• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat memenuhi sebagian kebutuhan daging bagi masyarakat. Ternak kelinci

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat memenuhi sebagian kebutuhan daging bagi masyarakat. Ternak kelinci"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci

Ternak Kelinci merupakan salah satu jenis ternak yang dapat digunakan untuk dapat memenuhi sebagian kebutuhan daging bagi masyarakat. Ternak kelinci cukup potensial untuk dikembangkan kerena mampu berkembang biak dengan cepat sehigga cocok untuk diternakkan sebagai penghasil daging komersil. Ternak kelinci mempunyai keunggulan komparatif karena memiliki kemampuan berkembang biak yang tinggi, ukuran tubuh yang kecil sehingga tidak memerlukan banyak ruang dalam pemeliharaannya, tidak memerlukan biaya yang besar dalam investasi ternak dan kandang, umur dewasa yang singkat (4-5 bulan), masa penggemukan yang singkat (kurang dari 2 bulan sejak sapih).

Ternak kelinci memiliki klasifikasi taksonomi yaitu Kingdom : Animalia,

Phylum : Chordata, Sub phylum : Vertebrata, Kelas : Mammalia, Ordo :

Lagomorpha, Famili : Leporidae, Sub famili : Leporinae, Genus : Orictolagus (Kartadisastra, 2001).

Kelinci di Indonesia dapat diternakkan atau dikembangkan dengan baik didaerah ketinggian 500 meter dari permukaan laut dan suhu udara sejuk, berkisar antara 15-180C (60-850F). Temperatur yang ideal pada pemeliharaan kelinci adalah 15-160C tetapi pada temperatur antara 10-300

Berikut ini adalah potensi biologis kelinci berdasarkan aspek reproduksi, genetika, nutrisi, pertumbuhan, pengelolaan, daging, kulit-bulu dan kotoran. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

C ternak masih dapat hidup dan berkembang biak dengan baik (Rukmana, 2005).

(2)

Tabel 1. Potensi biologis kelinci

Aspek Potensi

Reproduksi Kemampuan reproduksi tinggi, dapat beranak 10–11 kali pertahun, dengan rataan jumlah anak 4–8 ekor per kelahiran.

Genetika Keragaman tinggi antar breed dan warna, memungkinkan banyak sekali variasi hasil silangan, potensi perbaikan tinggi.

Nutrisi Kemampuan memanfaatkan hijauan dan limbah industri pangan, limbah pertanian, sehingga biaya pakan relatif murah.

Pertumbuhan Relatif cepat, didaerah tropis, 10–30 g/ekor/hari. Pengelolaan Mudah dikelola, dapat diusahakan pada skala kecil

maupun besar.

Daging Rendah lemak jenuh, rendah kolestrol.

Kulit-bulu Bermutu tinggi, kulit lemas, lembut dan menarik. Kotoran Tinggi kandungan N, P, K, baik untuk tanaman sayuran,

bunga, buah-buahan Sumber: Cheeke et al., (1987)

Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging yang mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Rokhmani (2005) menyatakan bahwa daging kelinci mempunyai serat yang halus dan warna sedikit pucat, sehingga daging kelinci dapat digolongkan kedalam golongan daging berwarna putih. Daging kelinci mempunyai kualitas yang lebih baik.

Tabel 2. Kandungan nutrisi berbagai jenis daging

Ternak Protein (%) Lemak (%) Kadar Air (%) Kalori (%)

Kelinci 20,8 10,2 67,9 7,3 Ayam 20,0 11,0 67,6 7,5 Anak Sapi 18,8 14,0 66,0 8,4 Kalkun 20,1 22,0 58,3 10,9 Sapi 16,3 28,0 55,0 13,3 Domba 15,7 27,7 55,8 13,1 Babi 11,9 45,0 42,0 18,9 Sumber: (Sarwono, 2007)

(3)

Rex merupakan salah satu dari berbagai macam jenis kelinci. Jenis rex

pertama kali ditemukan oleh seorang petani bernama M. Caillon yang berasal dari negara Perancis, kemudian diteruskan oleh Pat Abbe pada tahun 1919. Cheeke

et al., (1987) menambahkan bahwa bulu kelinci rex sifatnya halus, panjangnya seragam dan mempunyai variasi warna bulu yang menarik dan beragam sehingga sangat cocok untuk dijadikan kulit bulu (fur). Kelinci rex juga baik dan proporsional untuk produksi daging. Jenis ini mempunyai panjang tubuh medium dan dalam, hips yang bulat dan loin yang berisi, sehingga cocok pula untuk dijadikan sebagai kelinci pedaging. Umur dewasa kelamin kelinci rex 4-6 bulan (Sarwono, 2007).

