• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAS KESEHATAN KOTA MOJOKERTO Jl. Pahlawan No. 42 Mojokerto Telp./Fax : (0321) / Puskesmas Gedongan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DINAS KESEHATAN KOTA MOJOKERTO Jl. Pahlawan No. 42 Mojokerto Telp./Fax : (0321) / Puskesmas Gedongan"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

DINAS KESEHATAN KOTA MOJOKERTO

Jl. Pahlawan No. 42 Mojokerto

Telp./Fax : (0321) 382966 / 395738

Email : dinkeskot_mr@yahoo.co.id

Puskesmas Gedongan Pustu Balongsari

Proyek Peningkatan Puskesmas Wates menjadi Puskesmas Rawat Inap

(2)

i

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

KATA PENGANTAR

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011 merupakan salah satu produk dari

SIK (Sistem Informasi Kesehatan) yang menguraikan gambaran situasi dan kondisi

kesehatan masyarakat di Kota Mojokerto sebagai hasil dari semua upaya dan kegiatan

yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Mojokerto dan jajarannya dalam

rangka Pembangunan Kesehatan di Kota Mojokerto.

Profil Kesehatan ini memuat data dan informasi terkait pencapaian indikator

pembangunan kesehatan melalui analisa situasi derajat kesehatan, upaya kesehatan serta

sumber daya kesehatan di wilayah Kota Mojokerto. Bila dibanding dengan tahun –

tahun sebelumnya, Profil Kesehatan Tahun 2011 ini terdapat perbedaan. Disamping

jumlah tabel indikator yang bertambah, namun secara khusus Profil Kesehatan ini

memuat data kesehatan yang terpilah secara gender.

Dengan segala keterbatasan, diharapkan Profil Kesehatan ini dapat dipergunakan

sebagai bahan untuk mengevaluasi kinerja pelayanan kesehatan selama tahun 2011 serta

dapat dipergunakan juga sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan

program dan kegiatan di tahun mendatang.

Mojokerto, April 2012

Penyusun

(3)

ii

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

SAMBUTAN

KEPALA DINAS KESEHATAN

KOTA MOJOKERTO

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YME, karena pada akhirnya buku

“Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011” dapat terselesaikan dengan baik.

Disadari sepenuhnya bahwa untuk memperoleh data yang baik, banyak hambatan yang

ditemui, utamanya menyangkut ketersediaan data secara gender yang tidak keseluruhan

indikator dapat terpenuhi.

Di tahun – tahun yang akan datang, seiring dengan pembangunan dan perbaikan

jaringan Sistem Informasi Kesehatan (SIK), Profil Kesehatan dapat disusun dengan lebih

baik, terutama menyangkut pengarusutamaan gender sebagaimana yang diinstruksikan

Presiden dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000, dengan muatan data dan

informasi yang lebih berkualitas serta lebih konsisten, sehingga buku Profil Kesehatan ini

dapat dijadikan sebagai panduan dan referensi penting dalam pengambilan keputusan

yang

evidence based

berkaitan manajemen pembangunan kesehatan, khususnya di Kota

Mojokerto.

Semoga Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011 ini bermanfaat terutama

bagi yang membutuhkan data dan informasi kesehatan di Kota Mojokerto. Kritik dan

saran dari para pembaca guna penyembpurnaan Profil Kesehatan di masa datang tetap

kami harapkan.

KEPALA DINAS KESEHATAN

KOTA MOJOKERTO

Dra. CHRISTIANA INDAH WW, Apt MSi

Pembina Utama Muda

(4)

iii

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...

i

Sambutan Kepala Dinas Kesehatan...

ii

Daftar Isi ...

iii

Daftar Gambar ...

v

Daftar Tabel ... viii

BAB I

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Sistematika Penyajian ... 2

BAB II

GAMBARAN UMUM KOTA MOJOKERTO ... 4

2.1 Kondisi Geografis ... 4

2.2 Kondisi Demografis ... 6

BAB III

SITUASI DERAJAT KESEHATAN ... 8

3.1 Mortalitas ...

8

3.2 Morbiditas ... 12

3.3 Status Gizi ... 26

BAB IV

SITUASI UPAYA KESEHATAN ... 30

4.1 Pelayanan Kesehatan Dasar ... 30

4.2 Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan ... 46

4.3 Perilaku Hidup Masyarakat ... 49

4.4 Pelayanan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar ... 51

4.5 Penyediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan ... 54

(5)

iv

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

BAB V

SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN ... 55

5.1 Sarana Kesehatan ... 55

5.2 Tenaga Kesehatan ... 59

5.3 Pembiayaan Kesehatan ... 64

BAB VI

PENUTUP ... 65

(6)

v

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Daftar gambar

Gambar 1

Peta Kota Mojokerto ... 4

Gambar 2

Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2011 6

Gambar 3

Kasus Lahir Mati, Kematian Bayi dan Kematian Balita di

Kota Mojokerto Tahun 2005 - 2011 ...

9

Gambar 4

Kasus Kematian Maternal yang Dilaporkan di Kota

Mojokerto Tahun 2005 - 2011 ...

11

Gambar 5

Angka Kematian Ibu yang Dilaporkan di Kota Mojokerto

Tahun 2004 - 2011 ...

11

Gambar 6

Penemuan Kasus TB BTA (+) di Kota Mojokerto Tahun

2009 - 2011 ...

13

Gambar 7

Angka Kesembuhan Kasus TB BTA (+) di Kota Mojokerto

Tahun 2007 - 2011 ...

14

Gambar 8

Jumlah Komulatif Penderita HIV/AIDS di Kota Mojokerto

Tahun 2003 - 2011 ...

16

Gambar 9

Perbandingan Jumlah Penderita IMS Secara Gender di

Kota Mojokerto Tahun 2011 ...

17

Gambar 10 Kejadian Diare di Kota Mojokerto Tahun 2007 - 2011 ... 18

Gambar 11 Penemuan Penderita Pneumonia pada Balita di Kota

Mojokerto Tahun 2007 - 2011 ...

19

Gambar 12 Jumlah Kasus DBD yang ditemukan di Kota Mojokerto

Tahun 2007 - 2011 ...

21

Gambar 13 Jumlah Kasus Campak di Kota Mojokerto Tahun 2007 -

2011 ...

23

Gambar 14 Jumlah Kasus Difteri di Kota Mojokerto Tahun 2007 -

2011 ...

24

Gambar 15 Penemuan Kasus AFP dan Polio di Kota Mojokerto Tahun

2007 - 2011...

26

(7)

vi

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Gambar 17 Jumlah Kasus BBLR di Wilayah Kota Mojokerto Tahun

2006 - 2011 ...

28

Gambar 18 Jumlah Balita Ditimbang di Posyandu yang Mengalami

Kenaikan Berat Badan Tahun 2006 - 2011 ...

29

Gambar 19 Jumlah Balita BGM dan Balita Gizi Buruk di Wilayah

Kota Mojokerto Tahun 2006 - 2011 ...

29

Gambar 20 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K1 dan K4) di Kota

Mojokerto Tahun 2007 - 2011 ...

31

Gambar 21 Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan

di Kota Mojokerto Tahun 2006 - 2011 ...

32

Gambar 22 Cakupan Ibu Hamil Risti yang Ditangani di Kota

Mojokerto Tahun 2007 - 2011 ...

34

Gambar 23 Cakupan Neonatal Risti yang Ditangani di Kota

Mojokerto Tahun 2007 - 2011 ...

34

Gambar 24 Perkembangan Cakupan Pelayanan Nifas di Kota

Mojokerto Tahun 2007 - 2011 ...

35

Gambar 25 Perkembangan Cakupan Kunjungan Neonatus Lengkap

di Kota Mojokerto Tahun 2007 - 2011 ...

37

Gambar 26 Cakupan Kunjungan Bayi di Kota Mojokerto Tahun 2007

- 2011 ...

38

Gambar 27 Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi Usia 6 - 11

Bulan di Kota Mojokerto Tahun 2009 - 2011 ...

38

Gambar 28 Cakupan Pelayanan Anak Balita di Kota Mojokerto

Tahun 2011 ...

39

Gambar 29 Cakupan Pemberian Vitamin A pada Anak Balita di Kota

Mojokerto Tahun 2009 - 2011 ...

39

Gambar 30 Kasus Balita Gizi Buruk di Kota Mojokerto Tahun 2007 -

2011 ...

