i
PENGARUH STATUS GURU TERHADAP HASIL BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ANTARA PESERTA DIDIK
YANG DIAMPU GURU PNS DENGAN HONORER DI SDN
GARANGAN KECAMATAN WONOSEGORO
SKRIPSI
Oleh :
Bahaul Haq
NIM : 114-13-011
JURUSAN ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
iii
PENGARUH STATUS GURU TERHADAP HASIL BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ANTARA PESERTA DIDIK
YANG DIAMPU GURU PNS DENGAN HONORER DI SDN
GARANGAN KECAMATAN WONOSEGORO
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I (S.Pd)
Dalam Ilmu Tarbiyah
Oleh :
Bahaul Haq
NIM : 114-13-011
JURUSAN TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
iv
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
Jalan Lingkar Salatiga Km.2 Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716 Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email: tarbiyah@iainsalatiga.ac.id
PENGARUH STATUS GURU TERHADAP HASIL BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ANTARA PESERTA DIDIK
YANG DIAMPU GURU PNS DENGAN HONORER DI SDN
GARANGAN KECAMATAN WONOSEGORO
disusun oleh :
BAHAUL HAQ NIM : 114-13-011
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan penguji Skripsi Jusuran Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 27 September 2017 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Suwardi, M.Pd
Sekretaris Penguji : Muh. Hafidz, M.Ag
Penguji I : Mufiq, S.Ag.,M.Phil
Penguji II : Dra. Ulfah Susilawati, M.Si
Salatiga, 27 September 2017
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN KESEDIAAN PUBLIKASI
Saya yang bertanda-tangan, di bawah ini:
Nama : Bahaul Haq
NIM : 114-13-011
Jurusan : FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jurusan Studi : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri dengan judul “Pengaruh Status Guru Terhadap Hasil Belajar
Pendiidkan Agama Islam antara Peserta Didik yang Diampu Guru PNS dengan Honorer di SDN Garangan Kecamatan Wonosegoro”, bukan jiplakan karya tulis
orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah dan saya menyatakan di
perbolehkan untuk di publikasikan.
Salatiga, 11 September 2017
Yang Menyatakan,
vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Allah Berfirman:
( ٌمي ِظَع ٌمْلُظَل َكْرِّشلا َّنِإ ِ َّللَّاِب ْك ِرْشُت لا َّيَنُب اَي ُهُظِعَي َوُه َو ِهِنْبلا ُناَمْقُل َلاَق ْذِإ َو ٣١
)
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahan kepada:
1. Almarhum kedua orang tuaku yang memberikan cinta dan harapan dalam membimbing dan mendidik dengan penuh kesabaran serta berusaha memenuhi kebutuhan baik moral maupun spiritual semoga Allah senantiasa meridhoinya. 2. Kepada bapak Muh. Hafidz, M.Ag selaku pembimbing dan sekaligus sebagai
motivator serta pengarah sampai selesainya penulisan skripsi ini.
viii
KATA PENGANTAR
ِِب
ِ س
ِِميِحَّشناِِهم حَّشناِِاللهِِم
Alhamdulillah atas segala karunia dari Allah SWT, tanpa sadar sampai detik ini kita masih diberi denyut nafas kehidupan dalam menempuh hidup memerankan diri sebagai khalifatullah dimuka bumi dan sebagai Abdullah (hamba Allah). Teriring Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai tauladan
dalam mengangkat derajat kaum Mustad’affin sehingga karena tauladan beliaulah saya
dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul PENGARUH STATUS GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ANTARA
PESERTA DIDIK YANG DIAMPU GURU PNS DENGAN HONORER DI SDN
GARANGAN KECAMATAN WONOSEGORO.
Karena kemampuan penulis yang masih terbatas, maka di dalam penyusunan skripsi ini mungkin terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis dengan rendah hati dan tangan terbuka akan menerima masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi.
Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat dan kewajiban guna memperoleh gelar sarjana Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Dalam penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan, saran, pertimbangan dan kritik dari berbagai pihak, maka bersamaan dengan selesainya penyusunan skripsi ini penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada:
ix
2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyan dan Keguruan (FTIK)Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
3. Ibu Siti Rokhayati, M.Ag selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu KeguruanInstitut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
4. Bapak Muh. Hafidz, M.Ag selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini yang telah memberikan bimbingan dengan penuh perhatian, kesabaran, dan keikhlasan.
5. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang dengan keikhlasan memberikan ilmu dan pengetahuan selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga.
6. Kepada Guru Pendidikan Agama Islam SDN Garangan yang sudah meluangkan waktunya sehingga terselesainya skripsi ini.
Kepada mereka semua, penulis tidak dapat membalas dengan balasan apapun. Hanya untaian atas terima kasih serta doa semoga Allah SWT membalas semua amal baik yang telah diberikan kepada penulis.
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis memohon petunjuk dan hidayah. Semoga tulisan ini bermanfaat. Amin.
Salatiga, 11 September 2017
Penulis,
BAHAUL HAQ
x ABSTRAK
Haq, Bahaul, 2017. Pengaruh Status Guru Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam antara Peserta Didik yang Diampu Guru PNS dengan Honorer di SDN Garangan Kecamatan Wonosegoro.
Kata Kunci :Hasil Belajar, Pendidikan Agama Islam
Pendidikan merupakan faktor utama yang berpengaruh penting untuk perkembangan generasi muda sebagai penerus bangsa, serta pendidikan merupakan usaha untuk menyiapkan siswa yang dapat berperan dalam masyarakat yang akan datang, baik sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat, hal tersebut bisa dilakukan melalui pemberian bimbingan, pelatihan dan pengajaran. Proses belajar mengajar merupakan proses terjadinya interaksi antara berbagai komponen, sehingga masing-masing komponen saling pengaruh mempengaruhi. Guru memberikan rangsangan kepada siswa untuk belajar dan siswa merespon dengan sikap, sehingga terjadi timbal balik antar komponen. Keberhasilan pembelajaran merupakan harapan baik oleh institusi pendidikan maupun siswa. Oleh karena itu, keberhasilan pembelajaran selalu diupayakan dan diperjuangkan agar dapat menjadi kenyataan. Namun tidak semua guru menya dari akan tujuan pendidikan nasional tersebut. Berdasarkan pra observasi dilapangan yang penulis lakukan, banyak ditemukan kasus pada guru honorer PAI terkait dengan tugas mereka sebagai pendidik.
xii
B. Visi, Misi dan Tujuan SDN Garangan ...
C. Keadaan Siswa ...
D. Keadaan Guru...
E. Keadaan Sarana dan Prasarana SDN Garangan ...
F. Tata Tertib SDN Garangan ...
xiii
DAFTAR TABEL
TABEL 1 Keadaan Siswa SDN Garangan
TABEL 2 Keadaan Guru SDN Garangan
TABEL 3 Keadaan Sarana dan Prasarana SDN Garangan
TABEL 4 Daftar Nilai Rapor Prestasi Belajar PAI Siswa Peserta Didik yang
diampu Guru PNS Tahun Pelajaran 2015/2016
TABEL 5 Daftar Nilai Rapor Prestasi Belajar PAI Siswa Peserta Didik yang
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang - undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa : "Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU No.20, 2003, 3).
