkatkan kesuburan tanah yaitu tanaman yang mengandung pospor seperti kesumba (Carthamus tinctoriusH.

Pengelolaan lahan dengan meniru konsep suksesi alami ini memang tidak signifikan meningkatkan produksi tanaman yang diharapkan. Namun secara berkelanjutan produksi yang tidak terlalu tinggi dapat dinikmati dalam jangka waktu yang panjang. Bagi petani sebagai pengelola lahan apa yang menjadi prioritas? Produktifitas yang melimpah dalam jangka waktu tertentu atau kontinyuitas hasil hingga batas siklus hidup tanaman berakhir secara alami? Pilihan tersebut dapat ditentukan juga dengan mempertimbangkan biaya yang digunakan untuk input pupuk dan pestisida kimia.

Pengelolaan Tajuk sebagai Sumber Hara Organik dan Menghindari Penyakit

Mungkin tidak banyak yang memahami bahwa tanaman juga memiliki bahasa tubuh yang ingin dimenegrti manusia sebagai pengelolanya. Berbagai tanda-tanda yang terlihat dari tanaman baik bentuk cabang yang membengkok, serangan hama pada tajuk tertentu atau dahan tertentu adalah suatu pertanda bahwa tanaman ingin diperlakukan dengan baik agar dapat tumbuh optimal.

(15)

X

Dalam sistem agroforestri suksesi alami berkelajutan/ dinamis diterapkan pengelolaan tajuk tanaman. Prinsip pengelolaan tajuk ini adalah:

Menghilangkan tajuk tanaman yang terserang penyakit;

Memangkas bagian tajuk yang bersinggungan dengan tajuk tanaman lain yang sejajar; Menghilangkan bagian tajuk yang berada 1 meter diatas tajuk tanaman lain dibawahnya (jarak tajuk antar tanaman secara vertikal minimal 1 s/ d 1,5 m).

Tujuan pengelolaan tajuk ini adalah untuk mengatur jarak tajuk tanaman baik secara vertikal maupun horizontal agar tidak saling bersinggungan. Kondisi tajuk yang bersinggungan ini seringkali menimbulkan beberapa permasalahan baik serangan hama penyakit maupun pertumbuhan dahan yang tidak normal sehingga bentuk tajuk pohon tidak lazim.

Selain itu, pengelolaan tajuk ini juga bertujuan untuk memeperkaya sumber bahan organik bagi tanah. Tajuk-tajuk pohon yang dipangkas tidak dibuang atau dibakar begitu saja. daun, dahan dan ranting hasil pemangkasan sengaja di letakkan disekitar tanaman pokok maupun tanaman penunjang sebagai sumber bahan organik. Dengan demikian, penggunaan pupuk kimia dapat diminimalisir bahkan hingga sama sekali tidak diperlukan dalam agroforestri ini. Jika pengelola agroforestri dapat memanfaatkan limbah tajuk ini dengan lebih baik menjadi kompos akan lebih bermanfaat lagi bagi tanaman sehingga hasil yang diharapkan dari pola tanam agroforestri dapat terus berkelanjutan.

i\‒\¤?\‹ \‒? \ ·¤?« ‹ «\ ?P N ?PKT?«

i\‒\¤?\‹ \‒? \ ·¤?« ‹ «\ ?P N ?PKT?«

(16)

P

PENYULUH KEHUTANAN SALON

Oleh Pramono DS

Kepala Bagian Evaluasi, Diseminasi dan Perpustakaan Sekretariat Badan P2SDM Kehutanan

Beberapa waktu yang lalu ramai diributkan tentang eksistensi penyuluh pertanian di harian Kompas yang pada intinya peningkatan produksi padi di tingkat petani dapat terjadi karena bukan peran penyuluh. Penyuluh jarang mendampingi petani di sawah, telah terjadi demotivasi penyuluh pertanian dan sebagainya. Padahal di satu sisi Presiden telah mencanangkan bahwa pada akhir tahun masa jabatannya 2014 produksi beras ditargetkan surplus 10 juta ton. Bagaimana target surplus beras tersebut tercapai kalau kondisi penyuluh pertanian saat ini terpuruk. Apakah petani sawah dibiarkan tanpa bimbingan penyuluh. Itu pertanyaan yang berkecamuk di pikiran kita semua. Kalau penyuluh pertanian yang konon sudah teruji dan dianggap handal saja begitu, lantas bagaimana dengan penyuluh kehutanan yang masih anak bawang, apakah setali tiga uang, apakah lebih parah kondisinya. Pada dasarnya penyelenggaraan penyuluhan ditopang oleh tiga pilar yaitu penyuluh, materi dan sasaran penyuluhannya. Sedangkan faktor lainnya dapat dianggap sebagai unsur (instrumen) pendukung ketiga pilar tersebut. Bagaimana kondisi tiga pilar dan instrumen pendukung dalam penyuluhan kehutanan sekarang.

Sasaran Kerja dan Target

Dalam UU Nomor 16 Tahun 2006 secara tegas dinyatakan bahwa sasaran penyuluhan adalah sasaran utama dan sasaran antara. Sasaran utama meliputi pelaku utama dan pelaku usaha. Sedangkan sasaran antara adalah kelompok atau lembaga pemerhati kehutanan serta generasi muda dan tokoh masyarakat. Pelaku utama kegiatan kegiatan yang dimaksud adalah masyarakat di dalam dan di sekitar hutan dan pelaku usaha adalah perorangan warga negara Indonesia atau koorporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola usaha kehutanan.

Sasaran kerja dan target bagi pelaku utama selama ini telah dilakukan oleh penyuluh kehutanan lapangan (frontman) secara konvensional dengan cara kunjungan man to man

(17)

Q

atau man to group selama lebih dari 3 dekade di masa orde baru. Pelaku utama dapat dipetakan (mapping) dari hasil indentifikasi desa di dalam dan di sekitar kawasan hutan Tahun 2009 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan dan BPS maka sasaran penyuluhan kehutanan yang menjadi wilayah kerja PK adalah jumlah desa yang masuk dalam kategori sasaran utama penyuluhan kehutanan sebanyak 38.565 desa yang meliputi 230 kabupaten/ kota dan masuk dalam wilayah 17 provinsi dengan luas lahan 83.000.000 ha. Ratio penyebaran desa di Sumatera 28,5%, Jawa 42,3%, Sulawesi 16,9%, Maluku Malut dan Papua 12,3% . Mapping dan inventarisasi yang diperlukan adalah pelaku usaha dan sasaran antara.