40

Gambar 31 Cakupan Pelayanan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat

di Kota Mojokerto Tahun 2011 ...

(8)

vii

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Gambar 32 Cakupan Pelayanan Kesehatan Usila dan Pra Usila

Tahun 2007 - 2011 ...

42

Gambar 33 Cakupan Kepesertaan KB dan Proporsi Jenis Alat

Kontrasepsi yang Digunakan di Kota Mojokerto Tahun

2011 ...

43

Gambar 34 Rasio Tumpatan/Pencabutan Gigi Tetap di Kota

Mojokerto Tahun 2011 ...

44

Gambar 35 Cakupan Imunisasi pada Bayi di Kota Mojokerto Tahun

2011 ...

45

Gambar 36 Cakupan Pemberian Tablet Fe pada Ibu Hamil di Kota

Mojokerto Tahun 2011 ...

46

Gambar 37 Kunjungan Rawat Jalan dan Rawat Inap serta

Kunjungan Jiwa di Puskesmas dan RS di Kota Mojokerto

Tahun 2011 ...

48

Gambar 38 Institusi yang Dibina Kesehatan Lingkungan di Kota

Mojokerto Tahun 2011 ...

53

Gambar 39 Pengelompokan Posyandu Menurut Strata di Kota

Mojokerto Tahun 2011 ...

59

Gambar 40 Jumlah dan Proporsi Tenaga Kesehatan Berdasarkan

Kategori di Kota Mojokerto Tahun 2011 ...

60

Gambar 41 Distribusi Tenaga Kesehatan Menurut Tempat Kerja di

Kota Mojokerto Tahun 2011 ...

(9)

viii

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Daftar tabel

Tabel 1

Wilayah Administratif Kota Mojokerto ... 5

Tabel 2

Sarana Kesehatan di Kota Mojokerto Tahun 2011 ... 55

Tabel 3

Indikator Pelayanan RS di Kota Mojokerto Tahun 2011 ... 57

Tabel 4

Rasio Tenaga Kesehatan per 100.000 penduduk Tahun

2011 dengan Standar Indonesia Sehat 2010 dan Renstra

Kemenkes ...

61

(10)

1

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Bab I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan di bidang kesehatan diarahkan untuk mencapai komitmen internasional, yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs), dengan tujuan yang terkait langsung dengan bidang kesehatan, yaitu menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV – AIDS, TB dan Malaria serta penyakit – penyakit lainnya, dan juga yang tidak terkait langsung dengan kesehatan, yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan serta mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Untuk mendukung keberhasilan pembangunan tersebut, Kementerian Kesehatan menetapkan visi dalam pelaksanaan pembangunan di bidang kesehatan yaitu “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”, yang diwujudkan dalam 4 misi, yaitu 1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; 2) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan; 3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; 4) Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik. Pengukuran keberhasilan pembangunan kesehatan memerlukan adanya indikator – indikator yang terkait kesehatan, meliputi indikator derajat kesehatan, upaya kesehatan serta sumber daya kesehatan.

Secara khusus di Kota Mojokerto, dalam RPJMD Tahun 2009 – 2014 disebutkan bahwa visi pembangunan Kota Mojokerto sampai dengan Tahun 2014 adalah Terwujudnya Kota Mojokerto yang Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral. Kota Mojokerto yang sehat ditandai dengan derajat kesehatan masyarakat dan kesadaran untuk berperilaku hidup sehat yang tinggi. Oleh karena itulah Dinas Kesehatan Kota Mojokerto merupakan salah satu ujung tombak dalam melaksanakan pembangunan di bidang kesehatan.

Untuk memantau hasil kegiatan dalam rangka mencapai visi tersebut, disusunlah Profil Kesehatan Kota Mojokerto yang merupakan salah satu produk Sistem Informasi Kesehatan (SIK). Profil Kesehatan memuat berbagai data dan informasi tentang gambaran derajat kesehatan, upaya kesehatan, sumber daya kesehatan dan pencapaian indikator pembangunan kesehatan di Kota Mojokerto pada tahun 2011. Secara khusus di tahun 2011 ini, penganalisaan data tidak hanya dilakukan dengan membandingkan capaian tahun 2011 dengan tahun – tahun sebelumnya ataupun analisa hubungan antar indikator berkaitan,

(11)

2

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

namun secara khusus juga dilakukan analisa pemilahan data secara gender pada beberapa indikator, dimana pemilahan ini belum dilakukan pada profil – profil tahun sebelumnya.

Dari hasil analisa tersebut diharapkan dapat diketahui tingkat keberhasilan yang telah dilaksanakan sebagai wahana penilaian (Evaluasi) dari program maupun permasalahan kesehatan yang muncul, serta sarana evaluasi keberhasilan program kesehatan secara menyeluruh di masyarakat sebagai upaya pengendalian, monitoring dan evaluasi dari berbagai program kesehatan masyarakat yang dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan bagi stake holder.

1.2 TUJUAN

Adapun tujuan dari penulisan Profil Kesehatan ini adalah sebagai berikut :

1. Tersedianya data dan informasi kesehatan hasil cakupan pelaksanaan program kesehatan yang lengkap dan akurat.

2. Tersedianya data sebagai dasar perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan kegiatan/program untuk acuan kegiatan monitoring, pengendalian dan evaluasi dari berbagai program kesehatan di Kota Mojokerto dalam rangka untuk mencapai visi yang telah ditetapkan.

1.3 SISTEMATIKA PENYAJIAN

Bab I Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang maksud dan tujuan Profil Kesehatan serta sistematika dari penyajiannya.

Bab II Gambaran Umum

Bab ini menyajikan tentang keadaan umum Kota Mojokerto, meliputi keadaan letak geografi, administratif dan informasi umum lainnya, selain itu juga mengulas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan dan faktor-faktor-faktor-faktor lainnya misal demografi/kependudukan, ekonomi, pendidikan, sosial budaya dan lingkungan yang ada di wilayah Kota Mojokerto.

Bab III Situasi Derajat Kesehatan

Bab ini menyajikan uraian tentang indikator mengenai angka kematian, angka kesakitan dan status gizi masyarakat Kota Mojokerto.

(12)

3

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Bab IV Situasi Upaya Kesehatan

Bab ini menguraikan tentang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang, pemberantasan penyakit menular, pembinaan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan serta pelayanan kesehatan dalam situasi bencana.

Bab V Situasi Sumber Daya Kesehatan

Bab ini menjelaskan tentang sarana kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan kesehatan dan sumber daya kesehatan lainnya yang ada di Kota Mojokerto.

Bab VI Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari sajian hal-hal penting yang perlu disimak dan ditelaah lebih lanjut dari Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011 sebagai masukan arah kebijakan perencanaan pembangunan kesehatan pada tahun berikutnya dan berisi juga tentang saran yang merupakan rekomendasi atau alternatif pemecahan dalam rangka mengatasi masalah yang telah ditemukan selama melaksanakan pembangunan kesehatan.

Lampiran

Berisi tabel-tabel yang digunakan sebagai dasar acuan pembuatan Profil Kesehatan Kota Mojokerto yang memuat pencapaian program dan kegiatan pembangunan kesehatan di wilayah Kota Mojokerto selama satu tahun, serta dokumentasi kegiatan Dinas Kesehatan Kota Mojokerto selama tahun 2011.

(13)

4

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Bab ii

Gambaran umum kota mojokerto

2.1 KONDISI GEOGRAFIS

2.1.1 Letak dan Batas Wilayah

Kota Mojokerto merupakan kota kecil yang terletak ditengah-tengah Kabupaten Mojokerto, terbentang pada 7°33’ Lintang Selatan dan 112°28' Bujur Timur, wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 22 m di atas permukaan laut dengan kondisi permukaan tanah yang agak miring ke Timur dan Utara antara 0 - 3%.

Kota Mojokerto berbatasan dengan Sungai Brantas yang membentang memisahkan wilayah Kota dengan Kabupaten di sebelah Utara. Di sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto. Sedangkan di sebelah Barat dan Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto.