Sistem Pencernaan Kelinci

Sistem pencernaan merupakan sistem yang memproses mengubah makanan dan menyerap sari makanan yang berupa nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Sistem pencernaan juga akan memecah molekul makanan yang kompleks menjadi molekul yang sederhana dengan bantuan enzim sehingga mudah dicerna oleh tubuh.

Kelinci adalah ternak non ruminansia herbivora yang mempunyai lambung tunggal dengan pembesaran unik di bagian caecum. Bagian alat pencernaan ini berfungsi mirip dengan rumen sehingga kelinci disebut sebagai hewan ruminansia semu (pseudo-ruminant). Kelinci dapat mencerna sebagian serat kasar terutama dari bahan nabati, dengan bantuan bakteri yang hidup di dalam sekum dan klinci juga bersifat coprophagy (Lestari, 2005)

Kelinci termasuk kedalam autocoprophagy, yaitu kelinci membuang feses dari saluran pencernaanya dalam 2 bentuk, feses kering keras dan juga feses

(4)

lembek berlendir dikeluarkan pada malam hari dan pagi hari. Feses yang lembek berlendir inilah yang dimakan kembali oleh kelinci langsung dari duburnya, ini dilakukan untuk memanfaatkan protein, serat kasar tumbuhan, vitamin yang terkandung dalam feses. Feses yang lembek dan berlendir mengandung banyak vitamin, dan nutrien seperti riboflavin, sianokobalamin (vitamin B12), asam pantotenat dan niasin. Dengan memakan kembali fesesnya kelinci tidak akan kekurangan vitamin dan nutrien karena isi saluran pencernaan berdaur ulang kembali (Anon, 2011).

Kelinci dewasa menyerap protein (sampai 90%) di usus halus, namun tergantung pada sumbernya. Kelinci sangat sulit dalam hal mencerna selulosa hal ini merupakan paradoks bagi hewan pemakan tumbuhan. Daya cerna yang lemah terhadap serat dan kecepatan pencernaan kelinci untuk menyingkirkan semua partikel yang sulit dicerna menyebabkan kelinci membutuhkan jumlah makanan yang besar (Fakaguchi, 1992).

Kebutuhan Pakan dan Nutrisi Kelinci

Menurut Kamal (1997) yang dimaksud dengan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, disenangi, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, dapat diabsorpsi dan seekor ternak untuk peroide 24 jam dan pemberiannya dapat dilakukan sekali atau beberapakali selam 24 jam tersebut. Pakan yang sempurna berarti cukup mmengandung zat makanan yang dibutuhkan kelinci terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air sehingga pakan yang sempurna mampu mengembangkan pekerjaan sel tubuh untuk proses-proses pertumbuhan (Hartadi, 2005).

(5)

Williamson dan Payne (1993) menyatakan bahwa pakan dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yakni hijauan dan konsentrat. Hijauan merupakan bahan pakan pokok kelinci yang memiliki serat kasar tinggi pada bahan keringnya (20-23%). Secara umum konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit dari pada hijauan (5-7%) dan mengandung karbohidrat, protein, dan lemak yang relatif lebih banyak tetapi jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif sedikit.