Kebutuhan pemetaan dan inventarisasi sasaran kerja dan target bagi penyuluhan dapat diibaratkan sebagai pendulum pelaku utama di samping kiri, pelaku usaha pada posisi di tengah dan sasaran antara di samping kanan. Frontman yang terdiri dari penyuluh tingkat desa dan kecamatan harus mampu memetakan lebih dari 90% pelaku utama, Sedangkan centerman (penyuluh tingkat kabupaten/ provinsi) sasaran kerjanya lebih dari 60% pelaku usaha dan sasaran antara. Sedangkan Backman (penyuluh tingkat nasional) sasaran kerjanya adalah 100 % pelaku usaha dan sasaran antara. Sudahkah sasaran kerja ini dipetakan, diinventarisir dan target yang akan dicapai oleh Centerman dan Backman ?

Materi Penyuluhan

Materi penyuluhan adalah bahan penyuluhan yang disampaikan penyuluh kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam berbagai bentuk yang meliputi informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen, ekonomi, hukum dan kelestarian lingkungan. Materi penyuluh dibuat oleh penyuluh atau pihak lain yang kompeten berdasarkan kebutuhan dan kepentingan pelaku utama dan pelaku usaha dengan memperhatikan kemanfaatan dan kelestarian sumberdaya kehutanan.

Pada tingkat sasaran pelaku utama issue sentral yang dikembangkan adalah materi penyuluhan yang kegiatannya bermuatan pada pemberdayaan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Akses yang telah diberikan oleh pemerintah berupa kegiatan hutan desa, hutan kemasyarakatan (HKm) dan kemitraan. Disamping itu untuk mengembangkan skala usaha yang lebih luas masyarakat juga dapat terlibat dalam kegiatan hutan tanaman rakyat (HTR).

(18)

R

Pada pertemuan pertemuan Forum Komunikasi Peneliti, Widyaiswara dan Penyuluh (FKPWP) nampak bahwa materi penyuluhan kehutanan yang disusun belum menggambarkan benang merah ini. Hasil penelitian/ inovasi kehutanan yang dihasilkan oleh para peneliti dan kebutuhan akar rumput (grass root) Kelompok Tani Hutan belum menggambarkan adanya link and match diantara keduanya.

Masalah yang dihadapi dalam menyusun materi penyuluhan kehutanan adalah disamping hasil penelitian kehutanan belum sesuai dengan kebutuhan lapangan, materi penyuluhan dalam bentuk teknologi tertentu yang belum tersentuh selama ini. Kita yakin bahwa untuk bidang kehutanan, materi penyuluhan kehutanan untuk teknologi tertentu pasti sudah ada meskipun tidak sebanyak di Kementerian Kehutanan.

Dalam Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, yang dimaksud dengan teknologi tertentu adalah teknologi yang diperkirakan dapat merusak lingkungan hidup, mengganggu kesehatan dan ketentraman batin masyarakat dan menimbulkan kerugian ekonomi bagi pelaku utama, pelaku usaha dan masyarakat. Misalnya teknologi rekayasa genetika, teknologi perbenihan dan teknologi pengendalian hama penyakit. Teknologi yang dimaksud dapat berupa produk atau proses. Yang dimaksud produk antara lain bibit, benih, alat dan mesin, bahan pestisida dan obat obatan. Sedangkan yang dimaksud dengan proses adalah paket teknologi.

Produk benih dan bibit dibidang kehutanan sudah banyak yang menggunakan teknologi tertentu atau rekayasa genetik yang akan atau sudah diluncurkan masyarakat. Oleh karena itu sebelum mendapat rekomendasi pemerintah yaitu Menhut/ Kepala Badan Litbang maka sebagai pendahuluan / pra rekomendasi pertemuan FKPWP merupakan media yang tepat untuk membahas kegiatan tersebut.

Benang merah lain yang harus disambung dalam menyampaikan materi penyuluhan kehutanan adalah bagaimana produk hasil penelitian dapat disusun modul kediklatannya dan kurikulum/ silabusnya (Kursil) yang pada akhirnya menjadi materi penyuluhan yang menarik, mudah dipahami dan dipraktekkan di lapangan.

Apanya yang Salon?

Penyuluh Kehutanan (PK) selama ini merasa bahwa sejak diperlakukannya otonomi daerah Kabupaten/ Kota maka sejak itu pula Penyuluh Kehutanan makin tidak jelas tupoksi, disatu sisi PK sebagai pejabat fungsional patuh dan tunduk SK Menpan 130/ 2003 yang

(19)

S

direvisi 27/ 2013, namun disisi lain banyak ditugaskan sebagai penyuluh lahan basah seolah olah sebagai Penyuluh Pertanian dalam tanda kutip. Pengertian polyvalen diartikan sebagai Penyuluh dapat ditugaskan dimana saja baik pertanian, perikanan dan kehutanan. Padahal pengertian polyvalen untuk kehutanan adalah antar eselon I, yakni Planologi, Perlindungan Hutan Konservasi Alam, Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Perhutanan Sosial, Bina Usaha Kehutanan. Dengan kondisi seperti ini sejak terbitnya UU No. 16 Tahun 2006 hingga 2012, PK menjadi penyuluh salon yang tupoksi “ serabutan” atau istilah populernya disebut Penyuluh Salon.

