• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Kinerja Link Menengah Melalui Pemasangan Pengaku Diagonal Pada Bagian Ujung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peningkatan Kinerja Link Menengah Melalui Pemasangan Pengaku Diagonal Pada Bagian Ujung"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KINERJA LINK MENENGAH MELALUI

PEMASANGAN PENGAKU DIAGONAL PADA BAGIAN UJUNG

T E S I S

Oleh

M. HUSNI MALIK HASIBUAN

097016010/TS

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Judul Tesis : PENINGKATAN KINERJA LIK MENENGAH MELALUI PEMASANGAN PENGAKU DIAGONAL PADA BAGIAN UJUNG

Nama Mahasiswa : Muhammad Husni Malik Hasibuan

Nomor Pokok : 097 016 010

Program Studi : Teknik Sipil

Menyetujui : Komisi Pembimbing

( Dr. Ir Yurisman, MT Ketua

) ( Ir. Daniel Rumbi Teruna, M.T Anggota

)

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE)

Dekan

(Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)

(3)

Telah diuji pada

Tanggal 22 Januari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Dr. Ir. Yurisman, M.T.

Anggota : Prof. Dr. Ir. Bachrian Lubis, M.Sc.

Dr-Ing. Hotma Panggabean Ir. Daniel Rumbi Teruna, M.T. Ir. Sanci Barus, M.T.

(4)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Peningkatan Kinerja Link Menengah Melalui Pemasangan Pengaku Diagonal Pada Bagian Ujung” adalah karya saya dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada peguruan tinggi manapun.Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tesis ini dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2013

(5)

ABSTRAK

Struktur rangka baja terbagi menjadi tiga tipe: rangka penahan momen, rangka berpengaku konsentrik dan rangka berpengaku eksentrik. Berdasarkan penelitian terdahulu, disimpulkan bahwa rangka berpengaku eksentrik lebih unggul dari rangka penahan momen dan rangka berpengaku konsentrik.

Rangka berpengaku eksentrik memiliki elemen yang disebut link. Link berfungsi seperti sekring, ketika gempa besar terjadi, link menyerap energi dengan proses plastifikasi sehingga struktur secara umum tidak rusak. Secara umum link dapat dibagi menjadi tiga jenis: link pendek (link geser), link menengah (link kombinasi dan link panjang (link lentur). Penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, kajian numerik dan kajian eksperimen.Kajian numerik bertujuan untuk mendapatkan parameter-parameter penting pada link dan kajian eksperimen untuk membuktikan kajian numerik. Pada kegiatan eksperimental, dua model akan diuji. Model pertama adalah model standar AISC dan model kedua adalah model yang dimodifikasi dengan pemasangan pengaku diagonal.Kriteria kemampuan link diukur dari kekuatan, kekakuan, daktilitas dan disipasi energi.

Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa perilaku link menengah telah berubah, sebagaimana ditunjukkan distribusi tegangan pada baja yang menyerupai link geser dengan tegangan terpusat pada bagian badan.Berdasarkan kriteria kemampuan link, dari kedua model yang telah diuji, disipasi energi link menengah meningkat 188%, untuk kekuatan dan kekakuan sedikit di atas standar AISC dan daktilitas dari link menengah meningkat 1.42 kali.

(6)

ABSTRACT

Steel framestructureis dividedintothreetypes: moment resisting frame, concentric braced frame and eccentric braced frame. Based on the researchstudy, it was foundthat the eccentric braced framewassuperior thanmoment resisting frame and concentric braced frame.

Eccentric braced frame hasan element which is calledlink. It workslike afuse, when agreatearthquake occurs, the link absorbs energy by plastification process sothat structure is generally not broken. Generally the link element is divided into threetypes oflinks: short links(shear link), intermediate link(combination link) and thelonglink(flexural link).This studyis dividedinto twosections, numericalstudiesandexperimentalstudies. Numericalstudyaimstoobtain the importantlinkparametersandexperimentalstudiestoverify thenumericalstudy. In theexperimentalactivities,two models were tested. The firstmodelis AISC standard and the second model is the modificated model usingdiagonalstiffener. Linkcapabilitycriteriawere

measuredfromstrength,stiffness,ductilityandenergydissipation.

The results of the studyshowed that the behavior of the intermediatelinkschanged, asshownbythestressdistributionon thesteelthatresemblespropylshearlinkwithstressed centeredon thebody. Basedon thecriteriaofabilitytolink, ofthetwomodelsthathavebeentested, energydissipationintermediatelinksincreases188%

forstrengthandstiffnessslightlyabovetheAISCstandards link andthe ductility of the intermediate linkincreased1.42times.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan KaruniaNYA yang telah memberi petunjuk, kesehatan, kesempatan, dan kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik. Adapun tesis ini merupakan syarat akhir untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini berjudul “Peningkatan Kinerja Link Menengah Melalui Pemasangan Pengaku Diagonal Pada Bagian Ujung” ini dimaksudkan untuk melengkapi syarat menyelesaikan studi magister pada Program Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Dr. Ir. Yurisman, M.T dan Ir. Daniel Rumbi Teruna, M.T sebagai dosen pembimbing. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

(8)

Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk penulis dan pembaca yang mendalami ilmu bidang Teknik Sipil.Kritik dan saran penulis terima dengan iklas dan tangan terbuka.Akhir kata semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi dunia Teknik Sipil.

Medan, Januari 2013

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. DATA PRIBADI

Nama : Muhammad Husni Malik Hasibuan Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 29 November 1987

Alamat : Jl. Sempurna No. 34 Medan, Sumatera Utara Email : husni.malik.hasibuan@gmail.com

Jenis Kelamin : Laki - laki

Status : Sudah Kawin

Agama : Islam

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1992 – 1998 : SD Negeri 060820 Medan 1998 – 2002 : SLTP Harapan 1 Medan 2002 – 2005 : SMU Harapan 1 Medan

2005 – 2009 : Universitas Islam Sumatera Utara, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil

2009 – 2012 : Universitas Sumatera Utara, Fakultas Teknik Program Studi Magister Teknik Sipil

Konsentrasi Struktur Bangunan

C. RIWAYAT PEKERJAAN

(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSCTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR NOTASI ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Pembatasan Masalah ... 5

1.4 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja ... 7

2.2 Sistem Rangka Baja ... 9

(11)

2.4 Elemen Link ... 13

2.4.1 Beberapa Penelitian Tentang Link ... 14

2.4.2 Perencanaan Link ... 15

2.5 Pengaku Link (Link Stiffner) ... 19

2.6 Las ... 22

2.6.1 Ukuran Las ... 23

2.6.2 Kuat Las Sudut... 23

2.7 Metode Elemen Hingga ... 24

2.7.1 Analisis Nonlinear... 24

2.8 Tegangan-tegangan Utama ... 26

2.9 Regangan ... 29

2.10 Hubungan Tegangan-Regangan ... 31

2.10.1 Elastic – Perfectly Plastic Model ... 32

2.10.2 Elastic – Linearly Hardening Model ... 33

2.10.3 Elastic – Exponential Hardening Model ... 33

2.10.4 Ramberg - Osgood Model ... 33

2.11 Daktilitas ... 34

2.12 Energi Histeresis ... 38

2.13 Redaman (Damping ) ... 39

2.14 Hardening Rule... 40

BAB III Metodologi Penelitian 3.1 Umum ... 43

3.2 Kajian Secara Numerik ... 43

(12)

3.4 Kajian Secara Eksperimental ... 46

3.5 Standar Pembebanan Dalam Pengujian Eksperimental ... 48

3.6 Peralatan yang Digunakan ... 50

3.7 Set up Pengujian ... 51

3.8 Pelaksanaan Pengujian ... 56

3.9 Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 57

3.9.1 Analisis Terhadap Parameter Kekuatan (Strenght) ... 58

3.9.2 Analisis Terhadap Parameter Kekakuan (Stiffness) ... 58

3.9.3 Analisis Terhadap Parameter Dissipasi Energi... 58

3.10 Evaluasi terhadap Link Menengah ... 58

BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Umum ... 59

4.2 Geometri Elemen Link... 60

4.3 Properti Material ... 61

4.4 Model Elemen Link ... 61

4.5 Link Standar AISC ... 63

4.6 Studi Perilaku Pertelakan Pengaku Badan ... 63

4.7 Perilaku Link Terhadap Beban Statik Monotonik ... 65

4.8 Perilaku Link Terhadap Beban Siklik... 69

4.9 Kekuatan (Strenght) ... 72

4.10 Kekakuan (Stiffeness) ... 72

4.11 Energi Dissipasi ... 74

4.12 Kajian Eksperimental... 75

(13)