Tabel 3. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih

No Nutrisi Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Protein Lemak Serat Kasar Energi Calsium Phosfor Air 12-19%** 2,5-4%** 11-14%** 2005-2900%* 0,9-1,5%** 0,7-0,9%** 12%*** Sumber : AAK (1980)*, Manshur (2009)**, Masanto (2009)***

NRC (1977) menyarankan kandungan energi dalam ransum sebesar 2500 kkal DE/kg dan kandungan protein kasar (PK) 16%, serat 28 kasar (SK) berkisar antara 10-12 %, Calsium (Ca) 0,4% dan Fosfor (P) 0,22 % untuk kelinci potong. Lebih lanjut Sinaga (2009) menyarankan kelinci pejantan fase grower memerlukan protein kasar 16% sedangkan untuk induk menyusui 15 – 16 %. Kandungan serat kasar pada ransum kelinci jantan fase grower adalah 10 – 27 % dan induk menyusui adalah 15 – 20%. Menurut Lick dan Hung (2008) kelinci mempunyai efisiensi penggunaan ransum lebih tinggi dari ruminansia seperti sapi dan kelinci dapat memanfaatkan pakan hijauan yang tidak disukai sapi.

(6)

Untuk peningkatan bobot kelinci pedaging dapat sesuai dengan yang diinginkan, pemberian pakan harus diatur agar seimbang pakan hijauan dan konsentrat. Biasanya pada peternakan kelinci intensif, hijauan diberikan sebanyak 60-80%, sedangkan konsentrat sebanyak 20-40% dari total jumlah pakan yang diberikan (Priyatna, 2011).

Kelinci hanya memerlukan ransum dengan kadar lemak rendah. Bahan pakan seperti: jagung, bekatul dan dedak sangat cocok untuk kelinci. Protein sangat penting untuk pertumbuhan anak, pembentukan daging dan pertumbuhan bulu. Banyaknya ransum untuk induk bunting dan induk menyusui per ekor dewasa per hari adalah: hijauan sekitar 1-2 kg dan konsentrat 6,7% dari bobot hidupnya. Sedangkan untuk induk kering, induk muda dan anak kelinci yang telah disapih banyaknya: rumput/hijauan sekitar 1-2 kg dan konsentrat 3,8% dari berat hidup (Sumoprastowo, 1985).

Potensi Kulit Buah Markisa (KBM) sebagai Pakan Ternak

Buah markisa merupakan salah satu jenis buah impor yang kemudian berhasil dikembangkan di Indonesia. Budidaya markisa tidak sulit karena markisa cocok dengan jenis tanah apapun asalkan unsur hara serta bahan organiknya cukup. Untuk penanamannya tidak sulit, hanya saja tanaman ini harus dibuatkan tiang rambatan. Tiang rambatan yang baik adalah dengan menggunakan pucuk bambu tanpa kawat karena bisa merangsang pertumbuhan markisa serta jumlah buahnya. Indonesia merupakan negara yang agraris yang beriklim tropis sehingga perkembangan tanaman markisa sangat bagus.

Di Indonesia terdapat dua jenis markisa yaitu markisa ungu (Passiflora edulis) dan markisa kuning (Passiflora flavicarva) tumbuh di dataran rendah.

(7)

Klasifikasi markisa sebagai berikut: Kingdom: Plantae (tumbuh-tumbuhan), Divisi: Spermatophyta (tumbuhan berbiji), Subdivisi: agiospermae (berbiji tertutup), Kelas: Dicotyledonae (biji berkeping dua), Ordo: Passiflorae, Famili:

Passiforaceae, Genus: Passiflora, Spesies: Passifloraquadrangularis L., P. Edulis

(Rukmana, 2003).

Sebagai sumber bahan baku pakan potensi tanaman markisa terdapat pada produk limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan buah markisa untuk menghasilkan sari markisa. Secara nasional terdapat potensi produksi buah segar sebesar 99.000 ton, dan sebagian terbesar (99%) dihasilkan oleh tiga wilayah penghasil utama. Kontribusi terbesar disumbang oleh Provinsi Sumatera Barat (53%) diikuti oleh Provinsi Sulawesi Selatan (24%) dan Provinsi Sumatera Utara (23%). Usaha produksi markisa diperkirakan masih akan meningkat pada tahun mendatang dan diprediksi akan mencapai 112.000 ton pada tahun 2009.

Tabel 4. Luas lahan, produksi dan wilayah pengembangan tanaman markisa Wilayah Pengembangan Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton)

Sumatera Utara 931 22.035

Sumatera Barat 2.117 52.797

Sulawesi Selatan 1.154 23.488

Sumber: Poerwanto (2005).

Rasio kulit buah markisa dengan buahnya adalah 54% dan ketersediaannya tidak bersifat musiman sehingga dapat diperoleh setiap waktu. Kulit buah markisa mempunyai kandungan nutrisi yang cukup baik yaitu mengandung Protein Kasar (PK) 12,37%, Lemak Kasar (LK) 5,28%, Serat Kasar (SK) 30,16% dan Abu 9,26% (Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, 2009). Pemanfaatan kulit buah markisa secara langsung sebagai pakan ternak memiliki beberapa kelemahan

(8)

diantaranya masih mengandung anti nutrisi tannin (1,85%) dan lignin 31,79% yang dapat mengganggu pencernaan jika diberikan dalam bentuk segar(Astuti, 2008).

Fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dimana enzim dari mikroorganisme (jasad renik) melakukan oksidasi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu. Biokatalis yang digunakan adalah bakteri, yeast atau jamur (fungi) (Riadi, 2007).

Fermentasi

Proses fermentasi bahan pakan oleh mikroorganisme menyebabkan perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti memperbaiki mutu bahan pakan baik dari aspek gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya tahannya. Hal tersebut disebabkan karena mikroba yang bersifat katabolik atau memecahkan komponen-komponen yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna dan juga karena adanya enzim yang dihasilkan oleh mikroba itu sendiri (Winarno, 1980). Berikut hasil bahan pakan yang difermentasi dan tanpa fermentasi jamur Phanerochaete chrysosporium dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Kandungan Kimiawi Kulit Buah Markisa tanpa dan fermentasi

Phanerochaete chrysosporium selama 15 hari

Kandungan Kimiawi Kulit Buah Markisa Kulit Buah Markisa Fermentasi

ME (Kkal/kg) 3575 3615

BK (%) 88,9 89,10

PK (%) 8,53 18,56

SK (%) 39,56 34,96

LK (%) 0,6 1,39

(9)

Selama proses fermentasi, terjadi bermacam-macam perubahan komposisikimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapatdicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).

Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium

Jamur Phanerochaete chrysosporium merupakan salah satu jamur yang dapat menguraikan ikatan dan mendegradasi lignin dengan bantuan enzim pendegradasi lignin. Jamur ini juga dapat mendegradasi polimer selulosa, hemiselulosa dan lignin dengan bantuan enzim ekstraseluler (Suparjo, 2008).

Jamur Phanerochaete chrysosporium termasuk dalam kelompok jamur pelapuk putih dan merupakan jamur kelas Basidiomycetes. Klasifikasi jamur ini sebagai berikut, kelas: Basidiomycetes, sub kelas: Holobasidiomycetes, ordo:

Aphylophorales, famili: Certiciaceae, genus: Phanerochaete dan spesies:

Phanerochaete chrysosporium burdsall (Irawati, 2006).

Fermentasi dengan menggunakan kapang atau jamur Phanerochaete chrysosporium secara substrat padat memungkinkan terjadi perubahan komponen bahan yang sulit dicerna menjadi lebih mudah dicerna serta meningkatkan nilai gizi protein dan energi metabolis. Standrat tumbuh Phanerochaete

(10)

chrysosporium adalah tumbuh pada suhu 390C dengan suhu optimum 370C. Ph berkisar 4-4,5 dan dalam pertumbuhannya memerlukan kandungan osigen yang tinggi (Sembiring, 2006).

Pakan Kelinci Berbentuk Pelet

Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Patrick dan Schaible (1980) menjelaskan keuntungan pakan bentuk pelet adalah meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer, memperpanjang lama penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan dan mencegah oksidasi vitamin.

Pelet merupakan hasil proses pengolahan bahan baku ransum secara mekanik yang didukung oleh faktor kadar air, panas dan tekanan. Pemberian pakan bentuk pelet dapat meningkatkan performa dan konversi pakan ternak bila dibandingkan dengan pakan bentuk mash (Behnke, 2001). Kualitas pelet dapat diukur dengan mengetahui kekerasan pelet (hardness) dan daya tahan pelet dipengaruhi oleh penambahan panas yang mempengaruhi sifat fisik dan kimia bahan pakan (Thomas dan Van der Poel, 1997).

Performa kelinci yang diberi pakan berupa pelet lebih baik dibandingkan dengan kelinci yang diberi pakan berupa butiran atau mash, hal ini dikarenakan ternak tidak mempunyai kemampuan untuk menyortir pakan sehingga meningkatkan retensi makanan dalam saluran pencernaan dan dapat menyebabkan radang usus. Pakan pelet yang berdiameter kecil (<0,25 cm) akan menurunkan konsumsi bahan pakan, sedangkan pelet yang berukuran diameter lebih besar (>0,5

(11)

cm) akan menghasilkan pembuangan pakan lebih banyak. Panjang pelet untuk ternak kelinci adalah 0,8 sampai 0,1 cm, karena semakin panjang ukuran pelet akan memberikan potensi kerusakan pelet yang lebih besar (Maertens and Villamide, 1998).

Performans Ternak Kelinci Konsumsi Ransum

konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah ransum yang diberikan. Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan jumlah ransum yang diberikan dengan sisa dan hamburan. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh kesehatan ternak, palatabilitas, mutu ransum dan tata cara pemberian (Anggorodi, 1995).

Kartadisastra (1994) menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsumsi pakan dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu lingkungan dan faktor internal atau kondisi ternak sendiri yang meliputi temperatur lingkungan, palatabilitas, status fisiologi yaitu umur, jenis kelamin dan kondisi tubuh, konsentrasi nutrien, bentuk pakan, bobot tubuh dan produksi.

Menurut Sanusi (2006), konsumsi ransum seekor ternak perlu diketahui untuk dapat mengoptimalkan jumlah ransum yang diberikan, karena pemberian ransum yang kurang optimal akan mengakibatkan pertumbuhan ternak kurang maksimal. Tinggi dan rendahnya konsumsi ransum dapat diketahui dengan menimbang berat ransum ternak yang diberikan dikurangi sisa ransum dalam jangka waktu tertentu dan umumnya dinyatakan atas dasar bahan kering. Jumlah konsumsi ransum merupakan faktor penentu yang paling penting untuk

(12)

menentukan jumlah nutrien yang didapat oleh ternak dan selanjutnya mempengaruhi tingkat produksi.

Sarwono (2009) menyatakan seperti halnya ternak ruminansia, kelinci membutuhkan karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan air. Jumlah kebutuhannya tergantung pada umur, tujuan produksi, serta laju atau kecepatan pertumbuhannya. Banyaknya pakan yang dikonsumsi oleh kelinci tergantung pada tipe kelinci, berat badan dan umur kelinci. Kelinci tipe sedang memerlukan pakan lebih banyak dibandingkan tipe kecil tetapi lebih sedikit dibandingkan tipe besar. Konsumsi pakan pada kelinci dewasa dengan Bobot Badan (BB) sekitar 2-4 kg tara-rata 120-180 g/ekor/hari (Whendrato dan Madyana, 1983).

Pertambahan Bobot Badan

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot hidup, bentuk dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ. Pertumbuhan dapat dinyatakan dengan pertambahan bobot badan. Kenaikan bobot badan dapat terjadi karena kemampuan ternak dalam mengubah nutrien pakan yang dikonsumsi menjadi daging dan lemak. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dibedakan menjadi 2 yaitu Faktor-faktor lingkungan, seperti iklim, nutrien, kesehatan, manajemen, dan faktor genetik seperti bangsa, umur dan jenis kelamin. Kecepatan pertumbuhan tidak saja dipengaruhi oleh pakan yang digunakan tetapi yang penting adalah kelengkapan nutrien yang diperoleh (Soeparno, 1991).

Pertambahan Bobot Badan (PBB) dapat diketahui dengan pengukuran kenaikan berat badan yang dengan mudah dapat dilakukan lewat penimbangan berulang-ulang serta dicatat pertambahan bobot badan tiap hari, minggu, bulan, dan

(13)

sebagainya. Kenaikan bobot badan pertumbuhan biasanya diketengahkan sebagai pertambahan bobot badan harian atau Average Daily Gain .

(Tillman, 1998).

Menurut Buckle (1987), pertumbuhan ternak penghasil daging dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu keturunan, reaksi faal terhadap lingkungan (terutama suhu lingkungan) dan nutrisi pakan yang diberikan pada ternak. Kelinci mempunyai kecepatan pertumbuhan yang hampir sama dengan ayam broiler, dalam waktu 56 hari dapat mencapai berat badan 1,8 kg, sedangkan pertambahan bobot badan kelinci yang ideal adalah 4-21 g/ekor/hari. Pertambahan bobot badan kelinci sesuai umur dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pertambahan bobot badan kelinci

No Umur BB (g) PBB/hari (g) 1. Lahir 3 minggu 45,4 – 362,2 15,1 2. 3 – 8 minggu 362,2 – 1816,0 41,5 3. 8 – 14 minggu 1816,0 – 3268,8 33,2 4. 14 minggu – 5 bulan 3268,8 – 4068,0 16,5 Sumber: Reksohadiprojo (1984)

Pertambahan bobot badan biasanya mengalami tiga tingkat kecepatan yang berbeda-beda, yang pertama pertambahan tulang, diikuti dengan pertumbuhan otot dan yang terakhir adalah pertumbuhan jaringan lemak (Anggorodi, 1990), ditambahkan oleh Sumoprastowo (1993), pertumbuhan pada mulanya lambat, kemudian berubah menjadi lebih cepat. Tetapi pertumbuhan akan kembali lambat sewaktu hewan itu mendekati kedewasaannya. Pertambahan bobot badan terjadi bila pakan yang dikonsumsi telah melebihi kebutuhan hidup pokok, maka kelebihan dari nutrien akan diubah menjadi otot dan lemak.

(14)

Deblass dan Wiseman (1998), menyatakan bahwa konversi pakan merupakan parameter yang digunakan utuk mengetahui efisiensi penggunaan pakan. Konversi pakan dapat dihitung dengan membagi antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan berat badan yang dihasilkan, semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin baik efisiensi penggunaan pakannya. Menurut Champbell dan Lasley (1985) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, umur, berat badan, tingkat konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, palatabilas dan hormon.

Efisiensi pakan juga dipengaruhi oleh kecernaan pakan. Nilai kecernaan pakan yang tinggi, akan memberikan nilai pertambahan bobot badan yang tinggi, kemudian akan berakibat pada efisiensi pakan. Cheeke et al., (1987) menyatakan bahwa kandungan energi ransum mempengaruhi efisiensi penggunaan ransum yakni dengan semakin tinggi kandungan energi dalam ransum akan menurunkan konversi pakan dan meningkatkan efisiensi pakan.

Gambar

Tabel 1. Potensi biologis kelinci
Tabel 3. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih
Tabel 4. Luas lahan, produksi dan wilayah pengembangan tanaman markisa  Wilayah Pengembangan  Luas Lahan (Ha)   Produksi (Ton)
Tabel 5.  Kandungan Kimiawi Kulit Buah Markisa tanpa dan fermentasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Character education in schools to be effective because, (a) the basic values of the characters from the culture of the school, family and society, (b) the character education

The title of this paper is ”Bentuk, Fungsi dan Makna Masjid Lautze di Jakarta Pusat.” The purpose of the research is to describe the form, the function, and the meaning of

Dengan melakukan analisis regresi linier berganda dengan bantuan SPSS 13.0 dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi (r) = 0,712 yang berarti pengaruh variabel

Pseudomonas fluorescens P19 to control bacterial wilt disease in potato plants was capable of delaying incubation with 78.95%, 51.57% suppressing disease

terhadap motivasi belajar peserta didik pada mata pelajaran PAI di SMP Negeri 3 Sungguminasa sebesar 49,5%. Penelitian ini berimplikasi sebagai berikut: 1) Pada dasarnya

DPA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen

(1) Sub Bidang Formasi dan Pengadaan Pegawai mempunyai tugas mengonsep rencana, pembagian tugas, memberi petunjuk kepada bawahan dalam pelaksanaan kegiatan Sub Bidang Formasi

Pemesanan obat pada situs ini berdasarkan non-resep selain itu situs ini juga menawarkan berbagai macam kemudahan dan kenyamanan baik dari segi pelayanan sampai mutu obat yang