Dengan telah terbitnya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 29 tahun 2013 tentang Pedoman Pendampingan Kegiatan Pembangunan Kehutanan, maka tugas PK sebagai ujung tombak dalam menyampaikan materi penyuluh kehutanan semakin jelas, tegas, luas dan beragam. Pasal 3 menyatakan bahwa pendampingan kegiatan pembangunan kehutanan meliputi kegiatan yang melibatkan partisipasi masyarakat dibidang a) tata hutan dan penyusunan pengelolaan hutan b) pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan c) rehabilitasi dan reklamasi hutan d) perlindungan dan konservasi alam. Kegiatan yang dimaksud diatas meliputi kegiatan pemetaan partisipatif, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Desa, Rehabilitasi Hutan Lahan, Kebun Bibit Rakyat, Hutan Rakyat Kemitraan, Model Desa Konservasi, pencegahan kebakaran hutan, pengembangan daerah penyangga dan jasa lingkungan. Lebih lanjut pada pasal 4 dinyatakan bahwa prioritas tenaga pendamping kegiatan pembangunan kehutanan adalah PK (PNS, Swasta dan Swadaya). Bilamana tidak ada PK maka dapat ditugaskan tenaga lain yang memiliki kompetensi untuk melakukan pendampingan.

Secara legal formal, Badan P2SDM Kehutanan telah menyiapkan payung hukumnya tentang subtansi materi penyuluhan kehutanan. Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 46 Tahun 2012 tentang Metoda dan Materi Penyuluhan Kehutanan telah memuat secara lengkap dan rinci tentang materi penyuluhan kehutanan yang terkait dengan pengelolaan hutan. Selanjutnya dengan adanya Permenhut No. 29 Tahun 2013 di atas, lebih memperkuat lagi eksistensi PK dalam pembangunan kehutanan.

Dengan demikian, sinyaleman tentang PK Salon yang belum jelas tupoksinya terjawab sudah dengan adanya regulasi yang telah disiapkan oleh Badan P2SDM Kehutanan di bawah kepemimpinan Dr. Ir. Tachrir Fathoni, M.Sc. Bravo Penyuluh Kehutanan.

(20)

1

demhy`q

PENYULUH KEHUTANAN TELADAN PROVINSI JAMBI 2013

Oleh : Ir. Alwis, MM

PKA BP2SDM Kehutanan

Efnizar adalah Putri asli dari daerah Sungai Penuh Kabupaten Kerinci yang

lahir tanggal 22 Maret 1973 di Pulau Tengah. Setelah tamat SPP-SPMA Tahun

1991, Efnizar langsung menjadi Petugas Lapangan Penghijauan (PLP) di daerah

kelahirannya sendiri, berdasarkan SK Kepala Kanwil Departemen Kehutanan

Provinsi Jambi No. 213A/ Kpts/ Wilhut/ Jbi-I/ 91 Tanggal 2 Desember 1991 dan

sampai sekarang menjadi Penyuluh Kehutanan di daerah Kumun Debai.

Pada Tahun 2013 Efnizar menjadi Penyuluh Kehutanan PNS Teladan Wana

Lestari Tingkat Propinsi Jambi setelah berhasil menyisihkan 30 orang Penyuluh

Kehutanan PNS Propinsi Jambi.

Efnizar bekerja tidak mengenal lelah dan sampai sekarang telah mempunyai

58 Kelompok Tani Hutan (KTH) dalam enam desa yang dibina secara rutin

bersama-sama dengan Penyuluh Pertanian dan Perikanan.

Efnizar disamping membina di wilayah kerjanya, juga melakukan kunjungan

ke wilayah lain, selain itu juga mendampingi aparat desa seperti Kepala Desa

Nata Fitra dan beberapa guru SMA/ SMK untuk dapat mensukseskan kegiatan

kehutanan di wilayah Desa Talang Lindung.

Atas peran serta aparat desa dan guru sekolah serta proses pendampingan

penyuluh kehutanan tersebut, Desa Talang Lindung berhasil menjadi Desa Peduli

Kehutanan dan Maira Deswita (Guru SMK) menjadi PKSM terbaik tingkat Provinsi

Jambi Wana Lestari Tahun 2013. Sebagai gambaran, Desa Talang Lindung yang

dulunya gersang dan penuh bebatuan, tetapi sekarang menjadi daerah

hijau/ ramah lingkungan dan sebagai sumber air bersih bagi Kota Sungai Penuh.

Penyuluhan

terhadap KTH dilakukan dengan berbagai cara seperti,

anjangsana dan diskusi. Efnizar dalam setiap pertemuan kelompok selalu

menyampaikan dan membagikan materi penyuluhan antara lain cara budidaya

bambu, kemiri, teknik konservasi tanah, pembuatan teras dan lain lain. Untuk

meningkatkan kapasitas pengurus kelompok tani dan anggotanya, setiap

kelompok tani hutan binaan dilengkapi dengan administrasi seperti AD/ ART,

buku tamu, notulen rapat, buku kas dan sebagainya.

Kegiatan teknis lain yang dilaksanakan oleh Efnizar antara lain :

1.

Pendampingan kelembagaan dalam pembentukan dan penetapan pengurus

kelompok tani seperti : KTH Genta Beragam Desa Kumun Mudik, KTH

(21)

2

Harapan Jaya Desa Ulu Air. Serta turut menyusun Perdes Desa Talang

Lindung No.4 tahun 2008 tentang izin penebangan kayu rakyat.

2.

Pembangunan Hutan Rakyat di Sungai Penuh.

3.

Membuat buku induk kelompok tani seperti KTH Seroja Desa Muara Jaya

(Kelompok tani Wanita).

4.

Mengevaluasi

kegiatan

pembangunan

taman

reboisasi,

gerakan

penghijauan, Hutan Rakyat, areal model bambu dan area model rotan

Kabupaten Kerinci.

5.

Menjadi tim penilai calon penerima kalpataru Provinsi Jambi Tahun 2004.

Dengan kerja keras, semangat tinggi dan ikhlas dalam bekerja sebagai

Penyuluh Kehutanan, memang tidak salah Efnizar menjadi Penyuluh Kehutanan

Teladan Wana Lestari Tingkat Propinsi Jambil Tahun 2013.

(22)

P

HUTAN KEMASYARAKATAN ( HKm)

Oleh Agus Budhi Prasetyo

Hutan Kemasyarakatan (HKm) menjadi salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan untuk menekan laju deforestasi di Indonesia dengan melibatkan masyarakat, di samping Hutan Desa dan Hutan Tanaman Rakyat. Banyak pihak memandang kebijakan ini sebagai pengakuan negara terhadap pengelolaan hutan oleh rakyat yang selama ini terabaikan, namun mampu menjaga kelestarian alam dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Bagi masyarakat, hutan tak hanya memiliki makna ekologis, tetapi juga sosial, budaya dan ekonomi.