Pendidikan merupakan faktor utama yang berpengaruh penting untuk
perkembangan generasi muda sebagai penerus bangsa, serta pendidikan
merupakan usaha untuk menyiapkan siswa yang dapat berperan dalam
masyarakat yang akan datang, baik sebagai individu maupun sebagai warga
masyarakat, hal tersebut bisa dilakukan melalui pemberian bimbingan,
pelatihan dan pengajaran (Tirtaraharja, 1994: 20). Pendidikan juga
merupakan kebutuhan setiap warga negara yang selalu mendambakan
peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai unsur pokok dalam
pembangunan negara. Tujuan pendidikan di Indonesia menyatakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
2
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 14 Tahun 2005,
2005: 4). Pendidikan sangat diperlukan bagi setiap manusia, karena dengan
pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi yang ada di dalam
dirinya, Orang yang memiliki pendidikan diharapkan akan menjadi manusia
yang bermanfaat baik untuk dirinya sendiri, bangsa maupun untuk negaranya.
Belajar merupakan kebutuhan manusia secara mutlak untuk
mengembangkan ilmu pengetahuannya. Tanpa belajar manusia akan sulit
untuk mengembangkan pengetahuannya. Belajar dalam arti luas merupakan
salah satu cara untuk lebih dapat meningkatkan prestasi belajar seseorang,
dan prestasi belajar kemudian pada akhirnya akan menentukan sikap dan
kebiasaan belajar. Secara luas sikap dapat diartikan yaitu adanya kesediaan
untuk berrespon atau merespon terhadap situasi. Sikap nantinya akan
menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta dapat
memandang situasi tersebut bermanfaat atau merugikan bila ada respon dari
individu.
Proses belajar mengajar merupakan proses terjadinya interaksi antara
berbagai komponen, sehingga masing-masing komponen saling pengaruh
mempengaruhi. Guru memberikan rangsangan kepada siswa untuk belajar
dan siswa merespon dengan sikap, sehingga terjadi timbal balik antar
komponen. Guru merupakan profesi yang memerlukan keahlian khusus dan
3
Keberhasilan pembelajaran merupakan harapan baik oleh institusi
pendidikan maupun siswa. Oleh karena itu, keberhasilan pembelajaran selalu
diupayakan dan diperjuangkan agar dapat menjadi kenyataan. Namun tidak
semua guru menya dari akan tujuan pendidikan nasional tersebut.
Berdasarkan pra observasi dilapangan yang penulis lakukan, banyak
ditemukan kasus pada guru honorer PAI terkait dengan tugas mereka sebagai
pendidik. Misalnya, guru honorer PAI menjadikan tugasnya sebagai pendidik
menjadi sebuah profesi sampingan. Mereka seringkali lebih mengutamakan
pekerjaan yang gajinya lebih besar daripada mengajar anak didiknya. Mereka
telat masuk kelas dan hanya memberi tugas tanpa menerangkan isi materi.
Bahkan administrasi yang seharusnya dibuat oleh guru yang bersangkutan
tidak kunjung dibuat. Hal itu berbanding terbalik dengan guru yang sudah
menjadi PNS (pegawai negeri sipil). Guru yang sudah berstatus pegawai
negeri sipil lebih rajin dalam membuat administrasi belajar mengajar,
intensitas waktu mereka juga sepenuhnya berada di sekolah selama proses
belajar mengajar berlangsung.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk
meneliti perbandingan hasil belajar peserta didik yang diampu guru PNS
dengan peserta didik yang diampu guru honorer.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hasil belajar peserta didik yang diampu guru PNS di SDN
4
2. Bagaimana hasil belajar peserta didik yang diampu guru honorer di SDN
Garangan kecamatan Wonosegoro tahun pelajaran 2016-2017?
3. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik yang diampu guru
PNS dengan honorer di SDN Garangan kecamatan Wonosegoro?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:
a. Untuk mengetahui hasil belajar peserta didik yang diampu guru PNS di
SDN Garangan kecamatan Wonosegoro tahun pelajaran 2015-2016
b. Untuk mengetahui hasil belajar peserta didik yang diampu guru honorer
di SDN Garangan kecamatan Wonosegoro tahun pelajaran 2016-2017
c. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar peserta didik yang diampu
guru PNS dengan honorer di SDN Garangan kecamatan Wonosegoro
D. Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hipo (hypo) dan tesis (thesis). Hipo berarti
kurang dari, sedang tesis berarti pendapat. Jadi hipotesis adalah suatu
pendapat atau kesimpulan yang sifatnya sementara, belum benar-benar
berstatus sebagai suatu tesis (Margono, 2010: 80). Hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan
masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada
teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
5
Berdasarkan landasan teori di atas, maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah: Terdapat perbedaan hasil belajar pendidikan
Agama Islam antara peserta didik yang diampu guru PNS dengan honorer di
SDN Garangan Kecamatan Wonosegoro.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan baru tentang
perbedaan hasil belajar Peserta didik yang diampu guru PNS dengan
honorer di SDN Garangan kecamatan Wonosegoro
2. Manfaat Praktis
Bagi guru:
a) Memberi informasi pada praktisi pendidikan (khususnya guru
pendidikan agama Islam) di SD Negeri tentang perbedaan hasil
belajar peserta didik yang diampu guru PNS dengan honorer.
b) Meningkatkan perhatian guru pendidikan agama Islam dalam
meningkatkan kemampuan siswa yang prestasinya kurang baik.
Bagi Sekolah:
a) Penelitian ini dapat memberi masukan untuk mengembangkan
kurikulum pendidikan agama Islam.
b) Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan
6 Bagi siswa:
a) Meningkatkan kesadaran untuk belajar pendidikan agama Islam
lebih giat lagi.
b) Dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam kegiatan
pembelajaran.
F. Definisi Operasional
Untuk mengurauikan pembahasan secara jelas agar tidak terjadi
penafsiran yang berbeda, maka penulis memberikan batasan istilah yang
terkandung dalam judul skripsi ini sebagai berikut:
1. Studi Komparasi
Studi berasal dari bahasa inggris yaitu “study” yang mempunyai
arti belajar atau mempelajari (Baraba, 1989: 180). Yang dimaksud di sini
adalah suatu penyelidikan dengan cara meneliti, mempelajari dan
menelaah data yang ada hubungannya dengan permasalahan dalam
penelitian dengan jalan mengumpulkan, membahas dan menganalisa data
tersebut melalui prosedur ilmiah guna diambil suatu kesimpulan.