Gambar 1. Peta Kota Mojokerto

2.1.2 Luas Wilayah

Kota Mojokerto mempunyai luas wilayah 16,45 km². Secara administratif, wilayah Kota Mojokerto terbagi menjadi 2 Kecamatan, 18 Kelurahan, 70 Dusun/Lingkungan, 177 Rukun Warga (RW) dan 661 Rukun Tetangga (RT), merupakan satu-satunya daerah di Propinsi Jawa Timur, bahkan di Indonesia yang

(14)

5

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

memiliki satuan wilayah maupun luas wilayah terkecil dengan perincian sebagai berikut :

a) Kecamatan Prajurit Kulon, dengan luas wilayah 7,75 km², terdiri dari : 8 Kelurahan, 33 Lingkungan, 71 Rukun Warga dan 285 Rukun Tetangga

b) Kecamatan Magersari, dengan luas wilayah 8,7 km², terdiri dari : 10 Kelurahan, 37 Lingkungan, 106 Rukun Warga dan 376 Rukun Tetangga

Tabel 1. Wilayah administratif Kota Mojokerto

Kecamatan Kelurahan Jumlah

Lingkungan

Jumlah RW

Jumlah RT

1. Prajurit Kulon 1. Surodinawan 5 9 37

2. Kranggan 5 13 54 3. Miji 4 11 49 4. Prajurit Kulon 4 10 30 5. Blooto 3 8 32 6. Mentikan 4 9 33 7. Kauman 3 3 16 8. Pulorejo 5 8 34 Jumlah 33 71 285 2. Magersari 1. Meri 3 11 40 2. Gunung Gedangan 6 9 30 3. Kedundung 4 15 63 4. Balongsari 4 14 46 5. Jagalan 2 6 18 6. Sentanan 2 6 14 7. Purwotengah 3 5 18 8. Gedongan 2 4 14 9. Magersari 4 10 35 10. Wates 7 26 98 Jumlah 37 106 376

Sebagian besar penggunaan lahan di Kota Mojokerto didominasi oleh lahan terbangun sekitar 7,76 km2 atau 52,15%. Sedangkan lahan tidak terbangun sekitar 47,85%. Ditinjau dari kondisi permukaan tanahnya, wilayah Kota Mojokerto relatif tidak mempunyai kendala dalam mendukung perkembangan fisik kota. Letak geografis pada jalur transportasi regional lintas selatan yang menghubungkan

Surabaya – Yogyakarta – Jakarta serta menjadi bagian dari wilayah

Gerbangkertasusila menyebabkan Kota Mojokerto memiliki posisi yang sangat strategis dalam mendukung pengembangan kegiatan pembangunan di Jawa Timur

(15)

6

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

dan berperan utama sebagai pusat aktivitas ekonomi dan jasa bagi wilayah belakangnya (hinterland), yaitu Kabupaten Mojokerto dan sekitarnya.

2.1.3 Iklim

Lokasi Kota Mojokerto berada di sekitar garis khatulistiwa, maka seperti wilayah Propinsi Jawa Timur pada umumnya, Kota Mojokerto beriklim tropis dan mempunyai perubahan iklim sebanyak 2 jenis setiap tahunnya, yaitu musim penghujan dan musim kemarau, dengan curah hujan rata – rata 10,58 mm. Temperatur mencapai 220 - 310 C dengan kelembaban udara 74,3 – 84,8 Mb/hari dan kecepatan angin rata – rata berkisar 3,88 – 6,88 knot / hari.

2.2 KONDISI DEMOGRAFIS 2.2.1 Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Kota Mojokerto tahun 2011 berdasarkan data registrasi penduduk akhir tahun yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Mojokerto sebesar 133.285 jiwa. Namun untuk sasaran pembangunan kesehatan tahun 2011 sesuai kesepakatan antar seluruh Dinas Kesehatan Kab/Kota se – Jawa Timur dengan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur menggunakan data proyeksi penduduk tahun 2010 sebesar 120.271 jiwa yang terdiri dari 58.964 jiwa penduduk laki-laki dan 61.307 jiwa penduduk perempuan, dikarenakan data proyeksi penduduk tahunan berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 belum dikeluarkan secara resmi oleh BPS Propinsi Jawa Timur. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2011

33,556 34,890 25,408 26,417 -5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 Laki-Laki Perempuan Magersari Prajuritkulon

Sumber: BPS Propinsi Jawa Timur (Proyeksi Tahun 2010 berdasarkan sensus penduduk Tahun 2000)

(16)

7

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

2.2.2 Kepadatan Penduduk, Rasio Penduduk, dan Pertumbuhan Penduduk

Jumlah rumah tangga di Kota Mojokerto sebanyak 35.479 KK dan rata-rata jiwa/rumah tangga di Kota Mojokerto sebanyak 3,4 jiwa/rumah tangga. Kota Mojokerto mempunyai luas wilayah sangat kecil, namun mempunyai jumlah penduduk yang besar. Hasil dari Registrasi Penduduk Akhir Tahun 2011 besarnya jumlah penduduk di Kota Mojokerto dengan luas wilayah yang sangat kecil akan menyebabkan kepadatan Kota Mojokerto menjadi sangat tinggi, yaitu tingkat kepadatan penduduk sebesar 7.307 jiwa/km² di Tahun 2011.

Sedangkan apabila dilihat per kecamatan, tampak Kecamatan Magersari tingkat kepadatan penduduknya lebih tinggi yaitu sebesar 7.867 jiwa/km² dibandingkan Kecamatan Prajurit Kulon yang hanya sebesar 6.678 jiwa/km². Hal ini disebabkan karena beberapa kelurahan di wilayah Kecamatan Magersari merupakan daerah perumahan yang sudah banyak dihuni oleh penduduk dari luar daerah Kota Mojokerto.

Rasio penduduk laki-laki terhadap perempuan pada Tahun 2011 adalah 96,18%, yang berarti disetiap 100 penduduk wanita terdapat 96 penduduk laki-laki.

(17)

8

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Bab iii

Situasi derajat kesehatan

Situasi derajat kesehatan di Kota Mojokerto dapat digambarkan dengan menggunakan indikator – indikator pembangunan kesehatan antara lain mortalitas, morbiditas dan status gizi.

Mortalitas atau yang biasa dikenal sebagai angka kematian, dapat dilihat dari indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) serta Angka Kematian Ibu (AKI). Morbiditas atau bisa juga disebut angka kesakitan, dapat dilihat dari indikator Prevalensi Penyakit Menular Langsung, seperti TB, Kusta, HIV/AIDS, Diare, Pneumonia serta Prevalensi Penyakit Menular yang Bersumber dari Binatang, seperti DBD, Malaria, Filariasis. Selain itu, angka kesakitan juga dapat dilihat dari indikator penemuan dan penanganan penderita AFP serta Prevalensi Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Status gizi dapat dilihat dari persentase bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang.

3.1 MORTALITAS

Kejadian kematian di masyarakat seringkali digunakan sebagai indikator dalam menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Data kematian di masyarakat pada umumnya diperoleh melalui survei karena sebagian besar kejadian kematian terjadi di rumah, sedangkan data kematian yang ada di fasilitas kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan.

3.1.1 Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA)

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat bayi lahir sampai dengan satu hari sebelum bayi berusia satu tahun. Dari sisi penyebabnya, kematian bayi dapat dibedakan menjadi endogen dan eksogen.

Kematian bayi endogen (kematian neonatal) adalah kematian yang terjadi pada bulan pertama setelah bayi dilahirkan, umumnya disebabkan karena faktor bawaan. Sedangkan kematian eksogen (kematian post neonatal) adalah kematian bayi yang terjadi antara usia satu bulan sampai dengan satu tahun yang umumnya disebabkan oleh faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.

(18)

9

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Tiga penyebab utama kematian bayi menurut SKRT 1995 adalah komplikasi perinatal (pertumbuhan janin lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur, dan berat bayi lahir rendah), infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), dan diare. Gabungan ketiga penyebab ini memberi andil 75% terhadap kematian bayi.

Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia satu tahun per 1.000 kelahiran hidup. AKB dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat, karena bayi adalah kelompok yang paling rentan terkena dampak dari suatu perubahan lingkungan maupun sosial ekonomi. Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang meninggal sebelum usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor – faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan.

Berdasarkan data yang dilaporkan pada Dinas Kesehatan Kota Mojokerto, kondisi AKB Kota Mojokerto menunjukkan kenaikan dari 11,6 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2010 menjadi 12,1 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2011 dengan kejadian kematian terbanyak terjadi pada bayi berjenis kelamin laki - laki.

Sedangkan untuk kasus AKABA, jumlah kematian balita yang terlaporkan di tahun 2011 sebanyak 6 kasus dari 1.896 kelahiran hidup, dengan AKABA terlaporkan 3,2 per 1.000 kelahiran hidup.

Gambaran kecenderungan kasus lahir mati, kematian bayi, dan kematian balita dapat diamati pada gambar berikut ini:

Gambar 3 Kasus Lahir Mati, Kematian Bayi, dan Kematian Balita di Kota Mojokerto Tahun 2005 – 2011 0 0 0 1 2 1 6 10 12 14 13 14 22 23 6 5 11 7 8 13 14 0 5 10 15 20 25 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(19)

10

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Dari gambar diatas, dapat terlihat bahwa dari tahun 2005 - 2011, kasus lahir mati, kematian bayi, dan kematian balita cenderung fluktuatif. Adapun penyebab kematian bayi tersebut sangat beragam, antara lain BBLR, asfiksia, trauma lahir, ISPA, infeksi, serta kelainan kongenital atau cacat bawaan. Sedangkan untuk penyebab kematian balita tidak dapat dianalisis karena belum tersedia datanya.

3.1.2 Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI)

Kematian maternal adalah kematian ibu karena kehamilan, melahirkan atau selama masa nifas dan bukan karena kecelakaan, dengan acuan pertimbangan adalah jumlah kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, infeksi, dan abortus yang tidak aman. Selain itu ada beberapa faktor yang menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu yaitu 3 (tiga) terlambat

dan 4 (empat) terlalu. Tiga terlambat adalah 1) keterlambatan keluarga mengambil keputusan kontak dengan tenaga kesehatan, 2) keterlambatan memperoleh pelayanan kesehatan, serta 3) terlambat merujuk. Sedangkan empat terlalu adalah 1) terlalu muda/tua usia ibu untuk memutuskan untuk hamil, 2) terlalu sering melahirkan, dan 3) terlalu dekat jarak antara kehamilan/persalinan satu dengan berikutnya.

Target MDG’s untuk penurunan AKI sebesar 110 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2015. Untuk Kota Mojokerto, pada tahun 2011 terdapat 2.005 sasaran ibu hamil. Dari jumlah sasaran tersebut, tercatat bahwa angka kematian ibu di Kota Mojokerto dari tahun 2008 hingga 2010 telah berhasil ditekan menjadi 0 kasus. Namun di tahun 2011, terjadi 1 kasus kematian maternal pada ibu nifas, sehingga AKI tahun 2011 naik menjadi 52,7 per 100.000 kelahiran hidup.

Kasus kematian ibu yang terjadi dari tahun 2005 sampai 2011 dapat dilihat pada gambar berikut.

(20)

11

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Sumber: Bidang Kesehatan Keluarga, 2011

Gambar 4 Kasus Kematian Maternal yang Dilaporkan di Kota Mojokerto Tahun 2005 – 2011

Pada Gambar III.3 berikut nampak perkembangan bahwa AKI dari data yang dilaporkan di Kota Mojokerto pada periode 2004 sampai 2011 masih sangat fluktuatif, terkadang tidak terjadi kasus kematian ibu maternal namun terlihat di tahun 2005 justru terjadi peningkatan yang sangat signifikan, demikian pula di tahun 2007. Dan setelah berhasil menekan AKI 0 per 100.000 kelahiran hidup selama 3 tahun berturut – turut dari 2008 – 2010, di tahun 2011 AKI naik kembali 52,7 per 100.000 kelahiran hidup.

Gambar 5 Angka Kematian Ibu yang Dilaporkan di Kota Mojokerto Tahun 2004 – 2011

Penanganan kasus kematian ibu dan bayi memang tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari jajaran kesehatan saja, karena banyak faktor yang berperan dalam terjadinya kematian ibu dan bayi seperti tingkat ekonomi dan

0 2 4 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 0 0 3 0 0 0 1 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kematian Bufas Kematian Bulin Kematian Bumil 53.4 228.5 0 156.9 0 0 0 52.7 0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 A K I p e r 1 0 0 .0 0 0 K H

(21)

12

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

pendidikan ibu yang masih rendah, sarana transportasi yang buruk dan lain sebagainya, yang mau tidak mau penanganannya harus melibatkan lintas sektor.

Sebagai leading sector dalam upaya penurunan AKI dan AKB, Dinas Kesehatan Kota Mojokerto akan terus mengevaluasi upaya pelayanan kesehatan masyarakat yang telah dilakukannya selama ini, agar dapat dilakukan perbaikan untuk masa yang akan datang dan lebih mampu menjamin meningkatnya derajat kesehatan masyarakat Kota Mojokerto.

3.2 MORBIDITAS

Indonesia menghadapi transisi epidemiologi yang menyebabkan terjadinya beban ganda, dimana angka kejadian kasus gizi kurang dan penyakit infeksi masih tinggi, disertai pula dengan semakin tingginya angka kejadian gizi lebih dan penyakit degeneratif. Kondisi ini disebabkan salah satunya karena perilaku yang tidak sehat, yang merupakan faktor utama yang harus dirubah terlebih dahulu.

Data kesakitan (morbiditas) diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya berasal dari laporan rutin surveilans (SP2TP, SST, SPRS), profil kesehatan maupun laporan hasil survei seperti SDKI, SKRT, SUSENAS serta sumber-sumber lain. Angka kesakitan atau morbiditas di Kota Mojokerto diperoleh dari hasil pengumpulan data dari Dinas Kesehatan Kota Mojokerto, serta sarana pelayanan kesehatan yang ada di wilayah Kota Mojokerto. Situasi kejadian penyakit menular di Kota Mojokerto diuraikan sebagai berikut :

3.2.1 Penyakit Menular Langsung a) TB Paru

Penyakit Tuberculosis atau TBC disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui percikan dahak penderitanya. Laporan WHO tahun 2009 menempatkan Indonesia di urutan ke 5 sebagai penyumbang TB terbesar di dunia dibawah India, China, Afrika Selatan, dan Nigeria.

Strategi penanganan TBC dilaksanakan melalui Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) yaitu pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari oleh seorang pengawas minum obat (PMO). Strategi DOTS pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1995 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Strategi ini telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost effective).

(22)

13

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi TB secara nasional mencatat tren yang cukup menggembirakan. Hal ini ditandai dengan peningkatan case detection rate (CDR) yang tercatat sebesar 19,7% pada tahun 2000 menjadi 41,6% pada tahun 2003 dan 78,3% di tahun 2010. Indonesia juga telah berhasil mencapai dan mempertahankan angka kesembuhan/success rate (SR) sesuai dengan target global, yaitu minimal 85%, terbukti di tahun 2004 SR mencapai angka 88,9%, tahun 2007 mencapai 91% dan di tahun 2009 menjadi 91,2% (Sumber: Profil Kesehatan Indonesia 2010). Namun tetap perlu diwaspadai munculnya resistensi terhadap obat anti TBC atau multiple drug resistent (MDR) yang dari segi biaya dan waktu penanganan akan jauh lebih mahal dan lama serta berefek samping lebih besar, dimana diperkirakan kasus MDR di Indonesia sebesar 2% dari keseluruhan kasus TBC sebagaimana yang dinyatakan oleh WHO.

Gambar 6 Penemuan Kasus TB BTA (+) di Kota Mojokerto Tahun 2009 – 2011

Pada tahun 2011, di Kota Mojokerto ditemukan 91 penderita TB Paru BTA(+) baru atau 70,54% dari jumlah perkiraan penderita TB paru yang ditargetkan sebesar 129 penderita. Jumlah tersebut mengalami sedikit penurunan dibanding tahun 2010, dimana dari target 129 orang penderita baru ditemukan 92 pasien TB BTA (+).

Sementara itu angka kesembuhan dari tahun 2007 – 2011 dapat digambarkan pada grafik berikut :

0 50 100 150 200 250 2009 2010 2011 131 218 201 75 92 91 Ju m la h k as u s Tahun All cases BTA (+)

(23)

14

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Gambar 7 Angka kesembuhan Kasus TB BTA (+) di Kota Mojokerto Tahun 2007 – 2011

Di tahun 2011, dari 92 penderita TB BTA (+) yang ditemukan di tahun 2010 dan telah menjalani pengobatan, hanya 83 penderita saja (93,48%) yang dinyatakan sembuh. Persentase ini mengalami kenaikan bila dibanding tahun sebelumnya, dimana dari 75 penderita TB BTA (+) yang ditemukan di tahun 2009 dan menjalani pengobatan hanya 64 penderita saja yang dinyatakan sembuh di tahun 2010 atau hanya sebesar 85,33%.

b) Kusta

Penyakit Kusta, atau yang sering disebut Lepra merupakan penyakit kronis yang menyerang saraf tepi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae.

Menurut jenisnya, Kusta dibedakan menjadi 2 jenis yaitu kusta PB (Pausi Basiler) dan kusta MB (Multi Basiler). Indonesia merupakan penyumbang penderita kusta terbesar ketiga di dunia setelah India dan Brasil, sementara Propinsi Jawa Timur sendiri menjadi “juara pertama” di Indonesia sebagai penyumbang kasus kusta. Prevalensi kusta terbanyak berada di pantai utara pulau Jawa dan Madura.

Di Kota Mojokerto, selama periode tahun 2011 ditemukan 7 kasus baru kusta MB yang seluruhnya menyerang kelompok usia ≥15 tahun (proporsi anak 0%) dan tingkat kecacatan II sebesar 42,86% dengan angka prevalensi sebesar 0,67 per 10.000 penduduk. Meskipun angka proporsi kejadian kusta pada anak 0%, namun dari proporsi tingkat kecacatan II serta angka prevalensi yang lebih

90.35

97.4

91.96

85.33

93.48

78

80

82

84

86

88

90

92

94

96

98

100

2007

2008

2009

2010

2011

P e rs e nt as e k e se m buha n Tahun Angka kesembuhan

(24)

15

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

dari 0,5 per 10.000 penduduk menggambarkan masih kurangnya kesadaran masyarakat mengenali gejala dini penyakit kusta.

c) HIV/AIDS dan IMS

HIV/AIDS merupakan penyakit yang termasuk dalam kategori “New

Emerging Disease”. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan

kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh karena serangan HIV (Human Immunodeficiency Virus). Perkembangan penyakit HIV/AIDS

sampai saat ini terus menunjukkan peningkatan yang signifikan,

perkembangannya bagaikan fenomena “gunung es”, dimana jumlah penderita yang ditemukan jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk yang terinfeksi. Sehingga saat ini HIV/AIDS dinyatakan sebagai masalah darurat global yang penting untuk segera diatasi.

Hal – hal yang menjadi penyebab semakin berkembangnya penyakit tersebut diantaranya makin tingginya mobilitas penduduk antar wilayah, menyebarnya sentra pembangunan ekonomi, meningkatnya perilaku seksual yang tidak aman, serta meningkatnya penyalahgunaan NAPZA melalui jarum suntik tidak steril di sub-populasi pengguna napza suntik (penasun), sementara penularan melalui hubungan seksual berisiko tetap berlangsung.

Demikian halnya dengan perkembangan penyakit HIV/AIDS di wilayah Kota Mojokerto, berjalan seiring dengan peningkatan mobilitas penduduk dan ditunjang dengan wilayah Kota Mojokerto sebagai kota ”Hinterland” atau penyangga ibukota Propinsi Jawa Timur, yaitu Kota Surabaya. Jumlah penderita HIV(+) di Kota Mojokerto dari tahun 2003 hingga tahun 2011 berturut-turut sebanyak 6 Orang (2003); 7 orang (2004); 15 orang (2005); 2 orang (2006); 43 orang (2007); 56 orang (2008); 55 orang (2009); 43 orang (2010) dan tahun 2011 sebanyak 9 orang. Adapun jumlah kumulatif penderita sampai dengan tahun 2011 berjumlah 236 orang.

(25)

16

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Gambar 8 Jumlah Kumulatif Penderita HIV/AIDS di Kota Mojokerto Tahun 2003 – 2011

Upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Mojokerto haruslah didasari bahwa masalah HIV dan AIDS sudah menjadi masalah sosial kemasyarakatan dan masalah nasional, yang penanggulangannya diutamakan pada sub-populasi berperilaku resiko tinggi, namun tetap memperhatikan masyarakat yang rentan, termasuk yang berkaitan dengan pekerjaannya dan masyarakat yang termarginalkan terhadap penularan HIV dan AIDS. Upaya pencegahan penularan HIV/AIDS melalui transfusi darah dilakukan dengan pen-skrining-an terhadap setiap kantong darah yang didonorkan melalui PMI. Dari hasil yang diperoleh di tahun 2011, dari 13.257 sampel darah yang diskrining ditemukan 66 sampel darah yang positif HIV/AIDS atau sebesar 0,5%. Hal ini cukup mengkhawatirkan, bisa dijadikan pertanda bahwa penularan HIV/AIDS sudah semakin menyebar luas karena banyaknya sampel darah yang positif terinfeksi.

Tidak hanya melalui tranfusi darah, penularan HIV/AIDS sangat dimungkinkan terjadi melalui hubungan seksual yang beresiko. Tingginya angka kejadian IMS juga bisa dijadikan pertanda kewaspadaan terhadap penyebaran kasus HIV/AIDS.

Selama tahun 2011, di Kota Mojokerto ditemukan sebanyak 433 kasus. Jumlah ini memang lebih sedikit dibanding penemuan kasus di tahun 2010 sebanyak 731 kasus. Namun bukan berarti hal tersebut menandakan bahwa pencegahan penularan HIV/AIDS sudah bisa ditekan, selama masih ada IMS yang ditemukan penularan HIV/AIDS masih sangat dimungkinkan terjadi.

6 13 28 30 73 129 184 227 236 0 50 100 150 200 250 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah

(26)

17

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Gambar 9 Perbandingan jumlah penderita IMS secara gender di Kota Mojokerto Tahun 2011

Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwasanya kasus IMS lebih banyak terjadi pada perempuan, rasionya 1 : 71. Belum ada penelitian lebih lanjut yang dapat menjelaskan penyebab perempuan lebih rawan terkena IMS. Menurut perkiraan, kemungkinan besar karena kebanyakan yang menjadi pekerja seks komersial adalah wanita atau bisa juga karena perilaku para suami yang suka “jajan” di lokalisasi menyebabkan para istri di rumah yang tidak tahu – menahu perilaku suaminya tertular penyakit yang dibawa dari lokalisasi. Namun itu hanya perkiraan, belum dapat dipergunakan sebagai teori penyebab yang pasti dan valid.

d) Diare

Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena masih kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat dalam kehidupan sehari – hari. Penyakit diare juga sangat berkaitan erat dengan faktor hygiene sanitasi masyarakat, semakin meningkatnya jumlah kejadian diare dapat menandakan bahwa kedua faktor tersebut, yakni PHBS dan hygiene sanitasi di masyarakat mengalami penurunan kualitas.

Di Kota Mojokerto, bila dipantau sejak tahun 2007 maka angka kejadian diare dapat terlihat sebagai berikut :

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 6 426

(27)

18

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Gambar 10 Kejadian Diare di Kota Mojokerto Tahun 2007 – 2011

Dari gambar diatas terlihat adanya tren kenaikan jumlah kasus diare yang terjadi dari tahun ke tahun. Perlu adanya upaya pencegahan, salah satunya melalui penyuluhan dan pemberdayaan kader – kader kesehatan dalam tatalaksana diare, dengan harapan terjadinya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari – hari dan peningkatan hygiene sanitasi masyarakat, sehingga angka kejadian kasus diare dapat ditekan.

e) Pneumonia

Pneumonia dapat digolongkan sebagai salah satu Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang masih menjadi penyebab uatam kesakitan dan kematian pada bayi dan balita. Hal ini merujuk pada hasil konferensi internasional mengenai ISPA di Canberra Australia pada Juli 1997, yang mengemukakan empat juta bayi dan balita di negara-negara berkembang meninggal tiap tahun akibat ISPA dan jumlah ini merupakan 30% dari seluruh kematian yang ada.

Hal ini juga tampak dari hasil SURKESNAS tahun 2001 yang menunjukkan bahwa proporsi kematian balita akibat ISPA sebesar 28%, yang berarti dari 100 balita yang meninggal, 28 diantaranya disebabkan oleh penyakit ISPA. Hasil SURKESNAS tersebut juga menunjukkan bahwa 80% dari kasus kematian ISPA pada balita tersebut disebabkan Pneumonia.

Angka ini juga ditegaskan dengan hasil ekstrapolasi data survei kesehatan rumah tangga pada tahun 2001 yang menunjukkan bahwa Angka Kematian

3920 4823 5148 6442 7237 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 2007 2008 2009 2010 2011 Jum la h ka sus Tahun Diare

(28)

19

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Balita akibat ISPA adalah 4,9/1.000 balita, yang artinya sekitar 5 dari 1.000 balita meninggal setiap tahun akibat Pneumonia.

Di Indonesia, Pemberantasan Penyakit ISPA dimulai pada tahun 1984 bersamaan dengan dilancarkannya pada tingkat global oleh WHO. Maka tata laksana ISPA diklasifikasikan dalam 3 tingkat yaitu ISPA ringan, sedang dan berat. Sehingga sejak tahun 1990 pemberantasan ISPA dititikberatkan dan difokuskan pada penanggulangan Pneumonia Balita, karena penyebab kematian tertinggi pada anak usia dibawah 5 tahun adalah penyakit pernafasan dan sebagian besar disebabkan oleh Pneumonia.

Dalam upaya meningkatkan cakupan penemuan dan kualitas tatalaksana penderita Pneumonia balita, Kementerian Kesehatan telah menerapkan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas sebagai Unit Pelayanan Kesehatan Dasar. Diperkirakan setiap tahun sekitar 10% dari keseluruhan balita yang ada mengalami Pneumonia, inilah yang menjadi target dari petugas kesehatan untuk melaksanakan pelacakan dan penemuan kasus pneumonia.

Pada tahun 2011 tercatat 426 kasus penderita pneumonia pada balita yang telah ditangani atau hanya 46,7% saja dari jumlah perkiraan penderita Pneumonia Balita yang ditargetkan sebanyak 913 kasus, hal ini dapat dilihat pada berikut.

Gambar 11 Penemuan Penderita Pneumonia pada Balita di Kota Mojokerto Tahun 2007 – 2011 17.79% 8.32% 10.91% 10.51% 46.70% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45% 50% 2007 2008 2009 2010 2011 Pneumonia

(29)

20

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Kasus pneumonia umumnya terjadi pada balita dengan gizi kurang ditunjang dengan perilaku dan lingkungan sekitar yang tidak sehat (asap rokok, polusi). Upaya pemberantasan penyakit ini difokuskan pada upaya penemuan dini dan tatalaksana kasus yang cepat dan tepat pada penderita.

3.2.2 Penyakit Menular Bersumber Binatang a) Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit demam berdarah dengue ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyakit menular ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, bahkan seringkali muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang tidak jarang menimbulkan kematian pada penderitanya.

Angka insiden DBD secara nasional berfluktuasi dari tahun ke tahun. Jumlah penderita DBD yang dilaporkan pada tahun 2007 secara nasional sebanyak 158.115 kasus dengan jumlah kematian 1.599 orang, dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 1,01%, dan Incidence Rate (IR) sebesar 71,78 per 100.000 penduduk.

Dari 38 Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Timur, Kota Mojokerto termasuk daerah endemis penyakit DBD karena hampir setiap tahun ditemukan kasus DBD pada periode tertentu (musiman). Wilayah yang perlu diwaspadai karena merupakan daerah endemis DBD di Kota Mojokerto, yaitu : kelurahan Magersari, Balongsari, Kedundung, Wates, Meri, Mentikan, Miji dan Kranggan.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kasus DBD yang ditemukan di Kota Mojokerto cenderung mengalami penurunan. Incidence Rate (IR) DBD tahun 2011 sebesar 11,6/100.000 penduduk (14 kasus), dibanding tahun 2010 angka tersebut telah mengalami penurunan dan berhasil ditekan tidak melebihi target nasional yang telah ditetapkan, yaitu sebesar < 20/100.000 penduduk.

Gambaran kejadian DBD di Kota Mojokerto mulai tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 tampak pada gambar di bawah ini.

(30)

21

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Gambar 12 Jumlah kasus DBD yang ditemukan di Kota Mojokerto Tahun 2007 – 2011

Penurunan angka kejadian DBD ini tidak lepas dari peran serta masyarakat Kota Mojokerto yang telah memiliki kesadaran dalam menggalakkan Gerakan Jum’at Berseri dan PSN 60 Menit melalui Instruksi Walikota Mojokerto No. 1 Tahun 2006 tertanggal 20 Maret 2006. Kader Motivator Kesehatan bersama dengan masyarakat sekitar melakukan 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur). Selain itu, kegiatan pencegahan penyebaran penyakit juga dilakukan melalui fogging focus segera setelah ada indikasi penderita DBD dan fogging masal sebelum musim penularan dengan dua siklus, terutama pada daerah endemis DBD.

b) Malaria

Meskipun Indonesia masih merupakan negara dengan angka kesakitan dan kematian akibat malaria cukup tinggi dan beberapa wilayah di Propinsi Jawa Timur juga dinyatakan sebagai daerah endemis, utamanya di daerah pantai selatan, kepulauan Madura dan sekitar Gunung Wilis, namun Kota Mojokerto dapat dikatakan bukan merupakan daerah endemis. Dari data yang ada sejak tahun 2004, tidak pernah ditemukan satu pun kasus kejadian malaria di Kota Mojokerto. 33 27 26 19 14 0 5 10 15 20 25 30 35 2007 2008 2009 2010 2011 Ju m la h k asu s Tahun

(31)

22

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

c) Filariasis

Penyakit Filariasis atau yang lebih sering dikenal masyarakat sebagai penyakit kaki gajah merupakan penyakit infeksi menahun (kronis) yang disebabkan oleh cacing filaria, yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat menetap (pembesaran pada kaki, lengan dll.).

Sampai dengan tahun 2011, belum pernah ditemukan satu pun kasus filariasis di wilayah Kota Mojokerto. Namun bukan berarti penyakit ini tidak perlu diwaspadai, karena hampir di 30 kab/kota di Jawa Timur pernah ditemukan kasus filariasis kronis. Tidak menutup kemungkinan penyakit tersebut akan masuk ke wilayah Kota Mojokerto karena wilayah di sekitar Kota Mojokerto pernah terjangkit, diantaranya Kab. Mojokerto, Kab. Jombang, Kab. Sidoarjo dan Kab. Lamongan.

3.2.3 Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) a) Campak

Campak merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus measles yang disebarkan melalui bersin/batuk. Karena mudahnya rantai penularannya itulah yang menyebabkan penyakit ini seringkali menyebabkan tejadinya kejadian luar biasa (KLB). Gejala awal penyakit ini diantaranya demam, bercak kemerahan, batuk pilek hingga timbulnya ruam di seluruh tubuh. Data yang terekam di Kemenkes RI menyebutkan frekuensi KLB campak menduduki urutan ke empat setelah DBD, diare dan chikungunya. Kematian akibat campak pada umumnya disebabkan karena kasus komplikasi seperti meningitis.

Frekuensi KLB campak di Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun terakhir terus meningkat, sebesar 72 pada tahun 2005, 86 pada tahun 2006 dan 114 pada tahun 2007 (Profil Kesehatan Indonesia 2007). Sedangkan gambaran kasus campak di Kota Mojokerto sendiri tampak pada gambar di bawah ini.

(32)

23

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Gambar 13 Jumlah Kasus Campak di Kota Mojokerto Tahun 2007 – 2011

Meskipun dari tahun 2007, jumlah kasus Campak di Kota Mojokerto cenderung mengalami penurunan, bahkan di akhir tahun 2010 tidak ditemukan satu pun kejadian Campak, namun di tahun 2011, terjadi peningkatan yang cukup signifikan menjadi 9 kasus, padahal capaian cakupan imunisasi campak menampakkan hasil yang baik bahkan lebih dari 100 persen (107.2%). Banyak faktor yang diduga mengakibatkan peningkatan tersebut, salah satunya perubahan cuaca yang ekstrim akibat global warming dan juga bisa jadi disebabkan cara pemberian imunisasi yang kurang tepat (invalid dose), sehingga mengakibatkan kekebalan tubuh bayi terhadap serangan virus campak tidak terbentuk dengan baik.

b) Difteri

Difteri merupakan penyakit yang sangat mudah menular dan seringkali menjadi penyebab kematian pada anak – anak. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae yang menyerang saluran pernafasan bagian atas. Kasus dipteri di Jawa Timur cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Meskipun dari tahun 2007 hingga tahun 2010, jumlah kasus yang ditemukan setiap tahunnya hanya 1 kasus, namun kondisi tersebut tidak berlaku di tahun 2011. Jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 9 kasus, dimana kasus tersebut tidak hanya dialami bayi atau balita, melainkan juga menyerang orang dewasa. Padahal capaian imunisasi difteri di tahun 2011 sama seperti campak, lebih dari 100 persen (104.6%).

43 21 2 0 9 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 2007 2008 2009 2010 2011 Jum la h ka sus Tahun

(33)

24

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Kondisi yang demikian tidak hanya terjadi di Kota Mojokerto, namun hampir di seluruh wilayah Kab/Kota se – Jawa Timur bahkan Nasional dinyatakan terjadi KLB Dipteri. Sama halnya dengan kejadian campak, faktor

invalid dose serta perubahan cuaca yang ekstrim diduga menjadi penyebab utama kegagalan terbentuknya imunitas terhadap serangan bakteri difteri.

Gambar 14 Jumlah Kasus Difteri di Kota Mojokerto Tahun 2007 – 2011

c) Pertusis (Batuk Rejan)

Bakteri Bardetella pertusis merupakan penyebab utama penyakit Pertusis atau yang lebih dikenal sebagai penyakit batuk rejan. Penyakit ini ditandai dengan gejala batuk beruntun selama 1 – 3 bulan dan disertai dengan bunyi tarikan nafas hup yang khas dan muntah, biasanya menyerang anak berusia <1 tahun dan penularannya melalui droplet. Dari tahun 2007 hingga 2011, tidak satupun kasus pertusis ditemukan di Kota Mojokerto. Sama halnya dengan penyakit dipteri, pencegahan pertusis dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi DPT+HB sebanyak 3 kali pada bayi yakni usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

d) Tetanus Neonatorum (TN) dan Tetanus

Penyakit Tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani, terdiri dari tetanus dengan riwayat luka dan tetanus pada bayi yang sering disebut sebagai Tetanus Neonatorum. Tetanus neonatorum (TN) umumnya menginfeksi bayi baru lahir terutama yang tali pusatnya dipotong dengan menggunakan alat yang tidak

1 1 1 1 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2007 2008 2009 2010 2011 Ju m la h k asu s Tahun

(34)

25

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

steril. Kebanyakan kasus TN terjadi di daerah dengan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang rendah.

Untuk kasus Tetanus dengan riwayat luka, selama kurun waktu tahun 2007 hingga tahun 2011, di Kota Mojokerto hanya ditemukan 1 kasus saja, yaitu terjadi di tahun 2008.

Sedangkan untuk kasus TN, selama 5 tahun terakhir (2007 – 2011) di Kota Mojokerto tidak ditemukan satu pun kasus TN, hal ini mungkin disebabkan salah satunya karena sudah tidak ditemukan adanya dukun bayi atau penolong persalinan yang tidak berkompeten di Kota Mojokerto. Cakupan pertolongan persalinan oleh nakes selama 5 tahun terakhir pun sudah melebihi target yang ditetapkan (>95%). Selain dengan pertolongan persalinan oleh nakes yang berkompeten, upaya pencegahan juga bisa dilakukan dengan imunisasi Tetanus toxoid (TT) pada ibu hamil.

e) AFP (Acute flaccid paralysis) dan Polio

Seringkali penyakit ini diartikan sebagai polio, padahal sesungguhnya belum tentu AFP (Lumpuh layu) adalah polio, namun bisa jadi AFP ini menjadi gejala awal polio. AFP merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami penurunan kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas yang kemudian berakibat pada kelumpuhan. Sedangkan Polio merupakan penyakit menular akibat manifestasi infeksi virus yang menyerang sistem syaraf sehingga menyebabkan penderitanya mengalami kelumpuhan.

Bila ditemukan kejadian AFP, tindakan yang harus segera dilakukan adalah melakukan pemeriksaan faeces untuk memastikan penyebab lumpuh layu tersebut adalah virus polio atau penyebab lainnya. AFP umunya menyerang anak berusia < 15 tahun. Target nasional yang ditetapkan untuk penemuan kasus AFP sebesar 2 per 100.000 penduduk usia < 15 tahun.

Sejak tahun 2007 hingga saat ini angka penemuan kasus AFP bisa dillihat pada gambar dibawah ini.

(35)

26

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Gambar 15 Penemuan Kasus AFP dan Polio di Kota Mojokerto Tahun 2007 – 2011

Kejadian polio sejak tahun 2008 hingga 2011 berhasil ditekan hingga tidak terjadi satu kasus polio pun, namun untuk AFP masih sempat ditemukan kejadiannya hingga tahun 2010. Ini menandakan bahwa petugas kesehatan masih harus waspada terhadap terjadinya kasus polio. Upaya pencegahan melalui imunisasi dasar polio perlu terus digalakkan untuk mengantisipasi terjadinya polio dan AFP.

f) Hepatitis B

Penyakit Hepatitis ada beberapa jenis, salah satunya adalah Hepatitis B. Penyakit ini disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV) yang dapat menyebabkan peradangan hati akut ataupun menahun, dan bila tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan terjadinya sirosis hati atau kanker hati. Pencegahan yang bisa dilakukan melalui pemberian imunisasi DPT + HB pada bayi selama 3 kali. Dari tahun 2007 hingga 2011 dilaporkan tidak ditemukan satu pun kasus Hepatitis B di Kota Mojokerto.

3.3 STATUS GIZI

Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas bisa terwujud bila ditunjang keadaan gizi yang baik. Permasalahan gizi saat ini terjadi hampir di setiap siklus kehidupan, mulai sejak dalam kandungan, bayi, anak, dewasa, sampai usia lanjut.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 2007 2008 2009 2010 2011 AFP Polio

(36)

27

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Gambar 16 Permasalahan gizi dalam siklus kehidupan manusia

3.3.1 Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan dalam dua kategori yaitu BBLR karena prematur atau usia kandungan yang kurang dari 37 minggu dan BBLR karena intrauterine growth retardation

(IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. BBLR karena IUGR umumnya disebabkan karena status gizi ibu yang buruk atau menderita sakit yang dapat memperberat kehami lan.

Di Kota Mojokerto pada tahun 2011, dari 1.896 bayi lahir hidup, terdapat 69 bayi dengan BBLR (3,64%) yang keseluruhan bayi BBLR ini telah mendapatkan penanganan. Kasus BBLR di Kota Mojokerto selama enam tahun berturut-turut mulai tahun 2006 sampai 2011 dapat diamati pada gambar berikut.

BBLR

Infant Mortality Rate (IMR),

perkembangan mental terhambat, risiko penyakit kronis pada usia dewasa

Balita KEP

Kurang makan, ASI Eksklusif kurang, MP-ASI tidak benar, sering terkena penyakit infeksi, kurang mendapat pelayanan kesehatan, pola asuh tidak memadai Tumbuh kembang terhambat Remaja dan Usia Sekolah

Konsumsi gizi tidak cukup, pola asuh kurang

Produktivitas fisik berkurang/rendah WUS KEK Bumil KEK Pelayanan kesehatan tidak memadai, konsumsi kurang Gizi janin tidak baik MMR Usia Lanjut kurang gizi Pelayanan kesehatan kurang memadai, konsumsi tidak seimbang

(37)

28

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Gambar 17 Jumlah Kasus BBLR di Wilayah Kota Mojokerto Tahun 2006 – 2011

Dari gambar tersebut terlihat adanya kenaikan jumlah bayi BBLR dari tahun 2006 hingga tahun 2011. Kenaikan jumlah bayi BBLR tersebut dipengaruhi oleh status gizi ibu hamil atau adanya penyakit pada ibu yang memperberat kehamilannya. Untuk menekan angka BBLR diperlukan penanganan terpadu lintas program dan lintas sektor karena timbulnya masalah penyakit dan status gizi berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.

3.3.2 Status Gizi Balita

Salah satu cara mengetahui status gizi balita adalah dengan menggunakan metode antropometri. Dalam metode antropometri, indeks yang umum dipakai untuk Balita adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), namun indikator ini hanya dapat memberikan indikasi masalah gizi secara umum, tidak dapat memberikan indikasi adanya masalah gizi yang bersifat kronis ataupun akut karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan.