Selain mengulas tentang kerangka kebijakan dan prosedur perizinan Hutan Kemasyarakatan (HKm), Peran hutan kemasyarakatan dalam memperkuat hak kelola rakyat dan mengurangi konflik kehutanan serta tantangan dalam pelaksanaannya. Artikel ini diharapkan mampu menjadi jendela informasi bagi masyarakat sekitar hutan untuk memperoleh hak kelolanya dan sekaligus mendorong percepatan pencapaian target pengembangan Hutan Kemasyarakatan di Indonesia.

A. KERANGKA KEBI JAKAN HUTAN KEMASYARAKATAN ( HKm)

Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan. Pemberdayaan masyarakat dilihat sebagai upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat agar mereka mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka kesejahteraan masyarakat.

HKm hanya diberlakukan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang tidak dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hasil hutan dimana kawasan tersebut menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Izin Usaha Pemanfaatan Pengelolaan HKm (IUPHKm) diberikan untuk jangka waktu 35 tahun dan diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 tahun. HKm diperuntukkan bagi masyarakat miskin yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan serta menggantungkan penghidupannya dari memanfaatkan sumberdaya hutan.

Pelaksanaan HKm dapat dipilah dalam 3 tingkatan: pertama, penetapan yang dilakukan oleh pemerintah pusat (Kementerian Kehutanan); kedua, perizinan yang dilakukan oleh pemerintah daerah (Bupati/ Walikota/ Gubernur); dan ketiga, pengelolaan di lapangan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat pemegang izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan.

(23)

Q

B. PROSEDUR PERI ZI NAN dan PENGELOLAAN HUTAN KEMASYARAKATAN ( HKm)

Untuk melaksanakan HKm ada empat tahapan perizinan yang dibutuhkan, yaitu a. Permohon IUPHKm;

b. Penetapan Area Kerja HKm;

c. Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan HKm (IUPHKm); dan

d. Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam HKm (IUPHHK­HKm).

Permohonan IUPHKm pertama kali diajukan oleh kelompok/ koperasi masyarakat dalam bentuk surat permohonan yang diajukan kepada Bupati/ Walikota untuk lokasi di dalam satu wilayah kabupaten/ kota atau kepada Gubernur untuk yang berlokasi lintas kabupaten/ kota. Di dalam surat tersebut dilampirkan proposal permohonan IUPHKm, surat keterangan kelompok dari Kepala Desa/ Lurah, dan sketsa area kerja yang dimohon (memuat letak areal beserta titik koordinatnya, batas­batas perkiraan luasan areal, d an potensi kawasan hutan).

Selanjutnya Bupati/ Walikota atau Gubernur meneruskan permohonan kelompok masyarakat tersebut kepada Menteri Kehutanan (Menhut) dengan menerbitkan surat usulan penetapan areal kerja (AK) HKm. Surat tersebut dilengkapi dengan peta digital calon AK HKm skala 1 : 50.000, deskripsi wilayah dan daftar nama anggota kelompok masyarakat pemohon yang diketahui camat dan kepala desa.

Setelah usulan Bupati/ Walikota/ Gubernur diterima Menteri Kehutanan, kemudian Kemenhut menugaskan Tim Verifikasi ke lokasi pemohon untuk melihat secara langsung kondisi calon areal HKm dan kelompok masyarakat pemohon. Tim Verifikasi terdiri dari unsur Ditjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial (BPDAS­PS), Di tjen Planologi Kehutanan (Planhut), BPDAS, Dinas Kehutanan Propinsi dan Dinas Kehutanan Kab/ Kota setempat. Hasil Tim berupa Berita Acara Hasil Verifikasi Usulan HKm yang ditandatangani oleh seluruh anggota Tim dan diketahui oleh Kepala Dishut Propinsi dan Kab/kota setempat. Verifikasi meliputi keabsahan surat Kepala Desa/ Lurah tentang keberadaan kelompok dan anggotanya, tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan, dan kesesuaian antara areal yang dimohonkan (hutan produksi dan hutan lindung) dengan luas areal yang diusulkan dan tidak dibebani hak.

Hasil verifikasi kemudian diteruskan kepada Menteri Kehutanan (Menhut) untuk mendapatkan penetapan Areal Kerja HKm. Areal kerja HKm merupakan satu kesatuan hamparan kawasan hutan yang dapat dikelola oleh kelompok atau gabungan kelompok masyarakat setempat secara lestari. Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi dengan ketentuan belum dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hasil hutan dan menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat.

(24)

R

(AK) HKm, dimana Ditjen BPDAS­PS meminta Ditjen Planologi untuk menelaah dan men yiapkan Peta AK­HKm untuk kemudian ditandatangani oleh Menh ut. Setelah Peta AK­ HKm selesai disiapkan, selanjutnya Ditjen BPDAS­PS menyampaikan draft/ konsep Surat Ketetapan (SK) Menhut tentang Penetapan AK­ HKm melalui Sekretaria t Jenderal Kemenhut.

Setelah mendapatkan penetapan areal kerja HKm, langkah berikutnya adalah Bupati segera memproses dan mengeluarkan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) bagi kelompok, yaitu izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan sumber daya hutan pada kawasan hutan lindung dan/ atau kawasan hutan produksi. IUPHKm pada HUTAN LINDUNG meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Sedangkan pada HUTAN PRODUKSI meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan, penanaman tanaman hutan berkayu, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, pemungutan hasil hutan kayu, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.

IUPHKM bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan. IUPHKm dilarang dipindahtangankan, diagunkan, atau digunakan untuk untuk kepentingan lain di luar rencana pengelolaan yang telah disahkan, serta dilarang merubah status dan fungsi kawasan hutan. Jika ketentuan ini dilanggar maka akan dikenai sanksi pencabutan izin.

IUPHKm diberikan untuk jangka waktu 35 tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 tahun. Permohonan perpanjangan IUPHKm diajukan kepada Gubernur atau Bupati/ Walikota paling lambat 3 (tiga) tahun sebelum izin berakhir. IUPHKM dapat dihapus bila jangka waktu izin telah berakhir; izin dicabut oleh pemberi izin sebagai sanksi yang dikenakan kepada pemegang izin; izin diserahkan kembali oleh pemegang izin dengan pernyataan tertulis kepada pemberi izin sebelum jangka waktu izin berakhir; dalam jangka waktu izin yang diberikan, pemegang izin tidak memenuhi kewajiban sesuai ketentuan; dan secara ekologis, kondisi hutan semakin rusak.