Komparasi yaitu salah satu teknik analisis kuantitatif atau salah
satu teknik analisis statistik yang dapat digunakan untuk menguji
hipotesis mengenai ada tidaknya perbedaan antarvariabel yang sedang
diteliti. Jika perbedaan itu memang ada, apakah perbedaan itu merupakan
perbedaan yang berarti atau meyakinkan, atau perbedaan itu hanyalah
7
Perbandingan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
membandingkan hasil belajar pendidikan agama Islam antara siswa yang
diampu guru PNS dengan siswa yang diampu guru honorer.
2. Hasil Belajar
Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil’ dan “belajar”. Pengertian hasil (product)
menunjukkan pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas
atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional
(2009: 44). Hasil belajar dalam penelitian ini adalah nilai tes ujian
kenaikan kelas pada siswa yang diampu guru PNS dan guru honorer.
3. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar dan terencana
untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan
latihan (Nazarudin, 2007:12).
4. Guru
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (UU
8 G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan jenis penelitian
Pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan penelitian yang
bekerja dengan angka, yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai,
peringkat atau frekuensi), yang dianalisis dengan menggunakan statistik
untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya
spesifik, dan untuk melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu
mempengaruhi variabel yang lain (Alsa, 2003: 13). Penulis memilih
menggunakan pendekatan kuantitatif karena dalam penelitian ini terdapat
karakteristik yang cenderung pada penelitian kuantitatif yaitu data yang
dikumpulkan berupa angka.
Penelitian ini mencoba mengadakan penyelidikan komparasi.
Teknik analisis komparasional, yaitu salah satu teknik analisis kuantitatif
atau salah satu teknik analisis statistik yang dapat digunakan untuk
menguji hipotesis mengenai ada tidaknya perbedaan antarvariabel yang
sedang diteliti. Jika perbedaan itu memang ada, apakah perbedaan itu
merupakan perbedaan yang berarti atau meyakinkan, atau perbedaan itu
hanyalah secara kebetulan saja (by chance) (Sudijono, 2010: 275).
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat peneliti melakukan penelitian
9
PNS dengan honorer. Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian di SDN
Garangan yang terdapat di kecamatan Wonosegoro.
3. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2010:
173). Menurut Margono, populasi adalah seluruh data yang menjadi
perhatian dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan
(Margono, 2010: 118). Sedangkan menurut Sugiyono, populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010: 117).
Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik SDN Garangan.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misal karena keterbatasan
dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang
diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu,
kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2010:
118). Metode sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
Stratified Random Sampling, yaitu cara mengambil sampel dengan
memperhatikan strata (Tingkatan) di dalam populasi. Dalam stratified
random sampling sebelumnya dikelompokkan kedalam tingkatan tertentu.
Sampel dalam penelitian ini adalah Peserta didik SDN Garangan yang
10
kelas empat. Pemilihan kelas tiga dan empat karena persamaan KKM
(kriteria ketuntasan minimal) kedua kelas tersebut sama.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan beberapa metode, yaitu:
a) Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya
barang-barang tertulis. Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti
menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah,
dokumen, peraturan, notulen rapat, agenda dan sebagainya (Arikunto,
2010: 201).
b) Tes
Tes dalam pendidikan adalah cara (yang dapat dipergunakan)
atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran dan
penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau
serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus
dijawab, atau perintah-perintah yang harus dikerjakan oleh testee,
sehingga atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut
dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi
testee (Sudijono, 2003: 67). Tes digunakan untuk mengetahui prestasi
responden dalam belajar pendidikan agama Islam. Tes dalam
penelitian ini merujuk pada tes kenaikan kelas tahun pelajaran
11 5. Analisis data
Setelah data terkumpul hal selanjutnya yang dilakukan adalah
menganalisis data tersebut yaitu dengan:
1) Analisis Pendahuluan
Analisis ini digunakan untuk menyelidiki dua variabel yang
berbeda, yaitu hasil belajar peserta didik yang diampu PNS dan hasil
belajar peserta didik yang diampu guru honorer. Data yang diambil
dari hasil belajar peserta didik yang diampu guru PNS adalah nilai tes
kenaikan kelas pada kelas tiga yang naik ke kelas empat. Sedangkan
hasil belajar peserta didik yang diampu guru honorer adalah nilai tes
kenaikan kelas pada kelas empat yang naik ke kelas lima. Kemudian
data-data dari kedua variabel tersebut dimasukkan ke dalam distribusi
frekuensi sebagai persiapan untuk analisis selanjutnya.
2) Analisis Uji Hipotesis
a) Uji Homogenitas
Salah satu teknik statistik yang digunakan untuk
menjelaskan homogenitas kelompok adalah dengan varians. Untuk
mengetahui varian sampel tersebut homogen atau tidak homogen,
maka perlu diuji homogenitas variannya terlebih dahulu dengan uji
F:
Dengan rumus varian untuk sampel:
12
Kedua kelompok mempunyai varian yang sama (homogen)
apabila dan dikatakan tidak homogen apabila
pada taraf signifikan 5% dengan:
(dk pembilang)
(dk penyebut) (Sugiyono, 2010: 56-57).
b) Uji Perbedaan Rata-rata
Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis yang
penulis ajukan dengan menggunakan perhitungan lebih lanjut
dengan analisis statistik. Hipotesis yang digunakan adalah:
Tidak terdapat perbedaan hasil belajar antara peserta didik
yang diampu guru PNS dengan peserta didik yang diampu
guru honorer di SDN Garangan kecamatan Wonosegoro
Terdapat perbedaan hasil belajar antara peserta didik yang
diampu guru PNS dengan peserta didik yang diampu guru
honorer di SDN Garangan kecamatan Wonosegoro
Dalam hal ini terdapat dua rumus sebagai berikut:
1) Separated Varian
̅ ̅
√
Rumus di atas digunakan bila:
a) Jumlah anggota sampel dan varian homogen
13
b) Jumlah anggota sampel dan varian tidak homogen ( ) dengan t-tabel dengan dk = atau
c) Jumlah anggota sampel dan varian tidak homogen ( ), harga t sebagai pengganti t-tabel dihitung dari
selisih harga t-tabel dengan dk ( ) dan dk ( )
dibagi dua, dan kemudian ditambahkan dengan harga t yang
terkecil.
2) Polled Varian
̅ ̅
√( ) ( )
( )
Rumus di atas digunakan bila:
1) Jumlah anggota sampel dan varian homogen
( ) dengan t-tabel digunakan dk =
2) Jumlah anggota sampel dan varian homogen
( ) dengan derajat kebebasan (dk) =
3) Jumlah anggota sampel dan varian tidak homogen ( ) dengan t-tabel dengan dk = atau .
