• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Protein Daun Yakon dan Spirulina platensis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Protein Daun Yakon dan Spirulina platensis"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

58

4. PEMBAHASAN

4.1. Isolasi Protein Daun Yakon dan Spirulina platensis

Bahan yang digunakan dalam isolasi proteinpada penelitian ini adalah Daun yakon danSpirulina platensis. Menurut teori Djamilet al (2014), ekstrak dari daun yakon dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan cara menurunkan produksi glukosa di hati, meningkatkan konsentrasi plasma insulin serta memiliki aktivitas inhibitor glikogenolisis dan glukoneogenesis. Daun yakon yang digunakan sebagai bahan isolasi protein ini adalah daun yakon kering. Pengeringan dilakukan menggunakan metode Solar Tunnel Dryer (STD). Metode ini dipilih karena biaya relatif lebih terjangkau, waktu lebih singkat, serta bahan yang dikeringkan dapat terlindung dari cemeran kotoran dan serangga karena terdapat penutup. Pada waktu siang hari suhu STD berkisar 60ºC dan dapat membunuh serangga yang terbawa di area pengeringan. Pengeringan menggunakan STD dapat mencapai suhu 80ºC dengan cara menghentikan sementara aliran udara, sehingga suhu di dalam STD akan mengalami peningkatan (Damadi & Ananingsih, 2008).Pada penelitian ini daun yakon segar yang digunakan sebanyak 10 kg, setelah dilakukan pengeringan menghasilkan total daun yakon kering sebanyak 1,037 kg. Pengeringan daun yakon ini menyebabkan penyusutan hingga 89,63%.Selain daun yakon, dalam penelitian isolasi protein ini juga digunakan Spirulina platensis yang dikenal kaya akan protein dan komponen penting lainnya.

Pada kedua bahan ini dilakukan isolasi protein untuk didapatkan isolat protein. Metode yang digunakan untuk isolasi protein daun yakon dan Spirulina platensisadalah metode salting out karena metode ini tergolong metode yang cukup murah.Kedua bahan ini menggunakan metode yang sama yaitu salting outkarena kedua bahan tersebut merupakan tumbuhan. Daun yakon merupakan tumbuhan famili asteraceaedan Spirulina platensis merupakan alga yang mirip dengan tumbuhankarenadapat melakukan proses fotosintesis. Keduanya merupakan organisme yang memiliki sel.

(2)

Sel tersusun atas inti sel, ribosom, dan bahan-bahan penyusun lain yang dilindungi oleh dinding sel. Protein banyak terkandung didalam dinding sel, sehingga perlu dilakukan pemecahan dinding sel (Albenne et al, 2014). Pada proses isolasi protein, langkah awal yang dilakukan adalah penimbangan daun yakon kering dan biomassa Spirulina platensiskering. Setelah penimbangan bahan kering, bahan ditambahkan dengan pelarut aquabidest. Pada penelitian isolasi protein ini digunakan pelarut berupa aquabidest (DDH2O) karena aquabidest lebih murni dari pada aquadest. Aquabidest diproduksi menggunakan proses destilasi sebanyak dua kali untuk menghilangkan pengotor seperti metal berat, garam, dan bahan-bahan organik lainnya. Karena kemurniannya,aquabidest sering digunakan sebagai pelarut pada bidang industri, farmasi bahan kimia, hingga keperluan proses penelitian di skala Laboratorium (MedicalCorner25, n.d).

Tahap selanjutnya adalah proses ekstraksi. Pada tahapan ini, dilakukan pemecahan dinding sel terlebih dahulukarena jika tidak diekstrak dengan baik, hasil yang didapatkan pada hasil akhir analisis menjadi kurang murni (Maqueda et al, 2013). Alat yang digunakan pada proses pemecahan dinding sel adalah alat sonikasi yaitu Hielscherultrasonic homogenizer UP100H (Vilkhu et al, 2011). Proses sonikasi dilakukan selama 15 menit pada cycle 1 menggunakan amplitide 60%. Pengaturan cycle ini berfungsi mengatur ritme tekanan gelombang yang dikeluarkan. Pengaturan amplitude berfungsi menentukan seberapa besar intensitas ultrasonik yang ingin diberikan pada sampel yang di ekstrak (Capelo-Martinez, 2008) dalam (Winarjati,2016). Secara umum, amplitude 60% selama 10 – 15 menit banyak digunakan untuk proses ekstraksi protein. Pada amplitude yang lebih rendah, akan didapatkan konsentrasi protein yang lebih rendah, sedangkan pada

amplitude yang lebih tinggi akan menghasilkan panas yang dapat mengdegradasi protein (Chen et al, 2016). Pada saat proses sonikasi dilakukan, sampel dikondisikan berada pada suhu rendah.

Tahap selanjutnya dilakukan proses pemisahan berdasarkan berat molekulnyauntuk memisahkan filtrat dari supernatan.Setelah didapat supernatan yang cukup bersih, dilakukan penimbangan untuk menentukan penambahan

(3)

garam/ammonium sulfat untuk proses presipitasi. Ammonium sulfat yang ditambahkan sebanyak 45% dari beratsupernatan total padabeaker glass (untuk daun yakon) dan sebanyak 50% dari berat supernatan total padabeaker glass (untuk Spirulina) (Cuellar-Bermudez et al, 2014) dalam (Winarjati, 2016). Penambahan garam dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer. Pada saat garam ditambahkan terus-menerus, konsentrasi garam yangmeningkat akan mengikat air lebih kuat daripada daya ikat air dengan protein. Hal ini menyebabkan tidak adalagi air yang dapat diikat oleh protein. Kondisi tersebut akanmembuat protein saling berikatan antar molekulnya sehingga protein terendapkan (Rahayu, 2012) dalam (Winarjati, 2016) . Proses ini dilakukan dengan mengkondisikan sampel pada suhu rendah dengan penambahan es batu disekitar bekker glass. Setelah larutanberubah warna dan timbul serabut-serabut putih, larutan tersebut dipindahkan ke dalam tabung-tabung eppendorf berukuran 2 ml dan dilakukansentrifugasi dingin dengan alat refrigerated centrifuge pada kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit (Rahayu, 2012) dalam (Winarjati, 2016). Endapan yang merupakan isolat protein kemudian dipisahkan dari supernatan dan disimpan didalam freezeruntuk analisa lebih lanjut.

Dari hasil isolasi protein biomassa kering Spirulina platensis sebanyak 1 gram, didapatkan isolat protein sebanyak 0,870 ± 0,046 gram dengan persentase isolat yang didapat sebesar 86,67 ± 4,601%. Hasil ini melebihi teori dari Cristwardana (2013) yang mengatakan bahwa kandungan protein dari Spirulina platensis sekitar 55-70%. Hal ini dapat terjadi karena salah satu faktor kelemahan dari metode salting outadalah masih terdapat pengotor berupa ammonium sulfat yang tidak dapat hilang 100%. Pada hasil isolasi protein daun yakon kering didapatkan isolat protein sebesar 0,084 ± 0,003 gram denganpersentase isolat 10,542 ± 0,315%. Hal ini tidak sesuai menurut Lachman et al (2003) yang mengungkapkan bahwa kandungan protein pada daun kering sebanyak 17,12%. Hal ini dapat disebabkan pada saat proses pengambilan isolat protein pada tabung appendorf tidak maksimal sehingga masih terdapat isolat protein yang tertinggal pada tabung appendorf.

(4)

4.2. Proksimat Sorbet

Pada penelitian ini terdapat 3 formulasi terpilih sorbet buah naga merah(lihat pada Tabel 2) yaitu sorbet buah naga merah (SN), sorbet buah naga merah campuran isolat protein 1 (SNC1) dan sorbet buah naga merah campuran isolat protein 2 (SNC2). Pada sorbet buah naga merah (SN) sebagai kontrol (100% buah naga) tidak dilakukan penambahan isolat protein dari daun yakon dan Spirulina platensis. Pada pembuatan sorbet buah naga merah campuran isolat protein 1 (SNC1), campuran isolat protein yang ditambahkan untuk daun yakon sebesar 50 mg/kg BB (0,429 gram) dan Spirulina platensissebesar 25 mg/kg BB (0,215 gram). Pada pembuatan sorbet buah naga merah campuran isolat protein 2 (SNC2), campuran isolat protein yang ditambahkan untuk daun yakon sebesar 25 mg/kg BB (0,215 gram) dan Spirulina platensissebesar 50 mg/kg BB (0,429 gram).

Kadar air dalam suatu produk pangan (yang diketahui sebagai kadar air dalam persen) dapat mempengaruhi penampilan, tekstur, dan rasa makanan (Makawy & El-sayd, 2010). Berdasarkan Tabel 4. Dapat dilihat bahwa kadar air sorbet buah naga (SN) sebesar 89,625±1,089%, sorbet buah naga campuran 1 (SNC1) sebesar 89,863±0,523% dan sorbet buah naga campuran 2 (SNC2) sebesar 89,240±0,450%. Dari hasil uji anova dapat dilihat bahwa kadar air antara ketiga sorbet tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata.Hal ini tidak sesuai dengan teori Taiwan Food Industry Development and Research AuthoritiesReport Code 85-2537 dalam Felipe (2007), bahwa kadar air buah naga merah mencapai 82,5-83/100 gram bahan. Hasil analisis kadar air pada ketigasorbet tersebut lebih tinggi karena adanya penambahan air sebanyak 50 ml pada pembuatan sorbetsehingga mempengaruhi hasil analisis kadar air menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan buah naga saja.

Kadar abu merupakan bahan sisa pembakaran dari bahan organik yang disebut juga mineral. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa terdapat adanya perbedaan nyata yang signifikan antara ketiga jenis sorbet tersebut. Kadar abu pada sorbetbuah naga (SN) sebesar 0,253±0,133%, sorbet buah naga campuran 1(SNC1) sebesar

(5)

0,421±0,109%, dan sorbet buah naga campuran 2(SNC2) sebesar 0,380±0,080%. Kadar abu tertinggi terdapat pada sorbetcampuran 1 (SNC1) dansorbetcampuran 2 (SNC2). Hal ini dikarenakan menurut Taiwan Food Industry Develop & Research Authoritis (2005) buah naga mengandung beberapa mineral seperti kalsium, fosfor dan besi. Kandungan mineral tersebut kemungkinan besar masih tersisa setelah proses pengabuan sehingga kadar abu pada sorbet juga tinggi. Selain itu pada saat proksimat analisis proksimat pada tiap batch menggunakan sampel sorbet buah naga dengan bahan baku yang tingkat kematangannya yang berbeda.

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa tidak terdapat adanya perbedaan nyata yang signifikan pada kadar lemak antar ketiga sorbet buah naga. Kadar lemak pada sorbet buah naga (SN) sebesar 0,105±0,066%, sorbet buah naga campuran 1(SNC1) sebesar 0,071±0,022% dan sorbetbuah naga campuran 2 (SNC2) sebesar 0,066±0,015%. Hal ini menurut teori dari Taiwan Food Industry Develop & Research Authoritis (2005)menyatakan bahwa buah naga merah mengandung lemak sebesar 0,21 – 0,61gram/100 gram bahan. Kadar lemak yang lebih rendah pada sorbet buah naga jika dibandingkan dengan buah naga saja dapat disebabkan oleh kandungan sorbet yang sebagian besar adalah air.

Kadar protein merupakan hal yang terpenting dalam penelitian ini.Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa menurut berbagai penelitian protein berperan penting dalam kerja insulin. Pada Tabel 4 dapat dilihatbahwa antara kadar protein pada ketiga sorbet terdapat adanya perbedaan nyata yang signifikan.Kadar protein pada sorbet buah naga (SN) sebesar 0,413±0,070%, sorbetbuah naga campuran 1 (SNC1)sebesar 0,908±0,168% dan sorbetbuah naga campuran 2 (SNC2)sebesar 1,045±0,288%.Menurut Taiwan Food Industry Develop & Research Authoritis (2005) kandungan protein pada buah naga merah adalah 0,159 – 0,229 gram/100 gram.

Pada sorbet buah nagayang diberi campuran isolate protein dapat terlihat bahwa sorbet buah naga campuran 2 (SNC2) memiliki kadar protein tertinggi. Hal ini dikarenakan pada sorbet buah naga campuran 2 (SNC2) jumlah isolat protein

(6)

Spirulina platensisyang ditambahkan lebih besar dibandingkan dengan jumlah isolat daun yakon yang ditambahkan. Hal ini disebabkan karena menurut Christwardana (2013)kadar protein Spirulina platensislebih tinggi yaitu berkisar 55-70% jika dibandingkan dengan proteindaun yakon sebesar 17,12% (Lachman et al, 2003).

Pada Tabel 4dapat dilihat bahwa kadar karbohidrat pada ketiga sorbet buah nagatidak menunjukkan adanya perbedaan nyata yang signifikan. Hal ini dapat terlihat dari kadar karbohidrat sorbetbuah naga (SN) sebesar 9,606±1,055%, sorbet buah naga campuran 1 (SNC1) sebesar8,736±0,439%, dan sorbet buah naga campuran 2(SNC2) sebesar 9,229±0,301%.Kadar karbohidrat yang tinggi dapat disebabkan karena tingginya karbohidrat dari buah naga. Metode pengukuran karbohidrat yang digunakan dalam penelitian ini adalah carbohydrate by difference. Metode pengukuran ini mengukur total karbohidrat secara keseluruhan meliputi pati, serat dan lain-lain. Seperti yang telah diketahui dari Taiwan Food Industry Develop & Research Authoritis (2005) bahwa kadar serat pada buah naga tinggi yaitu sebesar 0,7-0,9 gram/100 gram. Berdasarkan tingginya kadar serat maka dapat disimpulkan pula bahwa kadar karbohidrat pada buah naga juga tinggi karena serat merupakan salah satu komponen yang terukur dalam pengukuran karbohidrat total secara carbohydrate by difference. Maka dapat disimpulkan bahwa tingginya kadar karbohidrat sorbet buah naga disebabkan oleh tingginya kadar karbohidrat pada buah naga.

4.3. Hasil Pengujian in vivo Terhadap Kadar Gula Darah dan Berat Badan Pengujian in vivo ini dilakukan di Laboratorium hewan coba. Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang. Dalam penelitian ini digunakan hewan coba yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) jantan strain wistar yang berusia berkisar 2bulan. Tikus yang digunakan dalam penelitian memiliki berat badan 100-150 gram. Pada penelitian ini tikus dikondisikanmengalami diabetes dengan injeksi menggunakan senyawa diabetogenik yaitu streptozotocin (STZ). Streptozotocin (STZ) banyak digunakan karena dapat menghasilkan tikus diabetes dengan cara merusak sel β pulau Langerhans. Secara intraseluler, streptozotocin (STZ) akan menghasilkan

(7)

perubahan DNA pada sel β pankreas sehingga menyebabkan sekresi insulin terganggu. Streptozotocin (STZ) dapat masuk kedalam sel dengan cara menembus sel β pulau Langerhans melalui transporter glukosa GLUT 2 (Nugroho, 2006). Penggunaan STZ lebih baik dan efektif dibandingkan dengan menggunakan aloksan karena sifat STZ yang lebih stabil saat diaplikasikan pada tikus, serta dapat menghasilkan komplikasi kronis seperti yang terjadi pada manusia (Eleazu et al, 2013).

Dalam penelitian ini dilakukan pemilihan 20 ekor tikus untuk 4 kelompok perlakuan. Dalam satu perlakuan masing-masing terdapat sebanyak 5 ekor tikus. Empat kelompok tersebut meliputilima ekor tikus untuk pakan standar (kelompok 1), lima ekor tikus untuk perlakuan sonde sorbet buah naga(SN) (kelompok 2), lima ekor tikus untuk sonde sorbet buah naga campuran 1(SNC1) (kelompok 3) dan lima ekor tikus untuk sonde sorbet buah naga campuran 2 (SNC2) (kelompok 4). Pada penelitian ini masing-masing tikusdiinjeksi STZ dengan dosis 45 mg/kg BB hewan coba secara intraperitoneal. Pemberian dosis STZ sebesar45 mg/kg BB secara intraperitoneal dilakukan karena menurut Nugroho (2006) pemberiandosis STZ dengan dosis lebih dari 40 mg/kg BB secara intraperitoneal (i.p) dapat menghasilkan diabetes tipe 1. Setelah 7 hari pasca injeksi dapat terlihat bahwa terdapat tikusdengan kadar glukosa darah puasa mencapai 500 mg/dL tetapi juga terdapat tikusdengan kadar glukosa darah puasa tidak mencapai <126 mg/dL. Hal ini dapat disebabkan karena menurut Eleazu et al(2013), pemberian STZ dengan dosis <50 mg/kg BB tidak efektif untuk menginduksi diabetes karena akan terjadi penyembuhan secara spontan pada hewan coba.

Pemberian pakan standar untuk tikus hanya dilakukan sekali dalam sehari yaitu pada siang hari. Jumlah pakan standar yang diberikan adalah sebanyak 100 gram/hari untuk setiap kelompok perlakuan yang terdiri dari 5 ekor tikus. Pada tikus kelompok pakan standar tikus hanya diberikan pakan standar tanpa pemberian sorbet buah naga. Pada tikuskelompok sorbet buah naga(SN), tikuskelompok sorbet buah naga campuran 1 (SNC1),dantikus kelompoksorbet

(8)

buah naga campuran 2(SNC2), pemberian sorbetdilakukan setiap pagi hari sebelum dilakukan pemberian pakan standar.

Pemberian sorbetdilakukan dengan cara disonde pada masing-masing tikus sebanyak 3,5 ml/ hari selama 28 hari. Hal ini berdasarkan penelitian Utaminingrum (2011) yang menyatakan bahwa dosis perlakuan sonde maksimal pada tikusadalah 4 ml dan tidak boleh berlebih. Apabila dosis berlebih dapat menyebabkan inflamasi pada lambung dan berujung pada kematian tikus.Pengukuran kadar glukosa darah yang dilakukan pada tikus adalah kadar glukosa darah puasa. Perlakuan sonde diberikan mulai hari ke-0 padatikus dengan kadar glukosa darah puasa >126 mg/dL. Perlakuan sonde dilakukan 28 hari dan pengukuran kadar glukosa darah dan berat badan dilakukan pada hari ke-7,14,21 dan 28. Setelah hari ke-28 perlakuan sonde dihentikan dan pengukuran kembali dilakukan pada hari ke-35 untuk melihat perubahan yang terjadi setelahtikus tidak mendapat perlakuan sonde sorbet.

4.3.1. Tikus Pakan Standar

Berdasarkan trend pada Gambar 5dapat dilihat bahwa kadar glukosa darah puasa pada tikuspakan standar yang telah di injeksi STZ menunjukkan kadar glukosa darah yangberbeda-beda.Pada tikus 2 dan tikus 5, tikus memiliki kadar glukosa darah yangnormal. Hal ini dapat terlihat dari trend grafik perubahan kadar glukosa darah yang menunjukkan bahwa sebagian besar hasil pengukuran kadar glukosa darah puasa tikus2 dan 5 berada <100 mg/dL. Hal ini dapat disebabkan karena dosis yang digunakan kurang sehingga dapat mengakibatkan terjadinya penyembuhan secara spontan pada tikus(Eleazu et al, 2013). Selain itu hal ini dapat disebabkan pula karena tikus yang digunakan masih tergolong usia remaja dan masih pada masa pertumbuhan menuju dewasa muda. Menurut (Sengupta, 2012), tikus remaja memiliki berat badan 115 gram dapat meningkat hingga 300 gram pada usia maksimal dewasa muda yaitu 98 hari atau lebih dari 3 bulan.

(9)

Pada tikus 1, 3, dan 4 tikus mengalami kondisi hiperglikemia. Hal ini dapat terlihat dari trend grafik perubahan kadar glukosa darah yang menunjukkan bahwa sebagian besar hasil pengukuran kadar glukosa darah puasa tikus 1,3 dan 4 berada >126 mg/dL. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi diabetespada tikus tidak stabil sehingga kondisi hiperglikemia dapat terjadi meskipun kondisi tikus tidak diabetes. Kadar glukosa darah tikus yang turun namun berfluktuatif dapat disebabkan karena dimungkinkan masih ada sel beta pankreas penghasil insulin yang tidak rusak. Selain itu perubahan kadar glukosa darah puasa yang berbeda-beda dapat terjadi karena kondisi dari masing-masing individu tikus tidak tentu (Eleazu et.al, 2013).

Pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa trend berat badan tikus cenderung mengalami peningkatan mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-35. Peningkatan berat badan ini dapat disebabkan karena pada tikus kelompok pakan standar yang diinjeksi STZ masih terdapat sel beta pankreas yang tidak mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan insulin masih dapat keluar ketika kadar glukosa darah meningkat. Pada saat makanan masuk ke dalam tubuh tikus, tubuh akan memberikan sinyal secara otomatis untuk segera mengeluarkan insulin. Insulin yang dikeluarkan oleh tubuh tikus akan membantu glukosa dalam darah untuk masuk ke dalam sel yang kemudian akan digunakan sebagai energi. Sisa glukosa akan diubah menjadi glikogen dan akan disimpan di hati, otot dan jaringan lainnya. Maka semakin banyak glukosa yang diubah menjadi glikogen dan tersimpan di otot akan menyebabkan berat badan tikus semakin meningkat (Diehl, 1996).

4.3.2. Tikus PerlakuanSorbet Buah Naga(SN)

Berdasarkan trend pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa kadar glukosa darah puasa pada tikus yang telah di injeksi STZ dan diberi perlakuan pemberian sorbet buah naga (SN) menunjukkan kadar glukosa darah yang berbeda-beda. Pada tikus 2 dan tikus 4 tidak mengalami hiperglikemia. Hal ini dapat terlihat dari trend grafik perubahan kadar glukosa darah yang menunjukkan bahwa sebagian besar hasil pengukuran kadar glukosa darah puasa tikus 2 dan 4 berada <126 mg/dL. Hal ini dapat disebabkan karena dosis yang digunakan kurang sehingga dapat mengakibatkan terjadinya penyembuhan secara spontan pada tikus(Eleazu et

(10)

al,2013). Selain itu hal ini dapat disebabkan pula karena tikus yang digunakan masih tergolong usia remaja dan masih pada masa pertumbuhan menuju dewasa muda. Menurut (Sengupta, 2012), tikus remaja memiliki berat badan 115 gram dapat meningkat hingga 300 gram pada usia maksimal dewasa muda yaitu 98 hari atau lebih dari 3 bulan.

Pada tikus 1, 3, dan 5tikus mengalami kondisi hiperglikemia. Hal ini dapat terlihat dari trend grafik perubahan kadar glukosa darah yang menunjukkan bahwa sebagian besar hasil pengukuran kadar glukosa darah puasa tikus 1,3 dan 5 berada >126 mg/dL. Turunnya kadar glukosa darah tikusdapat disebabkan karena tikusdiberi perlakuan dengan cara disonde sorbet buah naga merah (SN) pada hari ke-0 hingga hari ke-28. Buah naga merah mempunyai kandungan zat bioaktif yang bermanfaat sebagai antioksidan salah satunya flavonoid (Kaneto et al,1999).Menurut Kaneto et al(1999)flavonoid dapat berperan sebagai antioksidanyang mempunyai kemampuan menurunkan stress oksidatif dan mengurangi Reactive Oxygen Species (ROS) sehingga dapat menimbulkan efek perlindungan terhadap sel beta pankreas dan meningkatkan sensitivitas insulin.

Pada Gambar 6, dapat dilihat bahwa trend berat badan tikus cenderung mengalami peningkatan mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-35. Peningkatan berat badan ini dapat disebabkan karena pada tikus kelompok (SN) yang diinjeksi STZ masih terdapat sel beta pankreas yang tidak mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan insulin masih dapat keluar ketika kadar glukosa darah meningkat. Pada saat makanan masuk ke dalam tubuh tikus, tubuh akan memberikan sinyal secara otomatis untuk segera mengeluarkan insulin. Insulin yang dikeluarkan oleh tubuh tikus akan membantu glukosa dalam darah untuk masuk ke dalam sel yang kemudian akan digunakan sebagai energi. Sisa glukosa akan diubah menjadi glikogen dan akan disimpan di hati, otot dan jaringan lainnya. Maka semakin banyak glukosa yang diubah menjadi glikogen dan tersimpan di otot akan menyebabkan berat badan tikus semakin meningkat (Diehl, 1996).

(11)

4.3.3. Tikus Perlakuan Sorbet Buah Naga Campuran 1 (SNC1)

Berdasarkan trend pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa kadar glukosa darah puasa pada tikus yang telah di injeksi STZ dan diberi perlakuan pemberian sorbet buah naga campuran 1 (SNC1) menunjukkan kadar glukosa darah yang berbeda-beda. Pada tikus 4 tidak mengalami hiperglikemia. Hal ini dapat terlihat dari trend grafik perubahan kadar glukosa darah yang menunjukkan bahwa sebagian besar hasil pengukuran kadar glukosa darah puasa tikus 4 <126 mg/dL. Hal ini dapat disebabkan karena dosis yang digunakan kurang sehingga dapat mengakibatkan terjadinya penyembuhan secara spontan pada tikus(Eleazu et al, 2013). Selain itu hal ini dapat disebabkan pula karena tikus yang digunakan masih tergolong usia remaja dan masih pada masa pertumbuhan menuju dewasa muda. Menurut (Sengupta, 2012), tikus remaja memiliki berat badan 115 gram dapat meningkat hingga 300 gram pada usia maksimal dewasa muda yaitu 98 hari atau lebih dari 3 bulan.

Pada tikus 1, 2, 3 dan 5 tikus mengalami kondisi hiperglikemia. Hal ini dapat terlihat dari trend grafik perubahan kadar glukosa darah yang menunjukkan bahwa sebagian besar hasil pengukuran kadar glukosa darah puasa tikus 1,2,3 dan 5 >126 mg/dL. Turunnya kadar glukosa darah tikusdapat disebabkan karena tikusdiberi perlakuan dengan cara disonde sorbet buah naga merah campuran 1 (SNC1) pada hari ke-0 hingga hari ke-28. Penurunan kadar glukosa darah dapat terjadi karena penambahan isolat protein berperan penting dalam menurunkan kadar glukosa darah. Menurut Floyd et al (1966) pemberian campuran asam amino (Arginin, Lisin, Fenilalanin, Leusin, Valin, Metionin, Histidin, Treonin, Isoleusin dan Triptofan) secara intravena dapat meningkatkan kadar plasma insulin didalam tubuh. Maka berdasarkan pernyataan dari Floyd et al(1966) dapat dikatakan bahwa pemberian isolat protein yang terdiri dari berbagai asam amino dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan memicu pengeluaran insulin. Seperti yang diketahui menurut Lachman et al (2003) daun yakon memiliki protein sebesar 17,12% sedangkan Spirulina platensis memiliki protein yang berkisar antara 72% dengan kandungan asam amino antara lain Isoleusin, Arginin, Alanin, Valin dan Lisin (Angka & Lestari, 2000). Perpaduan antara kedua

(12)

campuran asam amino dari daun yakon dan Spirulina platensis tersebut diduga dapat memacu pengeluaran hormon insulin. Selain itu penurunan kadar glukosa darah juga dapat disebabkan oleh kandungan buah naga merah yang mempunyai zat bioaktif dan bermanfaat sebagai antioksidan salah satunya flavonoid (Kaneto et al,1999).Menurut Kaneto et al(1999) flavonoid dapat berperan sebagai antioksidan yang mempunyai kemampuan menurunkan stress oksidatif dan mengurangi Reactive Oxygen Species (ROS) sehingga dapat menimbulkan efek perlindungan terhadap sel beta pankreas dan meningkatkan sensitivitas insulin.

Pada Gambar 7, dapat dilihat bahwa trend berat badan tikus cenderung mengalami peningkatan mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-35. Peningkatan berat badan ini dapat disebabkan karena pada tikus kelompok (SNC1) yang diinjeksi STZ masih terdapat sel beta pankreas yang tidak mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan insulin masih dapat keluar ketika kadar glukosa darah meningkat. Pada saat makanan masuk ke dalam tubuh tikus, tubuh akan memberikan sinyal secara otomatis untuk segera mengeluarkan insulin. Insulin yang dikeluarkan oleh tubuh tikus akan membantu glukosa dalam darah untuk masuk ke dalam sel yang kemudian akan digunakan sebagai energi. Sisa glukosa akan diubah menjadi glikogen dan akan disimpan di hati, otot dan jaringan lainnya. Maka semakin banyak glukosa yang diubah menjadi glikogen dan tersimpan di otot akan menyebabkan berat badan tikus semakin meningkat (Diehl, 1996).

4.3.4. Tikus Perlakuan Sorbet Buah Naga Campuran 2(SNC2)

Berdasarkan trend pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa kadar glukosa darah puasa pada tikus yang telah di injeksi STZ dan diberi perlakuan pemberian sorbet buah naga campuran 2 (SNC2) menunjukkan kondisi hiperglikemia. Hal ini dapat terlihat dari trend grafik perubahan kadar glukosa darah yang menunjukkan bahwa sebagian besar hasil pengukuran kadar glukosa darah puasa tikus>126 mg/dL. Turunnya kadar glukosa darah tikusdapat disebabkan karena tikusdiberi perlakuan dengan cara disonde sorbet buah naga merah campuran 2 (SNC2) pada hari ke-0 hingga hari ke-28. Penurunan kadar glukosa darah dapat terjadi karena penambahan isolat protein berperan penting dalam menurunkan kadar glukosa darah. Menurut Floyd et al (1966) pemberian campuran asam amino (Arginin,

(13)

Lisin, Fenilalanin, Leusin, Valin, Metionin, Histidin, Treonin, Isoleusin dan Triptofan) secara intravena dapat meningkatkan kadar plasma insulin didalam tubuh. Maka berdasarkan pernyataan dari Floyd et al(1966) dapat dikatakan bahwa pemberian isolat protein yang terdiri dari berbagai asam amino dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan memicu pengeluaran insulin. Seperti yang diketahui menurut Lachman et al (2003) daun yakon memiliki protein sebesar 17,12% sedangkan Spirulina platensis memiliki protein yang berkisar antara 72% dengan kandungan asam amino antara lain Isoleusin, Arginin, Alanin, Valin dan Lisin (Angka & Lestari, 2000).

Perpaduan antara kedua campuran asam amino dari daun yakon dan Spirulina platensis tersebut diduga dapat memacu pengeluaran hormon insulin. Selain itu penurunan kadar glukosa darah juga dapat disebabkan oleh kandungan buah naga merah yang mempunyai zat bioaktif dan bermanfaat sebagai antioksidan salah satunya flavonoid (Kaneto et al,1999).Menurut Kaneto et al(1999) flavonoid dapat berperan sebagai antioksidanyang mempunyai kemampuan menurunkan stress oksidatif dan mengurangi Reactive Oxygen Species (ROS) sehingga dapat menimbulkan efek perlindungan terhadap sel beta pankreas dan meningkatkan sensitivitas insulin. Namun pada tikus 2, mulai dari hari ke-0 hingga ke-35tikus mengalami perubahan kadar glukosa darah puasa tetapi dengan rentang perubahan yang kecil. Sehingga dengan rentang perubahan kadar glukosa darah yang kecil tersebut mengakibatkan tikus 2 masih berada dalam keadaan hiperglikemia (421 mg/dL) hingga hari terakhir penelitian. Hal ini dapat disebabkan karena mekanisme penyerapan pada tikus yang berbeda-beda sehingga perlakuanpada tikus ini dibutuhkan waktu yang lebih lama dibanding dengan tikus yang lainnya.

Pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa trend berat badan tikus cenderung mengalami peningkatan mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-35. Peningkatan berat badan ini dapat disebabkan karena pada tikus kelompok (SNC2) yang diinjeksi STZ masih terdapat sel beta pankreas yang tidak mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan insulin masih dapat keluar ketika kadar glukosa darah meningkat. Pada saat makanan masuk ke dalam tubuh tikus, tubuh akan memberikan sinyal secara otomatis untuk segera mengeluarkan insulin. Insulin yang dikeluarkan oleh tubuh tikus akan membantu

(14)

glukosa dalam darah untuk masuk ke dalam sel yang kemudian akan digunakan sebagai energi. Sisa glukosa akan diubah menjadi glikogen dan akan disimpan di hati, otot dan jaringan lainnya. Maka semakin banyak glukosa yang diubah menjadi glikogen dan tersimpan di otot akan menyebabkan berat badan tikus semakin meningkat (Diehl, 1996).

Persentase perubahan kadar glukosa darah dan berat badan tikus dapat dilihat pada Tabel 5-11. Berdasarkan pada Tabel 5, dapat terlihat bahwa persentase perubahan kadar glukosa darah 5 ekor tikus yang diberikan pakan standar memiliki persentase penurunan terbesar adalah pada Tikus 1 pada hari ke-7 yaitu sebesar 72,11% dan kadar glukosa darah puasa dengan persentase penurunan terendah terdapat pada Tikus 2 pada hari ke-7 yaitu sebesar 1,16%. Pada Tabel 6, dapat dilihat bahwa tikus yang diberikan pakan standar, persentase perubahan peningkatan berat badan terbesar terjadi pada tikus 3 yaitu sebesar 19,83% pada hari ke-14 dan persentase perubahan peningkatan berat badan terendah terjadipada tikus 2 yaitu sebesar 1,99% hari ke-14.

Berdasarkan pada Tabel 7, dapat terlihat bahwa persentase perubahan kadar glukosa darah 5 ekor tikus yang diberikan perlakuan sonde sorbet buah naga (SN) memiliki persentase penurunan terbesar adalah pada Tikus 1 pada hari ke-7 yaitu sebesar 56,49% dan kadar glukosa darah puasa dengan persentase penurunan terendah terdapat pada Tikus 5 pada hari ke-21 yaitu sebesar 5,26%. Pada Tabel 8, dapat dilihat bahwa tikus yang diberikan perlakuan sonde sorbet buah naga (SN), persentase perubahan peningkatan berat badan terbesar terjadi pada tikus 4 yaitu sebesar 88% pada hari ke-7 dan persentase perubahan peningkatan berat badan terendah terjadi pada tikus 4 yaitu sebesar 2,19% hari ke-28.

Berdasarkan pada Tabel 9, dapat terlihat bahwa persentase perubahan kadar glukosa darah 5 ekor tikus yang diberikan perlakuan sonde sorbet buah naga campuran 1 (SNC1) memiliki persentase penurunan terbesar adalah pada Tikus 2 pada hari ke-7 yaitu sebesar 40,51% dan kadar glukosa darah puasa dengan persentase penurunan terendah terdapat pada Tikus 1 pada hari ke-28 yaitu

(15)

sebesar 1,79%. Pada Tabel 10, dapat dilihat bahwa tikus yang diberikan perlakuan sonde sorbet buah naga campuran 1 (SNC1), persentase perubahan peningkatan berat badan terbesar terjadi pada tikus 5 yaitu sebesar 30,43% pada hari ke-7 dan persentase perubahan peningkatan berat badan terendah terjadi pada tikus 4 yaitu sebesar 3,40% hari ke-35.

Berdasarkan pada Tabel 11, dapat terlihat bahwa persentase perubahan kadar glukosa darah 5 ekor tikus yang diberikan perlakuan sonde sorbet buah naga campuran 2 (SNC2) memiliki persentase penurunan terbesar adalah pada Tikus 4 pada hari ke-7 yaitu sebesar 45,86% dan kadar glukosa darah puasa dengan persentase penurunan terendah terdapat pada Tikus 2 pada hari ke-7 yaitu sebesar 0,86%. Pada Tabel 12, dapat dilihat bahwa tikus yang diberikan perlakuan sonde sorbet buah naga campuran 2 (SNC2), persentase perubahan peningkatan berat badan terbesar terjadi pada tikus 4 yaitu sebesar 21,21% pada hari ke-0 dan persentase perubahan peningkatan berat badan terendah terjadi pada tikus 5 yaitu sebesar 0,44% hari ke-28

Terlihat bahwa berdasarkan persentase perubahan penurunan pada empat kelompok perlakuan tersebut kadar glukosa darah puasa terbesar secara berturut-turut yaitu pada perlakuan tikus pakan standar sebesar 72,11%; perlakuan sonde sorbetbuah naga (SN) sebesar 56,49%; perlakuan sonde sorbet buah naga campuran 2(SNC2) sebesar 45,86%; perlakuan sondesorbet buah naga campuran 1 (SNC1) sebesar 40,51%. Pada persentase perubahan terhadap berat badan berturut-turut yaitu pada perlakuan sorbet buah naga (SN) sebesar 88%; perlakuan sonde sorbet buah naga campuran 1 (SNC1) sebesar 30,43%; perlakuan sondesorbet buah naga campuran 2(SNC2) sebesar 21,21%; perlakuan pakan standar sebesar 19,83%.

Referensi

Dokumen terkait

Sejauh ini, sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, cukup banyak obyek wisata yang membutuhkan pengembangan lebih lanjut, baik milik Pemerintah maupun

Berdasarkan hasil penelitian tentang analisis kadar nitrit dalam produk daging olahan yang beredar di wilayah Denpasar, dapat diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut: 1)

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan kesejahteraan subjektif dalam aspek kepuasan hidup dan afektif pada kelompok eksperimen yang diberi pelatihan

421PennentanlOT,14010912008 tentsng Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi HET Pupuk Bersubsidl Untuk Sektor Pertanian Tahun Anooaren 2009 sebagaimana telah diubah dengan

Program pemerintah Kota Baubau dalam menetapkan kebijakan penarikan retribusi kebersihan sangat baik apabila diimbangi dengan sistim operasional pelayanan yang baik sehingga

[r]

[r]

Beberapa hal yang diduga menyebabkan hanya variabel persentase desa yang melaksanakan STBM saja yang masuk kedalam model generalized Poisson regression yaitu tidak