Hutan Kemasyarakatan diselenggarakan dengan berpedoman kepada tiga asas, yaitu: a. manfaat dan lestari secara ekologi, ekonomi, sosial dan budaya,

b. musyawarah mufakat, dan c. keadilan.

Selain itu, penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan juga berpedoman kepada prinsip­prinsip berikut:

a. tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan,

b. pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dilakukan dari kegiatan penanaman, c. mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya, d. menumbuhkembangkan keanekaragaman komoditas dan jasa,

(25)

S

e. meningkatkan kesejahtaraan masyarakat yang berkelanjutan, f. memerankan masyarakat sebagai pelaku utama,

g. adanya kepastian hukum,

h. transparansi dan akuntabilitas publik, i. partisipatif dalam pengambilan keputusan.

Pemegang IUPHKm dapat mengajukan permohonan memperoleh Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Kemasyarakatan (IUPHHK­HKm).Permohonan IUPHHK­ HKm diajukan oleh pemegang IUPHKm yang telah berbentuk koperasi kepada Menteri. IUPHHK­HKm hanya dapat dilakukan areal kerja yang berada di kawasan hutan produksi dan diberikan untuk kegiatan pemanfaatan hasil hutan tanaman berkayu yang merupakan hasil penanamannya.

C. HUTAN KEMASYARAKATAN: HAK KELOLA RAKYAT dan PENYELESAI AN KONFLI K

Saat ini terdapat lebih 50 juta penduduk miskin Indonesia yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan yang menggantungkan penghidupannya akan sumberdaya hutan. Karenanya, kebijakan HKm selain bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat juga untuk mengatasi masalah kemiskinan dengan membuka akses dan ruang kawasan hutan bagi masyarakat.

Dengan keberadaan Hutan Kemasyarakatan, ada beberapa manfaat yang diperoleh bagi masyarakat, pemerintah dan terhadap fungsi hutan yaitu:

1. Bagi Masyarakat, HKm dapat :

(a) memberikan kepastian akses untuk turut mengelola kawasan hutan, (b) menjadi sumber mata pencarian,

(c) ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk rumah tangga dan pertanian terjaga, dan

(d) hubungan yang baik antara pemerintah dan pihak terkait lainnya.

2. Bagi pemerintah, HKm dapat :

(a) sumbangan tidak langsung oleh masyarakat melalui rehabilitasi yang dilakukan secara swadaya dan swadana, dan

(b) kegiatan HKm berdampak kepada pengamanan hutan.

3. Bagi fungsi hutan dan restorasi habitat, HKm dapat : (a) mendorong terbentuknya keanekaragaman tanaman,

(b) terjaganya fungsi ekologis dan hidrologis, melalui pola tanam campuran dan teknis konservasi lahan yang diterapkan, dan

(26)

T

Selain itu, HKm diharapkan mampu mengubah paradigma pengelolaan hutan yang sentralistik, yang telah menimbulkan deforestasi, marginalisasi hak­hak masyarakat, keterpinggiran budaya dan kemiskinan. Melalui HKm diharapkan perencanaan dan penetapan kawasan hutan dapat dilakukan dari bawah yaitu berdasarkan fakta lapangan yang memperhatikan keberadaan masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan.

Keberadaan HKm diharapkan mampu menyelesaikan konflik­konflik kehutanan dengan memberikan akses dan hak mengelola terkait klaim masyarakat dalam penguasaan kawasan hutan. Dalam konteks tersebut, HKm diharapkan dapat menjamin keberlanjutan dan transformasi ekonomi dan budaya masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan yang membutuhkan pengakuan dan kepastian tenurial.

D. TANTANGAN

Target HKm oleh Kemenhut hingga 2014 adalah 2 juta ha. Namun hingga akhir 2011 Kemenhut baru mendapatkan pengusulan dari Kabupaten/ Kota seluas kurang lebih 700 ribu ha (35%) dan sudah diverifikasi seluas 571.000 ha (28,6%). Dari jumlah tersebut, yang sudah ditetapkan areal kerjanya seluas 177.484 (8,9%) ha dan sudah mendapatkan izin usaha pemanfaatan HKm seluas 46.435 ha (2,3%).

Belum tercapainya target tersebut, disebabkan oleh beberapa tantangan berikut:

1. Proses penetapan Areal Kerja HKm dan IUPHKm lebih lama dari waktu yang ditentukan. Menurut aturan, proses penetapan Areal Kerja HKm oleh Menteri Kehutanan selambat­lambatnya 60 hari kerja setelah adanya usulan dari Bupati/ Walikota/ Gubernur. Sesudahnya, penetapan IUPHKm selambat­lambatnya 40 hari kerja setelah adanya penetapan Areal Kerja HKm. Kenyataannya tidak ada satupun penetapan Areal Kerja HKm dan penetapan IUPHKm sesuai dengan aturan tersebut dan tidak ada sanksi atas keterlambatan proses tersebut. Keterlambatan tersebut salah satunya disebabkan oleh tidak ada sinergi antar direktorat di Kemenhut untuk mendorong penyederhanaan proses perizinan HKm. Misal, antara Dirjen BPDAS­PS, BUK dan Badan Planologi, khususnya eselon tiga ke bawah yang belum memiliki kesepahaman yang sama dalam penetapan Areal Kerja HKm.

2. Proses pemetaan yang sentralistik. Untuk memperoleh IUPHKm diperlukan peta calon lokasi HKm. Namun menurut Badan Planologi, banyak peta calon lokasi HKm yang telah dibuat tidak sesuai dengan standar perpetaan Kemenhut. Saat ini ada proses verifikasi peta yang dilakukan oleh BPDAS dan BPKH. Dalam hal ini ada pengakuan sentralistik dalam perpetaan dan ditambah lagi persoalan kebiasaan fasilitasi peta

(27)

U

untuk perusahaan yang memberi benefit, sebaliknya untuk lokasi HKm tidak.