Kriteria pengujian adalah diterima jika
dan ditolak jika
Keterangan:
t = t score
̅ = rata-rata hasil tes peserta didik yang diampu guru PNS
14
= varians peserta didik yang diampu guru PNS
= varians peserta didik yang diampu guru honorer
= jumlah sampel peserta didik yang diampu guru PNS
= jumlah sampel peserta didik yang diampu guru honorer
H. Kajian Pustaka
Muhammad Agus Syukron tentang Studi Komparasi Prestasi Belajar
Kognitif Bidang Studi Aqidah Akhlaq Kelas XI Siswa Yang Tinggal di
Pondok Pesantren dengan Siswa Yang Tidak Tinggal di Pondok Pesantren di
MAN Rembang Tahun Ajaran 2007/2008. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar kognitif bidang studi Aqidah
Akhlaq siswa kelas XI yang tinggal di Pondok Pesantren dengan siswa yang
tidak tinggal di Pondok pesantren di MAN Rembang tahun ajaran 2007/2008.
Ini dibuktikan dengan analisis t-test yang didapat bahwa t observasi lebih
besar (df 46 = 3,402) dari t tabel (0 t > t t) yang dalam taraf signifikansi 5 %
adalah 2,015 < 3,402 dan dalam taraf signifikansi 1 % adalah 2,690 < 3,402
yang berarti hipotesis diterima (Syukron, 2008: 3).
Nurohman tentang Studi Komparasi Prestasi Belajar PAI antara
Aktivis Rohis dengan Aktivis Biz Variz di SMA Semesta Bilingual Boarding
School Gunung Pati Semarang Tahun 2014/2015. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: (1) Prestasi belajar PAI siswa aktivis Rohis dapat
dikategorikan baik sekali, yaitu dengan nilai rata-rata 88,5 dengan nilai
tertinggi 94 dan nilai terendah 82. (2) Prestasi belajar PAI siswa aktivis Biz
15
tertinggi 93 nilai dan nilai terendah 81. (3) Terdapat perbedaan yang
meyakinkan tentang prestasi belajar PAI antara siswa aktivis Rohis dengan
siswa aktivis Biz Variz di SMA Semesta Semarang ditunjukkan oleh rumus
t-test di mana nilai to = 2,331 lebih besar dari t-tabel (df = 38) pada taraf
signifikansi 5% = 2,024. (4) faktor-faktor yang menyebabkan adanya
perbedaan prestasi belajar PAI Antara Aktivis Rohis dengan aktivis Biz Variz
adalah karena sebagian besar motivasi, minat, perhatian dan kemampuan PAI
siswa aktivis Rohis lebih baik dibandingkan dengan siswa aktivis Biz Variz
dan Program yang dilakukan organisasi Rohis juga lebih mendukung
terhadap PAI dibandingkan dengan Program yang dilakukan organisasi Biz
Variz (Nurohman, 2015: 2).
Annis Nurul Hidayati tentang Studi Komparasi Kemampuan Ranah
Kognitif Bidang Studi Al-Qur’an Hadis Antara Lulusan MI Dan SD Kelas VII di MTs Ihyaul Ulum Wedarijaksa Pati Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji komparasi (uji t-test)
yang diperoleh bahwa thitung = 2,759 dan tabel 1,684 dengan taraf signifikan
5% dan ttabel 1,303 dengan taraf signifikan 1% dengan dk=20+31-2= 49 jika
thitung> ttabel maka Ha diterima artinya ada perbedaan yang signifikan
antara kemampuan ranah kognitif bidang studi Al-Qur’an Hadis antara
lulusan MI dan SD. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan
ranah kognitif Al-Qur’an Hadis siswa lulusan MI lebih baik dari kemampuan
16
bahwa tempat tinggal mempengaruhi terhadap keberhasilan belajar siswa
(Hidayati, 2012: 3).
Shodri Said Khisamuddin tentang Studi Komparasi Sikap Belajar
dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam antara Siswa yang Berasal dari
SD Bernuansa Islam dengan Siswa yang Berasal dari SD Umum di SMP
Negeri 06 Salatiga Tahun Ajaran 2013/ 2014. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: 1). Sikap belajar siswa SD bernuansa Islam dengan prosentase tinggi
60%, sedang 36% dan rendah 4%. 2). Sikap belajar siswa SD Umum dengan
prosentse tinggi 60%, sedang 40% dan rendah 0%. Kedua kelompok SD
bernuansa islam dan SD umum, ada perbedaan tetapi tidak signifikan.
oleh karena to < ttabel, (05,51<2,63) maka Ho tidak ditolak (di terima).
Dengan demikian berarti kedua kelompok tersebut berbeda, tetapi tidak
signifikan (Khisamuddin, 2014: 3).
Ahmad Aziz tentang studi komparasi prestasi belajar PAI pada aspek
kognitif antara siswa yang ikut rohis dengan siswa yang tidak ikut rohis di
SMA negeri 3 semarang kelas XI tahun ajaran 2011/2012. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa prestasi belajar pendidikan Agama Islam siswa yang
ikut organisasi Rohis pada siswa kelas XI SMAN 3 Semarang tahun ajaran
2011/2012 mempunyai nilai rata-rata 65, yang berada dalam interval 59–65
dengan kategori kurang. Sedangkan prestasi belajar biologi siswa yang tidak
ikut organisasi Rohis pada siswa kelas XI SMAN 3 Semarang tahun ajaran
17
kurang. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis statistik bahwa nilai t sebesar
-1.901 berada lebih kecil dari pada nilai t yang ada dalam tabel baik pada taraf
signifikansi 5% yaitu 2,021 dan pada taraf signifikansi 1% yaitu 2,704
dengan dk 40. Dengan dk sebesar 40 diperoleh t tabel pada taraf signifikansi
5% = 2,021 dan pada taraf signifikansi 1% = 2,704. atau dapat ditulis, dalam
taraf signifikansi 1% thitung -1,901 < ttabel 2,704 . jika thitung -1,901 >
ttabel 2,021. Jadi hipotesa alternatif (Ha) yang diajukan yaitu ada perbedaan
adalah ditolak, dan hipotesa nihil (Ho) yang mengatakan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan adalah diterima. Dari hasil penghitungan tersebut
dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara prestasi
belajar Pendidikan Agama Islam siswa yang ikut organisasi Rohis dan yang
tidak ikut organisasi Rohis, pada siswa kelas XI SMAN 3 Semarang tahun
ajaran 2011/2012 (Aziz, 2012: 3).
Berdasarkan kajian pustaka di atas, perbedaan dengan penelitian yang
peneliti lakukan terdapat pada variabel yang mempengaruhi. Dalam penelitian
ini variabel yang mempengaruhi hasil belajar pendidikan Agama Islam adalah
18 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hasil Belajar
Belajar merupakan aktifitas mental atau psikis yang terjadi karena
adanya interaksi aktif antara individu dengan lingkungannya yang
menghasilkan perubahan-perubahan yang bersifat relatif tetap dalam
aspek-aspek kognitif (yang berkaitan dengan aspek-aspek-aspek-aspek intelektual atau secara
logis yang bisa diukur dengan pikiran atau nalar), psikomotorik (yang
berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sisten
syaraf dan otot serta fungsi psikis), dan afektif (yang berkaitan dengan
aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral).
Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap
dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman (Purwanto,
2009: 38-39).
Menurut Purwanto dalam bukunya Evaluasi Hasil Belajar
mendefinisikan bahwa: Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil’ dan “belajar”. Pengertian hasil
(product) menunjukkan pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu
aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional
(2009: 44).
Menurut Sopiatin dan Sahrani dalam bukunya “Psikologi Belajar
19
Hasil Proses Belajar Mengajar) mengemukakan bahwa, hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya (Sahrani, 2011: 63-64).
Dari pengertian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang diperoleh oleh peserta didik setelah ia
melakukan suatu aktivitas dan atau setelah ia menerima pengalaman
belajarnya.
Sedangkan pengertian belajar sendiri menurut Hamalik adalah
modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. (learning is
defined as the modification or strengthening of behavior through
experiencing) (2011: 36).
Menurut Skinner dalam bukunya Essentials of Educational
Psychology mengemukakan: Learning is a process of progressive behavior
adaptation. (belajar adalah suatu proses adaptasi perilaku secara terus
menerus) (Skinner, 1958: 199).
Menurut Whittaker mengemukakan bahwa: Learning may be defined
as a process by behavior originates or is altered through training or
experience (Sabri, 2007: 55). (Belajar dapat didefinisikan sebagai proses yang
berasal dari perilaku yang diubah melalui pelatihan atau pengalaman).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah proses perubahan tingkah laku seseorang secara terus menerus melalui
20
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua
faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga
menentukan kualitas hasil belajar (Wahyuni, 2010: 19). Faktor-faktor tersebut
dalam banyak hal saling berkaitan dan memengaruhi satu sama lain. Seorang
siswa yang bersikap conserving terhadap ilmu pengetahuan atau bermotif
ekstrinsik (faktor eksternal) umpamanya, biasanya cenderung mengambil
pendekatan belajar yang sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya seorang
yang berinteligensi tinggi (faktor internal) dan mendapat dorongan positif
dari orang tuanya (faktor eksternal) mungkin akan memilih pendekatan
belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil belajar.
1. Faktor internal siswa
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
siswa sendiri. Faktor internal meliputi dua aspek, yakni: aspek fisiologis
dan aspek psikologis (Syah, 2009: 130).
a. Aspek fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan
dengan kondisi fisik individu (Baharuddin, 2010: 19). Kondisi fisik
peserta didik dalam hal ini kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun
rohani mempunyai peran yang sangat penting bagi proses
pembelajaran. Kondisi fisik seseorang yang terganggu kesehatannya
21
maksimal. Misalnya, Pendengaran dan penglihatan siswa yang rendah
akan menghambat penyerapan informasi yang bersifat gambar dan
citra. Akibatnya, proses pengaksesan informasi yang dilakukan oleh
sistem memori siswa tersebut tidak dapat berjalan lancar. Berbeda
dengan siswa yang pendengaran dan penglihatan sehat, ia akan mudah
menyerap informasi yang bersifat gambar dan citra.
Rasulullah mengajak umatnya untuk selalu menjaga kesehatan,
sebagaimana dalam hadits:
ٌِش يَخِ َُُِّْق ناِ ُهِم ؤُم نا((ِمهسًَِيهعِاللهِّهصِِاللهِ ُل ُُسَسِ َلاَقِ:َلاَقَِةَش يَشٌُِِّبأِ هَع
ِ صِش حِاٌِش يَخِِّمُكِِّفََِِف يِعَّضناِِهِم ؤُم ناَِهِمِِاللهَِّنإِ ُّبَحأََ
ِ هِعَت ساَََِكُعَف ىَياَمَِّهَع
ِ: مُقِ هِكَنََِ.اَزَكََِاَزَكِ َناَكِ ُت هَعَفِِّّوأِ َُنِ: مُقَتِ َلََفٌِئ يَشَِكَباَصأِ نإََِ. ضِج عَت َلَََِ.ِللهاِب
))ِناَط يَّشناَِمَمَعِ حَت فَت َُنَِّنئَفِ.َمَعَفَِءاَشاَمََِ.ِاللهُِسَذَق
.
)مهسمِيَس(
Artinya: Dari abi Hurairah ia berkata, Rasulullahِ saw bersabda: “Seorang mu'min yang kuat lebih baik dan lebih disukai
Allah daripada seorang mu'min yang lemah dalam hal
kebaikan. Peliharalah apa-apa yang menguntungkan kamu
dan mohonlah pertolongan Allah dan jangan lemah
semangat (patah hati). Jika ditimpa suatu musibah janganlah
berkata: andai kata tadinya aku melakukaan itu tentu
berakibat begini dan begitu. Tetapi katakalah: ini takdir
Allah dan apa yang dikehendakinya pasti dikerjakannya.
22
“jikalau” itu membuka peluang bagi setan”(H.R. Muslim).
Abi al Khusain Muslim bin al Khajjaj : 2052).
Yang dimaksud dengan kuat dalam hadits di atas adalah
keteguhan hati dan jiwa untuk melakukan amalan ukhrawi, sehingga
orang yang memiliki keteguhan seperti ini akan menjadi sosok
terdepan dalam berjihad, tercepat saat berangkat untuk menghadapi
musuh dan mengejarnya. Ia juga akan menjadi orang yang kuat pendiriannya dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar, sabar
dalam menghadapi gangguan pada semua itu, dan mampu
menanggung beban berat di jalan Allah. Lebih dari itu, ia akan
menjadi sosok yang menyenangi, bersemangat dan memelihara shalat,
puasa, dzikir dan berbagai ibadah lainnya (An-Nawawi, 2011:
160-161).
b. Aspek psikologis
Belajar hakikatnya adalah proses psikologis, oleh karena itu
semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar
seseorang. Di antara faktor-faktor psikis siswa yang pada umumnya
dipandang lebih esensial adalah sebagai berikut:
1) Tingkat Kecerdasan/inteligensi siswa
Inteligensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis
yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam
23
menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif,
mengetahui relasi dan mempelajari dengan cepat.
Muhibbin Syah mengartikan intelegensi sebagai
kemampuan psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat.
Inteligensi sebenarnya bukan persoalan otak saja, melainkan juga
kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi memang harus
diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan inteligensi
manusia lebih menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hampir
seluruh aktivitas manusia (Syah, 2009: 131)
Inteligensi merupakan suatu faktor yang paling penting
dalam proses belajar siswa. Jika siswa mempunyai kecerdasan
yang tinggi, maka akan dapat dengan mudah menerima dan
memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru. Sehingga
peluang untuk meraih kesuksesan dalam belajar menjadi tinggi.
Sebaliknya siswa yang inteligensinya rendah maka peluang untuk
meraih kesuksesan dalam belajar sangat kecil.
2) Sikap siswa
Sikap (attitude) dapat didefinisikan sebagai suatu
predisposisi atau kecenderungan untuk melakukan suatu respon
dengan cara-cara tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa
24
memberi arah kepada perbuatan atau tindakan seseorang
(Nurkancana, 1986: 275). Sikap siswa yang positif, terutama
kepada guru dan mata pelajaran merupakan pertanda awal yang
baik bagi proses belajar siswa. Sebaliknya, sikap negatif siswa
terhadap guru dan mata pelajaran dapat menimbulkan kesulitan
belajar siswa tersebut.
3) Bakat siswa
Bakat atau aptitude menurut Hilgard adalah “the capacity
to learn”. Dengan kata lain bakat adalah kemampuan untuk
belajar (Slameto, 2010: 57). Setiap orang memiliki bakat
masing-masing yang tidak dimiliki oleh orang lain. Manusia berpotensi
untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan
kapasitas masing-masing (Mahmud, 2010: 97). Bakat merupakan
kemampuan seseorang yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Misalnya seseorang yang mempunyai bakat mengetik, maka ia
dapat mengetik dengan lancar dan cepat dibandingkan dengan
orang yang kurang atau tidak mempunyai bakat mengetik.
Al Qur’an menyebut bakat dengan istilah Syakilah
terdapat dalam Q.S Al Isra’ ayat 84:
ٰىَدْهَأ َوُه ْنَمِب ُمَلْعَأ ْمُكُّبَرَف ِهِتَلِكاَش ٰىَلَع ُلَمْعَي ٌّلُك ْلُق ًليِبَس
25
Bakat bukan hasil belajar dan latihan, tetapi lebih
merupakan karunia dari Allah. Bakat merupakan sarana yang
mempermudahkan seseorang untuk menyerap pengetahuan yang
sesuai dengan bakatnya. Seseorang yang memiliki bakat dalam
bidang bahasa akan lebih mudah menerima pelajaran atau
informasi yang berkenaan dengan bahasa daripada pelajaran
perhitungan (Mahmud, 2010: 97).
4) Minat siswa
Minat yaitu suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan
pada suatu hal/aktifitas tanpa ada yang menyuruh (Rahmah, 2012:
196). Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan
dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu. Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat besar
terhadap mata pelajaran matematika akan banyak memusatkan
perhatiannya pada mata pelajaran matematika daripada mata
pelajaran lainnya.
5) Motivasi siswa
Motivation is an energy change within the person
characterized by affective arousal and anticipatory goal reactions
(Donald, 1959: 77). Motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan perubahan tingkah laku dan
26
Sedangkan pengertian dasar motivasi menurut Gleitman
dan Reber yang dikutip oleh Muhibbin Syah ialah keadaan
internal organisme baik manusia maupun hewan yang
mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini,
motivasi berarti pemasok daya (energizer) yang bertingkah laku
secara terarah (Syah, 2009: 133-134).
Motivasi mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
proses belajar. Siswa yang tidak mempunyai motivasi, tentu ia
akan cenderung malas sedangkan siswa yang mempunyai
motivasi ia akan menjadi siswa yang rajin. Siswa yang kurang
atau tidak mempunyai motivasi untuk belajar, sebenarnya dapat
diusahakan agar siswa tersebut mempunyai motivasi yang lebih
besar, yaitu dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik dan
berguna bagi kehidupan serta hal-hal yang berhubungan dengan
cita-citanya.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal ini meliputi: lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan lingkungan masyarakat.
a. Lingkungan keluarga
Keluarga terutama orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan siswa dalam belajar. Tinggi rendahnya pendidikan orang
tua, besar kecilnya penghasilan, cukup atau kurangnya perhatian dan
27
anak-anaknya, semua itu turut mempengaruhi pencapaian hasil belajar
anak (Dalyono, 1997: 59). Orang tua yang kurang memperhatikan
pendidikan anaknya, menyebabkan anak tidak/kurang berhasil dalam
belajarnya. Faktor keluarga merupakan faktor yang utama dan sangat
mempengaruhi prestasi belajar siswa. Rasulullah SAW bersabda:
ُِل ُُسَسِ َلاَقِ:َلاَقَِةَش يَشٌُِِّبأِ هَع
“Tidaklah dilahirkan seorang anak melainkan atas fitrah, maka orangtuanyalah yang menjadikannya beragama Yahudi dan Nasrani”. (H.R Bukhari) (Abi Abdillah Muhammad, tth. juz. VII: 269). Muhaimin mengutip pendapat Al Raghib al Asfahani, menjelaskan makna fitrah dengan mengungkapkan kalimat “fatharaAllah al-khalq”, yang maksudnya Allah mewujudkan sesuatu dan
menciptakan bentuk/keadaan kemampuan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan. Sedang maksud fitrah Allah adalah kekuatan atau daya
untuk mengenal/mengakui Allah (keimanan kepada-Nya) yang menetap
di dalam diri manusia (Muhaimin, 2008: 16). Fitrah berarti
kecenderungan beragama yang terdapat dalam diri setiap manusia.
Kecenderungan beragama tersebut dapat terwujud menjadi Yahudi,
Nasrani atau Majusi, amat bergantung pada lingkungan dan proses
pendidikan yang diberikan kepadanya, terutama pendidikan yang
28
Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa
setiap anak yang dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama
(mengenal atau mengakui keesaan Allah), namun bentuk keyakinan
yang akan dianut oleh anak sepenuhnya tergantung bimbingan dan
pengaruh kedua orangtua mereka.
b. Lingkungan sekolah
Keadaan sekolah tempat belajar turut memengaruhi tingkat
keberhasilan mengajar. Kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian
kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas atau
perlengkapan di sekolah, keadaan ruangan, jumlah murid perkelas,
pelaksanaan tata tertib sekolah, semua ini turut memengaruhi
keberhasilan belajar anak. Bila suatu sekolah kurang memperhatikan
tata tertib (disiplin), maka murid-muridnya kurang mematuhi perintah
para guru dan akibatnya mereka tidak mau belajar sungguh-sungguh di
sekolah maupun di rumah. Hal ini mengakibatkan prestasi belajar anak
menjadi rendah (Dalyono, 1991: 59-60).
c. Lingkungan masyarakat
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa juga
mempengaruhi prestasi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh,
banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi
aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan
teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan
29
menimbulkan sifat malas belajar dalam diri siswa ketika ia berada di
lingkungan yang kumuh. Bila di sekitar tempat tinggal keadaan
masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang berpendidikan, terutama
anak-anaknya rata-rata bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini
akan mendorong anak lebih giat belajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar juga dijelaskan Syaikh
Ibrahim al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim yang menyebutkan
bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada enam yakni:
تتسبِلَاِمهعناِلاىتلَلَأ
Artinya: “Ingatlah, Kamu tidak akan berhasil dalam memperoleh ilmu kecuali ada enam perkara yang akan dijelaskan kepadamu secara ringkas. Yaitu kecerdasan, cinta pada ilmu, kesabaran, biaya, petunjuk guru, dan masa yang lama” (Zarnuji, t.t: 15).
B. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(Undang-Undang Sisdiknas, 2009: 3). Menurut Muhaimin bahwa pendidikan
adalah upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorag atau
30
orang akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap
hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis),
maupun mental dan sosial (Muhaimin, 2001:37).