4.13.1 Benda Uji1 ... 77

4.13.2 Benda Uji 2 ... 79

4.14 Respon Inelastik Benda Uji Terhadap Beban Siklik ... 81

4.14.1 Mekanisme Inelastik Benda Uji 1 ... 81

4.14.2 Meknisme Inelastik Benda Uji 1 ... 87

4.15 Mode Keruntuhan Benda Uji ... 94

4.16 Analisa Energi Dissipasi ... 99

4.17 Analisa Kekuatan... 100

4.18 Analisa Kekakuan ... 103

4.19 Analisa Daktilitas ... 104

4.20 Analisa Damping Equivalent ... 105

4.20.1 Analisa Damping Equivalen Benda Uji 1 ... 105

4.20.2 Analisa Damping Equivalen Benda Uji 2 ... 109

4.21 Analisa Kurva Backbone ... 114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 117

5.2 Saran ... 117

DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Hal

2.1 Kurva hubungan tegangan-regangan baja 7

2.2 Tiga tipe rangka baja penahan gempa 9

2.3 Diagram beban-perpindahan sistem rangka baja 10

2.4 Konfigurasi bracing pada sistem EBF 11

2.5 Sudut rotasi link 12

2.6 Hubungan panjang link dengan sudut rotasi 16

2.7 Gaya-gaya pada elemen link 17

2.8 Contoh detail pengaku link 20

2.9 Las sudut 22

2.10 Tn berimpit σnn 26

2.11 Deformasi elemen dengan regangan 30

2.12 Kenaikan tegangan dan regangan 31

2.13 Energi histeretik 38

2.14 Kurva energi histeretik pada kondisi pembebanan harmonis 39 2.15 Pola hystereris loop isotropic hardening model 40 2.16 Pola hystereris loop kinematic hardening model 41 2.17 Pola hystereris loop combined hardening model 42

3.1 Link tanpa pengaku badan 44

3.2 Link dengan pengaku badan vertikal 45

3.3 Link dengan pengaku diagonal 45

3.4 Tahap pengkajian numerik dalam analisis terhadap link 46 3.5 Tahap pengkajian eksperimen dalam analisis terhadap link 47

3.6 Pola pembebanan siklik yang digunakan 49

3.7 Specimen uji tarik dan mesin uji tarik 51

3.8 Benda uji Link dengan pengaku badan vertikal 52

3.9 Letak strain gauge pada link 53

3.10 Pemasangan strain gauge dan pengecekan strain gauge 54

3.11 LVDT 55

3.12 Data logger terpasang ke perangkat komputer 56 3.13 Setup peralatan eksperimental dan benda uji 57

4.1 Geometri elemen link 60

(15)

4.3 Kurva tegangan regangan hasil uji tarik baja 61 4.4a Link dengan pengaku badan standar AISC pada kedua sisi pada

kondisi leleh pertama 64

4.4b Link dengan pengaku badan standar AISC pada satu sisi pada

kondisi leleh pertama 64

4.4c Link dengan pengaku badan standar AISC pada satu sisi pada

kondisi tegangan maksimum 65

4.4d Link dengan pengaku badan standar AISC pada kedua sisi pada

kondisi tegangan maksimum 65

4.5 Kurva load vs displacement untuk pembebanan statik monotonik 67

4.6 Posisi tegangan leleh untuk tiap model 68

4.7 Kurva histeresis link model AISC 69

4.8 Kurva histeresis link model DSX-4 70

4.9 Kurva histeresis link model DSX-6 70

4.10 Kurva histeresis link model DSX-8 71

4.11 Perbandingan kurva histeretik tiap benda uji 71 4.12 Kurva perbandingan kekakuan untuk arah tekan 73 4.13 Kurva perbandingan kekakuan untuk arah tarik 73

4.14 Kurva perbandingan energi histeresis 75

4.15 Pola pembebanan 75

4.16 Posisi perletakan LVDT 76

4.17 Benda uji 1 77

4.18 Benda uji 1 pada tumpuan 78

4.19 Proses pemasangan rol dan rol yang Sudah Terpasang 78

4.20 Perletakan strain gauge 79

4.21 Benda uji 2 79

4.22 Benda uji 2 pada setup 80

4.23 Posisi strain gauge pada benda uji 2 80

4.24 Kurva beban-regangan SGR 5,6,7 81

4.25 Kurva beban-regangan SGR8,9,10 82

4.26 Kurva beban-regangan SGR 11,12,13 83

4.27 Kurva beban-regangan SGS 1 83

4.28 Kurva beban-regangan SGS 2 84

4.29 Kurva beban-regangan SGS 3 85

4.30 Kurva beban-regangan SGS 4 85

(16)

4.32 Kurva beban-regangan SGS-1 Benda Uji 2 88 4.33 Kurva beban-regangan SGS-2 Benda Uji 2 88 4.34 Kurva beban-regangan SGS-3 Benda Uji 2 89 4.35 Kurva beban-regangan SGS-4 Benda Uji 2 90 4.36 Kurva beban-regangan SGS-5 Benda Uji 2 90 4.37 Kurva beban-regangan SGS-6 Benda Uji 2 91 4.38 Kurva beban-regangan SGS-7 Benda Uji 2 91 4.39 Kurva beban-regangan SGS-8 Benda Uji 2 92

4.40 Kurva histeretik loop benda uji 94

4.41 Benda uji 1 pada load step 1 95

4.42 Benda uji 2 pada load step 1 95

4.43 Benda uji 1 pada load step 3 96

4.44 Grafik load step 3, benda uji sudah mengalami deformasi kearah

kiri, bagian badan sudah mengalami retak rambut 96

4.45 Benda uji 1 pada load step 4 97

4.46 Benda uji 2 pada load step 3 97

4.47 Benda uji 1 kondisi runtuh (failure) 98

4.48 Benda uji 2 kondisi runtuh (failure) 99

(17)
(18)

DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Hal

2.1 Kategori link berdasarkan strengh ratio 17

2.2 Klasifikasi jarak pengaku badan antara 21

2.3 Tebal minimum las sudut 23

2.4 Tipe daktilitas 37

3.1 Data propertis strain gauge 50

4.1 Model link dengan variasi pengaku 66

4.2 Perbandingan kekakuan tiap model untuk tiap tahap pembebanan 72 4.3 Perbandingan energi dissipasi tiap tahap pembebanan 74

4.4 Mekanisme inelastis benda uji 1 86

4.5 Rekapitulasi mekanisme inelastis benda uji 2 93

4.6 Energi dissipasi tiap benda uji 99

4.7 Perbandingan gaya lateral maksimum pada tiap tahap pembebanan terhadap dua benda uji (arah tarik)

101 4.8 Perbandingan gaya lateral maksimum pada tiap tahap

pembebanan terhadap dua benda uji (arah tekan)

(19)

DAFTAR NOTASI

Aw

a = Jarak Antara Pengaku (Stiffner)

= Luas Penampang Badan (Web)

Ag = Luas Penampang db

dσ = Kenaikan Tegangan Yang Bersesuaian = Kedalaman Profil Balok (Beam)

e = Panjang Link (Link Length) E = Modulus Young

Et = Modulus Tangensial

Ep = Modulus Plastis.

�� = Regangan Pada Saat Ultimit

�� = Regangan Pada Saat Leleh Pertama

�� = Energi Pada Saat Ultimit

�� = Energi Pada Saat Leleh Pertama fuw

f

= Tegangan Tarik Putus Logam Las

u

f

= Tegangan Tarik Putus Bahan Dasar

y

f

= Tegangan Leleh

u

h = Tinggi lantai (story height) = Tegangan Ultimit

Ke

K

=Kekakuan Elastis

P

L = Lebar Bentang (bay width) = Kekakuan Plastis

Mp

Pu = Gaya Aksial Yang Dijinkan

= Momen Plastis Yang Berkerja Yang Menyebabkan Plastifikasi Py = Gaya Aksial Nominal

�� = Beban Terfaktor Persatuan Panjang

��� = Tahanan Nominal Las Persatuan Panjang

tf

t

= Ketebalan Sayap (flange)

w

Vn = Kuat Geser Nominal = Ketebalan Badan (web)

Vp

Vu = Kuat Geser Ultimit

= Gaya Geser Yang Berkerja Yang Menyebabkan Plastifikasi Zx

�� = Pergeseran Plastis Lantai (plastic story drift).

= Modulus Penampang Plastis øv

γp = Faktor Reduksi (LRFD)

µ = Daktilitas Material = Sudut Rotasi Inelastic µc

Ф = Kurvatur Pada Saat Ultimit = Daktilitas Kurvatur

(20)

µr

�� = Rotasi Pada Saat Ultimit

= Daktilitas Rotasi

�� = Rotasi Pada Saat Leleh Pertama

µs

�� = Simpangan Pada Saat Ultimit

= Daktilitas Struktur

�� = Simpangan Pada Saat Leleh Pertama

µe

μ = Poisson Ratio = Daktilitas Energi

(21)

ABSTRAK

Struktur rangka baja terbagi menjadi tiga tipe: rangka penahan momen, rangka berpengaku konsentrik dan rangka berpengaku eksentrik. Berdasarkan penelitian terdahulu, disimpulkan bahwa rangka berpengaku eksentrik lebih unggul dari rangka penahan momen dan rangka berpengaku konsentrik.

Rangka berpengaku eksentrik memiliki elemen yang disebut link. Link berfungsi seperti sekring, ketika gempa besar terjadi, link menyerap energi dengan proses plastifikasi sehingga struktur secara umum tidak rusak. Secara umum link dapat dibagi menjadi tiga jenis: link pendek (link geser), link menengah (link kombinasi dan link panjang (link lentur). Penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, kajian numerik dan kajian eksperimen.Kajian numerik bertujuan untuk mendapatkan parameter-parameter penting pada link dan kajian eksperimen untuk membuktikan kajian numerik. Pada kegiatan eksperimental, dua model akan diuji. Model pertama adalah model standar AISC dan model kedua adalah model yang dimodifikasi dengan pemasangan pengaku diagonal.Kriteria kemampuan link diukur dari kekuatan, kekakuan, daktilitas dan disipasi energi.

Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa perilaku link menengah telah berubah, sebagaimana ditunjukkan distribusi tegangan pada baja yang menyerupai link geser dengan tegangan terpusat pada bagian badan.Berdasarkan kriteria kemampuan link, dari kedua model yang telah diuji, disipasi energi link menengah meningkat 188%, untuk kekuatan dan kekakuan sedikit di atas standar AISC dan daktilitas dari link menengah meningkat 1.42 kali.

(22)

ABSTRACT

Steel framestructureis dividedintothreetypes: moment resisting frame, concentric braced frame and eccentric braced frame. Based on the researchstudy, it was foundthat the eccentric braced framewassuperior thanmoment resisting frame and concentric braced frame.

Eccentric braced frame hasan element which is calledlink. It workslike afuse, when agreatearthquake occurs, the link absorbs energy by plastification process sothat structure is generally not broken. Generally the link element is divided into threetypes oflinks: short links(shear link), intermediate link(combination link) and thelonglink(flexural link).This studyis dividedinto twosections, numericalstudiesandexperimentalstudies. Numericalstudyaimstoobtain the importantlinkparametersandexperimentalstudiestoverify thenumericalstudy. In theexperimentalactivities,two models were tested. The firstmodelis AISC standard and the second model is the modificated model usingdiagonalstiffener. Linkcapabilitycriteriawere

measuredfromstrength,stiffness,ductilityandenergydissipation.

The results of the studyshowed that the behavior of the intermediatelinkschanged, asshownbythestressdistributionon thesteelthatresemblespropylshearlinkwithstressed centeredon thebody. Basedon thecriteriaofabilitytolink, ofthetwomodelsthathavebeentested, energydissipationintermediatelinksincreases188%

forstrengthandstiffnessslightlyabovetheAISCstandards link andthe ductility of the intermediate linkincreased1.42times.

(23)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejadian gempa yang sering terjadi di Indonesia menyebabkan banyak korban berjatuhan. Kejadian gempa ini disebabkan oleh letak geografis Indonesia, sehingga potensi gempa baik tektonik ataupun vulkanik akan besar terjadi di Indonesia. Sesungguhnya gempa tidak menimbulkan korban manusia, namun kegagalan atau keruntuhan bangunan yang menyebabkan korban berjatuhan.Hal ini sesungguhnya tidak boleh terjadi apabila bangunan-bangunan tersebut direncanakan dan dilaksankan dengan baik dan benar.Di dalam tahap perencanaan hendaknya digunakan desain-desain yang sesuai dengan karakteristik alam kita yang tingkat seismisitasnya tinggi.Untuk itu perlu di lakukan kajian dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan sehingga korban manusia akibat dari keruntuhan bangunan dapat dihindari.

Dalam upaya meningkatkan performa terhadap beban gempa, daktilitas kini menjadi konsep penting dalam menciptakan bangunan tahan gempa.Hal ini diperkuat dalam dituangkannya di dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).Konsep daktalitas mensyaratkan bangunan tidak hancur (collapse)secara keseluruhan.Kita memang tidak bisa melawan alam tapi kita dapat mengalihkan energi tersebut, guna menjaga struktur kita agar tidak rubuh (collapse).Untuk itu konsep daktilitas memperbolehkan elemen yang dipilih mengalami proses plastifikasi akibat penyerapan energi gempa, sehingga elemen-elemen lain masih dalam kondisi elastik. Untuk menciptakan hal demikian perlu adanya pengalihan penyerapan energi oleh elemen struktur, sehingga elemen lain tidak terkena dampak energi yang berlebihan akibat gempa.

(24)

disebabkan, baja memiliki kekuatan, daktilitas dan dissipasi energi yang lebih baik dari beton di samping mutu baja yang lebih terjamin karena terfabrikasi.Sedangkan beton kekuatan dan daktilitas lebih rendah, dan mutunya kurang terjamin karena banyak sekali faktor-faktor penyebab, seperti jenis material, proporsi, teknik pelaksanaan di lapangan, perawatan (curing), dan lain sebagainya.

Dari riset-riset yang telah dilakukan diperoleh tiga tipe struktur yaitu: (1)

Moment Resisting Frame (MRF) ataurangka penahan momen, (2) Concentrically BracedFrame (CBF)atau rangka berpengaku konsentrik, (3) Eccentrically Braced Frame (EBF) atau rangka berpengaku eksentrik.Umumnya bangunan sederhana menggunakan sistem rangka penahan momen (MRF), dalam hal dissipasi energi MRF cukup baik namun struktur ini kurang kaku sehingga dibutuhkan dimensi penampang yang besar.Berbeda halnya dengan rangka berpengaku konsentrik (CBF), CBF memiliki kekakuan yang tinggi namun untuk hal dissipasi energinya kurang baik.Untuk menggabungkan kelemahan dan kelebihan kedua tipe struktur tersebut maka dikembangkan tipe rangka berpengaku eksentrik (EBF) di mana tipe ini memiliki kekuatan dan kekakuan seperti CBF dan dissipasi energi yang baik seperti MRF.

(25)

darikurva histeretik yang dihasilkan di mana luasan dari kurva histeretik loop merupakan besarnya energi yang diserap. Sebagaimana yang telah dijelaskan, link merupakan sekring pada sistem rangka berpengaku eksentrik, di mana ketika terjadi gempa struktur secara keseluruhan masih dalam kondisi elastik karena energi yang timbul oleh gempa diserap oleh link (Yurisman. 2010).

Secara umum link terbagi menjadi dua yaitu: (1) link panjang (e > 2,6Mp/Vp) dan (2) link pendek (e < 1,6 Mp/Vp). Link panjang atau disebut dengan link lentur dapat ditandai dengan terjadinya fracture dan tekuk pada sayap. Sedangkan link pendek atau link geser ditandai dengan terjadinya keruntuhan pada badan. Dari penelitian sudah ada link pendek atau link geser memiliki kinerja yang baik dalam mendissipasi energi gempa melalui deformasi inelastik geser pada pelat badan link yang ditunjukkan dengan kurva hysteresis yang ‘gemuk’ dan stabil (Moestopo M, dkk 2009). Namun secara Arsitektural link pendek kurang dinamis dibandingkan dengan link menengah ataupun link panjang. Selain dari sulitnya penataan secara arsitektur untuk penggunaan link pendek, link pendek mempunyai sudut rotasi inelastik yang besar dibanding link panjang ataupun link menengah sehingga jika terjadi gempa maka kerusakan pada bangunan non struktural akan rentan terjadi, namum pada link panjang ataupu link menengah dengan sudut rotasi inelastic yang kecil maka kerusakan secara non struktural akan kecil terjadi. Untuk itu perlu dikembangkan peningkatan kinerja link menengah.

(26)

memungkinkan elemen nonstruktural masih dalam kondisi baik. Asumsi ini yang dijadikan dasar merubah perilaku link menengah menjadi link pendek.

Seperti yang telah diuraikan di atas pada link menengah sudut deformasinya akan lebih kecil tetapi daktilitas dan dissipasi energinya kecil. Untuk itu maka perlu dilakukan pengkajian mendalam untuk mendapatkan kinerja link menengah yang optimal sehingga perilaku yang dihasilkan link menengah dapat menyerupai perilaku link pendek.Melalui penelitian ini peneliti ingin mengkaji dan melakukan peningkatan kinerja pada link menengah, dengan mengubah sifat karakteristik link menengah dengan memasangkan pengaku diagonal pada kedua ujungnya.Sehingga tercipta link menengah dengan kinerja yang optimal.

1.2 Tujuan Penelitian

Sebagaimana telah dinyatakan pada latar belakang, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kinerja yang optimal link menengah dengan memasangkan pengaku diagonal pada kedua ujungnya. Secara detail dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Memahami mekanisme penyerapan energi (energy dissipation) gempa pada struktur rangka baja berpengaku eksentrik (EBF).

2. Melakukan pengkajian terhadap parameter-parameter yang berpengaruh signifikan terhadap elemen link dalam sistem rangka baja berpengaku eksentrik (EBF).

3. Melakukan pengkajian terhadap keterkaitan parameter-parameter tersebut satu sama lain dalam menghasilkan link menengah dengan kinerja yang lebih baik.