3. Peraturan tentang HKm yang tidak sinkron. Dalam P.37/ 2007 disebutkan bahwa pene­ tapan HKm hanya dapat dilakukan pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung saja. Sementara pada PP 6/ 2007 disebutkan bahwa selain hutan produksi dan hutan lindung, HKm juga dapat ditetapkan pada kawasan Konservasi (kecuali Cagar Alam dan Zona Inti Taman Nasional). Salah satu contohnya, tidak adanya sinkronisasi peraturan tersebut menjadi kendala dalam penetapan HKm di kawasan Tahura Sumber Agung dan Talang Mulya di Lampung.

4. HKm adalah kebijakan pemberian hak kelola hutan kepada kelompok yang sebenarnya tidak berbasis budaya masyarakat. HKm adalah pola­p ola yang dikompilasi dari kelompok­kelompok dengan berbasis pada manajemen mo dern. Model­model pengelolaan secara kelompok ini tidak dikenal oleh masyarakat dalam sejarahnya pengelolaan hutannya.

5. Di dalam proses pengakuan dan perizinan HKm terdapat ketidakkonsistenan pemerintah. Di dalam pasal 12 ayat 3 Permenhut P.37/ 2007 disebutkan bahwa fasilitasi pengembangan kelompok, pengajuan permohonan izin, penyusunan rencana kerja, hingga pemberdayaan dan pasar bagi HKm wajib dilakukan oleh pemerintah kabupaten/ kota yang dibantu pemerintah provinsi. Namun kenyataan di lapangan, beberapa fasilitasi HKm dilakukan oleh LSM dengan bantuan donor, dan belum ada yang dilakukan oleh pemerintah. Dan tak jarang dalam pengajuan penetapan Areal Kerja HKm maupun IUPHKm dari tingkat masyarakat justru terbentur pada pemerintah provinsi.

6. Terkait pembiayaan, setelah IUPHKm diperoleh, kelompok masih memiliki kewajiban yang harus dilakukan, seperti tata batas, rencana umum dan rencana operasional, pengamanan areal, penataan tata usaha pemanfaatan hasil hutan, dan laporan kerja pemanfa­ atan hasil hutan kepada pemberi izin. Sert a adanya rencana pemanfaatan kayu pada kawasan Hutan Produksi jika masyarakat ingin memanfaatkannya. Seluruh kewajiban tersebut tentunya membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit bagi kelompok.

7. Tingginya persyaratan yang harus dipenuhi dalam menyusun Rencana Umum (RU) dan Rencana Operasional (RO) menjadi kendala bagi kelompok setelah mendapatkan

(28)

IUPHKM. Selain itu, ketiadaan fasilitasi dari pemerintah untuk peningkatan kapasitas dalam penyusunan RO dan RU tersebut, menjadikan kelompok tidak dapat menjalankan izin yang telah diperolehnya. Padahal, pemerintah berkewajiban dalam meningkatkan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat. Kenyataanya, berdasarkan pembelajaran dari beberapa kelompok HKm yang sudah berjalan, percepatan penyusunan RU dan RO tak lepas dari fasilitasi oleh LSM.

8. Kebijakan administrasi wilayah hutan; hingga saat inibelum ada kejelasan batasan hak masyarakat untuk mengelola areal Hutan Produksi. Kesalahan pemetaan Hutan Produksi pada zaman orde baru masih menjadi acuan dalam pencadangan Areal Kerja HKm. Sehingga konflik legalitas lahan belum terselesaikan. Banyaknya kepemilikan tanah masyarakat yang sejak lama telah berada di kawasan Hutan Produksi belum tertuntaskan dengan baik. Oleh karena itu, masih diperlukan kerjasama dengan pihak pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional dalam menyelesaian persoalan ini.

9. Hingga saat ini, belum ada satupun kelompok HKm yang mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Kayu HKm (IUPHHK­HKm) untuk Areal Kerja HKm di Hutan Produksi, seperti yang dialami oleh Kelompok HKm di Yogyakarta dan Buleleng. Beberapa hal yang menjadi kendala proses perizinan tersebut, diantaranya:

a. Belum adanya koordinasi antar direktorat di Kementerian Kehutanan dalam penyelesaian masalah ini. Program HKm menjadi domain Direktorat BPDAS­PS, tetapi yang mengeluarkan IUPHHK menjadi domain Direktorat Bina Usaha Kehutanan (BUK).

b. Hal ini membuat kebingungan bagi koperasi HKm yang akan mengajukan I UPHHK. Setelah semua persyaratan telah dilengkapi, ke direktorat mana proses pengajuan ini ditujukan?

c. Kebingungan tersebut berimplikasi menghambat proses di tingkat tapak. Sebagai contoh, untuk tindakan penjarangan tanaman. Secara teknis silvikultur, penjarangan merupakan tindakan pemeliharaan yang sesungguhnya tidak memerlukan IUPHHK. Namun secara administrasi dan tata niaga kayu, penjarangan juga tindakan pemanfaatan sehingga ketika akan dilakukan diperlukan IUHHK­ HKm.

d. Dampak berikutnya, masyarakat anggota kelompok HKm maupun LSM melihat pemerintah belum serius dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat.

(29)

PROFIL DAN KEGIATAN PENYULUH KEHUTANAN “Man

MEMBANGU

Profil Penyu

Ole

Penyuluh Kehutanan PNS jawab, wewenang dan hak melaksanakan, melakukan kegia perundang-undangan. Mantje J Keputusan walikota Tomohon pelaksana penyuluhan pertanian Tahun 2011 Tanggal 5 Septem melakukan kegiatan persiapan, pelaporan penyuluhan kehutanan lain: a). PNS dan memiliki mas secara terus menerus sekura memberdayakan masyarakat pad konservasi sumberdaya alam.

Tak salah bila Mantje J S tingkat nasional, pada lomba “W panggilannya) telah mau dan mempunyai luas 3.117 hektar, y Kecamatan di Kota Tomohon ya Kecamatan Tomohon Selatan m 6.207 dan matapencaharian utam

Pada tahun 1950 Kecam berbatasan dengan kawasan hu Kondisi masyarakat yang masih mendapat pendidikan kesetaraa tindih lahan, Pemanfaatan lahan Air, karena masih keterbatasan disebabkan masyarakat dalam be

antje J Sumolang”

UN KEMANDI RI AN MASYARAKAT

nyuluh Kehutanan “Mantje J Sumolang”

Oleh : Murtado, S.Hut., MP.