Marimba memberikan pengertian pendidikan sebagai berikut: “bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si terdidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama. Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam
pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan
rohaninya kearah kedewasaan (Purwanto, 1997: 11).
Dalam bahasa Arab, para pakar pendidikan pada umumnya
menggunakan kata tarbiyah untuk arti pendidikan. Istilah tarbiyah mengacu
pada makna pendidikan secara konseptual sejalan dengan subtansi yang
berlaku dalam istilah pendidikan itu sendiri, bahwa ia merupakan upaya
penyempurnaan terhadap suatu hal yang dilakukan secara bertahap. Ki Hajar
Dewantara, mengatakan bahwa pendidikan berarti daya upaya untuk
memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran
(intellect) dan tubuh anak yang antara satu dan lainnya saling berhubungan
agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan
penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya (Nata, 2009:
338).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh orang dewasa dalam rangka menanamkan, membina, dan
31
berakhlak mulia yang terwujud dalam berfikir, bertindak, bersikap dan
mempunyai keterampilan yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Agama dari segi bahasa berasal dari kata kata din (هيد), menurut satu
pendapat, agama tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi
agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi secara turun-temurun. Hal
demikian menunjukkan pada salah satu sifat agama, yaitu diwarisi secara
turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya (Daradjat, 1991: 3).
Harun Nasution, Guru Besar Filsafat dan Teologi Islam mengemukakan,
berdasarkan analisisnya terhadap berbagai kata yang berkaitan dengan agama
yaitu al-din,religi dan kata agama itu sendiri sampai pada kesimpulan bahwa
intisari yang terkandung dalam istilah-istilah di atas adalah ikatan. Agama
mengandung arti ikatan-ikatan yang hars dipegang dan dipatuhi manusia.
Ikatan ini mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehiduan manusia
sehari-hari. Ikatan ini berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi daripada
manusia (Nasution, 1979: 10).
Frazer dalam Arifin mengemukakan, bahwa definisi agama adalah
suatu ketundukan atau penyerahan diri kepada kekuatan yang lebih tinggi
daripada manusia yang dipercaya mengatur dan mengendalikan jalannya alam
dan kehidupan manusia. Lebih lanjut Frazer mengatakan bahwa agama terdiri
dari dua elemen, yakni yang bersifat teoritis dan yang bersifat praktis. Yang
bersifat teoritis berupa kepercayaan kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi
32
tunduk kepada kekuatan-kekuatan tersebut serta usaha menggembirakannya
(Arifin, 1992: 5).
Selanjutnya definisi Islam menurut bahasa, Islam berasal dari
kata salima yang artinya damai atau selamat. Dalam Al-Qur’an kata tersebut
digunakan dengan beberapa perubahan dan tambahan. Secara tata bahasa,
Kata islam memiliki akar kata salima yang berarti “selamat”. Kemudian dari
kata tersebut diderevasikan menjadi aslama dengan menambahkan huruf
hamzahdi depannya sehingga berubah pemaknaannya dari kata yang asal
muatan maknanya intransitif menjadi transitif, yakni dari selamat menjadi “menyelamatkan”, dari sini terkandung faidah menyelamatkan jiwa dan raga
sehingga kemudian kata tersebut dimaknai “berserah” atau “tunduk“. Artinya
orang yang ingin selamat jiwa dan raganya ia haruslah tunduk dan berserah
diri kepada tata aturan Tuhan yang telah menciptakannya untuk mencapai
keselamatan. Islam menjadi nama bagi suatu agama yang ajaran-ajarannya
diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad
Saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang
bukan hanya mencapai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari
kehidupan manusia.
Pendidikan Agama yaitu “usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis
dalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran
Islam (Zuhairini, 1983: 27). Menurut Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun
2007 Bab I pasal 2 menyebutkan Pendidikan agama adalah pendidikan yang
33
peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan
sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan (Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007, Tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Bab I, pasal 2, ayat (1)).
Menurut Daradjat pengertian Pendidikan Agama Islam sebagai
berikut:
1. Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan
terhadap anak didik, agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat
memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya
sebagai pendangan hidup (way of life).
2. Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yang dilaksanakan
berdasarkan ajaran Islam.
3. Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui
ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak
didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikannya, ia dapat
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam yang
telah diyakininya secara menyeluruh serta menjadikannya sebagai suatu
pandangan hidupnya, demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia
maupun di akhirat kelak.
Pendidikan Agama Islam adalah suatu mata pelajaran yang diajarkan
di setiap lembaga pendidikan baik pendidikan dasar, menengah maupun
34
materi PAI adalah untuk memperkuat iman, ketakwaan terhadap tuhan Yang
Maha Esa sesuai yang dianut oleh peserta didik yang bertakwa.
Pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar dan terencana untuk
menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan
latihan (Nazarudin, 2007:12).
Jadi, Pendidikan Agama Islam merupakan “usaha sadar yang
dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk
meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan” (Majid, 2004 : 132).
Pendidikan agama Islam merupakan komponen yang tak terpisahkan
dari sistem pendidikan Islam yang jangkauan serta sasarannya lebih luas,
namun berfungsi sangat strategik untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam
dalam berbagai disiplin ilmu yang dipelajari oleh subjek didik.
Pendidikan agama Islam sebagai sebuah progam pembelajaran yang
diarahkan untuk:
1. Menjaga akidah dan ketakwaan peserta didik,
2. Menjadi landasan untuk lebih rajin mempelajari dan mendalami
ilmu-ilmu agama,
3. Mendorong peserta didik untuk lebih kritis, kreatif, dan inovatif,
35
Pendidikan agama islam merupakan progam pengajaran pada lembaga
pendidikan serta usaha bimbingan dan pembinaan guru terhadap siswa
dalam memahami ,menghayati, serta mengamalkan ajaran Islam. Sehingga
siswa dapat menjadi manusia yang bertaqwa serta memiliki budi pekerti
luhur, sesuai dengan tujuan dari pendidikan Islam.
Secara substansial tujuan pendidikan agama Islam adalah mengasuh,
membimbing, mendorong, mengusahakan, menumbuhkembangkan manusia
takwa. Takwa merupakan derajat yang menunjukkan kualitas manusia bukan
saja dihadapan sesama manusia, tetapi juga di hadapan Allah. Ketakwaan merupakan “high concept” dalam arti memiliki banyak dimensi dan
merupakan suatu kondisi yang pencapaiannya membutuhkan upaya yang
keras melewati dan melampaui tahap demi tahap. Pencapaiannya
mempersyaratkan bukan saja dimilikinya sejumlah pengetahuan dan
pemahaman, tetapi juga penghayatan dan pengejawantahannya dalam
perilaku nyata.
Pendidikan Agama Islam merupakan sebutan yang diberikan pada
salah satu objek pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa muslim dalam
menyelesaikan pendidikannya pada tingkat tertentu. Ia merupakan bagian tak
terpisahkan dari kurikulum suatu sekolah, sehingga merupakan alat untuk
mencapai salah satu aspek tujuan sekolah yang bersangkutan. Karena itu,
subjek ini diharapkan dapat memberi keseimbangan dalam kehidupan anak kelak, yakni manusia yang memiliki “kualifikasi” tertentu, tetapi tidak lepas
36
islam mempunyai fungsi yang berbeda dari subyek pelajaran yang lain. Ia
dapat memiliki fungsi yang bermacam-macam, sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai oleh masing-masing lembaga pendidikan. Adapun fungsi
pendidikan agama Islam adalah:
1. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan
keluarga.
2. Penyaluran, yaitu menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal
sehingga dapat di manfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.
3. Perbaikan yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan, dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan,
pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan seharihari.
4. Pencegahan, yaitu menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat
perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.
5. Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah
lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam
6. Sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Departemen Agama RI,
Pedoman Umum Pendidikan Agama Islam Sekolah Umum Dan Sekolah
37 C. Guru
Guru dalam bahasa arab dikenal dengan sebutan “al mu’alim atau al
ustadz” yang bertugas memberikan ilmu pada majelis ta’lim (tempat memperoleh ilmu). Dalam hal ini al mu’alim atau al ustadz juga mempunyai
pengertian orang yang mempunyai tugas untuk membangun aspek
spiritualitas manusia (Suparlan, 2005:12).
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (UU Guru dan Dosen, 2005: 2).
Zuraini mengatakan bahwa guru adalah orang yang mempunyai
tanggung jawab terhadap pembentukan pribadi anak yang sesuai dengan
ajaran Aama Islam dan bertanggungjawab kepada Allah (Zuraini, 2004: 54).
Guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya)
mengajar (Mulyasa, 2007: 288). Nurudin menguraikan bahwa guru adalah
orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan
mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi efektif, potensi kognitif,
maupun potensi potensi psikomotorik (Nurdin, 2010: 128).
Guru (pendidik) menurut Ahmad Marimba adalah orang yang
memikul pertanggung jawaban untuk mendidik, pada umumnya jika
mendengar istilah pendidik akan terbayang di depan kita seorang manusia
dewasa, dan sesungguhnya yang kita maksudkan adalah manusia yang karena
38
(Marimba, 1989: 37). Hadarawi Nawawi mengatakan bahwa guru adalah
orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah,
sedangkan lebih khusus lagi ia mengatakan bahwa guru berarti orang yang
bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung
jawab dalam membantu anak didik mencapai kedewasaan (Nata, 2001: 62).
Dengan begitu pengertian guru pendidikan agama Islam adalah
seseorang yang memiliki kemampuan menyajikan ide (pengetahuan) tentang
ajaran agama Islam untuk disampaikan kepada anak didik dengan penuh
kesadaran dan rasa tanggung jawab supaya dapat terbimbing ke arah
pencapaian kedewasaan serta membentuk kepribadian muslim sejati yang
berakhlak mulia dalam rangka mencapai keseimbangan kebahagiaan di dunia
dan akhirat.
Guru yang ideal adalah guru yang memenuhi kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rokhani serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Guru sebagai
salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar memiliki posisi yang
sangat menentukan keberhasilan, karena fungsi guru adalah merancang,
mengelola, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Di samping itu,
kedudukan guru dalam kegiatan belajar mengajar juga sangat strategis dan
menentukan. Strategis, karena guru yang akan menentukan kedalaman dan
keluasan materi pelajaran, bersifat menentukan, karena guru yang memilah
dan memilih materi sebagai bahan pelajaran yang akan disajikan kepada
39
Adapun peran guru dapat dilihat (Mulyasa 2001: 37-64) sebagai
berikut :
1. Guru sebagai pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi kokoh, panutan, dan
identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu
guru harus memiliki standar kualitas yang mencakup tanggung jawab,
wibawa, mandiri dan disiplin.
2. Guru sebagai pengajar
Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru telah melaksanakan
pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas yang pertama
dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk
mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi
dan memahami materi standar yang dipelajari.
3. Guru sebagai pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang
berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas
kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya
menyangkut fisik, tetapi juga menyangkut perjalanan mental,emosional,
kreatifitas, moral dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.
4. Guru sebagai pelatih
Protes pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan
keterampilan baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru
40 5. Guru sebagai penasihat
Guru adalah seorang penasihat bagi peserta didik bahkan bagi
orang tua, meski mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasihat.
Dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasihati orang.
6. Guru sebagai inovator
Guru sebagai bagian dari komponen pendidikan dituntut untuk
menjembatani kesenjangan ini. Guru harus bertindak sebagai
pembaharuan yang dapat memperkecil perbedaan antara pelaksanaan
pendidikan dan kemajuan masyarakat. Untuk itu guru harus selalu belajar
dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilannya agar dapat
menciptakan hal-hal baru guna peningkatan mutu pendidikan sehingga
sejalan dengan perkembangan masyarakat.
7. Guru sebagai model dan teladan.
Perilaku guru disekokah selalu menjadi figur dan menjadikan
dalil bagi para siswanya untuk meniru perilaku tersebut. Hal ini wajar
karena peserta didik dalam proses pembelajaran kadang melakukan
modelling untuk mengubah tingkah lakunya. Sebagai teladan bagi peserta
didik dan orang-orang di sekitarnya, mengharuskan guru melaksanakan
kode etik keguruan yang menjadi dasar berperilaku. Baik dalam
interaksinya dengan kepala sekolah, teman sejawat, bawahan, peserta
41 8. Guru sebagai pribadi
Sebagai individu yang berkecimpung dalam dunia pendidikan,
guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik.
Karena, seorang guru merupakan salah satu panutan bagi masyarakat.
Guru dituntut untuk meningkatkan pengetahuannya, selalu mengontrol
emosinya, berbaur dengan masyarakat sekitarnya, serta selalu
melaksanakan ajaran-ajaran agamanya.
9. Guru sebagai peneliti
Manusia adalah makhluk yang unik, satu sama lain berbeda.
Manusia yang satu memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang
lain. Namun, mereka juga memiliki kelemahan yang tidak dimiliki yang
lainnya. Demikian pula dengan peserta didik, mereka memiliki keunikan
yang beraneka ragam dari waktu ke waktu. Karenanya guru tidak bisa
memperlakukan mereka dengan cara yang sama untuk semua peserta
didik dan untuk zaman yang berbeda. Hal ini menuntut guru mencari
suatu sistem pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan zaman,
tingkat perkembangan, serta kebutuhan peserta didik tersebut.
10. Guru sebagai pendorong kreativitas.
Dalam proses pembelajaran, peserta didik terkadang tidak
memiliki motivasi belajar, apalagi menciptakan hal-hal baru yang dapat
meningkatkan kompetensinya. Sebagai motivator , guru berkewajiban
meningkatkan dorongan peserta didik untuk kreatif dalam belajar.