(27)

1.3 Pembatasan Masalah

Analisis dan kajian yang meliputi peningkatan kinerja link menengah dengan pemasangan pengaku diagonal pada bagian ujung, mengingat keterbatasan waktu dan dana yang ada maka perlu dibatasi kepada permasalahan yang dianggap signifikan sehingga hasil yang dihasilkan dapat lebih optimal. Adapun batasan masalah pada penelitian ini meliputi:

1. Link yang akan ditinjau ialah link menengah dengan profil IWF 200.100.5,5.8 dengan panjang link 600 mm.

2. Sambungan link yang digunakan adalah sambungan las.

3. Analisa numerik dalam penelitian ini digunakan MSC/Nastran,

4. Benda uji yang digunakan hanya berupa balok link sesuai dengan batasan-batasan di atas.

1.4 Sistematika Penulisan

Pembahasan mengenai latar belakang, metodologi, proses penelitian hingga kehasil analisa dalam penyusunan thesis ini akan disusun kedalam sejumlah bab dengan sistematika bab terurai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang pengambilan judul penelitian, tujuan, urgensi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Studi Pustaka

Bab ini berisikan teori-teori yang digunakan dalam melakukan penelitian.

Bab III : Metodologi Penelitian

(28)

Bab IV : Analisa Data

Bab ini berisikan analisa kinerja terhadap link menengah baik secara numerik maupun eksperimental.Kinerja link pada penelitian ini meliputi kekuatan, kekakuan, daktilitas dan dissipasi energi. Pada bab ini juga akan membahas perilaku link yang telah dipasangkan pengaku diagonal.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja

Material baja merupakan material yang dikenal unggul dibandingkan beton.Baja merupakan material campuran logam (alloy) yang terbentuk oleh besi (Fe) yang mangandung karbon dan unsur lainnya seperti mangan, kromium, vanadium dan tungsten. Komposisi campuran tersebut akan menghasilkan mutu yang berbeda-beda. Penggunaan karbon dalam pembuatan material baja adalah untuk meningkatkan kekuatan (strength).Namun dengan meningkatnya kekuatan (strength) maka daktilitas cenderung menurun.Untuk itu perlu kontribusi komponen kimia lainnya dalam menyeimbangkan antara kekuatan dan daktilitas.

Dalam merencanakan suatu struktur perlu dipahami karakteristik material yang akan digunakan. Untuk itu perlu dipahami mengenai material properti, material properti berisi informasi kekuatan dan daktilitas dari suatu material, yang nantinya digunakan dalam pertimbangan pemilihan material.Hubungan antara tegangan dan regangan digunakan dalam melihat tingkat daktilitas suatu material.Semakin panjang kurva yang dihasilkan maka semakin tinggi pula tingkat kedaktilan material tersebut.

(30)

Dari kurva di atas dapat lihat hubungan tegangan-regangan baja terbagi menjadi 4 zona yaitu zona elastik, zona plastis, zona strain hardening, zona terjadinya necking dandi akhiri dengan keruntuhan (failure). Keempat zona tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

• Zona elastis, pada zona ini terlihat tegangan dan regangan bertambah membentuk garis linear. Kemiringan linear pada zona elastik ini disebut dengan modulus young (E) atau lebih dikenal sebagai modulus elastisitas. Kondisi material pada zona ini adalah linear elastik artinya pembebanan pada daerah ini menyebabkan material dapat kembali ke bentuk semula. Akhir dari zona ini ialah ketika tercapainya kelelehan material (fy).

• Zona plastis, setelah awal kelelehan terjadi maka material akan masuk pada zona berbentuk garis datar (flat plateau), pada zona ini hanya ada peningkatan regangan. Kondisi material pada zona ini tidak lagi elastik tetapi sudah plastis artinya material yang berdeformasi tidak dapat kembali ke bentuk awal.

• Zona strain hardening, zona ini ditandai dengan meningkatnya tegangan dan regangan namun hubungan yang terjadi tidak lagi linear tetapi sudah non linear.

• Zona necking, zona ini tercapai saat tegangan mencapai kelelehan ultimit (fu) yang secara berlahan-lahan turun hingga material mencapai titik keruntuhan (failure).

(31)

Gambar 2.2 Tiga tipe rangka baja penahan gempa (Yurisman. 2010)

e

MRF CBF EBF

2.2 Sistem Rangka Baja

Secara umum sistem bangunan rangka baja atas tiga tipe yaitu: (1) Moment Resisting Frame (MRF) ataurangka penahan momen, (2) Concentrically BracedFrame (CBF) atau rangka berpengaku konsentrik dan (3) Eccentrically Braced Frame (EBF) atau rangka berpengaku eksentrik yang dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Moment Resisting Frame (MRF) ataurangka penahan momen adalah sistem rangka yang umum digunakan, tipe ini mempunyai kemampuan dissipasi energi yang sangat baik.Penyerapan energi gempa dilakukan dengan terjadinya kelelehan pada balok dan kolom serta panel zone yang berada di dekat joint sehingga terbentuknya sendi plastis.

(32)

Eccentrically Braced Frame (EBF) atau rangka berpengaku eksentrik merupakan penggabungan dari kedua rangka di atas. Sehingga mengahasilkan tingkat kekakuan dan daktilitas sama baik. Kelelehan tipe ini terjadi dengan terbentuknya plastifikasi elemen link tanpa memperbolehkan elemen lain mengalami kelelehan atau masih dalam kondisi elastik. Elemen link ialah elemen yang sengaja dilemahkan untuk menyerap energi gempa yang merupakan bagian dari balok. Elemen link juga dapat diibaratkan sebagai sekering, sehingga jika terjadi beban gempa yang berlebihan, elemen link akan memutuskannya dengan proses plastifikasi.

Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Sistem rangka berpengaku eksentrik atau EBF lebih unggul dibandingkan dengan sistem rangka pengaku momen dan system rangka berpengaku konsentrik. Hal ini dapat dinyatakan pada Gambar 2.3 berikut:

2.3 Sistem Rangka Berpengaku Eksentrik

Sistem rangka berpengaku eksentrik atau yang dikenal dengan Eccentrically Braced Frame (EBF) diperkenalkan pertama sekali pada tahun 1970-an, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Popov.Struktur EBF memiliki keunggulan sebagai mana telah dipaparkan di atas, di mana tipe ini merupakan penggabungan

(33)

e

antara Concentrically BracedFrame (CBF) atau rangka berpengaku konsentrik dengan Moment Resisting Frame (MRF) ataurangka penahan momen.Kemampuan penyerapan energi pada struktur ini terletak pada adanya elemen pada balok yang disebut link yang menyebabkan tingginya daktalitas sistem EBF. Dissipasi energi atau penyerapan energi gempa terjadi dengan proses plastifikasi atau perlelehan pada profil link.

Dengan konsep EBF yang mengalihkan penyerapan energi kepada elemen link, diharapkan elemen-elemen lain di luar link masih dalam kondisi elastik sehingga struktur masih dapat bertahan agar proses evakuasi pada kejadian gempa dapat terlaksana. Sistem rangka berpengaku eksentrik memiliki beberapa tipe berdasarkan konfigurasi dari pengaku (bracing) yaitu 1 (Split K-Braced 2) (V-Braced dan 3) D-Braced seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.4.

(34)

Akibat pembeban lateral (beban gempa) yang bekerja pada EBF element link mengalami deformasi yang membentuk sudut inelastik. Untuk setiap tipe EBF bentuk dari deformasi strukturnya berbeda-beda.Seperti yang tercantum pada Gambar 2.5.

Dari Gambar 2.5 dapat dilihat bahwa besarnya sudut rotasi (γp

Gambar 2.4 Konfigurasi bracing pada sistem EBF

) Tipe K dan tipe D sama sehingga dapat diperhitungkan dengan rumus berikut:

(35)

= � ���

(2.1)

Untuk tipe V-Braced besarnya sudut rotasi (γp

γ

) dapat dihitung sebagai berikut:

p

dan besarnya sudut plastis (�) dapat dihitung sebagai berikut: =

���� (2.2)

�� = � (2.3)

Di mana:

L = Lebar bentang (bay width)

e = Panjang Link (Link Length) h = Tinggi lantai (story height)

�� = Pergeseran plastis lantai (plastic story drift).

2.4 Elemen Link

Elemen link ialah bagian dari balok pada sistem EBF yang direncanakan untuk mendisipasi energi ketika terjadi gempa kuat.Ukuran dari panjang link dapat mempengaruhi kekakuan lateral. Untuk ukuran link yang pendek akan menimbulkan efek kekakuan lateral yang besar. Dan semakin panjang ukuran link maka akan semakin kecil kekakuan yang dihasilkan dan perilakunya akan lebih fleksibel menyerupai sistem rangka penahan momen atau MRF.

(36)

Link geser atau link pendek adalah elemen link yang kelelehannya terjadi akibat gaya geser yang bekerja. Ciri-ciri keruntuhannya terjadi kerusakan pada daerah badan terlebih dahulu. Link lentur atau link panjang adalah elemen link yang kelelehannya terjadi akibat momen atau gaya lentur. Ciri-ciri keruntuhannya terjadi kerusakan pada daerah sayap.

Link pendek umumnya memiliki kinerja yang baik dibandingkan dengan link panjang. Namun rotasi inelastik yang disyaratkan cukup besar sehingga ada kemungkinan terjadi kerusakan pada elemen non struktural.Berbeda dengan link panjang yang memiliki sudut rotasi yang kecil sehingga elemen struktural masih dalam kondisi aman.Dari segi arsitektural link panjang memiliki keunggulan dibandingkan dengan link pendek karena bracing pada rangka tidak terlalu panjang.