NS adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi k secara penuh oleh pejabat yang be kegiatan penyuluhan kehutanan sesuai de J Sumolang bertugas di Kota Tomohon be n Nomor : 821:/ BKD/ SK/ 1/07.Keputusan ian perikanan dan kehutanan Kota Tomo tember 2011. Tugas Pokok Penyuluh Ke , pelaksanaan, pengembangan, pemantau an. Persyaratan Khusus Penyuluh Kehutana asa tugas sebagai pejabat fungsional pen kurang-kurangnya selama 5 tahun; b). ada wilayah binaannya dalam kegiatan reha

Sumolang disebut sebagai Penyuluh Kehu “Wana Lestari” Tahun 2013. Sosok seoran an mampu manggali potensi wilayah b r, yang terdiri 12 desa dalam satu Kecama yang berjarak sekitar 30 Km dari Kota mempunyai jumlah penduduk 21.297 jiwa ama masyarakatnya adalah petani 5.695 KK. camatan Tomohon Selatan merupakan Ke hutan yang memerlukan perhatian khusus

ih berpendidikan rendah masih cukup tingg aan. Aktivitas illegal logging, perambahan an yang tidak memperhatikan teknik Konse an pengetahuan dan perekonomian masih bertani belum melaksanakan diversifikasi u

AT

ri tugas, tanggung berwenang untuk dengan peraturan berdasarkan Surat an kepala badan mohon Nomor: 38 Kehutanan adalah auan, evaluasi dan nan Teladan antara enyuluh kehutanan

). Telah berhasil habilitasi lahan dan

hutanan terbaik III ang Mantje (begitu binaannya, yang matan. Salah satu ta Manado adalah iwa atau jumlah KK

KK.

Kecamatan yang s dari Pemerintah. inggi. Saat ini telah n hutan, tumpang servasi Tanah dan sih rendah, hal ini i usaha tani.

(30)

PROFIL DAN KEGIATAN PENYULUH KEHUTANAN “Man Kecamatan Tomohon Selatan ba sumber daya alam, kawasan ko Tumimperas, Kawasan pemand berapi, kawasan Danau Linow Tampusu yang berada di punc terdapat berbagai permasalahan dengan kaidah konservasi tanah Usaha Kehutanan ( AUK ). Hal musim kemarau sulit air bersih, p

Dengan dedikasi yang tinggi, M ada. Mantje mulai menggali dan kembali semangat anggota kelom pengembangan kelompok tani formal, Mantje juga mengaktifka Melihat dari dekat Mantje ad (WKPK)nya. Berdasarkan hasil ditetapkan sebagai anggota For Pemberdayaan Masyarakat (LPM mempunyai peran strategis dala WKPKnya Mantje, menggerakka pembangunan kehutanan.

Bukti keberhasilan yang diperole untuk menularkan ilmu dan meng dan lingkungannya. Oleh karen merupakan alternatif yang tepa dalam pemberdayaan masyaraka

antje J Sumolang”

banyak memiliki potensi alam yang cukup b konservasi dan obyek wisata alam antara andian air panas yang merupakan sisa dari

w yang airnya terkadang berubah warna, ncak gunung. Namun dibalik potensi yang an yang ada antara lain: pengelolaan lahan ya

ah dan air, dan belum maksimalnya penge al ini tentunya banyak menimbulkan masala

, produktivitas lahan dan pendapatan petani

Mantje mulai mempelajari potensi dan per an memotivasi masyarakat sekitarnya yaitu lompok tani hutan dengan memfasilitasi p i hutan, lembaga kepemudaan, lembaga ktifkan kegiatan sosial lain yang ada di w

adalah motivator di Wilayah Kerja Penyu sil musyawarah pihak terkait dan mas Forum MAPALUS Kamtibmas dan anggota PM). Mantje juga masih memegang bebera alam pembangunan di Kecamatannya. Seba akkan Kemandirian masyarakat lewat b

roleh Mantje J Sumolang, merupakan con engajak anggota masyarakat lainnya dalam p

rena itu pengembangan dan pemberdaya pat untuk mengatasi permasalahan penyu kat.

p besar, banyaknya ara lain; Air terjun ari letusan gunung a, kawasan danau yang besar tersebut n yang tidak sesuai gembangan Aneka alah, dimana pada ani menurun. permasalahan yang itu membangkitkan i pembentukan dan ga pendidikan non i wilayah kerjanya. nyuluh Kehutanan asyarakat, Mantje ta forum Lembaga erapa jabatan yang ebagai motivator di beberapa sektor

ontoh yang efektif pelestarian hutan ayaan masyarakat, yuluhan kehutanan

(31)

PROFIL DAN KEGIATAN PENYULUH KEHUTANAN “Man Pentingnya keberadaan Kelom

Kelompok Tani Hutan (KTH) a Indonesia beserta keluarganya ya luar kawasan hutan yang meliput lingkungan, baik di hulu maupun Pengertian dan ciri kelompok t dilapangan didalam menggerakka Fungsi Kelompok Tani Hutan Me kelompok tani merupakan wada pengetahuan, keterampilan da kerjasama artinya kelompok t diantara sesama petani dalam ke lain. Melalui kerjasama ini dihara menghadapi ancaman, tantangan Kelompok tani menurut Mant dilaksanakan oleh masing-masing sebagai satu kesatuan usaha ya baik dipandang dari segi kuantita

Mantje J Sumolang, sebagai fas lainnya selalu menganjurkan d rencana kegiatan, pertemuan ditulis/ dicatat untuk nantinya bis satu kelompok tani hutan yang d dan pelaksanaan kegiatan pen anggota kelompok ke lembaga mengakses informasi, pasar, m memfasilitasi dan mensosialisa pelestarian hutan dan lingkungan pengurus kelompok dan anggota Tomohon Selatan semakin berke

antje J Sumolang”

lompok Tani Hutan ( KTH) .