Dari data yang ada di Dinas Kesehatan Kota Mojokerto, pada tahun 2011 terdapat 9.130 balita. Dari jumlah tersebut, yang ditimbang di posyandu sebesar 70,3% saja atau sebanyak 6.419 balita, yang naik berat badannya sebanyak 4.426 balita (69,00%). Gambarannya dapat dilihat pada gambar berikut.

22 36 36 48 53 69 0 20 40 60 80 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(38)

29

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Gambar 18 Jumlah Balita Ditimbang Di Posyandu Yang Mengalami Kenaikan Berat Badan Tahun 2006 – 2011

Dari diagram diatas, terlihat bahwa selama enam tahun terakhir jumlah balita yang ditimbangkan di posyandu dan balita yang naik berat badannya masih relatif stabil. Adapun untuk balita yang berada dibawah garis merah dan balita dengan gizi buruk datanya selama enam tahun terakhir dapat diamati pada gambar berikut.

Gambar 19 Jumlah Balita BGM dan Balita Gizi Buruk di Wilayah Kota Mojokerto Tahun 2006 – 2011

Dari grafik diatas ternyata selama enam tahun terakhir terlihat cenderung fluktuatif baik pada jumlah balita yang berada di bawah garis merah maupun pada balita dengan gizi buruk. Namun di tahun 2011 jumlah balita gizi buruk mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2009.

151 195 165 188 159 92 51 102 127 47 110 43 0 50 100 150 200 250 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Balita BGM Balita Gizi Buruk

2006 2007 2008 2009 2010 2011

Jumlah Balita Ditimbang 6125 6603 6323 5983 6104 6419

Jumlah Balita BB Naik 4173 4344 4227 4177 4021 4426

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

(39)

30

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

Bab iV

Situasi UPAYA KESEHATAN

4.1 PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam pelayanan kesehatan dasar, antara lain adalah pelayanan kesehatan ibu dan bayi, pelayanan kesehatan anak balita dan pra sekolah, usia sekolah dan remaja, pelayanan keluarga berencana, pelayanan imunisasi, perbaikan gizi masyarakat, promosi kesehatan, penyehatan lingkungan, pelayanan kesehatan pra-usia lanjut dan usia lanjut, serta penanggulangan wabah. Selain itu, masih terdapat pelayanan penunjang yaitu pelayanan kefarmasian serta pelayanan kesehatan rujukan yaitu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

4.2.1 Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi diantaranya adalah sebagai berikut :

a) Pelayanan Antenatal (K1 dan K4)

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional baik itu dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, maupun bidan kepada ibu hamil selama masa kehamilannya sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang ada. Titik berat kegiatan ini adalah upaya preventif dan promotif sedangkan hasilnya dapat dilihat dari cakupan pelayanan K1 dan K4 (Wiyono, 1997). Pelayanan antenatal yang sesuai standar meliputi timbang berat badan, pengukuran tinggi badan, tekanan darah, nilai status gizi (diukur dari lingkar lengan atas), tinggi fundus uteri, menentukan presentasi janin dan denyut jantung janin, skrining status dan memberikan imunisasi TT bila diperlukan, pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan, tes lab, tatalaksana kasus, konseling termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.

Cakupan K1 atau disebut juga akses pelayanan ibu hamil, menggambarkan besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama/kontak pertama dengan tenaga kesehatan/fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standart. Indikator akses ini digunakan untuk

(40)

31

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.

Sedangkan Cakupan K4 adalah besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar, minimal empat kali kunjungan selama masa kehamilannya dengan distribusi satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan, serta mendapat 90 tablet Fe selama periode kehamilannya. Indikator ini berfungsi untuk menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah dan untuk menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA. Gambaran pencapaian dua indikator ini selama lima tahun terakhir dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

Gambar 20 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K1 dan K4) di Kota Mojokerto Tahun 2007 – 2011

Dari gambar di atas tampak dari tahun ke tahun cenderung fluktuatif pada pencapaian kedua indikator, terutama tahun 2009 mengalami sedikit penurunan pada cakupan kunjungan K4. Walaupun pada tahun 2011 cakupan kunjungan K4 mengalami kenaikan namun belum mencapai target 95%. Hal ini menandakan belum cukup optimalnya pelayanan kesehatan antenatal di Kota Mojokerto. Juga masih terdapat kesenjangan yang cukup besar antara kedua indikator ini yang masih harus menjadi perhatian karena keberhasilan program tidak hanya berhenti pada kedua indikator ini saja, tetapi sampai pada penurunan angka kematian ibu dan bayi. Semakin kecil kesenjangan antara K1 dan K4 dapat diartikan hampir semua ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama pelayanan antenatal

94.38 99.15 96.84 96.81 98.85 90.38 91.37 88.33 91.62 93.97 82 84 86 88 90 92 94 96 98 100 2007 2008 2009 2010 2011 K1 K4

(41)

32

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2011

meneruskan hingga kunjungan keempat pada triwulan ketiga, sehingga kondisi kehamilannya terus dapat dipantau oleh petugas kesehatan.

b) Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan

Proses persalinan memegang kontribusi yang besar terhadap Angka Kematian Ibu di Indonesia. Pertolongan persalinan yang aman oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan merupakan salah satu dari enam indikator pemantauan program KIA. Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan sekaligus menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam menangani persalinan secara profesional.

Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir, sebagian besar terjadi pada masa di sekitar persalinan. Hal ini antara lain disebabkan persalinan tidak ditolong oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan. Adapun pertolongan persalinan sendiri adalah tindakan yang dilakukan oleh bidan/tenaga kesehatan lain dengan kompetensi sesuai dalam proses lahirnya janin dari kandungan yang dimulai dari tanda-tanda lahirnya bayi, pemotongan tali pusat sampai keluarnya placenta (Profil Kesehatan JawaTimur, 2003).

Data dari bidang Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Mojokerto menyebutkan, tahun 2011 terdapat 1.841 sasaran ibu bersalin. Dari jumlah tersebut, yang ditolong oleh tenaga kesehatan sebanyak 1.826 atau 99,19%. Pencapaian ini telah melampaui target SPM tahun 2011 yang ditetapkan sebesar 91%.

Gambar 21 Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Kota Mojokerto Tahun 2006 – 2011

103.56 102.29 100.64 97.96 99.19 94 96 98 100 102 104 2006 2007 2008 2009 2010

Gambar

Tabel 1.   Wilayah administratif Kota Mojokerto
Gambar 3  Kasus  Lahir  Mati,  Kematian  Bayi,  dan  Kematian  Balita  di  Kota  Mojokerto Tahun 2005 – 2011  0 0 0 1 2 1 6101214131422 2365117813140510152025 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4  Kasus Kematian Maternal yang Dilaporkan di Kota Mojokerto  Tahun 2005 – 2011
Gambar 6  Penemuan Kasus TB BTA (+) di Kota Mojokerto  Tahun 2009 – 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pembelajaran Bahasa Jawa (materi tembang dolanan) berbasis pendidikan karakter religius dalam kurikulum 2013.. Jenis

bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggara pertahanan keamanan negara.Undang-Undang No.34 Tahun 2004 tentang

Selain dari pada dana PNBP Polsri, terdapat program pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh dosen Polsri menggunakan dana mandiri dosen yang bersangkutan. Program ini

Beton dengan kepadatan rendah adalah beton yang mempunyai berat volume antara 350 kg/m3 sampai dengan 800 kg/m3.. Beton dengan

Berdasarkan Gambar 1, tampak bahwa dalam LVQ terdapat dua vektor bobot yang menghubungkan setiap neuron masukan dengan neuron keluaran sehingga dapat dikatakan

Adapun kebahagiaan merupakan imbalan dari keberhasilan seseorang menemukan makna hidup, dengan kata lain disaat manusia berada pada kondisi paling bawah

Kondisi sumber daya perkebunan Jawa Barat yang cukup melimpah tersebut dalam pengembangan/pemanfaatannya tentu saja perlu direncanakan secara benar melalui mekanisme

SATFUNG / SATWIL : BAG SUMDA POLRES METRO UNIT / SUBUNIT : SUBBAG SARPRAS. NO RINCIAN