2.4.1 Beberapa Penelitian Tentang Link

Penelitian tentang link berawal dari penelitian tentang struktur rangka berpengaku eksentrik atau yang dikenal dengan Eccentrically Braced Frame (EBF). Pada tahun 1970-an oleh Popov dan Roeder melakukan penelitian dengan skala 1:3 dengan objek penelitian gedung 20 lantai. Penelitian tentang EBF mulai dikembangkan dengan penelitian oleh Engelhardt dan popov pada tahun 1989a, 1989b, 1992; Kasai dan Popov Pada tahun 1986a, 1986b, 1986c; Ricles dan Popov pada tahun 1987, Whittaker, Uang, dan Bertero pada tahun 1987.

Berdasarkan riset-riset yang ada (Kasai dan Popov 1986; Ricles dan popov 1987; Gobarah dan Ramadhan 1994) dievaluasi bahwa model link yang dikembangkan oleh Ricles dan Popov 1977 tidak dapat digunakan untuk semua aplikasi.

(37)

didesain dengan baik. Sehingga gaya aksial yang besar dapat diminimalisir. Link adalah elemen planar dengan tanpa ada derajat kebebasan. Berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Kasai dan Popov (1986), pada saat link mengalami kelelehan dan strain hardening berlangsung maka pada saat itu tidak ada interaksi antara momen dan gaya geser. Dengan mengadopsi asumsi-asumsi ini didapatkan model yang akurat dalam mempresentasekan perilaku link geser.

Yurisman, dkk (2011) mempaparkan dalam penelitiannya mengenai link panjang dengan pengaku diagonal, dalam rangka meninggkatkan kinerja link. Di dalam penelitian yang menggunakan bantuan program komputer. Elemen link dimodelkan sebagai elemen Shell melalui pendekatan elemen hingga di mana tiap elemen terdiri dari empat node dan tiap node memiliki enam derajat kebebasan. Profil yang ditinjau adalah profil IWF dari hasil yang ditunjukkan terlihat ada peningkatan kinerja link sekitar 16 persen.

2.4.2 Perencanaan Link

Berdasarkan penelitian Kasai dan Popov, 1986 yang telah tertuang di dalam AISC 2005, persamaan dalam menentukan panjang elemen link dan syarat rotasi inelastik dapat diambil sebagai berikut:

a. Link Pendek /link geser murni. e ≤ 1,6Mp/Vp, γp

Kelelehan pada link jenis ini diakibatkan oleh geser, sehingga terjadi kerusakan (fracture) pada badan.

= 0,08 radian

b. Link Panjang/Link lentur murni, e ≥ 2,6Mp/Vp, γp

Kelelehan pada link jenis ini diakibatkan oleh momen lentur, sehingga terjaditekukdan torsi lateral pada sayap.

= 0,02 radian

c. Link kombinasi geser dan lentur, 1,6Mp/Vp < e < 2,6Mp/Vp

Sudut rotasi inelastik (γp) diperoleh dengan melakukan interpolasi antara

(38)

Di mana:

= Momen plastis yang berkerja yang menyebabkan plastifikasi

x

F

= Modulus penampang plastis

y

V

= Tegangan leleh baja

p

A

= Gaya geser yang berkerja yang menyebabkan plastifikasi

w

d

= Luas penampang badan (web)

b

t

= Kedalaman profil balok (beam)

f

t

= Ketebalan sayap (flange)

w = Ketebalan badan (web)

Karena link berperilaku sebagai balok pendek yang pada kedua sisinya berkerja gaya geser dengan arah yang belawanan, maka pada kedua ujungnya akan

Gambar 2.6 Hubungan panjang link dengan sudut rotasi inelastik

(39)

bekerja gaya momen dengan arah yang sama (Yurisman, dkk. 2010) yang dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Dari Gambar 2.7 dapat terlihat kedua gaya tersebut yang mempengaruhi proses kelelehan (plastifikasi) pada elemen link. Seperti yang telah diurai diawal perilaku link akan sangat dipengaruhi oleh gaya yang bekerja. Yurisman dkk 2010 membagi link menjadi empat jenis antara lain dapat dilihat dalam Tabel 2.1. berikut:

Jenis link Panjang link

Link geser murni e < 1,6Mp/Vp Link dominan geser 1,6Mp/Vp < e <

2,6Mp/Vp Link dominan lentur 2,6Mp/Vp < e <

5,0Mp/Vp, Lentur Murni e > 5Mp/Vp Tabel 2.1 Kategori link berdasarkan strength ratio (Yurisman, dkk 2010)

V

M

M

V

(40)

Ketentuan-ketentuan perencanaan elemen link berdasarkan AISC, 2005 adalah sebagai berikut:

a. Perbandingan antara lebar dan ketebalan profil harus mengacu pada table I-8-1 AISC. Seismic Provision 2005 tentang pembatasan rasio lebar dan tebal untuk elemen tertekan.

b. Berdasarkan riset yang dilakukan tentang localbuckling pada link oleh Okazaki, Arce, Ryu, dan Engelhardt, 2004 dan Richard, Uang, Okazaki, Engelhardt, 2004. Rasio lebar dan tebal sayap pada link untuk panjang 1,6 Mp/Vp

c. Kuat geser nominal (Vn) dari elemen link harus lebih kecil dari kuat geser plastis (Vp) sebagai berikut:

atau kurang dapat diperlonggar dari 0.30��/�menjadi

0.38��/�. Batasan baru ini sesuai dengan table B4.1 di dalam peraturan AISC Seismic Provision 2005.

• Untuk e ≤ 2,6Mp/Vp maka nilai untuk Vn = Vp • Untuk e >2,6Mp/Vp maka nilai untuk Vn = 2Mp/e

Di mana nilai Mp dan nilai Vp diperoleh dari persamaan 2.4 dan 2.5.

d. Sesuai ketentuan LRFD, maka kekuatan geser nominal (Vn) harus lebih besar dari atau sama kuatnya dengan kuat geser Ultimit (Vu) di mana kuat geser nominal harus dikalikan dengan suatu faktor reduksi (øv

Sehingga kita dapatkan formulasi:

):

Vu ≤ øv .Vn (2.7)

Di mana:

Vu = Kuat geser ultimit øv

Vn = Kuat gesr nominal

(41)

e. Efek dari gaya axial pada link diabaikan apabila gaya axial yang diijinkan tidak lebih besar 15 persen dari kekuatan leleh nominal pada link atau dapat dibentuk persamaan berikut:

Pu ≤ 0.15 . Py (2.8)

Py = Fy.Ag (2.9)

Dimana:

Pu = Gaya aksial yang dijinkan Py = Gaya aksial nominal Fy = Kuat leleh baja Ag = Luas penampang

2.5 Pengaku Link (Link Sttiffner)

Pengaku pada elemen link dapat digunakan untuk meningkatkan daktalitas elemen link, dengan memasangkan pengaku pada badan maka akan memperlambat kejadian tekuk dan geser pada badan. Kejadian yang sering terjadi pada link pendek ialah terjadinya sobekan pada badan setelah terjadi tekuk (Kasai dan Popov 1986a). Berdasarkan penelitian itu maka Kasai dan Popov 1986 mengembangkan formulasi jarak pengaku sebagai berikut:

a = 29tw – d/5 untuk γp

a = Jarak antara pengaku (stiffner)

tw γ

= Tebal badan

p

Untuk memperjelas penjelasan di atas dapat dilihat contoh link stiffner pada EBF tipe

(42)

Percobaan yang telah dilakukan Engelhardt dan Popov mendapatkan pemasangan pengaku pada link kombinasi (antara link pendek dan link panjang) tidak sepenuhnya dapat memperlambat tekuk pada sayap, namun demikian tekuk pada sayap tidak seserius tekuk pada badan. Meskipun kekuatan link akan menurun dengan meningkatnya sudut rotasi inelastik.

Untuk link yang berperilaku sebagai link panjang (lentur), pengaku badan bagian tengah berfungsi untuk membatasi penurunan kekuatan yang disebabkan tekuk lokal pelat sayap dan tekuk lateral buckling (Yurisman, 2011). Pada penelitan terdahulu, Hjelmstad dan Popov (1983) melakukan percobaan dengan link panjang dan menemukan bahwa adanya kebutuhan pengaku di luar link yaitu pada hubungan link dan bracing. Kebutuhan pengakuan ini didasari beberapa faktor termasuk panjang link, rasio perbandingan tebal dan lebar sayap, dan juga termasuk sudut antara bracing dan balok. Engelhardt dan Popov (1992) menyarankan solusi konservatif dengan memasangkan pengaku dengan kedalaman sebagian di seberang dari ujung link pada jarak 1,5 b

AISC 2005 Seismic Provisions for Structural Steel Building menetapkan ketentuan pengaku lateral elemen link sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 2.2. Pada tabel tersebut mengklasifikasikan link pada empat jenis berdasarkan

gaya-f.

(43)

gaya yang berkerja pada elemen link tersebut, tabel ini membagi link kombinasi menjadi dua yaitu dominan geser dan dominan lentur, tergantung dari gaya dominan yang bekerja jika pada link kombinasi dominan lentur yang berkerja maka link disebut link kombinasi dominan lentur jika sebaliknya gaya geser yang mendominasi pada elemen link maka link disebut link kombinasi dominan geser. Tentunya pola atau kontur tegangan akan berbeda antara link kombinasi dominan geser dengan link kombinasi dominan lentur. Jika pada link dominan lentur tegangan akan lebih banyak pada pada bagian sayap dan untuk dominan geser, tegangan akan lebih besar pada bagian badan. Hal ini tentunya akan menimbulkan sudut rotasi yang berbeda antara satu jenis elemen link dengan jenis lainnya sebagaimana pada tabel.

No Panjang Link Jenis Link Sudut

(44)

2.6 Las

Dalam konstruksi baja tentunya akan dijumpai sambungan, apakah untuk menambah bentang ataupun menambah elemen-elemen pada struktur baja tersebut. Sambungan terdiri komponen sambungan dan alat pengencang, komponen sambungan sendiri terdiri dari pelat pengisi, pelat buhul, pelat pendukung dan pelat penyambung.Sedangkan untuk alat pengencang dapat dibagi menjadi dua yaitu menggunakan baut atau las. Pemilihan pengencangan didasarkan keperluan struktur yang diharapkan, jika pengencangan diharapkan menimbulkan friksi maka dapat digunakan baut namun jika sambungan tidak boleh menimbulkan friksi dan slip maka digunakan sambungan las. Jenis las berdasarkan SNI terbagi menjadi 4 jenis yaitu, las tumpul, las susun, las sudut dan las tersusun.

Jenis las yang akan digunakan pada penelitian ini adalah las sudut, di mana kegunaan las sudut adalah untuk menyambungkan link dengan stiffner agar menjadi satu kesatuan. Gambar 2.9 menunjukkan jenis-jenis las sudut berdasarkan teknik pengelasannya, las sudut konkaf cenderung cekung kearah dalam daerah yang dilas, sedangkan las sudut konveks cenderung cembung kearah luar yang dilas sehingga ada tebal perkuatan, dan untuk las sudut sela akar terdapat sela atau rongga pada komponen yang akan dilas.

(45)

2.6.1 Ukuran Las

Dalam pengelasan perlu direncanakan tebal las tersebut karena akan mempengaruhi sifat dan karakteristik. Peraturan SNI 03 - 1729 – 2002 menetapkan tebal minimum las berdasarkan Tabel 2.3 berikut:

Tebal Bagian yang paling tebal t[mm] Tebal Minimum Las Sudut tw [mm]

t≤ 7 3

7 <t≤ 10 4

10 ≤ t 15 5

15 ≤ t 6

Dan untuk tebal maksimum las sudut sepanjang tepi, apabila komponen lebih kecil dari 6,4 mm maka tebal las maksimum diambil setebal komponen, namun apabila tebal komponen sama dengan atau lebih dari 6,4 mm maka diambil tebal las 1,6 mm kurang dari tebal komponen kecuali didesain untuk tujuan tertentu.

Panjang efektif las berdasarkan SNI 03 - 1729 – 2002 adalah seluruh panjang las sudut berukuran penuh dan tidak harus 4 kali ukuran las, jika kurang maka ukuran las untuk perencanaan harus dianggap 0,25 kali panjang efektif. Luas efektif dari las sudut adalah perkalian panjang efektif dan tebal rencana. Luas efektif ini yang menahan gaya pada sambungan dari keruntuhan.

2.6.2 Kuat Las Sudut

Dalam struktur baja perencanaan kekuatan suatu sambungan sangat penting untuk diperhatikan, hal ini dilakukan agar struktur baja yang direncanakan tidak terjadi kegagalan pada sambungan. Untuk las sudut kekuatan las harus dapat memenuhi persyaratan berikut:

�� ≤ø��� (2.13)

(46)

Dengan

Ø f�� = 0,75tt(0,6 fuw

Ø

) (las) (2.14)

f��� = 0,75tt(0,6 fu ) (bahan dasar) (2.15)

Dengan Ø f =

Di mana:

0,75faktor reduksi kekuatan saat fraktur

�� = Beban terfaktor persatuan panjang

��� = Tahanan nominal las persatuan panjang fuw

f

= Tegangan tarik putus logam las, MPa

u = Tegangan tarik putus bahan dasar, Mpa

2.7 Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga digunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan numerik.Ide berfikir dari Metode elemen hingga/Finite element method (FEM) ialah seperti membangun suatu objek yang besar dengan menggunakan elemen-elemen kecil dan sederhana.Metode elemen merupakan metode yang sangat aplikatif untuk berbagai kebutuhan, baik untuk perhitungan eksperimen, untuk perhitungan simulasi dan lain sebagainya.Keunggulan dari metode elemen hingga ialah dapat dibantu dengan komputer dalam penyelesaiannya karena metode elemen hingga (FEM) sangat aplikatif dengan bahasa komputer.

2.7.1 Analisis Nonlinear

(47)

sederhana melainkan persamaan nonlinear. Di dalam teori mekanika benda pejal (solid mechanics) disebutkan bahwa persamaan nonlinear berdasarkan tiga persamaan

differensial berikut:

• Kondisi setimbang

����

��� +�� = 0 (2.16)

Di mana ��� adalah komponen tegangan tensor, � adalah gaya badan dan �� adalah koordinat ruang.

• Hubungan konstutif ditunjukkan dengan hubungan tegangan-regangan.

��� = �������� (2.17)

Di mana ��� adalah komponen regangan tensor dan ����� adalah konstanta elastik.

• Syarat kompabilitas dinyatakan dalam hubungan regangan-perpindahan. ��� = ½ ������+ ����� (2.18)

Di mana � adalah perpindahan.

(48)

Untuk melakukan analisa nonlinear pada program MSC/Nastran ada beberapa hal yang harus diketahui. Dalam menganalisa secara nonlinear pengaturan jumlah

increment akan mempengaruhi hasil analisa, jumlah increment yang terlalu kecil akan mengahasilkan output yang sedikit namun jika jumlah increment terlalu besar maka waktu yang dibutuhkan akan lama dan tidak efisien, untuk itu penentuan jumlah

increment perlu disesuaikan dengan kebutuhan analisa. Selanjutnya yang perlu diperhatikan jumlah iterasi, sama halnya dengan increment jumlah dari iterasi perlu diperhatikan untuk mendapatkan efesensi. Dan untuk solusi penyelesaiannya MSC/Nastran memberikan beberapa alternatif yaitu: Arc-Length Method, Full Newton Raphson, Modified Newton Method.

2.8 Tegangan-tegangan Utama

Pada suatu bidang ruang yang terdapat suatu tegangan resultan Tndi mana

garis tegangan tersebut berimpitan dengan normal bidang sehingga tegangan geser,

σns tidak ada atau sama dengan nol. Arah yang dibentuk oleh Tn adalah arah utama

sehingga bidang yang dibentuk juga merupakan bidang utama (principal plane). Tegangan normal yang bekerja pada bidang utama disebut dengan tegangan utama (principal stress), tegangan utama terdiri dari tiga bidang utama yang saling tegak

lurus yaitu σnx,σny, σnz, seperti dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Tn berimpit σnn (Teori Elastisitas, Amrinsyah Nasution)

n�

z

σnx

x

y

σny

P

σnz

(49)

Hubungan antara tegangan bidang dengan normal dapat dituliskan sebagai berikut:

atau persamaan di atas dapat dituliskan dalam notasi tensor sebagai berikut:

σni= σji. nj, i =1,2,3 (2.21)

dengan memproyeksikan σnnterhadapsetiapσnx,σny,σnz

σ

maka diperoleh persamaan,

nn.cos (n,x)= σxx. (n,x)+ σyx(n,y)+ σzx cos (n,z)

secara matriks persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut:

(50)

Sehingga dari persamaan di atas dengan melakukan determinasi maka di dapat:

Nilai akar-akar pangkat tiga dari persamaan (2.24) merupakan nilai dari tegangan utama. Dengan mengisikan nilai keenam komponen tegangan kartesian ke dalam persamaan maka akan diperoleh tiga nilai akar persamaan:

a. Bila (σnn)R1, (σnn)R2 dan (σnn)R3 merupakan bilangan real maka n�R1, n�R2 dan

n�R3

b. Bila (σnn)R1

merupakan bilangan unik dan saling tegak lurus. = (σnn)R2 ≠ (σ

nn)R3 makategangan merupakan tegangan

hidrostatis dan setiap arah adalah arah utama.

Hubungan tegangan invariant dengan tegangan principal dapat dituliskan sebagai berikut:

merupakan tegangan invariant pertama, kedua dan ketiga, dengan menyamakan sistem koordinat ke dalam arah-arah utama maka, tegangan invariant

dapat dituliskan ke dalam persamaan berikut:

(51)

2.9 Regangan

Regangan merupakan nilai yang digunakan untuk menghitung intensitas deformasi, sama halnya dengan tegangan, regangan juga digunakan untuk menentukan gaya dalam. Regangan umumnya dapat dibagi menjadi dua yaitu regangan normal dan regangan geser. Regangan normal dilambangkan dengan

epsilon, ε, regangan normal digunakan untuk menghitung perubahan ukuran seperti

perpanjangan pada saat terjadinya deformasi, sedangkan regangan geser

dilambangkan dengan gamma γ, regangan geser ini digunakan untuk menghitung

perubahan bentuk seperti perubahan sudut yang diakibatkan geser pada bagian badan selama perubahan bentuk terjadi. Regangan atau deformasi dapat dihasilkan oleh tegangan, perubahan temperatur, atau perubahan fisik yang menyebabkan penyusutan atau pengembangan.Regangan pada umumnya tidak memiliki satuan, untuk regangan normal regangan dinyatakan dalam mm/mm, inch/inch, micro-inch/inch (μ in/in),

sedangkan untuk regangan geser dinyatakan dalam microradian, μ di mana micro

merupakan 10-6

Dalam eksperimen-eksperimen yang dilakukan, umumnya akan lebih mudah melakukan pembatasan terhadap regangan dibandingkan dengan melakukan pembatasan terhadap tegangan. Dengan mendapatkan nilai dari suatu regangan, maka nilai suatu tegangan bias didapatkan melalui hubungan tegangan dan regangan. Alat untuk mengukur regangan pada kegiatan eksperimen adalah strain gauge.Strain gauge merupakan lembaran tipis yang dipasangkan benda pengujian untuk mendapatkan nilai regangan pada titik-titik tertentu.Sesuai dengan jenis dari regangan maka jenis dari strain gauge umumnya ada dua jenis yaitu strain gauge single dan

strain gauge rosette. Untuk strain gauge tipesingle nilai keluaran dapat diolah langsung, namun karena hasil keluaran dinyatakan dalam μ, maka nilai tersebut terlebih dahulu dikalikan dengan 10

.

-6

. Untuk tipe rosette, umumnya digunakan untuk menghitung regangan geser, tipe rosette terdiri dari tiga buah lembaran strain gauge

(52)

geser berbeda dengan tipe single yang dapat langsung dikalikan dengan10-6, namun harus dihitung dengan turunan rumus dari Gambar 2.11.

Dengan mengaplikasikan hukum kosinus ke dalam segitiga OC’B’ maka diperoleh: (OB’)2 = (OC’)2 + (C’B’)2

Atau dalam hubungan regangan:

- (OC’) (C’B’) cos (П

2 + ���) (2.27)

[(1+εn)dn]2= [(1+εX)dX]2 +[(1+εy)dy]2 – 2[(1+1+εX)dX] [(1+εy

Dengan mengganti nilai dn = dn.cos θ dan dy = dn. Sin θ maka:

)dy][-sin���](2.28)

[(1+εn)dn]2 = (1+εX)2(dn)2(cos2θ)+(1+εy)2(dn)2(sin2θ)+2(dn)2(sinθ) (cos2θ)

(1+εX) (1+εy

Karena nilai dari regangan, ε kecil maka nilai dari kuadrat regangan dapat diabaikan.

)( sin���) (2.29)

1+2.εn= (1+2.εx) . cos2θ+ (1+2.εy) . sin2

Dengan melakukan penyederhanaan pada persamaan di atas maka diperoleh:

θ + 2���sin θ. Cos θ (2.30)

εn= εn cos2θ + εn sin2θ + ���sinθ.Cos.θ

��� = ��−�����sinθ2.Cos .�−�����θ 2�

(2.31) (2.32)

Gambar 2.11 Deformasi elemen dengan regangan

(53)

2.10 Hubungan Tegangan-Regangan

Hubungan tegangan-regangan akan mudah digambarkan ketika dalam kondisi plastis, namun ketika material dalam kondisi plastis maupun elastis-plastis hubungan antara tegangan dan regangan akan sulit digambarkan karena sudah tidak linear lagi. Pada Gambar 2.12 dapat dilihat kenaikan tegangan dan regangan material.

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa regangan dε tersusun atas dua bagian

yaitu, dεedan dεp, dimana dεe adalah kenaikan regangan elastis sedangkan dεp

merupakan kenaikan regangan plastis. Hubungan kenaikan tersebut dapat dituliskan secara umum sebagai berikut:

dε = dεe+ dεp (2.33)

(54)

dσ = Et. dε = E. dεe=Ep..dεp (2.34)

dσ = Kenaikan Tegangan yang bersesuaian,

E = Modulus Young,

Et = Modulus Tangensial,

Ep= Modulus Plastis.

Hubungan antara Modulus Young (E), Modulus tangensial (Et) dan Modulus plastis (Ep) dapat dituliskan sebagai berikut:

1

Dalam menganalisis hubungan tegangan-regangan dalam kondisi elastik-plastis dengan pembebanan monotonik, dapat dilakukan dengan beberapa model antara lain:

Perfectly Plastic Model, Linearly Hardening Model,

Elastic-Exponential Hardening Model, Ramberg-Osgood Model.

2.10.1 Elastic – Perfectly Plastic Model

Model ini mengabaikan work hardening sehingga kondisi plastis akan di mulai pada saat tegangan mencapai tegangan leleh �0, persamaan untuk model ini dapat dituliskan sebagai berikut.

�= �

(55)

�= �

E + �Untuk kondisi σ = ��0 (2.40)

Di mana nilai � adalah bernilai positif.

2.10.2 Elastic – Linearly Hardening Model

Model ini mengasumsikan modulus tangensial bersifat konstan dan hubungan tegangan-regangan di gambarkan dalam suatu garis lurus

�= �

2.10.3 Elastic – Exponential Hardening Model

Dalam model ini hubungan tegangan-regangan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu untuk kondisi elastis dan untuk kondisi elastis-plastis

σ = E.�Untuk kondisi σ ≤ ��0 (2.43)

σ = k�� Untuk kondisi σ >

�0 (2.44)

Di mana nilai k dan n merupakan konstanta ditentukan dari curve-fitting dari hasil eksperimen.

2.10.4 Ramberg - Osgood Model

(56)

2.11 Daktilitas

Daktilitas didefinisikan sebagai keamampuan suatu struktur untuk mengalami simpangan plastis secara berulang dan bolak-balik di atas titik leleh pertama (initial yield) dengan tetap mempertahankan sebagian besar keamampuan awalnya dalam memikul beban.Dalam perencanaan dalam bidang konstruksi kini daktilitas menjadi parameter yang sangat penting.Daktilitas pada awalnya hanya digunakan untuk menggambarkan karakteristik suatu material, namun dengan berkembangnya ilmu yang berkenaan dengan kegempaan dan plastisitas, maka daktilitas menjadi suatu hal yang penting dalam merecanakan bangunan yang tahan gempa.

Daktilitas merupakan suatu sifat yang berlawanan dengan sifat getas (brittle), sehingga dapat pula diartikan sebagai suatu sifat yang tidak runtuh secara tiba-tiba.Di dalam konsep plastisitas daktilitas diartikan sebagai kemampuan suatu struktur untuk berdeformasi setelah terjadi kelelehan awal (initial yield) akibat pembebanan gempa (siklik) tanpa mengalami reduksi kekuatan ultimit yang signifikan (Victor Gioncu dan Federico M Mazzolani, 2002).

Dari literatur - literatur yang berkembang daktilitas dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu:

• Daktilitas material atau daktilitas deformasi,

Merupakan daktilitas yang menggambarkan karakteristik deformasi material pada kondisi plastis untuk pembebanan yang berbeda.Daktilitas ini merupakan rasio antara regangan ultimit dengan regangan pada kondisi leleh pertama.

µm

Di mana:

= ��

�� (2.46)

µ = Daktilitas material

�� = Regangan pada saat ultimit

(57)

• Daktilitas penampang atau daktilitas kurvatur

Merupakan perbandingan antara kurvatur ultimit dengan kurvatur pada leleh pertama.

µc

Di mana:

= ФФ

� (2.47)

µc

Ф = Kurvatur pada saat ultimit = Daktilitas kurvatur

Ф = Kurvatur pada saat leleh pertama

• Daktilitas elemen atau daktilitas rotasi

Daktilitas rotasi atau daktilitas elemen merupan rasio perbandingan antara rotasi pada kondisi ultimit dengan rotasi pada kondisi leleh pertama, atau dapat ditulis sebagai berikut:

µr = �

� (2.48)

Di mana: µr

�� = Rotasi pada saat ultimit

= Daktilitas rotasi

�� = Rotasi pada saat leleh pertama

• Daktilitas Struktur

(58)

ultimit dengan simpangan pada saat beban pada kelelehan pertama (initial yield) atau dapat ditulis sebagai berikut:

µs = ��

�� (2.49)

Di mana: µs

�� = Simpangan pada saat ultimit

= Daktilitas struktur

�� = Simpangan pada saat leleh pertama

• Daktilitas Energi

Daktilitas Energi merupakan rasio perbandingan antara dissipasi energi maksimum pada saat beban mencapai ultimit dengan dissipasi energi pada saat kelelehan pertama (initial yield) atau dapat ditulis sebagai berikut:

µe = ��

�� (2.50)

Di mana: µe

�� = Energi pada saat ultimit

= Daktilitas energi

�� = Energi pada saat leleh pertama

(59)

Tipe Daktilitas Skema Daktilitas Defenisi

Tabel 2.4 Tipe daktilitas(Victor Gioncu dan Federico M Mazzolani, 2002)

δ δ

F

δ

(60)

2.12 Energi Histeresis

Selain daktilitas hal lain yang terpenting untuk dianalisis ialah kemampuan struktur tersebut dalam melakukan penyerapan energi/dissipasi energi. Penyerapan energi ini terjadi ketika suatu elemen/struktur sudah melewati kondis elastik. Pada zona plastis, seiring dengan terjadinya plastifikasi pada elemen/struktur tersebut maka akan terjadi proses dissipasi energi.

Pada penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kegempaan, dissipasi energi merupakan parameter yang harus dianalisis karena dengan mengetahui besarnya kemampuan struktur dalam mendissipasi energi. Energi ini diperlukan untuk perpanjangan dan perpendekan plastis dari material baja dan dapat dihitung sebagai hasil kali dari gaya plastis dan perpindahan plastis. Berbeda halnya dengan energi lain seperti enegi kinetik atau energi regangan yang dapat kembalikan, energi histeretik ini terdissipasi dan tidak dapat dikembalikan.

Dissipasi energi akibat pembeban gempa atau beban siklik digambarkan kedalam kurva hysteresis loop pada Gambar 2.13. Dari luasan kurva hysteresis loop ini lah maka kita akan dapat menentukan besar kemampuan struktur dalam hal mendissipasi energin. Energi histeretik dapat dituliskan sebagai berikut:

Eh = Py ( δmaks– δy

Di mana E

) (2.51)

h merupakan energi dissipasi, δmaks dan δysecara berurut merupakan

perpindahan pada kondisi ultimit dan perpindahan pada saat kelelehan pertama.

(61)

2.13 Redaman (Damping)

Energi yang ditimbulkan oleh gempa bumi tidak baik untuk bangunan, energi yang ditimbulkan oleh gempa bumi adalah berbentuk getaran. Getaran inilah yang nantinya akan merusak bangunan. Untuk mengurangi efek dari getaran maka getaran tersebut harus diminimalkan, atau dengan kata lain energi yang dihasilkan harus diminimalkan, fenomena disipasi energi ini disebut redaman (damping).

Redaman untuk struktur sebenarnya biasanya dinyatakan dengan equivalent

viscous damping yang disimbolkan dengan ζeq. Gambar 2.14 dapat dilihat kurva

hubungan antara gaya dan perpindahan di bawah kondisi pembebanan siklik, pada kegiatan eksperimen nilai dari u0 ditentukan.

Pada gambar tersebut juga dilihat besaran penyerapan energi sebesar luasan ED

4 π ζ

maka persamaan untuk viscous damping dapat dinyatakan sebagai berikut:

eq

0

ESo = ED (2.52)

(62)

Atau persamaan diatas dapat di ubah menjadi:

ζeq

dimana strain energy, E

= 1

4� 1

� ��⁄

ED

E�� (2.53)

So = ��2⁄2

Namun jika meninjau pada saat respon yang dihasilkan terhadapa sistem struktur atau

pada saat ω = ωn

ζ

maka besaran viscous damping menjadi:

eq=

1 4�

ED

E�� (2.54)

2.14 Hardening Rule

Dalam memodelkan pengujian baja umumnya terdapat dua model yaitu,

isotropic hardening model dan kinematic hardening model.Pada isotropic hardening model kurva hysteresis yang akan dihasilkan cenderung membesar dan terlalu gemuk namun efek Bauschinger tidak dapat diperhitungkan pada model ini. Pola hysteresis loop untuk isotropic hardening model dapat dilihat pada Gambar 2.15.

(63)

Efek Bauschinger adalah efek yang dihasilkan oleh karakteristik material akibat defomasi plastis sehingga menyebabkan adanya perubahan distribusi tegangan, di mana pada saat unloading tegangan akan berada pada titik nol namun ketika diberikan pembebanan kembali tegangan yang dihasilkan tidak kembali ketitik awal melainkan di bawah tegangan yang sebelumnya , hal ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.16.

Bauschinger effect hanya dapat dimodelkan oleh kinematic hardening model

di mana kurva yang akan dihasilkan akan mengalami pergeseran atau translasi tanpa adanya pembesaran kearah sumbu x. Untuk memperjelas dapat dilihat Gambar 2.16. Kedua metode pemodelan di atas umumnya kurang mendekati dengan kurva hysteresis hasil ekseperimental. Untuk mendapati kurva hysteresis mendekati kondisi eksperimen maka dikembangkan metode combined hardening model, motode ini merupakan penggabungan antara isotropic hardening model dan kinematic hardening model di mana grafik yang dihasilkan akan menggemuk dan terjadi pergeseran.

(64)

Sehingga akan didapati kurva hysteresis yang mendekati hasil eksperimental. Pola hysteresis loop combined hardening model dapat dilihat pada Gambar 2.17.

Gambar 2.17 Pola hysteresis loop combined hardening model

(65)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik dan sesuai dengan tujuan dari penelitian tersebut, maka penelitian ini harus dilakukan dengan metode dan prosedur yang tepat agar sasaran dari penelitian ini dapat tercapai. Secara garis besar penelitian ini akan dilakukan dengan dua metode yaitu: metode pendekatan numerik dengan dengan metode pendekatan elemen hingga (finite element method) dan untuk melakukan validasi dari hasil-hasil numerik maka dilakukan dengan metode ekperimental.

3.2 Kajian Secara Numerik

Pada metode ini akan dikaji parameter-paramater yang berpengaruh secara signifikan terhadap prilaku dan peningkatan kinerja link panjang. Yang dimaksud dengan perilaku link disini adalah kemampuan link dalam menerima beban yang bekerja, baik beban secara statik monotonik ataupun beban siklik yang diberi ke benda uji. Sedangkan yang dimaksud dengan kinerja link adalah tingkat kemampuan link dalam memenuhi empat kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan tentang seismik antara lain: kekuatan (strength), kekakuan (stiffnes), daktilitas (ductility) dan yang terakhir kemampuan dalam penyerapan energi (energy dissipation).

(66)

tahapan ini akan dicoba beberapa parameter yang dianggap penting seperti: ketebalan pengaku badan, konfigurasi pengaku diagonal, dan ketebalan pengaku diagonal. Setelah parameter-parameter di atas telah terpenuhi maka dimasukkan beban statik monotonik sehingga hasil keluaran (output) yang diperoleh akan diolah dalam bentuk kurva hubungan beban vs perpindahan.

Setelah pengujian dengan beban statik monotonik, maka pengujian dilakukan dengan beban siklik untuk mendapatkan kurva hystereis. Pada kurva hysteris akan didapat gambaran kemampuan benda uji dalam melakukan penyerapan energi (energy dissipation). Apabila kurva hysteresis yang dihasilkan benda uji gemuk dan stabil tanpa terjadi pinching maka benda uji terkategori baik atau mempunyai kemampuan yang baik dalam penyerapan energi (energy dissipation). Dalam kajian ini akan digunakan beberapa model untuk membandingkan kinerja link yaitu link tanpa pengaku diagonal, link dengan pengaku standar AISC dan link dengan pengaku diagonal yang akan diberi label DSX seperti terlihat pada Gambar 3.1, 3.2 dan 3.3.

X Y

Z

(67)

Agar pengkajian secara numerik terhadap perilaku dan kinerja link panjang dapat lebih mudah untuk dilakukan maka tahapan-tahapan pelaksanaannya dapat disusun dalam bentuk bagan alir pada Gambar 3.4.

3.3 Hasil Analisis Kajian Numerik

Data keluaran yang dihasilkan oleh kajian numerik akan dievaluasi berdasarkan empat kriteria yaitu: kekuatan (strength), kekakuan (stiffnes), daktilitas

X Y

Z

Gambar 3.2 Link dengan pengaku badan vertikal

Gambar

Gambar 2.5 Sudut rotasi link (AISC, 2005)
Tabel 2.2. Klasifikasi jarak pengaku badan antara/intermediate stiffener ( Yurisman, 2011)
Gambar 2.12. Kenaikan tegangan dan regangan  (Structural Plasticity, Chen, W.F dkk)
Tabel 2.4 Tipe daktilitas(Victor Gioncu dan Federico M Mazzolani, 2002)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode evaluasi yang digunakan adalah sistem gugur , dimana evaluasi penilaian penawaran dengan cara memeriksa dan membandingkan dokumen penawaran terhadap

• Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare memberikan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan penelantaran terhadap

39 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pemerintah menjamin Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung besarnya gaya gelombang tsunami pada bangunan di belakang berbagai bentuk penghalang.. Penelitian ini adalah penelitian simulasi

Hasil uji statistik rank spearman diperoleh angka signifikan atau nilai probabilitas (0,001) jauh lebih rendah standart signifikan 0,05 atau (p value &lt; 

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dil- akukan kepada seluruh informan perempuan, anggota persit, dapat digambarkan bahwa perempuan, anggota persit telah

Kartini menggunakan perspektif Barat untuk melihat, menilai, mengkritisi keberadaan dan posisi perempuan Jawa ningrat dalam adat pingitan, budaya tidak bersekolah

di barisan (saf), lalu bersabda: Wahai Fat}imah binti Muh}ammad, wahai S}afiyyah binti ‘Abd al-Mut}t}alib, tiadalah saya memiliki sesuatu untuk kalian dari Allah