adalah kumpulan petani atau peroranga yang mengelola usaha di bidang kehutanan liputi usaha hasil hutan kayu, hasil hutan buka

un di hilir.

k tani Mantje selalu dipelajari, dihayati d akkan kelompok tani hutan dan kelompok Menurut Mantje memiliki fungsi sebagai ke dah belajar mengajar bagi anggotanya gun dan sikap (PKS). Kelompok tani juga s k tani merupakan tempat untuk mempe

kelompok tani dan antar kelompok tani ser arapkan usaha taninya akan lebih efisien se

an, hambatan dan gangguan.

ntje merupakan Unit Produksi yaitu u ing anggota kelompok, secara keseluruhan yang dapat dikembangkan untuk mencapa itas, kualitas maupun kontinuitas.

fasilitator pada kelompok tani hutan dan ke dan mengajarkan TERTIB ADMINI STRAS

n kelompok dan hasil-hasil kegiatan ke bisa dimonitoring dan dievaluasi. Buktinya t g dibina menjadi juara 1 dalam lomba pena enghijauan. Mantje J Sumolang juga sela

ga terkait (UPT Kementerian Kehutanan modal, dan teknologi. Sebagai fasilita lisasikan tentang Rehabilitasi Hutan dan

an. Berkat fasilitasi dan ketekunan Mantje J otanya dilapangan kegiatan-kegiatan yang a

kembang.

gan warga negara an di dalam dan di ukan kayu dan jasa

i dan dilaksanakan ok binaan lainnya. kelas belajar yaitu una meningkatkan sebagai wahana perkuat kerjasama serta dengan pihak serta lebih mampu

usaha tani yang n harus dipandang pai skala ekonomi,

n kelompok binaan ASI, artinya setiap kelompok selalu ya tahun 2012 salah nataan administrasi elalu memfasilitasi an) dalam rangka ilitator Mantje juga an Lahan (RHL), e J Sumolang, para ada di Kecamatan

(32)

PROFIL DAN KEGIATAN PENYULUH KEHUTANAN “Man Buah kerja keras Mantje J Sumo Selatan, sekarang telah dapat d lain, penggunaan lahan yang kur penghasilan yang banyak bagi tanaman kayu-kayuan, persemaia air nira, pembuatan demplot ta sutra, budidaya lebah madu, ke Kecamatan Tomohon Selatan ya sekarang telah dirasakan oleh m secara optimal sehingga men meningkat pendapatannya.

Pembangunan kehutanan, khusu yang dimotori oleh Mantje J Su hutan rakyat semula 100 hekta menjadi inspirasi bagi Kecamat Selatan yang telah berhasil masyarakat.

Perjalanan Mantje tidak berhent hutan dan koordinasi dengan binaannya terus dilakukan. Di de kawasan hutan negara atau di obyek wisata alamnya. Pak Man telah merencanakan kawasan hu wisata alam yang ramah lingku kawasan ini tidak ada penebang Pak Mantje menggali dari jasa bawah tegakan.

antje J Sumolang”

molang dan seluruh warga masyarakat Keca t dinikmati bersama. Bentuk keberhasilan kurang optimal sekarang telah hijau dan tela

gi warganya. Kegiatan usaha pembuatan aian bibit aren, budidaya tanaman aren, te tanaman jabon, cempaka, mahoni, nyato kerajinan sapu ijuk, sapu lidi, tali ijuk, kera yang dulunya belum ada penganekaraga masyarakat serta lahan bawah tegakan tela

enjadi Kecamatan yang berkualitas ling

ususnya hutan rakyat, dan Aneka Usaha Ke Sumolang mengalami perkembangan yang ktar sekarang telah menjadi 500 hektar. H

atan tetangganya untuk mencontoh Keca il membangun sektor kehutanan melalu

nti sampai disini, tetapi pembinaan kepada n pemerintah kabupaten, kecamatan dan Di desa-desa yang berbatasan dengan kawas i wilayah hutan rakyat juga digali potensi antje juga melakukan identifikasi dengan p hutan di kecamatan Tomohon Selatan ini gkungan. Perlu diketahui bahwa wilayah

ngan, sebab menjadi daerah resapan air. Ka a lingkungan berupa wisata alam dan pem

camatan Tomohon n tersebut antara elah mendatangkan n persemaian bibit tehnik penyadapan toh, budidaya ulat kerajinan bambu dll. gaman usaha tani telah dimanfaatkan lingkungannya dan

Kehutanan / AUK ng pesat. Kegiatan Hal tersebut juga camatan Tomohon lui pemberdayaan

ada Kelompok Tani n desa di wilayah asan hutan baik di si alamnya berupa pihak lainnya dan i sebagai kawasan h hutan negara di ir. Karena hal inilah pemanfaatan lahan

Gambar

Gambar Lukas Dedi, Ketua Kelompok Tani (kiri)
Gambar 2. Semut-semut  menempati  botol  bekas  sebagai  sarang  (kiri) dan  aktifitas semut mencari makan di malam hari (kanan)

Referensi

Dokumen terkait

Upaya menumbuhkan kesadaran muslim untuk membayar zakat sangat penting dan perlu ditempuh melalui berbagai cara diantaranya: memberikan pemahaman, membuat terobosan

Sebaliknya, hasil penelitian ini menemukan bahwa LNEGDefTax berpengaruh positif signifikan terhadap variabilitas RATING artinya tolak H 1B yang menyatakan bahwa

Hubungan seksual antara seorang pria dan seorang wanita yang tidak menikah, atau antara orang- orang dengan sesama jenis, melanggar salah satu hukum terpenting dari Bapa kita di

Sedangkan informan biasa dalam penelitian ini adalah orang- orang yang terlibat langsung dalam pelaksanaan tabut yakni masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga

7) Linen yang sangat basah oleh darah atau produk darah lainnya, linen tersebut harus dimasukkan kedalam kantong kuning dobel, di ikat kuat dan dibuang. 8) Jika kantung pada

Berdasarkan kajian pustaka yang telah dilakukan oleh penulis untuk menyusun artikel yang berjudul pengembangan perangkat pembelajaran matematika dengan pendekatan

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya, Penulis dapat diberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “KAJIAN TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN